Laporan Pendahuluan Thalasemia.docx

  • Uploaded by: hidayatul umroh
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Laporan Pendahuluan Thalasemia.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,250
  • Pages: 23
LAPORAN PENDAHULUAN THALASEMIA

A. KONSEP PENYAKIT 1. PENGERTIAN Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan secara resesif. Ditandai oleh defisiensi produksi globin pada hemoglobin. dimana terjadi kerusakan sel darah merah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek (kurang dari 100 hari) (Yuwono, 2012). Thalasemia adalah suatu gangguan darah yang diturunkan ditandai oleh defisiensi produksi rantai globin pada hemoglobin (Suryadi dan rita, 2001). Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan secara resesif (Arif Manjoer, 2000). Thalasemia kelompok heterogen anemia hemolitik herediter yang ditandai oleh penurunan kecepatan sintesis satu rantai polipeptida hemoglobin atau lebih diklasifikasikan menurut rantai yang terkena (alfa, beta, gamma) ; dua kategori mayor adalah alfa-dan beta-thalasemia, alfa-t, thalasemia yang disebabkan oleh penurunan kecepatan sintesis rantai alfa hemoglobin (Kamus Dorlan,2000). Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik dimana terjadi kerusakan sel darah merah didalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek (kurang dari 120 hari). Penyebab kerusakan tersebut adalah Hb yang tidak normal sebagai akibat dari gangguan dalam pembentukan jumlah rantai globin atau struktur Hb (Nursalam,2005). Thalasemia merupakan keadaan yang diwarisi, yaitu diwariskan dari keluarga kepada anak. Kecacatan gen menyebabkan haemoglobin dalam sel darah merah menjadi tidak normal. Mereka yang mempunyai penyakit Thalasemia tidak dapat menghasilkan haemoglobin yang mencukupi dalam darah mereka. Haemoglobin adalah bahagian sel darah merah yang mengangkut oksigen daripada paru-paru keseluruh tubuh. Semua tisu tubuh manusia memerlukan oksigen. Akibat kekurangan sel darah merah yang normal akan menyebabkan pesakit kelihatan pucat kerana paras hemoglobin (Hb) yang rendah (anemia).

2. PATOFISIOLOGI Normal hemoglobin adalah terdiri dari Hb A dengan polipeptida rantai alfa dan dua rantai beta . Pada beta thalasemia adalah tidak adanya atau kurangnya rantai beta dalam molekul hemoglobin yang mana ada gangguan kemampuan eritrosit membawa oksigen. Adanya suatu kompensator yang meningkat dalam rantai alfa, tetapi rantai beta memproduksi secara terusmenerus sehingga menghasilkan hemoglobin defective. Ketidakseimbangan polipeptida ini memudahkan ketidakstabilan dan disintegrasi. Hal ini menyebabkan sel darah merah menjadi hemolisis dan menimbulkan anemia dan atau hemosiderosis. Kelebihan dalam rantai alfa ditemukan pada thalasemia beta dan kelebihan rantai beta dan gamma ditemukan pada thalasemia alfa. Kelebihan rantai polipeptida kini mengalami presipitasi dalam sel eritrosit. Globin intra eritrositik yang mengalami presipitasi, yang terjadi sebagai rantai polipeptida alfa dan beta, atau terdiri dari hemoglobin tak stbil badan Heinz, merusak sampul eritrosit dan menyebabkan hemolisis. Produksi dalam hemoglobin menstimulasi bone marrow memproduksi RBC yang lebih. Dalam stimulasi yang konstan pada bone marrow, produksi RBC diluar menjadi eritropoetik aktif. Kompensator produksi RBC secara terus-menerus pada suatu dasar kronik. Dan dengan cepatnya destruksi RBC, menimbulkan tidak adekuatnya sirkulasi hemoglobin. Kelebihan produksi dan destruksi RBC menyebabkan bone marrow menjadi tipis dan mudah pecah atau rapuh.

3. ETIOLOGI Thalassemia bukan penyakit menular melainkan penyakit yang diturunkan secara genetik dan resesif. Penyakit ini diturunkan melalui gen yang disebut sebagai gen globin beta yang terletak pada kromosom 11. Pada manusia kromosom selalu ditemukan berpasangan. Gen globin beta ini yang mengatur pembentukan salah satu komponen pembentuk hemoglobin. Bila hanya sebelah gen globin beta yang mengalami kelainan disebut pembawa sifat thalassemiabeta. Seorang pembawa sifat thalassemia tampak normal/sehat, sebab masih mempunyai 1 belah gen dalam keadaan normal (dapat berfungsi dengan baik).

