Laporan Pendahuluan Post Partum.docx

  • Uploaded by: naufal
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Laporan Pendahuluan Post Partum.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,377
  • Pages: 27
LAPORAN PENDAHULUAN POST PARTUM DENGAN SECTIO CAESAREA

A. DEFINISI Postpartum adalah masa pulih kembali seperti pra hamil yang dimulai setelah partus selesai atau sampai kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat kandungan pulih kembali seperti semula. Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu (Sarwono,2008). Postpartum adalah masa sesudah persalinan dan kelahiran bayi, plasenta, serta selaput yang diperlukan untuk memulihkan kembali organ kandungan seperti sebelum hamil dengan waktu kurang lebih 6 minggu (Siti Saleha,2009). Postpartum mulai setelah partus selesai dan berakhir setelah kira-kira 6 minggu (Saifuddin, 2006). Asuhan masa nifas sangat diperlukan dalam periode ini karena merupakan masa kritis. Diperkirakan bahwa 60 % kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah persalinan, dan 50 % kematian masa nifas terjadi dalam 24 jam pertama ( Prawirohardjo, 2006 : 122 ). Sectio caesarea adalah suatu tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas 500 gr, melalui sayatan pada dinding uterus yang masih utuh (intact) (Syaifuddin, 2006). Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka perut dan dinding uterus atau vagina atau suatu histerektomi untuk melahirkan janin dari dalam rahim. Jenis-jenis operasi sectio caesarea, terdiri atas : 1. Abdomen (sectio caesarea abdominalis) a. SC klasik atau corporal, dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira 10 cm. Kelebihannya antara lain : mengeluarkan janin dengan cepat, tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik, dan sayatan bisa diperpanjang proksimal dan distal. Sedangkan kekurangannya adalah infeksi mudah menyebar secara intraabdominal karena tidak ada peritonealis yang baik, untuk persalinan yang berikutnya lebih sering terjadi ruptur uteri spontan. b. SC ismika atau profundal, dilakukan dengan melakukan sayatan melintang konkat pada segmen bawah rahim (low servikal transversal) kira-kira 10 cm. Kelebihan dari sectio caesarea ismika, antara lain : penjahitan luka lebih mudah, penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik, tumpang tindih dari peritoneal flop baik untuk menahan penyebaran isi uterus ke rongga peritoneum, dan

kemungkinan ruptur uteri spontan berkurang atau lebih kecil. Sedangkan kekurangannya adalah luka melebar sehingga menyebabkan uteri pecah dan menyebabkan perdarahan banyak, keluhan pada kandung kemih post operasi tinggi. c. SC ekstra peritonealis, yaitu tanpa membuka peritoneum parietalis dan tidak membuka cavum abdominal.

2.Vagina (sectio caesarea vaginalis) Menurut sayatan pada rahim, sectio caesarea dapat dilakukan dengan sayatan memanjang (longitudinal), sayatan melintang (transversal),

atau

sayatan huruf T (T insision) (Rachman, M, 2000; Winkjosastro, Hanifa, 2007).

B. PERIODE MASA NIFAS 1.

Periode Immediate Postpartum Masa segera setelah plasenta lahir sampai dengan 24 jam. Pada masa ini sering terdapat banyak masalah, misalnya perdarahan karena atonia uteri. Oleh karena itu, bidan dengan teratur harus melakukan pemeriksaan kontraksi uterus, pengeluaran loche, tekanan darah, dan suhu.

2.

Periode Early Postpartum (24 jam-1 minggu) Pada fase ini bidan memastikan involusi uteri dalam keadaan normal, tidak ada perdarahan, lochea tidak berbau busuk, tidak demam, ibu cukup mendapatkan makanan dan cairan, serta ibu dapat menyusui dengan baik.

3.

Periose Late Postpartum (1 minggu-5 minggu) Pada periode ini bidan tetap melakukan perawatan dan pemeriksaan seharihari serta konseling KB (Siti Saleha,2009).

C. ADAPTASI FISIOLOGI POST PARTUM 1. Involusio uterus Secara berangsur – angsur menjadi kecil (involusi) sehingga akhirnya kembali seperti sebelum hamil, setelah plasenta lahir uterus merupakan alat yang keras, karena kontraksi dan retraksi otot-ototnya. Fundus uteri  3 jari dibawah

pusat. Selama 2 hari berikutnya, besarnya tidak seberapa berkurang tetapi sesudah 2 hari ini uterus mengecil dengan cepat sehingga padahari ke-10 tidak teraba dari luar. Setelah 6 minggu tercapainya lagi ukurannya yang normal. Epitelerasi siap dalam 10 hari, kecuali pada tempat plasenta dimana epitelisasi memakan waktu tiga minggu. 2. Serviks Setelah persalinan, bentuk serviks agak mengganggu seperti corong berwarna merah kehitaman. Konsistensinya lunak, kadang-kadang terdapat perlukaan-perlukaan kecil setelah bayi lahir, tangan masih bisa masuk rongga rahim, setelah 2 jam dapat dilalui oleh 2-3 jari dan setelah 7 hari hanya dapat dilalui 1 jari. 3. Payudara Konsentrasi hormone yang menstimulasi perkembangan payudara selama wanita hamil (estrogen, progesterone, HCG, prolaktin, kortisol dan insulin) menurun dengan cepat setelah bayi lahir. Waktu yang dibutuhkan hormone-hormon ini untuk kembali ke kadar sebelum hamil sebagian ditentukan oleh apakah ibu menyusui atau tidak. 4. Sistem Urinary Saluran kencing kembali normal dalam waktu 2-8 minggu, tergantung pada (1) Keadaan/status sebelum persalinan (2) lamanya partus kala II dilalui (3) besarnya tekanan kepala yang menekan pada saat persalinan. Disamping itu, dari hasil pemeriksaan sistokopik segera setelah persalinan tidak menunjukkan adanya edema dan

hyperemia

diding

kandung

kemih,

akan

tetapi

sering

terjadi

exstravasasi(extravasation, artinya keluarnya darah dari pembuluh-pembuluh darah di dalam badan) kemukosa. (Suherni, 2009). 5. Sistem Endokrin Selama proses kehamilan dan persalinan terdapat perubahan pada sistem endokrin, terutama pada hormon-hormon yang berperan dalam proses tersebut. Oksitosin diseklerasikan dari kelenjer otak bagian belakang. Selama tahap ketiga persalinan,

hormon

mempertahankan

oksitosin

kontraksi,

berperan

sehingga

dalam

mencegah

pelepasan

plasenta

dan

perdarahan.

