Laporan Pendahuluan Rabies.docx

  • Uploaded by: ardiyanti
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Laporan Pendahuluan Rabies.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,374
  • Pages: 22
LAPORAN PENDAHULUAN RABIES

A. Konsep Dasar Penyakit

I. Definisi Rabies Rabies berasal dari kata latin “rabere” yang berarti “gila”, di Indonesia dikenal sebagai penyakit anjing gila. Penyakit anjing gila (rabies) adalah suatu penyakit infeksi akut pada susunan saraf pusat yang dapat menyerang semua jenis binatang berdarah panas dan manusia. Penyakit ini ditandai dengan disfungsi hebat susunan saraf pusat dan hampir selalu berakhir dengan kematian. Virus rabies termasuk dalam genus Lyssavirus dan famili Rhabdoviridae. Genus Lyssavirus sendiri terdiri dari 80 jenis virus dan virus rabies merupakan prototipe dari genus ini.

II. Etiologi Penyebab rabies adalah virus yaitu genus Rhabdovirus. Berbagai jenis hewan dapat menularkan rabies ke manusia. Yang terbanyak adalah oleh hewan liar, khususnya musang, kelelawar, rubah, dan serigala. anjing, kucing, hewan ternak, atau hewan berdarah panas dapat menularkan rabies kepada manusia. Manusia tertular rabies melalui gigitan hewan yang terinfeksi. Rabies menyebar melalui kontak langsung terutama gigitan, air liur yang mengandung virus masuk melalui luka gigitan. Selanjutnya virus tersebut masuk ke dalam tubuh menuju otak, dan kemudian dari otak ke kelenjar ludah melalui syaraf sentrifugal serta ke pankreas.

III. Manifestasi Klinis Masa inkubasi rabies berlangsung sangat panjang sehingga digolongkan kedalam penyakitslow virus. Masa inkubasi 95% antara 3-4 bulan, masa inkubasi 1% bisa bervariasi 1-7 tahun. Pada anak-anak biasanya masa inkubasi lebih pendek dari orang dewasa. Masa

inkubasi dipengaruhi oleh dalam dan besarnya luka gigitan, lokasi luka gigitan (jauh dekatnya ke dalam system syaraf pusat), derajat pathogenesis virus dan persarafan luka gigitan. Luka pada kepala inkubasi 25-28 hari, ekstremitas 46-78 hari. Pada manusia secara teoritis gejala klinis terdiri dari 4 stadium yang dalam keadaannya sebenarnya sulit dipisahkan satu dari yang lainnya, yaitu : gejala prodormal non spesifik, ensefalitis akut, disfungsi batang otak, dan koma (kematian).

STADIUM

LAMANYA (% KASUS)

MANIFESTASI KLINIS

Inkubasi

 < 30 hari (25%)

Tidak ada

 30-90 hari (50%)  90 hari-1 tahun (20%)  >1 tahun (5%) Prodromal

2-10 hari

Parestesia, nyeri pada gigitan,

demam,

luka

malaise,

anoreksia, mual dan muntah, nyeri kepala, letargi, agitasi, ansietas, depresi. Neurologik

2-7 hari

 Akut -

Halusinasi, bingung, delirium, tingkah laku aneh, takut, agitasi, menggigit,

Furious (80%)

hidropobia,

hipersaliva,

disfagia,

avasia,

hiperaktif,

spasme

faring,

aerofobia,

hiperfentilasi,

hipoksia, kejang, disfungsi saraf otonom, sindroma abnormalitas ADH. Paralitik  Koma

2-7 hari

Paralisis flagsid

0-14 hari

Autonomic instability, hipoventilasi, apnea, henti

nafas, hipotermia, hipetermia, hipotensi, disfunsi pituitari, aritma, dan henti jantung.

