Tanggal
: Sabtu, 8 November 2014
Asisten Dosen
: Menik
Nilai
:
LAPORAN PRAKTIKUM 2 MIKROBIOLOGI PANGAN Fermentasi Asam Laktat dalam Makanan
b.1
Disusun Oleh: Dewi Fitriana
B.1110117
Indah Fauziah
B.1110140
M. Haidar Abdul Hakam
B.1110275
Novarita Kusumaningastuti
B.1310027
Singgih Prabowo
B.1110203
Siti Maryam
B.1210357
TEKNOLOGI PANGAN DAN GIZI FAKULTAS ILMU PANGAN HALAL UNIVERSITAS DJUANDA BOGOR 2014
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fermentasi
merupakan
cara
yang tertua
disamping pengeringan
yang
dipraktekkan manusia untuk tujuan pengawetan dan pengolahan makanan. Kira-kira 6.000 tahun SM, penduduk Babylonia sudah mengetahu bahwa khamir mampu menghasilkan bir. Kemudian sekitar 4.000 tahun SM, penduduk Mesir telah membuat adonan roti yang dapat mengembang dengan menggunakan khamir. Pada abad ke 14, penyulingan alkohol hasil fermentasi biji-bijian telah dipraktekkan di China dan Timur Tengah. Masih banyak lagi manusia jauh sebelum Antony van Leeuwenhoek, berhasil melihat bakteri dengan mikroskopnya dalam abad ke-17, yaitu antara lain pembuatan yoghurt, kefir, pikel, kraut dan cuka Makanan terfermentasi merupakan hasil aktifitas berbagai spesie bakteri, khamir dan kapang. Proses katabolisme memegang peranan penting dalam siklus kehidupan mikroorganisme. Kemampuan mikroba dalam merubah karbohidrat melalui proses katabolisme tersebut menjadi asam laktat, asam asetat alkogol dan senyawa-senyawa lain,menyebabkan mikroba menjadi demikian penting bagi manusia untuk menghasilkan makanan awet
dan
bergizi
tinggi.
Berbagai
hasil
penelitian telah berhasil
mengungkapkan bahwa melalui fermentasi, bahan-bahan makanan akan mengalami perubahan fisik dan kimia yang menguntungkan seperti terbentuknya flavor dan aroma yang disukai. Sayuran dan buah-buahan merupakan jenis pangan yang mudah busuk dan rusak. Perlu dilakukan adanya perlakuan yang menambah daya simpan dan ketahanan pangan terhadap kebusukan. Fermentasi spontan baik dilakukan untuk fermentasi sayur dan buah. Fermentasi sayuran sangat sederhana. Pada proses ini kontak dengan udara sebisa mungkin dikurangi dengan cara menutup panci perendam dengan rapat dan air rendaman dibiarkan penuih sehingga tidak ada ruang udara tersisa. Dengan ini, kondisi fermentasi bersifat anerobik.
B. Tujuan Untuk mengetahui prinsip fermentasi, cara pembuatan, mikroba yang berperan, dan produk hasil akhir serta memperpanjang umur simpan sayuran yang mudah busuk dan rusak.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sauerkraut Sauerkraut adalah kubis yang dimasukkan dalam 2,25% garam lalu disimpan selama 14 hari. Fermentasi dimulai oleh bakteri Leuconostoc mesenteroides yang kemudian dilanjutkan oleh jenis yang lebih tahan asam diantaranya Lactobacillus brevis, Lactobacillus plantarum dan Pediococcus cereviceae. Leuconostoc mesenteroides merupakan mikroorganisme tahan garam dan memiliki fase lag yang pendek, dengan suhu optimum pertumbuhan pada 15-18oC. Lingkungan asam akibat terbentuknya asam laktat (0,6-0,9%) oleh L. mesenteroides tidak hanya menghambat mikroorganisme non asam laktat tapi memberikan kondisi yang menguntungkan untuk bakteri asam laktat. Pada saat konsentrasi asam laktat mencapai 1% maka akan menghambat pertumbuhan L. mesenteroides dan setelah enam hari, bakteri ini tidak lagi terdeteksi. Produk akhir sauerkraut memiliki konsentrasi 1,7% asam laktat dengan pH 3,4-3,6 dimana hanya bakteri toleran terhadap asam yang ada yaitu Lactobacillus Plantarum. Kerusakan produk sauerkraut dapat diakibatkan suhu fermentasi yang terlalu tinggi (> 30oC) atau terlalu banyak garam yang ditambahkan akan menyebabkan terhambatnya pertumbuhan L. mesenteroides, sehingga produk akehir heterofermentatif tidak ada dan flavor akan kasar. Jika suhu fermentasi terlalu rendah (<10 oC) atau terlalu sedikit garam yang ditambahkan maka bakteri gram negatif seperti enterobacter, flavobacterium dan pseudomonas dapat tumbuh yang menghasilkan enzim pektinolitik.
