LAPORAN PENDAHULUAN “NHL (Non Hodgkin Limfoma)”
DiSusun Oleh: DESI NUR INDAH SRI PUSPITASARI (201810461011030)
PROGRAM STUDI PROFESI KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2019
LAPORAN PENDAHULUAN
NHL (Non Hodgkin Limfoma) A. PENGERTIAN Berdasar American Cancer Society (2013) NHL merupakan kanker yang prosesnya dimulai pada sel yang disebut limfosit, yang merupakan bagian dari imun sistem. Limfosit terletak di limfa nodul dan limfoid tissue lainnya seperti limfa ataupun sumsum tulang. Tetapi beberapa tipe kanker seperti kanker paru ataupun kanker kolon yang dapat menyebar ke jaringan limfa nodul, bukanlah merupakan Non Hodgkin limfoma tetapi hanya merupakan metastase. Non hodgkin limfoma merupakan suatu keganasan yang dimulai ketika limfosit berdiferensiasi menjadi sel yang abnormal. Sel yang abnormal akan terus bereplikasi menggandakan dirinya terus menerus dan bertambah banyak. Abnormal sel tidak dapat melakukan apoptosis. Mereka juga tidak bisa memproteksi tubuh dari infeksi dan penyakit imun lainnya. Sel yang abnormal akan membentuk ekstra sel yang akan menjadi suatu massa di jaringan yang disebut tumor ( U.S. Department of Health and Human Service , 2007 ) Menurut Reksodiputro (2008) NHL adalah kelompok keganasan primer limfosit yang dapat bersal dari limfosit B, limfosit T dan kadang (amat jarang) berasal dari sel NK (natural killer) yang berada dalam sistem limfe. Keganasan ini bersifat sangat heterogen, baik tipe histologis, gejala, perjalanan klinis, respon
terhadap
pengobatan,maupun prognosis. Sel limfosit akan berproliferasi secara tak terkendali yang mengakibatkan terbentuknya tumor. Seluruh sel NHL berasal dari satusel limfosit, sehingga semua sel dalam tumor pasien NHL sel B memiliki imunoglobulin yang sama pada permukaan selnya. A. ETIOLOGI Infeksi virus merupakan salah satu yang dicurigai menjadi etiologi NHL contohnya ialah infeksi virus Epstein Barr dan HTLV (Human T Lymphoytopic Virus type 1) yang berhubungan dengan limfoma Burkitt , yang merupakan limfoma sel B. Selain itu abnormalitas sitogenik seperti translokasi kromosom juga ikut berperan menyebabkan proliferasi dari limfosit. Pada limfoma sel B ditemukan abnormalitas kromosom, yaitu translokasi lengan panjang kromosom nomor 8 (8q) ke lengan
panjang kromosom nomor 14 (14q). (Krisifu, et al., 2004).
Faktor resiko
berhubungan juga dengan paparan lingkungan, pekerjaan, diet, dan paparan lainnya. Beberapa pekerjaan yang sering dihubungkan dengan resiko tinggi adalah peternak serta pekerja hutan dan pertanian. Hal ini disebabkan karena adanya paparan herbisisda dan pelarut organik. Resiko NHL juga meningkat pada orang yang mengkonsumsi makanan tinggi lemak hewani, merokok, dan terkena paparan ultraviolet berlebihan. (Reksodiputro,2009). B. STADIUM ( Non Hodgkin Limfoma) Penetapan stadium penyakit harus selalu dilakukan sebelum pengobatan dan setiap lokasi jangkitan harus di data dengan cermat. Strategi Terapi non hodgkin limfoma akan berbeda pada setiap stadium penyakit tergantung penyebaran dari tumor. Stadium yang sering di aplikasikan ialah kesepakatan Ann Arbor. a. Stadium I Pembesaran kelenjar getah bening (KGB) hanya 1 regio. I E : jika hanya terkena 1 organ ekstra limfatik tidak difus/batas tegas b. Stadium II Pembesaran dua regio KGB atau lebih, tetapi masih satu sisi diafragma. II 2 : pembesaran 2 regio KGB dalam satu sisi diafragma II 3 : pembesaran 3 regio KGB dalam 1 sisi diafragma II E : pembesaran 1 regio atau lebih KGB dalam 1 sisis diafragmadan 1 organ ekstra limfatik tidak difus/ batas tegas. c. Stadium III Pembesaran KGB di 2 sisi diafragma d. Stadium IV Jika mengenai 1 organ ekstra limfatik atau lebih tetapi secara difus. C. MANIFESTASI KLINIS Gejala umum penderita limfoma non-Hodgkin yaitu : 1. Pembesaran kelenjar getah bening tanpa adanya rasa sakit. 