Laporan Posisi Keuangan.docx

  • Uploaded by: Adisha Dellanie Putri
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Laporan Posisi Keuangan.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,233
  • Pages: 14
RESUME “LAPORAN POSISI KEUANGAN”

Dikemukakan bahwa ada dua pendekatan untuk mendefinisikan neraca : metode pendapatan – beban atau metode tak langung, dan aktiva – kewajiban atau metode langsung. Metode aktiva – kewajiban saat ini didukung oleh FASB.

POTRET RIPLEY Konsep professor William Ripley dari Harvard, yaitu neraca sebagai sebuah potret diam, yang member kita gambar suatu perusahaan pada titik waktu tertentu. Neraca kadang-kadang disebut sebagai laporan simpanan (statement of stocks) sebagai lawan dari laporan arus (statement of flows). Pendekatan yang lebih tua terhadap penciptaan neraca disebut metode aktiva kewajiban. Dalam pendekatan ini kita cukup membuat daftar aktiva dan kewajiban perusahaan. Selisih antara keduanya menunjukkan hak residual pemilik dan jumlah yang membuat kedua sisi itu seimbang. Dalam pendekatan terhadap akuntansi yang didasarkan pada penghasilan, neraca menjadi laporan residual sebuah jenjang antara dua laporan rugi laba. Dengan demikian, neraca seringkali hanya memberikan sedikit informasi karena tidak memiliki interpretabilitas. Neraca kadangkadang disebut sebagai titik kedatangan dan pemberangkatan dalam proses akuntansi, tetapi bila diturunkan dari pendekatan pendapatan-beban, neraca lebih berkaitan dengan masa lalu daripada masa depan. Walaupun ada kelemahan – kelemahan ini, sudah ada sejumlah pernyataan yang mendukung neraca tipe residual ini. Pertama, neraca konvensional dinyatakan menunjukan akuntabilitas dolar – dolar yang diinvestasikan dapat ditelusuri melalui operasi badan usaha atau penilaian residual pada akhir periode. Rangkaian pernyataan yang kedua berhubungan dengan fungsi laporan posisi sebagai suatu suatu ikhtisar dari sifat operasi badan usaha serta sifat aktiva moneter dan jasa persahaan yang belum dipakai.

Ketiga , dinyatakan bahwa sejarah telah menunjukkan bahwa, bila penilaian yang subjektif dibiarkan di dalam neraca, bukan saja neraca itu menjadi kurang informative, tetapi laporan laba rugi juga mengalami distorsi.

AKTIVA DAN KEWAJIBAN Pembahasan tentang pengklasifikasian dan penilaian aktiva dan kewajiban mungkin bisam membantu dalam analisis ini, tetapi penekanan awalnya haruslah pada karakteristik yang dimiliki semua aktiva dan kewajiban. Beberapa upaya telah dilakukan untuk menangani permasalahannya dengan cara ini. Yang paling akhir, FASB mendefinisikan aktiva dalam SFAC 6 sebagai : Kemungkinan manfaat ekonomi masa depan yang diperoleh atau dikendalikan oleh satuan usaha tertentu sebagai hasil dari transaksi atau peristiwa di masa lalu.

FASB mendefinisikan kewajiban dalam pernyataan yang sama dengan gaya yang paralel : Kemungkinan pengorbanan manfaat ekonomi di masa depan, yang timbul dari kewajiban satuan usaha pada saat ini untuk menyerahkan aktiva atau memberikan jasa kepada satuan-satuan usaha lain di masa depan sebagai hasil dari transaksi atau peristiwa di masa lalu.

Kekuatan dan kelemahan definisi FASB ini hanya akan tampak nyata jika dibandingkan dengan definisi – definisi yang mendahuluinya dan dalam konteks praktik yang diperbolehkan dan dilarang FASB. Professor John Canning dari Stanford mendefinisikan aktiva sebagai : Setiap manfaat masa depan dalam bentuk uang atau setiap manfaat masa depan yang bisa dikonversikan menjadi uang . . . hak atas manfaat itu secara legal atau karena keadilan dijamin bagi orang atau sekelompok orang tertentu. Manfaat seperti itu merupakan aktiva hanya bagi orang atau sekelompok orang itu.

