LAPORAN PENDAHULUAN SINDROM DISPEPSIA A. Konsep Dasar Medis 1. Pengertian Sindrom Dispepsia Dispepsia berasal dari bahasa yunani yaitu duis bad dan peptein to digest yang berarti gangguan pencernaan (Rani, 2011). Dispepsia umumnya terjadi karena terdapat suatu masalah pada bagian lambung dan duodenum. Keluhan refluks gastroesofageal berupa panas di dada (heartburn) dan regurgitasi asam lambung, tidak lagi dimasukkan ke dalam sindrom dispepsia tetapi langsung dimasukkan dalam alur atau algoritme dari penyakit gastroesofageal refluks disease (GERD). Hal ini disebabkan oleh sensitivitas dan spesivitas dari keluhan tersebut yang tinggi untuk adanya proses refluks gastroesofageal (Djojoningrat, 2009). Dispepsia mengacu pada rasa kenyang yang tidak mengenyangkan sesudah makan, yang berhubungan dengan mual, sendawa, nyeri ulu hati dan mungkin kram dan begah perut. Sering kali diperberat oleh makanan yang berbumbu, berlemak atau makanan berserat tinggi, dan oleh asupan kafein yang berlebihan, dyspepsia tanpa kelainan lain menunjukkan adanya gangguan fungsi pencernaan (Williams & Wilkins, 2011). Dispepsia merupakan kumpulan gejala atau sindrom yang terdiri dari nyeri ulu hati, mual,kembung, muntah, rasa penuh, atau cepat kenyang, sendawa (Dharmika, 2001). 2. Etiologi Seringnya, dispepsia disebabkan oleh ulkus lambung atau penyakit acid reflux, asam lambung terdorong ke atas menuju esofagus (saluran muskulo membranosa yang membentang dari faring ke dalam lambung). Hal ini menyebabkan nyeri di dada. Beberapa obat-obatan, seperti obat anti-inflammatory, dapat menyebabkan dispepsia. Terkadang penyebab dispepsia belum dapat ditemukan.
Penyebab dispepsia antara lain: a. Perubahan pola makan b. Pengaruh obat-obatan yang dimakan secara berlebihan dan dalam waktu yang lama c. Alkohol dan nikotin rokok d. Tumor atau kanker saluran pencernaan (Kanker lambung) e. Menelan udara (aerofagi) f. Regurgitasi (alir balik, refluks) asam dari lambung g. Iritasi lambung (gastritis) h. Ulkus gastrikum atau ulkus duodenalis i. Peradangan kandung empedu (kolesistitis) j. Intoleransi laktosa (ketidakmampuan mencerna susu dan produknya) k. Kelainan gerakan usus l. Stress psikologis, kecemasan, atau depresi m. Infeksi Helicobacter pylory 3. Manifestasi Klinis Klasifikasi klinis praktis, didasarkan atas keluhan gejala yang dominan, membagi dyspepsia menjadi tiga tipe: a. Dispepesia dengan keluhan seperti ulkus (ulkus, like dyspepsia), dengan gejala: 1) Nyeri epigastrium terlokalisasi 2) Nyeri hilang setelah makan atau pemberian antasida 3) Nyeri saat lapar 4) Nyeri episodic b. Dispepsia dengan gejala seperti dismotilitas (dysmotility- like dysmotility), dengan gejala: 1) Mudah kenyang 2) Perut cepat terasa penuh saat makan 3) Mual 4) Muntah 5) Upper abdominal bloating (bengkak perut bagian atas)
