Laporan Penelitian Dosen Hermus 1.docx

  • Uploaded by: anjelina anselmus
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Laporan Penelitian Dosen Hermus 1.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 7,783
  • Pages: 38
LAPORAN PENELITIAN DOSEN

PELAKSANAAN PENDIDIKAN KARAKTER ANAK USIA DINI PADA TK YOS SUDARSO MAUMERE

NAMA : HERMUS HERO NIDN : 08210977230

UNIVERSITAS NUSA NIPA MAUMERE 2015

1

HALAMAN PENGESAHAN PENELITIAN DOSEN

Judul Penelitian

: Pelaksanaan Pendidikan Karakter Anak Usia Dini Sudarso Maumere

Pada TK Yos

Kode/Nama Rumpun Ilmu

: 562/Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Peneliti: a. Nama Lengkap

: Hermus Hero,S.Ag,M.Pd

b. NIDN

:

c. Jabatan Fungsional

: Asisten Ahli

d. Program Studi

: Pendidikan Guru Sekolah Dasar

e. No Hp

: 08210977230

f. Alamat em@il

:

g. Perguruan Tinggi

: Universitas Nusa Nipa

h. Biaya Penelitian

: Yayasan Pendidikan Tinggi Nusa Nipa

Mengetahui Dekan Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan

Maumere,

Mei 2015

Peneliti

Agus Lego Muda, S.Pd,M.Pd

Hermus Hero,S.Ag,M.Pd NIDN: 08210977230 Menyetujui Ketua LPPM

Benediktus Toki,S.Km,M.Kes NIDN: 0831125511

2

RINGKASAN Pendidikan karakter anak usia dini dipandang memiliki kontribusi besar untuk membangun kemajuan bangsa. Permasalahan yang ada adalah pendidikan karakter bagi anak usia dini masih belum ditangani secara serius oleh para pendidik khususnya orang tua dan guru. Melalui pendekatan deskriptif kualitatif, peneliti merumuskan hasil temuan bahwa pendidikan karakter anak usia dini di TK Yos Sudarso telah terlaksana. Hal terpenting yang harus dievaluasi kembali adalah pembaharuan dan pemaknaan esensi dari pendidikan karakter bagi anak usia dini agar tindakan yang dilakukan anak memiliki makna lebih mendalam. Oleh karena itu Yayasan Yos Sudarso harus semakin mempertajam visi dan misi serta merancang model pendidikan karakter anak usia dini untuk menghasilkan generasi berkarakter bangsa Indonesia.

3

PRAKATA Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala rahmat dan berkat yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyusun Laporan Penelitian Dosen. Penyusunan

Laporan

akhir

penelitian

ini

dimaksudkan

sebagai

wujud

pertanggungjawaban peneliti terhadap UNIVERSITAS. Laporan kemajuan penelitian ini disusun berdasarkan hasil peninjauan yang penulis lakukan dan berdasarkan data analisis yang dilakukan pada TK Yos Sudarso. Dalam penyusunan Laporan akhir penelitian ini, penulis banyak memperoleh bantuan, bimbingan serta saran-saran dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Yayasan Pendidikan Tinggi Nusa Nipa Maumere yang telah memberikan motivasi, bantuan baik material maupun spiritual sehingga penelitian ini bisa terlaksana. 2. Rektor universitas Nusa Nipa Maumere yang telah memotivasi penulis untuk melakukan penelitian 3. Kepala Pusat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat UNIPA yang telah memotivasi dengan kegiatan-kegiatan yang mendukung penelitian para dosen. 4. Kepala TK Yos Sudarso yang telah memberikan ijin penelitian. Akhir kata semoga bantuan yang diberikan dengan ikhlas mendapatkan balasan dan berkat dari Tuhan Yang Maha Kuasa dan Semoga Laporan Penelitian bermanfaat BAB 1 PENDAHULUAN

Pendidikan karakter merupakan salah satu peran lembaga pendidikan untuk membina generasi muda bangsa agar berperilaku baik dan benar sesuai dengan norma yang berlaku dalam masyarakat. Untuk menghasilkan generasi muda berkarakter sebagaimana dicita-citakan bersama maka peran pendidikan bagi anak usia dini sangat penting sebagai peletak dasar pembentukan diri. Sebagian besar pendidik baik guru maupun orang tua kurang menyadari alasan mendasar dari pendidikan karakter usia dini yang juga disebut sebagai usia emas (the golden age). Pemerintah mengeluarkan kebijakan pendidikan berbasis karakter sejak dini untuk mewujudkan masyarakat yang cerdas dalam berpikir dan berperilaku. Hal itu tercantum dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 58 tahun 2009 tentang Standar Pendidikan Anak Usia Dini dan sudah memasukkan nilai-nilai pembentuk karakter yang menjadi prioritas. Pemberlakuan kebijakan pendidikan dalam kurikulum berbasis karakter didasari oleh 4

penghayatan bahwa pendidikan karakter perlu diberikan di semua jenjang pendidikan. Situasi lain yang juga turut mendorong pemberlakuan kurikulum berbasis karakter ialah adanya degradasi moral bangsa dimulai dari perilaku para pemimpin bangsa, para wakil rakyat sampai ke lapisan masyarakat. Peran PAUD tidak dapat dianggap sederhana sebab proses pembelajaran yang diberikan sejak anak usia dini dapat meningkatkan segi psikososial, psikomotorik, psikokognitif, psikoreligius dan pengembangan diri anak secara holistik. Pentingnya pendidikan anak usia dini, ditegaskan secara hukum oleh Pemerintah Indonesia melalui Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak dan pasal 28 tentang Sistem Pendidikan Nasional serta terbentuknya Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini. Penyelenggaraan PAUD harus lebih berorientasi pada pembelajaran yang berbasis karakter. Proses pembelajaran yang ada harus semakin banyak melibatkan anak melalui aktivitas bermain dan interaksi lain yang memiliki nilai pengembangan karakteristik. Metode bermain juga dapat membantu guru menyampaikan pesanpesan moral dan membentuk karakter anak misalnya pembiasaan budaya antre, jujur, siap menerima kekalahan, dan mental sportivitas, yang sangat efektif bagi perkembangan anak. Hal terpenting adalah guru harus merancang pembelajaran bagi anak usia dini dengan model bermain, sesuai dengan taraf perkembangannya. Melalui bermain anak diajak untuk bereskplorasi, menemukan, memanfaatkan, dan mengambil kesimpulan mengenai benda di sekitarnya (Wiyani & Barnawi, 2012). Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi, maka ada satu tahap perkembangan yang berfungsi kurang baik dan ini tidak akan terlihat secara nyata segera, melainkan baru kelak bila ia sudah menjadi remaja. Pendidikan karakter membutuhkan guru yang berkepribadian baik sehingga mampu memberi teladan bagi anak. Dalam perkataan dan tindakannya anak dapat mencontoh dan memberi penguatan kepada anak untuk berperilaku baik dan benar. Anak sangat membutuhkan guru yang memiliki relasi hangat dan bersahabat serta mampu memberi teladan perilaku dalam pengajaran dan cara hidup seorang guru. Intinya adalah melalui pengajaran dan perilaku hidup guru, anak dapat belajar berkarakter secara baik dan benar. Berdasarkan uraian dalam latar belakang permasalahan di atas, maka rumusan masalah adalah : 1. Bagaimana pelaksanaan pendidikan karakter anak usia dini di TK Yos Sudarso? 2. Bagaimana pengembangan kepribadian guru pendidik karakter anak usia

dini

di

TK

Yos Sudarso? 3. Faktor apa saja yang mendukung dan menghambat pelaksanaan anak usia dini di TK Yos Sudarso?

5

pendidikan

karakter

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendidikan Karakter Karakter melekat dalam pribadi seseorang dan berpengaruh dalam relasi seseorang terhadap Tuhan, diri sendiri maupun sesama. Berikut ini akan diuraikan mengenai definisi karakter dan pendidikan karakter. Karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan (virtues) yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak. Kebajikan terdiri atas sejumlah nilai, moral, dan norma, seperti jujur, berani bertindak, dapat dipercaya, dan hormat kepada orang lain (Pusat Kurikulum, 2010).

