LAPORAN PENDAHULUAN HIPERTROPI STENOSIS PILORUS
A. PENDAHULUAN Muntah pada bayi dan anak merupakan gejala yang sering ditemukan dan seringkali merupakan gejala awal dari berbagai macam penyakit infeksi, misalnya faringitis, otitis media, pneumonia, infeksi saluran kencing, bila disertai adanya gejalapanas badan. Muntah dapat juga merupakan gejala awal dari berbagai macam kelainan seperti peningkatan tekanan intrakranial. Muntah secara klinis merupakan hal penting sebab muntah yangberkepanjangan atau persisten akan mengakibatkan gangguan metabolisme. Muntah pada anak merupakan keadaan yang cukup merisaukan orang tua dan mendorong mereka sesegera mungkin mencari pertolongan untuk mengatasinya. Secara medis muntah dapat merupakan manifestasi berbagai penyakit yang berbahaya, baik gastrointestinal maupun di luar gastrointestinal, juga dapat menimbulkan berbagai akibat yang serius seperti perdarahan lambung, dehidrasi, gangguan ingesti makanan, gangguan keseimbangan elektrolit seperti hipokalemia, hiponatremia, alkalosis dan hipokloremia, gagal tumbuh kembang dan bila muntah terus berulang dapat menimbulkan komplikasi Mallory-Weiss tear of the gastro-esophageal epithelial junction dan robekan esophagus (sindroma Boerhave). Stenosis pylorus merupakan pertimbangan utama etiologi muntah pada bayi. Hipertrofi pylorus menyebabkan obstruksi pengeluaran cairan gaster di kanal pylorus. Lima persen bayi dengan orangtua yang mengalami stenosis pylorus mengalami kelainan ini. Laki – laki lebih dipengaruhi disbanding wanita. Gejala stenosis pylorus dimulai pada umur dua hingga tiga minggu, namun dapat terjadi pada rentang waktu sejak lahir hingga usia lima bulan. Massa berukuran zaitun dapat teraba di kuadran kanan atas kondisi ini menyumbang 1/3 dari kejadian muntah tanpa cairan empedu pada bayi dan merupakan alasan paling umum untuk laparotomy sebelum usia 1 tahun.\
B. TINJAUAN PUSTAKA 1. ANATOMI LAMBUNG
Secara embriologi gaster terbentuk sebagai suatu pelebaran foregut yang berbentuk fusiform. Dengan terdapatnya perbedaan kecepatan pertumbuhan pada berbagai bagian dindingnya serta adanya perubahan-perubahan letak terhadap organ-organ sekitarnya maka bentuk dan kedudukan gaster sangat berubah. Perputaran gaster terjadi terhadap axis(sumbu), yaitu sumbu memanjang (sumbu longitudinalis) dan sumbu anteroposterior. Terhadap sumbu memanjang, gaster berputar ke kanan sesuai arah jarum jam sebesar 90 derajat, sehingga sisi sebelah kiri akan berpindah menjadi ke depan, dan sisi kanan akan berpindah ke belakang. Oleh karena itu N. Vagus sinistra yang semula menginnervasi gaster di sebelah kiri, setelah terjadi perputaran akan terletak di sebelah ventral. Demikian pula N. vagus dextra terletak di bagian dorsal gaster. Selama perputaran gaster berlangsung, bagian gaster yang semula terletak di bagian belakang mengalami perkembangan lebih cepat dibanding dengan bagian depan, sehingga terbentuk lengkungan yang besar di bagian dorsal yang disebut curvatura major, dan di bagian ventral terbentuk curvatura minor. Pada tingkat perkembangan ini gaster terikat pada dinding tubuh melalui mesogastrium ventrale (sebelah depan) dan mesogastrium dorsale (sebelah belakang). Akibat perputaran pada sumbu memanjang ini gaster akan menarik mesogastrium dorsale ke kiri sehingga membantu pembentukan bursa omentalis. Ujung cranial dan caudal gaster pada mulanya terletak di garis tengah, tetapi pada perkembangan selanjutnya terjadi pula perputaran pada sumbu anteroposterior sehingga bagian caudal (yaitu bagian pylorus) bergerak ke kanan dan ke cranial, dan bagian craial (yaitu cardia) akan bergerak ke kiri dan sedikit ke caudal. Dengan demikian gaster akan mencapai kedudukan akhir dengan posisi sumbu memanjangnya berjalan dari arah laterocranial ke arah medio caudal. Duodenum dibentuk oleh bagian caudal foregut dan bagian cranial midgut. Titik pertemuan ke dua bagian ini terletak tepat di sebelah distal diverticulum hepatis. Sementara gaster mengalami perputaran, duodenum mengambil bentuk huruf C memutar ke kanan dan akhirnya terletak retroperitoneal. Pada umumnya berbentuk huruf “ L “ terbalik, huruf “ J “ atau berbentuk silinder. Bagian-bagian dari Gaster adalah cardia, fundus, corpus, dan pylorus. Antara bagian yang satu dengan yang lainnya tidak ada batas yang tegas secara makroskopis. Pembagian ini lebih bersifat mikroskopis, yaitu keadaan mucosa dan kelenjar. Cardia adalah bagian dari gaster di mana oesophagus bermuara. Fundus