IV. Patofisiologi

Penyakit ini disebabkan oleh virus rabies yang terdapat pada air liur hewan yang terinfeksi. Hewan ini menularkan infeksi kepada hewan lainnya atau manusia melaui gigitan dan kadang melalui jilatan. Secara patogenesis, setelah virus rabies masuk lewat gigitan, selama 2 minggu virus akan tetap tinggal pada tempat masuk dan disekitrnya. Masa inkubasi virus rabies sangat bervariasi, mulai dari 7 hari sampai lebih dari 1 tahun, rata-rata 1-2 bulan, tergantung jumlah virus yang masuk, berat dan luasnya kerusakan jaringan tempat gigitan, jauh dekatnya lokasi gigitan ke sistem saraf pusat, persarafan daerah luka gigitan dan sistem kekebalan tubuh. Pada gigitan di kepala, muka dan leher 30 hari,gigitan di lengan, tangan, jari tangan 40 hari, gigitan di tungkai, kaki, jari kaki 60 hari, gigitan di badan rata-rata 45 hari. Asumsi lain menyatakan bahwa masa inkubasi tidak ditentukan dari jarak saraf yang ditempuh , melainkan tergantung dari luasnya persarafan pada tiap bagian tubuh, contohnya gigitan pada jari dan alat kelamin akan mempunyai masa inkubasi yang lebih cepat Setelah masuk ke dalam tubuh, virus rabies akan menghindari penghancuran oleh sistem imunitas tubuh melalui pengikatannya pada sistem saraf. Setelah inokulasi, virus ini memasuki saraf perifer. Masa inkubasi yang panjang menunjukkan jarak virus pada saraf perifer tersebut dengan sistem saraf pusat. Amplifikasi terjadi hingga nukleokapsid yang kosong masuk ke myoneural junction dan memasuki akson motorik dan sensorik. Pada tahap ini, terapi pencegahan sudah tidak berguna lagi dan perjalanan penyakit menjadi fatal dengan mortalitas 100 %. Jika virus telah mencapai otak, maka ia akan memperbanyak diri dan menyebar ke dalam semua bagian neuron, terutama mempunyai predileksi khusus terhadap sel-sel sistem limbik, hipotalamus, dan batang otak. Setelah memperbanyak diri dalam neuron – neuron sentral, virus kemudian bergerak ke perifer dalam serabut saraf eferen dan pada serabut saraf volunter maupun otonom.

Dengan demikian, virus dapat menyerang hampir seluruh jaringan dan organ tubuh dan berkembang biak dalam jaringan seperti kelenjar ludah. Khusus mengenai infeksi sistem limbik, sebagaimana diketahui bahwa sistem limbik sangat berhubungan erat dengan fungsi pengontrolan sikap emosional. Akibat pengaruh infeksi sel-sel dalam sistem limbik ini, pasien akan menggigit mangsanya tanpa adanya provokasi dari luar. Infeksi rabies pada manusia boleh dikatakan hampir semuanya akibat gigitan hewan yang mengandung virus dalam salivanya. Kulit yang utuh tidak dapat terinfeksi oleh rabies akan tetapi jilatan hewan yang terinfeksi dapat berbahaya jika kulit tidak utuh atau terluka. Virus juga dapat masuk melalui selaput mukosa yang utuh, misalnya selaput konjungtiva mata, mulut, anus, alat genitalia eksterna. Penularan melalui makanan belum pernah dikonfirmasi sedangkan infeksi melalui inhalasi jarang ditemukan pada manusia. Hanya ditemukan 3 kasus yang infeksi terjadi melalui inhalasi ini.

VI. Pemeriksaan Penunjang Ada beberapa pemeriksaan pada penyakit rabies yaitu:

1.

Elektroensefalogram (EEG) : dipakai untuk membantu menetapkan jenis dan fokus dari kejang.

2.

Pemindaian CT : menggunakan kajian sinar X yang lebih sensitif dri biasanya

untuk

mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan. 3. Magneti resonance imaging (MRI) : menghasilkan bayangan dengan menggunakan lapangan magnetik dan gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah – daerah otak yang itdak jelas terliht bila menggunakan pemindaian CT. 4.

