Laporan Pengamatan Sayatan Batuan Karbonat.docx

  • Uploaded by: Bintang Rajasanegara
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Laporan Pengamatan Sayatan Batuan Karbonat.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,762
  • Pages: 23
LAPORAN PENGAMATAN SAYATAN BATUAN KARBONAT GL5142 PETROGRAFI RESERVOIR

Oleh BINTANG RAJASANEGARA NIM: 22018002

PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK GEOLOGI INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG MARET 2019

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Batuan karbonat merupakan salah satu batuan reservoir dengan potensial cadangan tersimpan sangat besar yang saat ini mulai mendominasi industri perminyakan menyaingi reservoir silisiklastik pada umumnya yaitu batupasir. Jumlah lapangan migas dengan reservoir utama batuan karbonat yang telah terbukti menyimpan cadangan dengan jumlah yang signifikan sudah mencapai 60% dari seluruh reservoir di dunia. Dominasi batuan karbonat sebagai reservoir hidrokarbon mulai menimbulkan peningkatan studi terkait karakteristik dan keunikan batuan karbonat serta potensinya sebagai reservoir mulai dari fasies pengendapan, diagenesis serta aspek dinamisnya seperti aliran fluida, tipe pori dan pengaruh kemas batuan terhadap performa reservoir baik secara megaskopis maupun mikroskopis. Salah satu subjek penelitian mengenai karbonat yang sering dilakukan adalah terkait karakteristik mikroskopis batuan karbonat Batuan karbonat memiliki karakteristik yang sangat unik dibandingkan batuan sedimen yang lain khususnya secara mikroskopis. Pengamatan batuan karbonat secara mikroskopis mampu menunjukkan keunikan tersebut yang tercermin pada kemas batuan, komposisi penyusun, struktur sedimen yang muncul, jenis mineral yang hadir serta indikasi diagenesis yang sudah dialami oleh batuan tersebut. Beberapa faktor yang muncul tersebut mampu menjelaskan beberapa hal seperti fasies pengendapan, lingkungan diagenesis, paragenesis batuan karbonat dan faktor geodinamik yang lain. Pengetahuan mengenai faktor tersebut sangat penting dalam studi karakterisasi reservoir karena kualitas reservoir sangat ditentukan oleh karakteristik batuannya. Oleh karena itu, pengamatan mikroskopis yang detil akan berkontribusi sangat besar dalam mengetahui kualitas reservoir baik dalam tahapan eksplorasi ataupun pengembangan lapangan.

I.2 Maksud dan Tujuan Tujuan dari pengamatan petrografi matakuliah Petrografi Reservoir adalah sebagai berikut: 1. Menganalisis tekstur, struktur, komposisi dan jenis batuan dari sampel sayatan batuan

2. Menganalisis indikasi diagenesis dan tingkat diagenesis yang terjadi pada sampel sayatan batuan 3. Menganalisis kualitas sampel sayatan batuan terhadap performa reservoir

I.3 Metode Analisis Metode penelitian dapat dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu: a.

Tahap pengamatan sayatan tipis, mencakup deskripsi dan penentuan nama batuan secara mikroskopis

b.

Tahap analisis, mencakup analisis mengenai pembentukan batuan dan paragenesis untuk menentukan sejarah diagenesis dan pengaruhnya terhadap kualitas batuan sebagai reservoir hidrokarbon.

c.

Tahap penyusunan laporan, yang memuat hasil pengamatan sayatan tipis dan analisis mengenai tekstur, sejarah diagenesis dan pengaruhnya terhadap kualitas reservoir.

I.4 Sistematika Penulisan Penulisan laporan ini terbagi menjadi lima bab. Bab pertama, yaitu bab pendahuluan, membahas tentang latar belakang, maksud dan tujuan, metode penelitian, dan sistematika penulisan. Bab kedua membahas tentang deskripsi petrografi yang mencakupi tekstur, komposisi penyusun hingga penentuan jenis dan fasies litologi. Bab ketiga membahas tentang analisis diagenesis, mencakup hasil deskripsi petrografi serta interpretasi tahapan dan proses-proses yang terjadi. Bab keempat membahas tentang karakteristik batuan reservoar. Bab kelima membahas tentang kesimpulan dari hasil pengamatan sayatan yang dipaparkan dalam laporan ini.