Seorang pembawa sifat thalassemia jarang memerlukan pengobatan. Bila kelainan gen globin terjadi pada kedua kromosom, dinamakan penderita thalassemia (Homozigot/Mayor). Kedua belah gen yang sakit tersebut berasal dari kedua orang tua yang masing-masing membawa sifat thalassemia. Pada proses pembuahan, anak hanya mendapat sebelah gen globin beta dari ibunya dan sebelah lagi dari ayahnya. Bila kedua orang tuanya masing-masing pembawa sifat thalassemia maka pada setiap pembuahan akan terdapat beberapa kemungkinan. Kemungkinan pertama si anak mendapatkan gen globin beta yang berubah (gen thalassemia) dari bapak dan ibunya maka anak akan menderita thalassemia. Sedangkan bila anak hanya mendapat sebelah gen thalassemia dari ibu atau ayah maka anak hanya membawa penyakit ini. Kemungkinan lain adalah anak mendapatkan gen globin beta normal dari kedua orang tuanya. Sedangkan menurut (Suriadi, 2001) Penyakit thalassemia adalah penyakit keturunan yang tidak dapat ditularkan.banyak diturunkan oleh pasangan suami isteri yang mengidap thalassemia dalam sel – selnya/ Faktor genetik. Jika kedua orang tua tidak menderita Thalassaemia trait/pembawasifat Thalassaemia, maka tidak mungkin mereka menurunkan Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia atau Thalassaemia mayor kepada anak-anak mereka. Semua anak-anak mereka akan mempunyai darah yang normal. Apabila salah seorang dari orang tua menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia sedangkan yang lainnya tidak, maka satu dibanding dua (50%) kemungkinannya bahwa setiap anak-anak mereka akan menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia, tidak seorang diantara anak-anak mereka akan menderita Thalassaemia mayor. Orang dengan Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia adalah sehat, mereka dapat menurunkan sifat-sifat bawaan tersebut kepada anak-anaknya tanpa ada yang mengetahui bahwa sifat-sifat tersebut ada di kalangan keluarga mereka. Apabila kedua orang tua menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia, maka anak-anak mereka mungkin akan menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia atau mungkin juga memiliki darah yang normal, atau mereka mungkin juga menderita Thalassaemia mayor

4. KLASIFIKASI Hemoglobin terdiri dari rantaian globin dan hem tetapi pada Thalassemia terjadi gangguan produksi rantai α atau β. Dua kromosom 11 mempunyai satu gen β pada setiap kromosom (total dua gen β) sedangkan dua kromosom 16 mempunyai dua gen α pada setiap kromosom (total empat gen α). Oleh karena itu satu protein Hb mempunyai dua subunit α dan dua subunit β. Secara normal setiap gen globin α memproduksi hanya separuh dari kuantitas protein yang dihasilkan gen globin β, menghasilkan produksi subunit protein yang seimbang. Thalassemia terjadi apabila gen globin gagal, dan produksi protein globin subunit tidak seimbang. Abnormalitas pada gen globin α akan menyebabkan defek pada seluruh gen, sedangkan abnormalitas pada gen rantai globin β dapat menyebabkan defek yang menyeluruh atau parsial (Wiwanitkit, 2007). Thalassemia diklasifikasikan berdasarkan rantai globin mana yang mengalami defek, yaitu Thalassemia α dan Thalassemia β. Pelbagai defek secara delesi dan nondelesi dapat menyebabkan Thalassemia (Rodak, 2007). a. Thalassemia α Oleh karena terjadi duplikasi gen α (HBA1 dan HBA2) pada kromosom 16, maka akan terdapat total empat gen α (αα/αα). Delesi gen sering terjadi pada Thalassemia α maka terminologi untuk Thalassemia α tergantung terhadap delesi yang terjadi, apakah pada satu gen atau dua gen. Apabila terjadi pada dua gen, kemudian dilihat lokai kedua gen yang delesi berada pada kromosom yang sama (cis) atau berbeda (trans). Delesi pada satu gen α dilabel α+ sedangkan pada dua gen dilabel αo (Sachdeva, 2006). 1) Delesi satu gen α / silent carrier/ (-α/αα) Kehilangan satu gen memberi sedikit efek pada produksi protein α sehingga secara umum kondisinya kelihatan normal dan perlu pemeriksaan laboratorium khusus untuk mendeteksinya. Individu tersebut dikatakan sebagai karier dan bisa menurunkan kepada anaknya (Wiwanitkit, 2007). 2) Delesi dua gen α / Thalassemia α minor (--/αα) atau (-α/-α)