ventriculi merupakan bagian sesudah cardia, yang menonjol dan terletak lebih tinggi dari cardia. Bagian yang terbesar adalah corpus ventriculi, yang merupakan lanjutan dari fundus ventriculi. Bagian paling caudal disebut pylorus, yang melanjutkan diri menjadi duodenus. Batas antara corpus ventriculi dengan pylorus disebut antrum pyloricum. Ujung distal dari pylorus berbentuk kecil, disebut canalis pyloricum. Muara pylorus ke dalam duodenum disebut orificium pyloricum, dilengkapi oleh sphincter pyloricum, yang dibentuk oleh penebalan stratum circulare pars muscularis. Antara corpus dan pylorus terbentuk suatu lekukan di bagian kanan, disebut incisura angularis. Sphincter pilori, merupakan bagian tubulus yang paling distal dari lambung. Bagian ini secara kelesuluruhan dikelilingi oleh lapisan otot yang tebal dan berfungsi mengontrol lewatnya makanan ke duodenum. Permukaan fundus dan korpus banyak dijumpai lipatan rugae lambung. Pembuluh darah yang mensuplai lambung merupakan percabangan dari arteri celiac, hepatik dan splenik. Aliran pembuluh vena lambung dapat secara langsung masuk ke sistem portal atau secara tidak langsung melalui vena splenik dan vena mesenterika superior. Nervus vagus mensuplai persyarafan parasimpatik ke lambung dan pleksus celiac merupakan inervasi simpatik. Banyak ditemukan pleksus saluran limfatik dan kelenjar getah bening lainnya6 . Dinding lambung terdiri dari empat lapisan yaitu lapisan mukosa, submukosa, muskularis eksterna (propria) dan serosa. Permukaan mukosa dilapisi oleh sel epitel kolumnar penghasil mukus dan meluas ke sebagian foveolar atau pit. Lapisan mukosa terbagi atas dua lapisan yaitu lamina propria dan lapisan muskularis mukosa. Pada lapisan muskularis mukosa, terdapat lapisan otot sirkuler pada bagian dalam dan lapisan otot longitudinal pada bagian luarnya. Otot-otot ini berkelanjutan membentuk kelompokan kecil (fascia) otot polos yang tipis menuju ke bagian dalam lamina propria hingga ke permukaan epitel. Pada lapisan sub-mukosa, jaringannya longgar dan mengandung sejumlah jaringan ikat elastik, terdapat pleksus arteri, vena, pembuluh limfe dan pleksus nervus Meissner. Muskularis eksterna terdiri dari tiga lapisan yaitu longitudinal luar (outer longitudinal), sirkuler dalam (inner sirkuler) dan oblik yang paling dalam (innermost oblique). Lapisan sirkuler sphincter pilorik pada gastroesofageal junction. Pleksus Auerbach (myenteric) berlokasi pada daerah di antara lapisan sirkular dan longitudinal dari muskularis eksterna.
Gambar 1. Anatomi Gaster Sfingter pada kedua ujung lambung mengatur pengeluaran dan pemasukan makanan yang terjadi. Sfingter kardia atau sfingter esophagus bawah,mengalirkan makanan masuk kedalam lambung dan mencegah refluks isi lambung memasuki esophagus kembali. Daerah lambung tempat pembukaan sfingter kardia dikenal dengan nama daerah kardia. Disaat sfingter pilorikum terminal berelaksasi, makanan masuk kedalam duodenum, dan ketika berkontraksi sfingter ini akan mencegah terjadinya aliran balik isi usus kedalam lambung.
Gambar 2. Lapisan Gaster
Lambung tersusun atas lapisan serosa, lapisan otot longitudinal, lapisan otot sirkular, lapisan submukosa, dan lapisan mukosa. Selain itu terdapat berkas tipis serabut-serabut otot polos
yaitu otot mukosa, yang terletak di lapisan paling dalam dari mukosa LOKALISASI Holotopi : gaster terletak dalam regio hypochondrium sinister dan regio epigastrium. Lokalisasi ini tergantung dari berbagai faktor, seperti bentuk gaster, isi gaster, konstitusi tubuh dan sikap tubuh. Skeletopi : tepi cranialis dari cardia terletak setinggi costa 7 dan vertebra thoracalis 9.Tepi cranialis fundus ventriculi terletak setinggi costa 5. Letak pylorus dalam keadaan kosong setinggi vertebra lumbalis 1.
Syntopi : facies ventralis langsung berhadapan dengan dinding ventral abdomen dan diaphragma thoracis, dan berada di sebelah kiri dari hepar;sebagian dari gaster berada di bagian caudoposterior hepar. Facies dorsalis letak berbatasan dengan ;
Corpus pancreaticus, a.lienalis ;
Ujung ren sinister, gld.suprarenalis sinister ; Di sebelah dorso-lateral terdapat lien. Di sebelah caudal terdapat colon transversum.
