Laporan Pendahuluan Omsk.docx

  • Uploaded by: dindaputerifebiola
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Laporan Pendahuluan Omsk.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,173
  • Pages: 18
LAPORAN PENDAHULUAN OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK 1. Anatomi Fisiologi Telinga

Indera pendengaran merupakan bagian dari organ sensori khusus yang mampu mendeteksi sebagai stimulus bunyi. indera pendengaran sangat penting dalam percakapan dan komunikasi sehari-hari. organ yang berperan dalam indera pendengaran adalah telinga. Struktur Telinga: 1.1. Telinga Luar Telinga luar terdiri dari daun telinga (pinna / aurikula) dan saluran telinga luar (meatus auditorius eksternus). Daun telinga terletak di dua sisi kepala setinggi mata. Tersusun oleh tulang rawan atau kartilago dan otot kecil yang di lapisi oleh kulit sehingga menjadi tinggi keras dan lentur. Daun telinga di persarafi oleh saraf fasialis. Fungsi dari daun

1

telinga adalah mengumpulkan gelombang suara untuk di teruskan kesaluran telinga luar yang selanjutnya ke gendang telinga.

Saluran telinga luar merupakan lintasan yang sempit, panjangnya sekitar 2,5 cm dari dauun telinga ke membran timpani. Saluran ini tidak beraturan dan di lapisi oleh kulit yang mengandung kelenjar khusus, glandula seruminosa yang menghasilkan serumen. Serumen ini berfungsi untuk melindungi kulit dari bakteri, menangkap benda asing yang masuk ke telinga. Serumen juga dapat mengganggu pendengaran jika terlalu banyak. Batas telinga luar dengan telinga tengah adalah membran timpani atau gendang telinga.

Membran timpani berbentuk kerucut dengan diameter sekitar 1 cm. Tersusun atas tiga lapisan, yaitu bagian luar adalah lapisan epitel, bagian tengah lapisan fibrosa dan lapisan dalam adalah mukosa. Fungsi dari membran timpani adalah melindungi organ telinga tengah dan menghantarkan fibrilasi suara dari telinga luar ke tulang pendengaran (osikel). Kekuatan getaran suara mempengaruhi tegangan, ukuran, dan ketebalan membran timpani.

1.2. Telinga Tengah Telinga tengah merupakan rongga yang berisi udara dalam bagian petrosus tulang temporal. Rongga tersebut di lalui oleh tiga tulang kecil yaitu meleus, inkus, dan stapes yang membentang dari membran timpani keforamen ovale. Sesuai dengan namanya tulang meleus bentuknya seperti palu dan menempel pada membran timpani. Tulang inkus mehubungkan meleus dengan stapes dan tulang stapes melekat pada jendela oval di pintu masuk telinga dalam. Tulang stapes di sokong oleh otot stapedius yang berperan menstabilkan hubungan antara stapes dengan jendela oval dan mengatur hantaran suara. Jika telinga menerima suara yang keras, maka otot stapedius akan berkontraksi sehingga

2

rangkaian tulang akan kaku , sehingga hanya sedikit suara yang di hantarkan. Fungsi dari tulang-tulang pendengaran adalah mengarahkan getaran dari membran timpani ke fenesta vestibuli yang merupakan pemisah antara telinga tengah dengan telinga dalam.

Rongga telinga tengah berhubungan dengan tuba eustachius yang menghubungkan telinga tengah dengan faring. Fungsi tuba eustachius adalah untuk keseimbangan tekana antara sisi timpani dengan cara membuka atau menutup. Pada keadaan biasa tuba menutup, tetapi dapat membuka pada saat menguap, menelan atau mengunyah.

