Laporan Praktikum Fistum 1 Fix.docx

  • Uploaded by: Melinda Mulya Fitry
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Laporan Praktikum Fistum 1 Fix.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,870
  • Pages: 17
LAPORAN PRAKTIKUM DIFUSI DAN OSMOSIS (Penentuan Tekanan Osmosis Cairan Sel Allium cepa.)

Oleh : Hilda Malinda Mulya Fitri 17030204086 Pendidikan Biologi B 2017

BIOLOGI FAKULTAS MATERMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA 2019

A. Rumusan Masalah 1. Bagaimana pengaruh konsentrasi larutan sukrosa terhadap prosentase sel yang terplasmolisis ? 2. Bagaimana pengaruh konsentrasi larutan sukrosa terhadap jumlah sel yang terplasmolisis sebesar 50% ? B. Tujuan Percobaan 1. Menjelaskan pengaruh konsentrasi larutan sukrosa terhadap prosentase sel yang terplasmolisis. 2. Mengidentifikasi konsentrasi larutan sukrosa yang menyebabkan 50% dari jumlah sel mengalami plasmolisis. 3. Menghitung tekanan osmosis cairan sel dengan metode plasmolisis. C. Hipotesis Semakin tinggi konsentrasi larutan sukrosa yang di gunakan untuk merendam lapisan epidermis umbi lapis Allium cepa., maka akan menyebabkan pertambahan jumlah/ prosentase sel yang terplasmolisis.

D. Kajian Pustaka Bawang merah merupakan salah satu dari sekian banyak jenis bawang yang ada didunia. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan tanaman semusim yang membentuk rumpun dan tumbuh tegak dengan tinggi mencapai 15-40 cm (Rahayu, 1999). Bawang merah memiliki batang sejati atau disebut dengan discus yang berbentuk seperti cakram , tipis, dan pendek sebagai melekatnya akar dan mata tunas, diatas discus terdapat batang semu yang tersusun dari pelepah-pelepah daun dan batang semua yang berbeda didalam tanah berubah bentuk dan fungsi menjadi umbi lapis (Sudirja, 2007). Mekanisme lalu lintas membran sel dibedakan menjadi dua yaitu transpor pasif dan transpor aktif. Transpor pasif merupakan difusi yakni suatu zat melintasi membran biologis tanpa pengeluaran energi, misalnya, difusi dan osmosis. Sedangkan transpor aktif merupakan pergerakan zat melintasi membran plasma dengan diiringi penggunaan energi akibat adanya gerakan yang melawan gradien konsentrasi yang diperantarai oleh membran plasma, misalnya transpor natriumkalium, ekosistem dan endositosis (Campbell, 2008: 143). A. Difusi Difusi merupakan suatu proses lewatnya bahan-bahan tertentu lewatsuatu membran sebagai akibat konsentrasi yang berbeda. Apabila membranplasma ini bersifat permeabel maka hanya bahan-bahan tertentu saja yang dapatmelewatinya dengan cara difusi. Difusi melewati membran plasma ini pada umunya bersifat khas karena membutuhkan enzim tertentu sehingga membran sel bersifat “enzyme controlled permeable”. Mekanisme dapat dilihat pada pemasukan gerakan molekul ion cenderung mengisi seluruh ruangan yang tersedia(Juwono, 2000). Difusi ini adalah perembesan zat dari ruang yang berkonsentrasi tingggi ke ruang yang berkonsentrasi lebih rendah. Perembesan ini mungkin tanpa lewatsekat, mungkin pula lewat sekat. Perembesan tanpa lewat sekat berlangsung baik dalam protoplasma sendiri, seperti dari ujung retikulum endoplasma ke ujung lain.Perembesan lewat sekat, berlangsung baik antara intra dan ekstra-sel, antarasitoplasma dan nukleoplsama., ataupun antara sitoplasma dan organel.Perembesan itu lewat unit membran. Difusi berlangsung menurut gradient(kemiringan) konsentrasi. Yakni dari ruang yang konsentrasi zat A tinggi ke ruangzat yang konsentrasi zat A itu rendah (Yatim, 1990)