Ia mendefinisikan kewajiban sebagai : Suatu manfaat, yang bisa dinilai denga uang, yang secara legal (atau karena keadilan) harus diserahkan oleh pemilik [pemegang aktiva] kepada orang (atau sekelompok orang) kedua . . .

Kebaikan kedua definisi ini adalah bahwa keduanya memungkinkan penafsiran semantic, yaitu seseorang yang berakal sehat dapat memutuskan apakah suatu pos itu aktiva atau kewajiban dengan menelaah karakter ekonomis dan legalnya. FASB mengikuti Canning dalam mecoba memberikan definisi yang semantic.

APB STATEMENT NO . 4 APB Statement No. 4 mendefinisikan aktiva sebagai : Sumberdaya ekonomi suatu badan usaha yang diakui dan diukur sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum [termasuk] beban-beban tertentu yang ditangguhkan, yang tidak merupakan sumberdaya.

Penekanan dalam definisi ini jelaslah dalam yang dibawa ke periode berikutnya dalam neraca percobaan, dengan perhitungan penghasilan periodic sebagai tujuan utama. Seperti yang dikatakan APB, aktiva “juga mencakup beban – beban tertentu yang ditangguhkan, yang bukan sumber daya, tetapi diakui dan diukur dengan sesuai dengan prinsip – prinsip akuntansi yang berlaku umum”

APB Statement No. 4 mendefinisikan kewajiban sebagai : Kewajiban (obligation) ekonomi suatu badan usaha yang diakui dan diukur sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum.

Alasan di balik definisi kewajiban yang pada hakikatnya bersifat sintaktis ini adalah bahwa, dalam model akuntansi tradisional, kredit cenderung mengikuti debet. Pelaporan suatu kewajiban tergantung pada penting tidaknya mengakui sisi lain transaksi atau peristiwa itu – akrual suatu beban, pengakuan kerugian , atau diterimanya aktiva tertentu oleh perusahaan.

ACCOUNTING TERMINOLOGY BULLETIN Dalam ATB 1, yang uncul dalam tau 1953, aktiva pada hakikanya didefinisikan sebagai saldo debet yang dibawa ke periode selanjutnya saat penutupan pembukuan sementara kewajiban

didefinisikan sebagai saldo kredit yang dibawa ke periode selanjutnya, kecuali saldo-saldo kredit yang menunjukkan ekuitas pemilik. Definisi ini hampir seluruhya bersifat structural dalam penekanannya, Definisi APB jauh lebih banyak menekankan pada interpretabilitas sementara definisi FASB bersifat pragmatis. Definisi FASB mencerminkan keyakinan FASB bahwa pelaporan keuangan harus berguna bagi investor, kreditor, dan pihak-pihak lainnya.

TIGA SIFAT DASAR AKTIVA Menurut FASB, suatu aktiva mempunyai tiga karakteristik dasar: 1. Aktiva menyimpan kemungkinan manfaat masa depan yang menyangkut kapasitas, secara sendiri-sendiri atau dalam kombinasi dengan aktiva lain, untuk secara langsung atau tidak langsung memberi sumbangan pada arus masuk kas bersih di masa depan. 2. Satuan usaha tertentu dapat memperoleh manfaat itu dan mengendalikan akses pihak lain pada aktiva itu. 3. Transaksi atau peristiwa lain yang menimbulkan hak atau kendali satuan usaha atas manfaat tersebut sudah terjadi. Jika salah satu saja karakteristik ini hilang, kita tidak dapat mengakui suatu aktiva akuntansi.

Kemungkinan Manfaat Masa Depan Harus ada hak yang spesifik atas manfaat atau potensi jasa di masa depan. Hak dan Jasa yang sudah daluwarsa tidak dapat dimasukkan. Juga, hak itu harus mempunyai manfaat positif; hak dengan potensi manfaat nol atau negatif bukanlah aktiva. Misalnya, jika sebuah bangunan sudah kehilangan nilai manfaatnya, satu- satunya nilai bagi bangunan itu adalah nilai sisa bahanbahannya.