Pemindaian positron emission tomography (PET) : untuk mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu menetapkan lokasi lesi, perubahan metabolik atau alirann darah dalam otak.

5.

Uji laboratorium a) Fungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler b) Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematokrit c) Panel elektrolit d) Skrining toksik dari serum dan urin e) Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang < 200 mq/dl f) BUN : Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat. g) Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang h) Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl ) i) Natrium j) Saliva: hasil kultur saliva untuk virus rabies positif dengan kadar yang rendah dalam waktu 2 minggu dari onset penyakit. k) Cairan serebrospinal: setelah minggu pertama sakit, 80% monositosis dapat diamati; tes glukosa protein dan hasil normal. l) Jaringan otak: sering postmortem, pewarnaan secara imunohistokimia atau pewarnaan antibodi fluoresens bersifat definitif. Ditemukannya badan Negri (badan inklusi sitoplasma mencerminkan akumulasi virion dalam neuron yang terinfeksi rabies) merupakan tanda patognomonis. Badan Negri tersebut ditemukan pada Amuns Horn dari hippocampus dan korteks serebral(Gompf, 2015).

m) Analisis Gas Darah Alkalosis respiratorik akibat hiperventilasi muncul di fase prodromal dan awal fase neurologis akut rabies. Hal ini diikuti oleh asidosis respiratorik seiring dengan berkembangnya depresi pernapasaan.

VII. Penatalaksanaan a.

Tindakan Pengobatan

1.

Jika segera dilakukan tindakan pencegahan yang tepat, maka seseorang yang digigit hewan yang menderita rabies kemungkian tidak akan menderita rabies. Orang yang digigit kelinci dan hewan pengerat (termasuk bajing dan tikus) tidak memerlukan pengobatan lebih lanjut karena hewan-hewan tersebut jarang terinfeksi rabies. Tetapi bila digigit binatang buas (sigung, rakun, rubah, dan kelelawar) diperlukan pengobatan lebih lanjut karena hewan-hewan tersebut mungkin saja terinfeksi rabies.

2.

Tindakan pencegahan yang paling penting adalah penanganan luka gigitan sesegera mungkin. Daerah yang digigit dibersihkan dengan sabun, tusukan yang dalam disemprot dengan air sabun. Jika luka telah dibersihkan, kepada penderita yang belum pernah mendapatkan imunisasi dengan vaksin rabies diberikan suntikan immunoglobulin rabies, dimana separuh dari dosisnya disuntikkan di tempat gigitan.

3.

Jika belum pernah mendapatkan imunisasi, maka suntikan vaksin rabies diberikan pada saat digigit hewan rabies dan pada hari ke 3, 7, 14, dan 28. Nyeri dan pembengkakan di tempat suntikan biasanya bersifat ringan. Jarang terjadi reaksi alergi yang serius, kurang dari 1% yang mengalami demam setelah menjalani vaksinasi.

4.

Jika penderita pernah mendapatkan vaksinasi, maka risiko menderita rabies akan berkurang, tetapi luka gigitan harus tetap dibersihkan dan diberikan 2 dosis vaksin (pada hari 0 dan 2).

5.

Sebelum ditemukannya pengobatan, kematian biasanya terjadi dalam 3-10 hari. Kebanyakan penderita meninggal karena sumbatan jalan nafas (asfiksia), kejang, kelelahan atau kelumpuhan total. Meskipun kematian karena rabies diduga tidak dapat dihindarkan, tetapi beberapa orang penderita selamat. Mereka dipindahkan ke ruang

perawatan intensif untuk diawasi terhadap gejala-gejala pada paru-paru, jantung, dan otak. Pemberian vaksin maupun imunoglobulin rabies tampaknya efektif jika suatu saat penderita menunjukkan gejala-gejala rabies.

b.