Cara difusi umum terdapat pada sel dan tanpa butuh energi. Proses difusi dapat terjadi bagi oksigen, CO2,air, elektrolit dan bahan organis molekulsederhana. Difusi lewat sekat jauh lebih pelan dan sulit daripada tanpa lewatsekat. Karena molekul zat itu harus melewati molekul-molekul membran yangbersusun rapat. Air mudah berdifusi lewat pori yang banyak tersebar padamembran sel (Yatim, 1990) Gerakan-gerakan zarah (molekul ion) cenderung mengisi seluruhruangan yang tersedia. Molekul ion yang larut dalam larutan selalu berada dalam gerakan yang acak-acakan dimana zarah dapat padat itubanyak mengalami tubrukan. Dalam tubuh, difusi tidak hanya terjadi dalam ruangan cair, tetapi terjadi dari saturuangan ke ruangan lain yang mempunyai sekat yang di antara ruangan tersebut terdapat permeable untuk zat yang berdifusi. Kecepatan difusi sekat lebih lambat dari pada kecepatan difusi dalam air (Syaifuddin, 2002) Difusi melalui membran sel dapat terjadi melalui difusi sederhana dandifusi yang mempermudah. Difusi sederhana, gerakan kinetik molekular dari molekul atau ion terjadimelalui celah membran atau ruang inter molekular tanpa perlu berikatandengan protein pembawa dalam membran. Kecepatan difusi ditentukan oleh jumlah zat yang tersedia dan jumlah celah membran sel yang dapat dilaluimolekul. (Syaifuddin, 2002). Salah satu bagian dari difusi adalah osmosis yaitu perpindahan air dari larutan yang mempunyai potensial tinggi ke potensial yg rendah atau pekat melalui membran semipermeabel. (Yahya, 2015: 160). B. Osmosis Osmosis adalah suatu topik yang penting dalam biologi karena fenomena ini dapat menjelaskan mengapa air dapat ditransportasikan kedalam dan keluar sel (Fetter, 1998). Osmosis merupakan diusi air melintasi membran semipermeabel dari daerah dimana air lebih banyak ke daerah dengan air yang lebih sedikit. Osmosis sangat ditentukan oleh potensial kimia air atau potensial air, yang menggambarkan kemampuan molekul air untuk dapat melakukan difusi. (Ismail, 2006). Osmosis ialah lewatnya zat pelarut melalui membran sebagai akibat perbedaan tekanan osmosis. Dalam hal ini zat pelarut akan melewati suatu membran dati larutan yang berkadar rendah ke dalam larutan yang berkadartinggi sehingga tercapai suatu keseimbangan. Hal inilah yang terjadi dalam transportasi air dari sel ke dalam rongga antarsel dan dari sel yang satu ke dalamsel yang lain seperti dalam selsel tumbuhan (Juwono, 2000). Osmosis merupakan suatu fenomena alami, tapi dapat dihambat secara buatan dengan meningkatkan tekanan pada bagian dengan konsentrasi pekat menjadi melebihi bagian dengan konsentrasi yang lebih encer. Gaya per unit luas yang dibutuhkan untuk mencegah mengalirnya pelarut.