Kendali Hak harus diperoleh oleh individu atau perusahaan tertentu. Hak untuk berkendara di jalan umum tidak menghasilkan suatu aktiva. Hak itu harus memungkinkan tidak diikutkannya pihak-pihak

lain, walaupun dalam beberapa kasus hak itu bisa dibagi dengan perusahaan-perusahaan atau individu-individu tertentu.

Transaksi dan Peristiwa lain Manfaat ekonomi itu haruslah merupakan hasil dari transaksi atau peristiwa yang terjadi di masa lalu. Aktiva tidak boleh mencakup manfaat yang akan timbul di masa depan tetapi saat ini belum ada atau tidak berada dalam kendali satuan usaha. Akan tetapi, perlunya kriteria ini masih diperdebatkan karena jika manfaat ekonomi benar-benar ada dan berada di bawah kendali satuan usaha, manfaat itu pastilah timbul dari peristiwa tertentu di masa lalu. Kuncinya disini adalah apakah peristiwa itu menurut akuntan memadai. Misalnya, begitu suatu perusahaan menandatangani kontrak, perusahan itu menciptakan suatu kemungkinan manfaat ekonomi masa depan yang berada dalam kendalinya. Walaupun sudah terjadi suatu peristiwa, akuntan tidak menganggapnya cukup signifikan. Signifikansi, dalam sebagian besar kasus, di definisikan secara structural, yaitu bahwa suatu proses telah diselesaikan, Karena tidak memiliki kandungan semantis, aktiva akuntansi seringkali tidak memiliki interpretabilitas, sekalipun FASB sudah berupaya.

Ikhtisar Aktiva harus didefinisikan sebagai potensi jasa atau hak atas manfaat prospektif yang berada dibawah kendali suatu organisasi. Definisi ini tidak menyinggung perlunya suatu transaksi yang mendahului dengan alasan bahwa syarat ini sudah digunakan untuk mengeluarkan sumber daya yang seharusnya dilaporkan untuk mendapatkan iinterprestasi yang tepat mengenai posisi suatu perusahaan atau organisasi. Definisi ini juga tidak memasukkan perlunya peristiwa yang mendahului dengan alasan bahwa syarat ini terlalu samar untuk bisa membentuk suatu pembatasan.

Tiga Sifat Dasar Kewajiban Menurut FSAB, suatu kewajiban memiliki tiga karakteristik esensial berikut ini : 1. Kewajiban mengandung tugas atau tanggung jawab saat ini bagi satu atau lebih satuan usaha, yang memerlukan penyelesaian berupa kemungkinan penyerahan atau penggunaan aktiva di masa depan pada tanggal tertentu, atau berdasarkan permintaan. 2. Tugas atau tanggung jawab itu menimbulkan keajiban bagi satuan usaha tertentu, dengan tidak atau sedikit menyisakan kebebasan untuk menghindari pengorbanan masa depan itu. 3. Transaksi atau peristiwa lain yang menibulkan kewajiban satuan usaha itu sudah terjadi. Jika satu saja karakteristik ini tidak ada, kita tidak dapat mengakui suatu kewajiban akuntansi.

Kewajiban Saat Ini Yang pertama dari ketiga karakteristik esensial di atas benar-benar suatu amalgam yang kompleks dari beberapa syarat yang berlainan. Syarat yang pertama adalah bahwa suatu kewajiban haruslah merupakan kewajiban saat ini (present

obligation). Syarat kedua adalah bahwa

kewajiban itu timbul antarsatuan usaha. Syarat ketiga adalah bahwa harus ada saat atau peristiwa dimana kewajiban itu akan diselesaikan. Beberapa karakteristik potensial sengaja dihilangkan, misalnya penyelesaian itu tidak dibatasi pada kas agar tidak mengeluarkan perusahaan-perusahaan yang mendapat pembayaran di muka untuk produk-produk mereka. Kedua, sifat penyelesaian tidak dibatasi pada penyerahan aktiva. Persyaratan ini menyatakan bahwa suatu titik penyelesaian harus diketahui, tetapi tidak menyatakan bahwa identitas pihak yang dibayar harus diketahui sebelum saat penyelesaian itu jika pembayaran atau penyerahan aktiva di masa depan itu mungkin dilakukan. Syarat-syarat ini juga tidak membatasi kewajiban bagi lebih dari satu individu saja. Mungkin saja satu transaksi menimbulkan kewajiban bagi lebih dari satu pihak, seperti dalam

kasus garansi. Khususnya transaksi antara dua pihak bisa menimbulkan kewajban kepada pihakpihak ketiga.

