LAPORAN PRAKTIKUM KFA II PERCOBAAN II “ TITRASI REDOKS DAN TITRASI NITRITOMETRI “
Disusun Oleh: Kelompok 1 A 1. Abdullah Fadli H
170106001
2. Ajeng Wulandari
170106002
3. Alma Dita Rizkia
170106003
4. Amalia Darojatun
170106004
5. Anzaina Sukmawati
170106005
Rabu, 13 Februari 2019
PROGRAM STUDI FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANDUNG 2019
PRAKTIKUM II TITRASI REDOKS (IODIMETRI)
I. TUJUAN PRAKTIKUM I.I Menentukan normalitas larutan baku sekunder iodium. II.I Menentukan kadar suatu senyawa obat Vitamin C dengan metode tirasi Iodimetri.
II. PRINSIP PRAKTIKUM I.II Penetapan kadar suatu senyawa obat berdasarkan reaksi reduksi dan oksidasi.
III. TEORI DASAR Istilah oksidasi mengacu pada setiap perubahan kimia dimana terjadi kenaikan bilangan oksidasi, sedangkan reduksi digunakan untuk setiap penurunan bilangan oksidasi. Berarti proses oksidasi disertai dengan hilangnya elektron sedangkan reduksi memperoleh elektron. Oksidator adalah senyawaan dimana atom yang terkandung mengalami penurunan bilangan oksidasi. Sebaliknya pada reduktor, atom yang terkandung mengalami kenaikan bilangan oksidasi. Oksidasi-reduksi harus selalu berlangsung bersama dan saling mengkompensasi satu sama lain. Istilah oksidator-reduktor mengacu kepada suatu senyawa, tidak kepada atomnya saja. Jika suatu reagen berperanan baik sebagai oksidatorreduktor, maka dikatakan zat tersebut mengalami autooksidasi atau disproposionasi (Khopkar, 2007 : 48 ). Semula istilah “oksidasi” diterapkan pada reaksi suatu senyawa yang bergabung dengan oksigen dan istilah “reduksi” digunakan untuk menggambarkan reaksi dimana oksigen diambil dari suatu senyawa. Suatu reaksi redoks dapat terjadi apabila suatu pengoksidasian bercampur dengan zat yang dapat tereduksi. Dari percobaan masingmasing dapat ditentukan pereaksi dan hasil reaksi serta koefisiennya masing-masing (Syukri, 1999). Reduksi–oksidasi adalah proses perpindahan elektron dari suatu oksidator ke reduktor. Reaksi reduksi adalah reaksi penangkapan elektron atau reaksi terjadinya penurunan bilangan oksidasi. Sedangkan reaksi oksidasi adalah pelepasan elektron atau reaksi terjadinya kenaikan bilangan oksidasi. Jadi, reaksi redoks adalah reaksi penerimaan
elektron dan pelepasan elektron atau reaksi penurunan dan kenaikan bilangan oksidasi. Reaksi redoks secara umum dapat dituliskan sebagai berikut : Ared + Boks Aoks + Bred Jika suatu logam dimasukkan ke dalam larutan yang mengandung ion logam lain, ada kemungkinan terjadi reaksi redoks, misalnya: Ni(s) + Cu2+(l) Ni2+ + Cu(s) Artinya logam Ni dioksidasi menjadi Ni2+ dan Cu2+ di reduksi menjadi logam Cu. Demikian pula peristiwa redoks tersebut terjadi pada logam lain seperti besi. Sepotong besi yang tertutup lapisan air yang mengandung oksigen akan mengalami korosi (Arsyad, 2001). Dalam kehidupan sehari-hari korosi dikenal dengan besi berkarat yaitu terbentuk senyawa Fe2O3xH2O, dalam berbagai industri dibutuhkan cukup besar dana untuk mengatasi kerugian yang disebabkan oleh korosi. Proses korosi pada dasarnya merupakan proses elektrolisis yaitu reaksi antara logam dengan zat lain yang menyentuh permukaan sehingga membentuk oksida logam. Besi bertindak sebagai anoda, permukaan logam dioksidasi dengan reaksi berikut : Fe Fe2+ + 2e– Dan reaksi yang terjadi pada karbon sebagai katoda yaitu : ½ O2 + H2O + 2e– 2OH– Ada beberapa cara untuk mencegah terjadinya korosi, salah satunya dengan menutup permukaan logam dengan zat lain agar tidak terjadi kontak langsung dengan lingkungan, seperti memberi cat, mengoleskan minyak atau oli, atau dengan cara melapisi logam dengan dengan logam lain yang lebih mudah teroksidasi, misalnya magnesium (Mg). Elektron yang dibutuhkan oleh oksigen diambil dari magnesium bukan dari logam yang dilindungi. Suatu proses reduksi dan oksidasi yang berlangsung secara spontan merupakan pengertian lain dari redoks. Dalam artian, selama berlangsungnya oksidasi, oksidatornya sendiri akan tereduksi pula. Begitu pula juga sebaliknya. Dengan demikian suatu proses oksidasi selalu disertai dengan proses reduksi dan sebaliknya. Redoks kadang-kadang juga sebagai perubahan kimia yang didalamnya terdapat peralihan elektron dari suatu proses atom atau molekul atau ion lain. Dalam proses-proses elektrokimia dalam sel-sel oksidasi (pada anoda) dan reduksi (pada katoda) juga terjadi. Sistem ini pun acap kali dikenal sebagai sistem redoks (Vogel, 1985).