Isapan

bayi

dapatmerangsang produksi ASI dan sekresi oksitosin. Hal tersebut membantu uteruskembali ke bentuk normal. Pada wanita yang menyusui bayinya, kadar prolaktin tetap tinggi dan pada permulaan ada rangsangan folikel dalam ovarium yang ditekan. Pada wanita yang tidak menyusui bayinya tingkat sirkulasi prolaktin menurun dalam 14-21 hari setelah

persalinan, sehingga merangsang kelenjer bawah depan otak yang mengontrol ovarium kearah permulaan pola produksi estrogen dan progesteron yang normal, pertumbuhan folikel, ovulasi, dan menstruasi. Selama hamil volume darah normal meningkat walaupun mekanismenya secara penuh belum dimengerti. Di samping itu, progesteron mempengaruhi otot halus yang mengurangi perangsangan dan peningkatan pembuluh darah. Hal ini sangat

mempengaruhi

saluran kemih, ginjal,

usus,

dinding vena, dasar

panggul,perineum dan vulva, serta vagina. 6. Sistem gastrointestinal Sering terjadi konstipasi pada ibu setelah melahirkan.Hal ini umumnya karenamakan padat dan kurangnya berserat selama persalinan. Seorang wanita dapat merasalapar dan siap menyantap makanannya dua jam setelah persalinan. Kalsium sangatpenting untuk gigi pada kehamilan dan masa nifas, dimana pada masa ini terjadipenurunan konsentrasi ion kalsium karena meningkatnya kebutuhan kalsium padaibu, terutama pada bayi yang dikandungnya untuk proses pertumbuhan juga pada ibudalam masa laktasi (Saleha, 2009). 7. Sistemmuskuloskeletal Beberapa gejala sistem muskuloskeletal yang timbul pada masa pasca partum antara lain: a.

Nyeri punggung bawah Nyeri punggung merupakan gejala pasca partum jangka panjang yang sering terjadi. Hal ini disebabkan adanya ketegangan postural pada sistem muskuloskeletal

akibat

posisi

saat

persalinan.

Penanganan: Selama kehamilan, wanita yang mengeluh nyeri punggung sebaiknya dirujuk pada fisioterapi untuk mendapatkan perawatan. Anjuran perawatan punggung, posisi istirahat, dan aktifitas hidup sehari-hari penting diberikan. Pereda nyeri elektroterapeutikdikontraindikasikan selama kehamilan, namun mandi dengan air hangat dapat menberikan rasa nyaman pada pasien. b.

Sakit kepala dan nyeri leher Pada minggu pertama dan tiga bulan setelah melahirkan, sakit kepala dan migrain

bisa

terjadi.

Gejala

ini

dapat

mempengaruhi

aktifitas

dan

ketidaknyamanan pada ibu post partum. Sakit kepala dan nyeri leher yang jangka panjang dapat timbul akibat setelah pemberian anestasi umum. c.

Nyeri pelvis posterior

Nyeri pelvis posterior ditunjukan untuk rasa nyeri dan disfungsi area sendi sakroiliaka. Gejala ini timbul sebelum nyeri punggung bawah dan disfungsi simfisis pubis yang ditandai nyeri di atas sendi sakroiliaka pada bagian otot penumpu berat badan serta timbul pada saat membalikan tubuh di tempat tidur. Nyeri ini dapat menyebar ke bokong dan paha posterior. Penanganan: pemakaian ikat (sabuk) sakroiliaka penyokong dapat membantu untuk mengistirahatkan pelvis. Mengatur posisi yang nyaman saat istirahat maupun bekerja, serta mengurangi aktifitas dan posisi yang dapat memacu rasa nyeri. d.

Disfungsi simfisis pubis Merupakan istilah yang menggambarkan gangguan fungsi sendi simfisis pubis dan nyeri yang dirasakan di sekitar area sendi. Fungsi sendi simfisis pubis adalah menyempurnakan cincin tulang pelvis dan memindahkan berat badan melalui pada posisis tegak. Bila sendi ini tidak menjalankan fungsi semestinya, akan terdapat fungsi/stabilitas pelvis yang abnormal, diperburuk dengan terjadinya perubahan mekanis, yang dapat mrmpengaruhi gaya berjalan suatu gerakan lembut pada sendi simfisis pubis untuk menumpu berat badan dan disertai rasa nyeri yang hebat. Penanganan: tirah baring selama mungkin; pemberian pereda nyeri; perawatan ibu dan bayi yang lengkap; rujuk ke ahli fisioterapi untuk latihan abdomen yang tepat; latihan meningkatkan sirkulasi; mobilisasi secara bertahap; pemberian bantuan yang sesuai.

e.

Diastasis rekti Diastasis rekti adalah pemisahan otot rektus abdominis lebih dari 2,5 cm pada tepat setinggi umbilikus (Noble, 1995) sebagai akibat pengaruh hormon terhadap linea alba serta akibat perenggangan mekanis dinding abdomen. Kasus ini sering terjadi pada multi paritas, bayi besar, poli hidramnion, kelemahan otot abdomen dan postur yang salah. Selain itu, juga disebabkan gangguan kolagen yang lebih ke arah keturunan, sehingga ibu dan anak mengalami diastasis. Penanganan: melakukan pemeriksaan rektus untuk mengkaji lebar celah antara otot rektus; memasang penyangga tubigrip (berlapis dua jika perlu), dari area xifoid sternum sampai di bawah panggul; latihan transversus dan pelvis dasar sesering mungkin, pada semua posisi, kecuali posisi telungkup-lutut; memastikan tidak melakukan latihan sit-up atau curl-up; mengatur ulang

kegiatan sehari–hari, menindaklanjuti pengkajian oleh ahli fisioterapi selama diperlukan. f.