6

Menurut Ratna Megawangi (Kesuma, dkk, 2011) pendidikan karakter adalah sebuah usaha untuk mendidik anak-anak agar dapat mengambil keputusan dengan bijak dan mempraktikannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka dapat memberikan kontribusi yang positif kepada lingkungannya. Sementara itu Shofwan (2011) menjelaskan bahwa pendidikan karakter adalah suatu istilah yang menjelaskan berbagai aspek pengajaran dan pembelajaran bagi perkembangan personal. Pendidikan karakter meliputi beberapa area, seperti: “penalaran moral/pengembangan kognitif”, pembelajaran sosial dan emosional”, “pendidikan/kebajikan moral”, “pendidikan keterampilan hidup”, “pendidikan kesehatan”, “pencegahan kekerasan”, “resolusi konflik”, dan “filsafat etik/moral”. Berdasarkan definisi di atas, maka dapat dikatakan bahwa watak, tabiat, akhlak atau kepribadian seseorang dapat terbentuk melalui cara pandang, cara pikir dan sikap yang telah terinternalisasi dalam diri seseorang. Proses internalisasi itu terjadi oleh karena lingkungan sosial dan budaya tertentu yang membentuk pribadi seseorang. Dengan demikian perilaku seseorang sangat ditentukan oleh perilaku sosial masyarakat dan budaya di mana seseorang berada. Pendidikan karakter merupakan tindakan sosial yang berarti berkaitan dengan kehidupan bersama, tidak hanya terkait dengan individu-individu saja. Sebagai tindakan

sosial,

pendidikan

karakter

harus

dilakukan

secara

terus-menerus

dan

dikembangkan dalam berbagai aspek kehidupan tidak terbatas hanya pada beberapa aspek saja. Pendidikan harus membantu dan mengembangkan potensi diri siswa agar memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara (Sumaryati, 2011). 2.2 Hakikat Pendidikan Karakter Mengacu pada pokok-pokok pikiran mengenai pendidikan karakter dalam UU Sisdiknas No 20 Tahun 2003 maka pada dasarnya pendidikan karakter itu menyangkut pola pikir, pola rasa dan pola perilaku yang tercermin dari suatu bangsa. Sebagai bangsa Indonesia 7

maka karakter sebagai warga negara yang baik harus berlandas pada jiwa Pancasila dan Pembukaan UUD 1945. Untuk mendukung penghayatan dan perwujudan cita-cita pembangunan karakter sebagaimana diamanatkan dalam Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 serta mengatasi permasalahan bangsa saat ini, maka Pemerintah menjadikan pendidikan karakter sebagai salah satu program prioritas pembangunan nasional. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) tahun 2005-2015, pendidikan karakter ditempatkan sebagai landasan untuk mewujudkan visi pembangunan nasional, yaitu “mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab berdasarkan falsafah Pancasila” (Pedoman Pendidikan Karakter, 2011). Untuk mewujudkan visi tersebut maka sistem pendidikan nasional semakin gencar mensosialisasikan pelaksanaan pendidikan karakter mulai dari lembaga pendidikan anak usia dini sampai ke jenjang Perguruan Tinggi. Lembaga swadaya masyarakat dan instansi pemerintah juga turut membantu mensukseskan pelaksanaan pendidikan karakter meski masih dalam proses ke arah pembentukan karakter bangsa. Perlu disadari bahwa perwujudan bangsa yang berkarakter bukanlah sebuah perkara mudah untuk mewujudkannya. Membentuk budaya karakter bangsa yang ber-Bhineka Tunggal Ika membutuhkan proses yang lama untuk menjadikannya sebagai bagian budaya hidup masyarakat. Pendidikan karakter bukan sekedar mana yang benar dan mana yang salah melainkan lebih daripada itu, pendidikan karakter harus menanamkan pemahaman yang benar kepada peserta didik dan masyarakat umum agar dapat mengerti, merasakan dan melaksanakan nilai dan keutamaan yang terkandung dari sebuah tindakannya. Diharapkan bahwa perilaku itu harus dipahami dengan baik dan benar agar memiliki dasar yang kuat. Sangat penting memahami sebuah tindakan dalam pendidikan karakter sebab bagaimanapun baiknya perilaku seseorang, namun apabila tidak didasari oleh pemahaman yang benar, maka perilaku tersebut tidak

8

mempunyai dasar yang kuat. Sebaliknya, justru dari pemahaman yang baik seseorang akan terdorong untuk mempunyai perilaku yang baik pula (Azzet, 2011). 2.3 Tujuan, Fungsi dan Media Pendidikan Karakter Mendidik bangsa yang berkarakter sebagaimana dicita-citakan dalam tujuan pendidikan karakter merupakan dambaan seluruh warga bangsa Indonesia. Dikatakan penting sebab pengaruh modernisasi dan globalisasi membawa dampak dalam berbagai aspek hidup manusia. Semakin dirasakannya persaingan antar negara bahkan antar manusia, yang kuat menguasai yang lemah. Jiwa patriotik dan tangguh semakin lemah, mentalitas dan budaya instant, semakin bertambah. Penghayatan iman sebagai masyarakat yang beragama pun kadang kala hanya terbatas formalitas belaka. Iman tidak mewujudnyata namun masih sebatas teori dan pengetahuan saja. Pendidikan karakter diharapkan dapat mengikis budayabudaya yang kurang mendukung pengembangan karakter bangsa dan mampu membangun kembali budaya bangsa yang tangguh dan kuat, beriman dan bertoleransi sehingga tercipta suatu masyarakat dan bangsa yang rukun dan damai sebagaimana cita-cita bangsa yang terkandung dalam Pancasila dan Pembukaan UUD 1945. 2.4 Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Ditinjau dari sejarahnya, Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di Indonesia mulai diperhatikan oleh pemerintah secara sungguh-sungguh sejak 2002. Jika demikian sesungguhnya usia PAUD di Indonesia belum lama. Meskipun demikian kegiatan pengembangan pendidikan Taman Kanak-Kanak sudah dimulai lama sebelum PAUD ada. Partisipasi masyarakat dan dukungan pemerintah yang tinggi mempercepat pengembangan PAUD di Indonesia. Ada beberapa bentuk PAUD yang berkembang di tengah-tengah

9

masyarakat yaitu: a) Taman Kanak-Kanak (Kindergarten); b) Kelompok Bermain (Play Group); c) Taman Penitipan Anak (Day Care); dan d) PAUD sejenis (Similar with Play Group). Dalam tulisan ini peneliti akan meneliti PAUD pada kelompok Taman Kanak-Kanak (usia 4-6) yang juga disebut dengan anak prasekolah. Usia ini disebut sebagai usia emas sebab usia ini sangat menentukan keberhasilan pembentukan diri dan karakter seseorang. Proses yang dilakukan saat ini akan sangat menentukan pribadi seorang anak di masa yang akan datang. Apabila karakter seseorang sudah terbentuk sejak usia dini, ketika dewasa tidak akan mudah berubah meski godaan atau rayuan datang begitu menggiurkan. Dengan adanya pendidikan karakter semenjak usia dini, diharapkan persoalan mendasar dalam dunia pendidikan yang akhir-akhir ini sering menjadi keprihatinan bersama dapat diatasi (Azzet, 2011). Usia dini merupakan masa yang penting sebagai landasan untuk perkembangan pada masa-masa berikutnya. Landasan yang kuat dan kokoh akan menentukan perkembangan pada usia-usia selanjutnya. Menurut Freud dalam Pratisti (2008), masa usia dini harus diberi landasan yang kuat agar terhindar dari gangguan kepribadian atau pun emosi. Lebih lanjut Freud menjelaskan bahwa gangguan-gangguan yang dialami pada masa dewasa dapat ditelusuri penyebabnya dengan melihat kehidupan pada masa anak-anaknya. Pengalaman dan salah asuh pada usia dini, dapat menjadi akumulasi perilaku yang terjadi ketika seorang anak telah menjadi dewasa. 2.5 Karakteristik Perkembangan Anak Usia Dini Untuk menjadi pendidik dan guru yang baik bagi anak usia dini, perlu memahami karakter kepribadian mereka. Hal ini akan membantu dalam mendidik dan mendampingi

