LAPORAN PENDAHULUAN CEREBRAL VASKULAR ACCIDENT (CVA)
1. Defenisi Stroke Hemoragik Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi karena pembuluh darah di otak pecah sehingga timbul iskhemik dan hipoksia di hilir. Penyebab stroke hemoragi antara lain: hipertensi, pecahnya aneurisma, malformasi arteri venosa. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun (Ria Artiani, 2009). Stroke hemoragik adalah pembuluh darah otak yang pecah sehingga menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu daerah di otak dan kemudian merusaknya (M. Adib, 2009). Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskular (Muttaqin, 2008). Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa stroke hemoragik adalah salah satu jenis stroke yang disebabkan karena pecahnya pembuluh darah di otak sehingga darah tidak dapat mengalir secara semestinya yang menyebabkan otak mengalami hipoksia dan berakhir dengan kelumpuhan. 2. ANATOMI FISIOLOGI 1. Lapisan otak lapisan otak biasa juga disebut meningen.
selaput otak terdiri atas tiga lapisan yaitu: a. Durameter Selaput keras pembungkus otak yang berasal dari jaringan ikat tebal dan kuat, pada bagian tengkorak terdiri atas selaput (perios) tulang tengkorak dan durameter tropia bagian dalam. Durameter mengandung rongga yang mengalirkan darah dari vena otak, dan dinamakan sinus vena. b. Arachnoidea Arachnoidea yaitu selaput tipis yang membentuk sebuah balon yang berisi cairan otak meliputi seluruh susunan saraf sentral, otak, dan medulla spinalis. Arachnoidea berada dalam balon yang berisi cairan. Ruang sub arachnoid pada bagian bawah serebelum merupakan ruangan yang agak besar disebut sistermagna. Ruangan tersebut dapat dimasukkan jarum kedalam melalui foramen magnum untuk mengambil cairan otak, atau disebut fungsi sub oksipitalis. c. Piameter Merupakan selaput tipis yang terdapat pada permukaan jaringan otak. Piameter berhubungan dengan arachnoid melalui struktur jaringan ikat. Tepi flak serebri
membentuk sinus longitudinal inferior dan sinus sagitalis inferior yang mengeluarkan darah dari flak serebri tentorium memisahkan serebrum dengan serebelum. 2. Bagian – bagian Otak
a) Cerebrum (Otak Besar) Cerebrum adalah bagian terbesar dari otak manusia yang juga disebut dengan nama Cerebral Cortex, Forebrain atau Otak Depan. Cerebrum merupakan bagian otak yang membedakan manusia dengan binatang. Cerebrum membuat manusia memiliki kemampuan berpikir, analisa, logika, bahasa, kesadaran, perencanaan, memori dan kemampuan visual. Kecerdasan intelektual atau IQ Anda juga ditentukan oleh kualitas bagian ini. Cerebrum secara terbagi menjadi empat bagian yang disebut Lobus. Bagian lobus yang menonjol disebut gyrus dan bagian lekukan yang menyerupai parit disebut sulcus. Keempat Lobus tersebut masing-masing adalah:
1. Lobus Frontal merupakan bagian lobus yang ada dipaling depan dari Otak Besar. Lobus ini berhubungan dengan kemampuan membuat alasan, kemampuan gerak, kognisi, perencanaan, penyelesaian masalah, memberi penilaian, kreativitas, kontrol perasaan, kontrol perilaku seksual dan kemampuan bahasa secara umum. 2. Lobus Parietal berada di tengah, berhubungan dengan proses sensor perasaan seperti tekanan, sentuhan dan rasa sakit. 3. Lobus Temporal berada di bagian bawah berhubungan dengan kemampuan pendengaran, pemaknaan informasi dan bahasa dalam bentuk suara. 4. Lobus Occipital ada di bagian paling belakang, berhubungan dengan rangsangan visual yang memungkinkan manusia mampu melakukan interpretasi terhadap objek yang ditangkap oleh retina mata. Selain dibagi menjadi 4 lobus, cerebrum (otak besar) juga bisa dibagi menjadi dua belahan, yaitu belahan otak kanan dan belahan otak kiri. Kedua belahan itu terhubung oleh kabel-kabel saraf di bagian bawahnya. Secara umum, belahan otak kanan mengontrol sisi kiri tubuh, dan belahan otak kiri mengontrol sisi kanan tubuh.