2. Demam. 3. Keringat malam. 4. Rasa lelah yang dirasakan terus menerus. 5. Gangguan pencernaan dan nyeri perut. 6. Hilangnya nafsu makan. 7. Nyeri tulang. 8. Bengkak pada wajah dan leher dan daerah-daerah nodus limfe yang terkena. 9. Limphadenopaty. Limfadenopati superficial. Sebagian besar pasien datang dengan pembesaran kelenjar getah bening asimetris yang tidak nyeri pada satu atau lebih region
kelenjar getah bening perifer. Gejala konstitusional. Demam, keringat pada malam hari dan penurunan berat badan lebih jarang terjadi dibandingkan pada penyakit Hodgkin. Adanya
gejala tersebut biasanya menyertai penyakit diseminata. Dapat terjadi anemia
dan infeksi dengan jenis yang ditemukan pada penyakit Hodgkin. Gangguan orofaring. Pada 5-10% pasien, terdapat penyakit distruktur limfoid orofaringeal (cincin waldeyer) yang dapat menyebabkan timbulnya keluhan
“sakit tenggorok” atau napas berbunyi atau tersumbat. Anemia, netropenia dengan infeksi, atau trombositopenia dengan purpura mungkin merupakan gambaran pada penderita penyakit sumsum tulang difus.
Sitopenia juga dapat disebabkan oleh autoimun. Penyakit abdomen. Hati dan limpa sering kali membesar dan kelenjar getah bening
retroperitoneal
atau
mesenterika
sering
terkena.
Saluran
gastrointestinal adalah lokasi ekstranodal yang paling sering terkena setelah sumsum tulang dan pasien dapat datang dengan gejala abdomen akut. Organ lain. Kulit, otak, testis dan tiroid sering terkena. Kulit juga secara primer terkena pada dua jenis limfoma sel T yang tidak umum dan sindrom
sezary. D. PATHWAY Terlampir E. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Pemeriksaan laboratorium lengkap, meliputi hal berikut. Darah tepi lengkap termasuk retikulosit dan LED Gula darah Fungsi hati termasuk y-GT, albumin, dan LDH Fungsi ginjal Immunoglobulin. 2. Pemeriksaan biopsy kelenjar atau massa tumor untuk mengetahui subtype LNH, bila perlu sitologi jarum halus (FN HB) ditempat lain yang dicurigai. 3. Aspirasi dan biopsy sumsum tulang 4. Ct-Scan atau USG abdomen, untuk mengetahui adanya pembesaran kelenjar getah bening pada aorta abdominal atau KGB lainnya, massa tumor abdomen, dan metastase kebagian intraabdominal. 5. Pencitraan toraks (PA dan lateral) untuk mengetahui pembesaran kelenjar media stinum, bila perlu CT scan toraks. 6. Pemeriksaan THT untuk melihat keterlibatan cincin waldeyer terlibat dilanjutkan dengan tindakan gastroskopi 7. Jika diperlukan pemeriksaan bone scan atau bone survey untuk melihat keterlibatan tulang. 8. Jika diperlukan biopsy hati (terbimbing) F. PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan pada non hodgkin dilakukan sesuai dengan klasifikasi dan stadiumnya. Untuk NHL indolen stadium I dan stadium II standar pilihan terapinya