1.3. Telinga Dalam atau Labirin Telinga dalam atau labirin mengandung organ-organ yang sensitif untuk pendengaran, keseimbangan dan saraf kranial ke delapan. Telinga dalam berisi cairan dan berada pada petrosa tulang temporal. Telinga dalam tersusun atas dua bagian yaitu labirin tulang dan labirin membranosa. a. Labirin Tulang Labirin tulang merupakan ruang berisikan cairan menyerupai cairan serebrospinalis yang di sebut cairn perilimf. Labirin tulang tersusun atas vestibula, kanalis semisirkularis dan koklea.

Vestibula

menghubungkan koklea dengan kanalis semisirkularis. Saluran semisirkularis merupakan tiga saluran yang berisi cairan yang berfungsi menjaga keseimbangan pada saat kepala di gerakkan. Cairan tersebut bergerak di salah satu saluran sesuai arah gerakan kepala. Saluran ini mengandung sel-sel rambut yang memberikan respon terhadap gerakan cairan untuk disampaikan pesan ke otak sehingga terjadi proses keseimbangan. Koklea berbentuk seperti rumah siput, didalamnya terdapat duktus koklearis yang berisi cairan endolimf dan banyak reseptor pendengaran. Koklea bagian labirin di bagi atas tiga ruangan (skala) yaitu bagian atas disebut skala vestibuli, bagian tengah disebut skala media, dan pada bagian dasar

3

disebut skala timpani. Antara skala vestibuli dengan skala media dipisahkan oleh membran reisier dan antara skala media dengan skala timpani dipisahkan oleh membran basiler.

b. Labirin Membranosa Labirin

membranosa

terendam

dalam

cairan

perilimf

dan

mengandung cairan endolimf. Kedua cairan tersebut terdapat keseimbangan yang tepat dalam telinga dalam sehingga pengaturan keseimbangan tetap terjaga. Labirin membranosa tersusun atas utrikulus, sakulus, dan kanalis semisirkularis, duktus koklearis, dan organ korti. Utrikulus terhubung dengan duktus semisirkularis, sedangkan sakulus terhubung dengan duktus koklearis dalam koklea. Organ korti terletak pada membrane basiler, tersusun atas sel-sel rambut yang merupakan reseptor pendengaran. Ada dua tipe sel rambut yaitu sel rambut baris tunggal interna dan tiga baris sel rambut eksterna. Pada bagian samping dan dasar sel rambut bersinap dengan jaringan ujung saraf koklearis.

Mekanisme Pendengaran Gelombang suara dari luar dikumpulkan oleh daun telinga (pinna), masuk ke saluran eksterna pendengaran (meatus dan kanalis auditorius eksterna) yang selanjutnya masuk ke membrane timpani. Adanya gelombang suara yang masuk ke membrane timpani menyebabkan membrane timpani bergetar dan bergerak maju mundur. Gerakan ini juga mengakibatkan tulang-tulang pendengaran seperti meleus, inkus, dan stapes ikut bergerak dan selanjutnya stapes menggerakkan foramen ovale serta menggerakkan cairan perilimf pada skala vestibule. Getaran selanjutnya melalui membrane reisner yang mendorong endolimf dan membrane basiler ke arah bawah dan selanjutnya menggerak perilimf pada skala timpani. Pergerakan cairan dalam skala timpani menimbulkan potensial aksi pada sel rambut yang selanjuttnya diubah menjadi inpuls listrik. Inpuls listrik selanjutnya dihantarkan ke

4

nukleus

koklearis,

thalamus

kemudian

korteks

pendengaran

untuk

diasosiasikan. (Tarwoto, 2009).

2. Definisi Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) ialah infeksi kronis di telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan keluarnya sekret dari telinga tengah secara terus menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin encer atau kental, bening, atau berupa nanah. Biasanya disertai gangguan pendengaran. (Arif Mansjoer, 2001).

Jadi, Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) atau yang biasa disebut dengan istilah sehari-hari congek. Dalam perjalanannya penyakit ini dapat berasal dari OMA stadium perforasi yang berlanjut, sekret tetap keluar dari telinga tengah dalam bentuk encer, bening ataupun mukopurulen. Proses hilang timbul atau terus menerus lebih dari 2 minggu berturut-turut. Tetap terjadi perforasi pada membran timpani. Perforasi yaitu membran timpani tidak intake / terdapat lubang pada membran timpani itu sendiri.