Otak kanan terlibat dalam kreativitas dan kemampuan artistik. Sedangkan otak kiri untuk logika dan berpikir rasional. b) Cerebellum (Otak Kecil) Otak Kecil atau Cerebellum terletak di bagian belakang kepala, dekat dengan ujung leher bagian atas. Cerebellum mengontrol banyak fungsi otomatis otak, diantaranya: mengatur sikap atau posisi tubuh, mengkontrol keseimbangan, koordinasi otot dan gerakan tubuh. Otak kecil juga menyimpan dan melaksanakan serangkaian gerakan otomatis yang dipelajari seperti gerakan mengendarai mobil, gerakan tangan saat menulis, gerakan mengunci pintu dan sebagainya. Jika terjadi cedera pada otak kecil, dapat mengakibatkan gangguan pada sikap dan koordinasi gerak otot. Gerakan menjadi tidak terkoordinasi, misalnya orang tersebut tidak mampu memasukkan makanan ke dalam mulutnya atau tidak mampu mengancingkan baju. c) Brainstem (Batang Otak) Batang otak (brainstem) berada di dalam tulang tengkorak atau rongga kepala bagian dasar dan memanjang sampai ke tulang punggung atau sumsum tulang belakang. Bagian otak ini mengatur fungsi dasar manusia termasuk pernapasan, denyut jantung, mengatur suhu tubuh, mengatur proses pencernaan, dan merupakan sumber insting dasar manusia yaitu fight or flight (lawan atau lari) saat datangnya bahaya. Batang Otak terdiri dari tiga bagian, yaitu: 1. Mesencephalon atau Otak Tengah (disebut juga Mid Brain) adalah bagian teratas dari batang otak yang menghubungkan Otak Besar dan Otak Kecil. Otak tengah
berfungsi dalam hal mengontrol respon penglihatan, gerakan mata, pembesaran pupil mata, mengatur gerakan tubuh dan pendengaran. 2. Pons merupakan stasiun pemancar yang mengirimkan data ke pusat otak bersama dengan formasi reticular. Pons yang menentukan apakah kita terjaga atau tertidur. 3. Medulla oblongata adalah titik awal saraf tulang belakang dari sebelah kiri badan menuju bagian kanan badan, begitu juga sebaliknya. Medulla mengontrol fungsi otomatis otak, seperti detak jantung, sirkulasi darah, pernafasan, dan pencernaan d) Limbic System (Sistem Limbik) Sistem limbik terletak di bagian tengah otak, membungkus batang otak ibarat kerah baju. Limbik berasal dari bahasa latin yang berarti kerah. Bagian otak ini sama dimiliki juga oleh hewan mamalia sehingga sering disebut dengan otak mamalia. Komponen limbik antara lain hipotalamus, thalamus, amigdala, hipocampus dan korteks limbik. Sistem limbik berfungsi menghasilkan perasaan, mengatur produksi hormon, memelihara homeostasis, rasa haus, rasa lapar, dorongan seks, pusat rasa senang, metabolisme dan juga memori jangka panjang. 3. Saraf Kranial
12 pasang saraf cranial muncul dari berbagai bagian batang otak. Beberapa saraf cranial hanya tersusun dari serabut sensorik, tetapi sebagaian besar tersusun dari serabut sensorik dan serabut motorik.
1) Saraf Olfaktorius ( CN I ) Merupakan saraf sensorik. Saraf ini berasal dari epithelium olfaktori mukosa nasal. Berkas serabut sensorik mengarah ke bulbus olfaktori dan menjalar melalui traktus olfaktori sampai ke ujung lobus temporal (girus olfaktori), tempat persepsi indera penciuman berada. 2) Saraf Optik ( CN II ) Merupakan saraf sensorik. Impuls dari batang dan kerucut retina di bawa ke badan sel akson yang membentuk saraf optic. Setiap saraf optic keluar dari bola mata pada bintik buta dan masuk ke rongga cranial melaui foramen optic. Seluruh serabut memanjang saat traktus optic, bersinapsis pada sisi lateral nuclei genikulasi thalamus dan menonjol ke atas sampai ke area visual lobus oksipital untuk persepsi indera penglihatan. 3) Saraf Okulomotorius ( CN III ) Merupakan saraf gabungan, tetapi sebagian besar terdiri dari saraf motorik. Neuron motorik berasal dari otak tengah dan membawa impuls ke seluruh otot bola mata (kecuali otot oblik superior dan rektus lateral), ke otot yang membuka kelopak mata dan ke otot polos tertentu pada mata. Serabut sensorik membawa informasi indera otot (kesadaran perioperatif) dari otot mata yang terinervasi ke otak. 4) Saraf Traklear ( CN IV )