BAB II ANALISIS PETROGRAFI Pengamatan petrografi dilakukan dengan menggunakan mikroskop polarisator pada Laboratorium Petrografi Reservoir ITB untuk mengetahui mineralogi, identifikasi tekstur, genesis dan jenis litologi, dan analisis diagenesis. Sampe batuan yang akan dianalisis telah diberi larutan blue dye untuk membedakan porositas dengan butiran dan larutan alizarin red s untuk membedakan kalsit dengan dolomit. Analisis petrografi dilakukan pada dua sampel sayatan tipis dengan kode sampel GRH 25 dan PBS 3.

II.1 Sampel GRH 25 II.1.1 Tekstur Batuan Berdasarkan deskripsi sayatan tipis yang dilakukan, sampel GRH 25 memiliki tekstur klastik, terpilah baik-sedang, dan grain-supported dengan kandungan lumpur karbonat diantara butiran. Sampel GRH 25 memiliki persentase butiran sebesar 60% berukuran 10-100 mm yang terdiri dari beberapa komponen bioklastik yang terletak pada matriks batuan. Komponen bioklastik yang hadir berupa foraminifera kecil (15%), foraminifera besar (20%), Echinodermata (10%), alga merah (5%), dan pecahan skeletal (10%) yang tersebar hamper merata di seluruh sampel. Matriks yang hadir sebesar 10% berupa mikrit dan mikrospar sedangkan semen yang hadir diantara butiran berupa semen sparit sebesar 20%. Porositas tampak sebagai hasil diagenesis dan fasies pengendapan berupa porositas intergranular, styloporosity, dan porositas moldic hasil pelarutan dengan persentase total sebesar 10%. II.1.2 Komposisi Penyusun Komposisi penyusun pada sampel GRH 25 secara umum terbagi menjadi 3 yaitu komponen bioklastik, matriks dan semen. Berikut adalah deskripsi masing-masing komponen: Foraminifera kecil (15%) hadir berupa bioklastik dan tersebar merata di seluruh sampel, berukuran sekitar 0,1-0,5 mm, sebagian tampak sudah hancur akibat proses diagenesis, pada bagian dindingnya telah mengalami mikritisasi oleh microbial membentuk selubung berwarna coklat.

Foraminifera besar (20%) yaitu Lepidocyclina yang hadir berupa bioklastik, tersebar di beberapa bagian sampel, berukuran sekitar 1-2 mm, pada beberapa bagian tampak sudah hancur akibat proses pembebanan, telah mengalami proses mikritisasi oleh microbial sehingga pada bagian dindingnya menghasilkan selubung berwarna coklat, beberapa bagian kamarnya sudah mengalami pelarutan sehingga membentuk porositas sekunder. Echinodermata (10%) hadir berupa bioklastik dan beberapa berupa skeletal, tersebar secara local, berukuran sekitar 5-10 mm, pada beberapa bagian sudah hancur akibat proses pembebanan, telah mengalami proses mikritisasi oleh microbial sehingga pada bagian dindingnya menghasilkan selubung berwarna coklat, beberapa bagian tubuhnya sudah mengalami pelarutan sehigga membentuk porositas sekunder. Alga merah (5%) hadir berupa skeletal, tesebar secara local, berukuran sekitar 2-4 mm, pada bagian sisi tubuhnya telah hancur dan menghasilkan porositas sekunder, dindingnya sudah diselimuti oleh selubung coklat hasil dari aktifitas mikritisasi. Pecahan Skeletal (10%) hadir merata pada seluruh bagian sampel, berukuran sangat bervariasi dari 1-10 mm, beberapa menunjukkan bagian utuh asalnya namun sisanya tidak dapat diidentifikasi dengan jelas kondisi awalnya. Matriks (10%) hadir mengisi rongga diantara butiran, terdiri dari mikrit Semen (20%) hadir baik diantara rongga antarbutiran ataupun di dalam butiran mengisi rongga akibat proses pelarutan Porositas (10%) yang terlihat tampak dengan ukuran yang bervariasi mulai dari kecil hingga sedang, terdiri dari porositas interkristalin, moldic dan stylo-porosity. II.1.3 Penentuan Mikrofasies dan Fasies Pengendapan Penentuan mikrofasies batuan karbonat pada sampel GRH 25 dilakukan berdasarkan klasifikasi Dunham (1962) sebagai berikut.