IV. ALAT DAN BAHAN I.IV Alat. No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Alat Beaker glass 250 mL Buret 50 mL Erlenmayer 100 mL Gelas ukur 25 mL Kertas perkamen Klem penjepit Pipet tetes Penangas air Spatel
II.IV Bahan No 1 2 3 4 5
Bahan Aquadest bebas CO2 Asam sulfat 2 N Serbuk Vitamin C Larutan Iodium 0,1 N Indikator Kanji P
V. PROSEDUR PRAKTIKUM I.V Penetapan Kadar Vitamin C Secara Iodimetri Pertama disiapkan terlebih dahulu alat dan bahan yang akan digunakan. Ditimbang Vitamin C sebanyak 109,2 mg. Lalu didihkan aquadest secukupnya agar terbebas dari CO2 dan diamkan hingga dingin. Kemudian Vitamin C dilarutkan dengan aquadest bebas CO2 sebanyak 25 mL dan ditambahkan 7 mL asam sulfat 2N di dalam erlenmayer. Lalu ditambahkan 5 tetes indikator kanji P. Selanjutnya segera dititrasi menggunakan larutan iodium 0,1 N sebanyak 50 mL dalam buret.
Dititrasi hingga terjadi perubahan warna dari tidak berwarna menjadi biru, lalu hitung kadar kemurnian Vitamin C nya.
VI. HASIL PENGAMATAN I.IV Pengamatan Organoleptis TITRASI NAMA ZAT Redoks (titrasi Vitamin C iodometri) Asam sulfat HNO3 Pekat Larutan iodium Indikator kanji
WARNA Putih Coklat bening Cairan Being Keruh bening Kuning bening
AROMA Tidak Beraroma asam Asam Tidak Beraroma Tidak Beraroma
II.IV Hasil Pengamatan Titrasi TITRASI Redoks (titrasi iodometri)
KETERANGAN PERUBAHAN GAMBAR Penetapan kadar Awal beningvitamin C akhir bening (tidak ada perubahan)
BENTUK kristal Cairan Cairan Cairan Cairan kental
VII. PERHITUNGAN I.VII Perhitungan Pembakuan dan Penetapan Kadar TITRASI KET DATA PERHITUNGAN berat AS2O3 (mg) 𝑥 0,1 Dik I2 0,1N : Redoks (titrasi Pembakuan I2 = Viodium x4,946 Larutan I2 0,1 N iodometri) 25 x 0,1 = Berat AS2O3 = 50 x 4,946 25mg 2,5 247,3 Viodium = 50mL =0,01 N
Setara 4,945 Dik :
dengan
Penetapan Kadar vitamin C Vawal = 50 mL
1 mL iodium 0,1 N setara dengan 8,806 mg as.askorbat
Gunakan perbandingan Vtitrasi = 50mL 0,1 N ~~ 8,8 untuk 0,01 Kesetaraan = 0,01 0,1 N~~ 8,8 N dalam 0,88 0,01N ~~x X=
8,8 𝑥 0,01 0,1
= 0,88 N
Jadi 1mL setara dengan 0,88N as. Askorbat 0,01
Mgrek = 0,01 × 50 = 50 = 13 mg Bobot as. askorbat = 50 × 0,88 = 44 mg Persentase Kadar asam askorbat %Kadar =
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑋 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝐴𝑤𝑎𝑙 44𝑚𝑔
100%
= 100𝑚𝑔 100% = 44 %
VIII. PEMBAHASAN Titrasi redoks adalah titrasi yang melibatkan proses oksidasi dan reduksi yang reaksinya selalu terjadi secara bersamaan. Pada percobaan kali ini penetapan kadar yang dilakukan menggunakan sampel vitamin C. Vitamin C mempunyai rumus C₆H₈C₆ dalam bentuk murni merupakan kristal putih, tak berwarna, tidak berbau dan mencair pada suhu 190-192⁰C. Senyawa ini bersifat reduktor kuat dan mempunyai rasa asam. Sifat yang paling utama dari vitamin C adalah kemampuan mereduksi yang kuat dan mudah teroksidasi. Kegunaan dari vitamin C yaitu sebagai senyawa utama tubuh yang dibutuhkan dalam berbagai proses penting mulai dari pembuatan kolagen, pengangkut lemak, sampai dengan pengatur tingkat kolesterol. Penetapan kadar vitamin C ini menggunakan metode titrasi redoks yaitu titrasi iodimetri. Iodimetri adalah titrasi langsung dan merupakan metode penentuan atau penetapan