Kewajiban Legal, Karena Keadilan, atau Konstrutif (Legal, Equitable, or Construtive Obligations) Karakteristik esensial kewajiban yang kedua adalah bahwa kewajiban itu tidak atau sedikit menyisakan kebebasan bagi pengutang untuk menyelesaikan utangnya. Akan tetapi, penyataan ini tidak mengharuskan perusahaan harus secara legal berkewajiban. Pada kenyataannya, FSAB secara khusus memasukkan kewajiban karena keadilan dan juga kewajiban konstruktif sebagai kewajiban potensial. Kewajiban keadilan kadang-kadang disebut sebagai kewajiban moral. Kewajiban ini timbul dari pembatasan etika atau moral, dan bukan pembatasan legal. Misalnya, suatu perusahaan mungkin secara etika merasa berkewajiban untuk menyelesaikan perbaikan mobil pelanggannya secara memuaskan, walaupun kewajiban legalnya hanya sebatas mengembalikan uang pelanggan. Kewajiban konstruktif disimpulkan dari kebiasaan. Misalnya, jika sebuah perusahaan biasa memberi parap pegawainya uang cuti setiap tahun, dapat disimpulkan bahwa praktik ini merupakan suatu kewajiban bagi perusahaan. Kewajiban karena keadilan maupun kewajiban konstruktif tidka mesti bisa dipaksakan dengan menggunakan cara-cara legal. Walaupun demikian, kedua pihak mungkin menganggapnya sebagai kewajiban yang mengikat.

Transaksi dan Peristiwa Lain Karakteristik esensial kewajiban yang ketiga menurut FSAB adalah bahwa kewajiban itu harus didahuli oleh suatu “transaksi atau peristiwa lain”. Suatu peristiwa didefinisikan sebagai terjadinya konsekuensi bagi suatu usaha. Suatu transaksi didefinisikan sebagai jenis peristiwa tertentu, yaitu peristiwa eksternal yang menyangkut penyerahan sesuatu yang bernilai antara dua (atau lebih) satuan usaha. Jika kewajiban dibatasi pada situasi di mana ada transaksi yang mendahului, berarti kita kembali ke masa disaat kredit mengikuti debet. Sebaliknya, penambahan istilah “peristiwa lain” pada syarat ini sangat melonggarkan definisi ini. Sebagian orang berpendapat bahwa penambahan itu membuat aspek definisi ini tidak berguna, karena hamper semua hal bisa diklaim sebagai suatu “peristiwa.”

PENGAKUAN Bila suatu sumberdaya atau kewajiban muncul didalam laporan posisi keuangan, sumberdaya atau kewajiban itu disebut diakui. Pengakuan tidak secara otomatis mengikuti definisi kita tidak dapat mencatat suatu elemen bila kita tidak dapat mengukur elemen itu. Untuk bisa mengakui suatu kewajiban, kewajiban itu harus bisa diukur. Tetapai hanya karena suatu kewajiban tidak bisa diukur, tidak berarti bahwa pos itu bukan kewajiban. Pos itu tetap suatu kewajiban yang belum diakui. Banyak yang berpendapat bahwa hanya sedikit perbedaan antara mengakui suatu sumberdaya atau kewajiban dan mengungkapkannya dalam catatan kaki. Suatu pembedaan harus didasarkan pada apakah nilai yang diharapkan itu berarti atau tidak bagi pembaca laporan keuangan sebagai suatu representasi aprosimaksi nilai yang paling mungkin dan sejauh mana perkiraan bersifat subjektif. Pengakuan yang serupa berlaku untuk semua aktifa dan kewajiban. Pada umumnya, agar suatu aktiva atau kewajiban diakui, sumberdaya atau kewajiban harus memenuhi definisi aktiva atau kewajiban. Sumberdaya atau kewajiban itu harus bisa diukur. Selain itu, elemen tersebut harus lulus pengujian relevansi dan keandalan.