B. Pikel Fermentasi adalah proses pengolahan yang memanfaatkan aktivitas metabolisme mikroba untuk menghasilkan senyawa antara, produk akhir, metabolit sekunder maupun biomasssa (Hariyadi et al., 1999). Fermentasi hanya dapat terjadi karena adanya aktifitas mikroba pada substrat organik yang sesuai (Rahayu., et. Al., 1992). Awal proses fermentasi yaitu pembentukan asam laktat dengan bakteri yang muncul pertama Leuconostoc mesenteroides yang akan menghambat pertumbuhan bakteri awal dan meningkatkan produksi asam dan karbondioksida sehiggga menurunkan pH dan terciptanya kondisi yang anaerobik (Vaughn, 1982). Kemudian, fermentasi akan dilanjutkan oleh bakteri yang tahan terhadap pH rendah yaitu Lactobacilus brevis,
Pediococcus cereviceae, lactobacillus plantarum. Bakteri-bakteri ini menghasilkan asam laktat, CO2, etanol dan asam asetat (Vaughn, 1982) Pikel adalah hasil pengolahan buah atau sayuran dengan menggunakan garam dan diawetkan dengan asam dengan, atau tanpa penambahan gula dan rempah-rempah sebagai bumbu (Vaughn, 1982). Fermentasi merupakan proses yang dialami pada pembuatan pikel dengan bantuan mikroorganisme seperti kapang, khamir dan bakteri. Fermentasi adalah perubahan kimia dalam bahan pangan yang disebabkan oleh enzim. Banyak faktor lingkungan yang penting dalam fermentasi sayuran yaitu:
Terciptanya keadaan anaerobik
Penggunaan secukupnya kadar garam yang dapat menyerap keluar cairan dan zat gizi produk
Pengaturan suhu yang sesuai untuk fermentasi
Tersedianya bakteri asam laktat yang sesuai Tabel 1. Jenis Mikroorganisme Yang Berperan Dalam Fermentasi Sayuran Produk fermentasi Jenis mikroorganisme Leuconostoc mesenteroides Leuconostoc fallax Sauerkraut Lactobacillus plantarum Lactobacillus brevis Pediococcus pentosaceus Leuconostoc mesenteroides Leuconostoc kimchii Leuconostoc gelidum Leuconostoc inhae Kimchi Weissella kimchii Leuconostoc citreum Lactobacillus plantarum Lactobacillus brevis Leuconostoc mesenteroides Lactobacillus plantarum Pickles Lactobacillus brevis Pediococcus pentosaceus Leuconostoc mesenteroides Zaitun Lactobacillus plantarum Lactobacillus brevis Leuconostoc mesenteroide Sayur asin (sawi Lactobacillus cucumeris hijau, kubis, kol) L. plantarum L. pentoaceticus
Fermentasi pickle mengandung konsentrasi garam dan asam organik yang tinggi dengan pH kurang dari 4,5. Kondisi ini dapat menghambat pertumbuhan koliform, psedomonas, bacili, clostridia dan bakteri non asam laktat, yang dapat menyebabkan masalah pada flavor dan tekstur. Larutan garam yang digunakan sekitar 5% yang memungkinkan pertumbuhan L. mesenteroides. Pembentukan CO2 tidak diinginkan karena dapat mengakibatkan floaters atau bloaters yaitu mengambangnya bahan pangan di permukaan. Kadar
garam
mikroorganisme
yang
yang
terlalu
tidak
rendah
diinginkan
dapat
seperti
menyebabkan Bacillus,
pertumbuhan
Pseudomonas
dan
Flavobacterium. Pada konsentrasi garam antara 5-8%, pertumbuhan L. mesenteroides terhambat dan fermentasi dilakukan oleh Lactobacillus plantarum dan Pediococcus. Semakin rendah suhu fermentasi maka semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan proses fermentasi.
