Departemen Keperawatan Medikal Bedah
LAPORAN PENDAHULUAN SISTEM ENDOKRIN DENGAN DIAGNOSA MEDIS DIABETES MILETUS (DM) DI RUANG LONTARA 1 BAWAH BELAKANG RSUP. DR WAHIDIN SUDIROHUSODO KOTA MAKASSAR
Oleh: FITRIANTO, S.Kep NIM: 70900118020
PRESEPTOR LAHAN
PRESEPTOR INSTITUSI
(...........................................)
(...........................................)
PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UIN ALAUDDIN MAKASSAR 2018
BAB 1 KONSEP DASAR
A. DEFENISI Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang ditandai dengan hiperglikemi yang berhubungan dengan abnormalitas metabolisme karbonhid rat, lemak dan protein yang disebabkan oleh penurunan sekresi insulin atau penurunan sensivitas insulin atau keduanya dan menyebabkan komlikasi kronis mikrovaskular, dan neuropati (Herdinan, Heather T 2012). Prevalensi diabetes melitus meningkat secara global teristimewa menjadi perhatian di negara Asia. Perkiraan secara global 366 juta individu yang diabetes melitus. Penyakit tidak menular (PTM) terus berlangsung dan menjadi masalah besar kesehatan masyarakat di dunia yang bertanggung jawab terhadap kematian dan kesakitan. PTM menjadi kematian dan kecatatan di seluruh penjuru dunia. Perkiraan di tahun 2020 penyakit ini merujuk kepada kematian dari 7 orang dari setiap 10 orang di negara berkembang. Diabetes melitus tipe 2 merupakan tipe diabetes yang paling umum di temukan pada pasien di bandingkan dengan diabetes melitus tipe 1,diabetes gestasional dan, diabetes tipe lain. Mayoritas pasien diabetes melitus tipe 2 tidak bergantung pada insulin. Kelompok diabetes melitus ini merupakan akibat dari kurang beresponnya jaringan sasaran (otot, jaringan adiposa dan hepar) terhadap insulin. Sekitar 16 juta orang di Amerika terdiagnosis diabetes. Prevalensinya adalah 6% sampai 7% pada orang usia 45 sampai 65 tahun dan sekitar 10% sampai 12% pada orang yang berusia lebih dari 65 tahun. Sekitar 90% diantaranya menderita diabetes tipe 2.Sekitar 9.7 juta wanita di Amerika terkena diabetes. Diabetes tipe 2 berkem-bang pada semua umur bahkan pada masa anak maupun remaja.
Indonesia, masuk ke dalam peringkat 6 angka kejadian diabetes melitus terbanyak di dunia.Dalam Diabetes Atlas 2000 (International Diabetes Federation) tercantum perkiraan penduduk Indonesia diatas 20 tahun sebesar 125 juta dan dengan asumsi prevalensi DM 4,6%, diperkirakan pada tahun 2000 berjumlah 5,6 juta. Berdasarkan pola perambahan penduduk seperti ini, diperkirakan pada tahun 2020 nanti akan ada sejumlah 178 juta penduduk berusia diatas 20 tahun da dengan asumsi prevalensi DM sebesar 4,6% akan didapatkan 8,2% juta pasien diabetes. Temuan kasus diabetes melitus lebih banyak di daerah perkotaan dari pada di desa. Dari hasil penelitian Waspdji menyebutkan kejadian diabetes di Jakarta dari tahun 1982 sampai 1992 mengingkat dari 1,7% menjadi 5,7%. Demikian pula di Depok, di temukan 6,2% penderita diabetes melitus. Selain di Depok, Manado juga masuk sebagai kota dengan jumlah penderita diabetes melitus terbanyak di indonesia. Diabetes tipe 2 merupakan penyakit multifaktorial dengan komponen genetik dan linkungan yang sama kuat dalam proses timbulnya penyakit tersebut.Pengaruh faktor genetik terhadap penyakit ini dapat terlihat jelas dengan tingginya penderita diabetes yang berasal dari orang tua yang memiliki riwayat diabetes melitus sebelumnya. Diabetes melitus tipe 2 sering juga di sebut diabetes life style karena penyebabnya selain faktor keturunan, faktor lingkungan meliputi usia, obesitas, resistensi insulin, makanan, aktifitas fisik, dan gaya hidup penderita yang tidak sehat juga bereperan dalam terjadinya diabetes ini.Perkembangan diabetes melitus tipe 2 yang lambat, sering kali membuat gejala dan tanda-tandanya tidak jelas.(Richardo Betteng.2014)
B. Klasifikasi Diabetes melitus: Menurut Herdinan,heather T.2012 Klasifikasi Diabetes melitus ada 2 yaitu : 1. Klasifikasi klinis: a. DM tipe I (IDDM) : disebabkan oleh destruksi sel beta pulau langerhans akibat proses autoimun. b. DM tipe II (NIDDM) : disebabkan oleh kegagalan relatif sel beta dan resistensi insulin. Resisitensi insulin adalah turunya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati: Tipe II dengan obesitas Tipe II tanpa obesitas c. Gangguan toleransi glukosa d. Diabetes kehamilan 2. Klasifikasi resiko statistik: a. Sebelumnya pernah menderita kelainan toleransi glukosa b. Berpotensi menderita kelainan glukosa C. ETIOLOGI 1. DM tipe I (IDDM/ Insulin Dependent Diabetes Melitus). Diabetes yang tergantung insulin ditandai dengan penghancuran sel-sel beta pancreas yang disebabkan oleh: Faktor genetik penderita tidak mewarisi diabetes tipe itu sendiri, tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe I Faktor imonologi (autoimun) Faktor lingkungan: virus atau toksin tersebut akan memicu proses autoimun yang menimbulkan estruksi sel beta.