Osteoporosis akibat kehamilan Osteoporosis timbul pada trimester ketiga atau pasca natal. Gejala ini ditandai dengan nyeri, fraktur tulang belakang dan panggul, serta adanya hendaya (tidak dapat berjalan), ketidakmampuan mengangkat atau menyusui bayi pasca natal, berkurangnya tinggi badan, postur tubuh yang buruk. .

8. Lochea Lochea adalah cairan sekret yang berasal dari kavum uteri dan vagina dalam masa nifas. Pada hari pertama dan kedua lochea rubra atau lochea cruenta, terdiri atas darah segar bercampur sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel desidua, sisa-sisa verniks kaseosa, lanugo dan mekonium. a. Lochea Rubra (cruenta) : Berisi darah segar dan sisa selaput ketuban, sel-sel dari desidua, verniks kaseosa, lanugo dan mekonium (1-2 hari pasca persalinan) b. Lochea Sanguinolenta : Berwarna merah kuning berisi darah dan lendir hari ke 3-7 pasca persalinan c. Lochea Serosa : berwarna kuning, cairan tidak berdarah lagi, pada hari ke 7-14 pasca persalinan. d. Lochea Alba : cairan putih setelah 2 minggu. e. Lochea Purulenta : terjadi infeksi, keluaran cairan seperti nanah berbau busuk. f. Lochea stasis : lochea tidak lancar keluarnya. 9. Pembuluh Darah Rahim Dalam kehamilan, uterus mempunyai banyak pembuluh-pembuluh darah yang besar, karena setelah persalinan tidak diperlukan lagi peredaran darah yang banyak. Bila pembuluh darah yang besar, tersunbat karena perubahan pada dindingnya dan diganti oleh pembuluh-pembuluh yang kiri. 10. Vagina dan perineum Setelah persalinan dinding perut longgar karena disebabkan lama, tetapi biasanya akan pulih kembali dalam 6 minggu. Pada wanita yang asthenis menjadi diastasis dari otot-otot rectus abnominis sehingga sebagian dari dinding perut di garis tengah terdiri dari perineum, fascia tipis dan kulit. Tempat yang lemah dan menonjol kalau berdiri atau mengejan. Perubahan vagina, vagina mengecil dantimbul rugae (lipatan-lipatan atau kerutan-kerutan) kembali. Terjadi robekan perineum pada hampir semua persalinan

pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Bila ada laserasi jalan lahir atau luka bekas episiotomi (penyayatan mulut serambi kemaluan untuk mempermudah kelahiran bayi) lakukanlah penjahitan dan perawatan dengan baik (Suherni, 2009). 11. Sistem Kardiovaskuler a. Volume Darah Perubahan volume darah tergantung pada beberapa factor misalnya kehilangan darah selama melahirkan dan mobilisasi serta pengeluaran cairan ekstravaskuler. Kehilangan darah merupakan akibat penurunan volume darah total yang cepat tetapi terbatas. Pada minggu ketiga dan keempat setelah bayi lahir, volume darah biasanya menurun sampai mencapai volume sebelum hamil. Hipervolemia yang diakibatkan kehamilan menyebabkan kebanyakan ibu bisa mentoleransi kehilangan darah saat melahirkan. Pasca melahirkan, shunt akan hilang dengan tiba-tiba. Volume darah ibu relatif akan bertambah. Keadaan ini akan menimbulkan dekompensasi kordis pada penderita vitum cordia. Hal ini dapat diatasi dengan mekanisme kompensasi dengan timbulnya hemokonsentrasi sehingga volume darah kembali seperti sediakala. Pada umumnya, hal ini terjadi pada hari ketiga sampai kelima post patum. b.

Curah Jantung Denyut jantung, volume sekuncup, dan curah jantung meningkat selama masa hamil. Segera setelah wanita melahirkan, keadaan ini akan meningkat bahkan lebih tinggi selama 30-60 menit karena darah yang biasanya melintasi sirkuit uteroplasenta tiba-tiba kembali ke sirkulasi umum (Maryunani, 2009).

12. Endometrium Timbul trombosis, degenerasi dan nekrosis, di tempat implantasi plasenta. Pada hari-hari pertama, endometrium setebal 12,5 mm akibat pelepasan desidua dan selaput janin.

D. PERUBAHAN PSIKOLOGIS Adaptasi psikologis post partum menurut teori rubin dibagi dalam 3 periode yaitu sebagai berikut ; 1. Periode Taking In a.

Berlangsung 1-2 hari setelah melahirkan

b.

Ibu pasif terhadap lingkungan. Oleh karena itu, perlu menjaga komunikasi yang baik.

c.

Ibu menjadi sangat tergantung pada orang lain, mengharapkan segala sesuatru kebutuhan dapat dipenuhi orang lain.

d.

Perhatiannya tertuju pada kekhawatiran akan perubahan tubuhnya

e.

Ibu mungkin akan bercerita tentang pengalamannya ketika melahirkan secara berulang-ulang

f.

Diperlukan lingkungan yang kondusif agar ibu dapat tidur dengan tenang untuk memulihkan keadaan tubuhnya seperti sediakala.

g.

Nafsu makan bertambah sehingga dibutuhkan peningkatan nutrisi, dan kurangnya nafsu makan menandakan ketidaknormalan proses pemulihan

2. Periode Taking Hold a.

Berlangsung 3-10 hari setelah melahirkan

b.