kuantitatif yang dasar penentuannya adalah jumlah I₂ yang bereaksi dengan sampel atau terbentuk dari hasil reaksi antara sampel dengan ion iodida. Iodimetri merupakan salah satu metode titrasi redoks dengan I₂ sebagai pentiternya. Prinsip dasar reaksi redoks yaitu penetapan kadar suatu zat berdasarkan reaksi reduksi dan oksidasi. Pada percobaan ini penetapan kadar vitamin C dengan metode iodimetri berdasarkan reaksi oksidasi reduksi antara sampel sebagai reduktor dengan larutan baku I₂ 0,1 N sebagai oksidator dalam suasana asam menggunakan indikator kanji dengan titik akhir yang ditandai dengan perubahan warna larutan dari bening menjadi biru. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam titrasi iodimetri antara lain yaitu pembuatan larutan, penyimpanan larutan, jumlah indikator dan ketelitian dalam melakukan titrasi yaitu dalam mementukan titik akhir dan pembacaan skala pada buret. Reaksi redoks harus selalu ada oksidator dan reduktor, sebeb apabila suatu unsur bertambah bilangan oksidasinya (melepaskan electron) maka harus ada suatu unsur bilangan oksidasinya berkurang atau turun (menangkap electron). Dalam bidang farmasi penetapan ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui kadar yang terkandung dalam suatu sediaan. Selain penetapan kadar vitamin C menggunakan titrasi iodimetri dapat dilakukan juga secara titrasi iodometri. Titrasi iodometri yaitu titrasi tidak langsung dimana oksidator yang dianalisis kemudian direaksikan dengan ion iodida berlebih dalam keadaan yang sesuai yang kemudian iodium dibebaskan secara kuantitatif dan dititrasi menggunakan natrium tiosulfat. Perbedaan titrasi iodimetri dan iodometri diantaranya sebagai berikut: 1. Iodometri termasuk reduktor dan iodimetri sebagai oksidator 2. Proses titrasi iodometri tidak langsung sedangkan titrasi iodimetri langsung 3. Larutan standar yang digunakan dalam proses titrasi iodometri yaitu Na₂S₂O₃ dan iodimetri menggunakan larutan standar I₂
4. Pada titrasi iodometri dalam keadaan asam sedangkan iodimetri dalam kadaan sedikit basa atau netral 5. Warna TAT pada iodometri saat warna biru hilang sedangkan pada iodimetri saat muncul warna biru Sampel yang digunakan dalam percobaan ini adalah vitamin C dan indikator yang digunakan adalah indikator kanji. Indikator kanji bereaksi dengan I₂ akan membentuk kompleks iod-amilum. Reaksinya dapat dibalik : I₂ + amilum
á I₂-amil (kompleks)
Kompleks iod-amilum ini adalah senyawa yang agak sukar larut dalam air sehingga kalau pada reaksi ini I₂ tinggi, kesetimbangan akan terletak jauh disebelah kanan, kompleks iodamilum yang terbentuk banyak akan terjadi endapan. Akibatnya kalau pada titrasi I₂ “hilang” karena tereduksi kesetimbangannya tidak segera kembali bergeser ke kiri, warna kompleks iod-amilum sukar hilang. Pada percobaan ini vitamin C dilarutkan dengan air bebas CO2 yang bertujuan untuk menghindarkan tereduksinya vitamin C oleh udara dan dilarutkan dengan larutan asam pekat. Asam pekat yang digunakan dalam titrasi ini adalah asam sulfat 2N. Hal ini dilakukan karena vitamin C yang telah diencerkan dengan aquades, kadar keasamannya akan menurun sehingga harus ditambahkan dengan larutan asam agar vitamin C selalu berada dalam keadaan asam