Pencegahan

Ada dua cara pencegahan rabies yaitu: 1. Penanganan Luka Untuk mencegah infeksi virus rabies pada penderita yang terpapar dengan virus rabies melalui kontak ataupun gigitan binatang pengidap atau tersangka rabies harus dilakukan perawatan luka yang adekuat dan pemberian vaksin anti rabies dan imunoglobulin. Vaksinasi rabies perlu pula dilakukan terhadap individu yang beresiko tinggi tertular rabies. 2. Vaksinasi Langkah-langkah untuk mencegah rabies bisa diambil sebelum terjangkit virus atau segera setelah terjangkit. Sebagai contoh, vaksinasi bisa diberikan kapada orang-orang yang beresiko tinggi terhadap terjangkitnya virus, yaitu : a) Dokter hewan b) Petugas laboratorium yang menangani hewan-hewan yang terinfeksi c) Orang-orang yang menetap atau tinggal lebih dari 30 hari di daerah yang rabies pada anjing banyak ditemukan d) Para penjelajah gua kelelawar Vaksinasi memberikan perlindungan seumur hidup. Tetapi kadar antibodi akan menurun, sehingga orang yang berisiko tinggi terhadap penyebaran selanjutnya harus mendapatkan dosis buster vaksinasi setiap 2 tahun.

VII.

Komplikasi

Berbagai komplikasi dapat terjadi pada penderita rabies dan biasanya timbul pada fase koma. Komplikasi Neurologik dapat berupa peningkatan tekanan intra cranial: kelainan pada hypothalamus berupa diabetes insipidus, sindrom abnormalitas hormone anti diuretic (SAHAD); disfungsi otonomik yang menyebabkan hipertensi, hipotensi, hipertermia, hipotermia, aritmia dan henti jantung. Kejang dapat local maupun generalisata, dan sering bersamaan dengan aritmia dan gangguan respirasi. Pada stadium pradromal sering terjadi komplikasi hiperventilasi dan depresi pernapasan terjadi pada fase neurolgik. Hipotensi terjadi karena gagal jantung kongestif, dehidrasi dan gangguan saraf otonomik.

Table Komplikasi Pada Rabies dan Cara Penanganan

JENIS KOMLIKASI

PENANGANANNYA

Neurologi -

Hiperaktif

Fenotiazin, benzodiazepine

-

Hidrofobia

Tidak diberi apa-apa lewat mulut

-

Kejang fokal

Karbamazepine, fenitoin

-

Gejala neurologi local

Tak perlu tindak apa-apa

-

Edema serebri

Mannitol, galiserol

-

Aerofobia

Hindari stimulasi

Pituitary -

SAHAD

Batasi cairan

-

Diabetes insipidus

Cairan, vasopressin

Pulmonal -

Hiperventilasi

Tidak ada

-

Hipoksemia

Oksigen, ventilator, PEEP

-

Atelektasis

Ventilator

-

Apnea

Ventilator

-

pneumotoraks

Dilakukan ekspansi paru

Kardiovaskular -

Aritmia

Oksigen, obat anti aritmia

-

Hipotensi

Cairan, dopamine

-

Gagal jantung kongestif

Batasi cairan, obat-obatan

-

Thrombosis arteri/vena

Oksigen, obat anti aritmia

-

Obstruksi vena kava superior

Cairan, dopamine

-

Henti jantung

Batasi cairan, obat-obatan

Lain-lain -

Anemia

Transfuse darah

-

Perdarahan gastrointestinal

H2 blockers, transfusi darah

-

Hipertermia

Lakukan pendinginan

-

Hipotermia

Selimut panas

-

Hipooalemia

Pemberian cairan

-

Ileus paralitik

Cairan paranteral

-

Retensio urine

Kateterisasi

-

Gagal ginjal akut

Hemodialisa

-

pneumomediastinum

Tidak dilakukan apa-apa

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

I.