Pada fase ini ibu merasa khawatir akan ketidakmampuannya dalam merawat bayi

c.

Ibu menjadi sangat sensitive, sehingga mudah tersinggung. Oleh karena itu, ibu membutuhkan sekali dukungan dari orang-orang terdekat

d.

Saat ini merupakan saat yang baik bagi ibu untuk menerima berbagai penyuluhan dalam merawat diri dan bayinya. Dengan begitu ibu dapat menumbuhkan rasa percaya dirinya.

e.

Pada periode ini ibu berkonsentrasi pada pengontrolan fungsi tubuhnya, misalkan buang air kecil atau buang air besar, mulai belajar untuk mengubah posisi seperti duduk atau jalan, serta belajar tentang perawatan bagi diri dan bayinya

3. Periode Letting Go a.

Berlangsung 10 hari setelah melahirkan.

b.

Secara umum fase ini terjadi ketika ibu kembali ke rumah

c.

Ibu menerima tanggung jawab sebagai ibu dan mulai menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya

d.

Keinginan untuk merawat bayi meningkat

e.

Ada kalanya ibum engalami perasaan sedih yang berkaitan dengan bayinya, keadaan ini disebut baby blues (Herawati Mansur, 2009).

E. KOMPLIKASI a. Pembengkakan payudara b. Mastitis (peradangan pada payudara)

c. Endometritis ( peradangan pada endometrium) d. Post partum blues e. Infeksi puerperalis ditandai dengan pembengkakan, rasa nyeri, kemeraha pada jaringan yang terinfeksi atau pengeluaran cairan berbau darijalan lahir selama persalinan maupun sesudah persalinan ( Bobak, 2004).

F. PENATALAKSANAAN 1. Penatalaksanaan Medis a) Observasi ketat 2 jam post partum ( adanya komplikasi perdarahan ) b) 6 – 8 jam pasca persalinan : istirahat dan tidur tenang, usahakan miring kanan kiri c) Hari ke 1 – 2 : memberikan KIE kebersihan diri, cara menyusui yang benar dan perawatan payudara, perubahan-perubahan yang terjadi pada masa nifas, pemberian informasi tentang senam nifas. d) Hari ke – 2 : mulai latihan duduk e) Hari ke – 3 : diperkenankan latihan berdiri dan berjalan 2. Pemeriksaan penunjang post partum. a) Hemoglobin, hematokrit, leukosit, ureum b) Ultra sosografi untuk melihat sisa plasenta (Manjoer arif dkk, 2001 ).

G. Teknik Sectio caesaria Adapun teknik sectio caesaria menurut Mochtar, Rustam (1998) yaitu 1. Teknik Seksio Sesarea Transperitonealis Profunda Daver Catheter di pasang dan wanita berbaring dalam letak tredelenburg ringan. Diadakan insisi pada dinding perut pada garis tengah dari simfisis sampai beberapa cm di bawah pusat. Setelah peritorium dibuka, dipasang spekulum perut dan lapangan operasi dipisahkan dari rongga perut dengan satu kasa panjang atau lebih. Peritoneum pada dinding uterus depan dan bawah dipegang dengan piset, plikovesitas.Uterina dibuka dan insisi diteruskan melintang jauh ke lateral. Kemudian kandung kencing depan uterus didorong ke bawah dengan jari. Pada segmen bawah uterus yang sudah tidak ditutup lagi oleh peritoneum serta kandung kencing yang biasanya sudah menipis, diadakan insisi melintang selebar 10 cm dengan ujung kanan dan kiri agak melengkung ke atas untuk menghindari terbukanya cabang-cabang arteria uterine. Karena uterus dalam kehamilan tidak jarang memutar ke

kanan, sebelum membuat insisi, posisi uterus diperiksa dahulu dengan memperhatikan ligamenta rocundo kanan dan kiri, di tengah-tengah insisi diteruskan sampai dinding uterus terbuka dan ketuban tampak, kemudian luka yang terakhir ini dilebarkan dengan gunting berujung tumpul mengikuti sayatan yang telah dibuat terlebih dahulu. Sekarang ketuban dipecahkan dan air ketuban yang keluar diisap. Kemudian spekulum perut diangkat dan lengan dimasukkan ke dalam uterus di belakang kepala janin dan dengan memegang kepala dari belakang dengan jari-jari tangan penolong. Diusahakan lahirnya kepala melalui lubang insisi. Jika dialami kesulitan untuk melahirkan kepala janin lubang insisi. Jika dialami ksulitan untuk melahirkan kepala janin dengan tangan, dapat dipasang dengan cunan boerma. Sesudah kepala janin badan terus dilahirkan muka dan mulut terus dibersihkan. Tali pusat dipotong dan bayi diserahkan pada orang lain untuk diurus. Diberikan suntikan 10 satuan oksitosin dalam dinding uterus/ intravena, pinggir luka insisi dipegang dengan beberapa Cunam ovum dan plasenta serta selaput ketuban dikeluarkan secara manual. Tangan untuk sementara dimasukkan ke dalam rongga uterus untuk mempermudah jahitan luka, tangan ini diangkat sebelum luka uterus ditutp sama seklai. Jahitan otot uterus dilakukan dalam dua lapisan yaitu lapisan pertama terdiri atas kahitan simpul dengan cagut dan dimulai dari ujung yang satu ke ujung yang lain (jangan mengikutsertakan desidua), lapisan kedua terdiri atas jahitan menerus sehingga luka pada miomtrium tertutup rapi. Keuntungan pembedahan ini: a. Perdarahan luka insisi tidak seberapa banyak b. Bahaya peritonitis tidak besar c. Parut pada uterus umumnya kuat, sehingga bahaya ruptura uteri dikemudian hari tidak besar, karena dalam masa nifas segmen bawah uterus tidak seberapa banyak mengalami konraksi seperti korpus uteri sehingga luka dapat sembuh lebih sempurna. 2. Teknik Seksio Sesarea Korporal Setelah dinding perut dan peritoneum pariatale terbuka pada garis lengan dipasang beberapa kain kasa panjang antara dinding perut dan dinding uterus untuk mencegah masuknya air ketuban dan darah ke rongga perut. Diadakan insisi pada bagian tengah korpus uteri sepanjang 10-12 cm dengan ujung bawah di atas batas plika vegika uterine. Diadakan lubang kecil pada batang kantong ketuban untuk menghisap air ketuban sebanyak mungkin, lubang ini kemudian dilebarkan dan janin dilahirkan dengan tarikan pada kakinya. Setelah anak lahir