Tipe ini menghasilkan kondisi dengan eritrosit hipokromik mikrositik dan anemia ringan. Individu dengan tipe ini biasanya kelihatan dan merasa normal dan mereka merupakan karier yang bisa menurunkan gen kepada anak (Wiwanitkit, 2007). 3) Delesi 3 gen α / Hemoglobin H (--/-α) Pada tipe ini penderita dapat mengalami anemia berat dan sering memerlukan transfusi darah untuk hidup. Ketidakseimbangan besar antara produksi rantai α dan β menyebabkan akumulasi rantai β di dalam eritrosit menghasilkan generasi Hb yang abnormal yaitu Hemoglobin H (Hb H/ β4) (Wiwanitkit, 2007). 4) Delesi 4 gen α / Hemoglobin Bart (--/--) Tipe ini adalah paling berat, penderita tidak dapat hidup dan biasanya meninggal di dalam kandungan atau beberapa saat setelah dilahirkan, yang biasanya diakibatkan oleh hydrop fetalis. Kekurangan empat rantai α menyebabkan kelebihan rantai γ (diproduksi semasa kehidupan fetal) dan rantai β menghasilkan masing-masing hemoglobin yang abnormal yaitu Hemoglobin Barts (γ4 / Hb Bart, afiniti terhadap oksigen sangat tinggi) (Wiwanitkit, 2007) atau Hb H (β4, tidak stabil) (Sachdeva, 2006). b. Thalasemia β Thalassemia β disebabkan gangguan pada gen β yang terdapat pada kromosom 11 (Rodak, 2007). Kebanyakkan dari mutasi Thalassemia β disebabkan point mutation dibandingkan akibat delesi gen (Chen, 2006). Penyakit ini diturunkan secara resesif dan biasanya hanya terdapat di daerah tropis dan subtropis serta di daerah dengan prevalensi malaria yang endemik (Wiwanitkit, 2007). 1) Thalassemia βo Tipe ini disebabkan tidak ada rantai globin β yang dihasilkan. Satu pertiga penderita Thalassemia mengalami tipe ini. 2) Thalassemia β+

Pada kondisi ini, defisiensi partial pada produksi rantai globin β terjadi. Sebanyak 10-50% dari sintesis rantai globin β yang normal dihasilkan pada keadaan ini.

Secara umum, terdapat 2 (dua) jenis thalasemia yaitu : (NUCLEUS PRECISE, 2010) a. Thalasemia Mayor, karena sifat-sifat gen dominan. Thalasemia mayor merupakan penyakit yang ditandai dengan kurangnya kadar hemoglobin dalam darah. Akibatnya, penderita kekurangan darah merah yang bisa menyebabkan anemia. Dampak lebih lanjut, sel-sel darah merahnya jadi cepat rusak dan umurnya pun sangat pendek, hingga yang bersangkutan memerlukan transfusi darah untuk memperpanjang hidupnya. Penderita thalasemia mayor akan tampak normal saat lahir, namun di usia 3-18 bulan akan mulai terlihat adanya gejala anemia. Selain itu, juga bisa muncul gejala lain seperti jantung berdetak lebih kencang dan facies cooley. Faies cooley adalah ciri khas thalasemia mayor, yakni batang hidung masuk ke dalam dan tulang pipi menonjol akibat sumsum tulang yang bekerja terlalu keras untuk mengatasi kekurangan hemoglobin. Penderita thalasemia mayor akan tampak memerlukan perhatian lebih khusus. Pada umumnya, penderita thalasemia mayor harus menjalani transfusi darah dan pengobatan seumur hidup. Tanpa perawatan yang baik, hidup penderita thalasemia mayor hanya dapat bertahan sekitar 1-8 bulan. Seberapa sering transfusi darah ini harus dilakukan lagi-lagi tergantung dari berat ringannya penyakit. Yang pasti, semakin berat penyakitnya, kian sering pula si penderita harus menjalani transfusi darah. b. Thalasemia Minor, individu hanya membawa gen penyakit thalasemia, namun individu hidup normal, tanda-tanda penyakit thalasemia tidak muncul. Walau thalasemia minor tak bermasalah, namun bila ia menikah dengan thalasemia minor juga akan terjadi masalah. Kemungkinan 25% anak mereka menerita thalasemia mayor. Pada garis keturunan pasangan ini akan muncul penyakit thalasemia mayor dengan berbagai ragam

keluhan. Seperti anak menjadi anemia, lemas, loyo dan sering mengalami pendarahan. Thalasemia minor sudah ada sejak lahir dan akan tetap ada di sepanjang hidup penderitanya, tapi tidak memerlukan transfusi darah di sepanjang hidupnya Secara molekuler talasemia dibedakan atas: (Behrman et al, 2004) a. Talasemia a (gangguan pembentukan rantai a). b. Talasemia b (gangguan pembentukan rantai b). c. Talasemia b-d (gangguan pembentukan rantai b dan d yang letak gen-nya diduga berdekatan). d. Talasemia d (gangguan pembentukan rantai d).