Pengkajian Pengkajian merupakan pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan

untuk

mengumpulkan

data

tentang

klien

agar

dapat

mengidentifikasi, mengenali masalah, kebutuhan kesehatan dan keperawatan klien baik fisik, mental, sosial dan lingkungan.

1. Identitas Klien Nama Klien, No. RM, Tempat Tanggal Lahir, Umur, Agama, Pendidikan, Alamat, Jenis Kelamin, Diagnosa medis, Penanggung Jawab

2.

Riwayat kesehatan a.

Riwayat Penyakit Dahulu : Penyakit yang pernah dialami sebelumnya, Pernah MRS, Alergi, Imunisasi

3.

b.

Riwayat Penyakit Sekarang : Keluhan utama, Tindakan pertama

c.

Riwayat Penyakit Keluarga : Penyakit keturunan, Penyakit menular

Pemeriksaan fisik Umumnya ditemukan : a. Status Pernafasan Peningkatan tingkat pernapasan, takikardi, suhu umumnya meningkat (37,9º C), menggigil b. Status Nutrisi

Kesulitan dalam menelan makanan, berapa berat badan pasien, mual dan muntah, porsi makanan dihabiskan. status gizi

c. Status Neurosensori Adanya tanda-tanda inflamasi d.Keamanan Kejang, kelemahan e. Integritas Ego Klien merasa cemas, Klien kurang paham tentang penyakitnya

Pengkajian Fisik Neurologik : 1.

Tanda – tanda vital: a) Suhu b) Pernapasan c) Denyut jantung d) Tekanan darah e) Tekanan nadi

2.

Hasil pemeriksaan kepala Fontanel : a) menonjol, rata, cekung b) Bentuk Umum Kepala

3.

Reaksi pupil a) Ukuran b) Reaksi terhadap cahaya c) Kesamaan respon

4.

Tingkat kesadaran Kewaspadaan : a) respon terhadap panggilan b) Iritabilitas c) Letargi dan rasa mengantuk d) Orientasi terhadap diri sendiri dan orang lain

5.

Afek

a) Alam perasaan b) Labilitas 6.

Aktivitas kejang a) Jenis b) Lamanya

7.

Fungsi sensoris a) Reaksi terhadap nyeri b) Reaksi terhadap suhu

8.

Refleks a) Refleks tendo superficial b) Reflek patologi

II. Diagnosa Keperawatan 1. Ketidakefektifan pola nafas b.d Ventilasi tidak adekuat 2. Hipertermi b.d Virus bereplikasi di Medulla Spinalis 3. Deficit nutrisi b.d Gangguan N.IX 4. Nyeri akut 5. Kurang pengetahuan 6. Resiko infeksi 7. Resiko cidera

III. Perencanaan No No. Dx

Tujuan Hasil

dan

Kriteria

Intervensi

Rasional

1

1

Setelah dilakukan

1. Monitor pernapasan

1. Memonitor respirasi

asuhan keperawatan

dan status oksigen

dan keadekuatan

selama …x 24 jam

yang sesuai

oksigen

diharapkan pasien

2. Observasi pergerakan

2. Melihat apakah ada

mampu menunjukkan

dada, simetris atau

obstruksi di salah satu

keefektifan pola

tidak, menggunakan

bronkus atau adanya

nafas, dengan kriteria

otot bantu pernafasan

gangguan pada

hasil: 1. Pasien mengatakan sesak nafas berkurang 2. Frekuensi,

3. Auskultasi suara nafas 4. Posisikan pasien semi fowler 5. Beri K.I.E tentang

ventilasi 3. Memonitor kepatenan jalan napas 4. Posisi memaksimalkan ekspansi paru dan

pernapasan dalam

posisi yang nyaman

menurunkan upaya

batas normal

untuk mengurangi

pernapasan. Ventilasi

dispnea

maksimal membuka

3. Tidak menggunakan otototot bantu pernapasan 4. Fase ekspirasi normal.

6. Kolaborasi dalam pemberian oksigen terapi

area atelektasis dan meningkatkan gerakan sekret ke jalan nafas besar untuk dikeluarkan. 5. Dengan memberi K.I.E pasien mau menerapkan tehknik tersebut bila sesak terjadi.