Dua faktor penting yang mempengaruhi osmosis adalah kadar air dan materi terlarut yang ada di dalam sel, dan kadar air dan materi terlarut yang ada diluar sel, selain itu terjadinya proses osmosis sangat ditentukan oleh adanya perbedaan potensial kimia air atau potensial air, Tekanan yang diberikan pada air atau larutan, akan meningkatkan kemampuan osmosis dalam larutan tersebut. Tekanan yang diberikan atau yang timbul dalam system ini disebut potensial tekanan, yang dalam tumbuhan potensial ini dapat timbul dalam bentuk tekanan turgor. Nilai potensial tekanan dapat positif, nol, maupun negatif (Loveless, 1991). Menurut Salisbury (1995), selain potensial air (PA) dalam potensial tekanan (PT) osmosis juga dipengaruhi tekanan osmotic (PO). Potensial osmotic dari suatu larutan lebih menyatakan sebagai status larutan. Status larutan biasa kita nyatakan dalam bentuk satuan konsentrasi, satuan tekanan, atau satuan energi. Hubungan antara potensial air (PA) dan potensial tekanan (PT), dan potensial osmotic (PO) dapat dinyatakan dengan hubungan sebagai berikut: PA = PO + PT Dari rumus di atas dapat terlihat bahwa apabila tidak ada tekanan tambahan (PT), maka nilai PA = PO Untuk mengetahui nilai potensial osmotic cairan sel, salah satunya dapat digunakan metode plasmolisis. Jika potensial air dalam suatu sel lebih tinggi dari pada potensial air yang ada di sekitar sel atau di luar sel, maka air akan meninggalkan sel sampai potensial air yang ada dalam sel maupun di luar sel sama besar. Protoplas yang kehilangan air itu menyusut volumenya dan akhirnya dapat terlepas dari dinding sel, peristiwa tersebut biasa kita kenal dengan istilah plasmolisis (Salisbury, 1995). Faktor-faktor yang mempengaruhi potensial osmotik : 1. Konsentrasi Meningkatnya konsentrasi suatu larutan akan menurunkan nilai potensial osmotiknya. 2. Ionisasi molekul zat terlarut Potensial osmotik sutu larutan tidak ditentukan oleh macamnya zat, tetapi ditentukan oleh jumlah partikel yang terdapat didalam larutan tersebut, yaitu ion, molekul, dan partikel koloida. 3. Hidrasi molekul zat terlarut Air yang berasosiasi dengan patikel zat terlarut biasanya disebut sebagai air hidrasi. Air dapat berasosiasi dengan ion, molekul, atau partikel koloida sehingga menyebabkan larutan menjadi lebih pekat. 4. Suhu

Potensial osmotik suatu larutan akan berkurang nilainya dengan naiknya suhu. Potensial osmotik suatu larutan yang ideal akan sebanding dengan suhu absolutnya. 5. Imbisisi Imbibisi adalah peristiwa penyerapan air oleh permukaan zat-zat yang hidrofilik, seperti protein, pati, selulosa, agar-agar, gelatin, dan zat-zat lainya yang menyebabkan zat-zat tersebut mengembang setelah menyerap air tadi. Kemampuan zat tersebut untuk menyerap air disebut potensial matriks atau potensial imbibisan dan prosesnya disebut hidrasi atau imbibisi juga ditentukan oleh adanya zat terlarut di dalam air. Semakin pekat larutan, semakin lambat imbibisi. Ion-ion tertentu juga mempengarui kecepatan imbibisi. C.

Plasmolisis Menurut Sasmita (1996), metode plasmolisis dapat ditempuh dengan cara menentukan pada konsentrasi sukrosa berapakah yang mengakibatkan jumlah sel yang terplasmolisis mencapai 50%. Pada kondisi tersebut dianggap konsentrasinya sama dengan konsentrasi yang dimiliki oleh cairan sel. Jika konsentrasi larutan yang menyebabkan 50% sel terplasmolisis diketahui, maka tekanan osmosis sel dapat ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut: TO sel = 22,4 x MT 273 Dengan : TO = Tekanan Osmotik M = Konsentrasi larutan yang menyebabkan 50% sel terplasmolisis T = Temperatur mutlak (273 + t°C) Tekanan Osmotik merupakan sifat koligatif, yang berarti bahwa sifat ini bergantung pada konsentrasi zat terlarut itu sendiri (Agrica, 2009) Sitoplasma biasanya bersifat hypertonis (potensial air tinggi) dan cairan di luar sel bersifat hypotonis (potensial air rendah), karena itulah air bisa masuk ke dalam sel sehingga antara kedua cairan bersifat isotonus. Apabila suatu sel diletakkan dalam suatu larutan yang hipertonus terhadap sitoplasma, maka air di dalam sel akan berdifusi ke luar sehingga sitoplasma mengkerut dan terlepas dari dinding sel, hal ini disebut plasmolisis. Bila sel itu kemudian dimasukkan ke dalam cairan yang hipotonus, maka air akan masuk ke dalam sel dan sitoplasma akan kembali mengembang hal ini disebut deplasmolisis (Bidwell, 1979).