5. MANIFESTASI KLINIS Tanda dan gejala lain dari thalasemia yaitu : a. Thalasemia Mayor 1) Pucat 2) Lemah 3) Anoreksia 4) Sesak napas 5) Peka rangsang 6) Tebalnya tulang kranial 7) Pembesaran hati dan limpa / hepatosplenomegali 8) Menipisnya tulang kartilago, nyeri tulang 9) Disritmia 10) Epistaksis 11) Sel darah merah mikrositik dan hipokromik 12) Kadar Hb kurang dari 5gram/100 ml 13) Kadar besi serum tinggi 14) Ikterik 15) Peningkatan pertumbuhan fasial mandibular; mata sipit, dasar hidung lebar dan datar.

b. Thalasemia Minor 1) Pucat 2) Hitung sel darah merah normal 3) Kadar konsentrasi hemoglobin menurun 2 sampai 3 gram/ 100ml di bawah kadar normal Sel darah merah mikrositik dan hipokromik sedang

6. KOMPLIKASI Akibat anemia yang berat dan lama, sering terjadi gagal jantung. Tranfusi darah yang berulang ulang dan proses hemolisis menyebabkan kadar besi dalam darah sangat tinggi, sehingga di timbun dalam berbagai jarigan tubuh seperti hepar, limpa, kulit, jantung dan lain lain. Hal ini menyebabkan gangguan fungsi alat tersebut (hemokromatosis). Limpa yang besar mudah ruptur akibat trauma ringan. Kadang kadang thalasemia disertai tanda hiperspleenisme seperti leukopenia dan trompositopenia. Kematian terutama disebabkan oleh infeksi dan gagal jantung (Hassan dan Alatas, 2002) Hepatitis pasca transfusi biasa dijumpai, apalagi bila darah transfusi telah diperiksa terlebih dahulu terhadap HBsAg. Hemosiderosis mengakibatkan sirosis hepatis, diabetes melitus dan jantung. Pigmentasi kulit meningkat apabila ada hemosiderosis, karena peningkatan deposisi melanin (Herdata, 2008)

7. PEMERIKSAAN PENUNJANG Diagnosis untuk Thalassemia terdapat dua yaitu secara screening test dan definitive test. Screening test Di daerah endemik, anemia hipokrom mikrositik perlu diragui sebagai gangguan Thalassemia (Wiwanitkit, 2007). a. Interpretasi apusan darah Dengan apusan darah anemia mikrositik sering dapat dideteksi pada kebanyakkan Thalassemia kecuali Thalassemia α silent carrier. Pemeriksaan apusan darah rutin dapat membawa kepada diagnosis Thalassemia tetapi kurang berguna untuk skrining. b. Pemeriksaan osmotic fragility (OF)

Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan fragiliti eritrosit. Secara dasarnya resistan eritrosit untuk lisis bila konsentrasi natrium klorida dikurangkan dikira. Studi yang dilakukan menemui probabilitas formasi pori-pori pada membran yang regang bervariasi mengikut order ini: Thalassemia < kontrol < spherositosis (Wiwanitkit, 2007). Studi OF berkaitan kegunaan sebagai alat diagnostik telah dilakukan dan berdasarkan satu penelitian di Thailand, sensitivitinya adalah 91.47%, spesifikasi 81.60, false positive rate 18.40% dan false negative rate 8.53% (Wiwanitkit, 2007). c. Indeks eritrosit Dengan bantuan alat indeks sel darah merah dapat dicari tetapi hanya dapat mendeteksi mikrositik dan hipokrom serta kurang memberi nilai diagnostik. Maka metode matematika dibangunkan (Wiwanitkit, 2007). d. Model matematika Membedakan anemia defisiensi besi dari Thalassemia β berdasarkan parameter jumlah eritrosit digunakan. Beberapa rumus telah dipropose seperti 0.01 x MCH x (MCV)², RDW x MCH x (MCV) ²/Hb x 100, MCV/RBC dan MCH/RBC tetapi kebanyakkannya digunakan untuk membedakan anemia defisiensi besi dengan Thalassemia β (Wiwanitkit, 2007). Sekiranya Indeks Mentzer = MCV/RBC digunakan, nilai yang diperoleh sekiranya >13 cenderung ke arah defisiensi besi sedangkan <13 mengarah ke Thalassemia trait. Pada penderita Thalassemia trait kadar MCV rendah, eritrosit meningkat dan anemia tidak ada ataupun ringan. Pada anemia defisiensi besi pula MCV rendah, eritrosit normal ke rendah dan anemia adalah gejala lanjut (Yazdani, 2011).