Gambar 3. Lokalisasi Gaster 2. DEFINISI DAN INSIDENSI
Stenosis pylorus ditandai oleh hipertrofi otot polos pada otot pylorus. Keadaan ini biasanya terjadi antara 3 sampai 6 minggu setelah lahir, dengan kecenderungan insidensi pria : wanita = 4 : 1. Insiden stenosis pilorus hipertrofik adalah sekitar 2,5 per 1.000 kelahiran per tahun pada lebih sering terjadi pada ras kulit putih. HPS kurang umum di India dan di antara populasi Asia hitam dan lainnya. Stenosis pylorus merupakan diagnosis secara klinis, massa pylorus sering dapat teraba walaupun pada kasus yang meragukan diagnosis dapat dibuat dengan melakukan ultrasonografi atau dengan meminum kontras larut air. Terapi kelainan ini adalah myotomi pada otot pylorus yaitu operasi ramstedt. Gejala ditandai dengan muntah (sering proyektil dan tidak terwarnai empedu), dehidrasi, alkalosis hipokloremik, gagal tumbuh. 3. ETIOPATOGENESIS Penyebab stenosis pylorus belum diketahui tetapi berbagai macam factor telah dicurigai terlihat. Innervasi otot yang tidak normal, menyusui, dan stress pada ibu pada trimester III telah diketahui ikut terlibat. Lagipula, peningkatan prostaglandin serum, penurunan
kadar
nitrat
oksida
sintase
di
pylorus,
dan
hipergastrinemia pada bayi telah ditemukan tetapi kemungkinan merupakan fenomena sekunder yang disebabkan statis dan distensi lambung. Stenosis pylorus terjadi karena adanya hipertrofi dua lapisan otot pylorus (otot longitudinal dan sirkuler yang menyebabkan penyempitan antrum gaster. Kanalis pylorus menjadi panjang, dan dinding
otot
pylorus
mengalami
penebalan,
diikuti
dengan
penebalan dan edema dari mukosa. Pada kasus lanjut, lambung dapat menjadi dilatasi dan menyebabkan obstruksi komplit dari lambung. Penyebab dari stenosis pylorus hipertrofi dapat bersifat multifaktorial. Factor lingkungan dan herediter dipercaya sebagai kontribusi utama penyebab terjadinya stenosis pylorus hipertrofi. Factor etiologic yang memungkinkan yaitu defisiensi dari Nitrit
Oksida Sintase (NOS), innervasi abnormal dari plexus myenterikus, hipergastrinemia infantile, dan paparan dari penggunaan antibiotic seperti obat golongan makrolid (eritromisin). Nitrit Oksida Sintase (NOS) diduga menyebabkan stenosis pylorus hipertrofi karena memediasi relaksasi otot polos non kolinergik non adrenergic sepanjang usus yang menyebabkan lapisan otot sirkuler dari lambung dan pylorus menjadi hipertrofi sehingga
menyebabkan
disfungsi
lambung.Stenosis
pylorus
menyebabkan gangguan pengosongan isi gaster ke duodenum. Semua makanan yang dicerna dan disekresi oleh gaster akan dimuntahkan
kembali.
Makanan
yang
dimuntahkan
tidak
mengandung cairan empedu karena makanan hanya tertampung dalam
gaster
saja
dan
tidak
sampai
keduodenum.
Hal
ini
menyebabkan hilangnya asam lambung dan akhirnya menyebabkan terjadinya
hipokloremia
yang
mengganggu
kemampuan
lambung untuk mensekresikan bikarbonat. 4. MANIFESTASI KLINIS DAN DIAGNOSIS Dari anamnesis didapatkan pada pasien
kerja
yang mengalami
stenosis pylorus biasanya gejala awalnya adalah muntah proyekti nonbilious (tidak berwarna hijau)
yang bersifat progresif dan
terjadi segera setelah makan. Muntah biasanya mulai setelah umur 3 minggu, tetapi gejala muncul paling awal paling awal pada umur 1 minggu dan paling lambat pada umur 5 bulan. Setelah muntah, bayi akan merasa
lapar dan ingin makan lagi. Karena muntah terus
menerus terjadilah kehilangan cairan, ion hydrogen, dan klorida, secara
progresif
sehingga
menyebabkan
alkalosis
metabolic,
hiperkloremik. Ikterus yang disertai dengan penurunan kadar glukoronil transferase terlihat pada sekitar 5% bayi. Ikterus ini biasanya segera membaik setelah obstruksinya sembuh.
Tabel 1. Gejala klinis pada pasien hipertrofi stenosis pilorus Tiga gejala pokok yang penting: 1. Muntah proyektil,mulai pada umur 2-3 minggu, muntah dapat bercampur darah hingga dapat berwarna kecoklatan akibat perdarahan-perdarahan kecil karena gastritis dan pecahnya pembuluh darah kapiler lambung. 2. Kegagalan pertumbuhan dan kehilangan berat badan, hal ini disebabkan
karena
masukan
yang
tidak
sesuai
dengan
kebutuhan dan karena banyak muntah. 3. Obstipasi, mungkin sekali lagi hal ini juga disebabkan oleh masukan yang kurang. Dua tanda yang ditemukan pada pemeriksaan fisik: 1. Kontour dan peristalsis lambung terlihat di abdomen bagian atas
2. Teraba “tumor” di daerah epigastrium atau hipokondrium kanan. Diagnosis ditegakkan dengan palpasi massa di pylorus. Massa ini kenyal, bisa digerakkan, panjangnya sekitar 2 cm, berbentuk seperti buah zaitun, keras, paling baik diraba dari sisi kiri, dan terletak di atas dan kanan umbilicus di midepigastrium di bawah tepi hati. Pada bayi yang sehat, makan dapat membantu diagnosis. Setelah makan, mungkin ada gelombang peristaltic lambung yang terlihat berjalan menyilang perut. Setelah bayi muntah, otot perut lebih relaks dan bentuk seperti “buah zaitun” lebih mudah diraba. Sedasi bisa digunakan untuk mempermudah pemeriksaan, tetapi biasanya tidak diperlukan. Pada beberapa bayi, didapatkan perut buncit di hipokondrium, dan tampak aktivitas peristaltik meningkat di dinding perut yang tipis. Pada palpasi tampak masa bentuk bulat telur, mobile, yang teraba di epigastrium atau di kuadran kanan dan disebut sebagai olive sign (gambar 3). Tanda tersebut diaggap menjadi hallmark diagnostic
HPS.
Pada
beberapa
penelitian 70%
pasien HPS
mempunyai tanda olive sign (+) dan dengan gelombang peristaltik yang meningkat. Namun sensitivitas temuan olive sign pada HPS 75%-85%2.