C. Sayur Asin Sayur asin adalah produk hasil fermentasi bakteri asam laktat, mempunyai cita rasa khas dan dibuat menggunakan daun sawi hijau. Fermentasi dilakukan pada keadaan anaerob (tanpa udara), karena bila dalam wadah fermentasi ada udara akan terjadi pembusukan pada sayuran. Setelah fermentasi selesai, sayur asin harus mempunyai kandungan asam laktat 1 - 5 persen dan mempunyai cita rasa dan aroma yang khas. Sawi hijau termasuk dalam divisi Spermatophyta, sub divisi Angiospermae, kelas Dycotyledone, famili Cruciferae, genus Brassica, spesies Brassica juncea dan varietas Rugosa (Bailey, 1963). Tanaman sawi bukan merupakan tanaman musiman dan tersedia sepanjang tahun. Syarat yang penting untuk bertanam sawi adalah tanah yang gembur, banyak mengandung zat organik (subur), adanya aliran air yang baik, derajat keasaman tanah (pH) antara 5,5 – 6,5, dan toleran terhadap hujan lebat (Ryder, 1979, Sunaryono dan Rismunandar, 1981, Tindall, 1983). Sawi hijau memiliki bentuk batang yang pendek, tegap, dan daun yang lebar berwarna hijau tua. Daunnya mempunyai tangkai yang pipih (Sunaryono dan Rismunandar, 1981). Bentuk daun sawi bulat dan oval, dengan panjang 20 – 30 cm atau lebih, berwarna hijau terang, dan berkerut (Herklots, 1972, Tindall, 1983). Tanaman sawi kemungkinan berasal dari Afrika kemudian menyebar ke Asia Barat Laut, tetapi ada pula yang menyatakan berasal dari Cina dan menyebar ke Asia Selatan, Asia tengah, dan Asia
Timur. Daerah budidayanya yaitu Malaysia, India, Indonesia, Cina, Eropa, dan Afrika (Tindall,1983). Sawi hijau dalam bentuk segar merupakan bahan pangan yang mudah rusak. Oleh sebab itu untuk mengawetkan sekaligus meningkatkan nilai tambah sawi, seringkali dibuat sawi asin dengan fermentasi. Fermentasi adalah suatu reaksi oksidasi-reduksi dalam sistem biologi yang menghasilkan energi, dimana sebagai donor dan akseptor elektron digunakan senyawa organik. Senyawa organik yang biasanya digunakan adalah karbohidrat dalam bentuk glukosa. Glukosa akan diubah melalui reaksi oksidasi-reduksi dengan katalis enzim menjadi bentuk lain, misalnya aldehida yang bisa diubah menjadi asam (Winarno dan Fardiaz, 1981). Pembuatan sayur asin merupakan salah satu metode pengawetan pangan yang tertua melalui metode penggaraman. Garam dapat menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk sehingga membuat produk sayur asin lebih awet. Garam juga dapat memberikan efek pengawet dengan cara menurunkan aw (ketersediaan air yang dibutuhkan untuk pertumbuhan mikroba). Pembuatan sawi asin dilakukan dengan perendaman sawi di dalam larutan garam tanpa penambahan kultur starter. Fermentasi yang terjadi merupakan fermentasi asam laktat karena memanfaatkan bakteri asam laktat yang secara alami ada pada tumbuhan, misalnya Leuconostoc
mesenteroides,
Lactobacillus plantarum,
Lactobacillus
brevis, dan Pediococcus cerevisiae. Bakteri asam laktat tersebut diseleksi melalui garam yang digunakan. Karena tidak ada penambahan kultur starter pada fermentasi ini, maka disebut fermentasi spontan. Fermentasi spontan perlu diperhatikan kondisi lingkungan yang memungkinkan pertumbuhan mikroba pada bahan organik yang sesuai (Potter, 1980). Mutu hasil fermentasi sayuran tergantung pada jenis sayuran, mikroba yang berperan, konsentrasi garam, suhu dan waktu fermentasi, komposisi substrat, pH adan jumlah oksigen (Pederson, 1982 , Winarno, et al, 1980). Pada tahap awal fermentasi, bakteri yang tumbuh adalah Leuconostoc mesenteroides yang akan menghambat pertumbuhan bakteri lain dan meningkatkan produksi asam dan CO2, sehingga menurunkan pH (Vaughn, 1985). Fermentasi dilanjutkan oleh bakteri yang lebih tahan terhadap pH rendah,yaitu Lactobacilus brevis, Pediococcus cereviseae, Lactobacillus plantarum. Bakteri-bakteri ini menghasilkan asam laktat, CO2, dan asam asetat (Vaughn, 1985). Selain penggaraman, dalam pembuatan sawi asin dapat pula ditambahkan air tajin sebagai sumber karbohidrat bagi bakteri yang berperan. Garam menarik air dan zat-zat gizi dari jaringan sayuran. Zat-zat gizi tersebut melengkapi substrat untuk pertumbuhan
bakteri asam laktat. Garam bersama dengan asam yang dihasilkan oleh fermentasi menghambat pertumbuhan dari organisme yang tidak diinginkan dan menunda pelunakan jaringan sawi yang disebabkan oleh kerja enzim oleh bakteri pektinolitik. Selain itu, garam juga memberikan cita rasa pada produk.
