LAPORAN PENDAHULUAN
I.
DEFINISI LIMFOMA NON-HODGKIN Limfoma Hodgkin dan Limfoma Non-Hodgkin, adalah keganasan yang
paling umum ketiga terjadi masa kanak-kanak, dan jumlah penderita Limfoma non-Hodgkin (Non Hodgkin Lymphoma/NHL) sekitar 7% darikanker pada anak kurang dari 20 tahun. Di Amerika Serikat, sekitar 800 kasus baru didiagnosis sebagai NHL setiap tahun. NHL adalah suatu keganasan dari limfosit T dan B berupa proliferasiklonal yang terdapat pada berbagai tingkat tumor. Keganasan ini tidak bolehdisamankan dengan kelainan limfoproliferatif poliklonik. Kedua kelompok penyakit tersebut terjadi dengan frekuensi tertinggi pada anak dengan statusimunodefisiensi herediter. Terdapat lebih dari 15 tipe yang berbeda dari NHL, dikelompokkan kedalam 3 sub tipe : 1. Limfoblastik limfoma (LBL). 2. Small non cleved cell (Burkit’s dan non Burkit’s) 3. Large cell lymphoma (histiositik). Semuanya
merupakan
jenis
neoplasma
yang
cepat
tumbuh
dengan penyebaran sistemik yang luas.Meskipun etiologinya belum diketahui tetapi
beberapa
faktor
yangmenyebabkan
termasuk
infeksi
virus
dan
immunodefisiensi. Bentuk endemis dariBurkit’s lymphoma ditemukan di Afrika dan New Guinea. Epstein Barr VirusDNA dan antigen nuklear diidentifikasi pada 90 % African Burkit’s lymphoma Keadaan infeksi virus lain dengan penyakit immunodefisiensi juga oleh:HIV, Wiskott-Aldrich Syndrome, Bloom syndrome, ataksia telangiektasis, severecombined immunodefisiensi disease, X-linked immunoproliferativem syndrome, dan pada keadaan transplantasi dengan imunosupresif kronis. EBV
induced
NHL
terjadi
sebagai
akibat
gangguan
imunitas.
Kebanyakankasus endemis dan sporadis terdapat translokasi dari lengan panjang khromosom 8 yang mengandung c-myc protoonkogen ke lengan panjang 14 (8q;14+). Hal inimengakibatkan expresi yang abnormal dari produk gen
1
mengakibatkan proliferasisel yang tidak terbatas, mencetuskan tranformasi neoplastik. Limfoma adalah sekumpulan keganasan primer pada kelenjar getah bening dan jaringan limfoid. Berdasarkan tipe histologiknya, limfoma dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu Limfoma Non Hodgkin dan Hodgkin. Pada protokol ini hanya akan dibatasi pada limfoma non-Hodgkin.Limfoma Non Hodgkin (LNH) merupakan sekumpulan besar keganasan primer kelenjar getah bening dan jaringan limfoid ekstra nodal, yang dapat berasal dari limfosit B, limfosit T, dan sel NK *”natural killer”. Saat ini terdapat 36 entitas penyakit yang dikategorikan sebagai LNH dalam klasifikasi WHO.
II.