10

dengan metode yang tepat sesuai tingkat usia mereka. Sebab pembentukan diri yang tepat pada usia ini akan menentukan perkembangan diri selanjutnya. Sesuai dengan definisi yang dipakai dalam penelitian ini maka peneliti membatasi usia dini pada usia 4-6 tahun. TIM Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI, memberikan uraian mengenai karateristik anak usia 4-6 tahun sebagai berikut: Usia 4 sampai 5 tahun memiliki rasa ingin tahu dan sikap antusias yang kuat. Ia banyak memperlihatkan, membicarakan atau bertanya tentang berbagai hal yang sempat dilihat dan didengarnya. Secara khusus, anak pada usia dini memiliki keinginan yang kuat untuk lebih mengenal tubuhnya sendiri, ia senang dengan nyanyian, permainan dan/atau rekaman yang membuatnya untuk lebih mengenal tubuhnya tersebut. Berkenaan dengan pertumbuhan fisik, anak usia ini masih perlu aktif melakukan berbagai aktivitas. Kebutuhan anak untuk melakukan berbagai aktivitas sangat diperlukan bagi pengembangan otot-otot kecil maupun otot-otot besar. Pengembangan otot-otot kecil terutama diperlukan anak untuk menguasai ketrampilan-ketrampilan dasar akademik, seperti untuk belajar menggambar dan menulis. Usia 5 sampai 6 tahun sering disebut sebagai usia berkelompok. Perkembangan sosialnya ditandai dengan mulai tingginya minat anak terhadap aktivitas teman-teman dan meningkatnya keinginan yang kuat untuk diterima sebagai anggota suatu kelompok. Anak usia ini akan merasa tidak puas jika hanya bermain di rumah atau dengan saudara-saudaranya saja yang ada di lingkungan rumahnya. Sejalan dengan perkembangan ketrampilan fisiknya, anak usia sekitar lima tahun ini semakin berminat pada teman-temannya. Ia mulai menunjukkan hubungan kemampuan kerja sama yang lebih intens dengan teman-temannya. Ia biasanya memilih teman berdasarkan kesamaan aktivitas dan kesenangan. Namun dalam usia ini masih sering terjadi konflik atau berebut sesuatu dengan temannya, karena sifat

11

egosentriknya yang masih melekat. Kualitas dari anak usia ini adalah abilitas, untuk memahami pembicaraan dan pandangan orang lain semakin meningkat, sehingga ketrampilan komunikasinya juga

meningkat.

Penguasaan

akan ketrampilan komunikasi

dapat

menimbulkan rasa senang bagi anak untuk bergaul dan berhubungan dengan orang lain. Selain itu adapun ciri umum dari pribadi anak usia 4 sampai 6 tahun adalah: a) berkaitan dengan perkembangan fisik, anak sangat aktif melakukan berbagai kegiatan. Hal ini bermanfaat untuk mengembangkan otot-otot

kecil maupun besar, b) perkembangan

bahasa juga semakin baik. Anak sudah mampu memahami pembicaraan orang lain dan mampu mengungkapkan pikirannya dalam batas-batas tertentu, c) perkembangan kognitif (daya pikir) sangat pesat, ditunjukkan dengan rasa ingin tahu anak yang luar biasa terhadap lingkungan sekitar. Hal itu terlihat dari seringnya anak menanyakan segala sesuatu yang dilihat, d) bentuk permainan anak masih bersifat individu, bukan permainan sosial. Walaupun aktifitas bermain dilakukan anak secara bersama. 2.6 Hakikat Pendidikan Anak Usia Dini Pendidikan anak usia dini memiliki peran sentral dalam membantu dan mempersiapkan anak-anak sebelum memasuki jenjang pendidikan dasar. Mempersiapkan adalah suatu usaha yang sangat penting karena perlu membina dan mengembangkan seluruh potensi yang ada pada diri anak. Pembinaan dan pengembangan diri yang salah pada usia dini akan mempengaruhi proses pendidikan selanjutnya. Bahkan pendasaran yang tidak kuat dalam pendidikan anak usia dini akan berdampak pada kurangnya gairah anak mengikuti sekolah di pendidikan dasar bahkan ada anak yang putus sekolah. Ada empat pertimbangan pokok pentingnya pendidikan usia dini sebagaimana disebutkan oleh Ahmad, dkk (2009), sebagai berikut:

12

a) b) c) d)

Menyiapkan tenaga manusia yang berkualitas Mendorong percepatan perputaran ekonomi dan rendahnya biaya sosial, karena tingginya produktivitas kerja dan daya tahan Meningkatkan pemerataan dalam kehidupan masyarakat Menolong para orang tua dan anak-anak.

2.7 Tujuan Pendidikan Anak Usia Dini Pendidikan anak usia dini semakin dirasakan peranannya dalam mempersiapkan generasi muda penerus bangsa. Situasi bangsa menuntut adanya pendidikan karakter, membina iman dan moral sejak usia dini. Persoalan bangsa berkaitan dengan moralitas bangsa tidak lepas dari peran para pendidik usia dini. Banyak ahli memandang peran pendidikan anak usia dini sangat fundamental bagi perkembangan individu berikutnya. Ini berarti bahwa banyak hal yang dapat dicapai oleh individu pada periode ini dan akan sangat mempengaruhi pada periode berikutnya. 2.8 Pengembangan Kepribadian Pendidik PAUD Guru membantu peran orang tua dalam mendidik anak. Agar dapat menjalankan fungsi mendidik dengan baik, maka pendidik usia dini harus memiliki kepribadian yang mampu mendidik anak. Sebagaimana disebutkan oleh Hamalik (2003), bahwa guru akan mampu melaksanakan tanggung jawabnya apabila dia memiliki kompetensi yang diperlukan untuk itu. Setiap tanggung jawab memerlukan sejumlah kompetensi. Ada beberapa tanggung jawab yang harus diperhatikan sehubungan dengan kompetensi profesi guru yaitu: a) tanggung jawab moral, b) tanggung jawab dalam bidang pendidikan di sekolah, c) tanggung jawab guru dalam bidang kemasyarakatan.

13

BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN Tujuan dari penelitian ini adalah: 1.

Untuk menjelaskan pelaksanaan pendidikan karakter anak usia dini di TK Yos Sudarso Maumere.

2.

Untuk menjelaskan pengembangan kepribadian guru PAUD dalam pelaksanaan pendidikan karakter anak usia dini di TK SDK Yos Sudarso Maumere. 14

3.

Untuk menjelaskan faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan pendidikan karakter anak usia dini di TK Yos Sudarso Maumere.

A.

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian adalah terdiri dari manfaat teoritis dan manfaat praktis: 1.

Manfaat Teoritis Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka hasil penelitian ini diharapkan berguna sebagai berikut:

a.

Bagi para peneliti pendidikan karakter anak usia dini, penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu acuan dalam meneliti dan mengembangkan lebih lanjut kebijakan pendidikan karakter anak usia dini.

b.

Secara khusus penelitian ini dapat dijadikan sebagai pedoman bagi pemerintah masyarakat dalam mematangkan kebijakan pendidikan

2.

dan

karakter anak usia dini.

Manfaat Praktis Manfaat praktis dari penelitian mengenai pendidikan karakter anak usia dini adalah: a. Bagi Diknas Kota Maumere, Pengawas TK/SD, dan UPTD, agar

mendapatkan

gambaran mengenai pelaksanaan pendidikan karakter anak

usia dini di TK Yos

Sudarso Maumere, serta menemukan upaya yang tepat untuk

pengembangan

pendidikan karakter anak usia dini. b. Bagi sekolah dan yayasan,

15

dan

agar penelitian ini menjadi pedoman dan masukan dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan karakter anak dalam mencapai generasi muda yang cerdas dan berkarakter.