3. Etiologi Sebagian besar Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) merupakan kelanjutan dari Otitis Media Akut (OMA) yang prosesnya sudah berjalan lebih dari 2 bulan. Beberapa faktor penyebab adalah terapi yang terlambat, terapi tidak adekuat, virulensi kuman tinggi, dan daya tahan tubuh rendah. Bila kurang dari 2 bulan disebut subakut. Sebagian kecil disebabkan oleh perforasi membran timpani terjadi akibat trauma telinga tengah. Kuman penyebab biasanya kuman gram positif aerob, pada infeksi yang sudah berlangsung lama sering juga terdapat kuman gram negatif dan kuman anaerob. (Arif Mansjoer, 2001).

Kuman penyebab OMSK antara lain kuman Staphylococcus aureus (26%), Pseudomonas aeruginosa (19,3%), Streptococcus epidermidimis (10,3%),

5

gram positif lain (18,1%) dan kuman gram negatif lain (7,8%). Biasanya pasien mendapat infeksi telinga ini setelah menderita saluran napas atas misalnya

influenza

atau

sakit

tenggorokan.

Melalui

saluran

yang

menghubungkan antara hidup dan telinga (tuba Auditorius), infeksi di saluran napas atas yang tidak diobati dengan baik dapat menjalar sampai mengenai telinga.

4. Patofisiologi OMSK dibagi dalam 2 jenis, yaitu benigna atau tipe mukosa, dan maligna atau tipe tulang. Berdasarkan sekret yang keluar dari kavum timpani secara aktif juga dikenal tipe aktif dan tipe tenang. (Arif Mansjoer, 2001).

Pada OMSK benigna, peradangan terbatas pada mukosa saja, tidak mengenai tulang. Perforasi terletak di sentral. Jarang menimbulkan komplikasi berbahaya dan tidak terdapat kolesteatom. (Arif Mansjoer, 2001).

OMSK tipe maligna disertai dengan kolesteatom. Perforasi terletak marginal, subtotal, atau di atik. Sering menimbulkan komplikasi yang berbahaya atau fatal. (Arif Mansjoer, 2001).

Kolesteotoma yaitu suatu kista epiterial yang berisi deskuamasi epitel (keratin).

Deskuamasi

terbentuk

kolesteotoma bertambah besar.

6

terus,

lalu

menumpuk.

Sehingga

Pathway Perubahan tekanan udara tiba-tiba (Alergi, infeksi, sumbatan)

Gangguan tube eustachius

Pencegahan invasi kuman terganggu

Terjadi erosi pada kanalis semisirkularis

Peradangan

Kuman masuk ke telinga tengah

Tekanan udara negatif di telinga tengah

Efusi

Resiko Cidera

Tindakan mastoidektomi

Nyeri Akut Ansietas Resiko Infeksi

Meningkatkan produksi cairan serosa

Retraksi membran timpani

Akumulasi cairan mukosa serosa

Ruptur membran timpani karena desakan

Hantaran udara yang diterima menurun

Resiko Infeksi Sekret keluar dan berbau tidak enak (otorrhoe) Pengobatan tidak tuntas /episode berulang

