LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA IDENTIFIKASI SENYAWA GOLONGAN FLAVONOIDA (Ekstrak Psidium guajava)
Disusun oleh : BELLA SINTIYA MEIRANI 201610410311201 FARMASI E KELOMPOK : 6
DOSEN PEMBIMBING: Drs. Herra Studiawan, M.Si., Apt. Siti Rofida, M.Farm., Apt. Amaliyah Dina Anggraeni, M.Farm., Apt.
PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2019
I.
TUJUAN UMUM
Mahasiswa mampu melakukan identifikasi senyawa golongan flavonoida dalam tanaman. II.
TINJAUAN PUSTAKA
A. TUMBUHAN JAMBU BIJI PUTIH (Psidium guajava) Jambu biji berasal dari Amerika tropis, tumbuh pada tanah yang gembur maupun liat, pada tempat terbuka dan mengandung air cukup banyak. Tanaman jambu biji putih dapat berbunga sepanjang tahun. Tanaman ini sering tumbuh liar dan dapat ditemukan pada ketinggian 1-1.200 mdpl (Hapsoh dan Hasanah, 2011). Secara botani, tanaman jambu biji diklasifikasikan sebagai berikut (Hapsoh dan Hasanah, 2011) : Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Class : Dicotyledoneae Ordo : Myrtales Famili : Myrtaceae Genus : Psidium Spesies : Psidium guajava L. 7 Jambu biji perdu atau pohon kecil, tinggi 2-10 m, percabangan banyak. Batangnya berkayu, keras, kulit batang licin, mengelupas, berwarna cokelat kehijauan Daun tunggal, bertangkai pendek, letak berhadapan, daun muda berambut halus permukaan atas daun tua licin. Helaian daun berbentuk bulat telur agak jorong,ujung tumpul,pangkal membulat, tepi rata agak melekuk ke atas, pertulangan menyirip, panjang 6-14 cm, lebar 3-6 cm, berwarna hijau. Bunga tunggal, bertangkai, keluar dari ketiak daun, berkumpul 13 bunga, berwarna putih. Buahnya buah buni, berbentuk bulat sampai bulat telur, berwarna hijau sampai hijau kekuningan. Daging buah tebal, buah yang masak bertekstur lunak, berwarna putih kekuningan atau merah jambu. Biji buah banyak mengumpul di tengah, kecil-kecil. Keras, berwarna kuning kecoklatan (Hapsoh, 2011). Kandungan kimia pada daun jambu biji (Psidium guajava L.) menurut Taiz dan Zeiger (2002) yaitu terpen, fenolik, dan senyawa mengandung nitrogen terutama alkaloid. Kandungan kimia tersebut merupakan bagian dari sistem pertahanan diri yang berperan sebagai pelindung dari serangan infeksi mikroba patogen dan mencegah pemakanan oleh herbivora. Hasil fitokimia dalam ekstrak daun jambu biji putih adalah senyawa flavonoid, tanin, triterpenoid, saponin, steroid, dan alkaloid (Arya, et al.,2012) Jambu biji memiliki beberapa kelebihan, antara lain buahnya dapat dimakan sebagai buah segar, dapat diolah menjadi berbagai bentuk makanan dan minuman. Selain itu, buah jambu biji bermanfaat untuk pengobatan (terapi) bermacam-macam penyakit, seperti memperlancar pencernaan, menurunkan kolesterol, antioksidan, menghilangkan rasa lelah dan lesu, demam berdarah, dan sariawan. Selain buahnya, bagian tanaman jambu biji seperti daun, kulit akar maupun akarnya dapat berkhasiat untuk menyembuhkan penyakit