BAB IV METODELOGI PENELITIAN 4.1 Pendekatan dan Perspektif Penelitian Penelitian ini hendak mengkaji pelaksanaan pendidikan karakter bagi anak usia dini serta problematika yang terjadi. Berdasarkan analisa yang akan dibahas maka penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Disebut pendekatan deskriptif kualitatif sebab

16

peneliti akan menganalisa pelaksanaan pendidikan karakter dan menghasilkan penemuan penelitian dan mendeskripsikan dalam bentuk kata-kata. 4.2 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan mengambil lokasi penelitian di TK Yos Sudarso. 4.3 Metode Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti untuk memperoleh informasi sesuai dengan rumusan masalah yakni wawancara, observasi, dan analisis dokumen. Wawancara sebagai teknik pengumpulan data utama dilakukan untuk mengumpulkan data tentang pelaksanaan pendidikan karakter dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Observasi dilakukan untuk memperoleh informasi pendukung tentang bentuk dan pelaksanaan kegiatan pengembangan pendidikan karakter. 4.4 Metode Analisis Data Data yang diperoleh dalam penelitian ini berupa kalimat deskriptif. Oleh karena itu, data akan dianalisis menggunakan metode analisis isi, yaitu suatu teknik yang sistematis untuk menganalisis makna pesan dan cara mengungkapkan interaktif model dari Miles dan Huberman (dalam Moleong, 2005). Langkah yang dilakukan peneliti dalam penelitian ini mempunyai empat komponen yang saling berkaitan, yaitu: 1.

Pengumpulan

data

dengan

metode

wawancara,

studi

dokumen,

dan

pengamatan/observasi. 2.

Reduksi atau penyederhanaan data. Reduksi data dilakukan dengan cara mengabstraksi data, yaitu membuat catatancatatan inti, proses dan pernyataan-pernyataan yang sangat penting untuk dijaga.

17

Langkah

berikutnya,

menyusunnya

dalam

satuan-satuan,

kemudian

mengklasifikasikan sambil memberi kode. Data dalam penelitian ini akan diberi kode yang terdiri dari empat digit. Digit pertama yaitu kode rumusan masalah, digit kedua submasalah, digit ketiga metode pengumpulan data, dan digit keempat merupakan kode dari subjek penelitian. 3.

Penyajian data atau data display. Langkah penyajian data diperlukan karena data yang diperoleh cukup banyak dengan tujuan agar peneliti tetap dapat menguasai dengan baik sebanyak apapun data yang diperoleh.

4.

Penarikan dan verifikasi simpulan Langkah penarikan dan verifikasi simpulan dilakukan dengan membuat uraian pokok sesuai dengan rumusan masalah.

BAB V HASIL YANG DICAPAI .

1. Pelaksanaan Pendidikan Karakter Anak Usia Dini di TK Yos Sudarso Maumere Berdasarkan wawancara dengan kepala sekolah dan para guru diketahui bahwa kegiatan pendidikan karakter bagi anak usia dini dapat dilakukan melalui pembelajaran,

18

pembiasaan, keteladanan maupun kegiatan lain seperti kegiatan rohani, dan olahraga bersama. Berdasarkan pengamatan dan hasil wawancara peneliti dapat diperoleh informasi bahwa kegiatan pendidikan karakter anak usia dini telah berjalan di TK Santo Yusup 3. Bahkan bukan saja karena pemberlakuan kebijakan pendidikan karakter ini, baru sekolah menyelenggarakan pendidikan karakter tetapi sudah sejak awal berdirinya sekolah. Yayasan mengusung visi misi Katolik yang mengedepankan pendidikan nilai-nilai kristiani dan nilai-nilai universal yang berlaku dalam masyarakat, bangsa dan negara. Pengembangan nilai-nilai pendidikan karakter bagi anak usia dini dilakukan sebagai berikut: Nilai religius, dicapai dengan praktek doa dan latihan koor anak di kapel (gereja kecil), bahkan pelayanan koor di gereja. Selain itu anak dibiasakan berdoa pagi hari akan mulai belajar dan saat akan pulang sekolah juga kegiatan lain. Pada bulan Mei dan Oktober, disebut sebagai bulan devosi kepada Bunda Maria, anak berdoa rosario bersama sebelum masuk kelas. Pada bulan September sebagai bulan Kitab Suci, guru membawakan kisah tokoh-tokoh Alkitab dalam pembelajaran di dalam kelas. Capaian nilai kemandirian dan tanggung jawab dilakukan anak dengan cara orang tua mengantar anak sampai di pintu gerbang sekolah. Setelah itu anak masuk sendiri ke dalam sekolah bertemu dan bersalaman dengan para guru lalu meletakkan tas sekolah di meja masing-masing. Anak juga dilatih kemandiriannya melalui tugas sederhana seperti menghafal syair pendek untuk dideklamasikan di dalam kelas. Capaian nilai kejujuran atau amanah, diplomatis dilakukan oleh anak dengan cara sederhana seperti memberitahu bu guru bila menemukan barang yang bukan miliknya serta tidak mengambil barang milik orang lain, anak mengambil permainan atau makanan

19

yang diletakkan guru di depan kelas. Anak diminta mengambil dalam jumlah tertentu dan anak harus melakukan sesuai perintah agar semua kebagian. Tingkat kejujuran anak juga akan nampak melalui cara ini.

Capaian nilai hormat dan santun dilakukan dengan

memberi dan membalas salam kepada para guru. Anak diminta agar tidak hanya memberi salam kepada guru wali kelasnya saja tetapi juga kepada semua guru dengan menyebut nama bu guru. Dengan memberi salam dan menyebut nama guru akhirnya anak lebih mengenal guru dan menghormati guru. Anak juga dilatih meminta tolong dan meminta izin dengan sopan. Capaian nilai dermawan, suka tolong-menolong dan gotong-royong, ditumbuhkan dengan cara anak diajarkan untuk mau meminjamkan barang milik kepada teman yang membutuhkan misalnya membagi makanan, mainan, alat tulis. Tapi hal ini dapat dicapai apabila guru memotivasi anak agar mau meminjamkan barangnya kepada teman, jika tidak maka anak bersikap masa bodoh. Selain itu diadakan juga Aksi Puasa Pembangunan dan Aksi Natal Pembanguanan juga kegiatan sosial lain misalnya membantu korban longsor, gempa bumi dan lain-lain. Bahkan orang tua memberi tanggapan positif ikut membantu korban bencana atau bantuan lainnya. Capaian nilai percaya diri dan pekerja keras dapat dicapai misalnya dalam hal percaya diri, guru melatih anak untuk tampil di depan umum melalui kegiatan PENSI yang diadakan oleh sekolah. Di dalam kelas, guru melatih anak maju ke depan kelas untuk nyanyi, bersyair, dramatisasi/bermain peran. Bermain peran membantu melatih keberanian anak.

20

Capaian nilai kepemimpinan dan keadilan, dalam hal kepemimpinan anak dilatih melalui memimpin baris berbaris, memimpin doa, memimpin lagu, membagi buku dan alat tulis temannya. Capain nilai baik dan rendah hati anak dilatih untuk rendah hati dan minta maaf jika bersalah. Guru juga harus berusaha minta maaf kepada anak saat akan pulang sekolah, agar anak tidak dendam kepada guru. Karakter toleransi, damai dan kesatuan dicapai melalui sikap saling menghargai dengan teman yang beda agama/keyakninan. Anak dibimbing untuk saling menghargai walaupun mereka berbeda agama, suku, warna kulit dan lain-lain. Pencapaian nilai-nilai di atas dapat dilakukan secara baik dan berhasil apabila guru secara bersama-sama, kompak dan bekerja sama menanamkan nilai-nilai pendidikan karakter kepada anak. Dalam hal ini berlaku teori pembelajaran sosial. Sebagaimana diuraikan pada bab 2, bahwa dalam teori pembelajaran sosial, anak dapat belajar bagaimana berkarakter yang baik dan benar sesuai dengan teladan dari guru. Menurut teori ini guru hadir sebagai model yang dapat mempengaruhi perilaku anak. Untuk ini diperlukan kekompakan guru dan juga kerja sama dengan orang tua anak dalam melakukan hal yang sama. Kendala yang dihadapi adalah orang tua yang sangat sibuk sehingga apa yang telah dimulai oleh guru di sekolah seringkali tidak diteruskan di rumah. Padahal pendidikan karakter dapat berhasil baik jika melibatkan kerja sama yang baik antara guru dengan orang tua anak. Orang tua atau kepala sekolah atau guru dapat membantu seorang anak belajar mengembangkan karakter dengan memberi contoh yang baik melalui perilaku, perkataan, dan sikap baik sehari-hari. Anak lebih mudah mengikuti