Definitive test a. Elektroforesis hemoglobin Pemeriksaan ini dapat menentukan pelbagai jenis tipe hemoglobin di dalam darah. Pada dewasa konstitusi normal hemoglobin adalah Hb A1 95-98%, Hb A2 2-3%, Hb F 0.8-2% (anak di bawah 6 bulan kadar ini

tinggi sedangkan neonatus bisa mencapai 80%). Nilai abnormal bisa digunakan untuk diagnosis Thalassemia seperti pada Thalassemia minor Hb A2 4-5.8% atau Hb F 2-5%, Thalassemia Hb H: Hb A2 <2% dan Thalassemia mayor Hb F 10-90%. Pada negara tropikal membangun, elektroporesis bisa juga mendeteksi Hb C, Hb S dan Hb J (Wiwanitkit, 2007). b. Kromatografi hemoglobin Pada elektroforesis hemoglobin, HB A2 tidak terpisah baik dengan Hb C. Pemeriksaan menggunakan high performance liquid chromatography (HPLC) pula membolehkan penghitungan aktual Hb A2 meskipun terdapat kehadiran Hb C atau Hb E. Metode ini berguna untuk diagnosa Thalassemia β karena ia bisa mengidentifikasi hemoglobin dan variannya serta menghitung konsentrasi dengan tepat terutama Hb F dan Hb A2 (Wiwanitkit, 2007). c. Molecular diagnosis Pemeriksaan ini adalah gold standard dalam mendiagnosis Thalassemia. Molecular diagnosis bukan saja dapat menentukan tipe Thalassemia malah dapat juga menentukan mutasi yang berlaku (Wiwanitkit, 2007).

8. PENATALAKSANAAN Menurut (Suriadi, 2001) Penatalaksaan Medis Thalasemia antara lain : Pemberian transfusi hingga Hb mencapai 9-10g/dl. Komplikasi dari pemberian transfusi darah yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya penumpukan zat besi yang disebut hemosiderosis. Hemosiderosis ini dapat dicegah dengan pemberian deferoxamine (Desferal), yang berfungsi untuk mengeluarkan besi dari dalam tubuh (iron chelating agent). Deferoxamine diberikan secar intravena, namun untuk mencegah hospitalisasi yang lama dapat juga diberikan secara subkutan dalam waktu lebih dari 12 jam. Splenectomy dilakukan untuk mengurangi penekanan pada abdomen dan meningkatkan rentang hidup sel darah merah yang berasal dari suplemen (transfusi).

Pada thalasemia yang berat diperlukan transfusi darah rutin dan pemberian tambahan asam folat. Penderita yang menjalani transfusi, harus menghindari tambahan zat besi dan obat-obat yang bersifat oksidatif (misalnya sulfonamid), karena zat besi yang berlebihan bisa menyebabkan keracunan. Pada bentuk yang sangat berat, mungkin diperlukan pencangkokan sumsum tulang. Terapi genetik masih dalam tahap penelitian. Penatalaksaan Medis Thalasemia antara lain: (Rudolph, 2002; Hassan dan Alatas, 2002; Herdata, 2008) Medikamentosa Pemberian iron chelating agent (desferoxamine): diberikan setelah kadar feritin serum sudah mencapai 1000 mg/l atau saturasi transferin lebih 50%, atau sekitar 10-20 kali transfusi darah. Desferoxamine, dosis 25-50 mg/kg berat badan/hari subkutan melalui pompa infus dalam waktu 8-12 jam dengan minimal selama 5 hari berturut setiap selesai transfusi darah. Vitamin C 100-250 mg/hari selama pemberian kelasi besi, untuk meningkatkan efek kelasi besi. Asam folat 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat. Vitamin E 200-400 IU setiap hari sebagai antioksidan dapat memperpanjang umur sel darah merah Bedah Splenektomi, dengan indikasi: limpa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak penderita, menimbulkan peningkatan tekanan intraabdominal dan bahaya terjadinya ruptur hipersplenisme ditandai dengan peningkatan kebutuhan transfusi darah atau kebutuhan suspensi eritrosit (PRC) melebihi 250 ml/kg berat badan dalam satu tahun. Transplantasi sumsum tulang telah memberi harapan baru bagi penderita thalasemia dengan lebih dari seribu penderita thalasemia mayor berhasil tersembuhkan