ialah iradiasi, kemoterapi dengan terapi radiasi, kemoterapi saja, dan sub total atau total iridasi limfoid (jarang). Radioterapi luas tidak meningkatkan angka kesembuhan dan dapat menurunkan toleransi terhadap kemoterapi lanjutan nantinya. (Bakta,2012). Untuk Indolen stadium II/III/IV standar pilihan terapinya ialah: tanpa terapi, pasien pada stadim lanjut dapat diobservasi dan dilaporkan tidak mempengaruhi harapan hidup dan remisi sontan tidak terjadi. Terapi hanya diberikan bila ada gejala sistemik. Dapat juga diberikan rituximab (anti CD 20 monoclonal antibodi. Obat ini bekerja dengan cara aktivasi komplemendan memperantarai sinyal intraseluler. Pilihan terapi berikutnya ialah pemberian analog purin nukleosida ( fludarabin atau 2 klorodoksiaadenosin kladribin) dan juga pemberian alkylating agent oral (dengan atau tanpa steroid) yaitu siklofosfamid dan klorambusil. (Krisifu, et al, 2004) Terapi pilihan yang banyak di pakai ialah terapi kombinasi. Terutama untuk memberikan hasil yang cepat biasanya digunakan kombinasi klorambusil atau siklofosfamid plus kortikosteroid, dan fludarabilplus mitoksantron. Kemoterapi tunggal atau kombinasi menghasilkan respon yang cukup baik(60- 80%). Terapi diteruskan sampai hasil maksimum. Terapi maintenence tidak dapat meningkatkan harapan hidup. Beberapa protokol kombinasi antara lain : 1) CVP yaitu siklofosfamid , vinkristin dan prednison. 2) C(M)OPP yaitu siklofosfamid, vinkristin, prokarbazin, dan prednison. 3) CHOP yaitu siklofosfamid, doksorubisin, vinsikrin dan prednison. 4) FND yaitu fludarabin, mitoksantron, dan dengan atau tidak deksametason. (Reksodiputro,2009). NHL agresif merupakan NHL indolen yang bertransformasi menjadi lebih ganas akan memiliki prognosis yang jelek dan dapat melibatkan sistem saraf pusat. Biasanya memberikan respon terapi yang baik dengan protokol pengobatan NHL keganasan derajat
menengah atau tinggi yaitu dengan terapi radiasi paliatif, kemoterapi,
rituximab, dan transplantasi sumsum tulang. Kemoterapi dosis tinggi dan transplantasi sel induk untuk kasus ini harus dipertimbangkan. ( Schrijvers, 2011). G. DIAGNOSA 1. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat ( mual, muntah) 2. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan proses inflamasi. 3. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya. 4. Hipertermi berhubungan dengan tak efektifnya termoregulasi sekunder terhadap inflamasi 5. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan tidak seimbangnya persediaan dan kebutuhan oksigen kelemahan umum serta kelelahan karena gangguan pola tidur 6. Nyeri berhubungan dengan interupsi sel saraf
No
Diagnosa
1
Nutrisi
Tujuan/kriteria hasil kurang
kebutuhan berhubungan
dari Setelah dilakukan tubuh tindakan keperaw atan dengan selama 3 x24 jam
intake yang tidak adekuat Kebutuh an nutrisi klien ( mual, muntah)
dapat terpenuh i dengan Kriteria Hasil : BB meningakat Nafsu
intervensi 1.
Lakukan
pendekatan
pada
pasien
dan
keluarganya. 2. Jelaskan pada pasien
dan
keluarga
makan pasien
penyebabnya dari
meningkat Gangguan
rasa sakit dan cara
penelanan berkurang Rasa sakit pada waktu menelan berkurang
mengurangi
rasa
sakit. 3. Jelaskan pada pasien
tentang
penyakitnya
dan
akibatnya jika ia tidak makan. 4. Anjurkan pada kelurga
untuk
memberikan makanan tambahan ringan
yang untuk
dicerna 5. Obervasi TTV 6. Kolaborasi dengan
tim
kesehatan dan ahli 2
Resiko terjadinya infeksi Setelah berhubungan proses inflamasi.
dengan tindakan selama
gizi dilakukan 1. beri penjelasan keperawatan tentang terjadinya 2x24
Tidak infeksi 2. beritahu pasien terjadi infeksi, dengan tentang tandaKriteria Hasil : Suhu tubuh dalam tanda inflamasi 3. beri kompres
batas normal Tidak ada
basah tanda 4. Anjurkan pasien
inflamasi Keringat berkurang
untuk
memakai
baju
yang
menyerap keringat. 5. Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian 3
Cemas dengan
berhubungan Setelah dilakukan kurangnya tindakan keperawatan
pengetahuan
tentang selama 2x24 jam tidak
penyakitnya.