E. Variabel Penelitian 1. Variabel Manipulasi 2. Variabel Kontrol 3. Variabel Respon

: Konsentrasi larutan sukrosa. : Orientasi sayatan umbi lapis Allium cepa, waktu perendaman, dan volume larutan. : Sel yang terplasmolisis, TO.

F. Devinisi Operasional Variabel 1. Variabel Manipulasi : Konsentrasi larutan sukrosa dengan molaritas 0,28 M, ; 0,26 M ; 0,24 M ; 0,22 M ; 0,20 M 0,18 M ; 0,16 M dan 0,14 M. 2. Variabel Kontrol : Orientasi sayatan membujur umbi lapis Allium cepa yang di rendam dalam larutasn sukrosa, dan pada tiap cup diidi sengan 3 sayatan, waktu perendaman didalam larutan sukrosa selama 30 menit, dan volume larutan sukrosa 5mL. 3. Variabel Respon : Jumlah sel umbi lapis Allium cepa yang terlihat dan yang terplasmolisis dalam satu lapang pandang dan yang terlpasmolisis 50%. G. Alat dan Bahan Umbi lapis bawang merah yang pada jaringan epidermisnya mengandung cairan sel yang berwarna, larutan Sukrosa dengan molaritas 0,28M ; 0,26 M ; 0,24 M ; 0,22 M ; 0,20 M ; 0,18 M ; 0,16 M dan 0,14 M., cawan petri atau cup plastik 8 buah, plastik dan karet gelang, mikroskop, kaca benda dan kaca penutup, pisau atau silet gelas ukur 8 buah, pipet, gelas beaker 100 ml.

H. Rancangan Percobaan Bawang Merah 



Disayat bagian epidermisnya yang mengandung cairan sel yang berwarna sebanyak 24 sayatan. Diamati dengan mikroskop untuk memastikan sayatan hanya satu lapis.



   

Larutan Sukrosa berbagai konsentrasi - Dimasukkan dalam cup sebanyak 5 ml dengan masing masing cap memiliki konsentrasi yang berbeda (0,28M ; 0,26 M ; 0,24 M ; 0,22 M ; 0,20 M ; 0,18 M ; 0,16 M dan 0,14 M.

Memasukan sayatan dalam cap yang berisi larutan sukrosa, masing- masing cup berisi 3 buah syatan epidermis bawang merah. Perendaman sayatan dilakukan selama 30 menit. Mengamati sayatan yang telah direndam dengan menggunakan mikroskop. Menghitung seluruh jumlah sel bawang merah dalam satu lapang pandang Menghitung prosentase jumlah sel yang terplasmolisis terhadap jumlah sel seluruhnya.

Hasil I. Langkah Kerja  Menyiapkan alat dan Bahan yang dibutuhkan untuk praktikum  Mengisi 8 cup plastik dengan larutan sukrosa yang memiliki 8 konsentrasi yang berbeda yakni, 0,28M ; 0,26 M ; 0,24 M ; 0,22 M ; 0,20 M ; 0,18 M ; 0,16 M dan 0,14 M, dengan masing-masing cup berisi 5 ml larutan sukrosa, dan memberi label pada masing-masing cup tersebut.  Menyayat lapisan epidermis bawang merah sebanyak 24 sayatan dan memastikan sayatan hanya satu lapis dengan menggunakan mikroskop.





  

Memasukan sayatan kedalam cup plastik, dan perendaman dilakukan selama 30 menit (tiap cup berisi 3 sayatan epidermis bawang merah), dan ditutup dengan plastik yang dirapatkan dengan karet gelang. Mencatat waktu tiap kali memasukkan sayatan kedalam cup agar tidak melebihi/ kurang dari waktu perendaman yang telah ditentukan, dan memberikan jeda waktu pada tiap memasukkan sayatan kedalam cup agar pengamatan tidak terganggu oleh perendaman. Mengamati sayatan epidermis bawang dengan menggunakan mikroskop. Menghitung seluruh sel bawang merah pada satu lapang pandang dan menghitung jumlah sel yang terplasmolisis. Menghitung prosentase jumlah sel yang terplasmolis terhadap jumlah sel seluruhnya.