PATOFISIOLOGI Perubahan sel limfosit normal menjadi sel limfoma merupakan akibat
terjadinya mutasi gen pada salah satu gen pada salah satu sel dari sekelompok sel limfosit tua yang tengah berada dalam proses transformasi menjadi imunoblas (terjadi akibat adanya rangsangan imunogen). Beberapa perubahan yang terjadi pada limfosit tua antara lain: 1).ukurannya semakin besar, 2).Kromatin inti menjadi lebih halus, 3).nukleolinya terlihat, 4).protein permukaan sel mengalami perubahan. Beberapa faktor resiko yang diperkirakan dapat menyebabkan terjadinya limfoma Hodgkin dan non-Hodgkin seperti infeksi virus-virus seperti virus Epstein-Berg, Sitomegalovirus, HIV, HHV-6, defisiensi imun, bahan kimia, mutasi spontan, radiasi awalnya menyerang sel limfosit yang ada di kelenjar getah bening sehingga sel-sel limfosit tersebut membelah secara abnormal atau terlalu cepat dan membentuk tumor/benjolan. Tumor dapat mulai di kelenjar getah bening (nodal) atau diluar kelenjar getah bening (ekstra nodal). Proliferasi abnormal tumor tersebut dapat memberi kerusakan penekanan atau penyumbatan organ tubuh yang diserang. Apabila sel tersebut menyerang Kelenjar limfe maka akan terjadi Limphadenophaty Dampak dari proliferasi sel darah putih yang tidak terkendali, sel darah merah akan terdesak, jumlah sel eritrosit menurun dibawah normal yang disebut anemia. Selain itu populasi limfoblast yang sangat tinggi juga akan menekan
2
jumlah sel trombosit dibawah normal yang disebut trombositopenia. Bila kedua keadaan terjadi bersamaan, hal itu akan disebut bisitopenia yang menjadi salah satu tanda kanker darah. Gejala awal yang dapat dikenali adalah pembesaran kelenjar getah bening di suatu tempat (misalnya leher atau selangkangan)atau di seluruh tubuh. Kelenjar membesar secara perlahan dan biasanya tidak menyebabkan nyeri. Kadang pembesaran kelenjar getah bening di tonsil (amandel) menyebabkan gangguan menelan. Pembesaran kelenjar getah bening jauh di dalam dada atau perut bisa menekan berbagai organ dan menyebabkan: gangguan pernafasan, berkurangnya nafsu makan, sembelit berat, nyeri perut, pembengkakan tungkai. Jika limfoma menyebar ke dalam darah bisa terjadi leukimia. Limfoma non hodgkin lebih mungkin menyebar ke sumsum tulang, saluran pencernaan dan kulit. Pada anak – anak, gejala awalnya adalah masuknya sel – sel limfoma ke dalam sumsum tulang, darah, kulit, usus, otak, dan tulang belekang; bukan pembesaran kelenjar getah bening. Masuknya sel limfoma ini menyebabkan anemia, ruam kulit dan gejala neurologis (misalnya delirium, penurunan kesadaran). Secara kasat mata penderita tampak pucat, badan seringkali hangat dan merasa lemah tidak berdaya, selera makan hilang, berat badan menurun disertai pembengkakan seluruh kelenjar getah bening : leher, ketiak, lipat paha, dll.
III.
TANDA DAN GEJALA Gejala umum penderita limfoma non-Hodgkin yaitu : 1. Pembesaran kelenjar getah bening tanpa adanya rasa sakit 2. Demam 3. Keringat malam 4. Rasa lelah yang dirasakan terus menerus 5. Gangguan pencernaan dan nyeri perut 6. Hilangnya nafsu makan 7. Nyeri tulang
3
8. Bengkak pada wajah dan leher dan daerah-daerah nodus limfe yang terkena. 9. Limphadenopaty Gejala
Penyebab
Kemungkinan timbulnya gejala
Gangguan
Pembesaran
pernafasan
kelenjar
Pembengkakan wajah
20-30% getah
bening di dada Hilang
nafsu
Sembelit
Pembesaran
makan
kelenjar
berat
30-40% getah
Nyeri perut atau perut kembung
bening di perut
Pembengkakan tungkai
Penyumbatan
10%
pembuluh getah bening
di
selangkangan atau perut Penurunan
berat
Penyebaran
badan
10%>
Diare
limfoma ke usus
Malabsorbsi
halus
Pengumpulan cairan di sekitar paru- Penyumbatan
20-30%
paru
pembuluh getah
(efusi pleura)
bening di dalam dada
Daerah kehitaman dan menebal di Penyebaran limfoma ke kulit
kulit yang terasa gatal Penurunan
berat
10-20%
Penyebaran
badan
Demam
limfoma
Keringat di malam hari
seluruh tubuh
Anemia
Perdarahan
(berkurangnya jumlah sel darah dalam
ke
ke 30%,
pada
saluran akhirnya
bisa
pencernaan
merah)
4
50-60%
mencapai 100%
Penghancuran sel darah merah oleh limpa
yang
membesar
&
terlalu
aktif
Penghancuran sel darah merah oleh antibodi abnormal (anemia hemolitik) Penghancuran sumsum
tulang
karena penyebaran limfoma Ketidakmampuan sumsum
tulang
untuk menghasilkan sejumlah darah
sel merah
karena obat atau terapi penyinaran Penyebaran
Mudah terinfeksi oleh bakteri
sumsum
tulang
dan
kelenjar
getah
bening,
menyebabkan berkurangnya pembentukan antibodi
5
ke 20-30%
IV.