6) Rasa tak nyaman bertambah saat makan c. Dispepesia nonspesifik (tidak ada gejala seprti kedua tipe di atas) (Mansjoer, et al, 2007) Sidroma dyspepsia dapat bersifat rigan, sedang, dan berat, serta dapat akut atau kronis sesuai dengan perjalanan penyakitnya. Pembagian akut dan kronik berdasarkan atas jangka waktu tiga bulan. Nyeri dan rasa tidak nyaman pada perut atas atau dada mungkin dsertai dengan sendawa dan suara usus yang keras (borborigmi). Pada beberapa penderita,makan dapat memperburuk nyeri, pada penderita yang lain, makan bisa mengurangi nyerinya. Gejala lain meliputi nafsu makan yang menurun, mual, sembelit, diare dan flatulensi (perut kembung). Jika dyspepsia menetap selama lebih dari beberapa minggu, atau tidak memberi respon terhadap pengobatan, atau disertai penurunan berat badan atau gejala lain yang tidak biasa, maka penderita harus menjalani pemeriksan. 4. Patofisiologi Berbagai hipotesis mekanisme telah diajukan untuk menerangkan patogenesis terjadinya dispepsia fungsional, antara lain: sekresi asam lambung, dismotilitas gastrointestinal, hipersensitivitas viseral, disfungsi autonom, diet dan faktor lingkungan, psikologis (Djojoningrat, 2009). a. Sekresi Asam Lambung Sel kelenjar lambung mensekresikan sekitar 2500 ml getah lambung setiap hari. Getah lambung ini mengandung berbagai macam zat. Asam hidroklorida (HCl) dan pepsinogen merupakan kandungan dalam getah lambung tersebut. Konsentrasi asam dalam getah lambung sangat pekat sehingga dapat menyebabkan kerusakan jaringan, tetapi pada orang normal mukosa lambung tidak mengalami iritasi karena sebagian cairan lambung mengandung mukus, yang merupakan faktor pelindung lambung (Ganong, 2008). Kasus dengan dispepsia fungsional diduga adanya peningkatan sensitivitas mukosa lambung
terhadap asam yang menimbulkan rasa tidak enak di perut (Djojoningrat, 2009). Peningkatan sensitivitas mukosa lambung dapat terjadi akibat pola makan yang tidak teratur. Pola makan yang tidak teratur akan membuat lambung sulit untuk beradaptasi dalam pengeluaran sekresi asam lambung. Jika hal ini berlangsung dalam waktu yang lama, produksi asam lambung akan berlebihan sehingga dapat mengiritasi dinding mukosa pada lambung (Rani, 2011). b. Dismotilitas Gastrointestinal Berbagai studi melaporkan bahwa pada dispepsia fungsional terjadi perlambatan pengosongan lambung, adanya hipomotilitas antrum (sampai 50% kasus), gangguan akomodasi lambung saat makan, dan hipersensitivitas gaster. Salah satu dari keadaan ini dapat ditemukan pada setengah atau dua pertiga kasus dispepsia fungsional. Perlambatan pengosongan lambung terjadi pada 25-80% kasus dispepsia fungsional dengan keluhan seperti mual, muntah, dan rasa penuh di ulu hati (Djojoningrat, 2009). Gangguan motilitas gastrointestinal dapat dikaitkan dengan gejala dispepsia dan merupakan faktor penyebab yang mendasari dalam dispepsia fungsional. Gangguan pengosongan lambung dan fungsi motorik pencernaan terjadi pada sub kelompok pasien dengan dispepsia fungsional. Sebuah studi meta-analisis menyelidiki dispepsia fungsional dan ganguan pengosongan lambung, ditemukan 40% pasien dengan dispepsia fungsional memiliki pengosongan lebih lambat 1,5 kali dari pasien normal (Chan & Burakoff, 2010). c. Hipersensitivitas Viseral Dinding usus mempunyai berbagai reseptor, termasuk reseptor kimiawi, reseptor mekanik, dan nociceptor (Djojoningrat, 2009). Beberapa pasien dengan dispepsia mempunyai ambang nyeri yang lebih rendah. Peningkatan persepsi tersebut tidak terbatas pada distensi mekanis, tetapi juga dapat terjadi pada respon terhadap stres, paparan