dengan

tanpa

ditemukannya

akumulasi

besi

dan

hepatosplenomegali. Keberhasilannya lebih berarti pada anak usia dibawah 15 tahun. Seluruh anak anak yang memiliki HLA-spesifik dan cocok dengan saudara kandungnya di anjurkan untuk melakukan transplantasi ini.

Suportif Tranfusi Darah Hb penderita dipertahankan antara 8 g/dl sampai 9,5 g/dl. Dengan kedaan ini akan memberikan supresi sumsum tulang yang adekuat, menurunkan tingkat akumulasi besi, dan dapat mempertahankan pertumbuhan dan perkembangan penderita. Pemberian darah dalam bentuk PRC (packed red cell), 3 ml/kg BB untuk setiap kenaikan Hb 1 g/dl.

B. ASUHAN KEPERAWATAN 1. PENGKAJIAN a. Asal keturunan/kewarganegaraan Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa disekitar laut tengah (mediterania). Seperti turki, yunani, Cyprus, dll. Di Indonesia sendiri, thalassemia cukup banyak dijumpai pada anak, bahkan merupakan penyakit darah yang paling banyak diderita. b. Umur Pada thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala tersebut telah terlihat sejak anak berumur kurang dari 1 tahun. Sedangkan pada thalasemia minor yang gejalanya lebih ringan, biasanya anak baru datang berobat pada umur sekitar 4 – 6 tahun. c. Riwayat kesehatan anak Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran napas bagian atas infeksi lainnya. Hal ini mudah dimengerti karena rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat transport. d. Pertumbuhan dan perkembangan Sering didapatkan data mengenai adanya kecenderungan gangguan terhadap tumbuh kembang sejak anak masih bayi, karena adanya pengaruh hipoksia jaringan yang bersifat kronik. Hal ini terjadi terutama untuk thalassemia mayor. Pertumbuhan fisik anak adalah kecil untuk umurnya dan ada keterlambatan dalam kematangan seksual, seperti tidak ada pertumbuhan rambut pubis dan ketiak. Kecerdasan anak juga dapat mengalami penurunan.

Namun pada jenis thalasemia minor sering terlihat pertumbuhan dan perkembangan anak normal. e. Pola makan Karena adanya anoreksia, anak sering mengalami susah makan, sehingga berat badan anak sangat rendah dan tidak sesuai dengan usianya. f. Pola aktivitas Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak usianya. Anak banyak tidur / istirahat, karena bila beraktivitas seperti anak normal mudah merasa lelah g. Riwayat kesehatan keluarga Karena merupakan penyakit keturunan, maka perlu dikaji apakah orang tua yang menderita thalassemia. Apabila kedua orang tua menderita thalassemia, maka anaknya berisiko menderita thalassemia mayor. Oleh karena itu, konseling pranikah sebenarnya perlu dilakukan karena berfungsi untuk mengetahui adanya penyakit yang mungkin disebabkan karena keturunan. h. Riwayat ibu saat hamil (Ante Natal Core – ANC) Selama Masa Kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya faktor risiko thalassemia. Sering orang tua merasa bahwa dirinya sehat. Apabila diduga faktor resiko, maka ibu perlu diberitahukan mengenai risiko yang mungkin dialami oleh anaknya nanti setelah lahir. Untuk memestikan diagnosis, maka ibu segera dirujuk ke dokter. i. Data keadaan fisik anak thalassemia yang sering didapatkan diantaranya adalah: 1) Keadaan umum Anak biasanya terlihat lemah dan kurang bergairah serta tidak selincah aanak seusianya yang normal. 2) Kepala dan bentuk muka Anak yang belum/tidak mendapatkan pengobatan mempunyai bentuk khas, yaitu kepala membesar dan bentuk mukanya adalah mongoloid, yaitu hidung pesek tanpa pangkal hidung, jarak kedua mata lebar, dan tulang dahi terlihat lebar.Mata dan konjungtiva terlihat pucat kekuningan. Mulut dan bibir terlihat pucat kehitaman 3) Dada