STADIUM PENYAKIT Penetapan stadium penyakit harus selalu dilakukan sebelum pegobatan dan
setiap lokasi jangkitan harus didata dengan cermat, digambar secara skematik dan didata tidak hanya jumlah juga ukurannya. Hal ini sangat penting dalam menilai suatu pengobatan. Stadium berdasarkan kesepakatan Ann Arbor : a. Stadium I : Pembesaran kelenjar getah bening (KGB) hanya 1 regio. I E : jika hanya terkena 1 organ ekstra limfatik tidak difus/batas tegas. b. Stadium II : Pembesaran 2 regio KGB atau lebih, tetapi masih satu sisi diafragma. II 2 : pembesaran 2 regio KGB dalam 1 sisi diafragma II 3 : pembesaran 3 regio KGB dalam 1 sisi diafragma II E : pembesaran 1 regio atau lebih KGB dalam 1 sisi diafragma dan 1 organ
ekstra limfatik tidak difus/batas tegas
c. Stadium III : Pembesaran KGB di 2 sisi diafragma d. Stadium IV : Jika mengenai 1 organ ekstra limfatik atau lebih tetapi secara difus Derajat LNH adalah klasifikasi histopatologis LNH berdasarkan hasil pemeriksaan histopatologis yang terdiri dari: 1. Keganasan rendah (Limfoma Malignum: limfositik kecil, folikular didominasi sel berukuran kecil cleaved, folikular campuran sel berukuran kecil cleaved dan besar) 2. Keganasan menengah (Limfoma Malignum: folikular didominasi sel berukuran besar, Difus sel berukuran kecil, difus campuran sel berukuran kecil dan besar, difus sel berukuran besar) 3. Keganasan tinggi (Limfoma Malignum: sel imunoblastik berukuran besar, sel limfoblastik, sel berukuran kecil noncleaved; lain-lain (komposit, mikosis fungoides, histiosit, ekstramedular plasmasitoma, tidak terklasifikasi).
6
V.
MASALAH KEPERAWATAN 1. Resiko infeksi berhubungan dengan imunosupresi dan malnutrisi 2. Hipertermi berhubungan dengan tak efektifnya termoregulasi sekunder terhadap inflamasi 3. Nyeri akut /kronis berhubungan dengan interupsi sel saraf 4. Aktual / risiko ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan gangguan sistem transport oksigen 5. Kerusakan integritas kulit / jaringan berhubungan dengan massa tumor mendesak ke jaringan luar 6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran oksigen, malnutrisi, kelelahan. 7. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang kurang, meningkatnya kebutuhan metabolic, dan menurunnya absorbsi zat gizi. 8. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah dan intake yang kurang 9. Mual berhubungan dengan efek pengobatan 10. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit, prognosis, pengobatan dan perawatan 11. Keletihan berhubungan dengan penurunan energi tubuh, anemia 12. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang pemajanan / mengingat, kesalahan interpretasi, tidak mengenal sumber-sumber
VI.