asam, kimia atau rangsangan nutrisi, atau hormon, seperti kolesitokinin dan glucagon-like peptide. Penelitian dengan menggunakan balon intragastrik menunjukkan bahwa 50% populasi dispepsia fungsional sudah timbul rasa nyeri atau rasa tidak nyaman di perut pada inflasi balon dengan volume yang lebih rendah dibandingkan volume yang menimbulkan rasa nyeri pada populasi kontrol (Djojoningrat, 2009). d. Gangguan Akomodasi Lambung Dalam keadaan normal, waktu makanan masuk lambung terjadi relaksasi fundus dan korpus gaster tanpa meningkatkan tekanan dalam lambung. Akomodasi lambung ini dimediasi oleh serotonin dan nitric oxide melalui saraf vagus dari sistem saraf enterik. Dilaporkan bahwa pada penderita dyspepsia fungsional terjadi penurunan kemampuan relaksasi fundus postprandial pada 40% kasus dengan pemeriksaan gastricscintigraphy dan ultrasound (USG) (Chan & Burakoff, 2010). e. Helicobacter pylori Peran infeksi Helicobacter pylori pada dispepsia fungsional belum sepenuhnya dimengerti dan diterima. Kekerapan infeksi H. pylori terdapat sekitar 50% pada dispepsia fungsional dan tidak berbeda pada kelompok orang sehat. Mulai terdapat kecenderungan untuk melakukan eradikasi H. pylori pada dispepsia fungsional dengan H. pylori positif yang gagal dengan pengobatan konservatif baku (Djojoningrat, 2009). f. Diet Faktor makanan dapat menjadi penyebab potensial dari gejala dispepsia fungsional. Pasien dengan dispepsia fungsional cenderung mengubah pola makan karena adanya intoleransi terhadap beberapa makanan khususnya makanan berlemak yang telah dikaitkan dengan dispepsia. Intoleransi lainnya dengan prevalensi yang dilaporkan lebih besar dari 40% termasuk rempah-rempah, alkohol, makanan pedas, coklat, paprika, buah jeruk, dan ikan (Chan & Burakoff, 2010).
g. Faktor Psikologis Berdasarkan studi epidemiologi menduga bahwa ada hubungan antara dispepsia fungsional dengan gangguan psikologis. Adanya stres akut dapat mempengaruhi fungsi gastrointestinal dan mencetusakan keluhan pada orang sehat. Dilaporkan adanya penurunan kontraktilitas lambung yang mendahului mual setelah stimulus stres sentral. Tetapi korelasi antara faktor psikologik stres kehidupan, fungsi otonom dan motilitas masih kontroversial (Djojoningrat, 2009). 5. Pemeriksaan Penunjang a. Pemeriksaan radiologi 1) OMD dengan kontras ganda 2) Serologi Helicobacter pylori 3) Urea breath test b. Pemeriksaan endoskopi 1) CLO (rapid urea test) 2) Patologi anatomi (PA) 3) Kultur mikroorganisme (MO) jaringan 4) PCR (polymerase chain reaction), hanya dalam rangka penelitian. 6. Komplikasi Komplikasi dari dispepsia yaitu luka pada lambung yang dalam atau melebar tergantung berapa lama lambung terpapar oleh asam lambung dan dapat mengakibatkan kanker pada lambung. (Asma, 2012) 7. Penatalaksanaan a.
Penatalaksanaan non farmakologis 1) Menghindari makanan yang dapat meningkatkan asam lambung 2) Menghindari faktor resiko seperti alkohol, makanan yang peda, obat-obatan yang berlebihan, nikotin rokok, dan stres 3) Atur pola makan
b.
Penatalaksanaan farmakologis yaitu: Sampai saat ini belum ada regimen pengobatan yang memuaskan terutama dalam mengantisipasi kekambuhan. Hal ini dapat dimengerti karena pross patofisiologinya
pun masih belum jelas. Dilaporkan bahwa sampai 70 % kasus DF reponsif terhadap placebo. Obat-obatan yang diberikan meliputi antacid
(menetralkan
asam
lambung)
golongan
antikolinergik
(menghambat pengeluaran asam lambung) dan prokinetik (mencegah terjadinya muntah).