4
terjadi nutrisi kurang
obat 1. Observasi nafsu makan klien 2. Beri makan klien sedikit tapi
dari kebutuhan tubuh
sering 3. Beritahu klien
dengan kriteria hasil : Nafsu makan
pentingnya nutrisi 4. Pemberian diet
Hipertermi berhubungan
meningkat, porsi habis, BB tidak turun drastis Setelah dilakukan
dengan tak efektifnya
tindakan keperawatan
termoregulasi sekunder
selama 1x24 jam
terhadap inflamasi
diharapkan suhu tubuh klien menurun dengan Kriteria Hasil : TTV dalam batas normal
TKTP
1. Observasi suhu tubuh pasien 2. Anjurkan dan berikan
banyak
minum
(sesuai
kebutuhan anak
cairan menurut
umur) 3. Berikan kompres
hangat
pada dahi, aksila, perut dan lipatan paha. 4. Anjurkan untuk memakaikan pasien
pakaian
tipis, longgar dan
mudah menyerap keringat. 5. Kolaborasi dalam pemberian 5
antipiretik. dilakukan 1. Mengevaluasi
Intoleransi aktivitas yang
Setelah
berhubungan dengan
tindakan
tidak seimbangnya
selama
persediaan
Aktivitas
dapat mencatat
dankebutuhanoksigen
terpenuhi
selama melaporkan
kelemahan umum serta
perawatan dengan kriteria hasil : Laporan secara verbal,
kelelahan karena gangguan pola tidur
keperawatan respon 2x24
pasien
jam terhadap aktivitas,
kekuatan otot meningkat dan tidak ada perasaan kelelahan. Tidak ada sesak Denyut nadi dalam batas normal Tidak muncul sianosis
adanya
dan dispnea,
peningkatan kelelahan,
serta
perubahan
dalam
tanda vital selama dan
setelah
aktivitas. 2. Memberikan lingkungan
yang
nyaman
dan
membatasi pengunjung selama fese akut atas
indikasi.
Menganjurkan untuk menggunakan memejen
stress
dan aktivitas yang beragam.
3.
Menjelaskan pentingnya beristirahat rencana
pada
tindakan
dan
perlunya
keseimbangan antara
aktivitas
dengan istirahat. 4. Membantu pasien
untuk
berada pada posisi yang
nyaman
untuk beristirahat dan atau tidur. 5. Membantu pasien
untuk
memenuhi kebutuhan
self-
care. Memberikan aktivitas
yang
meningkat selama fase 6
Nyeri
berhubungan . Setelah dilakuka n
dengan interupsi sel saraf
penyembuhan. 1. Tentukan
tindakan keperaw atan
karakteristik
dan
selama 2x24 jam
lokasi
diharapk an intensita s
perhatikan isyarat
nyeri berkuran g
verbal
nyeri, dan
non
dengan kriteria hasil : Klien merasa nyaman Skala nyeri menurun GCS E4V5M6 Tanda-tanda vital
verbal setiap 6 jam 2. Pantau tekanan
normal(nadi : 60- 100
jam 3. Terapkan tehnik
kali permenit, suhu: 36-36,7 C, pernafasan 16-20 kali permenit)
darah, nadi dan pernafasan tiap 6
distraksi (berbincangbincang) 4. Ajarkan tehnik relaksasi
(nafas
dalam)
dan
sarankan
untuk
mengulangi
bila
merasa nyeri 5. Beri
dan
biarkan
pasien
memilih
posisi
yang nyaman 6. Kolaborasi dalam pemberian analgetika.