6. Meningkatkan ventilasi dan asupan oksigen

2

2

Setelah

diberikan

asuhan

keperawatan

selama

...x24

jam

diharapkan suhu tubuh klien turun / dalam keadaan normal dengan kriteria hasil : 1. suhu tubuh dalam

1. Observasi

suhu 1. Dengan

tubuh pasien 2. Berikan

suhu tubuh klien dapat

kompres

hangat pada dahi, aksila, dan lipatan paha 3. Anjurkan

dan

batas normal (36-

berikan minum yang

37,5oc)

banyak kepada klien

2. Nadi dalam rentang

(sesuai kebutuhan

normal

mengetahui

keadaan

klien dan juga dapat mengambil

tindakan

dengan tepat 2. Kompres

dapat

menurunkan

suhu

tubuh klien

dengan 3. Dengan banyak minum cairan

tubuh klien) 4. Kolaborasi

memantau

dalam

diharapkan

dapat

membantu

menjaga

keseimbangan

cairan

dalam tubuh klien

pemberian antipiretik

4. Antipiretik

dapat

menurunkan

suhu

tubuh 3

3

Setelah

diberikan 1. Kaji

asuhan

keperawatan

selama …x 24 diharapkan nutrisi

dapat

Intake

defisit teratasi

Pasien

pasien

status

nutrisi pasien sehingga dapat

2. Timbang berat badan pasien

jika

menentukan

intervensi

yang

diberikan.

memungkinan dengan nutrisi

teratur.

2. Dengan berat

adekuat -

nutrisi 1. Mengetahui

jam

dengan kriteria : -

status

3. Anjurkan dapat

menghabiskan

pasien

makan sedikit demi sedikit tapi sering.

menimbang badan

dapat

memantau peningkatan

porsi

-

makan 4. Jaga

yang

mulut, anjurkan untuk

disediakan.

selalu melalukan oral

Pasien

5. Berian informasi yang

peningkatan

tepat terhadap pasien

berat badan

tentang

Mukosa

bibir

lrmbab -

dan

penrunan

status

gizi. 3. Makan

hygiene.

mengalami

-

kebersihan

sedikit

demi

sedikit

dapat

meningkatkan

intake

nutrisi.

kebutuhan

nutrisi yang tepat dan

4. Mulut dapat

sesuai.

yang

bersih

meningkatkan

nafsu makan

makan 6. Kolaborasi pemberian 5. Informasi terapi analgetic. meningkat diberikan Nafsu

yang dapat

memotivasi untuk

pasien

meningkatkan

intake nutrisi. 6. Antiemetik

dapat

digunakan terapi

sebagai farmakologis

dalam menghilangkan nyeri 4

4

Setelah

dilakukan 1. Monitor

tekanan 1. Tanda vital merupakan

asuhan keperawatan …x

darah, nadi, suhu, dan

acuan

24 jam diharapkan nyeri

status

mengetahui

pasien

dengan tepat

terkontrol

dengan criteria hasil: 1. Pasien

melaporkan

secara verbal nyeri

2. Kaji

pernafasan

untuk keadaan

umum pasien nyeri 2. untuk

berdasarkan PQRST

mengetahui

keadaan nyeri pasien 3. Respon verbal dan non verbal

membantu

berkurang

atau 3. Kaji tanda verbal dan

terkontrol.

non

2. Skala nyeri 0-3 NRS (Numeric

verbal

dari

ketidak nyamanan

Rating 4. Berikan

Scales)

nyeri

derajat dan

perubahannya.