B. Konsep Dasar Keperawatan 1. Pengkajian a. Identitas 1) Identitas pasien: nama, umur, jenis kelamin, suku/ bangsa, agama, pekerjaan, pendidikan, alamat 2) Identitas penanggung jawab: nama, umur, jenis kelamin, agama, pekerjaan, hubungan dgn pasien, alamat b. Pengkajian 1) Alasan utama datang ke rumah sakit 2) Keluhan utama (saat pengkajian) 3) Riwayat kesehatan sekarang 4) Riwayat kesehatan dahulu 5) Riwayat kesehatan keluarga 6) Riwayat pengobatan & alergi c. Pengkajian Fisik 1) Keadann umum: sakit/nyeri, status gizi, sikap, personal hygiene & lain-lain. 2) Data sistemik a) Sistem
persepsi
sensori:
pendengaran,
penglihatan,
pengecap/penghidu, peraba, & lain-lain. b) Sistem penglihatan: nyeri tekan, lapang pandang, kesimetrisan mata, alis, kelopak mata, konjungtiva, sklera, kornea, reflek, pupil, respon cahaya, & lain-lain. c) Sistem pernapasan: frekuensi, batuk, bunyi napas, sumbatan jalan napas, & lain-lain. d) Sistem kardiovaskular: tekanan darah, denyut nadi, bunyi jantung, kekuatan, pengisian kapiler, edema, & lain-lain. e) Sistem saraf pusat: kesadaran, bicara, pupil, orientasi waktu, orientasi tempat, orientasi manusia, & lain-lain. f) Sistem gastrointestinal: nafsu makan, diet, porsi makan, keluhan, bibir, mual & tenggorokan, kemampuan mengunyah,
kemampuan menelan, perut, kolon & rektum, rectal toucher, & lain-lain. g) Sistem muskuloskeletal: rentang gerak, keseimbangan & cara jalan, kemampuan mencukupi aktifitas sehari-hari, genggaman tangan, otot kaki, akral, patah tulang, & lain-lain. h) Sistem
integumen:
warna
kulit,
turgor,
luka,
memar,
kemerahan, & lain-lain. i) Sistem reproduksi: infertil, kasus menstruasi, skrotum, testis, prostat, payudara, & lain-lain. j) Sistem perkemihan: urin (warna, jumlah, & pancaran), BAK, vesika urinaria. d. Data penunjang e. Terapi yangg diberikan f. Pengkajian kasus psiko-sosial-budaya-& spiritual 1) Psikologi a) Perasaan klien sesudah mengalami kasus ini b) Cara menangani perasaan tersebut c) Rencana klien sesudah masalahnya terselesaikan d) Jika rencana ini tak terselesaikan e) Pengetahuan klien tentang kasus/penyakit yg ada 2) Sosial a) Aktivitas / peran klien di masyarakat b) Kebiasaan lingkungan yg tak disukai c) Cara mengatasinya d) Pandangan klien tentang aktivitas sosial di lingkungannya 3) Budaya a) Budaya yg diikuti karena klien b) Aktivitas budaya tersebut c) Keberatannya dlm mengikuti budaya tersebut d) Cara menangani keberatan tersebut
4) Spiritual a) Aktivitas ibadah yg biasa dikerjakan sehari-hari b) Kegiatan keagamaan yang biasa dikerjakan c) Aktivitas ibadah yang sekarang tak bisa dikerjakan d) Perasaaan klien dampak tak bisa melaksanakan hal tersebut e) Upaya klien menangani perasaan tersebut
2. Penyimpangan KDM Faktor pemicu Aspirin (OAINS), biometosin Memblok prostaglandin Sekresi mucus Permeabilitas dinding lambung HCL Hipertermia Mengikis dinding lambung Merusak flora
Iritasi dinding lambung
Infeksi bakteri E.Coli
Perasaan tidak nyaman Dibagian epigastrium
Pengeluaran B.P.H Merangsang Reseptor nyeri Medulla spinalis
Bakteri sisa masuk ke usus Diare
Anorexia dalam waktu yang lama (hipermetabolik)
Thalamus Korteks serebri
Resiko defisit volume cairan
Penurunan pembentukan ATP Respon nyeri Kelelahan Nyeri Akut
Gangguan rasa nyaman
3. Diagnosa Keperawatan a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologis. b. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan melalui rute normal (diare), abnormal (perdarahan). c. Hipertermia berhubungan dengan penyakit. d. Gangguan rasa nyaman 4. Intervensi No. Diagnosa Keperawatan 1. Nyeri akut
Noc dan Kriteria Hasil Nic Setelah dilakukan tindakan Nic keperawatan selama …. X Pain management
Definisi : Pengalaman emosional dengan
atau yang
sensorik 24 jam klien akan:
1) Lakukan
berkaitan
kerusakan
pengkajian
jaringan Noc
nyeri
secara
aktual atau fungsional, dengan
1) Pain level
komprehensif
onset mendadak atau lambat
2) Pain control
termasuk
dan berintensitas ringan hingga
3) Comfort level
lokasi,
berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan.