Gambar 4. Peristaltic lambung pada pasien HSP
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan Radiologi Pada saat ini diagnosis umumnya ditegakkan dengan melihat gejala klinis dan pemeriksaan USG berupa tebalnya otot pylorus dengan gambaran khas doughnut sign. Pada foto polos tampak gambaran dilatasi lambung dengan kontraksi multiple, caterpillar sign. Udara di distal lambung sedikit sekali.
Pemeriksaan
dengan
kontras
barium
terdapat
gambaran string sign, railroad track di daerah pylorus.
Foto polos abdomen Roentgenogram abdomen, adalah salah satu cara untuk mendiagnosis stenosis pylorus hipertrofi. Jika pasien baru saja mengalami muntah, visualisasi dari ukuran lambung bisa saja normal, tapi pada banyak kasus terlihat adanya dilatasi lambung.
Pada foto polos
abdomen dapat ditemukan: Distensi lambung dengan distribusi udara sampai pada aspek inferior dari gaster setinggi corpus vertebra L2 Diameter gaster maksimum yang tervisualisasi dapat mencapai 7 cm atau lebih Sebagian besar tampak gaster yang terisi dengan udara
Gambaran
indentasi
dari
bayangan
udara
lambung dibentuk oleh gelombang peristaltic Tampak frothy appearance (busa sabun) dalam lambung Penebalan dinding dari antrum pylorus Kurangnya distribusi udara pada usus halus dan colon.
Gambar 5. Gambaran Radiologi HSP
VI.2.2 Foto MD (Maag Duodenum) atau Barium Meal Walaupun pada foto polos dapat memberikan gambaran dari hypertrophic stenosis pyloric (berupa distensi lambung)
tetapi
membedakan
foto
distensi
polos
abdomen
lambung
tidak
yang
dapat
mungkin
disebabkan oleh kausa lain seperti gastric hypotonia, pylorospasm, dan kelainan anatomi lainnya, sehingga dianjurkan untuk foto MD dengan kontras barium sulfat.
Pada temuan
radiografi dari foto MD dengan kontras
dapat dibagi kedalam tiga kategori: Perlambatan dari pengosongan lambung, Waktu pengosongan lambung merupakan tanda yang dapat dipercaya untuk memastikan dari obstruksi gastric outlet oleh karena hypertrofi stenosi pylorus. Elongasi pylorus String sign. Terdapat sebuah garis tunggal dan panjang dari kontras barium yang melapisi kanalis pylorus. Double track sign. Mukosa dari canalis pyloricum berada di lipatan sentral. Ketika kontras melewati pylorus maka kontras akan mengisi mukosa bagian atas maupun bagian bawah yang mengalami hipertrofi, sehingga dapat terlihat gambaran dua garis yang paralel di area pylorus.
Gambar 6. String sign dan double track sign
1. Efek massa dari tumor pylorus. - Shoulder sign memberikan
gambaran
saluran
pylorus
yang
-
memanjang, penonjolan otot pylorus kedalam antrum. Beak sign. Pada awal pemeriksaan,barium kontras dapat mengisi
-
hanya di pintu masuk dari canalis pyloricum. Mushroom sign. Indentasi dari duodenal bulb. Dasar dari mukosa duodenum cembung mengikuti otot pylorus yang menebal.
Gambar 7. Shoulder sign, beak sign dan mushroom sign.
Pemeriksaan ultrasound USG menjadi modalitas pilihan untuk diagnosis HPS. Selain sensitifitas dan spesifitas yang tinggi, sonografi bebas dari radiasi dan dapat mengikuti visualisasi dari muskulus pilorus secara langsung. Pemeriksaan menggunakan transduser linear 5-7,5 MHz. Transduser sampai 10 MHz dapat digunakan tergantung ukuran bayi dan dalamnya pilorus.
Pada diagnosis klinis mungkin dapat di palpasi massa berbentuk olive pada region dextra dari umbilicus dan dapat dikonfirmasi dengan pemeriksaan sonografi yang memperlihatkan gambaran cincin hipoechoic tebal dari lapisan otot pylorus yang mengalami hipertrofi. Ketika seseorang di suspect dengan HPS (Hypertrophic Pyloric Stenosis) tetapi tidak tampak massa berbentuk olive pada daerah hipokondrium kanan, maka ultrasound digunakan untuk melihat penebalan dari otot pylorus, dan mempunyai predictive value sampai 90%. Ketika massa berbentuk olive telah teridentifikasi dan ditemukan panjang kanalis pyloricum lebih besar dari 17 mm dan tebal
dinding otot lebih besar dari 4 mm maka dapat dipastikan
bahwa diagnostiknya adalah HPS (Hypertrophic Pyloric Stenosis).