2. DM tipe II Disebabkan oleh kegagalan relative sel beta dan resistensi insulin, faktor resiko yang berhubungan dengan proses terjadinya diabetes tipe II : usia, obesitas, riwayat keluarga.
D. PATOFISIOLOGI Diabetes tipe I. Pada diabetes tipe satu terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat produkasi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Di samping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia posprandial (sesudah makan). Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan di ekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia). Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan (polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari dari asam-asam amino dan substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut akan turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang menggangu
keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis yang diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian. Pemberian insulin bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai pemantauan kadar gula darah yang sering merupakan komponen terapi yang penting. Diabetes tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan resptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel
ini. Dengan
demikian
insulin
menjadi
tidak
efektif
untuk
menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika selsel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas DM tipe II, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketoik (HHNK).
Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia lebih dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat (selama bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsi, luka pada kulit yang lama sembuh-sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur (jika kadra glukosanya sangat tinggi). (Sudoyo,2009)
E. MANIFESTASI KLINIS Manifestasi klinis DM dikaitkan dengan konsukuensi metabolic defesiensi insulin (Komalasari M, Tampubolon AO 2012). 1. Kadar glukosa puasa tidak normal 2. Hiperglikemia berat berakibat glukosuria yang akan menjadi diiresis osmotik yang meningkatkan pengeliuran urin (poliuria) dan timbul rasa haus (polidipsia). 3. Rasa lapar yang semakin besar (polifagia), BB berkurang 4. Lelah dan mengantuk 5. Gejala lain yang dikeluhkan adalah kesemutan, gatal, mata kabur, impotensi, peruritas vulva. Kriteria diagnosis DM (Sudoyo Aru,2009 ) Gejala DM + Glukosa plasma sewaktu > 200 mg/dl (11,1mmol/L) Glukosa Plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu Gejala klasik DM + Glukosa plasma >126 mg/dl (7,0mmo/L) puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam Glukosa plasma 2 jam pada TTGO > 200 mg/dl (11.1 mmol/L) TTGO dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 gram glukosa anhidrus dilarutkan kedalam air.
F. PENATALAKSANAAN MEDIS Insulin pada DM tipe II diperlukan pada keadaan : 1. Penurunan berat badan yang cepat 2. Hiperglikemia yang berat yang disertai ketosis 3. Ketoasidosis diabetik (KAD) atau hiperglikemia hiperosmolar non ketotik (HONK) 4. Hiperglikemia dengan asidosis laktat 5. Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal 6. Stres berat (infeksi sistemik,operasi besar, IMA, stroke) 7. Kehamilan dengan DM gastroentestinal yang tidak terkendali dengan perencanaan makan 8. Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat 9. Kontraindikasi dan atau alerfi terhadap OHO
G. KOMPLIKASI a. Komplikasi Metabolik: ketoasidosis metabolik HHNK (Hiperglikemik Hiperosmolar Non Ketotik) b. Komplikasi Mikrovaskular kronis (penyakit ginjal dan mata) dan neuropaty Makrovaskular (MCI, stroke, penyakit vaskular perifer )
H. PROGNOSIS Menurut Setiati R,Renaldi I, Ranitya R,Purnama sari D, 2010. Prognosis DM pada umunya baik hanya butuh pengobatan seumur hidup dan menjaga gula darah agar terkontrol dengan baik.