Adalah saraf gabungan, tetapi sebagian besar terdiri dari saraf motorik dan merupakan saraf terkecil dalam saraf cranial. Neuron motorik berasal dari langitlangit otak tengah dan membawa impuls ke otot oblik superior bola mata. Serabut sensorik dari spindle otot menyampaikan informasi indera otot dari otot oblik superior ke otak. 5) Saraf Trigeminal ( CN V ) Saraf cranial terbesar, merupakan saraf gabungan tetapi sebagian besar terdiri dari saraf sensorik. Bagian ini membentuk saraf sensorik utama pada wajah dan rongga nasal serta rongga oral. Neuron motorik berasal dari pons dan menginervasi otot mastikasi kecuali otot buksinator. Badan sel neuron sensorik terletak dalam ganglia trigeminal. Serabut ini bercabang ke arah distal menjadi 3 divisi: a. Cabang optalmik membawa informasi dari kelopak mata, bola mata, kelenjar air mata, sisi hidung, rongga nasal dan kulit dahi serta kepala. b. Cabang maksilar membawa informasi dari kulit wajah, rongga oral (gigi atas, gusi dan bibir) dan palatum. c. Cabang mandibular membawa informasi dari gigi bawah, gusi, bibir, kulit rahang dan area temporal kulit kepala. 6) Saraf Abdusen ( CN VI ) Merupakan saraf gabungan, tetapi sebagian besar terdiri dari saraf motorik. Neuron motorik berasal dari sebuah nucleus pada pons yang menginervasi otot rektus lateral mata. Serabut sensorik membawa pesan proprioseptif dari otot rektus lateral ke pons. 7) Saraf Fasial ( CN VII )
Merupakan saraf gabungan. Meuron motorik terletak dalam nuclei pons. Neuron ini menginervasi otot ekspresi wajah, termasuk kelenjar air mata dan kelenjar saliva. Neuron sensorik membawa informasi dari reseptor pengecap pada dua pertiga bagian anterior lidah. 8) Saraf Vestibulokoklearis ( CN VIII ) Hanya terdiri dari saraf sensorik dan memiliki dua divisi. a. Cabang koklear atau auditori menyampaikan informasi dari reseptor untuk indera pendengaran dalam organ korti telinga dalam ke nuclei koklear pada medulla, ke kolikuli inferior, ke bagian medial nuclei genikulasi pada thalamus dan kemudian ke area auditori pada lobus temporal. b. Cabang vestibular membawa informasi yang berkaitan dengan ekuilibrium dan orientasi kepala terhadap ruang yang diterima dari reseptor sensorik pada telinga dalam. 9)
Saraf Glosofaringeal ( CN IX ) Merupakan saraf gabungan. Neuron motorik berawal dari medulla dan menginervasi otot untuk wicara dan menelan serta kelenjar saliva parotid. Neuron sensorik membawa informasi yang berkaitan dengan rasa dari sepertiga bagian posterior lidah dan sensasi umum dari faring dan laring; neuron ini juga membawa informasi mengenai tekanan darah dari reseptor sensorik dalam pembuluh darah tertentu.
10) Saraf Vagus ( CN X ) Merupakan saraf gabungan. Neuron motorik berasal dari dalam medulla dan menginervasi hampir semua organ toraks dan abdomen. Neuron sensorik membawa informasi dari faring, laring, trakea, esophagus, jantung dan visera abdomen ke medulla dan pons. 11) Saraf Aksesori Spinal ( CN XI ) Merupakan saraf gabungan, tetapi sebagian besar terdiri dari serabut motorik. Neuron motorik berasal dari dua area: bagian cranial berawal dari medulla dan menginervasi otot volunteer faring dan laring, bagian spinal muncul dari medulla spinalis serviks dan menginervasi otot trapezius dan sternokleidomastoideus. Neuron sensorik membawa informasi dari otot yang sama yang terinervasi oleh saraf motorik ; misalnya otot laring, faring, trapezius dan otot sternokleidomastoid. 12) Saraf Hipoglosal ( CN XII ) Termasuk saraf gabungan, tetapi sebagian besar terdiri dari saraf motorik. Neuron motorik berawal dari medulla dan mensuplai otot lidah. Neuron sensorik membawa informasi dari spindel otot di lidah. 3. Etiologi Stroke Hemoragik Penyebab perdarahan otak yang paling lazim terjadi 1.
Aneurisma Berry, biasanya defek kongenital.
2.
Aneurisma
fusiformis
dari
atherosklerosis.
Atherosklerosis
adalah
mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah. Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek dan terjadi perdarahan
3.
Aneurisma myocotik dari vaskulitis nekrose dan emboli septis.
4.