PEMERIKSAAN PENUNJANG Anamnesis dan pemeriksaan fisik : ada tumor sistem limfoid, febris
keringat malam, penurunan berat badan, limfadenopati dann hepatosplenomegali 1. Pemeriksaan laboratorium : Hb, leukosit, LED, hapusan darah, faal hepar, faal ginjal, LDH. Pemeriksaan Ideal 1. Limfografi, IVP, Arteriografi. Foto organ yang diserang, bone – scan, CT – scan, biopsi sunsum tulang, biopsi hepar, USG, endoskopi
7
2. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinik dan pemeriksaan histopatologi. Untuk LH memakai krioteria lukes dan butler (4 jenis). Untuk LNH memakai kriteria internasional working formulation (IWF) menjadi derajat keganasan rendah, sedang dan tinggi Penentuan tingkat/stadium penyakit (staging) 1. Stadium ditentukan menurut kriteria Ann Arbor (I, II, III, IV, A, B, E) 2. Ada 2 macam stage : Clinical stage dan pathological stage
VII.
PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan pada non hodgkin dilakukan sesuai dengan klasifikasi
dan stadiumnya. Untuk NHL indolen stadium I dan stadium II standar pilihan terapinya ialah iradiasi, kemoterapi dengan terapi radiasi, kemoterapi saja, dan sub total atau total iridasi limfoid (jarang). Radioterapi luas tidak meningkatkan angka kesembuhan dan dapat menurunkan toleransi terhadap kemoterapi lanjutan nantinya. (Bakta,2012). Untuk Indolen stadium II/III/IV standar pilihan terapinya ialah: tanpa terapi, pasien pada stadim lanjut dapat diobservasi dan dilaporkan tidak mempengaruhi harapan hidup dan remisi sontan tidak terjadi. Terapi hanya diberikan bila ada gejala sistemik. Dapat juga diberikan rituximab (anti CD 20 monoclonal antibodi. Obat ini bekerja dengan cara aktivasi komplemendan memperantarai sinyal intraseluler. Pilihan terapi berikutnya ialah pemberian analog purin nukleosida ( fludarabin atau 2 klorodoksiaadenosin kladribin) dan juga pemberian alkylating agent oral (dengan atau tanpa steroid) yaitu siklofosfamid dan klorambusil. (Krisifu, et al, 2004) Terapi pilihan yang banyak di pakai ialah terapi kombinasi. Terutama untuk memberikan hasil yang cepat biasanya digunakan kombinasi klorambusil atau siklofosfamid plus kortikosteroid, dan
fludarabilplus
mitoksantron.
Kemoterapi
tunggal
atau
kombinasi
menghasilkan respon yang cukup baik(60-80%). Terapi diteruskan sampai hasil maksimum. Terapi maintenence tidak dapat meningkatkan harapan hidup. Beberapa protokol kombinasi antara lain : 1) CVP yaitu siklofosfamid , vinkristin dan prednison. 2) C(M)OPP yaitu siklofosfamid, vinkristin, prokarbazin, dan prednison. 3) CHOP yaitu siklofosfamid, Universitas Sumatera Utara
8
10 doksorubisin, vinsikrin dan prednison. 4) FND yaitu fludarabin, mitoksantron, dan dengan atau tidak deksametason. (Reksodiputro,2009).NHL agresif merupakan NHL indolen yang bertransformasi menjadi lebih ganas akan memiliki prognosis yang jelek dan dapat melibatkan sistem saraf pusat. Biasanya memberikan respon terapi yang baik dengan protokol pengobatan NHL keganasan derajat menengah atau tinggi yaitu dengan terapi radiasi paliatif, kemoterapi, rituximab, dan transplantasi sumsum tulang. Kemoterapi dosis tinggi dan transplantasi sel induk untuk kasus ini harus dipertimbangkan. ( Schrijvers, 2011)