Gambar II.1 Penamaan batuan berdasarkan tekstur pengendapan yang tampak menurut klasifikasi Dunham (1962)

Berdasarkan hasil pengamatan yang mencakup komponen penyusun dan semen serta mengacu pada klasifikas Dunham (1962), sampel batuan yang diamati dengan kode GRH 25 memiliki komponen bioklastik yang didominasi oleh foraminifera besar (20%) dan foraminifera kecil (15%) serta persentase matriks dan semen yang relative besar (matriks 10%, semen 20%). Maka dari itu, sampel GRH 25 termasuk ke dalam Large Benthic Foraminiera Packstone (LBF Packstone).

Gambar II.2 Rangkuman litofasies yang mencirikan masing-masing sabuk fasies berdasarkan variasi komposisinya (Nugroho, 2016)

Penentuan fasies pengendapan batuan karbonat dilakukan berdasarkan rangkuman litofasies yang disusun oleh Nugroho (2016) yang mengacu pada variasi komposisi penyusun batuan karbonat. Komponen penyusun tersebut memiliki karakteristik tersendiri yang mencirikan asosiasi fasies pengendapan tertentu diantaranya Platform Margin Reef, Platform Interior, Carbonte Platform Top, Foreslope dan Basin Margin. Berdasarkan analisis komponen penyusun pada sampel GRH 25, fasies pengendapannya termasuk dalam asosiasi fasies Platform Margin Reef. Hal ini disebabkan oleh komponen penyusun litofasies ini yang didominasi oleh foraminifera bentonik dengan bentuk yang masih utuh. Kenampakan bioklastik yang masih utuh menunjukkan bahwa litofasies ini termasuk resisten terhadap agitasi gelombang air laut.

II.2 Sampel PBS 3 II.2.1 Tekstur Batuan Berdasarkan deskripsi sayatan tipis yang dilakukan, sampel PBS 3 memiliki tekstur klastik, terpilah baik-sedang, dan grain-supported dengan kandungan lumpur karbonat diantara butiran. Sampel PBS 3 memiliki persentase butiran sebesar 70% berukuran 1 mm hingga > 1 cm yang terdiri dari beberapa komponen bioklastik yang terletak pada matriks batuan. Komponen

bioklastik yang hadir berupa foraminifera kecil (10%), foraminifera besar (30%), moluska (10%), bryozoan (5%), Echinodermata (5%), alga merah (5%), dan pecahan skeletal (5%) yang tersebar hampir merata di seluruh sampel. Matriks yang hadir sebesar 5% berupa mikrit dan mikrospar sedangkan semen yang hadir diantara butiran berupa semen sparit sebesar 10%. Porositas tampak sebagai hasil diagenesis dan fasies pengendapan berupa porositas intergranular, intragranular, styloporosity, dan porositas moldic hasil pelarutan dengan persentase total sebesar 10%.

II.2.2 Komposisi Penyusun Komposisi penyusun pada sampel PBS 3 secara umum terbagi menjadi 3 yaitu komponen bioklastik, matriks dan semen. Berikut adalah deskripsi masing-masing komponen: Foraminifera kecil (10%) hadir berupa bioklastik dan tersebar merata di seluruh sampel, berukuran sekitar 0,1-0,5 mm, sebagian tampak sudah hancur akibat proses diagenesis, pada bagian dindingnya telah mengalami mikritisasi oleh microbial membentuk selubung berwarna coklat. Foraminifera besar (30%) yaitu Lepidocyclina dan Assilina yang hadir berupa bioklastik, tersebar di beberapa bagian sampel, berukuran sekitar 1-2 mm, pada beberapa bagian tampak sudah hancur akibat proses pembebanan, telah mengalami proses mikritisasi oleh microbial sehingga pada bagian dindingnya menghasilkan selubung berwarna coklat, beberapa bagian kamarnya sudah mengalami pelarutan sehingga membentuk porositas sekunder. Moluska (10%) hadir berupa bioklastik dan beberapa sudah hancur akibat proses diagenesis, tersebar secara local dan berukuran sekitar 5-10 mm, pada bagian dindingnya sudah mengalami mikritisasi sehingga membentuk selubung berwarna coklat, beberapa bagian pada kamarnya sudah mengalami proses pelarutan sehingga membentuk porositas sekunder berupa moldic. Bryozoa (10%) hadir berupa bioklastik, berukuran 10-20 mm, tersebar secara local, pada bagian dindingnya sudah mengalami mikritisasi sehingga membentuk selubung berwarna coklat, beberapa bagian pada kamarnya sudah mengalami proses pelarutan sehingga membentuk porositas sekunder berupa moldic. Echinodermata (5%) hadir berupa bioklastik dan beberapa berupa skeletal, tersebar secara local, berukuran sekitar 5-10 mm, pada beberapa bagian sudah hancur akibat proses pembebanan, telah