korpus uteri dapat dilahirkan dari rongga perut untuk memudahkan tindakantindakan selanjutnya. Sekarang diberikan suntikan 10 satuan oksitosin dalam dinding uterus intravena dan plasenta serta selaput ketuban dikeluarkan secara manual kemudian dinding uterus ditutup dengan jahitan catgut yang kuat dalam dua lapisan, lapisan pertama terdiri atas jahitan simpul dan kedua jahitan menerus. Selanjutnya diadakan jahitan menerus dengan catgut lebih tipis yang mengikutsertakan peritoneum serta bagian luar miomtrium dan yang menutupi jahitan yang terlebih dahulu dengan rapi. Akhirnya dinding perut ditutup secara biasa. 3. Teknik seksio sesarea klasik a. Mula-mula dilakukan desinfeksi pada dinding perut dan

lapangan

operasi dipersempit dengan kain suci hama b. Pada dinding perut dibuat insisi mediana mulai dari atas simfisis sepanjang 12 cm sampai di bawah umbilikus lapis demi lapis sehingga kavum peritonial terbuka. c. Dalam rongga perut di sekitar rahim dilingkari dengan kasa laparotomi d. Dibuat insisi secara tajam dengan pisau pada segmen atasa rahim (SAR) kemudian diperlebar secara sagital dengan gunting. e. Setelah kavum uteri terbuka, selaput ketuban dipecahkan. Janin dilahirkan dengan meluksir kepala dan mendorong fundus uteri. Setelah janin lahir eluruhnya, tali pusat dijepit dan dipotong diantara kedua penjepit. f. Plasenta dilahirkan secara manual. Disuntikkan 10 U oksitosin ke dalam rahim secara intra mural. g. Luka insisi SAR dijahit kembali 1) Lapisan I : Endometrium berama miometrium dijahit ecara

jelujur

dengan benang catgut kronik 2) Lapisan II : Hanya miometrium aja dijahit secara simopul otot SAR angat tebal) dengan catgut kronik 3) Lapian III : Peritoneum aja, dijahit secara simpul dengan benang catgut biasa. h. Setelah dinding selesai dijahit, kedua adneksa dieksplorasi

(berhubung

i. Rongga perut dibersihkan dari sisa-sisa darah dan akhirnya luka dinding perut dijahit.

4. Teknik seksio histerektomi a. Stetelah janin dan plasenta dilahirkan dari rongga rahim, dilakukan hemostasis pada insisi dinding rahim, cukup dengan jahitan jelujur atau simpul. b. Untuk memudahkan histerektomi, rahim boleh dikeluarkan dari rongga pelvis c. Mula-mula ligamentum rotundum dijepit dengan cunam kocher dan cunam oschner kemudian dipotong sedekat mungkin dengan rahim, dan jaringan yang sudah dipotong diligasi dengan benang catgut kronik no.0 bladder flap yang telah dibuat pada waktu seksio sesarea transperitoneal profunda dibebaskan lebih jauh ke bawah dan lateral. Pada ligamentum latum belakang lubang dngan jari telunjuk tangan kiri di bawah adneksa dari arah belakang. Dengan cara ini ureter akan terhindar dari kemungkinan terpotong. d. Melalui lubang pada ligamentum ini, tuba faloppi, ligamnetum utero ovarika, dan pembuluh darah dalam jaringan terebut dijepit dengan 2 cunam oscher lengkung dan di sisi rahim dengan cunam kocher. Jaringan diantaranya kemudian digunting dengan gunting Mayo. Jaringan yang terpotong diikat dengan jahitan transfiks untuk hemotasis dengan catgut no. 0. e. Jaringan ligamentum latum yang sebagian besar adalah avaskuler dipotong secara tajam ke arah serviks. Setelah pemotongan ligamentum latum sampai di daerah serviks, kandung kencing disisihkan jauh ke bawah dan samping f. Pada ligamentum kardinale dan jaringan paraservikal dilakukan panjepitan dengan cunam oscher lengkung secara ganda, dan pada tempat yang ama di sisi rahim dijepit dengan cunam kocher luurs. Kemudian jaringan diantaranya digunting dengan gunting Mayo. Tindakan ini dilakukan dalam beberapa tahap sehingga ligamentum kardinale terpotong seluruhnya. Puntung ligamentum kardinale dijahit transfiks secara ganda dengan benang catgut khronik no. 0. g. Demikian juga ligamentum sakro-uterine kiri dan kanan dipotong

dengan cara yang sama, dan iligasi secara transfiks dengan benang catgut khronik no.0 h. Setelah mencapai di atas dinding vagina serviks, pada sisi depan serviks dibuat irisan sagital dengan pisau, kemudian melalui insisi tersebut dinding vagina dijepit engan cunam oscher melingkari serviks dan dinding vagina dipotong tahap demi tahap. Pemotongan dinding vagina dapat dilakukan dengan gunting atau pisau. Rahim akhirnya dapat diangkat.

i. Puntung vagina dijepit dengan beberapa cunm kocher untuk hemostasis. Mulamula puntung kedua ligamentum kardinal dijahitkan pada ujung kiri dan kanan puntung vagina, sehingga terjadi hemostasis pada kedua ujung puntung vagina. Puntung vagina dijahit secara jelujur untuk hemostasis dengancatgut khromik. Puntung adneksa yang telah dipotong dapat dijahitkan digantungkan pada puntung vagina, asalkan tidak terlalu kencang. Akhirnya puntung vagina ditutup dengan retro-peritonealisasi dengan menutupkan bladder flap pada sisi belakang puntung vagina. j. Setelah rongga perut dibersihkan dari sisa darah, luka perut ditutup kembali lapis demi lapisan. (Winkjosastro,2005).

