BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Konsep Dasar Teori 1.1.1 Definisi Lansia Berdasarkan definisi secara umum, seseorang yang dikatakan lanjut usia (lansia) apabila usianya 60 tahun keatas. Lansia bukan suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stress lingkungan (Wahyunita, 2010: 2). Usia lanjut adalah semua kejadian yang pasti akan dialami oleh semua orang yang dikarunia usia panjang, terjadinya tidak bisa dihindari oleh siapapun. Usia tua adalah periode penutup dalam rentang kehidupan seseorang, yaitu suatu periode dimana seseorang telah “beranjak jauh” dari periode terdahulu yang lebih menyenangkan atau beranjak dari waktu ke waktu yang penuh bermanfaat (Murwarni dkk, 2011: 13). Proses penuaan merupakan proses ilmiah setelah tiga tahap kehidupan yaitu masa anak, masa dewasa, dan masa tua yang tidak dapat dihindari oleh setiap individu. Pertambahan usia akan menimbulkan perubahan–perubahan pada struktur dan fisiologi dari berbagai sel/jaringan/organ dan sistem yang ada pada tubuh manusia (Mubarak, 2012 Hal: 140). Ada dua proses penuaan, yaitu penuaan secara primer dan penuaan secara sekunder. Penuaan primer terjadi bila terdapat perubahan pada tingkat sel, sedangkan penuaan sekunder merupakan proses penuaan akibat factor lingkungan fisik dan sosial, stress fisik/psikis, serta gaya hidup dan diet dapat mempercepat proses menjadi tua (Mubarak, 2012: 140). Berikut ini adalah batasan–batasan umur yang mencakup batasan umur lansia dari pendapat berbagai ahli yaitu : 1. Menurut Undang–Undang Nomor 13 Tahun 1998 dalam Bab I Pasal 1 Ayat 2 yang berbunyi “lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 (enam puluh) tahun ke atas”.
1
2.Menurut World Health Organization (WHO) Usia pertengahan (middle age)
: 45-59 tahun
Lanjut usia (elderly)
: 60-74 tahun
Lanjut usia tua (old)
: 75-90 tahun
Usia sangat tua (very old)
: diatas 90 tahun
3. Menurut Dra. Jos Masdani (Psikolog UI) Lanjut usia merupakan kelanjutan dari usia dewasa. Kedewasaan dapat dibagi menjadi empat bagian sebagai berikut. Pertama (fase iuventus)
: 25-40 tahun
Kedua (fase virilitas)
: 40-55 tahun
Ketiga (fase presenium)
: 55-56 tahun
Keempat (fase senium)
: 65 tahun ke atas
4. Menurut Prof. Dr. Koesoemanto Setyonegoro Masa dewasa (elderly adulthood)
: 18 atau 20-25 tahun
Masa dewasa penuh atau maturitas
: 25-60 atau 65 tahun
Masa lanjut usia (geriatric age)
: > 65 atau 70 tahun
1.1.2 Perubahan Yang Terjadi Akibat Proses Penuaan Akibat perkembangan usia pada lansia akan mengalami perubahanperubahan yang menuntut dirinya menyesuaikan diri secara terus-menerus. Apabila proses penyesuaian diri dengan lingkungannya kurang berhasil, maka muncullah berbagai masalah. Perubahan fisik yang mendasar adalah perubahan gerak. Lansia juga mengalami perubahan dalam minat. Pertama minat terhadap diri makin bertambah. Kedua minat terhadap penampilan semakin berkurang. Keetiga minat terhadap uang semakin meningkat. Keempat meminta kegiatankegiatan rekreasi terus-menerus. Untuk itu diperlukan motivasi yang tinggi pada diri lansia untuk selalu menjaga kebugaran fisiknya agar tetap sehat secara fisik. Sedangkan perubahan yang terjadi akibat proses penuaan bersifat umum (universal). Proses penuaan dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor internal dan eksternal. Bila proses berlangsung secara wajar tanpa pengaru dari luar disebut proses penuaan primer. Sebaliknya, jika terdapat stress psikis, sosial, serta kondisi lingkungan mempengaruhi jalannya proses penuaan, maka disebut proses penuaan sekunder. Perubahan yang terjadi pada lansia diantaranya adalah sebagai berikut:
Perubahan kondisi fisik pada lansia meliputi: perubahan dari tingkat sel sampai ke semua sistem organ tubuh, di antaranya sistem pernapasan, pendengaran,
penglihatan,
kardiovaskular,
sistem
pengaturan
tubuh,
muskuloskeletal, gastrointestinal, urogenital, endokrin, dan integument.