Gambar 8. Gambaran USG pada pasien HPS
CT-SCAN abdomen
Gambar 9. CT-scan abdomen dengan kontras potongan koronal, tampak penebalan fokal pylorus dan antrum bagian distal
Gambar 10. CT-scan abdomen dengan kontras potongan koronal, tampak penebalan fokal pylorus dan antrum bagian distal Pemeriksaan Laboratorium Darah rutin Pada pemeriksaan darah rutin didapatkan kadar hemoglobin yang rendah dengan hiponatrinemia dan hipoalbunemia. Peningkatan prostaglandin serum, penurunan kadar nitrit oksida sintase di pylorus dan hipergastrinemia pada bayi dapat ditemukan pada penyakit HPS tetapi kemungkinan merupakan fenomena sekunder yang disebabkan statis dan distensi lambung. Pada stadium lanjut bayi dalam keadaan dehidrasi malnutrisi-hipokalemi dan alkalosis metabolic hipokloremik. 6. DIAGNOSA BANDING 1. Hirschprung Disease
Penyakit Hirschsprung adalah kelainan kongenital pada kolon yang ditandai dengan tiadanya sel ganglion parasimpatis pada pleksus submukosus Meissneri dan pleksus mienterikus Auerbachi. 90% kelainan ini terdapat pada rektum dan sigmoid. Hal ini diakibatkan oleh karena terhentinya migrasi kraniokaudal dari sel krista neuralis di daerah kolon distal pada minggu ke lima sampai minggu ke dua belas kehamilan untuk membentuk sistem saraf usus. Aganglionik usus ini mulai dari spinkter ani interna kearah proksimal dengan panjang yang bervariasi, tetapi selalu termasuk anus dan setidak-tidaknya sebagian rektum dengan gejala klinis berupa gangguan pasase usus fungsional. Manifestasi klinis penyakit Hirschsprung terlihat pada neonatus
cukup
bulan
dengan
keterlambatan
pengeluaran
mekonium pertama yang lebih dari 24 jam yang kemudian diikuti dengan kembung dan muntah. Pada pemeriksaan fisik ditemukan perut yang kembung hebat, gambaran usus pada dinding abdomen dan bila dilakukan pemeriksaan colok dubur, feses akan keluar menyemprot dan gejala tersebut akan segera hilang. Gambaran klinis penyakit Hirschsprung dapat kita bedakan berdasarkan usia gejala klinis mulai terlihat :
Periode Neonatal. Ada trias gejala klinis yang sering dijumpai, yakni pengeluaran mekonium
yang
terlambat,
muntah
hijau
dan
distensi
abdomen. Pengeluaran mekonium yang terlambat (lebih dari 24 jam pertama) merupakan tanda klinis yang signifikans. Swenson (1973) mencatat angka 94% dari pengamatan terhadap 501 kasus sedangkan Kartono mencatat angka 93,5% untuk waktu 24 jam dan 72,4% untuk waktu 48 jam
setelah lahir. Muntah hijau dan distensi abdomen biasanya dapat berkurang manakala mekonium dapat dikeluarkan segera.
Sedangkan
enterokolitis
merupakan
ancaman
komplikasi yang serius bagi penderita penyakit Hirschsprung ini, yang dapat menyerang pada usia kapan saja, namun paling tinggi saat usia 2-4 minggu, meskipun sudah dapat dijumpai pada usia 1 minggu. Gejalanya berupa diarrhea, distensi abdomen, feces berbau busuk dan disertai demam. Swenson mencatat hampir 1/3 kasus Hirschsprung datang dengan manifestasi klinis enterokolitis, bahkan dapat pula terjadi meski telah dilakukan kolostomi.
Anak. Pada anak yang lebih besar, gejala klinis yang menonjol adalah konstipasi kronis dan gizi buruk (failure to thrive). Dapat pula terlihat gerakan peristaltik usus di dinding abdomen. Jika dilakukan pemeriksaan colok dubur, maka feces biasanya keluar menyemprot, konsistensi semi-liquid dan berbau tidak sedap. Penderita biasanya buang air besar tidak teratur, sekali dalam beberapa hari dan biasanya sulit untuk
defekasi.
(Kartono,1993;
Fonkalsrud
et
al,1997;
Swenson et al,2002). Pada pemeriksaan enema Barium didapatkan tanda-tanda khas penyakit ini yaitu adanya gambaran zone spastik, zone transisi serta zone dilatasi. Gambaran mukosa yang tidak teratur menunjukkan adanya proses enterokolitis. Pemeriksaan penting
pada
radiologi penyakit
merupakan Hirschsprung.
pemeriksaan Pada
foto
yang polos
abdomen dapat dijumpai gambaran obstruksi usus letak
rendah, meski pada bayi sulit untuk membedakan usus halus dan usus besar. Pemeriksaan yang merupakan standard dalam menegakkan diagnosa Hirschsprung adalah barium enema, dimana akan dijumpai 3 tanda khas:
Tampak daerah penyempitan di bagian rektum ke proksimal yang panjangnya bervariasi.
Terdapat daerah transisi, terlihat di proksimal daerah penyempitan ke arah daerah dilatasi;
Terdapat daerah pelebaran lumen di proksimal daerah transisi
Apabila dari foto barium enema tidak terlihat tanda-tanda khas penyakit Hirschsprung, maka dapat dilanjutkan dengan foto retensi barium, yakni foto setelah 24-48 jam barium dibiarkan membaur dengan feces. Gambaran khasnya adalah terlihatnya barium yang membaur dengan feces kearah proksimal kolon. Sedangkan pada penderita yang bukan Hirschsprung namun disertai dengan obstipasi kronis, maka barium terlihat menggumpal di daerah rektum dan sigmoid.
Gambar 11. Foto Polos Abdomen tampak dilatasi sistema usus dan tiadanya gas di rektum (Obstruksi Usus Letak Rendah).
Gambar. 12. Gambar barium enema penderita Hirschsprung. Tampak rektum yang mengalami penyempitan, diikuti zona transisi kemudian sigmoid yang melebar (zona dilatasi).
a. Malrotasi dan Volvulus Malrotasi merupakan gagalnya suatu rotasi/perputaran dan fiksasi normal pada organ dalam terutama usus tengah, selama perkembangan embriologik. Malrotasi dapat terjadi disertai atau tanpa volvulus. Volvulus dapat terjadi apabila usus tidak terfiksasi dengan benar
pada
dinding
usus,
tetapi
menggantung
pada
jaringan
mesenterika sehingga menyebabkan usus terpuntir dan menghentikan aliran darah ke usus. Apabila volvulus mengenai seluruh bagian usus maka keadaan ini disebut volvulus midgut.