BAB III BAHAN DAN METODOLOGI A. Alat dan Bahan a. Alat : Panci, kompor, toples/wadah, gelas, kantong plastik, pisau, baskom, talenan, tampah. b. Bahan : Sawi pahit, ketimun, bawang putih, cabe rawit, garam NaCl, beras, Air
B. Metodologi 1. Pembuatan Saurkraut a. Daun kubis dibersihkan dan dicuci. b. kubis dibuang bonggolnya dan dirajang tipis setebal 2-5mm. c. diarami secara merata konsentrasi 2,25%-2,50% BB. d. dimasuk kedalam wadah dan ditutup. Fermentasi dilakukan selama 2-7 hari.
2. Pembuatan Sayur Asin a. Sawi dipisahkan helai demi helai, dicuci bersih, diatur diatas tampah, dan dilayukan semalam. b. disiapkan media perendam yaitu air matang yang sudah didinginkan pada suhu kamar 1 liter dan air tajin dingin yang diperoleh dari hasil perebusan beras (7% W/V) sebanyak 1 liter. c. sawi yang telah layu diblansing terlebih dahulu dengan menggunakan air panas. d. sawi kemudian diremas-remas dengan garam sebanyak 2,5% dari berat sawi. e. sawi dan cairan yang dihasilkan selajutnya dimasukkan kedalam wadah yang sebelumnya sudah disterilisasi dan ditambahkan media perendaman secepat mungkin sampai seluruh permukaan bahan terendam. f. wadah ditutup rapat dan difermentasikan 1-2 minggu.
3. Pembuatan Pikel a. dipilih ketimun, bawang putih, cabe rawit kemudian dibersihkan, dicuci dan ditiriskan. b. bahan dipotong-potong sesuai keinginan.
c. penggaraman dengan cara : perendaman larutan garam 5-8%. dan penggaraman kering dengan menaburkan garam sebanyak 5% diatas permukaan bahan. d. bahan dimasukan kedalam wadah dan ditutup. fermentasi dilakukan selama 2-7 hari.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Produk Sayur Asin Sayur Asin + Tajin Pickle Larutan Garam Pickle Kering SaurKraut
Tabel 2. Hasil Pengamatan Aroma Tekstur
Warna Pucat
Busuk
Berlendir
Pucat
Busuk
Berlendir
Pucat
Bau Khas Asinan
Lembek
Pucat
Bau Khas Asinan
Lembek
Pucat
Bau Khas Asinan
Lunak
Gambar 1. Sawi Asin
Penampakan Plastik penutup menggembung ke dalam Banyak terdapat mikroba Banyak jamur, dan palstik mengembung ke dalam Ada mikroba dan jamur Warna kubis bagian atas lebih gelap daripada bagian bawah
Gambar 2. Sawi Asin + Tajin
Gambar 3. Pickle Larutan Garam
Gambar 4. Pickle Kering
Gambar 5. Saurkraut
B. Pembahasan Sauerkraut Sauerkraut dalam kemasan adalah suatu produk makanan hasil fermentasi irisan atau cincangan kubis (Brassica oleracea) segar yang diawetkan didalam kemasan larutan garam atau cairan fermentasi juice Kraut dengan atau tanpa pemanasan (SNI 01-26001992). Bahan dasar pembuatan sauerkraut pada praktikum kali ini adalah sawi hijau. Proses pembuatan diawali dengan sortasi sawi, sawi yang dipilih adalah sawi segar dan bebas daun kuning. Setelah itu dilakukan penimbangan kemudian diberi perlakuan seperti “minimally processing”. Dimasukan 35g garam untuk setiap kg sawi, diaduk rata dan dibiarkan 3-5 menit. Garam menarik air dan zat gizi dari jaringan kubis yang kemudian melengkapi substrat untuk pertumbuhan bakteri asam laktat yang terdapat di permukaan kubis. Garam dan asam yang dihasilkan dari proses fermentasi akan menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang tidak diinginkan dan menunda pelunakan jaringan kubis yang disebabkan oleh kerja enzim. Jika konsentrasi garam yang digunakan untuk proses fermentasi terlalu rendah, maka terjadi proses pelunakan jaringan buah dan sayur akibat dari aktivitas enzim pektinolitik. Enzim ini berfungsi untuk mendegradasi molekul pektin yang banyak ditemukan pada sel tananaman. Sebaliknya apabila jumlah garam yang terlalu banyak justru akan menunda fermentasi alamiah, menyebabkan warna menjadi gelap, dan memungkinkan pula pertumbuhan khamir (Buckle, 1987). Proses penggaraman dimulai dengan penambahan garam konsentrasi rendah kemudian ditambah secara bertahap sampai pertumbuhan bakteri terhenti. Konsentrasi garam yang digunakan untuk pembuatan sauerkraut adalah 5-8%. Sawi yang sudah digarami kemudian dimasukan kedalam toples hingga padat. Permukaan ditutupi dengan lembaran plastik, lalu diletakan pemberat diatasnya yang berisi larutan garam dengan kosentrasi sama. Fungsinya untuk mengurangi udara dalam irisan sawi. Toples disimpan dalam ruangan gelap. Umumnya fermentasi mencapai 2-3 minggu bila disimpan pada suhu 21-27℃. Fermentasi dimulai oleh bakteri Leuconostoc mesenteroides yang kemudian dilanjutkan oleh jenis yang lebih tahan asam diantaranya Lactobacillus brevis, Lactobacillus plantarum dan Pediococcus cereviceae. Leuconostoc mesenteroides merupakan mikroorganisme tahan garam dan memiliki fase lag yang pendek, dengan suhu optimum pertumbuhan pada 15-18oC. Gula diuraikan menjadi asam laktat dan asam asetat melalui jalur heterofermentatif. Lingkungan asam akibat terbentuknya asam laktat (0,6-0,9%) oleh L. mesenteroides tidak hanya menghambat
mikroorganisme non-asam laktat tapi memberikan kondisi yang menguntungkan untuk bakteri asam laktat. Penghambatan pertumbuhan L. mesenteroides bisa dilakukan ketika konsentrasi asam laktat mencapai 1% . Fermentasi selesai apabila sauerkraut berwarna putih kekuningan merata dan bebas dari bintik. Hasil akhir sauerkraut memiliki konsentrasi 1,7% asam laktat dengan pH 3,4 - 3,6 dan hanya bakteri toleran terhadap asam yang ada yaitu L. plantarum. Namun pembuatan sauerkraut sawi gagal dan tidak bisa dikonsumsi. Produk akhir sauerkraut sawi memiliki aroma yang sangat busuk menyengat dan tidak layak konsumsi. Faktor penyebab kerusakan sauerkraut karena sebagian besar disebabkan oleh kontaminasi mikrobia. Faktor tersebut terjadi karena kondisi proses tidak terkontrol dengan baik, terutama suhu fermentasi dan konsenrtasi garam. Jika suhu > 3oC dan konsentrasi
garam
>
3%,
maka
BAL
heterofermentatif
menjadi
terhambat
pertumbuhannya sehingga terbentuk flavor dan aroma yang tidak diinginkan. Jika suhu < 1oC dan konsentrasi garam < 2%, bakteri gram negatif akan tumbuh yang menyebabkan tekstur produk menjadi tidak sempurna larutan garam yang dihasilkan tidak baik. Terdapatnya gas (peledakan kecil) saat membuka toples disebabkan oleh kandungan CO2 yang dihasilkan dari proses fermentasi terlalu tinggi dan menciptakan aroma pada produk yang tidak diinginkan (bau busuk).