agar titrasi iodimetri berlangsung sempurna sebab jika tidak maka hasil titrasi tidak akan maksimal. Asam sulfat juga berfungsi sebagai katalisator untuk mempecepat reaksi sehingga terjadi reaksi yang murni antara asam askorbat, iodium dan indikator kanji. Kemudian larutan vitamin C dititrasi segera dengan larutan iodium 0,1 N. Iodium digunakan sebagai titran dalam buret karena vitamin C mempunyai potensial reduksi yang lebih kecil dibanding iodium sehingga dapat dilakukan titrasi langsung dengan iodium. Ketika akan mencapai titik akhir titrasi akan terjadi perubahan warna pada larutan vitamin C dari tidak berwarna mejadi biru. Ketika terjadi perubahan warna biru pada analit, hal itu menandakan bahwa vitamin C telah habis bereaksi dan titik akhir titrasi telah tercapai. Namun, hasil percobaan kali ini tidak sesuai dengan literature karena tidak terjadi perubahan warna pada larutan vitamin C yang artinya tidak tercapainya titik akhir titrasi. Hal ini dikarenakan oleh beberapa kemungkinan diantaranya larutan iodium yang diguanakan sebagai titran sudah tidak segar karena larutan iodium yang digunakan dibuat tiga bulan yang lalu sebelum digunakan untuk praktikum sehingga larutan iodium sudah terkontaminasi dan konsentrasinya menjadi tidak stabil. Seharusnya pereaksi yang digunakan dalam sebuah percobaan harus dalam keadaan segar agar larutan titran tetap stabil shingga titik akhir titrasi tercapai. Selain itu juga I₂ merupakan zat yang mudah terurai oleh cahaya sehingga dalam penyimpanannya harus menggunakan botol coklat dan
juga pada saat titrasi harus menggunakan buret coklat. Karena buret yang digunakan pada saat titrasi tembus cahaya, kemungkinan zat I₂ sebagai titran sudah terurai oleh cahaya sehingga titik akhir titrasi tidak ditemukan. Dari data hasil perhitungan kadar senyawa asam askorbat atau vitamin C kadar yang diperoleh yaitu sebesar 44 %. Hasil ini tidak memenuhi persyaratan kadar menurut Farmakope Indonesia edisi III yaitu mngandung tidak kurang dari 99,0% C₆H₈O₆.
XI. KESIMPULAN I.XI Praktikan dapat menentukan normalitas suatu larutan baku sekunder iodium yang digunakan dalam titrasi redoks (iodimetri) II.XI Praktikan dapat menetukan kadar suatu senyawa obat vitamin C dengan menggunakan titrasi redoks (iodimetri)
X. DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, M Natsir. 2001. Kamus Kimia Arti dan Penjelasan Istilah. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Irfan, Anshary. 1986. Penuntun Pelajaran Kimia. Ganeca Exact, Bandung. Karyadi, Benny. 1994. Kimia 2. Balai Pustaka, Jakarta. Syukri, S. 1999. Kimia Dasar 1. ITB, Bandung. Vogel,1985. Analisa Anorganik Kualitatis. Kalmen Media Pustaka, Jakarta. Khopkar. 2007. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press
PRAKTIKUM III TITRASI NITRITOMETRI I. TUJUAN PRAKTIKUM I.I Mengetahui cara penetapan kadar melalui proses titrasi Nitritrmetri II.I Mengetahui prinsip titrasi Nitritrometri III.I Menetapkan kadar suatu senyawa obat kloramfenikol dengan metode titrasi Nitritrometri
II. PRINSIP PRAKTIKUM I.II Penetapan kadar suatu senyawa obat berdasarkan pembentukan garam diazonium yang diperoleh dari asam nitrit dengan cara mereaksikan suatu natrium nitrit dengan suatu asam.