Malrotasi dan volvulus
merupakan kasus gawat darurat dibidang bedah yang memerlukan intervensi segera. Malrotasi dan volvulus kebanyakan terjadi pada periode neonatus dimana berhubungan dengan tingkat morbiditas dan mortalitas yang tinggi pada kasus-kasus dengan keterlambatan
diagnosis. Walaupun demikian beberapa kasus dilaporkan terjadi pada usia anak besar bahkan dewasa. Manifestasi klinis klasik dari malrotasi pada bayi baru lahir adalah muntah hijau dengan atau tanpa distensi abdomen
yang
berhubungan
dengan
obstruksi
duodenum
atau
volvulus midgut. Keterlambatan diagnosis dan tatalaksana dapat mengakibatkan terjadinya nekrosis intestinal, short bowel syndrome, dan ketergantungan pada nutrisi parenteral total. Mortalitas pada neonatus diperkirakan mencapai angka 30% pada tahun 1950 dan 1960, namun semenjak itu angka mortalitas tersebut semakin menurun mencapai 3% - 5%. Penanganan operatif yang darurat seringkali dibutuhkan untuk mencegah iskemia intestinal atau untuk melakukan reseksi pada lengkung usus yang telah mengalami infark. Untuk mendapatkan diagnosis pasti, pemeriksaan imaging atau radiologis diperlukan. Secara umum, pemeriksaan radiologis yang dapat dilakukan adalah : a. Foto polos Abdomen Foto
polos
abdomen
anterior-posterior
dan
lateral
dapat
menunjukan adanya obstruksi usus, dengan adanya pelebaran loop, dilatasi lambung dan duodenum, dengan atau tanpa gas usus serta batas antara udara dengan cairan (air – fluid level). Foto dengan kontras dapat menunjukan adanya obstruksi, baik bagian proksimal maupun distal. Malrotasi dengan volvulus midgut patut dicurigai bila duodenojejunal junction berada di lokasi yang tidak normal atau ditunjukan dengan letak akhir dari kontras berada. Foto dengan kontras juga dapat menunjukan obstruksi bagian bawah, dilakukan juga pada pasien dengan gejala bilious vomiting untuk mencurigai adanya penyakit Hirschsprung, meconium plug syndrome dan atresia. b. Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan ultrasonografi tidak banyak membantu diagnosis volvulus,
namun
pada
pemeriksaan
ini
didapatkan
cairan
intraluminal dan edema di abdomen. Kemudian, adanya perubahan anatomi arteri dan vena mesenterika superior dapat terlihat, hal ini menunjukan adanya malrotasi, walaupun tidak selalu. Gambaran lain yang dapat terlihat pada pemeriksaan USG adalah gambaran “whirpool sign” yang merupakan gambaran pembuluh darah mesenterika yang mengalami lilitan dapa volvulus midgut. c. Upper gastrointestinal (UGI) series Apabila pemeriksaan USG tidak dapat mendiagnosis malrotasi dengan
volvulus,
maka
perlu
dilakukan
pemeriksaan
upper
gastrointestinal (UGI) series. Pemeriksaan ini dapat digunakan dengan cepat dan relatif aman karena dapat mengidentifikasi adanya malrotasi dan volvulus denagn menunjukkan adanya abnormalitas posisi usus. Pada UGI series, dapat menunjukkan posisi Ligament Treitz, yaitu suatu pita jaringan yang memfiksasi duodenum
pada
dinding
retroperitoneum
dan
dapat
juga
menunjukkan posisi duodenojejunal junction dan usus yang berada di kiri garis tengah. Pada malrotasi, tampak perubahan posisi usus dari garis tengah. Adanya volvulus dapat diindikasikan apabila terdapat
gambaran
dilatasi
lambung
dan
duodenum
akibat
obstruksi setinggi duodenum dan gambaran klasik “corkscrew” yang merupakan gambaran duodenum dan yeyunum proximal yang terpelintir di sekitar aksis mesenterika. Pada kasus yang sudah mengalami iskemia usus dapat terlihat gambaran dilatasi usus halus. d. Barium Enema
Barium sulfat menghasilkan gambaran radiopak (muncul di X-ray) digunakan sebagai media kontras, kemudian dibiarkan mengalir ke dalam usus besar. Udara dapat menggembung di dalam usus besar untuk membesarkan dan memberikan gambar yang lebih baik (sering disebut "double-contrast"). Jika ada perforasi usus yang diduga
terjadi,
sebuah
kontras
larut
air
digunakan
sebagai
pengganti dari barium. Prosedur ini dinyatakan sangat mirip, walaupun gambar tidak cukup baik. Sebuah enema barium jelas menampilkan herniasi kolon. Masalah lain seperti divertikulosis (kantong kecil terbentuk pada dinding usus besar yang bisa mengalami peradangan) dan intususepsi dapat ditemukan. Sebuah apendisitis akut yang terjadi atau puntiran dari loop usus juga dapat dilihat. Jika gambar normal menyebabkan fungsional seperti irritable bowel syndrome (IBS) dapat dipertimbangkan. e. CT scan abdomen CT scan abdomen mempunyai sensitivitas spesifisitas yang baik untuk mendiagnosis adanya obstruksi usus, termasuk volvulus. Namun, CT scan jarang digunakan untuk mendiagnosis malrotasi tanpa volvulus. Gambaran CT scan malrotasi dengan volvulus meliputi gambaran pembuluh darah mesenterika dan usus yang melilit
(whirl
pattern),
edema
mesenterika
akibat
obstruksi
pembuluh vena dan limfe serta dilatasi lambung dan duodenum.