21

teladan dalam perilaku daripada kata-kata. Benar seperti perkataan Bung Karno: “Anda tidak bisa mengajarkan apa yang Anda mau. Anda tidak bisa mengajarkan apa yang Anda tahu. Anda hanya bisa mengajarkan siapa Anda.” (Raka, dkk, 2011). Melalui wawancara dengan para guru, mereka mengharapkan ditingkatkan kembali kerja sama sekolah dengan orang tua anak sehingga program yang dibuat oleh sekolah dapat diteruskandi rumah. Guru mengharapkan sosialisasi kegiatan sekolah dan informasi perkembangan perilaku dapat disampaikan oleh sekolah dengan intensitas waktu yang lebih sering. Hal ini memunculkan gagasan perlunya dibuat program kerja sama dengan kualitas dan kuantitas yang lebih baik. Guru menyampaikan bahwa sosialisasi memang telah diadakan sekolah hanya intensitasnya perlu ditambah. Ini merupakan harapan dan dukungan baik dari para guru demi meningkatkan kerja sama yang baik antara sekolah dengan orang tua anak. Sebagaimana dikatakan oleh Oliver (1996) bahwa dalam Management of Educational Change, tak dapat dihindarkan bahwa semua perubahan pendidikan memerlukan partisipasi lingkungan (Syafaruddin, 2002). Partisipasi orang tua dapat menjadi faktor pendukung dalam memajukan sekolah dan mengembangkan karakter anak usia dini. Selain faktor lingkungan keluarga yang harus mendukung, yayasan juga perlu makin meningkatkan perhatian dan pembinaan baik dengan kepala sekolah maupun dengan guru. Kunjungan dari biarawan CDD juga merupakan salah satu harapan dari guru-guru untuk memberi kesaksian tentang kepedulian dan kasih kepada anak-anak. Di samping itu, implementasi visi misi yayasan juga harus terus menerus dipertegas agar para kepala sekolah dan guru-guru tetap bersemangat menjalankan karya dan

22

pengabdiannya. Ini adalah karya bersama yang harus didampingi dan dalam kerja sama yang saling mendukung. Ketersediaan sarana dan prasarana sudah cukup baik meski harus ditambah. TK Yos Sudarso memiliki 5 ruang belajar, kantor, ruang guru, gudang, dapur, halaman bermain, meja kursi murid dan guru, rak, papan tulis gantung, ayunan jungkit, panjatan alat peluncur, bak pasir, yang semuanya tersedia dalam kondisi baik. Bahwa sarana dan prasrana adalah faktor pendukung penting untuk kegiatan belajar mengajar bagi anak usia dini. Hal ini membantu imajinasi, kreatifitas dan tumbuh kembang anak secara penuh. Dengan tersedianya sarana bermain akan membantu meningkatkan kemampuan kemandirian, kerjasama dan melalui bermain. Sebagaimana disebutkan oleh Riyanto & Handoko (2005) bahwa fungsi bermain pada anak usia dini cukup banyak antara lain adalah untuk merangsang perkembangan motorik anak, merangsang perkembangan bahasa anak, merangsang perkembangan hubungan sosial anak, mengembangkan kecerdasan

emosi

anak,

mengembangkan

kecerdasan

nalar/pikir

anak,

dan

mengembangkan ketrampilan/fisik dalam arti tangan anak-anak. Untuk mendukung fungsi dari bermain tersebut maka ketersediaan sarana pendukung adalah sesuatu yang sangat penting. Berdasarkan pengamatan peneliti maka ketersediaan sarana bermain yang ada untuk anak-anak TK Yos Sudarso perlu diperbaharui jumlah dan bentuknya. Hal ini penting sebab sarana bermain menjadi salah satu daya tarik dan peningkatan model pembelajaran yang menyenangkan bagi anak. 2. Pengembangan Kepribadian Guru PAUD dalam Pendidikan Karakter Anak Usia Dini

23

Guru sebagai ujung tombak pendidikan, memiliki peran yang sangat sentral dalam mewujudkan siswa yang berkarakter. Guru selain dituntut menyampaikan materi, juga dituntut untuk menjadi ‘GURU – digugu dan ditiru’ yang sebenarnya (Muslich, 2011). Guru tidak hanya memiliki peran pengajar di dalam kelas melainkan juga pendidikan perilaku yang harus dimulai oleh pribadi guru sendiri untuk diteladani para murid. Dalam Permendiknas No. 58 Tahun 2009 tentang Standar Pendidikan Anak Usia Dini dijelaskan bahwa pendidik anak usia dini adalah profesional yang bertugas merencanakan, melaksanakan proses pembelajaran, dan menilai hasil pembelajaran, serta melakukan pembimbingan, pengasuhan dan perlindungan anak didik. Pendidik PAUD bertugas di berbagai jenis layanan baik pada jalur pendidikan formal maupun nonformal seperti TK/RA, KB, TPA dan bentuk lain yang sederajat. Pendidik PAUD pada jalur pendidikan formal terdiri atas guru dan guru pendamping; sedangkan pendidik PAUD pada jalur pendidikan nonformal terdiri atas guru, guru pendamping, dan pengasuh. Mengingat perkembangan anak usia dini belajar dari apa yang dilihat, didengar, dan yang dialaminya, maka sudah seharusnya seorang guru PAUD memiliki karakter yang kuat dan moral yang baik. Guru PAUD tidak hanya memiliki karakter yang kuat dan moral yang baik, namun juga menciptakan anak-anak yang berkarakter sebagai masa depan bangsa (Wibowo, 2012). Berdasarkan pengamatan dan wawancara peneliti ditemukan capaian dari indikator pengembangan kepribadian adalah sebagai berikut: Seorang guru PAUD hendaknya menyayangi anak secara tulus. Cinta yang tulus kepada anak adalah modal awal mendidik anak. Guru menerima anak didiknya apa adanya, mencintainya tanpa syarat dan mendorong anak untuk melakukan yang terbaik

24

pada dirinya. Penampilan yang penuh cinta adalah dengan senyum, sering tampak bahagia dan menyenangkan dan pandangan hidupnya positif (Muslich, 2011). Capaian nilai berperilaku sabar, tenang, ceria, serta penuh perhatian diperlukan bagi pendidikan anak usia dini. Membina sikap sabar sangat dibutuhkan seorang pendidik untuk membantu anak mengingat apa yang telah diajarkan. Ketidaksabaran pendidik menyebabkan pendidik mudah marah, mudah mempersalahkan anak, membeda-bedakan anak dan menyebabkan rasa tidak nyaman pada saat anak belajar. Pendidik harus mampu menahan emosi dalam menghadapi tingkah laku mereka yang polos, sering lupa dan sifatsifat lainnya yang kita anggap jelek (Al-Khal’awi, dkk, 2007). Sikap sabar juga dapat membawa pengaruh pada pribadi pendidik yang tenang, ceria, serta penuh perhatian terhadap anak usia dini yang dibinanya. Capaian nilai kepekaan, responsif dan humoris terhadap perilaku anak dicapai terlebih dahulu dengan membina sikap peka terhadap lingkungan dan anak didik. Sikap peka adalah perilaku peduli dan tanggap terhadap keadaan atau situasi yang membutuhkan bantuan untuk memberikan hal yang diperlukan. Nilai kepekaan perlu ditumbuh kembangkan sejak dini sebab anak harus disadarkan akan keberadaan dirinya sebagai makhluk sosial. Hal ini penting sebab sering ditemui dalam masyarakat orang yang cenderung menarik diri karena merasa diri lebih dan tidak membutuhkan bantuan orang lain. Sikap peduli para orang lain tidak bisa muncul begitu saja, namun membutuhkan pembinaan sejak dini. Dengan belajar bersosialisasi orang akan belajar menghargai dan mendapat penghargaan, belajar memberi dan menerima, belajar membantu dan selalu mendapat pertolongan ketika membutuhkan, singkatnya membuat orang bisa berbagi dengan sesama.