III. TEORI DASAR
1. 2. 3.
1.
Nitritimetri adalah metode titrasi yang menggunakan natrium nitrit sebagai pentiter dalam suasana asam pada suasana asam. Natrium nitrit berubah menjadi asam nitrit yang bereaksi dengan sampel yang dititrasi membentuk garam diazonium ( Gandjar, 2007 ). Pembentukan garam diazonium berjalan lambat, oleh karena itu untuk mempercepatnya dapat ditambahkan sebagai katalis ( Hamdani, 2013 ). Titrasi redoks banyak digunakan dalam pemeriksaan kimia karena berbagai zat organik dan zat anorganik dapat ditemukan dengan cara ini, namun demikian agar titrasi redoks ini berhasil dengan baik, makan persyaratan berikut ini harus dipenuhi ( Rivai, 1995 ) : Harus tersedia pasangan sistem redoks yang sesuai sehingga terjadi pertukaran elektron secara stoikiometri. Reaksi redoks harus berjalan cukup cepat dan berlangsung secara terukur ( kesempurnaan 99%). Harus tersedia cara penentuan titik akhir yang sesuai. Salah stu metode yang termasuk dalam ittrasi redoks adalah diazotasi ( nitritimetri ). Titrasi diazotasi berdasar pada pembentukan garam diazonium dari gugus amin aromatis bebas yang direaksikan dengan asam nitrit, dimana asam nitrit inin diperoleh dengan cara mereaksikan natrium nitrit dengan suatu asam ( Wunas, 1986 ). Hal – hal yang perlu diperhatikan pada reaksi diazotasi ( Wunas, 1986 ) : Suhu
Titrasi diazotasi harusnya dilakukan dengan suhu rendah, lebih kecil dari C karena asam nitrit yang terbentuk dari reaksi natrium nitrit dengan asam tidak stabil dan mudah terurai dan garam diazonium yang terbentuk pada hasil titrasi tidak stabil. 2. Kecepatan Reaksi Reaksi titrasi amin aromatis pada reaksi diazotasi berjalan agak lambat, titrasi sebaiknya dilakukan secara perlahan – lahan dan reaksi diazotasi dapat dikatalisa dengan perubahan natrium dan kalium bromida sebagai katalisator. Ada dua jenis indikator pada titrasi redoks, indikator khusus ynag bereaksi dengan salah satu komponen yang bereaksi, dan indikator oksidasi reduksi yang sebenarnya tidak tergantung dari salah satu zat, tetapi hanya pada potensial larutan selama titrasi. Pemilihan indukator yang cocok ditentukan oleh kekuatan oksidasi titran dan titrat. Dengan kata lain, potensuial titik akhir titrasi tersebut bila potensial peralihan indikator tergantung dari pH, maka juga harus diusahakan agar pH tidak berubah selama titrasi berlangsung ( Harjadi, 1986 ). Dalam titrasi diazotasi, digunakan dua indikator, yaitu indikator dalam dan indikator luar. Sebagai indikator dalam digunakan campuran indikator Tropeolin oo dan metilen biru yang mengalami perubahan warna dari ungu menjadi biru kehijauan. Sedangkan untuk indikator luar digunakan kertas kanji iodida ( Wunas, 1986 ). Titrasi nitritometri merupakan titrasi yang digunakan dalam analisa senyawa – senyawa organik, khususnya untuk persenyawaan amin primer. Penentapan kuantitas zat disadari oleh reaksi antara fenil amina primer ( aromatik ) dengan natrium nitrit dalam suasana asam membentuk garam diazonium. Reaksi ini dikenal dengan reaksi diazotasi, dengan persamaan yang berlangsung dalam dua tahap sebagai berikut ( Zulfikar, 2010 ) : Na
+ HCl
NaCl +
Ar + + HCl Ar – NaCl + O Reaksi tidak stabil dengan suhu kamar, karen agaram diazonium yang terbentuk mudah terdegradasi membentuk senyawa fenol dan gas nitrogen. Sehingga reaksi dilakukan pada suhu dibawah C. Reaksi diazotasi dapat dipercepat dengan penambahan garam kalium bromida ( Hamdani, 2013 ). Titik ekuivalensi atau titik akhir titrasi ditunjukkan oleh perubahan warna dari pasta kanji iodida atau kertas iodida sebagai indikator luar. Kelebihan asam nitrit terjadi karena senyawa fenil sudah bereaksi seluruhnya. Kelebihan ini dapat bereaksi dengan iodida yang ada dalam pasta kanji. Reaksi ini akan mengubah iodida menjadi iodin, diikuti dengan perubahan earna menjadi biru. Kejadian ini dapat ditunjukkan setelah larutan didiamkan selama beberapa menit. Reaksi perubahan warna yang dijadikan indikator dalam titrasi ini adalah ( Zulfikar, 2010 ) : KI + HCl 2HI + 2
HCl + HI + 2NO +
O
+ kanji iod ( biru ).