mengalami proses mikritisasi oleh microbial sehingga pada bagian dindingnya menghasilkan selubung berwarna coklat, beberapa bagian tubuhnya sudah mengalami pelarutan sehigga membentuk porositas sekunder. Alga merah (5%) hadir berupa skeletal, tesebar secara local, berukuran sekitar 2-4 mm, pada bagian sisi tubuhnya telah hancur dan menghasilkan porositas sekunder, dindingnya sudah diselimuti oleh selubung coklat hasil dari aktifitas mikritisasi. Pecahan Skeletal (5%) hadir merata pada seluruh bagian sampel, berukuran sangat bervariasi dari 1-10 mm, beberapa menunjukkan bagian utuh asalnya namun sisanya tidak dapat diidentifikasi dengan jelas kondisi awalnya. Matriks (5%) hadir mengisi rongga diantara butiran, terdiri dari mikrit Semen (10%) hadir baik diantara rongga antarbutiran ataupun di dalam butiran mengisi rongga akibat proses pelarutan Porositas (10%) yang terlihat tampak dengan ukuran yang bervariasi mulai dari kecil hingga sedang, terdiri dari porositas intergranular, intragranular, stylo-porosity, dan porositas moldic.

II.2.3 Penentuan Mikrofasies dan Fasies Pengendapan Berdasarkan hasil pengamatan yang mencakup komponen penyusun dan semen serta mengacu pada klasifikas Dunham (1962), sampel batuan yang diamati dengan kode PBS 3 memiliki komponen bioklastik yang didominasi oleh foraminifera besar (30%) dan foraminifera kecil (10%) serta persentase matriks dan semen yang relative besar (matriks 5%, semen 10%). Maka dari itu, sampel PBS 3 termasuk ke dalam Large Benthic Foraminiera Grainstone (LBF Grainstone). Hasil analisis fasies pengendapan berdasarkan Nugroho (2016) pada sampel PBS 3 menunjukkan bahwa sampel batuan termasuk dalam asosiasi fasies Platform Interior. Hal ini tercermin dari komposisi penyusunnya yang berupa foraminifera bentonik dan foraminifera planktonic yang melimpah. Selain itu, kandungan foraminifera planktonic yang melimpah juga mengindikasikan bahwa litofasies ini tumbuh pada lingkungan dengan arus yang relative tenang. Kenampakan pecahan skeletal yang relative banyak juga menunjukkan bahwa asosiasi fasies Platform Interior merupakan tempat berkumpulnya rombakan hasil agitasi air laut dibagian Platform Margin Reef.

BAB III ANALISIS DIAGENESIS

Diagenesis merupakan proses yang terjadi setelah proses sedimentasi pada suatu batuan meliputi proses kimia maupun fisika, namun perubahan ini bukan yang disebabkan oleh perubahan suhu maupun tekanan (metamorfisme) (Scholle dan Ulmer-Scholle, 2003). Menurut Choquette & Pray (1970), ada tiga tahapan diagenesis yakni tahap Eogenesis, Mesogenesis, dan Telogenesis. Tahap Eogenesis secara geologi bersifat umum terjadi pada tahap awal di dekat permukaan, Mesogenesis berlangsung dalam waktu lama di bawah permukaan dan mengalami penimbunan yang lebih dalam, sedangkan Telogenesis adalah proses tahap lanjut yang terjadi lagi di dekat permukaan setelah batuan yang tertimbun mengalami mesogenesis dan tererosi. Diagenesis meliputi proses fisika dan kimia. Diagenesis secara fisika meliputi bioturbasi dan kompaksi. Sedangkan secara kimia yaitu sementasi, pelarutan (dissolution), penggantian (replacement), rekristalisasi, dan generasi hidrokarbon (Boggs, 1992).