Malformasi arteriovenous, adalah pembuluh darah yang mempunyai bentuk abnormal, terjadi hubungan persambungan pembuluh darah arteri, sehingga darah arteri langsung masuk vena, menyebabkan mudah pecah dan menimbulkan perdarahan otak.
5.
Ruptur arteriol serebral, akibat hipertensi yang menimbulkan penebalan dan degenerasi pembuluh darah.
Faktor resiko pada stroke adalah 1.
Hipertensi
2.
Penyakit kardiovaskuler: arteria koronaria, gagal jantung kongestif, fibrilasi atrium, penyakit jantung kongestif)
3.
Kolesterol tinggi, obesitas
4.
Peningkatan hematokrit (resiko infark serebral)
5.
Diabetes Melitus (berkaitan dengan aterogenesis terakselerasi)
6.
Kontrasepasi oral (khususnya dengan disertai hipertensi, merokok, dan kadar estrogen tinggi)
7.
Penyalahgunaan obat (kokain), rokok dan alcohol
4. Patofisiologi Stroke Hemoragik Ada dua bentuk CVA bleeding 1. Perdarahan intra cerebral Pecahnya pembuluh darah otak terutama karena hipertensi mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa atau hematom yang menekan jaringan otak dan menimbulkan oedema di sekitar otak. Peningkatan TIK yang terjadi
dengan cepat dapat mengakibatkan kematian yang mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intra cerebral sering dijumpai di daerah putamen, talamus, sub kortikal, nukleus kaudatus, pon, dan cerebellum. Hipertensi kronis mengakibatkan perubahan struktur dinding permbuluh darah berupa lipohyalinosis atau nekrosis fibrinoid. 2. Perdarahan sub arachnoid Pecahnya pembuluh darah karena aneurisma atau AVM. Aneurisma paling sering didapat pada percabangan pembuluh darah besar di sirkulasi willisi. AVM dapat dijumpai pada jaringan otak dipermukaan pia meter dan ventrikel otak, ataupun didalam ventrikel otak dan ruang subarakhnoid. Pecahnya arteri dan keluarnya darah keruang subarakhnoid mengakibatkan tarjadinya peningkatan TIK yang mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, sehinga timbul nyeri kepala hebat. Sering pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda rangsangan selaput otak lainnya. Peningkatam TIK yang mendadak juga mengakibatkan perdarahan subhialoid pada retina dan penurunan kesadaran. Perdarahan subarakhnoid dapat mengakibatkan vasospasme pembuluh darah serebral. Vasospasme ini seringkali terjadi 3-5 hari setelah timbulnya perdarahan, mencapai puncaknya hari ke 5-9, dan dapat menghilang setelah minggu ke 2-5. Timbulnya vasospasme diduga karena interaksi antara bahan-bahan yang berasal dari darah dan dilepaskan kedalam cairan serebrospinalis dengan pembuluh arteri di ruang subarakhnoid. Vasospasme ini dapat mengakibatkan disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia dan lain-lain). Otak dapat berfungsi jika kebutuhan O2 dan glukosa otak dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak punya cadangan O2 jadi kerusakan,
kekurangan aliran darah otak walau sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20 mg% karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 % an terjadi gejala disfungsi serebral. Pada saat otak hipoksia, tubuh berusaha memenuhi O2 melalui proses metabolik anaerob,yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah otak. 5. Pathway :Terlampir 6. Manifestasi Klinis Stroke Hemoragik Intracerebral hemorrhage mulai dengan tiba-tiba. Dalam sekitar setengah orang, hal itu diawali dengan sakit kepala berat, seringkali selama aktifitas. Meskipun begitu, pada orang tua, sakit kepala kemungkinan ringan atau tidak ada. Dugaan gejala terbentuknya disfungsi otak dan menjadi memburuk sebagaimana peluasan pendarahaan. Beberapa gejala, seperti lemah, lumpuh, kehilangan perasa, dan mati rasa, seringkali mempengaruhi hanya salah satu bagian tubuh. orang kemungkinan tidak bisa berbicara atau menjadi pusing. Penglihatan kemungkinan terganggu atau hilang. Mata bisa di ujung perintah yang berbeda atau menjadi lumpuh. Pupil bisa menjadi tidak normal besar atau kecil. Mual, muntah, serangan, dan kehilangan kesadaran adalah biasa dan bisa terjadi di dalam hitungan detik sampai menit. Menurut Corwin (2009) manifestasi klinik dari dari Intra cerebral Hematom yaitu : a. Kesadaran mungkin akan segera hilang, atau bertahap seiring dengan membesarnya hematom. b. Pola pernapasaan dapat secara progresif menjadi abnormal.