J. Rancangan Tabel Pengamatan Tabel 1. Hasil Pengamatan Sayatan Bawang Merah Konsen trasi Sukrosa 0,14 M

0,16 M

0,18 M

0,20 M

0,22 M

0,24 M

0,26 M

 sel seluruhnya 18

 sel terplasmo lisis 3

20 25 60 30 45 111 37 11 135 88 84 12 12 72 74 34 47 176 24

4 5 20 5 10 32 24 7 41 51 57 8 9 40 40 21 29 138 13

Rata-rata  sel seluruhnya

Rata-rata  Sel sel terplasmo terplasmo lisis (%) lisis

21

4

19,4%

135

35

25,92%

159

63

39,6%

307

149

48,6%

96

57

59,37%

155

90

58,06%

241

201

83,4%

0,28 M

41 32 16 39

30 30 16 34

87

80

91,9%

Grafik Hasil Pengamatan Sayatan Bawang merah

K. Rencana Analisis Data Analiis Data : Dari data hasil percobaan yang terletak pada tabel dan grafik, terlihat terdapat pengaruh antara konsentrasi larutan sukrosa terhadap prosentase sel Allium cepa yang terplasmolisis, pengaruh prosentase berbanging lurus (semakin ringgi konsentrasi larutan sukrosa maka semakin tinggi prosentase sel Allium cepa yang terplasmolisis). Berdasarkan data yang diperoleh dari praktikum Penentuan Tekanan Osmosis Cairan Sel dengan menggunakan berbagai konsentrasi larutan sukrosa, pada konsentrasi 0,14 M sel yang terplasmolisis sebesar 19,4 % yakni, sebanyak 4 sel dari total seluruhnya 21 sel; pada konsentrasi 0,16 M adalah 25,92% yakni, sebanyak 12 sel dari total seluruhnya 45 sel ; pada konsentrasi 0,18 M adalah 39,6% yakni, sebanyak 21 sel dari total seluruhnya 53 sel; pada konsentrasi 0,20 M adalah 48,6 % yakni, sebanyak 49 sel dari total seluruhnya 102 sel ; pada konsentrasi 0,22 M adalah 59,37% yakni, sebanyak 19 sel dari total seluruhnya 32 sel; pada konsentrasi 0,24 M adalah 58,06% yakni, 30 sel dari total seluruhnya 52 sel ; pada konsentrasi 0,26 M

adalah 83,4% yakni, 67 sel dari total seluruhnya 80 sel ; 0,28 M adalah 91,9 % yakni, 27 sel dari total seluruhnya 29 sel. Diantara prosentase 48,6% dan 59,37% adalah letak prosentase 50% yang diartikan pada kondisi tersebut dianggap konsentrasi sukrosa sama dengan konsentrasi yang dimiliki oleh cairan sel, yakni sebesar 0,204 M Diskusi : Jelaskan mengapa terjadi peristiwa plasmolisis. Dukung dengan data yang anda peroleh. Plasmolisis dapat terjadi karena terlepasnya membran sel dari dinding selakibat air yang ada di dalam dinding sel terus keluar sampai terjadi keseimbanganantara potensial air yang ada di dalam dan di luar sel, selain itu plasmolisis terjadi dikarenakan adanya perbedaan konsentrasi cairan di luar (Hipertonik) dan didalam sel (Hipotonik). Pada praktikum ini yang digunakan adalah sel umbi lapis Allium cepa dimana sel tersebut mengalami plasmolisis setelah dilakukan perendaman selama 30 menit dalam larutan sukrosa. Hasil perosentase sel yang terplasmolisis juga berbeda, semakin tinggi konsentrasi larutan sukrosa maka semakin tinggi prosentasi sel Allium cepa terplasmolisis. Jika sel tumbuhan diletakkan di larutan berkonsentrasi tinggi (hipertonik), sel tumbuhan akan kehilangan air dan juga tekanan turgor, menyebabkan sel tumbuhan lemah. Tumbuhan dengan sel dalam kondisi seperti ini akan menjadi layu. Kehilangan air lebih banyak akan menyebabkan terjadinya plasmolisis: tekanan terus berkurang sampai di suatu titik di mana protoplasma sel terkelupas dari dinding sel, menyebabkan adanya jarak antara dinding sel dan membran. Akhirnya cytorrhysis (runtuhnya seluruh dinding sel) dapat terjadi pada tumbuhan. Menurut Ismail (2011), osmosis terjadi karena pengeluaraan air dari konsentrasi larutan yang potensialnya tinggi (PA tinggi) ke tempat yang memiliki konsentrasi yang lebih rendah (PA) rendah. L. Hasil Analisis Data Dari analisis di atas dapat diperoleh bahwa semakin pekat konsentrasi larutan sukrosa yang digunakan untuk merendam sayatan epidermis Allium cepa maka semakin banyak pula sel epidermis yang terplasmolisis. Hal tersebut dapat terjadi akibat dari perbedaan potensial air di dalam dan di luar sel. Potensial air yang ada di dalam sel lebih besar dari pada potensial air yang

