RESUME PRAKTIKUM BIOKIMIA : PENGUKURAN KADAR SGOT DAN SGPT BLOK X : GASTROINTESTINAL
Oleh : Kelompok 3 Shift 2 Anggota : 1. ROAN PRATAMA PUTRA
172010101028
2. ALDA DWI RAHAYU
172010101030
3. NIKMATUL LAILI
172010101035
4. HANA ATHIYAH RAHMI
172010101043
5. WAHYUNING ATI ASHARI
172010101044
6. NABILA DWI HOSNA AMALIA
172010101050
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER 2019
BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Enzim yang ditemukan di dalam plasma dapat dibagi menjadi dua, yaitu: (1) enzim plasma fungsional; (2) enzim plasma nonfungsional. Enzim plasma fungsional adalah enzim yang didapatkan di dalam plasma dalam jumlah besar dan diketahui fungsinya di dalam plasma (substratnya ada di plasma). Sebagai contoh misalnya lipoprotein lipase dan enzim-enzim yang berperan pada pembekuan darah. Enzim plasma nonfungsional adalah enzim yang terdapat di dalam plasma dengan jumlah yang jauh lebih sedikit daripada jumlahnya dijaringan dan tidak mempunyai fungsi fisiologik di dalam plasma. Sebagai contoh misalnya aminotrasferase, amilase, lipase, kreatin kinase, laktat dehidrogenase dan alkali fosfatase. Enzim plasma nonfungsional didapatkan di plasma karena sel-sel yang mati atau mengalami penghancuran yang terjadi secara normal melepaskan enzim-enzim yang terdapat didalam sel tersebut ke dalam plasma. Peningkatan jumlah enzim plasma nonfungsional dapat dijadikan sebagai indikator peningkatan kerusakan/kematian sel, yang dapat bersifat spesifik. Peningkatan enzim aspartat aminotrasferase (AST) atau sering disebut juga dengan serum glutamat oxaloasetat transaminase (SGOT) dan laktat dehidrogenase dapat dijadikan sebagai indikator kerusakan sel-sel jantung, misalnya pada kasus infark miokard. SGOT juga dapat dijadikan sebagai parameter kerusakan sel hepar. Alanin aminoteransferase (ALT) atau sering disebut juga dengan serum glutamat piruvat transaminase (SGPT) indikator kerusakan sel hepar. Amilase dan lipase untuk sel pankreas, sedangkan alkalifosfatase untuk sel tuLang. Pada praktikum ini akan dipraktekkan tentang pengukuran enzim aminotransferase, yaitu SGOT dan SGPT. Enzim transaminase merupakan enzim intra seluler yang mengkatalisis reaksi pemindahan (transfer) gugus amino dari suatu asam amino ke asam keto. Reaksi tersebut akan menghasilkan turuna asam asam keto yang baru dan disamping itu akan terbentuk pula asam amino baru.
1.2 Tujuan Praktikum Tujuan dari praktikum ini adalah: 1. Mahasiswa dapat membedakan antara enzim plasma fungsional dan nonfungsional. 2. Mahasiswa dapat menjelaskan peran pengukuran enzim dalam menegakkan diagnosis atau menetapkan prognosis. 3. Mahasiswa dapat mengetahui cara kerja enzim SGOT dan SGPT
BAB 2. METODE PRAKTIKUM 2.1 Prinsip Kerja SGOT merupakan enzim yang mengkatalisis reaksi antara oxoglutarat (perpindahan gugus amino) membentuk glutamat dan oksaloasetat, seperti pada reaksi di bawah ini: 2-oxoglutarat + L-aspartat
AST
glutamat + oksaloasetat.
Oksaloasetat yang terbentuk selanjutnya dapat dirubah menjadi malat oleh enzim malat dehidrogenase, seperti pada reaksi di bawah ini: Oksaloasetat + NADH + H+
Malat + NAD+
Dengan mengukur NADH yang digunakan kita dapat mengetahui kadar oksaloasetat atau secara tidak langsung mengetahui kadar SGOT. SGPT merupakan enzim yang mengkatalisis reaksi (perpindahan gugus amino) antara oxoglutarat dan alanin membentuk glutamat dan piruvat, seperti pada reaksi di bawah ini: 2-oxoglutarat + L-alanin Piruvat yang terbentuk selanjutnya
Glutamat + piruvat dapat dirubah menjadi malat oleh enzim laktat
dehidrogenase, seperti pada reaksi di bawah ini: Piruvat + NADH + H+
Laktat + NAD+
Dengan mengukur NADH yang digunakan kita dapat mengetahui kadar piruvat yang terbentuk atau secara tidak langsung mengetahui kadar SGPT. Pengukuran NADH tersebut dapat dilakukan dengan mengukur perubahan intensitas warna yang terjadi dengan spektrofotometer.