karakteristik, Kriteria Hasil :
durasi,
1) Mampu mengontrol Batasan Karakteristik :
frekuensi,kualit
nyeri
(tahu
as dan faktor
1) Perubahan selera makan
penyebab
nyeri,
presipitasi
2) Perubahan
mampu
tekanan
darah 3) Perubahan
frekwensi
jantung 4) Perubahan
frekwensi
pernapasan 5) Laporan isyarat
2) Observasi
menggunakan tehnik
reaksi
nonfarmakologi
nonverbal dari
untuk
mengurangi
ketidaknyaman
nyeri,
mencari
bantuan)
an 3) Gunakan tehnik
2) Melaporkan bahwa
6) Diaforesis
nyeri
7) Perilaku distraksi (Mis.,
dengan
untuk
menggunakan
mengetahui
berjalan mondar-mandir
berkurang
komunikasi terapeutik
mencari orang lain dan atau
aktivitas
lain,
aktivitas yang berulang) 8) Mengekspresikan perilaku (mis., geisah, merengek, menangis) 9) Masker
wajah
(mis.,
mata kurang bercahaya,
menejemen nyeri 3) Mampu
mengenali
nyeri
pengalaman nyeri pasien.
(skala,
4) Kaji
intensitas, frekuensi
yang
dan tanda nyeri)
mempengaruhi
4) Menyatakan nyaman
rasa setelah
nyeri berkurang
kultur
respon nyeri 5) Evaluasi pengalaman
tampak kacau, gerakan
nyeri
mata
atau
lampau
tetap pada satu fokus
6) Kontrol
berpencar
meringis)
masa
lingkungan
10) Sikap melindungi area nyeri
yang
dapat
mempengaruhi
11) Sikap tubu melindung
nyeri
seperti
12) Dilatasi pupil
suhu
ruangan,
13) Perubahan posisi untuk
pencahayaan,
menghindari nyeri
dan kebisingan
14) Gangguan tidur
7) Pilih
lakukan
pengalaman Faktor yang berhubuungan : 1) Agen biologis,
nyeri
cedera
(mis.,
farmakologi,
zat
kimia,
non
fisik, psikologi)
(
farmakologi, interpersonal) 8) Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri 9) Tingkatkan istrahat
2.
Resiko devisit volume cairan
Setelah dilakukan tindakan NIC
Definisi :
keperawatan selama …. X
1) Pertahankan
Beresiko mengalami dehidrasi 24 jam klien akan:
catatan
intake
vaskular,
dan
output
selular,
atau
intraselular.