posisi 4. Posisin yang nyaman

nyaman

dapat

3. Wajah tampak rileks 5. Lakukan dan tenang

mengevaluasi

distraksi

dengan menyarankan

mengurangi

penekanan pada area nyeri

pasien melakukan hal- 5. mengurangi hal yang disukai 6. Ajarkan

impuls

nyeri sehingga nyeri

tehknik

relaksasi nafas dalam 7. Kolaborasi pemberian analgetik

berkurang 6. Dengan nafas dalam dapat

membantu

mengurangi rasa nyeri 7. Untuk mengurangi rasa nyeri

5

5

Setelah

dilakukan 1. Identifikasi

pelajar: 1. Beberapa

pasien

asuhan keperawatan .. x

pasien,

keluarga,

terutama orang dewasa

24

orang penting lainnya,

yang lebih tua atau

atau pengasuh.

orang yang sakit parah

jam

diharapkan

Kurang pengetahuan

teratasi dengan criteria 2. Kaji

kemampuan

untuk

1. Menyatakan

melakukan perawatan

pada pengasuh, oleh

pemahaman

terkait kesehatan yang

karena itu tidak akan

proses

diinginkan.

membiarkan

dan pengobatan 2. Mengidentifikasi hubungan

penyakit

mereka

diri

mereka menjadi bagian

kemauan pasien untuk

dari proses pendidikan. 2. Kelainan kognitif harus diakui

dan

bergantung

3. Menilai motivasi dan

belajar.

tanda/gejala

atau

diri

hasil:

penyakit

belajar

menganggap

rencana

sehingga pengajaran

hubungan

gejala 4. Tentukan

dengan

faktor

penyebab

kebutuhan dalam

3. Melakukan

belajar

5. Biarkan dan

yang

tepat

dapat

diuraikan.

keseluruhan 3. Belajar membutuhkan

rencana perawatan.

perubahan perilaku

prioritas

pasien

membuka

energi. Pasien harus melihat kebutuhan atau tujuan belajar. Mereka

berpartisipasi

pengalaman

dan

pada pengobatan

pengajaran kesehatan sebelumnya.

juga berhak menolak layanan pendidikan. 4. Ini untuk mengetahui

6. Identifikasi pengaruh budaya

pada

pengajaran kesehatan. 7. Bantu pasien dalam

apa

yang

perlu

didiskusikan terutama jika

pasien

sudah

memiliki latar belakang

mengintegrasikan

tentang

informasi ke dalam

Mengetahui apa yang

kehidupan sehari-hari.

harus

diprioritaskan

akan

membantu

8. Berikan

penjelasan

situasinya.

dan demonstrasi yang

mencegah pemborosan

jelas,

waktu yang berharga

menyeluruh,

dan

mudah 5. Pasien yang lebih tua

dimengerti.

sering

9. Berikan

informasi

dengan

penggunaan

berbagi

pengalaman dengan

hidup

setiap

sesi

media. Gunakan alat

belajar. Mereka belajar

bantu visual seperti

paling

diagram,

mengajar

kaset audio,

gambar,

baik

video,

kaset

berdasarkan

dan

situs

pengetahuan

internet interaktif,

saat

dibangun

dan

pengalaman sebelumnya. 6. Intervensi

perlu

spesifik untuk setiap pasien

mengingat

perbedaan

dan

belakang

latar

masing-

masing. 7. Teknik ini membantu peserta

didik

melakukan penyesuaian kehidupan

dalam sehari-hari

yang

akan

menghasilkan perubahan

perilaku

yang diinginkan. 8. Pasien lebih mampu mengajukan pertanyaan saat mereka memiliki informasi dasar tentang apa yang diharapkan. 9. Orang yang berbeda mengambil dengan berbeda.

informasi

cara

yang

6

6

Setelah

dilakukan

1. Lakukan

teknik 1. Mencegah

asuhan keperawatan .. x

isolasi

untuk

24

infeksi

enterik

jam

diharapkan

risiko infeksi teratasi

dan

dengan criteria hasil:

sesuai

1. Menyatakan

rumah sakit

pemahaman

transmisi

virus ke orang lain.