BAB II KONSEP DASAR KEPERAWATAN DIABETES MELITUS A. Pengkajian 1. Pengumpulan data a) Identitas Pasien. Terdiri atas nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, alamat, tanggal MRS, dan informan apabila dalam melakukan pengkajian kita perlu informasi selain dari klien. b) Keluhan Utama Cemas, lemah, anoreksia, mual, muntah, nyeri abdomen, nafas pasin mungkin berbau aseton pernapasan kussmaul, poliuri, polidipsi, peng lihatan yang kabur, kelemahan dan sakit kepala c) Riwayat kesehatan sekarang Adanya gatal pada kulit disertai luka yang tidak sembuh sembuh, kesemutan, menurunya berat badan, meningkatnya nafsu makan, sering haus, benyak kencing, menurunya ketajaman penglihatan. d) Riwayat kesehatan dahulu Riwayat penyakit, hipertensi, MCI, ISK Berulang, Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit-penyakit
lain yang ada kaitannya
dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh penderita. e) Riwayat kesehatan keluarga Riwayat keluarga dengan DM, Riwayat atau faktor resiko, riwayat keluarga tentang penyakit, obesitas, riwayat pankreatitis kronik, riwayat melahirkan anak lebih dari 4 kg, riwayat glukosuria selama stress (kehamilan, pembedahan, trauma, infeksi, penyakit) atau terapi obat (glukokortikosteroid, diuretik tiasid, kontrasepsi oral) f)
Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap penyakit penderita. Kaji terhadap manifestasi Diabetes Mellitus: poliuria, polidipsia, polifagia, penurunan berat badan, pruritus vulvular, kelelahan, gangg uan penglihatan, peka rangsang, dan kram otot. Temuan ini menunju kan gangguan elektrolit dan terjadinya komplikasi aterosklerosis. Kaji pemahaman pasien tentang kondisi, tindakan, pemeriksaan diagnostik dan tindakan perawatan diri untuk mencegah komplikasi. B. Pemeriksaan Fisik 1. Keadaan umum Meliputi keadaan penderita mungkin tampak lemah atau pucat. Tingkat kesadaran apakah sadar, koma, disorientasi. 2. Pemeriksaan kulit Kulit kering, adanya ulkus di kulit, luka yang tidak kunjung sembuh. Adanya akral dingin, capillarry refill kurang dari 3 detik, adanya pitting edema. 3. Pemeriksaan kepala Raut wajah : pengkajian kontak mata saat diajak berkomunikasi, fokus atau tidak fokus. Mata : simetris mata, refleks pupil terhadap cahaya, terdapat gangguan penglihatan apabila sudah mengalami retinopati diabetik. Telinga fungsi pendengaran mungkin menurun. Hidung : adanya sekret, pernapasan cuping hidung, ketajaman saraf penghidu menurun. Mulut : mukosa bibir kering. 4. Pemeriksaan leher Pemeriksaan pada tekanan vena jugularis. 5. Pemeriksaan sistem persyarafan Pemeriksaan pada 12 sistem persyarafan, pada penderita diabetes biasanya mengalami gangguan persyarafan diakibatkan oleh neuropati diabetik. 6. Pemeriksaan dada
Denyut jantung cepat atau lambat, adanya bunyi jantung tambahan apabila diawali dari penyakit jantung. 7. Pemeriksaan abdomen Adanya nyeri tekan pada bagian pankreas, distensi abdomen, suara bising usus yang meningkat. 8. Pemeriksaan genitalia Rabar vagina pada wanita, masalah impotensi pada pria. 9. Pemeriksaan ekstrimitas Adanya luka pada kaki atau kaki diabetik. Observasi luas luka, kedalaman luka, perdarahan. Kaji kekuatan otot. C. Pemeriksaan Diagnostik a. Kadar glukosa : Gula darah sewaktu/radom : > 200 mg/dl Gulah darah puasa/nuchter : > 140 mg/dl Gula darah 2 jam PP (post prandial) : > 200 mg/dl b. Aseton plasma : hasil (+) mencolok c. As lemak bebas : peningkatan lipid dan kolestrol d. Osmolaritas serum : (>330 osm/ l) e. Urinalisis : proteinuria, ketoniuria, glukosuria
D. PENYIMPANGAN KDM
DM Tipe I
DM Tipe II
Reaksi Autoimun
Idiopatik, usia, genetik,dll
Sel ß pankreas hancur
Jumlah sel pankreas menurun
Defisiensi Insulin
Hiperglikemia
Fleksibilitas darah merah
Katabolisme protein meningkat
Liposis meningkat
Ketidakcukupan diet
Ketidakcukupan asupan serat
Defekasi kurang dari 2kali seminggu Pelepasan O2
Hipoksia perifer
Inflamasi,iskemia neoplasma
konstipasi poliuria
Penurunan kapasistas kandung kemih
n Sindrom koroner akut
Infeksi ginjal dan saluran kemih
Nyeri Akut Iritasi kandung kemih
Sumber :NANDA NIC-NOC 2012 & SDKI2017
Ganggun Eliminasi Urin
E. Diagnosis Keperawatan Yang Muncul Diagnosis keperawatan yang muncul menurut Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) 2017 adalah : a. Nyeri akut 1) Defenisi Pengelaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat. 2) Penyebab a) Agen
pencedera
fisiologis
(mis.