2.2 Alat dan Bahan Alat -
Tabung reaksi
-
Spektrofotometri
-
Vortex
-
Mikropipet
-
Cuvet
-
Sentrifuge
Bahan -
Serum 100 uL
-
Reagen solution SGOT
-
Reagen start SGOT
2.3 Langkah Kerja 1. Siapkan alat dan bahan. 2. Ambil tabung reaksi, beri label SGOT. 3. Isi tabung reaksi dengan 100 uL serum. 4. Tambahkan 1 ml campuran kedua reagen SGOT. 5. Campurkan keduanya dengan vortex. 6. Inkubasi selama 1 menit dalam suhu ruang. 7. Ukur absorbansi pertama pada spektrofotometri dengan panjang gelombang 365 nm. Satu menit berikutnya ukur kembali absorbansi ke-2. Satu menit kemudian ukur absorbansi terakhir. 8. Catat perubahan ketiga absorbansi.
BAB 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Pengamatan
MENIT KE-
NILAI ABSORBANSI
1
0,663
2
0,663
3
0,661
βπ΄
= |(π΄ππ . 3 β π΄ππ . 2) β (π΄ππ . 2 β π΄ππ . 1)| = |(0,661-0,663)-(0,663-0,663)| = |-0,002| = 0,002
Kadar SGOT = βπ΄ Γ πΆ (π/πΏ) = 0,002 x 1765 = 3,53 U/L
Perbandingan Kelompok
SHIFT KE-
KADAR SGOT
1
21,05
2
3,53
3
3,53
3.2 Pembahasan Peningkatan SGOT dalam jumlah besar di dalam serum terjadi setelah terjadinya nekrosis jaringan yang luas. Kadar SGOT meningkat pada penyakit hati kronik dan juga pada infark miokard. Peningkatan kadar enzim hepar berat (>20 kali, 1000 U/L) terjadi pada beberapa
hepatitis virus, obat atau toksin yang menginduksi nekrosis hepar, dan syok. SGPT biasanya lebih meningkat dibandingkan dengan SGOT kecuali pada penyakit hepar kronik. Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, didapatkan hasil SGOT serum pada sampel sebesar 3,53 U/L yang berarti sampel memiliki kadar SGOT normal, sehingga tidak ada indikasi kerusakan organ hepar. Dari perbandingan hasil, kelompok kami memiliki hasil yang sama dengan SHIFT ke-3 dan berbeda jauh dengan SHIFT ke-1, namun SHIFT ke-1 memiliki nilai SGOT masih dalam rentang normal. Perbedaan ini mungkin dikarenakan perbedaan penggunaan alat (spektrofotometer berbeda), human error, salah perhitungan, dan atau keterlambatan melihat hasil sehingga memiliki perbedaan yang sangat jauh.
BAB 4. KESIMPULAN Dari percobaan yang telah dilakukan dengan nilai rujukan kadar SGOT pada dewasa normal 0-37 U/L (L) dan 0-31 U/L (P) dan dari percobaan pada praktikum ini bahwasanya kadar SGOT normal (3,53 U/L). Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada indikasi kerusakan organ pada hepar. Bila dibandingkan dengan kelompok lain, kelompok kami memiliki hasil yang sama dengan SHIFT ke-3 dan berbeda jauh dengan SHIFT ke-1, namun SHIFT ke-1 memiliki nilai SGOT masih dalam rentang normal. Hal ini mungkin diakibatkan oleh perbedaan penggunaan alat (spektrofotometer berbeda), human error, salah perhitungan, dan atau keterlambatan melihat hasil sehingga memiliki perbedaan yang sangat jauh.
LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA A Aleya & K Berawi, 2015, βCorrelation of ALT/AST and Bilirubin Levels in Hepatitis C Patientsβ, Jurnal Majority, vol. 4, no. 9, hh. 5.