KLASIFIKASI Klasifikasi diperlukan dalam penelitian dan pengkomunikasian informasi yang relevan dalam semua ilmu fisika dan sosial. Demikian pula dalam akuntansi, pengklasifikasian sumberdaya dan komitmen suatu perusahaan ke dalam kategori-kategori yang tepat diperlukan untuk menyajikan ikhtisar informasi yang bisa ditafsirkan, yang bisa dimengerti dan dianalisis oleh para investor, dan pemakai laporan keuangan lainnya dalam proses keputusan mereka. Jika data yang belum diklasifikasi disajikan kepada mereka yang memiliki kepentingan dalam perusahaan, mereka terpaksa harus membuat ikhtisar mereka sendiri, otak hanya bisa menangani sejumlah tertentu data pada suatu saat. Tetapi jika ikhtisar dan klasifikasi itu dilakukan untuk mereka, mereka memiliki pilihan untuk menentukan informasi mana yang penting dan mana yang tidak penting, dan pos-pos apa yang lebih ditekankan daripada yang lain. Dengan demikian, klasifikasi

harus diupayakan untuk memenuhi tujuan-tujuan tertentu. Diantara sekian banyak tujuan yang diidentifikasi oleh para ahli teori akuntansi, dapat kita temukan yang berikut ini: 1. Penyajian solvabilitas kepada kreditor. Tujuan terawal klasifikasi adalah menyajikan kepada kreditor informasi yang memperlihatkan solvabilitas perusahaan. Yaitu kemungkinan memperoleh pelunasan seandainya perusahaan dilikuidasi. Pengujian utama atas keamanan pinjaman mereka adalah likuiditas aktiva-aktiva tertentu serta tersedianya aktiva-aktiva untuk membayar kewajiban, khususnya kewajiban-kewajiban yang jatuh tempo dalam tahun berikutnya. 2. Deskripsi operasi badan usaha. Sudah lama diakui bahwa neraca harus memberikan informasi tentang operasi dan juga informasi tentang likuiditas. Misalnya Charles Sprague, salah seorang perintis awal akuntansi Amerika, menulis ditahun 1907 bahwa: Pengaturan pos-pos didalam neraca cukup penting terutama jika daftar itu sangat panjang. Dalam contoh kami yang dipakai adalah urutan ketersediaan, atau, bisa disebut, urutan likuiditas. Dalam badan usaha industri dimana berlaku anggapan bahwa produktivitas atau kemampuan menghasilkan laba lebih penting daripada kesiapan membayar kewajiban, mungkin saja pabrik diberi tempat pertama diantara aktiva-aktiva dan kas ditangan ditempatkan paling akhir sebagai aktiva yang paling produktif. 3. Penjelasan tentang proses akuntansi. Klasifikasi

akuntansi

seringkali

ditetapkan

karena

memudahkan

proses

pembukuan. Klasifikasi beban yang ditangguhkan, misalnya, seringkali digunakan sebagai tempat istirahat bagi debet-debet yang dialokasikan. Akibatnya, pos-pos seperti diskonto kewajiban obligasi yang belum diamortisasi, diskonto saham preferen, dan kerugian yang dikompensasi kedepan, mendapat tempat diantara kativa-aktiva dalam neraca yang diterbitkan. 4. Menyoroti metode-metode penilaian Pernah disarankan bahwa aktiva lancar diklasifikasian menurut dasar-dasar penilaiannya, yaitu, aktiva yang dinilai menurut biaya kini akan dipisahkan dari aktiva yang dinilai dengan dasar biaya historis. Dari sudut pandang teoritis, suatu prosedur yang elektik tidak mesti tidak dapat disetujui, karena konsep penilaian yang dipilih akan tergantung pada bukti yang tersedia, derajat ketidakpastian dalam setiap kasus, dan upaya

untuk mendekati konsep penghasilan yang paling relevan. Tetapi pengelompokan aktiva dan kewajiban yang mencakup konsep-konsep penilaian yang berbeda bisa menyesatkan bagi pembaca laporan yang mengetahui. Pengelompokkan aktiva menurut konsep-konsep penilaian mencakup klasifikasi-klasifikasi berikut ini: 

Kas dan penerimaan kas yang diharapkan (yang didiskontokan sebagaimana mestinya, bila tepat).