ada di luar sel. Oleh karena potensial air berbanding lurus dengan potensial osmosis, maka potensial osmosis yang ada di dalam sel juga lebih besar dari pada potensial osmosis yang ada di luar sel. Hal inilah yang menyebabkan berpindahnya molekul air di dalam sel menuju ke luar sel yang dalam praktikum kali ini molekul air berpindah dari sel epidermis Allium cepa menuju ke larutan sukrosa, sehingga menyebabkan protoplas sel epidermis kehilangan air, menyusut volumenya (sel menjadi mengerut) dan akhirnya terlepas dari dinding sel, peristiwa yang terjadi pada sel epidermis Allium cepa ini biasa disebut dengan Plasmolisis.

Sel Terplasmolisis

Berdasarkan teori, semakin tinggi konsentrasi larutan maka semakin banyak sel yang mengalami plasmolisis. Pada gambar ada sel yang terdapat warna ungu ada yang berwarna putih. Warna ungu merupakan protoplasma. Apabila mengalami plasmolisis, protoplasma akan lepas dari dinding sel sehingga warna ungu tersebut akan lepas dan akhirnya sel berwarna putih.Sehingga ketika dilakukkan uji hasil yang benar atau sesuai dengan teori adalah prosentase berupa grafik naik dari konsentrasi rendah ke konsentrasi tinggi. Pada gambar ada sel yang terdapat warna ungu ada yang berwarna putih. Warna ungu merupakan protoplasma. Menurut Ismail (2011), osmosis terjadi karena pengeluaraan air dari konsentrasi larutan yang potensialnya tinggi (PA tinggi) ke tempat yang memiliki konsentrasi yang lebih rendah (PA) rendah. Nilai potensial air dari dalam sel dan nilainya disekitar sel akan mempengaruhi difusi air dari dan kedalam sel tumbuhan. Dalam sel tumbuhan ada tiga faktor yang menentukan nilai potensial airnya yaitu matriks sel larutan dalam vakuola dan tekanan hidrostatik dalam isi sel. Hal ini menyebabkan potensial air dalam sel tumbuhan dapat dibagi menjadi tiga komponen yaitu potensial matriks, potensial osmotik dan potensial tekanan Pada hasil pengamatan diatas ada data yang tidak sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa dengan adanya pertambahan konsentrasi maka sel