c. Respon pupil mungkin lenyap atau menjadi abnormal. d. Dapat timbul muntah-muntah akibat peningkatan tekanan intra cranium. e. Perubahan perilaku kognitif dan perubahan fisik pada berbicara dan gerakan motorik dapat timbul segera atau secara lambat. f. Nyeri kepala dapat muncul segera atau bertahap seiring dengan peningkatan tekanan intra cranium. 7. Komplikasi Stroke Hemoragik Menurut Brunner & Suddarth (2006) komplikasi stroke di bagi menjadi 2 (dua) sebagai berikut: Komplikasi neurology yang terbagi menjadi : 1. Cacat mata dan cacat telinga 2. Kelumpuhan 3. Lemah Komplikasi non neurology yang terbagi menjadi : 1.
2.
Akibat neurology yang terbagi menjadi : a.
Tekanan darah sistemik meninggi
b.
Reaksi hiperglikemi (kadar gula dalam darah tinggi)
c.
Oedema paru
d.
Kelainan jantung dan EKG (elektro kardio gram)
e.
Sindroma inappropriate ante diuretic hormone (SIADH) Akibat mobilisasi meliputi :
Bronco pneumonia, emboli paru, depresi, nyeri, dan kaku bahu, kontraktor, deformitas, infeksi traktus urinarius, dekubitus dan atropi otot.
8. Penatalaksanaan Stroke Hemoragik di ICU Penatalaksanaan untuk stroke hemoragik, antara lain: 1.
Menurunkan kerusakan iskemik cerebral
Infark cerebral terdapat kehilangan secara mantap inti central jaringan otak, sekitar daerah itu mungkin ada jaringan yang masih bisa diselematkan, tindakan awal difokuskan untuk menyelematkan sebanyak mungkin area iskemik dengan memberikan O2, glukosa dan aliran darah yang adekuat dengan mengontrol / memperbaiki disritmia (irama dan frekuensi) serta tekanan darah. 2.
Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK
Dengan target BP : 90-120 / 60-80 mmhg dan MAP 70-99 mmhg dan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi kepala yang berlebihan, pemberian dexamethason. 3.
Pengobatan
a. Anti koagulan: Heparin untuk menurunkan kecederungan perdarahan pada fase akut. b. Obat
anti
trombotik:
Pemberian
ini
diharapkan
mencegah
peristiwa
trombolitik/emobolik. c. Diuretika : untuk menurunkan edema serebral 1) Diuretik osmotik : Manitol, Karbonik Anhidrase, Loop Diuretik 2) Diuretik Konvolusi Tubulus Distalc : Tiazid dan Derivatnya 3) Diuretik duktus kolekting : Spironolakton, Amiloride dan triamterene 4.
Management nyeri : Stimulas kutaneus, Distraksi, Anticipatory Guidance, Relaksasi
5.
Mangement glukosa : BGA 2 jam pp, Sewaktu
6.
Managemen asam basa : Monitor status hemodinamik termasuk CVP (tekanan vena
sentral), MAP (tekanan arteri rata-rata) 70-90 mmHg, Pantau gejala gagal pernapasan seperti PaO2 yang rendah, peningkatan PaCO2 , Dapatkan hasil laborat untuk menganalisa keseimbangan asam basa seperti urin dan level serum
9. Pemeriksaan Penunjang Stroke Hemoragik 1. Angiografi cerebral Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurism atau malformasi vaskular. 2. Lumbal pungsi Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan lumbal menunjukkan adanya hemoragi pada subarakhnoid atau perdarahan pada intrakranial. 3. CT scan Penindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya secara pasti. 4. MRI (Magnetic Imaging Resonance) Menggunakan gelombang megnetik untuk menentukan posisi dan bsar terjadinya perdarahan otak. Hasil yang didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik. 5. EEG Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari jaringan yang infrak sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.
10. Pengkajian Keperawatan Stroke Hemoragik a. Pengkajian Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan untuk mengenal masalah klien, agar dapat memberi arah kepada tindakan keperawatan. Tahap pengkajian terdiri dari tiga kegiatan, yaitu pengumpulan data, pengelompokkan data dan perumusan diagnosis keperawatan. a) Pengumpulan data Pengumpulan data adalah mengumpulkan informasi tentang status kesehatan klien yang menyeluruh mengenai fisik, psikologis, sosial budaya, spiritual, kognitif, tingkat perkembangan, status ekonomi, kemampuan fungsi dan gaya hidup klien. 1. Data demografi Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnose medis. 2. Keluhan utama Didapatkan keluhan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi. 3. Riwayat penyakit sekarang Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain. (Siti Rochani, 2000) Sedangkan stroke infark
tidak terlalu mendadak, saat istirahat atau bangun pagi, kadang nyeri copula, tidak kejang dan tidak muntah, kesadaran masih baik. 4. Riwayat penyakit dahulu Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan. (Donna D. Ignativicius, 1995) 5. Riwayat penyakit keluarga Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes militus. (Hendro Susilo, 2000) 6. Riwayat psikososial Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan keluarga. 7. Pola-pola fungsi kesehatan ● Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol, penggunaan obat kontrasepsi oral. ● Pola nutrisi dan metabolisme Adanya gejala nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut, kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, pipi, tenggorokan, disfagia ditandai dengan kesulitan menelan, obesitas.