Kurangnya Informasi

Defisiensi Pengetahuan

Gangguan Citra Tubuh

Infeksi berlanjut dapat sampai ke telinga dalam

Terjadi erosi pada kanalis semisirkularis

- Pening/vertigo - Keseimbangan tubuh menurun

Resiko cidera/trauma

7

Gangguan persepsi sensori

5. Manifestasi Klinis Berdasarkan perubahan mukosa telinga tengah, OMA dapat dibagi atas 5 stadium : 5.1. Stadium radang tuba Eustachii Stadium ini ditandai dengan adanya gambaran retraksi membran timpani akibat terjadinya tekanan negatif di dalam telinga tengah, karena adanya absorbsi udara. Kadang-kadang membran timpani sendiri tampak normal atau berwarna keruh pucat. Efusi mungkin telah terjadi, tetapi tidak dapat dideteksi. Dari penderita sendiri biasanya mengeluh telinga terasa tersumbat (oklusi tuba), gemrebeg (tinnitus low frequence), kurang dengar, seperti mendengar suara sendiri (otofoni) dan kadang-kadang penderita merasa pengeng tapi belum ada rasa otalgia.

5.2. Stadium hiperemis (presupurasi) pada stadium hiperemis , tampak pembuluh darah yang melebar dimembran timpani atau seluruh membran timpani. Mukosa cavum timpani mulai tampak hiperemis atau oedem. Sekret yang telah terbentuk mungkin masih bersifat eksudat yang serosa sehingga sukar terlihat. Pada stadium ini penderita merasakan otalgia karena kulit dimembran timpani tampak meregang

5.3. Stadium supurasi Oedem yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel superfisial sehingga terbentuknya eksudat yang purulen di cavum timpani, menyebabkan membran timpani menjadi menonjol (bulging) ke arah telinga luar.

Pada keadaan ini pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat, serta rasa nyeri di telinga bertambah hebat. Pada anak-anak sering disertai kejang dan anak menjadi rewel. Apabila tekanan eksudat yang purulen di cavum timpani tidak berkurang, maka terjadi iskemik akibat

8

tekanan pada kapiler-kapiler, serta terjadi trombophlebitis pada venavena kecil dan nekrosis mukosa dan submukosa. Nekrosis ini pada membran timpani terlihat sebagai daerah yang lebih lembek dan tidak berwarna kekuningan, di tempat ini akan terjadi ruptur. Sehingga bila tidak

dilakukan

incisi

membran

timpani

(miringitomi)

maka

kemungkinan besar membran timpani akan ruptur dan discharge keluar liang telinga luar. Dengan melakukan miringitomi luka incisi akan menutup kembali karena belum terjadi perforasi spontan dan belum terjadi nekrosis pada pembuluh darah.

5.4. Stadium perforasi Stadium ini terjadi apabila terjadi ruptur pada membran timpani yang bulging pada saat stadium supurasi. Lubang tempat ruptur (perforasi) tidak mudah menutup kembali

5.5. Stadium resolusi Membran timpani yang utuh, bila terjadi kesembuhan maka keadaan membran timpani perlahan-lahan normal kembali. Sedangkan pada membran timpani yang utuh tapi tidak terjadi kesembuhan, maka akan berlanjut menjadi glue ear. Pada keadaan ini sebaiknya dilakukan incisi pada membran timpani (miringitomi) untuk mencegah terjadinya perforasi spontan. Pada membran timpani yang mengalami perforasi bila terjadi kesembuhan dan menutup maka akan menjadi sikatrik, bila terjadi kesembuhan dan tidak menutup maka akan menjad dry ear (sekret berkurang dan akhirnya

kering). Sedangkan bila tidak terjadi

kesembuhan maka akan beranjut menjadi otitis media supuratif kronik, dimana sekret akan keluar terus menerus atau hilang timbul.

9

6. Pemeriksaan Diagnostik -

Otoscope untuk melakukan auskultasi pada bagian telinga luar

-

Timpanogram untuk mengukur kesesuaian dan kekakuan membran timpani

-

Kultur dan uji sensitifitas : dilakukan bila dilakukan timpanosensitesis (aspirasi jarum dari telinga tengah melalui membran timpani)

7. Penatalaksanaan Medis 7.1. Stadium Oklusi Terapi ditujukan untuk membuka kembali tuba Eustachius sehingga tekanan negatif di telinga tengah hilang. Diberikan obat tetes hidung HCl efedrin 0,25 % untuk anak < 12 tahun atau HCl efedrin 0,5 % dalam larutan fisiologis untuk anak diatas 12 tahun dan dewasa. Sumber infeksi lokal harus diobati. Antibiotik diberikan bila penyebabnya kuman