25

Capaian nilai menampilkan diri sebagai pribadi yang dewasa, arif, dan bijaksana adalah melalui pergaulan dengan anak untuk meningkatkan kedekatan secara fisik dan emosional. Melalui relasi kedekatan tersebut guru tampil sebagai pribadi yang dewasa, arif, dan bijaksana untuk memberikan wejangan dan pendidikan yang benar serta bermanfaat. Seorang guru hendaknya juga dapat menjaga pergaulan dengan anak didiknya, sehingga dapat mendukung upaya mendidik anak secara baik. Guru berpenampilan bersih, sehat, dan rapi merupakan salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh guru. Guru yang berpenampilan rapi dan bersih akan memengaruhi proses pendidikan bagi anak. Wawancara dengan guru TK Santo Yusup3 diperoleh informasi bahwa para guru berusaha tampil rapi dan bersih dalam menjaga penampilan wajah, rambut dan berpakaian. Jika ada guru yang tidak rapi maka mereka saling mengingatkan dalam suasana persaudaraan agar tidak menyinggung perasaan guru lain. Disadari bahwa penampilan bersih, sehat, dan rapi sangat mendukung proses belajar mengajar. Oleh karena itu, seorang guru harus mengembangkan kemampuan dan ketrampilan fisiknya menuju kepada pencapaian tubuh yang kuat dan fit (Nurdin, 2004). Capaian nilai berperilaku sopan santun, menghargai, dan melindungi anak dilakukan guru dengan membiasakan dalam bertutur kata baik dengan sesama rekan guru maupun terhadap anak didik. Tidak berkata kasar dan sopan dalam berbicara membuat seseorang lebih mudah dihargai. Guru sebagai orang tua di sekolah harus membantu anak merasa nyaman dalam perkataan dan tindakannya. Perilaku sopan, menghargai dan melindungi merupakan harapan dan dambaan setiap orang. Pengaruh zaman dan perkembangan teknologi mendorong anak mengetahui dari berbagai macam sumber informasi dalam berkata-kata dan berperilaku. Ketika peran

26

keluarga lemah maka pengaruh luar akan lebih kuat dan mendominasi perilaku anak. Orang tua hendaknya bersikap dan berperilaku yang dapat menguatkan kepribadian anak, menanamkan rasa percaya diri, sehingga anak tidak akan mengulang-ulang ucapan keji (kasar dan buruk) yang didengar dari luar rumah (Shalihah, 2010). Capaian nilai menghargai peserta didik tanpa membedakan keyakinan yang dianut, suku, budaya, dan jender adalah guru memberikan bimbingan dan didikan kepada anak usia dini secara merata tanpa membedakan dari sudut manapun. Dari hasil wawancara dan data sekolah diketahui bahwa anak-anak PAUD di TK Santo Yusup 3 terdiri dari berbagai agama, suka, budaya dan jender. Guru pendidik PAUD yang terdiri dari para ibu guru berusaha memberikan pendidikan sesuai dengan nilai-nilai universal yang harus diterima anak. Perlu dimunculkan kesadaran akan ada sekian banyak perbedaan di dunia. Akan tetapi, mampu mengambil kesamaan untuk menumbuhkan kekuatan (Muslich, 2011). Dalam kehidupan anak-anak akan lebih senang, apabila perkataan guru kepada anak didik adalah ucapan yang memberanikan diri, mendorong semangat dalam hal kegiatan di sekolah dan memberikan penghargaan, pujian yang wajar daripada memarahi dan mencela anak. Pujian yang wajar atau kata penghargaan yang diucapkan dengan tepat akan mempunyai peranan yang penting bagi anak TK (Santi, 2009). Bersikap sesuai dengan norma agama yang dianut, hukum, dan norma sosial yang berlaku dalam masyarakat. Salah satu tuntutan perilaku yang juga diharapkan dari seorang pendidik adalah hidup sesuai dengan hukum, norma dan nilai yang berlaku dalam masyarakat. Pengembangan dari perilaku ini menuntut guru hidup sepadan dengan norma agama, hukum dan norma sosial yang berlaku dalam masyarakat. Tujuannya adalah agar guru menjadi pribadi yang terlibat dengan lingkungan di mana dia berada dan hidup sesuai

27

dengan norma yang berlaku. Guru mendidik anak usia dini melalui latihan, bimbingan dan penyadaran bagi anak agar dapat hidup menurut aturan yang berlaku di lingkungannya. Mengembangkan sikap anak didik untuk menghargai agama dan budaya lain perlu dilakukan mengingat anak hidup di tengah masyarakat yang terdiri dari berbagai macam agama dan budaya. Seorang guru pendidik usia dini harus memiliki dan mengembangkan perilaku menghargai ini dalam dirinya sendiri serta mendorong dan mendidik anak untuk melakukannya juga. Nilai menghargai agama dan budaya dapat dikembangkan oleh guru melalui latihan memelihara sikap toleransi dan saling menghargai dengan anak yang berbeda agama dan budaya dengan dirinya. Melalui latihan sederhana tersebut diharapkan anak mampu menjaga dan mengembangkannya dengan bimbingan dan kerja sama guru dan orang tua dalam kehidupan anak di tengah masyarakat. Anak perlu memahami bahwa Tuhan mengasihi dirinya dan Tuhan juga mengasihi sesama maka semua orang wajib saling mengasihi dan menghargai apapun agama dan budayanya. Capaian nilai berperilaku jujur adalah guru harus membiasakan diri jujur kepada anak didik. Untuk mendidik anak berperilaku jujur maka guru harus terlebih dahulu berbicara dan bertindak jujur. Jujur identik dengan kebenaran yang merupakan lawan dari kebohongan. Menurut Kesuma, dkk (2011), ciri-ciri orang jujur adalah: a) jika bertekad (inisiasi keputusan) untuk melakukan sesuatu, tekadnya adalah kebenaran dan kemaslahatan; b) jika berkata tidak berbohong (benar apa adanya); c) jika adanya kesamaan antara yang dikatakan hatinya dengan apa yang dilakukannya. Capaian nilai bertanggungjawab terhadap tugas adalah guru melaksanakan tugas sebagai sesuatu yang bernilai. Dengan memandangnya sebagai sesuatu yang bernilai maka guru akan melaksanakan tugas dengan baik. Tanggung jawab juga menyangkut orientasi