Indikator dalam terdiri atas campuran Tropeolin oo dan metilen biru. Tropeolin oo merupakan indikator asam basa yang berwarna merah dan berwarna kuning bila dioksidasi dari adanya kelebihan nitrit. Sedangkan metilen biru sebagai pengontras warna sehingga pada titik akhir titrasi akan terjadi perubahan dari ungu menjadi biru sampai hijau tergantung dari senyawa yanag dititrasi ( Gandjar, 2012 ). Pemakaian kedua indikator ini ternyata memilikikekurangan. Pada indikator luar harus diketahui dulu perkiraan jumlah titran yang diperlukan. Sebab, kalau itdak tahu perkiraan jumkah yang dibutuhkan, maka sering melakukan pengujian apakah sudah tercapai titik akhir titrasi atau belum. Disamping itu, kalau sering melakukan pengujian, dikhawatirkan akan banyak larutan yang dititrasi ( sampel ) yang hilang pada saat titik akhir sementara itu pada pemakaian indikator dalam walaupun pelaksanaannya mudah tetapi seringkali untuk mengatasi hal ini, maka digunakan metode pengamatan titik akhir secara potensiometri ( Gandjar, 2012 ). Metode potensiometri merupakan metode yang baik untuk penetapan titik akhir nitritimetri adalah menggunakan elektron kolomeplatina yang dicelupkan kedalam titrat. Pada saat titik akhir titrasi ( adanya kelebihan asam nitrit ) maka akan terjadi depolaritas elektroda sehingga akan terjadi perubahan arus yang sangat tajam sekitar
0,80 volt
sampai 0,90 volt. Metode ini sangat cocok untuk sampel dalam bentuk sediaan sirup yang berwarna ( Gandjar, 2012 ). Tittasii diazotasi dapat digunakan untuk : ( Gandjar, 2012 ) 1. Penetapan kadar senyawa – senyawa yang mempunyai gugus amin aromatis primer bebas seperti sulfanilamid. 2. Penentapan kadar senyawa yang mana gugus amin aromatik terikat dengan gugus lain serta suksinil silfatiazol, ftalil sulfatiazol dan parasetamol. Pada penentuan kadar senyawa yang mempunyai gugus aromatik yang terikat pada gugs lain seperti suksinil sulfatiazol harus dihidrolisis terlebih dahulu sehingga diperoleh gugus amin aromatis bebas untuk selanjutnya bereaksi dengan natrium nitrit dalam suasana asam membentuk garam diazonium. Reaksi yang terjadi pada analisis suksinil silfatiazol. 3. Senyawa yang mempunyai senyawa nitro aromatis seperti kloramfenikol.
IV. ALAT DAN BAHAN I.V ALAT No Alat 1 Buret 50 mL 2 Beaker glass 10 mL 3 Corong gelas 4 Erlenmayer 100 mL 5 Gelas ukur 25 mL 6 Kertas perkamen 7 Kertas saring 8 Klem penjepit 9 Kaca arloji 10 Kaca objek 11 Pipet tetes II.V BAHAN No 1 2 3 4 5 6
Bahan Aquadest HCl Pekat Indikator Kanji P Larutan NaNO2 0,1 M Serbuk Kloramfenikol Serbuk Zn
V. PROSEDUR PRAKTIKUM I.VI Penetapan Kadar Kloramfenikol Pertama disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan. Ditimbang serbuk kloranfenikol sebanyak 502,5 mg dan 5 gram serbuk Zn. Lalu kloranfenikol dimasukkan kedalam erlenmayer., kemudian ditambahkan 20 mL HCl pekat dan ditambahkan serbuk Zn sedikit demi sedikit sambil digoyangkan. Lalu ditambahkan 15 mL HCl pekat dan biarkan selama 1 jam sambil digoyangkan. Setelah itu larutan disaring dan dicuci residunya sebanyak 3x15 mL, lalu filtrate dicampurkan kembali dan didinginkan filtrate samapi suhu 15oC menggunakan es batu. Setelah larutan dingin, dilakikan titrasi menggunakan larutan NaNO2 0,1 M sebanyak 50 mL dalam buret menggunakan indikator kanji sebagai indikator luar. Saat larutan dititrasi, diambil indikator kanji secukupnya ke atas kaca arloji, kemudian larutan yang dititrasi diambil
menggunakan pipet untuk membasahi kaca objek, lalu kaca objek yang telah dibasahi larutan ditempelkan pada kaca arloji berisi indikator kanji akan berubah menjadi biru.