7.2. Stadium Presupurasi Diberikan antibiotik, obat tetes hidung dan analgesik. Bila membran timpani sudah terlihat hiperemis difus, sebaiknya dilakukan miringotomi. Dianjurkan pemberian antibiotik golongan penisilin atau eritromisin. Jika terjadi resistensi, dapat diberikan kombinasi dengan asam klavulanat atau sefalosporin. Untuk terapi awal diberikan penisilin intramuskular agar konsentrasinya adekuat di dalam darah sehingga tidak terjadi mastoiditis terselubung, gangguan pendengaran sebagai gejala sisa dan kekambuhan. Antibiotik diberikan minimal selama 7 hari

7.3. Stadium supurasi Selain antibiotik, pasien harus dirujuk untuk melakukan miringotomi bila membran timpani masih utuh sehingga gejala cepat hilang dan tidak terjadi ruptur

10

7.4. Stadium perforasi Terlihat sekret banyak keluar, kadang secara berdenyut. Diberikan obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari serta antibiotik yang adekuat sampai 3 minggu. Biasanya sekret akan hilang dan perforasi akan menutup sendiri dalam 7-10 hari

7.5. Stadium resolusi Membran timpani berangsur normal kembali, sekret tidak ada lagi, dan perforasi menutup. Bila tidak, antibiotik dapat dilanjutkan sampai 3 minggu. Bila tetap, mungkin telah terjadi mastoiditis

8. Pengkajian Keperawatan Identitas : nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, suku, bangsa,agama, status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit, nomor register dan diagnose medic Riwayat kesehatan Keluhan utama : nyeri pada telinga Riwayat kesehatan sekarang: kaji keluhan kesehatan yang dirasakan pasien pada saat di anamnesa, Seperti penjabaran dari riwayat adanya kelainan nyeri yang dirasakan. Riwayat kesehatan dahulu: kaji Apakah ada kebiasaan berenang, apakah pernah menderita gangguan pendengaran (kapan, berapa lama, pengobatan apa yang dilakukan, bagaimana kebiasaan membersihkan telinga, keadaan lingkungan tenan, daerah industri, daerah polusi) Riwayat kesehatan keluarga: Mengkaji ada atau tidak salah satu keluarga yang mengalami penyakit yang sama. Ada atau tidaknya riwayat infeksi saluran nafas atas yang berulang dan riwayat alergi pada keluarga Riwayat lingkungan :kaji bagaimana lingkan klien, gaya hidup klien dan segala hal yang menjadi pencetus otitis media dan omsk. Biasanya lingkungan kumuh, pemungkiman yang padat dan kehidupan dibawah kemiskinan menjadi salah satu factor predisposisi penyakit ini

11

Riwayat psikospritual :kaji bagaimana suasana hati klien, dan keluarga dalam menghdapi penyakit yang diderita, bagaimana koping mekanisme yang digunakan. Biasanya klien akan cemas, adnya gangguan dalam beribadah karna kondisi kalien yang lemah dan nyeri yang di rasakan pada telinga.

Pola kebiasaan Nutrisi :kaji pola makan. Jenis makanan, porsi makanan klien saat sehat maupun sakit, biasanya saat klien sakit nafsu makan berkurang dan adanya nyeri

Aktifitas : kaji aktifitas yang dilakukan klien saat sehat maupun sakit. Biasanya saat sakit kalien tidak mampu berkaktifitas dengan baik karna adanya kelemahan, lelah, nyeri saat beraktfitas.

Eliminasi :kaji pola BAB/BAK klien, warna jumlah dan bau.biasanya saat sakit klien susah dalam eliminasinya karna intake yang tidak adekuat.