disentri, keputihan, sariawan, kurap, diare, radang lambung, gusi bengkak, dan peradangan mulut, serta kulit terbakar sinar matahari (Cahyono, 2010). Ekstrak etanol daun jambu biji juga telah diteliti sebagai antioksidan. Menurut Indriani (2006), ekstrak etanol dari daun jambu biji dapat berperan sebagai antioksidan. Daun jambu biji mempunyai manfaat bagi kesehatan yaitu sebagai antiinflamasi, antidiare, analgesik, antibakteri, antidiabetes, antihipertensi, mengurangi demam dan penambah trombosit (Kirtikar dan Bashu., 1998). Daun jambu biji putih telah terbukti secara klinis menghambat pertumbuhan rotavirus 8 yang menyebabkan enteritis pada anak-anak dan menyembuhkan kejang dan penyakit diare akut (Lozoya et al., 2002; Wei Te al., 2000). B. SENYAWA FLAVONOID Senyawa flavonoid adalah senyawa polifenol yang mempunyai 15 atom karbon yang tersusun dalam konfigurasi C6 -C3 -C6 , yaitu dua cincin aromatik yang dihubungkan oleh 3 atom karbon yang dapat atau tidak dapat membentuk cincin ketiga. Flavonoid terdapat dalam semua tumbuhan hijau sehingga dapat ditemukan pada setiap ekstrak tumbuhan (Markham, 1988). Golongan flavonoid dapat digambarkan sebagai deretan senyawa C6 -C3 -C6 , artinya kerangka karbonnya terdiri atas dua gugus C6 (cincin benzena tersubstitusi) disambungkan oleh rantai alifatik tiga karbon (Robinson, 1995). Tumbuhan yang mengandung flavonoid banyak dipakai dalam pengobatan tradisional. Hal tersebut disebabkan flavonoid mempunyai berbagai macam aktivitas terhadap macammacam organisme (Robinson, 1995). Penelitian farmakologi terhadap senyawa flavonoid menunjukkan bahwa beberapa senyawa golongan flavonoid memperlihatkan aktivitas seperti antifungi, diuretik, antihistamin, antihipertensi, insektisida, bakterisida, antivirus dan menghambat kerja enzim (Geissman, 1962). Flavonoid merupakan kandungan khas tumbuhan hijau dan salah satu senyawa aktif yang menjadi penelitian peneliti dalam mengembangkan obat 1 2 tradisional Indonesia. Hal penting dari penyebaran flavonoid dalam tumbuhan adalah adanya kecenderungan kuat bahwa tumbuhan yang secara taksonomi berkaitan akan menghasilkan flavonoid yang jenisnya serupa. Jadi informasi tumbuhan yang diteliti seringkali didapatkan dengan melihat pustaka mengenai flavonoid terdahulu dalam tumbuhan yang berkaitan, misalnya dari marga atau suku yang sama (Markham, 1988). C. CARA IDENTIFIKASI SENYAWA 1. Uji Wilstater Uji ini untuk mengetahui senyawa yang mempunyai inti Ξ΄ benzopiron. Warna-warna yang dihasilkan dengan reaksi Wilstater adalah sebagai berikut: a. Jingga Daerah untuk golongan flavon. b. Merah krimson untuk golongan fLavonol. c. Merah tua untuk golongan flavonon. (Achmad, 1986)
2. Uji Bate-Smith dan Metcalf Reaksi warna ini digunakan untuk menuniukkan adanya senyawa leukoantosianin, reaksi positif jika terjadi warna merah yang intensif atau warna ungu. (Achmad, 1986) 3. Metode Charaux-Paris Serbuk tanaman diekstraksi dengan etanol kemudian dikeringkan sampai terbentuk ekstrak kental. Ekstrak etanol yang kental tersebut kemudian ditambahakan air panas untuk mendapatkan ekstrak air encer.Ekstrak encer diekstraksi cair-cair meggunakan corong pisah dengan pelarut eter, yang akan terbentuk 2 lapisan (lapisan air dan lapisan organic). Fase air kemudian diekstraksi dengan eter hingga ekstrak eter tidak berwarna dan kemudian diuapkan hingga kering. Ekstrak tersebut mengandung flavonoid bebas. (Achmad, 1986) Fase air yang masih ada kemudian diekstraksi cair-cair menggunakan etil asetat hingga etil asetat tidak berwarna dan kemudian diuapkan dan didapatkan flavonoid golongan flavon, flavanon, dan isoflavon.Fase air yang masih ada kemudian diekstraksi cair-cair lagi menggunakan n-butanol pada corong pisah hingga n-butanol tidak