III.1 Proses Diagenesis III.1.1 Mikritisasi Proses mikritisasi merupakan salah satu indikasi diagenesis yang terjadi di lingkungan marine pada awal proses diagenesis. Proses ini diakibatkan oleh adanya aktifitas microbial yang membuat galian (boring) pada bagian dinding komponen bioklastik sehingga menyebabkan terbentuknya selubung berwarna coklat yang mengelilingi dinding butiran. Pada sampel batuan GRH 25 dan PBS 3 tampak bahwa proses mikritisasi terjadi sangat aktif sehingga pada bagian dinding bioklastik terselubungi oleh selaput coklat. Proses mikritisasi tampak pada ilustrasi berikut.

Gambar III.1 Proses mikritisasi yang terjadi pada sampel batuan GRH 25 dan PBS 3 tampak menyelubungi komponen bioklastik pada sayatan

III.1.2 Sementasi Proses sementasi merupakan salah satu penciri lingkungan diagenesis marine dimana arus laut masih tenang sehingga menjadi tempat yang favorable untuk mengendapkan semen karbonat. Kenamapakan sementasi pada sampel batuan tampak pada kedua sampel seperti gambar berikut.

Gambar III.2 Proses sementasi yang terjadi pada kedua sampel batuan menunjukkan adanya semen yang mengisi rongga akibat proses diagenesis

III.1.3 Dolomitisasi Proses dolomitisasi adalah proses perubahan kalsit menjadi dolomit akibat adanya perubahan keseimbangan lingkungan sehingga mineral kalsit yang kurang resisten berubah menjadi dolomit. Proses ini biasanya mencirikan lingkungan diagenesis yang berada pada tahap mesogenesis. Kenampakan proses dolomitisasi dapat dikenali melalui sayatan yang sudah diberi larutan alizarin red s untuk membedakan mineral kalsit dengan dolomit. Proses dolomitisasi dapat dikenali melalui gambar berikut.

Gambar III.3 Proses dolomitisasi yang terekam pada sayatan dengan larutan alizarin red s yang dapat membedakan mineral kalsit dan dolomit

III.1.4 Pelarutan Proses pelarutan merupakan kejadian larutnya suatu mineral sebagai respon terhadap ketidakseimbangan temperature dan tekanan pada lingkungan diagenesis sehingga membentuk porositas sekunder. Proses ini terjadi sebagai akibat dari batuan karbonat yang mengalami eksposure terhadap lingkungan meteoric sehingga mineral kalsit tidak stabil dan larut setelah mengalami interaksi dengan temperature dan tekanan permukaan. Proses ini banyak terjadi pada komponen bioklastik sehingga menghasilkan ruang pori sekunder yang berguna dalam penyimpanan hidrokarbon.

Gambar III.4 Proses pelarutan yang terjadi di dalam komponen bioklastik dan membentuk porositas sekunder bertipe moldic

III.1.5 Kompaksi Proses kompaksi merupakan salah satu proses diagenesis yang terjadi di lingkungan burial dimana batuan karbonat mengalami pembebanan sehingga mampu menghasilkan struktur yang khas dalam lingkungan ini yaitu stylolite. Stylilote atau dissolution pressure merupakan salah satu respon batuan karbonat terhadap pembebanan dimana ruang pori terdesak sehingga larutan yang berada diantara pori tertekan dan membentuk suatu kontak suture dan berwarna kehitaman. Kontak suture yang terbentuk mengindikasikan adanya pengurangan ruang antar pori sehingga butiran akan semakin terdesak dan saling menekan satu sama lain. Proses kompaksi terekam dengan jelas pada sampel batuan dan tercerminkan pada gambar berikut.

Gambar III.5 Proses kompaksi yang dicirikan oleh terbentuknya stylolite pada kedua sampel batuan.

III.1.6 Penggantian Proses penggantian atau replacement merupakan salah satu indikasi diagenesis yang mudah dikenali di batuan karbonat melalui munculnya suatu mineral pada rongga yang tersedia. Proses ini mencirikan adanya perubahan lingkungan diagenesis sehingga mineral yang tidak resisten akan larut dan tergantikan oleh mineral lain yang lebih stabil. Salah satu proses penggantian yang mudah teramati adalah terbentuknya mineral kalsit pada rongga yang sebelumnya terisi oleh mineral lain. Kenampakannya dapat teramati pada gambar berikut.