Inflamasi,
iskemia,
neoplasma) b) Agen pencedera kimiawi ( mis. Terbakar, bahan kimia iritan) c) Agen pencedera fisik (mis. Abses, amputasi, trauma, latihan fisik berlebihan) 3) Gejala dan Tanda Mayor a) Subjektif, pasien mengeluh nyeri b) Objektif (1) Tampak meringis (2) bersikap protektif (mis. Waspada, posisi menghindari nyeri) (3) gelisah (4) frekuensi nadi meningkat (5) Sulit tidur.
4) Gejala dan Tanda Minor a) Subjektif (tidak tersedia) b) Objektif (1) Tekanan darah meningkat (2) pola nafas berubah (3) nafsu makan berubah (4) proses berpikir terganggu (5) menarik diri (6) berfokus pada diri sendiri (7) diaforesis. 5) Kondisi klinis terkait a) Kondisi pembedahan b) Cedera traumatis c) Infeksi d) Sindrom koroner akut e) Glaukoma b. Gangguan Eliminasi Urin 1) Definisi Disfungsi eliminasi urin 2) Penyebab 1. Penurunan kapasitas kandung kemih 2. Iritasi kandung kemih 3. Penurunan kemampuan menyadari tanda-tanda gangguan kandung kemih
4. Efek tindakan medis dan diagnostik (misal. Operasi ginjal, operasi saluran kemih, anastesi dan obat-obatan). 5. Kelemahan otot pelvis 6. Ketidakmampuan mengakses toilet (mis. Imobilisasi) 7. Hambatan lingkungan 8. Ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan eliminasi 9. Outlet kandung kemih tidak lengkap (misal. Anomil saluran kemih kongenital) 10. Imaturitas (pada anak usia <3tahun> 3) Gejala dan tanda mayor Subjektif 1. Desekan berkemih (urgensi) 2. Urin menetes (dribling) 3. Sering buang air kecil 4. Nokturia 5. Mengompol 6. Enuresis Objektif 1. Distensi kandung kemih 2. Berkemih tidak tuntas (hesitancy) 3. Volume residu urin meningkat 4) Gejala dan Tanda minor Subjektif 1. Tidak tersedia Objektif 1. Tidak tersedia
5) Kondisi Klinis Terkait 1. Infeksi ginjal dan saluran kemih 2. Hiperglikemi 3. Trauma
4. Kanker 5. Cedera/tumor/infeksi medula sinalis 6. Neuropati diabetikum 7. Neuropati alkohol 8. Stroke 9. Parkinson c.
Konstipasi 1) Definisi Penurunan defekasi normal yang disertai pengeluaran fases sulit dan tidak tuntas serta fases kering banyak. 2) Penyebab Fisiologis 1. Penurunan motilitas gastrointestinal 2. Pertumbuhan gigi tidak adekuat 3. Ketidakcukupan diet 4. Ketidakcukupan asupan serat 5. Ketidalcukupan asupan cairan 6. Aganglionik (mis. Penyakit Hirscprung) 7. Kelemahan otot abdomen Psikologis 1. Konfusi 2. Depresi 3. Gangguan emosional Situasional 1. Perubahan kebiasaan makan (mis. Jenis makanan, jadwal makan.) 2. Ketidakadekuatan toileting 3. Aktivitas fisik harian kurang dari yang dianjurkan 4. Penyalahgunaan laksatif 5. Efek agen farmakologis 6. Ketidakteraturan kebiassan defekasi
7. Kebiasaan menahan dorongan defekasi 8. Perubahan lingkungan
4. Gejala dan Tanda Mayor Subjektf 1. Defekasi kurang dari 2 kali seminggu 2. Pengeluaran fases lama dan sulit Objektif 1. Fases keras 2. Peristaltik usus menurun 5. Gejala dan Tanda Minor Subjektif 1. Mengejan saat defekasi Objektif 1. Distensi abdomen 2. Kelemahan umum 3. Teraba massa pada rektal 6. Kondisi klinis terkait 1. Lesi/cedera pada medula spinalis 2. Spina bifida 3. Stroke 4. Skelorosis multipel 5. Penyakit parkinson 6. Demrnsia 7. Hiperparstiroidisme 8. Hipoparatiroidisme 9. Ketidakseimbangan elektrolit 10. Hemeroid 11. Obesitas 12. Pasca operasi abstruksi bowel 13. Kehamilan
14. Pembesarn prostat 15. Abses rektal 16. Fisura anorektal 17. Striktura anorektal 18. Prolaps rektal 19. Ulkus rektal 20. Rektokel 21. Tumor 22. Pemyakit hircsprung 23. Infeksi fases
F. Rencana Keperawatan Intervensi keperawatan menurut Doegoes,Marlynn.2012 1. Nyeri Akut Diagnosis
Luaran Intervensi Keperawatan
Keperawatan
Rasional
Keperawatan
Nyeri Akut Nyeri Akut berhubungan Menurun dengan inflamasi, iskemia,neopla sma dibuktikan dengan Tampak meringis
1. Pantau faktor
1. Menentukan
penyebab, kualitas
sejauh mana
,lokasi, frekuensi, dan
nyeri yang
skala nyeri.