Pada inspeksi terlihat bahwa dada sebelah kiri menonjol akibat adanya pembesaran jantung yang disebabkan oleh anemia kronik. 4) Perut Kelihatan membuncit dan pada perabaan terdapat pembesaran limpa dan hati ( hepatosplemagali).Pertumbuhan fisiknya terlalu kecil untuk umurnya dan BB nya kurang dari normal. Ukuran fisik anak terlihat lebih kecil bila dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya. 5) Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas Ada keterlambatan kematangan seksual, misalnya, tidak adanya pertumbuhan rambut pada ketiak, pubis, atau kumis. Bahkan mungkin anak tidak dapat mencapai tahap adolesense karena adanya anemia kronik. 6) Kulit Warna kulit pucat kekuning- kuningan. Jika anak telah sering mendapat transfusi darah, maka warna kulit menjadi kelabu seperti besi akibat adanya penimbunan zat besi dalam jaringan kulit (hemosiderosis).

2. MASALAH KEPERAWATAN a. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman O2 ke sel. b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai O2 dan kebutuhan. c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan

untuk

mencerna

atau

ketidakmampuan

mencerna

makanan/absorbsi nutrien yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah normal. d. Resiko terjadi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan sirkulasi dan neurologis. e. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak adekuat, penurunan Hb, leukopenia atau penurunan granulosit.

f. Kurang pengetahuan tentang prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan interpretasi informasi dan tidak mengenal sumber informasi.

3. INTERVENSI

No DIAGNOSA 1

NOC

NIC  Monitor tanda-

Ketidakefektifan

Setelah dilakukan tindakan

perfusi jaringan

asuhan keperawatan selama

perifer

2 x 24 jam diharapkan klien  Terapi oksigen

berhubungan

tidak merasa lemas dan

dengan

ekstremitas normal serta

sensation

ketidakseimbanga

bisa beraktivitas seperti

management

n suplai oksigen

biasa dan tand-tanda vital

dengan kebutuhan

dalam batas normal

tanda vital  Peripheral



AKTIVITAS Monitor tanda-tanda vital 1. Monitor tekanan darah,nadi,suhu dan pernafasan 2. Catat adanya fluktasi tekanan darah 3. Monitor adanya tanda-tanda

Kriteria Hasil : 1. Mendemontrasikan status sirkulasi yang ditandai dengan  Tekanan systole dan diastole dalam rentang yang diharapkan  Tidak ada ortostatik hipertensi  Tidak ada tanda-tanda peningkatan intrakranial ( tidak lebih dari 15 mmHg) 2. Mendemonstrasikan kemampuan kognitif yang ditandai dengan

hipotermi 4. Monitor kualitas nadi 5. Monitor kuat/lemahnya tekanan nadi 6. Monitor irama dan frekuensi jantung 7. Monitor bunyi jantung 8. Monitor frekuensi dan irama nafas 9. Monitor suara paru-paru 10. monitor adanya abnormalitas pola



Berkomunikasi dengan jelas dan sesuai



nafas 11. monitor

kemampuan

suhu,warna dan

Menunjukkan

kelembaban kulit

perhatian, konsentrasi

12. identifikasi faktor

dan orientasi

penyebab



Memproses informasi

perubahan tanda-



Membuat keputusan

tanda vital.

dengan benar 3. Menunjukkan fungsi sensori motori cranial

Manajemen sensasi perifer 1. monitor adanya

yang utuh : tingkat

daerah tertentu

kesadaran membaik ,

yang hanya peka

tidak ada gerakan

terhadap

involunter

panas/dingin/tajam /tumpul 2. monitor adanya paretase 3. instruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika ada isi atau laserasi 4. diskusikan mengenai perubahan sensasi

Terapi oksigen 1. Jaga kepatenan jalan nafas 2. Sediakan peralatan oksigen,system

humidifikasi 3. Pantau aliran oksigen 4. Pantau posisi peralatan yang menyalurkan oksigen pada pasien 5. Pantau jumlah oksigen secara teratur sesuai indikasi 6. Pantau tanda-tanda keracunan oksigen atau terjadi hipoventilasi yang dipengaruhi oksigen 7. Pantau kecemasan pasien terhadap pemasangan oksigen 8. Cek oksigen secara teratur untuk meyakinkan bahwa konsentrasi oksigen yang dianjurkan sudah megalir 9. Hentikan pemberian okisgen jika pasien sudah tidak mengalami

sesak nafas 2.