Pikel Pikel adalah sayuran yang diperam dalam larutan garam. Pikel biasanya dibuat dari bahan dasar mentimun, terong, semangka serta sayuran lainnya. Faktor yang mengontrol berhasil tidaknya proses pembuatan pikel adalah kadar garam, dan suhu larutan garam atau brine. Kadar larutan garam yang paling umum dipakai dalam pemeraman pikel adlah 5-8%. Praktikum pembuatan pikel kali ini dipilih sayuran mentimun dan cabai. Mentimun dan cabai yang dipakai adalah mentimun dan cabai yang pada saat dipanen belum matang karena mentimun dan cabai yang sudah matang memiliki ukuran yang terlalu besar, warna dan bentuk mudah berubah, biji matang sudah penuh serta terlalu lunak sehingga berakibat pada hasil akhir pikel yang kurang baik. Proses pembuatan pikel diawali dengan mensortasi bahan yaitu mentimun dan cabai, kemudian bahan dicuci hingga bersih agar terhindar dari kontaminasi mikroorganisme merugikan. Mentimun dan cabai kemudian di blansing selama 3 menit
dan dilanjutkan dengan penyiraman mentimun dan cabai yang sudah diblansing dengan air dingin. Tujuan dari blansing adalah untuk menonaktifkan enzim alami yang terdapat pada bahan pangan, membunuh sebagian jasad renik yang terdapat pada bahan pangan, mematikan jaringan-jaringan bahan, menghilangkan kotoran yang melekat pada sayuran, menghilangkan zat-zat penyebab lendir pada sayuran, mengeluarkan gas-gas termasuk O2 dalam jaringan buah atau sayuran, mempertahankan mutu sensorik dan nutrisi dari buah dan sayur. Bakteri berbentuk batang, gram negatif yang tidak diinginkan biasanya tumbuh lebih dahulu (pseudomonas), tetapi mikroorganisme ini segera dikalahkan oleh Leuconostoc mesenteroides, Streptococcus faecalis dan Pediococcus cerevisiae. Selanjutnya jenis Lactobacillus plantarum yang lebih tahan terhadap asam dan garam akan tumbuh dan berperan menyelesaikan proses fermentasi (jumlah total asam tertitrasi adalah 0,60-0,80%). Khamir kadang-kadang tumbuh baik pada permukaan atau di dalam larutan yang mengakibatkan pembusukan dengan merusak asam laktat yang dihasilkan bakteri. Variasi dari bagian produksi dasar ini termasuk penambahan bumbu-bumbu dan campuran rempah-rempah ke dalam larutan garam untuk memberi pikel yang renyah. Pembuatan pikel ini digunakan penggaraman awal, kemudian diikuti oleh fermentasi asam laktat yang dimulai oleh Leuconostoc mesenteroides dan diselesaikan oleh bakteri asam laktat lainnya seperti Lactobacillus brevis dan Lactobacillus plantarum (Sumanti). Produk akhir dari pikel yang dibuat, ditemukan adanya jamur yang terbentuk pada permukaan pikel. Hal tersebut terjadi karena adanya kontaminasi silang yang terjadi pada saat proses pembuatan pikel ini. Tidak dilakukannya proses blansing juga dapat memicu terjadinya kontaminasi dari sayuran yang belum dilakukan fermentasi.
Sayur Asin Sayur asin merupakan produk olahan sayuran yang mempunyai rasa khas. Sayur asin dihasilkan dari proses peragian dengan menggunakan air tajin sebagai bahan pertumbuhan bakteri.Tujuan pembuatan sayur asin ini untuk memperpanjang daya simpan sayuran yang mudah busuk dan rusak. Sayur asin ini selain dibuat dari sawi, juga dari bahan-bahan lain, seperti: genjer, kubis dan lain-lain. Sayur asin merupakan suatu produk yang mempunyai cita rasa yang khas, yang dihasilkan melalui proses fermentasi bakteri asam laktat. (Pusat Penelitian Dan Pengembangan Teknologi Pangan, 1981).