1. Akalasia Esofagus Gejala klinis berupa muntah persisten dan pada foto thorax sering ditemukan pneumonia dengan aspirasi. Pemeriksaan radiologi dengan kontras menggambarkan adanya penyempitan dan stenosis pada cardia esophagus dengan dilatasi esophagus bagian proximal.
Gambar 13. Akalasia Esofagus 2. Bezoar Gejala klinis yang ditemukan ialah muntah intermiten, sering disebabkan karena menelan nasi atau pisang pada bayi yang baru lahir atau termakan rambut yang berlangsung kronis. Pemeriksaan radiologi foto
polos
abdomen
memperlihatkan
jaringan
lunak
berbentuk
lambung di kuadran kiri atas pada pemberian kontras barium bayangan
tersebut
berbentuk
filling
defect
dengan
kontras
mengelilingi massa tersebut mengikuti kontur lambung. Sering terjadi bezoar dengan perforasi gaster, terlihat adanya udara dibawah diafragma pada foto polos posisi duduk atau tegak.
Gambar 14. Gambaran jaringan lunak berbentuk lambung di kuadran kiri atas 3. Obstruksi Duodenum Obstruksi duodenum biasanya disebabkan karena atresia, stenosis atau malrotasi duodenum. Pada umumnya bayi – bayi baru lahir dengan gejala muntah – muntah persisten sejak lahir dan muntah bilier. Kira – kira 30% kasus atresia duodeni disertai down syndrome. Sebelum pemeriksaan radiologi sebaiknya cairan lambung dikeluarkan terlebih dahulu, kemudian udara dimasukkan ke dalam gaster kurang lebih sebanyak 50 cc. pada atresia duodenum, foto polos abdomen memperlihatkan gambar double bubble sign dan tidak tampak udara mengisi usus halus dan kolon. Keadaan lainnya yang menyerupai hal ini adalah oleh karena anulare pancreas. Pada malrotasi dilakukan pemeriksaan dengan enema barium untuk melihat letak caecum. Pada
pemeriksaan dengan barium peroral, letak duodeunojejunum akan berubah, yaitu di daerah garis tengah atau sebelah kanan garis tengah pada posisi supine. Pada stenosis duodenum, gambaran radiologis tergantung berat ringan stenosis, maka selain double bubble masih tampak udara di usus distal. Pemeriksaan dengan kontras per oral pada duodenal web terlihat gambaran windsock appearance.
Gambar 15. (Kiri) Atresia duodenum pada bayi usia 1 hari dengan double bubble sign; (Tengah) Stenosis duodeni pada bayi 4 bulan dengan windsock appearance; (Kanan) Malrotasi pada bayi usia 3 bulan, gambaran appendiks tampak dibagian tengah atas abdomen 4. Atresia Jejunum Distensi abdomen yang terjadi tergantung pada tempat obstruksi. Pada foto polos abdomen posisi tegak tampak beberapa gelembung udara dalam usus di kuadran kiri atas.
Gambar 16. Atresia jejunum pada bayi usia 1 hari, tampak beberapa gelembung udara dalam usus di abdomen kuadran kiri atas. 5. Meconium Plug Syndrome Gejala klinis berupa evakuasi meconium yang terlambat dan perut ke kembung. Ini sebenarnya bukan merupakan suatu penyakit, melainkan hanya gangguan sementara evakuasi meconium yang biasanya terjadi pada bayi premature atau bayi dengan dehidrasi. Gambaran radiologi berupa gambaran usus yang melebar disertai gambaran udara – air dan kadang – kadang disertai gumpalan meconium. Pada setiap meconium plug syndrome harus dilakukan pemeriksaan enema barium untuk membuktikan tidak ada morbus hirschprung, dan sering disertai gambaran filling deffect.
Gambar 17. Meconium plug syndrome 6. Necrotizing Enterocolitis Merupakan
penyakit
yang
potensial
bersifat
letal
dengan
predileksi utama pada bayi premature. Etiologi sampai saat ini tidak diketahui, akan tetapi pada umumnya diduga bahwa pada NEC timbul sebagai akibat iskemia intestinal pada bayi rentan yang mengalami stress. Berbagai keadaan seperti prematuritas, kelainan jantung bawaan,
asfiksia,
sindrom
gangguan
pernafasan,
kateterisasi
umbilicus, infeksi dan komplikasi persalinan sering kali dihubungkan dengan
timbulnya
NEC.
Pada
kira
–
kira
90%,
kasus
gejala
gastrointestinal terjadi pada 24 jam pertama setelah lahir sampai hari ke – 10. Gejala klinis berupa muntah, perut kembung, diare bercampur darah encer / bekuan darah. Pemeriksaan foto polos abdomen memperlihatkan gambaran radiologi sebagai berikut:
a. Dilatasi usus dapat menyeluruh atau mengenai usus halus saja. Tergantung pada bagian usus yang terkena. Akibat gangguan fungsi biasanya ada hubungannya dengan beratnya klinis, sedangkan distribusi dilatasi usus pada pemeriksaan serial ada hubungannya dengan progresifitas klinis. b. Pneumatosis intestinalis, yaitu bayangan intramural pada dinding usus, gaster atau rectum, tetapi lebih sering terjadi pada ileum, kolon desendens dan sigmoid, terlihat sebagai gelembung dan garis parallel dalam dinding usus merupakan tanda patognomonik pada NEC yang dapat timbul dan hilang dengan cepat biasanya menghilang dalam waktu singkat, paling lama 1 jam. Lenyapnya gas intramural tidak selalu berhubungan dengan perbaikan klinis. c. Udara dalam vena porta berupa gambaran gelembung radiolusen yang bercabang – cabang didaerah perifer hati. d. Pneumoperitoneum, tampak udara bebas atau cairan didalam rongga peritoneum dan dilatasi usus yang persisten. Gambaran ini merupakan isyarat untuk dilakukan tindakan bedah. Evaluasi penyakit dilakukan dengan membuat foto serial dengan interval waktu 12 – 24 jam. Jika terdapat perbaikan dianjurkan membuat foto setiap 7 – 10 hari. Beberapa minggu sampai bulan sesudah bayi dipulangkan dalam keadaan sembuh dapat terjadi obstruksi karena striktur pada usus yang terkena.