VI. HASIL PENGAMATAN I.VII Pengamatan Organoleptis TITRASI Nitritrometri
NAMA ZAT Kloramfenikol
WARNA Putih
HCL pekat Serbuk zn
Bening kekuningan Hitam
NaCl
Putih
AROMA Tidak Beraroma Tidak Beraroma Tidak Beraroma Tidak Beraroma
II.VII Hasil Pengamatan Titrasi TITRASI Nitritrometri
KETERANGAN PERUBAHAN GAMBAR Penetapan Kadar Larutan kuning Kloramfenikol bening ditempel kekanji jadi biru
BENTUK Serbuk Cairan Serbuk Serbuk
VII. PERHITUNGAN I.VII Perhitungan Pembakuan dan Penetapan Kadar TITRASI KETERANGAN DATA Pembakuan Dik Nitritrometri NaNO2 Massa asam sulfanilat = 0,2gr Mr asam sulfanilat = 173,2 Eq asam sulfanilat = 1 Volume = 390mL Vtitrasi = 23,7 mL
Penetapan Kadar Dik : kloramfenikol Massa = 500 mg Kesetaraan = 1mL→32,31 Vtitrasi = 21,9 mL
PERHITUNGAN N as.Sulfanilat gram
gram
x
1000
𝐵𝐸 v 0,2 𝑔𝑟𝑎𝑚 1000
=
x
173,2
390𝑚𝐿
=0,0025 =0,0025N
VNaNO2 xvNNaNO2=vasam xN asam 23,7mL x NNaNO2=390mL x 0,0025mL NNaNO2=
390𝑚𝐿 𝑋 0,0025𝑁 23,7 𝑚𝐿
=0,041N
kloramfenikol
Gunakan perbandingan 1mL ~~ 32,31 mg 21,9mL~~ x 1 𝑚𝐿
Mgrek = 1 𝑚𝐿 × 21,9𝑚𝐿 = 21,9 mL Bobot kloramfenikol = 21,9 × 32,31 𝑚𝐿
= 707,5 mg Jadi 21,9 mL ~~ 707,5 mg Persentase Kadar %Kadar =
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑘𝑙𝑜𝑟𝑎𝑚𝑓𝑒𝑛𝑖𝑘𝑜𝑙 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝐴𝑤𝑎𝑙
100% =
707,9 𝑚𝑔 500 𝑚𝑔
100%
= 141,5 %
VIII. PEMBAHASAN Titrasi nitritrometri disebut juga titrasi dizotasi adalah penetapan kadar secara kuantitatif dengan menggunakan larutan baku natrium nitrit. Dalam farmakope Indonesia titrasi diazotasi digunakan untuk menetapkan kadar benzokain, primakuin fosfat dan sediaan tabletnya, prokain HCl, sulfasetamid, sulfametazin, sufadoksin, sulfametoksazol, tetrakain dan tetakain HCl. Senyawa-senyawa tersebut dalam bidang farmasi sangat bermanfaat sehingga metode percobaan titrasi nitritrometri perlu dilakukan. Reaksi yang terjadi pada titrasi nitritrometri yaitu : NaNO₂ + HCl
NaCl + HONO
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam reaksi diazotasi yaitu: a. Suhu Titrasi diazotasi sebaiknya dilakukan pada suhu rendah, lebih kecil dari 15ᵒC karena asam nitrit yang terbentuk dari reaksi natrium nitrit dengan asam tidak stabil dan mudah terurai dan garam diazonium yang terbentuk dari hasil titrasi juga tidak stabil. b. Kecepatan reaksi Reaksi titrasi amin aromatis pada reaksi diazotasi berjalan agak lambat. Titrasi sebaiknya dilakukan secara perlahan-lahan dan reaksi diazotasi dapat dikatalisa dengan penambahan natrium dan kalium bromide sebagai katalisator. Pada percobaan kali ini senyawa yang ditentukan kadarnya menggunakan titrasi nitritrometri yaitu kloramfenikol. Kloramenikol merupakan hablur halus berbentuk jarum atau lempeng memanjang, putih tidak berbau dan memiliki rasa yang sangat pahit berfungsi sebagai antibiotikum. Prinsipnya adalah penetapan kadar kloramfenikol berdasarkan pada pembentukan garam diazonium dari gugus amin primer aromatis bebas yang direaksikan dengan NaNO₂ yang diperoleh dari hasil reaksi antara natrium nitrit dan asam klorida dengan penentuan titik akhir