Aktiva yang dinilai menurut harga penjualan yang berlaku atau yang diharapkan (harga keluaran).



Aktiva yang dinilai menurut biaya kini (harga masukan).



Aktiva yang dinilai menurut biaya historis atau biaya yang dinyatakan kembali untuk memperhitungkan perubahan dalam tingkat harga umum.

5. Mendalami Pemikiran Manajemen Tujuan yang mungkin lainnya dalam pengklasifikasian aktiva dan kewajiban adalah untuk memberi pemakai suatu pengertian tentang niat-niat manajemen sehubungan dengan apakah akan mengingatkan kembali (recommit) dana untuk digunakan dalam operasi. Aktiva lancar secara keseluruhan (agregat) mungkin ssma permanennya dengan investasi dalam aktiva tak lancar, tetapi ksempatan untuk menginvestasikan kembali dalam operasi berjalan terjadi dalam siklus operasi berjalan terjadi dalam siklus operado berjalan bisnis tersebut. Akan tetapi, begitu aktiva dikaitkan oleh manajemen untuk investasi dalam bentuk-bentuk tertentu yang berjangka panjang, aktiva itu tidak diboleh diklasifikasikan sebagai aktiva lancar menurut tujuan ini. Misalnya, kas, sekuritas, atau aktiva lain yang dikaitkan oleh manajemen untuk akuisisi pabrik dan peralatan, atau untuk penggunaan tak lancar lainnya, tidak boleh dimasukkan diantara aktiva lancar.

6. Prediksi Arus Kas Pengklasifikasian lancar-tidak lancar saja tidak mungkin memungkinkan dibuatnya prediksi arus kas masa depan. Lagi pula, modal kerja hanyalah suatu angka bersih yang diperoleh dengan mengurangkan sebagian kewajiban dari sebagian aktiva, tanpa ada hubungan tertentu antara kedua klasifikasi komponen-komponennya. Selain itu, angka bersih itu kecil artinya entah sebagai pengelompokkan sumberdaya bersih yang homogeny ataupun sebagai marjin atau penyangga (buffer) yang tersedia sebagai proteksi bagi kreditor. Klasifikasi yang sekarang ini mencakup baik pos moneter maupun nonmoneter, yang harus diukur dengan mengingat tujuan-tujuan yang berbeda atau dengan derajat keandalan yang berbeda, walaupun diupayakan agar pos-pos itu homogeny. Deskripsi modal kerja sebagai penyangga mengamsumsikan bahwa kewajiban lancar akan dibayar dari sumberdaya yang diklasifikasikan sebagai lancar, dan bahwa aktiva lancar tidak dibutuhkan untuk keperluan lain yang mempunyai prioritas lebih tinggi diatas pembayaran kewajiban lancar; karena asumsi-asumsi ini tak satupun yang realistis, dalam pelaporan keuangan, penyajian modal kerja sebagai suatu angka bersih diragukan relevansinya.

ULASAN Pengklasifikasian lancar-tak lancar dalam neraca yang sekarang ini hampir universal telah mendapat serangan kritikan selama bertahun-tahun. Kritik-kritik ini terus datang tanpa memperhatikan apakah klasifikasi itu didasarkan pada aturan satu tahun atau aturan operasi. Argumentasi yang menentang penggunaannya mencakup kesulitan dalam menggunakan klasifikasi ini untuk menggambarkan operasi, dalam mendefinisikan siklus operasi, dalam sifat statis modal kerja, dan hilangnya relevansi dalam penyajian laporan arus kas serta perubahan dalam masyarakat pemakai.

Operasi dan Siklus Operasi Sebagai alat untuk menggambarkan operasi-operasi perusahaan, klasifikasi lancar-tak lancar ini kurang baik. Aktiva-aktiva seperti piutang bunga tidak timbul dari jenis operasi yang sama seperti piutang usaha dan persediaan, tetapi semua pos itu dikelompokkan bersama sebagai aktiva lancar. Di antara kewajiban-kewajiban lancar, utang dividen tidak timbul dari jenis operasi yang sama seperti utang usaha, dan dari sudut pandang operasional, porsi lancar dari utang jangka panjang bukannya tidak sama dengan sisa utang jangka panjang itu selebihnya.