Dalam proses fermentasi sayuran digunakan bakteri alami yang terdapat dalam sayur-sayuran, seperti sawi hijau, kubis, dsb. Jenis bakteri asam laktat yang dibiarkan aktif adalah Leuconostoc mesenteroide, Lactobacillus cucumeris, L. plantarum dan L. pentoaceticus. Pada awal fermentasi, bakteri yang aktif dalam jumlah besar adalah bakteri coliform, seperti Aerobacter cloacer, yang menghasilkan gas dan asam-asam yang mudah menguap dan pada kondisi tersebut aktif pula bakteri Flavo-bacterium rhenanus, yang menghasilkan senyawa-senyawa pembentuk cita rasa yaitu kombinasi dari asam dan alkohol pembentuk ester. Fermentasi dilakukan dalam keadaan anaerob, namun bila dalam tempat fermentasi ada udara, akan mengakibatkan terjadinya proses pembusukan pada sayur asin. Dalam pembuatan sayur asin ditambahkan garam. Penambahan garam tersebut berfungsi untuk mengurangi bakteri pembusuk dan menyeleksi bakteri yang dikehendaki dan garam juga menyebabkan cairan yang terdapat dalam sawi tertarik keluar melalui proses osmosis. Setelah penyimpanan selama 1 minggu, sayur tersebut berbau busuk, berwarna putih kekuningan, dan terbentuk cairan. Adanya pembusukan ini diindikasikan oleh aromanya yang amis. Pembusukan ini disebabkan oleh sedikitnya air yang keluar dari sayur tersebut. Hal itu disebabkan karena selama proses fermentasi tampak tumbuh selaput keputih-putihan Mycoderma di atas larutan garam tetapi kita tidak membuangnya, jadi selaput tersebut merupakan mikoorganisme yang menyebabkan bau busuk tersebut. Untuk mencegah hal tersebut, botol-botol fermentasi harus disimpan dalam udara terbuka agar disinari matahari atau diberi lapisan minyak mineral yang netral di atas larutan garam. Cara penambahan garam ada dua cara yaitu cara kering (penambahan bubuk garam pada sayuran) dan cara basah (menggunakan larutan garam). Cara kering menggunakan garam dalam bentuk padat atau kristal, dilakukan dengan cara menyusun bahan dan garam dalam wadah secara berlapis dan ditetapkan pada pembuatan sawi asin. Cara basah digunakannya larutan garam untuk merendam sawi yang akan digarami dan umumnya pada pembuatan sawi asin. Pada proses fermentasi, bakteri asam laktat anaerobik yang berperan ialah Lactobacillus brevis, Pediococcus cereviceae, dan Lactobacillus plantarum. Kondisi lingkungan, jumlah dan jenis mikroorganisme, kebersihan, konsentrasi dan distribusi garam, suhu dan penutupan akan sangat menentukan berlangsungnya proses fermentasi. Menurut (Bukle, dkk, 1987) faktorfaktor lingkungan yang penting dalam fermentasi sayuran adalah : 1. Terciptanya keadaan anaerobic
2. Penggunaan garam yang sesuai yang berfungsi untuk menyerap keluar cairan dan zat gizi dari sayur 3. Pengaturan suhu yang sesuai untuk fermentasi 4. Tersedianya bakteri asam laktat yang sesuai Fermentasi mengakibatkan adanya peningkatan gula reduksi pada sayur asin sebab air tajin mengandung pati amilosa. Pati yang berupa amilosa tersebut didegradasi oleh bakteri asam laktat menjadi glukosa dan maltosa. Glukosa dipecah oleh bakteri asam laktat menjadi asam laktat. Glukosa dan maltosa yang masih terdapat dalam air tajin terukur sebagai gula reduksi (Steinkraus, 1983). pH awal fermentasi sayur asin berkisar antara pH 6,4-6,58. Setelah dilakukan proses fermentasi selama 4 hari terjadi penurunan pH berkisar antara pH 3-3,42. Nilai pH dipengaruhi oleh kandungan asam yang dihasilkan selama fermentasi sayur asin. Pada proses fermentasi sayur asin terjadi pertumbuhan secara spontan bakteri asam laktat yang menghasilkan asam laktat. Semakin tinggi jumlah beras yang digunakan dalam pembuatan air tajin, maka nilai pH sayur asin semakin menurun. pH akhir dari fermentasi adalah ±3,6. Hal ini disebabkan kandungan gula reduksi meningkat dan dapat dimanfaatkan oleh bakteri asam laktat secara optimal dalam menghasilkan asam, yaitu asam laktat dan asam asetat (Pederson, 1971). Agar fermentasi berlangsung dengan baik suhu ruangan harus kira-kira 30oC. Bila suhunya lebih rendah pertumbuhan bakteri asam laktat berlangsung lambat sehingga tidak cukup banyak yang dihasilkan dan akibatnya produk menjadi busuk. Selama fermentasi tampak tumbuh selaput keputih-putihan Mycoderma di atas larutan garam. Selaput ini harus dibuang secara hati-hati karena mikroorganisme tersebut menggunakan asam yang dihasilkan dalam proses fermentasi untuk keperluannya sendiri, dan akibatnya mikroorganisme pembusuk tumbuh. Untuk mencegahnya, tong fermentasi harus disimpan dalam udara terbuka agar disinari matahari atau diberi lapisan minyak mineral yang netral di atas larutan garam. Lapisan ini menghambat tumbuhnya ragi pembentuk selaput tersebut, karena medium terjadi kekurangan oksigen. Sebaliknya karena bakteri asam laktat bersifat anaerob fakultatif maka pertumbuhannya menjadi lebih baik (Margono, dkk, 1993). Seringkali dalam pembuatannya, produk sawi asin mengalami kerusakan hasil fermentasi. Kerusakan pada fermentasi sayuran umumnya disebabkan terjadinya fermentasi yang tidak normal. Tingginya suhu dapat menghambat tumbuhnya Leuconostoc mesenteroides dan menghasilkan cita rasa yang tidak diharapkan.