Tabel 1.1 Perubahan Akibat Penuaan No 1
Sistem Organ Keseluruhan
Morfologi Berkurangnya tinggi dan berat badan, bertambahnya fat to lean body, mass ratio, dan berkurangnya cariran tubuh
2
Sistem
Kulit keriput akibat kehilangan jaringan lemak, kulit
Integumen
keirng, dan kurang elastis karena menurunnya cairan, hilangnya jaringan adiposa, kulit pucat, dan terdapat bintik-bintik hitam akibat menurunnya aliran darah ke kulit. Menurunya sel-sel yang memproduksi pigmen, kuku jari tangan dan kaki menjadi tebal serta rapuh. Pada wanita usia lebih dari 60 tahun, rambut wajah meningkat,rambut menipis atau botak, warna rambut kelabu, serta kelenjar keringat berkurang jumlah dan fungsinya
3
Temperatur
Menurun
akibat
kecepatan
metabolism
yang
Tubuh
menururn, keterbatasan reflek mengigil, dan tidak dapat memproduksi panas yang banyak diakibatkan oleh rendahnya aktivitas otot.
4
Sistem Muskular
Kecepatan dan kekuatan kontraksi otot skeletal berkurang, pengecilan otot akibat menurunnya serabut otot, namun pada otot polos tidak begitu terpengaruh.
5
Sistem
Katup
Kardiovaskular
kemampuan jantung memompa darah menurun 1 % per
jantung
tahun,
dan
menebal
dan
berkurangnya
menjadi
curah
kaku,
jantung.
Berkurangnya heart rate terhadap respon stress, kehilangan
elastisitas
pembuluh
darah
perifer,
bertambah panjang dan lekukan, arteria termasuk aorta intimia bertambah tebal, serta fibrosisi di media arteri.
6
Sistem
Ginjal mengecil, nefron menjadi atrofi, aliran darah
Perkemihan
ke ginjal menurun, sampai 50%, fungsi tubulus berkurang akibatnya kurang memekat urine, BJ urine menurun, proteinuria, BUN meningkat, ambang ginjal terhadap glukosa meningkat, kapasitas kandung kemih menurun 200 ml karena otot-otot yang melemah, frekuensi berkemih meningkat, pembesaran prostat (75% usia di atas 65 tahun), bertambahnya glomeruli yang abnormal, berkurangnya osmolitas urine maksimal, berat ginjal menurun 30-50%, jumlah nefron menuru, dan kemampuan memekatkan atau mengencerkan urine oleh ginjal menurun.
7
Sistem
Otot-otot pernapsan kehilangan kekuatan dan menjadi
Pernapasan
kaku, menurunnya aktivitas silia, berkurangnya elastisitas paru, alveoli ukurannya melebar dari biasanya, jumlah alveoli berkurang, oksigen arteri menurun menjadi 75 mmHg, CO2 pada arteri tidak berganti, berkurangnya maximal oxygen uptake, dan berkurangnya refleks batuk.
8
Sistem
Kehilangan gigi, indra pengecap menurun, esophagus
Gastrointestinal
melebar, rasa lapar menurun, asam lambung menurun, waktu pengosongan menurun, peristaltic melemah, sehingga mengakibatkan konstipasi, kemampuan absorpsi menurun, hati mengecil, produksi saliva menurun, serta produksi HCl dan pepsin menurun pada lambung.
9
Rangka Tubuh
Osteaartritis, hilangnya zat pembentuk tulang (bone substance)
10
Sistem
Kornea lebih berbentuk sferis, sfingter pupil timbul
Penglihatan
sclerosis dan hilangnya respon terhadap sinar ; lensa menjadi keruh; meningkatnya ambang pengamatan sinar (daya adaptasi terhadap kegelapan lebih lambat, susah
melihat
hilangnya
cahaya
daya
gelap);
akomodasi;
berkurang
menurunya
atau lapang
pandang (berkurang luas pandangan, berkurangnya sensitivitas terhadap warna; menurunnya kemampuan membedakan warna hijau atau biru pada skala dan depthperception) 11
Sistem
Presbiakusis atau penurunan pendengaran, membrane
pendengaran
timpani menjadi atrofi menyebabkan otosklerosis, penumpukan serumen, sehingga mengeras karena meningkatnya keratin, perubahan degenerative osikel, bertambahnya obstruksi tuba eustachii, berkurangnya persepsi
nada
tinggi,
‘pitch
berkurangnya
diserimination’ 12
Sistem
Berkurangnya
berat
otak
sekitar
10-20%,
Persarafan
berkurangnya sel kortikal, reaksi menjadi lambat, kurang sensitive terhadap sentuhan, berkurangnya aktivitas sel T, bertambahnya waktu jawaban motoric, hantaran neuron motorik melemah, dan kemunduran fungsi saraf otonom.