berwarna dan kemudian diuapkan samapi ekstrak kering dan didapatkan flavonoid glikosida. (Achmad, 1986) D. KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS (KLT) Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran didasarkan atas perbedaan distribusi dari komponen-komponen campuran tersebut diantara dua fase, yaitu fase diam (padat atau cair) dan fase gerak (cair atau gas) yang menyebabkan terjadinya perbedaan migrasi dari masing-masing komponen. Perbedaan migrasi merupakan hasil dari perbedaan tingkat afinitas masing-masing komponen dalam fase diam dan fase gerak. Afinitas senyawa dalam fase diam dan fase gerak 9 ditentukan oleh sifat fisika kimia dari masing-masing senyawa. (Lestyo Wulandari, 2011) Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran berdasarkan perbedaan kecepatan perambatan komponen dalam medium tertentu. Beberapa teknik kromatografi yang banyak digunakan antara lain Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dan Kromatografi Kolom (KK). Prinsip dari KLT di mana suatu analit bergerak melintasi lapisan fase diam di bawah pengaruh fase gerak, yang bergerak melalui fase diam. Semakin polar suatu senyawa fase gerak, semakin besar partisi ke dalam fase diam gel silika, semakin sedikit waktu yang dibutuhkan fase gerak untuk bergerak menyusuri plat sehingga semakin pendek jarak tempuh senyawa tersebut menaiki plat dalam waktu tertentu (Watson, 2005). a. Fase Diam Fase diam yang digunakan dalam KLT merupakan penjerap berukuran kecil dengan diameter partikel antara 10-30 Β΅m. Semakin kecil ukuran ratarata partikel fase diam dan semakin sempit kisaran ukuran fase diam, maka semakin baik kinerja KLT dalam hal efisiensi dan resolusinya. Penjerap yang paling sering digunakan adalah silica dan serbuk selulosa, sementara mekanisme sorpsi yang
utama pada KLT adalah adsorpsi dan partisi. (Ibnu Gholib G. & Abdul Rohman,2007) b. Fase Gerak Fase gerak pada KLT dapat dipilih dari pustaka, tetapi lebih sering dengan mencoba-coba karena waktu yang diperlukan hanya sebentar. Sistem yang paling sederhana ialah campuran 2 pelarut organik karena daya elusi campuran kedua pelarut ini dapat mudah diatur sedemikian rupa sehingga pemisahan dapat terjadi secara optimal. (Ibnu Gholib G. & Abdul Rohman,2007) Identifikasi senyawa-senyawa yang terpisah pada kromatografi lapisan tipis dapat menggunakan harga Rf (Retardation factor) yang menggambarkan jarak yang ditempuh suatu komponen terhadap jarak keseluruhan, yaitu: π
π =
πππππ π‘ππ‘ππ ππ’π ππ‘ ππππππ ππππ π‘ππ‘ππ ππ€ππ πππππ πππππ πππππ ππππ π‘ππ‘ππ ππ€ππ
Harga Rf berjangka antara 0,00-1,00 dan hanya dapat ditentukan dua decimal. Harga Rf dipengaruhi oleh struktur kimia dari senyawa yang seang dipisahkan, sifat dari penyerap, jenis eluen dan jumlah cuplikan. (Sastrohamidjojo, 1991)
III. a.
BAGAN ALIR Preparasi Sampel Ekstrak sebanyak 0.3 gram dikocok dengan 3 ml n-heksan berkali-kali dalam tabung reaksi sampek ekstrak tidak berwarna
Residu dilarutkan dalam 20 ml etanol dan dibagi menjadi 4 bagian, masing-masing disebut larutran IIIA, IIIB, IIIC dan IIID
b. 1.
Reaksi Warna Uji Bate-Smith dan Metcalf Larutan IIIA digunakan sebagai blanko, larutan IIB ditambahkan 0,5 ml HCl pekat dan diamati perubahan warna yang terjadi, kemudian panaskan di atas penangas air dan diamati lagi perubahan warna yang terjadi.