Gambar III.6 Proses penggantian yang menunjukkan adanya mineral kalsit pada rongga yang kosong

III.2 Analisis Paragenesis Batuan Karbonat Analisis paragenesis batuan karbonat merupakan analisis untuk mengetahui urutan proses diagenesis batuan karbonat yang teramati melalui indikasi diagenesis seperti proses kompaksi, penggantian, dolomitisasi, pelarutan dan sebagainya. Melalui indikasi diagenesis tersebut, dapat ditafsirkan bagaimana urutan proses diagenesis yang terjadi melalui prinsip potong memotong atau cross cutting antar indikasi diagenesis. Berdasarkan analisis tersebut, paragenesis dapat disusun sehingga dapat diketahui sejarah diagenesis sampel batuan dari awal terendapkan hingga saat ini. Analisis paragenesis dilakukan pada beberapa sayatan sampel untuk mengetahui urutan proses diagenesisnya. Berikut ini adalah paragenesis sampel batuan karbonat yang telah disusun berdasarkan hokum potong memotong.

Gambar III.7 Sampel batuan GRH 25 yang mampu menunjukkan urutan proses diagenesis yang telah terjadi sejak awal pegendapan hingga saat ini

Sayatan sampel batuan GRH 25 seperti yang ditunjukkan sebelumnya merupakan salah satu contoh sampel yang mampu menunjukkan paragenesis batuan karbonat. Proses diagenesis

diawali dengan sementasi yaitu terbentuknya semen yang mengisi ruang diantara pori. proses ini terjadi di lingkungan marine. Selanjutnya, batuan karbonat memasuki lingkungan meteoric vadose dimana batuan karbonat mengalami kontak dengan kondisi meteoric sehingga menyebabkan terjadinya pelarutan. Proses pelarutan terjadi pada komponen bioklastik sehingga kamar-kamar yang sebelumnya terisi oleh mineral kalsit atau bahkan semen telah larut dan menghasilkan porositas sekunder berupa porositas moldic. Selanjutnya batuan karbonat memasuki lingkungan yang lebih dalam yaitu meteoric phreatic dan dicirikan oleh adanya proses rekristalisasi yang mengisi rongga akibat pelarutan. Selain itu, terjadi juga proses dolomitisasi yaitu perubahan kalsit menjadi dolomit. Selanjutnya di tahap akhir diagenesis, batuan karbonat memasuki lingkungan yang lebih dalam dan mengalami pembebanan sehingga terbentuk stilolit sebagai respon batuan terhadap tekanan yang berlebih. Di tahap akhir diagenesis, batuan karbonat sempat memasuki lingkungan yang lebih dangkal sehingga sempat terbentuk rekristalisasi dan menghasilkan mineral kalsit yang mengisi rongga diantara stilolit yang ada.

Gambar III.8 Rekahan yang terbentuk mengalami pelarutan dan rekristalisasi sehingga membentuk mineral baru didalam rekahan tersebut.