H. Indikasi Sectio Caesaria Indikasi untuk seksio sesaria menurut Mochtar, Rustam, 1998 a. Indikasi untuk ibu Plasenta previa, Distocia serviks, Ruptur uteri mengancam, Disproporsi cepalo pelviks, Pre eklamsi dan eklamsi, Tumor, Partus lama b. Indikasi untuk janin 1. Mal presentasi janin a) Letak lintang 1) Bila ada kesempitan panggul sectio caesarea adalah cara terbaik dalam segala letak lintang dengan janin hidup. 2) Semua primigravida dengan letak lintang harus ditolong dengan sectio caesarea. 3) Multipara letak lintang dapat lebih dulu dengan cara yang lain b) Letak bokong

Dianjurkan seksio sesaria bila ada Panggul sempit, Primigravida, Janin besar, Presentasi dahi dan muka bila reposisi dan cara lain tidak berhasil, Presentasi rangkap, bila reposisi tidak berhasil, atau Gemeli.

2. Gawat Janin Segera lakukan operasi agar tidak terjadi keracunan atau kematian janin, sesuai dengan indikasi sectio caesarea. Kontra indikasi a) Janin mati atau berada dalam keadaan kritis, kemungkinan janin hidup kecil. Dalam hal ini tidak ada alasan untuk melakukan operasi. b) Janin lahir ibu mengalami infeksi yang luas dan fasilitas untuk sectio caesarea ekstra peritoneal tidak ada. c) Kurangnya pengalaman dokter bedah dan tenaga medis yang kurang memadai.

G. ASUHAN KEPERAWATAN 1.

Pengkajian a.

Biodata klien Biodata klien berisi tentang : Nama, Umur, Pendidikan, Pekerjaan, Suku, Agama, Alamat, No. Medical Record, Nama Suami, Umur, Pendidikan, Pekerjaan , Suku, Agama, Alamat, Tanggal Pengkajian.

b.

Keluhan utama Hal-hal yang dikeluhkan saat ini dan alasan meminta pertolongan.

c.

Riwayat haid Umur Menarche pertama kali, Lama haid, jumlah darah yang keluar, konsistensi, siklus haid, hari pertama haid terakhir, perkiraan tanggal partus.

d.

Riwayat perkawinan Kehamilan ini merupakan hasil pernikahan ke berapa. Apakah perkawinan sah atau tidak, atau tidak direstui orang tua

e.

Riwayat obstetri 1) Riwayat kehamilan

Berapa kali dilakukan pemeriksaan ANC, Hasil Laboratorium : USG, Darah, Urine, keluhan selama kehamilan termasuk situasi emosional dan impresi, upaya mengatasi keluhan, tindakan dan pengobatan yang diperoleh. 2) Riwayat persalinan a) Riwayat persalinan lalu : Jumlah Gravida, jumlah partal, dan jumlah abortus, umur kehamilan saat bersalin, jenis persalinan, penolong persalinan, BB bayi, kelainan fisik, kondisi anak saat ini. b) Riwayat nifas pada persalinan lalu : Pernah mengalami demam, keadaan lochia, kondisi perdarahan selama nifas, tingkat aktifitas setelah melahirkan, keadaan perineal, abdominal, nyeri pada payudara, kesulitan eliminasi, keberhasilan pemberian ASI, respon dan support keluarga. c) Riwayat persalinan saat ini : Kapan mulai timbulnya his, pembukaan, bloody show, kondisi ketuban, lama persalinan, dengan episiotomi atau tidak, kondisi perineum dan jaringan sekitar vagina, dilakukan anastesi atau tidak, panjang tali pusat, lama pengeluaran placenta, kelengkapan placenta, jumlah perdarahan. d) Riwayat New Born : apakah bayi lahir spontan atau dengan induksi/tindakan khusus, kondisi bayi saat lahir (langsung menangis atau tidak), apakah membutuhkan resusitasi, nilai APGAR skor, Jenis kelamin Bayi, BB, panjang badan, kelainan kongnital, apakah dilakukan bonding attatchment secara dini dengan ibunya, apakah langsung diberikan ASI atau susu formula. f.

Riwayat KB & perencanaan keluarga Kaji pengetahuan klien dan pasangannya tentang kontrasepsi, jenis kontrasepsi yang pernah digunakan, kebutuhan kontrasepsi yang akan datang atau rencana penambahan anggota keluarga dimasa mendatang.

g.

Riwayat penyakit dahulu Penyakit yang pernah diderita pada masa lalu, bagaimana cara pengobatan yang dijalani, dimana mendapat pertolongan. Apakah penyakit tersebut diderita sampai saat ini atau kambuh berulang-ulang ?

h.

Riwayat psikososial-kultural Adaptasi

psikologi

ibu

setelah melahirkan,

pengalaman tentang

melahirkan, apakah ibu pasif atau cerewet, atau sangat kalm. Pola koping, hubungan dengan suami, hubungan dengan bayi, hubungan dengan anggota keluarga lain, dukungan social dan pola komunikasi termasuk potensi keluarga untuk memberikan perawatan kepada klien. Adakah masalah perkawinan, ketidak mampuan merawat bayi baru lahir, krisis keluarga. Blues : Perasaan sedih, kelelahan, kecemasan, bingung dan mudah menangis. Depresi : Konsentrasi, minat, perasaan kesepian, ketidakamanan, berpikir obsesif, rendahnya emosi yang positif, perasaan tidak berguna, kecemasan yang berlebihan pada dirinya atau bayinya. i.