● Pola eliminasi Gejala
menunjukkan
adanya
perubahan
pola
berkemih
seperti
inkontinensia urine, anuria. Adanya distensi abdomen (distesi bladder berlebih), bising usus negatif (ilius paralitik), pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus. ● Pola aktivitas dan latihan Gejala menunjukkan danya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah. Tanda yang muncul adalah gangguan tonus otot (flaksid, spastis), paralitik (hemiplegia) dan terjadi kelemahan umum, gangguan penglihatan, gangguan tingkat kesadaran. ● Pola tidur dan istirahat Biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang otot/nyeri otot ● Pola hubungan dan peran Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara. ● Pola persepsi dan konsep diri Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak kooperatif. ● Pola sensori dan kognitif Pada pola sensori klien mengalami gangguan penglihatan/ kekaburan pandangan, perabaan/sentuhan menurun pada muka dan ekstremitas yang
sakit. Pada pola kognitif biasanya terjadi penurunan memori dan proses berpikir. ● Pola reproduksi seksual Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat dari beberapa pengobatan stroke, seperti obat anti kejang, anti hipertensi, antagonis histamin. ● Pola penanggulangan stress Klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi. ● Integritas ego Terdapat gejala perasaan tak berdaya, perasaan putus asa dengan tanda emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih dan gembira, kesulian mengekspresikan diri (Doengoes, 2000: 290) ● Pola tata nilai dan kepercayaan Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah laku yang tidak stabil, kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh. (Marilynn E. Doenges, 2000) 8. Pemeriksaan fisik B1 (Breathing) Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu napas dan peningkatan frekuensi pernapasan. Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronki pada klien dengan peningkatan produksi secret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan pada klien strok dengan penurunan tingkat kesadaran (koma).
Pada klien dengan tingkat kesadaran komposmentis, pengkajian inspeksi pernapasannya tidak ada kelainan. Palpasi torak didapatkan taktil vremitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas tambahan. B2 (Blood) Pengkajian
pada
system
kardiovaskuler
didapatkan
renjatan
(syok
hipovolemik) yang sering terjadi pada klien strok. Tekanan darah biasanya terjadi peningkatan dan dapat terjadi hipertensi massif (tekanan darah >200mmHg) B3 (Brain) Stroke menyebabkan berbagai defistit neurologis, bergantung pada lokasi lesi pembuluh darah mana yang pecah dan area yang perfusinya tidak adekuat, dan aliran darah kolateral. Pengakajian B3 meliputi : Pengkajian tingkat kesadaran pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien CVA biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan semikoma. Jika klien sudah koma maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk pemantauan pemberi asuhan. Skala GCS : a. Reflek membuka mata : Spontan
4
Dengan perintah
3
Dengan rangsangan nyeri
2
Tidak berespon
1
b. Respon verval : Berorientasi baik
5
Bicara membingungkan
4
Kata-kata tidak tepat
3
Suara tidak dapat dimengerti
2
Tidak berespon
1
c. Respon motorik : Ikuti perintah
6
Melokalisasi nyeri
5
Menarik area yang nyeri
4
Fleksi abnormal
3
Ekstensi
2
Tidak berespon
1
B4 (Bladder ) Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine sementara karena
konfusi,
ketidakmampuan
mengkomunikasikan
kebutuhan,
dan
ketidakmampuan untuk mengendalikan kandung kemih karena kerusakan kontrol motorik dan postural. Kadang sfingter urine eksternal hilang atau berkurang. B5 (Bowel) Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut. Mual sampai muntah disebabkan oleh peningkatan produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi. Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltic usus. Adanya inkontinensia alvi Yng berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas. B6 (Bone)
Biasanya didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan, dan penurunan kekuatan otot, tonus otot meningkat, hemiparesis. Selain itu perlu dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena mengalami hambatan mobilitas fisik. Skala kekuatan Otot : 0 : Tidak ada kontraksi, 100% pasif 1 : Tampak kontraksi, ada sedikit tahanan atau gerakan 2 : Mampu menahan gravitasi tapi dengan sedikit sentuhan akan jatuh 3 : Mampu menahan gravitasi, tidak mampu melawan tekanan pemeriksa 4 : Kekuatan kurang dari yang lain 5 : Kekuatan utuh 11. Diagnosa Keperawatan Stroke Hemoragik 1.
Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d akumulasi sekret dijalan nafas
2.
Gangguan pertukaran gas b.d kegagalan proses difusi pada alveoli
3.
Pola nafas tidak efektif b.d gangguan pada pusat pernapasan
4.
Ketidakefektifan Perfusi jaringan serebral b.d perdarahan intra serebral
5.
Kerusakan komunikasi verbal b.d penurunan sirkulasi ke otak
6.
Defisit perawatan diri: makan, mandi, berpakaian, toileting b.d kerusakan neurovaskuler
7.
Kerusakan mobilitas fisik b.d kerusakan neurovaskuler
12. Rencana Keperawatan Stroke Hemoragik 1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan adanya akumulasi secret di jalan napas ditandai dengan :
Tujuan
: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 X 30 menit diharapkan jalan napas klien dapat efektif adekuat.
Kriteria hasil : Sekret di ET dan mulut berkurang atau tidak ada, RR dalam batas normal (16-24x/menit), Suara ronkhi berkurang atau hilang. Rencana Tindakan : a. Monitor adanya akumulasi secret dan warnanya di jalan napas (ET dan mulut) Rasional : Secret menghambat jalan napas b. Auskultasi suara napas klien Rasional : Mengetahui adanya suara nafas tambahan dan kefektifan jalan nafas untuk memenuhi O2 pasien c. Monitor status pernapasan klien Rasional : Mengetahui keadekuatan pernapasan klien d. Monitor adanya suara gargling Rasional : Mengetahui adanya lidah jatuh kebelakang yang menghambat jalan napas e. Pertahankan posisi head of bed 30⁰ Rasional : Mematenkan saluran jalan napas f. Lakukan suction sesuai indikasi Rasional : Mencegah obstruksi atau aspirasi. Penghisapan dapat diperlukan bia klien tak mampu mengeluarkan sekret sendiri. Kolaborasi : Berikan nebulizer tiap 8 jam sesuai dengan indikasi 2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernapasan (infark serebri pada batang otak etcause intracerebral haemoragie)
Tujuan
: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan pola napas klien dapat efektif.
Kriteria hasil : Napas adekuat spontan (16-24x/menit), KU dan VS stabil, Retraksi otot intercosta berkurang, dan Weaning off ventilator Rencana Tindakan a.
Monitor keadaan umum dan vital sign klien Rasional : Untuk mengetahui keadaan umum pasien sebagai standar dalam menentukan intervensi yang tepat
b.
Pantau status pernapasan klien Rasional : mengetahui pernapasan klien dan tindakan yang akan dilakukan jika terjadi masalah di sistem pernapasan
c.
Pantau adanya retraksi otot intercosta Rasional : menunjukkan keparahan dari gangguan respirasi yang terjadi dan menetukan intervensi yang akan diberikan
d. Pertahankan head of bed (30-45⁰) Rasional : memperbaiki sirkulasi darah dan O2 ke otak e.
Monitor saturasi oksigen klien Rasional : Mengetahui kandungan oksigen di tubuh klien
Kolaborasi : Pertahankan penggunaan ventilator dan observasi setting ventilator dengan status pernapasan klien. 3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kegagalan proses difusi pada alveoli Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam diharapkan pertukaran gas klien dapat adekuat
Kriteria hasil : a.
KU dan VS stabil
b. Napas adekuat spontan (16-24x/menit) c.
BGA dalam batas normal
Rencana Tindakan a.
Monitor keadaan umum dan vital sign klien Rasional : Untuk mengetahui keadaan umum pasien sebagai standar dalam menentukan intervensi yang tepat
b.
Observasi status pernapasan klien Rasional : mengetahui pernapasan klien dan tindakan yang akan dilakukan jika terjadi masalah di sistem pernapasan
c.
Pantau adanya tanda-tanda hipoksia Rasional : hipoksia menanndakan pasien kekurangan O2
d.
Pertahankan head of bed (30-45⁰) Rasional : memperbaiki sirkulasi darah dan O2 ke otak
Kolaborasi : Pantau hasil BGA sesuai indikasi, Pertahankan penggunaan ventilator dengan oksigenasi yang adekuat . 4. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan adanya perdarahan intraserebral Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam diharapkan perfusi jaringan serebral klien dapat adekuat.