BAB IV ANALISIS KARAKTERISTIK BATUAN RESERVOAR

Berdasarkan analisis yang sudah dilakukan pada kedua sampel batuan, terdapat beberapa karakteristik yang dapat mempengaruhi kualitas batuan karbonat sebagai reservoir hidrokarbon. Karakteristik tersebut mencakup tekstur sebagai produk dari fasies pengendapan dan alterasi diagenesis dan property kualitas reservoir seperti porositas dan permeabilitas. Berikut akan dijelaskan lebih lanjut. Secara tekstur, sampel batuan baik GRH 25 dan PBS 3 merupakan batuan karbonat klastik yang grain supported dengan komposisi penyusun didominasi oleh komponen bioklastik seperti foraminifera besar dan foraminifera kecil. Sebagai akibat dari tekstur grain supported, sampel batuan hanya memiliki persentase semen yang relative sedikit yaitu < 20%. Hal ini merupakan salah satu karakteristik yang penting bagi reservoir karena apabila batuan karbonat tersebut mud supported, maka kualitasnya sebagai reservoir akan relative lebih buruk dibandingkan grain supported. Hal ini beralasan sebab dengan komposisi penyusun yang didominasi oleh komponen bioklastik dan beberapa skeletalnya, karakteristik ini akan berpotensi leibh mudah mengalami proses diagenesis yang memacu terbentuknya porositas sekunder yaitu proses pelarutan. Proses pelarutan yang terjadi pada kedua sampel berhasil membentuk porositas sekunder sepert moldic dan intragranular yang secara tidak langsung menambah ruang pori dalam menyimpan hidrokarbon. Ruang pori yang terbentuk didalam kamar komponen bioklastik tersebut biasanya berukuran lebih besar dibandingkan ruang pori yang terbentuk selama pengendapan sehingga hal ini akan berdampak secara signifikan pada karakteristik reservoir yang akan dibahas selanjutnya yaitu kualitas reservoir. Selanjutnya, secara umum kedua sampel batuan sudah mengalami proses pelarutan yang sudah dibahas sebelumnya. Hal ini berdampak pada berkembangnya porositas sekunder. Porositas sekunder inilah yang sebenarnya berkontribusi banyak dalam kualitas reservoir karbonat. Secara umum, porositas sekunder yang terbentuk biasanya berukuran lebih besar dan lebih berpotensi menyimpang hidrokarbon. Selain itu, terbentuknya rongga sekunder tersebut juga berkontribusi dalam peningkatan angka permeabilitas batuan karbonat. Maka dari itu, batuan karbonat yang memiliki porositas sekunder yang banyak dengan tipe tertentu seperti moldic dan vuggy atau styloporosity, akan menjadi tempat yang berpotensi dituju oleh hidrokarbon untuk diisi.

BAB V KESIMPULAN Berdasarkan analisis petrografi, analisis diagenesis dan paragenesisnya serta analisis kualitas reservoir batuan karbonat, dapat disimpulkan beberapa hal yaitu: 1. Sampel GRH 25 merupakan litofasies Large Benthic Foraminifera Packstone (Dunham, 1962) dan termasuk asosiasi fasies Platform Margin Reef (Nugroho, 2016) sedangkan sampel PBS 3 merupakan litofasies Large Benthic Foraminifera Grainstone (Dunham, 1962) dan termasuk asosiasi fasies Platform Interior (Nugroho, 2016). 2. Indikasi diagenesis yang muncul pada kedua sampel menunjukkan adanya beberapa proses diagenesis seperti sementasi, mikritisasi, dolomitisasi, pelarutan, penggantian dan pembebanan. Proses tersebut mencirikan lingkungan diagenesis yang berbeda yaitu lingkungan marine, lingkungan meteoric phreatic, lingkungan meteoric vadose dan lingkungan burial. Analisis paragenesis memberikan urutan diagenesis yang diawali oleh proses sementasi, mikritisasi, pelarutan, rekristalisasi, dolomitisasi, pembebanan, pelarutan dan diakhiri oleh sementasi/rekristalisasi. 3. Kualitas reservoir batuan karbonat pada kedua sampel termasuk kategori baik karena didukung oleh dua karakteristik yaitu tekstur batuan karbonat dan property kualitas reservoir yang mencakup porositas dan permeabilitas. Paragenesis yang terjadi menyebabkan peningkatan nilai porositas dan permeabilitas yang menjadikan sampel sebagai reservoir dengan kualitas yang baik.

Lampiran I Analisis Petrografi GRH 25 Foraminifera kecil (15%) hadir berupa bioklastik dan tersebar merata di seluruh sampel, berukuran sekitar 0,1-0,5 mm, sebagian tampak sudah hancur akibat proses diagenesis, pada bagian dindingnya telah mengalami mikritisasi oleh microbial membentuk selubung berwarna coklat. Foraminifera besar (20%) yaitu Lepidocyclina yang hadir berupa bioklastik, tersebar di beberapa bagian sampel, berukuran sekitar 1-2 mm, pada beberapa bagian tampak sudah hancur akibat proses pembebanan, telah mengalami proses mikritisasi oleh microbial sehingga pada bagian dindingnya menghasilkan selubung berwarna coklat, beberapa bagian kamarnya sudah mengalami pelarutan sehingga membentuk porositas sekunder. Echinodermata (10%) hadir berupa bioklastik dan beberapa berupa skeletal, tersebar secara local, berukuran sekitar 5-10 mm, pada beberapa bagian sudah hancur akibat proses pembebanan, telah mengalami proses mikritisasi oleh microbial sehingga pada bagian dindingnya menghasilkan selubung berwarna coklat, beberapa bagian tubuhnya sudah mengalami pelarutan sehigga membentuk porositas sekunder. Alga merah (5%) hadir berupa skeletal, tesebar secara local, berukuran sekitar 2-4 mm, pada bagian sisi tubuhnya telah hancur dan menghasilkan porositas sekunder, dindingnya sudah diselimuti oleh selubung coklat hasil dari aktifitas mikritisasi. Pecahan Skeletal (10%) hadir merata pada seluruh bagian sampel, berukuran sangat bervariasi dari 1-10 mm, beberapa menunjukkan bagian utuh asalnya namun sisanya tidak dapat diidentifikasi dengan jelas kondisi awalnya. Matriks (10%) hadir mengisi rongga diantara butiran, terdiri dari mikrit Semen (20%) hadir baik diantara rongga antarbutiran ataupun di dalam butiran mengisi rongga akibat proses pelarutan Porositas (10%) yang terlihat tampak dengan ukuran yang bervariasi mulai dari kecil hingga sedang, terdiri dari porositas interkristalin, moldic dan stylo-porosity.