cairan
yang
akurat Faktor risiko
NIC
1) Kehilangan
volume
cairan aktif
1) Fluid balance
yang
3) Monitor
3) Nutritional status : food and fluid intake
mempengaruh absorbs cairan
memengaruhi
yang akses
cairan
memengaruhi
yang asupan
cairan
melalui
1) Mempertahankan urin output sesuai
BJ urine normal, HT normal
rute
normal
(mis., diare)
suhu tubuh dalam batas normal 3) Tidak
ada
tanda-
7) Usia lanjut
tanda
8) Berat badan ekstrem
elastisitas
9) Faktor
kulit baik, membran
yang
dehidrasi, turgor
memengaruhi
mukosa
kebutuhan cairan (mis.,
tidak ada rasa haus
status hipermetabolik)
yang berlebihan
10) Kegagalan
fungsi
regular 11) Kehilangan
cairan
membantu pasien makan 5) Kolaborasi dengan dokter 6) Monitor
2) Takanan darah, nadi,
6) Kehilangan berlebihan
makanan/cairan
keluarga untuk
dengan usia dan BB,
5) Penyimpangan
masukan
4) Dorong Kriteria Hasil
4) Penyimpangan
vital
sign
2) Hydration
2) Kurang pengetahuan 3) Penyimpangan
2) Monitor
lembab,
badan
berat
melalui rute abnormal (mis., siang menetap) 12) Agens
fermustikal
(mis., diuretik)
3.
Hipertemia
Setelah dilakukan tindakan NIC
Definisi
keperawatan selama …. X
1) Monitor
Peningkatan suhu tubuh diatas 24 jam klien akan:
sesering
kisaran normal
mungkin
suhu
2) Monitor IWL Batasan karakteristik :
3) Monitor warna
1) Konvulasi
dan suhu kulit
2) Kulit kemerahan
NOC
4) Monitor
3) Peningkatan suhu tubuh Thermoregulation diatas kisaran normal 4) Kejang takikardi
Kriteia Hasil : 1) Suhu tubuh dalam
5) Takipnea
rentang normal
6) Kulit terasa hangat
2) Nadi dan RR dalam rentang normal
Faktor-faktor
yang
berhubungan : 1) Anastesia
3) Tidak ada perubahan
tekanan darah, nadi, dan RR 5) Monitor intake dan output 6) Berikan piretik 7) Berikan
warna kulit dan tidak
pengobatan
ada pusing
untuk
2) Penurunan respirasi
mengatasi
3) Dehidrasi
penyebab
4) Pemajanan lingkungan
demam
yang panas
8) Selimuti pasien
5) Penyakit 6) Pemakaian yang
tidak
dengan lingkungan
anti
9) Kolaborasi pakaian sesuai suhu
pemberian cairan intravena 10) Tingkatkan sirkulasi udara
7) Peningkatan
laju
metabolisme 8) Medikasi 9) Trauma 10) Aktivitas berlebihan
4.
Gangguan rasa nyaman
Setelah dilakukan tindakan NIC
Definisi
keperawatan selama …. X
1) Gunakan
Perasaan kurang senang, lega 24 jam klien akan:
pendekatan
dan sempurna dalam dimensi
yang
fisik,
menenangkan
psikospiritual,
lingkungan dan sosial
2) Nyatakan dengan
Batasan karakteristik :
harapan
1) Ansietas
NOC
terhadap
2) Menangis
1) Ansiety
3) Gangguan pola tdur
2) Fear leavel
4) Takut
3) Sleep deprivation
prosedur
5) Ketidakmampuan untuk
4) Comfort,
apa
rileks
perilaku pasien 3) Jelaskan semua
readines
for enchanced
6) Iritabilitas
merasa dingin merasa
merasa
tidak nyaman
distres
yang
dirasakan
prosedur
kecemasan 2) Status
9) Melaporkan rasa lapar
11) Melaporkan
Kriteria Hasil 1) Mampu mengontrol
panas
10) Melaporkan
dan
selama
7) Merintihmelaporkan
8) Melaporkan
jelas
lingkungan
yang nyaman 3) Mengontrol nyeri 4) Kualitas tidur dan
gejala
istrahat adekuat 5) Agresi pengendalian
4) Identifikasi tingkat kecemasan
12) Melaporkan
kurang
puas dengan keadaan 13) Melaporkan
tidak
diri 6) Responn
terhadap
pengobatan
senang dengan situasi
7) Control gejala
tersebut
8) Status
14) Gelisah
kenyamanan
meningkat