menggunakan indikator luar yaitu indikator kanji dengan perubahan warna menjadi warna biru ketika dioles. Keuntungan menggunakan indikator luar adalah terjadinya perubahan warna yang jelas. Namun indikator luar juga memiliki kekurangan diantaranya pelaksanaannya tidak praktis karena kita harus mengoleskan tiap kali penambahan titran agar titik akhir titrasi tidak terlewatkan sedangkan apabila menggunakan indikator dalam titik akhir titrasi dapat terlihat secara langsung ketika terjadi perubahan warna pada larutan. Pada percobaan ini kloramfenikol dilarutkan dengan HCl pekat sebagai pelarut. Kemudian ditambahkan bubuk Zn sedikit demi sedikit. Bubuk Zn berfungsi untuk mereduksi kloramfenikol yang memiliki gugus amin sekunder menjadi gugus amin primer. Lalu ditambahan lagi HCl pekat dan dibiarkan sambil diaduk. Larutan dibiarkan untuk memastikan ada atau tidaknya endapan. Ketika terjadinya endapan maka larutan disaring dan dicuci dengan 3x5 ml air. Kemudian filtrate didinginkan sampai suhu 15ᵒC. Hal ini karena garam diazonium tidak stabil jika suhunya lebih tinggi bisa terurai menjadi fenol dan nitrogen. Pada percobaan ini menggunakan indikator luar yaitu indikator kanji. Ketika larutan dioleskan pada indikator kanji menggunakan kaca objek terjadi perubahan warna larutan menjadi biru yang artinya telah tercapainya titik akhir titrasi. Hasil titrasi ini sesuai dengan yang diinginkan dimana terjadinya perubahan warna biru pada indikator luar. Dari data hasil perhitungan kadar senyawa kloramfenikol diperoleh yaitu sebesar 141,5%. Hasil ini tidak memenuhi persyaratan kadar menurut Farmakope Indonesia IV yaitu mngandung tidak kurang dari 97 % dan tidak lebih dari 103 % C₁₁H₁₂Cl₂N₂O₃.
XI. KEISMPULAN I.XI Praktikan dapat mengetahui cara penetapan kadar kloramfenikol melalui titrasi nitritometri II.XI Praktikan dapat mengetahui tentang prinsip dasar titrasi nitritometri yang digunakan untuk menentukan kadar senyawa obat III.XI Praktikan dapat menentukan penetapan kadar suatu senyawa obat kloramfenikol dengan menggunakan titrasi nitritometri
X. DAFTAR PUSTAKA
Anonim.2014. Penuntun Kimia Analisis Farmasi. Universitas Muslim Indonesia: Makassar Ditjen POM. 1979. Farmakope Edisi III. Departmen Kesehatan RI: Jakarta Gholib Gandjar,Ibnu dan Rohman. 2012. Kimia Farmasi Analisis. Pustakan Pelajar : Yogyakarta Hamdani. 2013. Nitritimetri. Available Online at http//Catatan Kimia.com Harjadi,W. 1996. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Gramedia : Jakarta Rivai, H. 1995. Asas Pemeriksaan Kimia. UI Press: Jakarta Wunas,J. Said. 1986. Analisa Kimia Farmasi Kuantitatif . UNHAS : Makassar Zulfikar. 2010. Nitritimetri. Available online at http//chem-is-try.org