Bila perlahan-lahan menjadi warna merah terang atau ungu menunjukkan adanya senyawa leukoantosianin (dibandingkan dengan blanko)
2. Uji Wilster Larutan IIIA digunakan sebagai blanko, larutan IIIC sebanyak 0,5ml HCl pekat dan 4 potong magnesium.
Diamati perubahan warna, diencerkan dengan 2 ml air suling, ditambah 1 ml butanol
Diamati warna yang terjadi di setiap lapisan. Perubahan warna jingga menunjukkan adanya flavon, merah pucat menunjukkan adanya flavonol, merah tua menunjukkan adanya flavanon.
c. Kromatografi Lapis Tipis Larutan IIID ditotolkan pada fase diam
Uji kromatografi lapis tipis
Adanya flavonoid ditunjukkan dengan timbulnya noda berwarna kuning intensif
Adanya noda kuning yang ditimbulkan oleh uap amonia akan hilang secara perlahan ketika amonianya menguap meninggalkan noda
Sedangkan noda kuning yang ditimbulkan pereaksi sitrat-borat sifatnya permanen.
IV. SKEMA KERJA a. Preparasi sampel masukkan ekstrak 0,3 g , dikocok dengan 3 ml n-heksan
Tambahkan nheksan berkali β kali dalam tabung reaksi ad ekstrak nheksan tidak berwarna.
Diambil residu, dilarutkan dalam 20 ml etanol
IIIA IIIB IIIC IIID
Dibagi menjadi 4 bagian b. Reaksi Warna 1. Uji Bate-Smith dan Metcalf
Larutan IIIA
Lar. IIIB + 0,5 ml HCl pekat, amati perubahan warna yang terjadi
Larutan IIIB
(Blanko) Jika perlahan menjadi merah terang / ungu ο 2. Wilstater adaUji senyawa leukoantosionin
Dipanaskan dipenangas air, amati perubahan warna yang terjadi
+ 0,5 ml HCl pekat & 4 potong
Amati perubahan warna yang terjadi
+ 2ml air suling
magnesium Larutan IIIA Blanko
Larutan IIIC
Jika warna jingga ο ada falvon Jika warna merah pucatο ada flavonol
Amati perubahan warna dan lapisan yang terjadi
+ 1ml butanol
Jika warna merah tua ο ada flavanon
c. KLT (Kromatografi Lapis Tipis)
Cek di panjang gelombang 254 nm & 365 nm
Larutan IIID ditotolkan pada plat KLT Dieluasi dalam chamber
Cek di UV 365 nm & 254 nm
Noda berwarna kuning intensifο flavonoid
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, S. A. 1986. Kimia Organik Bahan Alam. Materi 4. Ilmu Kimia. Flavonoid. Karunia Universitas Terbuka. Jakarta. Dinata, A. 2009. Hapsoh, Hasanah, 2011. Budidaya tanaman obat dan rempah. Medan: USU Press. Ibnu Gholib Gandjar. Abdul Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Lestyo Wulandari, 2011. Kromatografi Lapis Tipis. PT. Taman Kampus Presindo, Jember Markham, K.R. 1988. Cara Mengidentifikasi Flavonoid. Penerbit ITB. Bandung. Hlm 1-113 Robinson, T., 1995, Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi, Edisi VI, Hal 191-216, Diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata, ITB, Bandung. Sastrohamidjojo, H, 1991, Kromatografi, Edisi II, hal 26-36, Liberty, Yogyakarta. Taiz, L. and Zeiger, E. (2002) Plant Physiology (edisi 3). Sinauer Associates, Inc., Publishers, Sunderland. Watson, D. (2005). Analisis Farmasi Dalam Syahmani, Leny, Rilia Iriani, dan Noor Elfa, 2017. Penggunaan Kitin Sebagai Alternatif Fase Diam Kromatografi Lapis Tipis Dalam Praktikum Kimia Organik. JURNAL VIDYA KARYA, VOLUME 32, NOMOR 1.