Kebiasaan sehari-hari 1) Pola nutrisi 2) Pola istirahat dan tidur 3) Pola eliminasi 4) Personal Hygiene 5) Rekreasi dan hiburan

j.

Konsep Diri Sikap penerimaan ibu terhadap tubuhnya, keinginan ibu menyusui, persepsi

ibu

tentang

tubuhnya

terutama

perubahan-perubahan

selama

kehamilan, perasaan klien bila mengalami opresi SC karena CPD atau karena bentuk tubuh yang pendek. k.

Peran Pengetahuan ibu dan keluarga tentang peran menjadi orangtua dan tugastugas perkembangan kesehatan keluarga, pengetahuan perubahan involusi uterus, perubahan fungsi blass dan bowel. Pengetahan tentang keadaan umum bayi, tanda vital bayi, perubahan karakteristik faces bayi, kebutuhan emosional dan kenyamanan, kebutuhan minum, perubahan kulit.

2. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul menurut NANDA (2015) a. Nyeri b.d. Agen injuri fisik (trauma jalan lahir, episiotomi). b. Menyusui tidak efektif b.d. Kurang pengetahuan ibu, terhentinya proses menyusui.

c. Gangguan pemenuhan ADL berhubungan dengan kelemahan fisik d. Gangguan eliminasi BAB : Konstipasi berhubungan dengan penurunan peristaltik, nyeri episiotomi, penurunan aktivitas. e. Kurang pengetahuan: Perawatan post partum b.d. Kurangnya informasi tentang penanganan postpartum. f. Risiko infeksi b.d. Faktor risiko: Episiotomi, laserasi jalan lahir, bantuan pertolongan persalinan. 3. Intervensi a. Nyeri b.d. Agen injuri fisik (trauma jalan lahir, episiotomi). 1) Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan rasa nyeri teratasi 2) Kriteria hasil : Mengidentifikasi dan mengunakan intervensi untuk mengatasi ketidaknyamanan

dengan

tepat,

mengungkapkan

berkurangnya

ketidaknyamanan.

3) Intervensi : a) Kaji ulang skala nyeri Anjurkan ibu agar menggunakan teknik relaksasi dan distraksi rasa nyeri Motivasi : untuk mobilisasi sesuai indikasi b)

Berikan kompres hangat

c) Delegasi pemberian analgetik

b. Menyusui tidak efektif b.d. Kurang pengetahuan ibu, terhentinya proses menyusui. 1) Tujuan

: setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan ibu dapat

mencapai kepuasan menyusui 2) Kriteria hasil

: ibu mengungkapkan proses situasi menyusui, bayi mendapat ASI

yang cukup. 3) Intervesi : a) Kaji ulang tingkat pengetahuan dan pengalaman ibu tentang menyusui sebelumnya.. b) Demonstransikan dan tinjau ulang teknik menyusui . c) Anjurkan ibu mengeringkan puting setelah menyusui

c. Gangguan pemenuhan ADL berhubungan dengan kelemahan fisik 1) Tujuan

: Kebutuhan ADL-nya dapat terpenuhi

2) Kriteria hasil

: Klien dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari tanpa bantuan

orang lain, keadaan umum baik, kekuatan otot baik 3) Intervensi: a. Kaji kemampuan klien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. b. Bantu klien dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari. c. Anjurkan keluarga untuk kooperatif dalam perawatan d. Gangguan eliminasi BAB : Konstipasi berhubungan dengan penurunan peristaltik, nyeri episiotomi, penurunan aktivitas. 1) Tujuan

: Gangguan eliminasi teratasi

2) Kritenia hasil : Klien secara verbal mengatakan mampu BAB normal tanpa keluhan sesuai pola. 3) Intervensi : a. Kaji bising usus, diastasis recti. b. Kaji adanya Hemoroid. c. Anjurkan diet makanan tinggi serat, peningkatan cairan d. Anjurkan peningkatan aktivitas dan ambulasi sesuai toleransi. e. Kolaborasi pemberian laksantif, supositona atau enema. e. Kurang pengetahuan: Perawatan post partum b.d. Kurangnya informasi tentang penanganan postpartum. 1) Tujuan : setelah diberikan askep diharapkan pengetahuan ibu tentang perawatan dini dan bayi bertambah 2) Kriteria hasil : mengungkapkan kebutuhan ibu pada masa post partum dan dapat melakukan aktivitas yang perlu dilakukan dan alasannya seperti perawatan bayi, menyusui, perawatan perinium 3) Intervensi : a. Berikan informasi tentang perawatan dini (perawatan perineal) perubahan fisiologi, lochea, perubahan peran, istirahat, KB. b. Berikan informasi tentang perawatan bayi (perawatan tali pusat, ari, memandikan dan imunisasi).

c. Sarankan

agar

mendemonstrasikan

apa

yang

sudah

dipelajari.

f. Risiko infeksi b.d. Faktor risiko: Episiotomi, laserasi jalan lahir, bantuan pertolongan persalinan. 1) Tujuan : setelah diberikan askep diharapkan infeksi pada ibu tidak terjadi 2) Kriteria hasil : dapat mendemonstrasikan teknik untuk menurunkan resiko infeksi, tidak terdapat tanda-tanda infeksi 3) Intervensi : a) Kaji lochea (warna, bau, jumlah) kontraksi uterus dan kondisi jahitan episiotomi b) Sarankan pada ibu agar mengganti pembalut tiap 4 jam c) Pantau tanda-tanda vital. d) Lakukan rendam bokong. e) Sarankan ibu membersihkan perineal dari depan ke belakang.