Istirahat :kaji pola tidur dan intensitas, biasanya saat sakit klie susah tidur karena adanya nyeri. Pemeriksaan fisik Keadaan umum :kaji bagaimana ksadara klien dan TTV nya. Biasanya klien dengan otitis media dan omsk ini kesadaranya adalah kompas metis , namun tidak menutup kemungkinan akan apatis atau koma.pada klien otitis media dan omsk akan ditemui suhu meingkat. Kepala:kaji keadaan rambut dan hygiene kepala, warna, bau kulit kepala.biasanya pada klien dengan otitis media akan ditemukan keadaan normal seperti biasanya, namun mungkin akan adanya gangguan kebersihan kepala berhubungan dengan kelemahan pada tubuh.

12

Mata :kaji posisi mata klien, apakah simetris atau tidak, bagaimana keadaanya, apakah pupil dalam keadaan normal, kaji konjungtiva dan scelra. Biasanya pada klien dengan otitis media akan ditemukan putih dan konjungtifa tidak anemis. Hidung : kaji adanya kesimetrisan pada hidung dan adanya keluaran dari hidung. Biasanya klien dengan otitis media tidak ada masalah pada inspeksi di hidung. Mulut dan tenggorokan : kaji bagaimana keadan rongga mulut,gigi dan gusi serta tonsil. Apakah ada caries atau pendarahan pada gigi dan gusi apakkah mulut berbau tidak sedap.biasanya klien dengan otitis media akan ditemui keadaan tonsil yang meradang, karna ini biasanya dijdikan indikasi adanya infeksi dari kuman. Telinga : kaji bagaimana mana kondisi telinga dan pendegaran .biasanya klien otitis media dan omsk ini kondisi telinganya adanya cairan di rongga telinga nya,dan kaji bagaimana warna, bau, dan jumlah.apakah ada tanda-tanda radang. Leher :kaji adanya kelenjar getah bening, apakah ada pembesaran bagaimana tekana vena jugularis. Biasanya dengan penyakit otitis media ini adanya pembesaran pada getah bening, JVP mengalami keabnormalan. Thoraks : kaji dengan inspeksi kesimetrisan dada, bentuk dada,auskultasi suara nafas, palpasi pergerakan dada.perkusi bunyi dada. Biasanya pada klien otitis media dada normal. Jantung : kaji penampakan ictus cordis, palpasi ictus cordis, perkusi jantung, auskultasi bunyi jantung biasanya klien dengan otitis media ini tidak terdapat bunyi bising jantung atau kelainan pada jantung. Abdomen : kaji bentuk perut klien, palpasi apakah ada pembesaran atau tidak, perkusi bunyi abdomen dan auskultasi bising usus.biasanya pada klien dengan otitis media tidak mengalami kelainan atau abnormal. 13

Genitalia : Extrimitas atas bawah: cirri dari klien otitis media pada pemeriksaan tidak ada di temukan. System persyarafan : biasanya klien dengan otitis media akan mengalami pergerakan yang tidak terkordinasi. 9. Diagnosa Keperawatan 9.1. Nyeri akut berhubungan dengan proses peradangan ditandai dengan edema (pembengkakan) 9.2. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit 9.3. Resiko

cidera

berhubungan

dengan

disfungsi

imun

–autoimun

(peningkatan produksi cairan serosa) 9.4. Resiko infeksi berhubungan dengan respon inflamasi 9.5. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan pada penampilan tubuh (sekret berbau)

10. Intervensi Keperawatan a. Nyeri akut berhubungan dengan proses peradangan ditandai dengan edema (pembengkakan) Tujuan : Nyeri berkurang sampai menghilang Kriteria hasil : -

Mampu mengatasi nyeri, tahu penyebab nyeri dan mampu menggunakan tehnik farmakologi untuk mengurangi nyeri

-

melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan manajemen nyeri

-

mampu mengontrol nyeri

Intervensi -

Ajarkan tehnik relaksasi pada klien dengan mengajarkan tehnik relaksasi

-

Kaji nyeri secara komperhensif lokasi, durasi, karakteristik, frekuensi, instensitas faktor