dirasakan dan untuk memudahka n memberi
2. Monitor tanda-tanda vital pasien
intervensi selanjutnya. 2. Untuk mengettahui keadaan umum pasien.
3. Untuk 3. Berikan posisi yang nyaman untuk pasien
menguragi rasa sakit pasien,menin gkatkan sirkulasi,posi si semifowller dapat mengurangi
4. Ajarkan teknik relaksasi
rasa nyeri 4. Membantu pasien menjadi rileks,serta mampu mengahlihka n perhatian pasien dari nyeri yang dirasakan.
5. Kolaborasi pemberian analgesik
5. Menekan susunan saraf pusat pada thalamus , dan korteks serebri sehingga dapat mengurangi rasa nyeri.
2. Gangguan Eliminasi Urin Diagnosis
Luaran Intervensi Keperawatan
Keperawatan Gangguan Eliminasi Urin berhubungan dengan Iritasi kandung kemih dibuktikan dengan berkemih tidak tuntas.
Rasional
Keperawatan Eliminasi Urin Membaik
1. Pantau
1. untuk mengetahui
pemasukan dan
pemasukan dan
pengeluaran
pengeluaran
karakteristik urin.
karakteristik urine pasien.
2. Observasi semua urin catat adanya keluaran batu
3. Berikan cairan 23liter /hari
2. Mengetahui semua urine dan adanya pengeluaran batu atau tidak
3. mengetahui peningkatan pemasukan cairan pada pasien.
4. Mengajarkan pola 4.mengetahui pola berkemih normal berkemih pasien untuk pasien tanpa menggunakan kateter.
3.
Konstipasi
Diagnosis
Luaran Intervensi Keperawatan
Keperawatan
Rasional
Keperawatan
Kontstipas
Konstipasi
i
Membaik
1. Identifikasi pola defekasi pasien
1. Untuk mengembalik
berhubung
an pola
an dengan
defekasi
ketidakcup
pasien.
an asupan
2. Pantau yang tepat
serat
untuk defekasi
dibuktikan
pasien seperti
peristaltik
sesudah makan
usus menurun
2. Untuk memfasilitasi refleks defekasi
3. Berikan cairan jika tidak kontra indikasi 2-3 liter per hari . 4.
Kolaborasi pemberian cukupan nutrisi berserat sesuai dengan indikasi.
3. Untuk melunakkan fases 4. Nutrisi serat tinggi untuk melancarkan eliminasi fekal
DAFTAR PUSTAKA e-jurnal Keperawatan : Analisis Faktor Resiko Penyebab Terjadinya Diabetes Melitus Tipe 2 Pada Wanita Usia Produktif Di Puskesmas Wawonasa . Richardo Betteng. Volume 2,nomor 2, juli 2014 dikases pada 22 oktober 2018 Doengoes, Marlynn E. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman UntukPerencanaan Dan Pedokumentasian Perawatan Pasien . Jakarta : EGC 2012 Herdinan, Heather T. Diagnosis Keperawatan NANDA: Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta: EGC. 2014. Komalasari R, Tampubolon AO, Ester M Buku ajar Patofisiologi, Jakarta: EGC,2012 Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI).Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) Definisi dan indikator diagnostik.Edisi 1.2017 Setiati R, Sari DP,Rinaldi I, Ranitya R, Pitoyo CW, Lima puluh masalah kesehatan dibidang ilmu penyakit dalam. Buku kesatu jakarta: interna publishing 2010 Sudoyo Aru Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2009