Kriteria hasil : a.
Kesadaran membaik
b. Reflek pupil +/+ c.
Pupil isokor
Rencana Tindakan a.
Monitor status neurologi Rasional : mengetahui fungsi neurologi pasien
b.
Pantau tanda-tanda vital tiap jam Rasional : Untuk mengetahui keadaan umum pasien sebagai standar dalam menentukan intervensi yang tepat
c.
Evaluasi pupil, refleks terhadap cahaya Rasional : mengetahui kesadaran pasien
d.
Pantau adanya peningkatan TIK Rasional : mengetahui potensial peningkatan TIK
e.
Posisikan kepala lebih tinggi 30-45⁰ Rasional : mengurangi tekanan arteri dengan meningkatkan drainage vena dan memperbaiki sirkulasi serebral
Kolaborasi: Pertahankan oksigenasi adekuat melalui ventilator 5. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 X 24 jam diharapakn klien dapat berkomunikasi sesuai dengan keadaannya. Kriteria hasil : Klien dapat mengemukakan bahasa isyarat dengan tepat, terjadi kepahaman bahasa antara klien, perawat dan keluarga
Rencana Tindakan a.
Monitor tingkat kemampuan klien dalam berkomunikasi Rasional: Perubahan dalam isi kognitif dan bicara merupakan indikator dari derajat gangguan serebral
b.
Minta klien untuk mengikuti perintah sederhana Rasional: melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan sensorik
c.
Tunjukkan objek dan minta pasien menyebutkan nama benda tersebut Rasional: Melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan motorik
d.
Ajarkan klien tekhnik berkomunikasi non verbal (bahasa isyarat) Rasional: bahasa isyarat dapat membantu untuk menyampaikan isi pesan yang dimaksud
e.
Konsultasikan dengan/ rujuk kepada ahli terapi wicara. Rasional: untuk mengidentifikasi kekurangan/ kebutuhan terapi.
6.
Defisit perawatan diri: makan, mandi, berpakaian, toileting b.d kerusakan neurovaskuler Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1 X 24 jam kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi Kriteria hasil : klien bersih dan klien dapat melakukan kegiatan personal hygiene secara minimal Rencana tindakan a.
Bantu klien dalam personal hygiene.
Rasional: Klien terlihat bersih dan rapi dan memberi rasa nyaman pada klien b.
Rapikan klien jika klien terlihat berantakan dan ganti pakaian klien setiap hari Rasional: Memberi kesan yang indah dan klien tetap terlihat rapi
c.
Libatkan keluarga dalam melakukan personal hygiene Rasional: dukungan keluarga sangat dibutuhkan dalam program peningkatan aktivitas klien
7. Kerusakan mobilitas fisik b.d kerusakan neurovaskuler Tujuan : Setelah tindakan keperawatan 1 X 24 jam diharapkan klien dapat melakukan aktivitas secara minimum Kriteria hasil : mempertahankan posisi yang optimal, meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh, mendemonstrasikan perilaku yang memungkinkan aktivitas. Rencana Tindakan a.
Monitor kemampuan klien dalam melakukan aktifitas Rasional: mengidentifikasi kelemahan/ kekuatan dan dapat memberikan informasi bagi pemulihan
b.
Ubah posisi minimal setiap 2 jam (telentang, miring) Rasional: menurunkan resiko terjadinya trauma/ iskemia jaringan.
c.
Mulailah melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada semua ekstremitas
Rasional: meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi, membantu mencegah kontraktur. d.
Gerakkan dan latihan ROM dengan menggunakan ekstremitas yang tidak sakit. Rasional: dapat berespons dengan baik jika daerah yang sakit tidak menjadi lebih terganggu.
Kolaborasi dengan ahli fisioterapi secara aktif, latihan resistif, dan ambulasi pasien. Rasional: program khusus dapat dikembangkan untuk menemukan kebutuhan yang berarti/ menjaga kekurangan tersebut dalam keseimbangan, koordinasi, dan kekuatan
DAFTAR PUSTAKA
Artiani, Ria. 2009. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Ganguan Sistem Persyarafan, Jakarta, EGC. Centers for Disease Control and Prevention, 2009. Stroke Facts and Statistics. : Division for Heart
Disease
and
Stroke
Prevention.
Available
from:
http://www.cdc.gov/stroke/statistical_reports.htm di askses pada tangal 27 februari 2017. Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC Gemari, 2008. Esensial Stroke. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid Kedua. Jakarta: Media Aesculapius FKUI Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. 2007. Guideline Stroke 2007. Jakarta: PERDOSSI. Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA. Jakarta: Prima Medika