28

terhadap orang lain, mencurahkan perhatian kepada orang lain, dan merespon secara aktif akan kebutuhan-kebutuhan mereka. Pertanggungjawaban (responsibility) yakni dapat dipercaya, tidak membiarkan orang lain mengalami kekecewaan. Kita menolong orang lain dengan cara memenuhi komitmen kita, dan kita menciptakan masalah bagi mereka ketika kita tidak memenuhinya. Pertanggungjawaban berarti pelaksanaan suatu pekerjaan atau tugas dalam keluarga, di sekolah, di tempat kerja sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuan kita. 3. Faktor Pendukung dan Penghambat Pelaksanaan Pendidikan Karakter Anak Usia Dini di TK Yos Sudarso Pelaksanaan pendidikan karakter dipengaruhi oleh faktor pendukung dan penghambat. Faktor-faktor tersebut harus dipahami dengan baik oleh seorang pendidik karakter anak usia dini agar dapat mengambil langkah strategis dan tindakan yang tepat demi pembentukan karakter anak. Faktor tersebut dapat berupa faktor yang terjadi dalam lingkungan keluarga anak karena kurang harmonisnya hubungan di antara ayah dan ibu, orang tua dengan anak, antara anak maupun faktor yang terjadi dalam lingkungan belajar anak di sekolah. Guru yang sering memarahi anak atau mengancam anak dapat menyebabkan anak merasa takut ke sekolah bahkan tidak mau masuk sekolah. Selain itu faktor jarak rumah yang jauh dari sekolah dapat menyebabkan anak merasa malas pergi ke sekolah. Singkatnya banyak faktor yang harus diperhatikan dalam proses mendidik karaker anak. Guru PAUD perlu mendalami psikologi pribadi anak agar langkah yang diambil tepat untuk membantu perkembangan pribadi dan karakter anak. Lingkungan pendidikan di sekolah yang baik akan nampak melalui suasana akrab dan nyaman antara sesama guru, guru dengan anak didik maupun antara sesama anak didik. Perkembangan anak akan menjadi lebih baik jika lingkungan yang diterima anak 29

mendukung proses pertumbuhan dan perkembangan karakternya. Perkembangan anak ditentukan oleh berbagai fungsi lingkungan yang saling berinteraksi dengan individu, melalui pendekatan yang sifatnya memberikan perhatian, kasih sayang, dan peluang untuk mengaktualisasikan diri sesuai dengan taraf dan kebutuhan perkembangannya (Wiyani, dkk, 2012). Mengingat pendidikan karakter anak adalah upaya yang perlu dikembangkan terus-menerus maka guru harus memiliki kerja sama yang baik. Kerja sama yang baik di sini mengarah kepada satu team kerja yang harmonis agar tidak terjadi pengulangan materi yang sama. Di samping itu pembiasaan atas suatu perilaku baik hendaknya menjadi pembiasaan bersama guru agar tidak menimbulkan kebingungan dalam diri anak didik. Pembiasaan lebih mudah diserap dan ditiru oleh anak. Pembiasaan akan membangkitkan internalisasi nilai dengan cepat, karena nilai merupakan suatu penetapan kualitas terhadap objek yang menyangkut suatu jenis aspirasi atau minat (Mulyasa, 2011). Dalam rangka menjalin kerja sama sebagai team kerja yang handal maka komunikasi sangat diutamakan. Masing-masing guru perlu menghargai rekan kerja dan tidak menganggap diri lebih dari yang lain. Kemampuan berkomunikasi dengan baik merupakan salah satu komponen penting dari kompetensi profesional guru. Untuk mendukung penghayatan peran guru dalam pendidikan karakter anak diperlukan pembinaan yang bermutu dan kontinuitas. Dalam hal ini peran pengurus Yayasan Pendidikan Yos Sudarso harus mampu membuat rencana strategi secara periodik untuk mengadakan pembinaan bagi guru. Bahkan dalam wawancara dengan bagian Litbang yayasan diperoleh informasi bahwa pengurus yayasan sedang menyusun

30

rencana untuk mengadakan pembinaan bagi para guru. Disadari bahwa bukan lamanya waktu untuk mengadakan pembinaan berupa retret, outbound, seminar dan sejenisnya yang membutuhkan waktu beberapa hari namun yang terpenting adalah sering adanya komunikasi, sharing antara guru dengan pengurus yayasan. Pembinaan bagi para guru dianggap penting sebab guru sebagai pendidik karakter adalah insan yang terbatas dan penuh dengan kelemahan pribadi yang juga harus disadarkan akan eksistensinya. Di samping itu peran keluarga sebagai pendidik pertama dan utama harus disadarkan akan fungsinya. Keluarga yang harmonis dan penuh kasih akan menghasilkan dan menyumbangkan bagi bangsa insan yang berbudi pekerti luhur. Untuk itu dibutuhkan komitmen bersama dalam keluarga untuk memperhatikan anak-anaknya, memberi teladan, dan menjaga komunikasi aktif. Jika seseorang telah memiliki dasar pendidikan karakter yang luhur dalam keluarga, pasti ia akan mampu mengatasi pengaruh yang tidak baik dari lingkungan sekitar. Muslich (2011) menguraikan bahwa untuk mendukung pendidikan karakter maka ada empat nilai yang dapat ditanamkan dalam keluarga yaitu: a)

Nilai kerukunan. Kerukunan merupakan nilai luhur yang membantu seseorang menyelesaikan masalah. Orang yang memiliki budi pekerti luhur tentu lebih mengutamakan kerukunan dan kebersamaan daripada perpecahan.

b)

Nilai ketaqwaan dan keimanan. Seseorang yang memiliki ketaqwaan dan keimanan yang benar dan mendasar terlepas dari apa agamanya tentu akan mewujudkannya dalam perilaku dirinya.

c)

Nilai toleransi. Dalam keluarga nilai toleransi dapat ditanamkan melalui proses saling memperhatikan dan saling memahami antaranggota keluarga.

31

d)

Nilai kebiasaan sehat. Yang dimaksud kebiasaan sehat di sini adalah kebiasaankebiasaan hidup yang sehat dan mengarah pada pembangunan diri lebih baik dari sekarang. Keempat nilai tersebut harus diberikan oleh keluarga kepada anak. Apa yang ia

dapat sejak usia dini akan memberi dasar yang kokoh dalam pembentukan karakternya. Dengan kata lain, bila dasar kebajikan gagal ditanamkan pada anak usia dini, maka akan menjadi orang dewasa yang tidak memiliki nilai-nilai kebajikan (Muslich, 2011). Untuk memberi dasar yang kuat bagi pendidikan karakter anak maka peran orang tua adalah mutlak bagi anak. Peran pendidikan karakter tidak dapat diwakilkan kepada baby sitter atau pelayan anak. Orang tua dalam sejumlah kesibukan harus memberi waktu untuk anak khususnya dalam pendidikan karakternya. Anak yang kurang berinteraksi dengan orang tuanya akan mengakibatkan dalam diri anak perasaan sepi, tidak disayangi, dan kehilangan figur orang tua. Hal ini akan berdampak pula pada pendidikan karakternya. Menurut Wibowo (2012), ada beberapa kiat menjadi orang tua yang ideal serta figur teladan yang baik bagi anak, yaitu: a) mengubah pola mendidik anak dan mulai menerapkan pola child center; b) menyediakan waktu untuk anak; c) para orang tua khususnya kaum ibu dituntut untuk mampu mengenali bahasa tubuh dari sang anak; d) penting bagi orang tua untuk bisa memahami perasaan anak; e) untuk menjadi orang tua ideal, jadilah pendengar yang aktif; f) jadilah orang tua yang menerapkan kedisiplinan dan konsisten di dalam keluarga. Sebagai sekolah yang bernaung di bawah asuhan Yayasan Yos Sudarso karya tarekat religius SCMM maka kehadiran para biarawan dirasa sangat bernilai bagi anakanak. Kehadiran para biarawan dapat memberi motivasi iman dan menumbuhkan

32

panggilan sebagai anak-anak yang disayang Tuhan. Kehadiran tokoh idola seperti biarawan-biarawati, dokter, polisi, tentara, dapat menguatkan motivasi dalam diri anak untuk menjadi sebagaimana tokoh yang diinginkan. Hal ini dapat menjadi daya tarik bagi anak dan di sinilah pesan nilai-nilai pendidikan karakter dapat disampaikan. Dalam melaksanakan dan mengembangan pendidikan karakter di sekolah tidak terlepas pula peran sarana dan prasarana yang tersedia bagi kebutuhan anak. Dengan sarana yang ada maka akan dapat membantu interaksi komunikasi belajar yang lebih efektif antara pendidik dan peserta didik. Bahkan dalam Permendiknas No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dijelaskan bahwa standar sarana dan prasarana merupakan salah satu faktor penting dalam upaya mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Diuraikan bahwa standar sarana dan prasarana adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan kriteria minimal tentang ruang belajar, tempat berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi dan berkekreasi, serta sumber belajar lain, yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi. Sarana pendidikan adalah fasilitas-fasilitas yang digunakan secara langsung dalam proses belajar mengajar agar tujuan pembelajaran tercapai, sedangkan prasarana pendidikan merupakan segala sesuatu yang secara tidak langsung menunjang proses pendidikan. Sarana dan prasarana yang ada dapat membantu guru memanfaatkan secara kreatif untuk mengembangkan pendidikan karakter anak. Baik dan lengkapnya sarana yang ada perlu ditunjang juga oleh kreatifitas guru untuk mengembangkan dan memanfaatkan dalam pendidikan anak.