Ketidakseimbangase setelah dilakukan tindakan

 Manajemen

Manajemen nutrisi

n nutrisi kurang

keperawatan selama 1 x 24

dari kebutuhan

jam diharapkan nafsu

tubuh

makan klien meningkat dan

berhubungan

berat badan sesuai dengan

gizi untuk menentukan

dengan anoreksia

tinggi badan.

jumlah kalori dan

nutrisi  Monitor nutrisi

1. Kaji adanya alergi makanan 2. Kolaborasi dengan ahli

nutrisi yang Kritria hasil 1. Adanya peningkatan berat badan 2. Bebrat badan ideal sesuai tinggi badan 3. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi 4. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi 5. Menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan dari menelan 6. Tidak terjadi

dibutuhkan pasien 3. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe 4. Anjurkan untuk meningkatkan protein dan vitamin C 5. Berikan substansi gula 6. Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi 7. Berikan makanan yang terpilih 8. Ajarkan bagaimana

penurunan berat badan

membuat catatan

yang berarti

makanan harian 9. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori 10. Berikan infomasi tentang kebutuhan nutrisi 11. Kaji kemampuan

pasien mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan

Monitor nutrisi 1. BB dalam batas normal 2. Monitor adanya penurunan berat badan 3. Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan 4. Monitor lingkungan dan selera makan 5. Jadwalkan pengobatan dan tindakan selama tidak jam makan] 6. Monitor turgor kulit 7. Monitor kadar albumin, protein,hb,ht 8. Monitor tumbuh kembang 9. Monitor pucat,kemerahan dan kekringan konjungtiva 3

 Peningkatan

Keterlambatan

setelah dilakukan tindakan

pertumbuhan dan

keperawatan selama 3 x 24

perkembangan

perkembangan anak dan

perkembangan

jam diharapkan anak dapat

anak dan

remaja

berhubungan

tumbuh normal dan mampu

remaja

1. Kaji faktor penyebab

dengan efek ketidakberdayaan fisik

berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya

 Terapi nutrisi

Peningkatan

gangguan perkembangan anak 2. Identifikasi dan gunakan sumber

Kriteria Hasil 1. Anak berfungsi optimal sesuai tingkatnya

pendidikan untuk memfasilitasi perkembangan anak yang optimal

2. Keluarga dan anak mampu menggunakan koping karena adanya ketidakmampuan 3. Keluarga mapu mendapatkan sumbersumber sarapa komunitas 4. Kematangan fisik

3. Berikan perawatajn yang konsisten 4. Tingkatkan komunikasi verbal dan stimulasi takstil 5. Berikan instruksi berulang dan sederhana 6. Berikan reinforcement positif atas hasil yang dicapai anak 7. Dorong anak melakukan sosialisasi dengan kelompok 8. Ciptakan lingkungan yang aman

Terapi nutrisi 1. Menyelesaikan penilaian gizi, sesuai memantau makanan / cairan tertelan dan menghituing asupan kalori harian 2. Memantau kesesuaian perintah diet untuk memenuhi kebutuhan gizi sehari-hari 3. Kolaborasi dengan ahli

gizi,jumlah jenis nutrisiyang dibutuhkan untuk memenuhi persyaratan gizi yang sesuai 4. Pilih suplemen gizi yang sesuai

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan edisi 3. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC Hoffbrand. A.V & Petit,J.E. (2006). Kapita Selekta Hematologi . Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC Kliegman Behrman. (20012). Ilmu Keperawatan Anak edisi 15, Alih Bahasa Indonesia, A.Samik Wahab. Jakarta : penerbit Buku Kedokteran EGC Mansjoer, Arif, Dkk. (2000). Kapita Selekta kedokteran Edisi 3 Jilid 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC Maureen Okam, M.D (Harvard Media School). (1999). Thalassemia Information. Jakarta :Penerbit Buku Kedokteran EGC Muscari,Mary E.(2005). Panduan Belajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC Ngastiyah .(1997). Perawatan Anak Sakit Edisi 1 . Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC Nurarif,Amin Huda Dan Hardhi Kusuma. (2013) . Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & Nanda Nic Noc Jilid 2. Yogyakarta : MediaCtion Publishing Schwartz,M.William. (2005). Pedoman Klinis Pediatri,Alih Bahasa Brahm U Pandit. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC Soeparman,Sarwono w. (1996). Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Suriadi S.kep dan Yuliana Rita S.kep. (2001) Asuhan Keperawatan Anak, Edisi 1. Jakarta : PT. Fajar Interpratama

Related Documents


More Documents from "Dwi suci rhamdanita"