Sayatan Paralel Nicol

Sayatan Cross Nicol

PBS 3 Foraminifera kecil (10%) hadir berupa bioklastik dan tersebar merata di seluruh sampel, berukuran sekitar 0,1-0,5 mm, sebagian tampak sudah hancur akibat proses diagenesis, pada bagian dindingnya telah mengalami mikritisasi oleh microbial membentuk selubung berwarna coklat. Foraminifera besar (30%) yaitu Lepidocyclina dan Assilina yang hadir berupa bioklastik, tersebar di beberapa bagian sampel, berukuran sekitar 1-2 mm, pada beberapa bagian tampak sudah hancur akibat proses pembebanan, telah mengalami proses mikritisasi oleh microbial sehingga pada bagian dindingnya menghasilkan selubung berwarna coklat, beberapa bagian kamarnya sudah mengalami pelarutan sehingga membentuk porositas sekunder. Moluska (10%) hadir berupa bioklastik dan beberapa sudah hancur akibat proses diagenesis, tersebar secara local dan berukuran sekitar 5-10 mm, pada bagian dindingnya sudah mengalami mikritisasi sehingga membentuk selubung berwarna coklat, beberapa bagian pada kamarnya sudah mengalami proses pelarutan sehingga membentuk porositas sekunder berupa moldic. Bryozoa (10%) hadir berupa bioklastik, berukuran 10-20 mm, tersebar secara local, pada bagian dindingnya sudah mengalami mikritisasi sehingga membentuk selubung berwarna coklat, beberapa bagian pada kamarnya sudah mengalami proses pelarutan sehingga membentuk porositas sekunder berupa moldic. Echinodermata (5%) hadir berupa bioklastik dan beberapa berupa skeletal, tersebar secara local, berukuran sekitar 5-10 mm, pada beberapa bagian sudah hancur akibat proses pembebanan, telah mengalami proses mikritisasi oleh microbial sehingga pada bagian dindingnya menghasilkan selubung berwarna coklat, beberapa bagian tubuhnya sudah mengalami pelarutan sehigga membentuk porositas sekunder. Alga merah (5%) hadir berupa skeletal, tesebar secara local, berukuran sekitar 2-4 mm, pada bagian sisi tubuhnya telah hancur dan menghasilkan porositas sekunder, dindingnya sudah diselimuti oleh selubung coklat hasil dari aktifitas mikritisasi. Pecahan Skeletal (5%) hadir merata pada seluruh bagian sampel, berukuran sangat bervariasi dari 1-10 mm, beberapa menunjukkan bagian utuh asalnya namun sisanya tidak dapat diidentifikasi dengan jelas kondisi awalnya.

Matriks (5%) hadir mengisi rongga diantara butiran, terdiri dari mikrit Semen (10%) hadir baik diantara rongga antarbutiran ataupun di dalam butiran mengisi rongga akibat proses pelarutan Porositas (10%) yang terlihat tampak dengan ukuran yang bervariasi mulai dari kecil hingga sedang, terdiri dari porositas intergranular, intragranular, stylo-porosity, dan porositas moldic.

Sayatan Paralel Nicol

Sayatan Cross Nicol

Related Documents


More Documents from "wina partiwi"