yang terplasmolisis juga semakin banyak. Ketidaksesuaian data tersebut mungkin dikarenakan pada saat waktu perendaman sayatan Allium cepa terjadi ketelatan dalam pengangkatanya (waktu lebih dari 30 menit), sehingga sebagian banyak sel yang tampak dalam satu lapang pandang lebih dominan yang berwarna putih / lebih banyak sel yang terplasmolisis. Pada hasil yang kamu dapat hal tersebut terjadi pada konsentrasi 0,24 memiliki hasil prosentase 58,06% yang tidak sesuai dengan teori, prosentase tersebut mengalami penurunan yakni pada konsentrasi 0,22 M hasil prosentase adalah 59,06% (konsentrasi di bawah 0,24 M tetapi memiliki hasil prosentase yang lebih tinggi), yang menyebabkan grafik berpola naik turun. Pada konsentrasi larutan sukrosa 0,204 M jumlah sel yang mengalami plasmolisis telah mencapai 50%. Hal tersebut menandakan bahwa dalam kondisitersebut merupakan kondisi yang isotonic, dimana dalam kondisi tersebut potential air yang ada di dalam sel epidermis Allium cepa maupun di luar sel (pada larutansukrosa) menjadi sama, sehingga tidak terjadi lagi difusi air karena air yang masuk kedalam sel epidermis Allium cepa dan air yang keluar meninggalkannya terdapatdalam jumlah yang sama atau dapat dikatakan terjadi keseimbangan dinamis. Jika potensial di dalam sel dan di luar sel sama, maka besarnya potensial osmosis yang ada di dalam dan di luar sel juga akan sebanding atau sama Setelah diketahui bahwa pada konsentrasi M, jumlah sel epidermis Allium cepa mencapai 50%, maka dapat dihitung nilai tekanan osmosis yang ada pada sel epidermis Allium cepa TO sel = =

22,4.M.T 273 22,4.0,204.(273+30ᵒC) 273

= 5,071 PA = PO PA = - TO TO = - 5,071 M. Kesimpulan - Semakin tinggi konsentrasi larutan sukrosa maka semakin besar prosentase sel yang terplasmolisis. - Larutan sukrosa yang menyebabkan sel terplasmolisis sebanyak 50% yaitu larutan sukrosa dengan konsentrasi sebesar 0,204 M - PA = PO PA = - TO

N. Daftar Pustaka Agrica, Houlerr, 2009, BIOLOGI, Jakarta. PT Erlangga Campbell, Neil A. 2008. Biologi Jilid 1. Jakarta : Erlangga. Ismail. 2006. Fisiologi Tanaman. Makasar: Jurusan Biologi FMIPA UNM. Makasar. Ismail dan Adbul Muis. 2009. Penunrun Praktikum Fisiologi Tumbuhan. Makasar: Jurusan Biologi FMIPA UIN Makassar. Ismail dan Abdul Muis. 2011. Penuntun Praktikum Fisiologi Tumbuhan. Makassar: Jurusan Biologi FMIPA UNM Makassar. Juwono, Achmad Zulfa Juniarto. 2000. Biologi Sel. EGC : Jakarta. Loveless. 1991. Prinsip-prinsip Biologi Tumbuhan Daerah Tropik. Jakarta : PT Gramedia. Rahayu, E, dan Berlian,N. V. A, 1999. Bawang Merah. Penebar swadaya, Jakarta, Hlm4. Salisbury, Cleon. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 1. Bandung : ITB Press. Sasmita, Drajat ; Arbasyah Siregar. 1996. Fisiologi Tumbuhan. Bandung : ITB Press. Sudirja, 2007. Pedoman bertanam bawang. Kanisius. Yogyakarta. Syaifuddi, Drs. H. 2002. Fungsi Sistem Tubuh Manusia. EGC:Jakarta Wirawan, Sang Kompiang. 2006. Studi Transfer Massa pada Proses Dehidrasi Osmosis Kentang. Jurnal Forum Teknik, Vol. 30 No 2 : 104. Yogyakarta: Universitas Gadja Mada. Yahya. 2015. Perbedaan Tingkat Laju Osmosis antara Umbi Solonum Tuberosum dan Doucus Carata. Jurnal Biologi Education. Vol.4 No.1 : 160. Aceh: Universitas Jabal Ghofur. Yatim, Wildan. 1990. Biologi Modern. Tarsito : Bandung.