Sebaliknya jika suhu fermentasi terlalu rendah akan menghambat aktivitas bakteri asam laktat dan mendorong pertumbuhan Flavobacterium bakteri kontaminan yang berasal dari tanah seperti Enterobacter dan. Waktu fermentasi yang berlebih juga dapat mendorong pertumbuhan bakteri pembentuk gas, yaitu Lactobacillus brevis, yang menghasilkan aroma asam yang tajam (Frazier dan Westhoff, 1979). Kerusakan lain pada perusakan produk fermentasi sawi asin adalah pelunakan (softening). Pelunakan tekstur ini disebabkan oleh perubahan kimia biasa sebagai akibat proses pengolahan maupun aktivitas enzim pektinolitik atau enzim selulolitik yang dihasilkan olek mikroorganisme. Bakteri yang berperan dalam kerusakan ini antara lain Bacillus
subtilis,
Bacillus
polymixa,
Achromobacter,
Erwinia
,Enterobacter,
Achromonas, dan Eschericia. Selain bakteri, kapang dan khamir juga berperan dalam terjadinya kerusakan ini. Kapang yang terlibat adalah Penicillium chrysogenum, sedangkan khamir yang terlibat adalah Saccharomyces oleaginosus (Vaughn, 1985). Menurut Pederson (1982) kerusakan akibat adanya gas pada produk fermentasi sawi asin bisa berupa pembengkakan, berlubang, berongga, ataupun bentuk pikel yang berlekuk-lekuk. Hal ini bisa diakibatkan oleh struktur bahan, pembentukan gas oleh mikroorganisme, pengaruh tekanan larutan terhadap permukaan bahan, serta akibat jenis dan tingkat kematangan dari buah itu sendiri. Kerusakan yang lain adalah produk berlendir yang disebabkan karena adanya bakteri pembentuk kapsul yang tumbuh di permukaan, warna produk kemerahan (pink kraut) karena tumbuhnya khamir dari genus Rhodotorula pada suhu fermentasi yang terlalu tinggi, tempat fermentasi kotor, keasaman yang rendah, kelebihan garam, dan penyebaran garam yang tidak merata.
BAB V KESIMPULAN Berdasarkan hasil praktikum diatas bahwa warna dari semua produk yang difermentasi oleh bakteri laktat menjadi warna pucat. Aroma yang dihasilkan produk sayur asin dan sayur asin dengan tambahan air tajin menjadi beraroma busuk dengan tekstur berlendir, dan penampakkan plastik yang digunakan untuk menutup menjadi mengembung kedalam, penampakan pada sayur asin dengan air tajin terdapat banyak mikroba. Aroma yang dihasilkan produk pickle dengan larutan garam, dan pickle kering dengan taburan garam, serta saurkraut berorama khas asinan, dengan tekstur pada produk pickle menjadi lembek, dan saurkraut bertekstur lunak. Penampakan pada pickle dengan larutan garam terdapat banyak jamu dan plastik penutup menggembung ke dalam. Sedangkan pada pickle kering terdapat mikroba dan jamur. Serta penampakan produk saurkraut warna kubis bagian atas lebih gelap daripada bagian bawah.
DAFTAR PUSTAKA Sutrisno, Koswara. 2006. Teknologi Penglahan Sayur-sauran dan Buahbuahan.eBookPangan.com
Proses dan Produk Fermentasi Pangan. Ebookpangan.com Buckle, K.A, et al. 1985. Ilmu Pangan. UI – Press: Jakarta Desrosier, Norman W. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. UI - Press: Jakarta Http://Ahsyaf.Blogspot.Com/2014/05/Produk-Fermentasi-Sayur-Asin.Html diakses tanggal 12 November 2014 http://www.pdfcoke.com/doc/6549682/fermentasisayuran, diakses pada tanggal 19 november 2014 http://www.pdfcoke.com/doc/6549684/Fermentasi-Spontan-Pada-Produk-Fermentasi-Sayuran, diakses pada tanggal 19 november 2014 ahsyaf.blogspot.com/2014/05/produk-fermentasi-sayur-asin.html diakses pada tanggal 19 november 2014