Gambar 18. NEC pada bayi usia 10 hari, pneumatosis intestinalis tampak udara intramural pada dinding usus
7. Invaginasi / Intususepsi Intususepsi
menggambarkan
masuknya
segmen
proksimal
usus
(intususeptum) ke dalam lumen usus distal (intususepien). Paling sering didaerah ileo – colica tetapi dapat juga jejuno – ileal dan colo – colica. Gejala klinis berupa sakit perut bagian atas, defekasi darah dan lender, muntah – muntah, teraba tumor di abdomen dan bayi tampak pucat dan berkeringat dingin dan yang sering disertai dehidrasi dan shock terutama pada kasus lanjut. Pemeriksaan radiologi berupa foto polos abdomen memperlihatkan tanda – tanda obstruksi usus halus, kadang – kadang tampak sebagai bayangan menyerupai sosis dibagian tengah abdomen. Pemeriksaan USG menunjukkan doughnut sign atau pseudokidney sign. Dengan enema barium tampak defek pengisian barium yang konveks, barium akan terhenti sementara, bayangan permobil
(coiled
spring
appearance)
apabila
barium
melingkari
intususeptum. Refluks kontras kedalam ileum adalah tanda satu –
satunya bahwa reduksi telah berhasil. Reduksi hidrostatik dengan barium sebaiknya dilakukan bersama ahli bedah, sehingga apabila gagal dapat dilakukan pembedahan.
Gambar 19. Invaginasi pada bayi usia 8 bulan, foto polos “Saussage appearance”, dengan enema kontras tampak “Cupping Appearance”.
A. TATALAKSANA 1. Koreksi elektrolit dan rehidrasi Pasien dengan HPS biasanya mengalami gangguan elektrolit. Gangguan elektrolit ringan dapat dikoreksi dengan 0,45% salin dan 5% dextrose sebelum dilakukan tidakan operasi. Gangguan elektrolit berat dikoreksi dengan 0,9% salin dengan bolus 10-20cc/kgBB, diikuti oleh pemberian 0,9% salin dalam 5% dextrose. Kalium di tambahkan jika diperlukan. 2. Dekompresi naso gastrik Setelah diagnosis HPS ditegakkan, semua makanan di stop dan dilakukan aspirasi semua isi lambung melalui NGT. Biasanya isi lambung berupa susu yang telah menggumpal sehingga dilakukan lavage dengan
saline sampai evakuasi lambung adekuat. Setelah isi lambung kosong, NGT dikeluarkan untuk mencegah perburukan gangguan elektrolit karena aspirasi dari isi lambung. 3. Pembedahan Pembedahan pada pasien HPS bukan merupakan tindakan darurat. Sehingga diperlukan koreksi elektrolit sebelum dilakukan tindakan bedah. Kadang-kadang pasien HPS mengalami jaundice akibat kegagalan sementara dari aktifitas glucoronyltransferase. Keadaan ini self limited setelah operasi. Standar operasi pada pasien HPS adalah Ramstedt pyloromyotomy. Secara klasik operasi dilakukan dengan insisi di perut kuadran kanan atas atau insisi secara melintang di daerah supra umbilikal. Insisi secara vertikal di buat di permukaan mid anterior muskulus superfisial dan serosa, 1- 2 mm dari pyloroduodenal junction sampai 0,5 cm ke antrum bagian bawah. Serabut dibawahnya dibagi dengan diseksi tumpul dan penjepit. Dilakukan perawatan untuk mencegah perforasi mukosa terutama di bagian bawah insisi. Tampak protusio dari mukosa gaster mengindikasikan tanda obstruksi. Perforasi mukosa biasanya terjadi di duodenal end dan terindikasi dengan adanya cairan empedu. Namun ketika hal ini terjadi, perbaikan dilakukan dengan menggunakan sutura monofilamen absorbable jangka panjang dan ditempatkan melintang dan ditutup dengan omentum. Selanjutnya udara dimasukkan melalui NGT untuk evaluasi integritas mukosa duodenal. Muntah pasca bedah bisa terjadi pada 50% bayi dan diduga edema pylorus tempat insisi. Namun pada kebanyakan bayi, makanan dapat dimulai dalam 12-24 jam sesudah pembedahan dan diteruskan sampai makanan oral rumatan dalam 36-48 jam sesudah pembedahan. Muntah yang menetap menunjukkan suatu piloromiotomi yang tidak sempurna, gastritis, hernia hiatus, kalasia, atau penyebab obstruksi lain. Pengobatan
beda
stenosis
pylorus
adalah
kuratif,
dengan
mortalitas pembedahan antara 0 dan 0,5%. Terapai medic konservatif (dengan
memberikan
makanan
sedikit-sedikit,
atropine)
pernah
dilakukan pada masa lalu tetapi perbaikannnya lambat dengan mortalitas yang lebih tinggi. Dilatasi dengan endoskopi balon cukup
berhasil, laporan ini perlu diperkuat sebelum praktek ini diterima sebagai terapi.
DAFTAR PUSTAKA