Lampiran

Ket : Gambar sayatan setelah perendaman 30 menit dengan konsentrasi 0,14 M (Pengulangan 1) Per besaran : 10 x 10

Ket : Gambar sayatan setelah perendaman 30 menit dengan konsentrasi 0,14 M (Pengulangan 1) Per besaran : 10 x 10

Ket : Gambar sayatan setelah perendaman 30 menit dengan konsentrasi 0,14 M (Pengulangan 1) Per besaran : 10 x 10

Ket : Gambar sayatan setelah perendaman 30 menit dengan konsentrasi 0,16 M (Pengulangan 1) Per besaran : 10 x 10

Ket : Gambar sayatan setelah perendaman 30 menit dengan konsentrasi 0,16 M (Pengulangan 1) Per besaran : 10 x 10

Ket : Gambar sayatan setelah perendaman 30 menit dengan konsentrasi 0,16 M (Pengulangan 1) Per besaran : 10 x 10

Ket : Gambar sayatan setelah perendaman 30 menit dengan konsentrasi 0,18 M (Pengulangan 1) Per besaran : 10 x 10

Ket : Gambar sayatan setelah perendaman 30 menit dengan konsentrasi 0,18 M (Pengulangan 2) Per besaran : 10 x 10

Ket : Gambar sayatan setelah perendaman 30 menit dengan konsentrasi 0,18 M (Pengulangan 3) Per besaran : 10 x 10

Ket : Gambar sayatan setelah perendaman 30 menit dengan konsentrasi 0,20 M (Pengulangan 1) Per besaran : 10 x 10

Ket : Gambar sayatan setelah perendaman 30 menit dengan konsentrasi 0,20 M (Pengulangan 1) Per besaran : 10 x 10

Ket : Gambar sayatan setelah perendaman 30 menit dengan konsentrasi 0,22 M (Pengulangan 1) Per besaran : 10 x 10

Ket : Gambar sayatan setelah perendaman 30 menit dengan konsentrasi 0,22 M (Pengulangan 1) Per besaran : 10 x 10

Ket : Gambar sayatan setelah perendaman 30 menit dengan konsentrasi 0,22 M (Pengulangan 1) Per besaran : 10 x 10

Ket : Gambar sayatan setelah perendaman 30 menit dengan konsentrasi 0,24 M (Pengulangan 1) Per besaran : 10 x 10

Ket : Gambar sayatan setelah perendaman 30 menit dengan konsentrasi 0,24 M (Pengulangan 1) Per besaran : 10 x 10

Ket : Gambar sayatan setelah perendaman 30 menit dengan konsentrasi 0,20 M (Pengulangan 1) Per besaran : 10 x 10

Ket : Gambar sayatan setelah perendaman 30 menit dengan konsentrasi 0,24 M (Pengulangan 1) Per besaran : 10 x 10

Ket : Gambar sayatan Ket : Gambar sayatan Ket : Gambar sayatan setelah perendaman 30 setelah perendaman 30 setelah perendaman 30

menit dengan konsentrasi menit dengan konsentrasi menit dengan konsentrasi 0,26 M (Pengulangan 1) 0,26 M (Pengulangan 1) 0,26 M (Pengulangan 1) Per besaran : 10 x 10 Per besaran : 10 x 10 Per besaran : 10 x 10

Ket : Gambar sayatan setelah perendaman 30 menit dengan konsentrasi 0,28 M (Pengulangan 1) Per besaran : 10 x 10

Ket : Gambar sayatan setelah perendaman 30 menit dengan konsentrasi 0,28 M (Pengulangan 1) Per besaran : 10 x 10

Ket : Gambar sayatan setelah perendaman 30 menit dengan konsentrasi 0,28 M (Pengulangan 1) Per besaran : 10 x 10

Ket : Larutan 0,14 M untuk perendaman sel Allium cepa.

Ket : Larutan 0,16 M untuk perendaman sel Allium cepa.

Ket : Larutan 0,18 M untuk perendaman sel Allium cepa.

Ket : Larutan 0,20 M untuk perendaman sel Allium cepa.

Ket : Larutan 0,22 M untuk perendaman sel Allium cepa.

Ket : Larutan 0,24 M untuk perendaman sel Allium cepa.

Ket : Larutan 0,26 M untuk perendaman sel Allium cepa.

Ket : Larutan 0,28 M untuk perendaman sel Allium cepa.

Related Documents


More Documents from "Heri Tulus Nainggolan"