Siklus Operasi Kesulitan ii dilipatgandakan dengan cara konsep siklus operasi diterapkan dalam praktik. Umumnya, jika siklus itu kurang dari satu tahun, aturan satu tahun tetap berlaku; hasilnya adalah bahwa klasifikasi aktiva lancar tidak mengungkapkan secara konsisten, akan tetap ada beberapa kesulitan besar karena rumitnya badan usaha dan ketidakmampuan yang diakibatkannya untuk menentukan lamanya siklus operasi. Oleh karena itu, walaupun frekuensi sirkulasi aktiva mungkin relvan dengan prediksi arus kas, kemampuan untuk mengaitkan informasi ini dengan informasi pengasilan dan informasi penghasilan dan arus kas sukar dilakukan bila semua aktiva lancar diklasifikasikan seakan-akan aktiva-aktiva itu mempunyai frekuensi sirkulasi yang sama.

Modal Kerja Bersifat Statis Penyajian modal kerja bisa memberikan informasi yang sah kepada para pemberi kredit jangka pendek karenan penyajian itu menunjukkan derajat proteksi atau jumlah penyangga yang dimiliki oleh kreditor jangka panjang dan pemegang saham. Akan tetapi, baik jumlah modal kerja maupun rasio modal kerja tidak harus merupakan indikasi yang baik mengenai kemampuan perusahaan untuk membayar kewajiban lancar saat jatuh tempo. Hal ini karena midal kerja adalah konsep yang statis, dan kemampuan membayar utang bersifat dinamis. Kas yang tersedia untuk pembayaran utang timbul terutama dari operasi bukan dari

likuidasi aktiva tertentu. Kas dan aktiva likuid lainnya yang tersedia pada suatu taggal neraca kemungkinan akan digunakan dalam operasi untuk membayar kewajiban yang belum timbil pada tanggal neraca (misalnya,gaji berjalan), dan bukan disimpan untuk pembayaran kewajiban itu jatuh tempo. Dengan kata lain, kemampuan perusahaan untuk membayar utangnya saat jatuh tempo tergantung terutama pada hasil akhir operasi yang diproyeksikan, penyandingan (pairing) kewajiban lancar dengan aktiva lancar mengamsumsikan bahwa yang terakhir ini akan tersedia untuk pembayaran yang pertama. Ketiadaan Relevansi Juga diperdebatkan bahwa pengklasifikasian aktiva dan kewajiban menjadi lancar dan tidak lancarsebagai metode untuk menyajiakn solvabilitas perusahaan sekarang ini kurang penting dibandingkan sebelumnya, karena beberapa alas an: 1. Laporan-laporan lain, terutama laporan rugi laba dan laporan arus kas, dapat memberikan informasi yang lebih baik mengenai perkiraan solvabilitas. 2. Laporan keuangan eksternal lebih banyak digunakan oleh investor dan kelompokkelompo lain daripada oleh kreditor. 3. Perseroan biasanya dianggap lebih permanen sifatnya dan lebuh stabil daripada sebagian besar perusahaan abad ke-19. 4. Luasnya penggunaan beberapa prosedur penilaian seperti LIFO, membuat rasio modal kerja kurang berarti dibandingkan sebelumnya. 5. Permintaan kreditor dan pihak-pihak lain akan rasio modal kerja yang “menguntungkan” memaksa manajemen untuk mengambil tindakan-tindakan tertentu, seperti pembayaran kewajiban lancar menjelang tanggal neraca, dan menekankan akuntan agar mengizinkan reklasifikasi agar modal kerja tampak menguntungkan, walaupun dengan cara itu, operasi dan solvabilitas perusahan tidak terpengaruh. 6. Badan usaha menjadi sangat kompleks, sehingga tidak ada rasio modal kerja yang ditetapkan sebelumnya yang bisa dianggap perlu untuk mencapai solvabilitas yang memadai. Semakin banyaknya perusahaan yang memasuki industri jasa membuat solvabilitas perusahaan tidak begitu tergantung pada sumberdaya yang diklasifikasikan sebagai lancar.

Related Documents


More Documents from "Prof. DR. H. Imam Suprayogo"