33

Faktor ketersediaan tenaga guru turut menentukan keberlangsungan pelaksanaan pendidikan bagi anak usia dini. Ketika orang tua semakin sibuk dengan berbagai macam urusan sampai mengurangi perannya dalam mendidik anak maka peran guru semakin penting. Guru hadir sebagai tokoh teladan dan pembimbing bagi anak didik secara khusus dalam mendidik karakter anak. Untuk menghadirkan peran guru sebagai pendidik karakter anak maka guru harus memiliki relasi kerja sama yang baik dengan sesama rekan guru dan orang tua anak serta anak didik. Sebagaimana hasil pengamatan peneliti bahwa ketika sekolah mengadakan pentas seni bagi anak di TK Santo Yusup 3 tanggal 2 Juni 2012, maka orang tua begitu antuasias mendukung dan turut menyaksikan penampilan terbaik putra-putri mereka. Gambaran atas situasi yang ada menuntut pula perlunya reformasi cara pandang baru yang menyesuaikan dengan tuntutan zaman saat ini. Mendidik anak tentu berbeda dari waktu ke waktu dengan latar belakang persoalannya yang terjadi baik di dalam keluarga maupun di lingkungan sekitar anak. Problema kalangan pendidik karena tuntutan profesionalitas, tuntutan yayasan dan situasi lain dapat menjadi faktor yang memajukan maupun mengendorkan semangat dan pelayanan terhadap pendidikan anak. Gambaran situasi yang telah diuraikan dari hasil penelitian ini perlu menjadi bahan kajian untuk menemukan langkah baru dalam pelaksanaan pendidikan karakter anak usia dini di TK Yos Sudarso. Sebagaimana diuraikan pada kajian teori bahwa tulisan ini menggunakan teori pembentukan dan perubahan sikap yakni teori pembelajaran sosial. Menurut teori ini individu dapat mempelajari sikap dengan mengamati dan mengimitasi perilaku orang

34

lain. Individu dapat mempelajarinya dengan lebih mudah jika ada model yang memiliki pengaruh dan model tersebut mengerjakan hal yang sama. Dari teori ini maka tepat jika uraian ini menjelaskan mengenai pelaksanaan pendidikan karakter, peran guru dan faktor yang turut menentukan. Komponenkomponen tersebut harus saling membantu agar pelaksanaan pendidikan karakter anak usia dini berhasil baik. Guru sebagai pendidik karakter anak usia dini memiliki peran sentral di sekolah untuk menjadi model bagi anak. Orang tua sebagai pendidik anak di rumah harus bekerja sama dengan guru untuk melakukan hal serupa dalam mendidik karakter anak. Semua ini akan berjalan baik dengan dukungan dari yayasan dan Dinas Pendidikan dalam mendidik dan menghasilkan generasi yang berkarakter. Anak belajar dari lingkungan yang baik dan mendukung melalui perilaku orang dewasa, lingkungan dan sarana penunjang serta masyarakat sekitar yang berbudaya dan berkarakter sesuai dengan jiwa dan semangat Pancasila dan UUD 1945.

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, peneliti dapat menarik simpulan berkaitan dengan pelaksanaan pendidikan karakter anak usia dini yang meliputi proses pelaksanaan, kompetensi kepribadian guru, dan faktor pendukung maupun penghambat pelaksanaan pendidikan karakter anak usia dini di TK Yos Sudarso. Simpulan tersebut adalah sebagai berikut. 35

1.

Pelaksanaan pendidikan karakter anak usia dini di TK Yos Sudarso berjalan cukup baik. Hal ini diperoleh dari wawancara dengan para guru bahwa pendidikan karakter ini bukanlah hal baru. Sebetulnya hanya merupakan penegasan dari pendidikan budi pekerti yang sudah diselenggarakan di sekolah ini. Proses pendidikan karakter di sekolah dilakukan melalui pembiasaan-pembiasaan sederhana, keteladanan guru, yang diawali dengan sosialisasi pada awal tahun ajaran kepada orang tua anak didik. Dalam pelaksanaan pendidikan karakter anak, guru sebagai pendidik di sekolah menemui juga kendala tertentu misalnya orang tua yang sangat sibuk sehingga tanggung jawab pendidikan karakter anak sering dipercayakan kepada pembantu. Di samping itu dukungan dari pengurus Yayasan Kolese Santo Yusup bagi pendidikan karakter anak masih perlu ditingkatkan. Yayasan sudah mulai memfasilitasi program pentas seni yang diadakan pada akhir tahun ajaran. Hal ini mendapat sambutan positif dari orang tua anak dan para guru namun perlu ditambahkan program yang lebih membantu pendidikan karakter anak selama proses kegiatan belajar mengajar. Meskipun demikian perlu diadakan juga pembinaan bagi para guru sehingga guru terus-menerus menyadari perannya sebagai pendidik karakter anak usia dini.

2.

Pengembangan kepribadian guru yang terpenting adalah mencakup kemampuan guru untuk menampilkan diri sebagai pribadi yang dapat menjadi panutan. Guru harus menyadari dan mengembangkan kepribadiannya terlebih dahulu sebelum mendidik anak usia dini. Teladan adalah alat yang ampuh untuk mengembangkan karakter anak sebab anak adalah peniru ulung. Guru tidak sekedar mengajar dan mendidik melalui ajaran dan kata-kata melainkan juga harus tampak melalui teladan hidup yang sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku umum di dalam masyarakat.

36

6.2 Saran Berdasarkan kajian pustaka dan hasil penelitian maka peneliti memberikan rekomendasi sebagai berikut: 1. Sekolah harus semakin menambah intensitas waktu pertemuan dengan orang tua anak untuk sosialisasi dan evaluasi mengenai pelaksanaan pendidikan karakter anak. Perlu ditingatkan kerja sama yang baik antara kedua lembaga pendidik tersebut dalam mencapai kesamaan visi misi pendidikan karakter anak yang berakhlak mulia. 2. Yayasan Yos Sudarso perlu membuat program pengembangan pendidikan karakter anak usia dini. Program tersebut dapat berupa pembinaan terhadap guru pendidik anak usia dini, hari pertemuan, sosialisasi dan evaluasi mengenai urgensi pendidikan karakter anak usia dini. Perlu semakin melibatkan kerja sama antara sekolah dengan orang tua anak sebab pendidikan karakter anak dapat terlaksana dengan baik jika ada kerja sama antara kedua pihak tersebut. Yayasan juga perlu melihat kebutuhan akan fasilitas pendukung di sekolah untuk menambah yang kurang dan memperbaiki yang rusak. Di samping itu mengingat karakteristik pendampingan anak di zaman sekarang berbeda dan sulit karena kemajuan zaman dan tuntutan globalisasi maka tenaga pendamping anak di dalam kelas hendaknya lebih profesional dan jika mungkin maka perlu ditambah guru pendamping sesuai dengan kebutuhan dan jumlah anak di dalam kelas. 3. Kepada para pengambil kebijakan baik di tingkat pusat maupun daerah diharapkan agar kebijakan pendidikan karakter anak khususnya bagi anak usia dini tidak sebatas wacana belaka. Perlu ditangani secara baik melalui analisa kebijakan yang tepat berkaitan dengan tenaga pendidik di sekolah PAUD, agar memiliki kompetensi yang baik dalam mendidik karakter anak. Pendidik anak usia dini jangan hanya simbol bahwa Indonesia telah

37

memiliki PAUD tetapi terpenting adalah mutu pendidikan karakter yang harus dimulai sejak dini. Keberhasilan pendidikan karakter salah satunya ditentukan juga oleh sumber daya manusia dari tenaga pendidik yang ada

38

Related Documents


More Documents from "Julyani Margareth Kezia"