VIII. ASUHAN KEPERAWATAN A. Pengkajian Fokus Gejala pada Limfoma secara fisik dapat timbul benjolan yang kenyal, tidak terasa nyeri, mudah digerakkan (pada leher, ketiak atau pangkal paha). Pembesaran kelenjar tadi dapat dimulai dengan gejala penurunan berat badan, demam, keringat malam. Hal ini dapat segera dicurigai sebagai Limfoma. Namun tidak semua benjolan yang terjadi di sistem limfatik merupakan Limfoma. Bisa saja benjolan tersebut hasil perlawanan kelenjar limfa dengan sejenis virus atau mungkin tuberkulosis limfa. Pada pengkajian data yang dapat ditemukan pada pasien Limfoma antara lain
:
1.Data subyektif a.Demam berkepanjangan dengan suhu lebih dari 38Oc b.Sering keringat malam c.Cepat merasa lelah d.Badan lemah e.Mengeluh nyeri pada benjolan f.Nafsu makan berkurang g.Intake makan dan minum menurun, mual, muntah
9
2.Data Obyektif a.Timbul benjolan yang kenyal, mudah digerakkan pada leher, ketiak atau pangkal paha b.Wajah pucat
B. Diagnosa 1. Resiko infeksi berhubungan dengan imunosupresi dan malnutrisi 2. Hipertermi berhubungan dengan tak efektifnya termoregulasi sekunder terhadap inflamasi. 3. Nyeri berhubungan dengan interupsi sel saraf 4. Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan gangguan sistem transport oksigen terhadap perdaharan 5. Gangguan integritas kulit/ jaringan berhubungan dengan massa tumor mendesak ke jaringan luar 6. Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran oksigen, malnutrisi, kelelahan. 7. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang kurang, meningkatnya kebutuhan metabolic, dan menurunnya absorbsi zat gizi. 8. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah dan intake yang kurang 9. Perubahan kenyamanan berhubungan dengan mual, muntah 10. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit, prognosis, pengobatan dan perawatan 11. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang pemajanan/mengingat, kesalahan interpretasi, tidak mengenal sumber-sumber
C. Intervensi 1.
Hipertermi berhubungan dengan tak efektifnya termoregulasi sekunder terhadap inflamasi
a.
Tujuan : suhu badan dalam batas normal ( 36 – 37,5ºC)
b.
Intervensi : Observasi suhu tubuh pasien
10
Rasional : dengan memantau suhu diharapkan diketahui keadaan sehingga dapat mengambil tindakan yang tepat. Anjurkan dan berikan banyak minum (sesuai kebutuhan cairan anak menurut umur) Rasional : dengan banyak minum diharapkan dapat membantu menjaga keseimbangan cairan dalam tubuh. Berikan kompres
hangat
pada dahi,
aksila, perut dan lipatan
paha.
Rasional : kompres dapat membantu menurunkan suhu tubuh pasien secara konduksi. Anjurkan untuk memakaikan pasien pakaian tipis, longgar dan mudah menyerap keringat. Rasional : Dengan pakaian tersebut diharapkan dapat mencegah evaporasi sehingga cairan tubuh menjadi seimbang. Kolaborasi dalam pemberian antipiretik. 2.
Rasional : antipiretik akan menghambat pelepasan panas oleh hipotalamus. Nyeri berhubungan dengan interupsi sel saraf
a.
Tujuan : nyeri berkurang
b.
Intervensi :
Tentukan karakteristik dan lokasi nyeri, perhatikan isyarat verbal dan non verbal setiap 6 jam Rasional : menentukan tindak lanjut intervensi. Pantau tekanan darah, nadi dan pernafasan tiap 6 jam Rasional : nyeri dapat menyebabkan gelisah serta tekanan darah meningkat, nadi, pernafasan meningkat Terapkan tehnik distraksi (berbincang-bincang) Rasional : mengalihkan perhatian dari rasa nyeri Ajarkan tehnik relaksasi (nafas dalam) dan sarankan untuk mengulangi bila merasa nyeri Rasional : relaksasi mengurangi ketegangan otot-otot sehingga mengurangi penekanan dan nyeri. Beri dan biarkan pasien memilih posisi yang nyaman Rasional : mengurangi keteganagan area nyeri.