LAPORAN PENDAHULUAN BBL (BAYI BARU LAHIR)

A. Konsep Bayi Baru Lahir 1. Definisi Bayi Baru Lahir Bayi baru lahir harus memenuhi sejumlah tugas dan perkembangan untuk memperoleh dan mempertahankan eksistensi fisik secara terpisah dari ibunya. Perubahan biologis besar yang terjadi saat bayi lahir memungkinkan transisi dari lingkungan intrautein ke ekstrauterin.perubahan ini menjadi dasar pertumbuhan dan perkembangan di kemudian hari (Bobak, 2004). 2. Karakteristik biologis Saat dilahirkan BBL memiliki kompetensi perilaku dan kesiapan interaksi social priode neonatal yang dimulai sejak bayi lahir sampai usianya 28 hari, merupakan waktu berlangsungnya perubahan fisik yang dramatis pada bayi baru lahir.

3. System Kardiovaskuler System kardiovaskuler mengalami perubahan mencolok setelah bayi lahir. Foramen ovale, duktus arteriosus, dan duktus venosum menutup. Arteri umbilikalis, vena umbilikalis dan arteri hepatica menjadi ligament. Frekuensi denyut jantung bayi rata-rata 140 kali/menit saat lahir dengan rentang (120-160 kali/menit). Tekanan darah bayi baru lahir ialah 78/42 mmHg. Menangis dan bergerak biasana dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah sistolik.

4. System Hematopoesis Saat bayi lahir nilai rata-rata hemoglobin, hematokrit, dan SDM lebih tinggi dari nilai normal. Hb BBl normal adalah 14,5-22,5 g/dl, ht: 44%-72%, dan hitung SDM 5-7,5 juta/mm3. Secara berturut-turut hemoglobin dan hitung SDM menuun sampai mencapai kadar ata-rata 11-17 gr/dl dan 4,2-5,2/mm3 pada akhir bulan pertama. 5. System pernapasan Paru-paru bayi baru lahir mengandung sekitar 20 ml cairan/kg. pada kelahiran pervaginam normal, sejumlah kecil cairan keluar dari takea dan paru-paru bayi. Dakam satu jam pertama kehidupan bayi, system limfatik paru secara kontinu mengekluarkan cairan dalam jumlah besar.

6. System Ginjal Pada bulan keempat kehidupan janin ginjal terbentuk. Didalam rahim urine sudah terbentuk dan diekresikan ke dalam cairan amniotic. Pada kelahiran cukup bulan ginjal menempati sebagian besar dinding abdomen posterior. Umunya bayi cukup bulan mengeluarkan urin 15-60 ml/ kg BB/hari.

B. Asuhan Keperawatan Bayi Baru Lahir 1. Pengkajian a. Pengkajian awal Pengkajian awal bayi baru lahir adalah dengan menggunakan nilai apgar skor dan melalui fisik singkat. Nilai apgar memungkinkan pengkajian untuk mengetahui perlu tidaknya resusitasi dilakukan dnegan cepat. Pengkajian ini didasarkan pada lima aspek yang menunjukkan kondisi fisiologis neonatus tersebut yakni denyut jantung, pernafasan, tonus otot, respon refleks dan warna kulit. Apgar Skor: Aspek yang Nilai 0 Nilai 1 Nilai 2 dinilai Warna Kulit Seluruh badan warna kulit tubuh warna kulit (Appearance) biru normal merah tubuh, atau pucat muda, tetapi tangan, dan kaki tangan normal merah dan kaki kebiruan muda, tidak ada sianosis Denyut Jantung Tidak ada 100 kali permenit >100 kali (Pulse) permenit Respon Reflek tidak ada respons meringis atau meringis atau menangis lemah bersin (Grimace) terhadap atau batuk saat ketika distimulasi stimulasi stimulasi saluran napas Tonus Otot lemah atau tidak sedikit gerakan bergerak aktif (Activity) ada Pernafasan lemah atau tidak menangis kuat, tidak ada pernapasan baik (Respiration) teratur dan teratur

Interpretasi skor APGAR Dari hasil penilaian tersebut dapat diketahui: - Nilai Apgar 7-10 berada pada kategori normal. - Nilai Apgar 4-6 disebut asfiksia ringan. Memerlukan tindakan medis segera seperti penyedotan lendir yang menyumbat jalan napas, atau pemberian oksigen untuk membantu bernapas. - Nilai Apgar 0-3 disebut asfiksia berat. Memerlukan tindakan medis yang lebih intensif.

2. Diagnosa Keperawatan Menurut Bobak (2004), diagnosa keperawatan bayi baru lahir a. Pola nafas tidak efektif bd obstruksi jalan nafas b. Gangguan pertukaran gas bd hipotermia c. Risiko tinggi termoregulasi tidak efektif bd kehilangan panas ke lingkungan d. Risiko tinggi infeksi bd faktor lingkungan e. Risiko nyeri bd sirkumsisi

DAFTAR PUSTAKA

Bobak,M.Irene. (2004). Perawatan Maternitas dan Gynekologi.Bandung: VIA PKP Mansur, Herawati. (2009). Psikologi Ibu dan Anak untuk Kebidanan. Jakarta : Salemba Medika. Manuaba,Ida Bagus. (2007). .Ilmu Kebidanan,Penyakit kandungan, dan keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan.Jakarta:EGC Maryunani, Anik. (2009). Asuhan Pada Ibu Dalam Masa Nifas (Postpartum). Jakarta: TIM. Mochtar, Rustam. (1998). Sinopsis Obstetri Jilid I. EGC : Jakarta Nanda International. (2015). Diagnosa Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2015-2017 (10th ed). Jakarta : EGC Saifuddin,Abdul

Bari.

(2006).

Buku

Panduan

Praktis

Kesehatan

Maternal

Neonatal.Jakarta:Tridasa Printer Saleha,Siti. (2009). Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba Medika Sarwono, P. (2008) .Ilmu Kebidanan. Jakarta:Yayasan Bina Pustaka Suherni. (2009). Perawatan Masa Nifas. Yogyakart: Penerbit Fitramaya. Varney,Hellen,dkk. (2007) .Buku Ajar Asuhan Kebidanan Edisi 4 Volume1.Jakarta:EGC

dan

Related Documents


More Documents from "adel lita"