pernapasan 2. Pasien kebijakan

terpajan

terhadap

respiratorius)

penyebab

pengunjung

potensial

individu/faktor

sesuai indikasi

komplikasi

3. Jelaskan prosedur

2. Menunjukkan

proses

infeksi (khususnya

2. Awasi/batasi

risiko

penyakit

isolasi

risiko

sekunder.

pada 3. Pemahaman alasan

teknik;

pasien/orang

untuk perlindungan

melakuakn

terdekat

diri mereka sendiri

perubahan hidup

pola untuk

4. Berikan

dan

orang

informasi tentang

dapat

menghindari

adanya

perasaan

infeksi

globulin,

ulang/trasmisi

HBIG,

ke orang lain

hepatitis

gama ISG,

mengurangi isolasi

dan stigma.

vaksin 4. Efektif B

lain

dalam

mencegah hepatitis

(recombivax HB,

virus

Engerix-B)

yang

melalui

tergantung

tipe

departemen

hepatitis

dan

kesehatan

atau

pada

orang

terpajan,

periode inkubasi.

dokter keluarga

7

7

Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama …x 24 jam diharapkan resiko cidera

1. Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien

1. Lingkungan merupakan salah satu faktor penyebab cidera

teratasi dengan criteria hasil : 1. Klien terbebas dari cidera 2. Klien mampu menjelaskan cara/ metode untuk mencegah injury/ cidera 3. Klien mampu menjelaskan faktor resiko dari lingkungan/ perilaku personal 4. Mampu memodifikasi gaya hidup untuk mencegah injury 5. Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada 6. Mampu mengenali perubahan status kesehatan

2. Identifikasi kebutuhan keamanan pasien sesuai dengan kondisi fisik dan fungsi kognitif pasien dan riwayat penyakit terdahulu pasien 3. Memasang side rail tempat tidur 4. Menganjurkan keluarga untuk menemani pasien 5. Memindahkan barang-barang yang dapat membahayakan

2. Kebutuhan keamanan yang sesuai dapat menjauhkan pasien dari resiko cidera 3. Agar pasien aman dan tidak terjatuh dari tempat tidur 4. Dengan mendampingi pasien dapat menghindari pasien dari tindakan yang membahayakan 5. Barangbarang yang berbahaya sangat beresiko tinggin terhadap cidera pada pasien

IV. Implementasi Implementasi adalah melakanakan tindakan keperawatan yang telah disusun. Kegiatan yang dilakukan adalah melihat data dasar, mempelajari rencana, menyesuaikan rencana, mengadakan tindakan keselamatan, menentukan kebutuhan bantuan,

melaksanakan tindakan keperawatan sesuai rencana yang telah disusun, analisa umpan balik dan mengkomunikasikan hasil asuhan keperawatan.

V.

Evaluasi Evaluasi adalah mengkaji respon pasien terhadap standar atau kriteria yang ditentukan oleh tujuan yang ingin dicapai. Kriteria hasil yang diharapkan pada pasien rabies adalah sesuai dengan rencana tujuan pada masing-masing diagnosa.

Daftar Pustaka

Brunner & Suddarth. (2002).Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Volume 2. (edisi Delapan). Jakarta : EGC.

Mansjoer, A. (1999). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : FKUI

NANDA International. 2002. Diagnosa keperawatan definisi dan klasifikasi 2009- 2011. Dialih bahasakan oleh Made Sumarwati, dkk. Jakarta : EGC. Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi III.Alih Bahasa: I Made Kriasa.EGC.Jakarta

Adjid.R.M.A., A.Sarosa, T.Syapriati, dan Yuningsih. 2005. Penyakit rabies di Indonesia dan pengembangan teknik diagnosisnya. Wartazoa. 15(4) : 165-172

Related Documents


More Documents from "Dwi suci rhamdanita"