11
Kolaborasi dalam pemberian analgetika. Rasional : analgetika akan mencapai pusat rasa nyeri dan menimbulkan penghilangan nyeri. 3.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang kurang, meningkatnya kebutuhan metabolic, dan menurunnya absorbsi zat gizi.
a.
Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi
b.
Intervensi :
Beri makan dalam porsi kecil tapi sering Rasional : memberikan kesempatan untuk meningkatkan masukan kalori total Timbang BB sesuai indikasi Rasional : berguna untuk menentukan kebutuhan kalori, evaluasi keadequatan rencana nutrisi Sajikan makanan dalam keadaan hangat dan bervariasi Rasional : meningkatkan keinginan pasien untuk makan sehingga kebutuhan kalori terpenuhi Ciptakan lingkungan yang nyaman saat makan Rasional : suasana yang nyaman membantu pasien untuk meningkatkan keinginan untuk makan Beri HE tentang manfaat asupan nutrisi 4.
Rasional : makanan menyediakan kebutuhan kalori untuk tubuh dan dapat membantu proses penyembuhan dan meningkatkan daya tahan tubuh Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran oksigen, malnutrisi, kelelahan.
a.
Tujuan : aktivitas dapat ditingkatkan
b.
Intervensi :
Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas, peningkatan kelemahan/kelelahan dan perubahan tanda-tanda vital selama dan setelah aktivitas Rasional : menetapkan kemampuan/kebutuhan pasien dan memudahkan pilihan intervensi Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan ADL
12
Rasional : meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplay dan kebutuhan oksigen Libatkan keluarga dalam perawatan pasien Rasional : membantu dan memenuhi ADL pasien Beri aktivitas sesuai dengan kemampuan pasien Rasional : meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplay dan kebutuhan oksigen). 5.
Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit, prognosis, pengobatan dan perawatan
a.
Tujuan : pasien tidak cemas/berkurang
b.
Intervensi
Kaji dan pantau tanda ansietas yang terjadi Rasional ketakutan dapat terjadi karena kurangnya informasi tentang prosedur yang
akan
dilakukan,
tidak
tahu
tentang
penyakit
dan
keadaannya
Jelaskan prosedur tindakan secara sederhana sesuai tingkat pemahaman pasien. Rasional : memberikan informasi kepada pasien tentang prosedur tindakan akan meningkatkan pemahaman pasien tentang tindakan yang dilakukan untuk mengatasi masalahnya Diskusikan ketegangan dan harapan pasien. Rasional : untuk mengurangi kecemasan yang dirasakan pasien Perkuat faktor-faktor pendukung untuk mengurangi ansiates. Rasional : untuk mengurangi kecemasan yang dirasakan pasien
13
DAFTAR PUSTAKA
Kemenkes. 2019. Panduan Penatalaksanaan Limfoma Non-Hodgkin, (Online), (http://kanker.kemkes.go.id/guidelines/PPKLimfoma.pdf) diakses tanggal 13 Maret 2019 Mirzal.
2012.
Non
Hodgkin
Limfoma
pada
Anak,
(Online),
(https://www.pdfcoke.com/doc/84058901/Non-Hodgkin-Limfoma-PadaAnak) diakses tanggal 13 Maret 2019 Rizaly,
M.
2012.
Asuhan
Keperawatan
NHL,
(Online),
(https://id.pdfcoke.com/doc/119062315/ASKEP-NHL) diakses tanggal 13 Maret 2019 USU (Universitas Sumatra Utara). 2019. Non Hodgkin Limfoma, (Online), (http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/44366/Chapter%20I I.pdf;jsessionid=D67D51AE978A3C33B679070246A729DD?sequence=3) diakses tanggal 13 Maret 2019
14