14

-

monitor skala nyeri dan reaksi nonverbal

-

gunakan

tehnik

komunikasi

terapeutik

untuk

mengetahui

pengalaman nyeri -

kolaborasi pemberian analgetik

-

beri informasi kepada klien dan keluarga tentang penyebab nyeri

b. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit Tujuan : Suhu dalam keadaan normal Suhu tubuh dalam rentang normal Nadi dan RR dalam rentang normal Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing

Intervensi -

Monitor suhu sesering mungkin

-

Monitor IWL

-

Monitor warna dan suhu kulit

-

Monitor tekanan darah, nadi, RR

-

Monitor penurunan tingkat kesadaran

-

Monitor WBC,HB,dan HCT

-

Monitor intake dan output

-

Berikan antipiretik

c. Resiko

cidera

berhubungan

dengan

disfungsi

imun

–autoimun

(peningkatan produksi cairan serosa) Tujuan : Cidera tidak terjadi Kriteria hasil : Klien terbebas dari cidera Klien mampu menjelaskan cara/metode untuk menjegah injury/cidera Klien mampu mejelaskan factor resiko dari lingkungan/ prilaku personal Mampu memodifikasi gaya hidup untuk mencegah injury Mampu mengenali perubahan status kesahatan

15

Intervensi : -

Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien

-

Identifikasi kebutuhan keamanan pasien sesuai dengan kondisi fisik dan fungsi kognitif pasien dan riwayat terdahulu pasien

-

Menghindari lingkungan yang berbahaya

-

Mengontrol lingkungan dari kebisingan

-

Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga atau pengunjung adanya perubahan status kesehatan dan penyebab penyakit

d. Resiko infeksi berhubungan dengan respon inflamasi Tujuan : infeksi tidak terjadi Kriteria hasil : Klien bebas dari tanda da gejala dari infeksi Menunjukan kemampuan unruk mencegah timbulnya infeksi Menunjukan prilaku hidup sehat

Intervensi : -

Monitor tanda da gejala infeksi sitemik dan local

-

Monitor hitung granulosit WBC

-

Monitor keterangan terhadap infeksi

-

Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan,panas, drainase inpeksi luka/insisi bedah

-

Dorong masukan nutrisi yang cukup

-

Dorong masukan cairan

-

Dorong untuk istirahat

-

Instruksikan pasien untuk minum antibiotic sesuai resep

-

Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi

-

Laporkan kecurigaan infeksi

-

Laporkan kultur positif

16

e. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan pada penampilan tubuh (sekret berbau) Tujuan :Klien dapat menerima perubahan pada penampilannya Kriteria hasil : Body image positif Mampu mengindentifikasi kekuatan personal Mendeskripsikan secara factual perubahan fungsi tubuh Mempertahankan interaksi sosial

Intervensi: -

Kaji secara verbal an nonverbal respon klien terhadap tubuhnya

-

Monitor frekuensi mengritik dirinya

-

Jelaskan tentang pengobatan, perawatan, kemajuan dan prognosi penyakit.

-

Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya

-

Identifikasi arti pengukuran melalui pemakaian alat bantu

17

DAFTAR PUSTAKA Mansjoer A. (2000).Kapita Selekta Kedokteran Jilid I .Jakarta: Media Aesculapius Efiaty A, Nurbaiti I. (2012).Buku Ajar Ilmu Penyakit TelingaHidung Tenggorokan. Jakarta : EGC Nurarif,A. Kusuma, H. (2015).

Asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa

medis dan NANDA – NIC NOC.Jogjakarta : Mediaction

18

Related Documents


More Documents from "Dwi suci rhamdanita"

Bab 3.docx
October 2019 26
Coverdinda - Copy.docx
October 2019 33
Bab 2 Urinaria.docx
October 2019 25