13
Sistem Endokrin
Produksi hampir semua hormone menurun, fungsi parathyroid
dan
sekresinya
berkurangnya
ACTH,
Berkurangnya
aktivitas
metabolism
menurun,
TSH, tiroid
tidak FSH,
berubah, dan
akibatnya
menurunnya
LH. basal
produksi
aldotesron, menurunnya sekresi hormone gonand (progesterone,
esterogen,
dan
aldotesron)
bertambahnya insulin, norefinefrin, parathormone, vasopressin,
berkurangnya
tridotironin,
dan
psikomotor menjadi lambat. 14
Sistem
Selaput
lender
vagina
menurun
atau
kering,
Reproduksi
menciutnya ovarium dan uterus, atrofi payudara, testis masih dapat memproduksi sperma meskipun adanya penurunan secara berangsur-angsur dan dorongan seks menetap sampai di atas usia 70 tahun asalkan kondisi kesehatan baik, penghentian produksi ovum pada saat menopause.
15
Daya
Menurunnya
kemampuan
untuk
melakukan
Pengecapan dan pengecapan dan pembauan, sensitivitas terhadap pembauan
empat rasa menurun (gula, garam, mentega, dan asam) setelah usia 50 tahun.
16
Sistem Imun
Penurunan
respons antibodi yang mengakibatkan
kerentanan terhadap infeksi yang sangat besar. Atrofi tonsilar dan limpadenopati. Ukuran kelenjar getah bening dan limpa agak mengecil. Banyak sumsum pembentuk darah yang aktif digantikan oleh sumsum tulang
berlemak
yang
mengakibatkan
ketidakmampuan meningkatkan produksi eritrosit semudah
sebelumnya
sebagai
respons
terhadap
stimulus tersebut seperti hormon, mual, hemoragi dan hemolisis. Penurunan absorpsi vitamin B12 yang mengakibatkan
penurunan
massa
eritrosit
dan
penurunan kadar hemoglobin dan hematokrit.
1. Perubahan Kondisi Mental Pada umumnya lansia mengalami penurunan fungsi kognitif dan psikomotor. Perubahan-perubahan mental ini erat sekali kaitannya dengan perubahan fisik, keadaan kesehatan, tingkat pendidikan atau pengetahuan, dan situasi lingkungan. Intelegensi diduga secara umum makin mundur terutama faktor penolakan abstrak, mulai lupa terhadap kejadian baru, masih terekam baik kejadian masa lalu. Dari segi mental dan emosional sering muncul perasaan pesimis, timbulnya
perasaan tidak aman dan cemas. Adanya kekacauan mental akut, merasa terancam akan timbulnya suatu penyakit atau takut ditelantarkan karena tidak berguna lagi (Mubarak, 2012: 153). 2. Perubahan Psikososial Perubahab psikososial yang adalah merasakan atau sadar akan kematian, perubahan cara hidup memasuki rumah perawatan, penghasilan menurun, biaya hidup meningkat dan penyakit kronis. Perubahan yang mendadak dalam kehidupan akan membuat mereka merasa kurang melakukan kegiatan yang begruna, perubahan yang mereka alami di antaranya adalah sebagai berikut. (Mubarak, 2012: 154). 1) Minat Pada umumnya pada masa usia lanjut minat seseorang akan berubah dalam kuantitas maupun kualitasnya. Lazimnya minat dan aktivitas fisik cenderung menurun dengan bertambahnya usia. Kendati perubahan minat pada lansia jelas berhubungan dengan menurunnya kemampuan fisik, tidak dapat diragukan bahwa hal tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial. 2) Isolasi dan kesepian Banyak faktor bergabung, sehingga membuat orang berusia lanjut terisolasi dari yang lain. Secara fisik, mereka kurang mampu mengikuti aktivitas yang melibatkan usaha. Makin menurunnya kualitas organ indra yang mengakibatkan ketulian, penglihatan yang makin kabur, dan sebagainya. Selanjutnya membuat lansia merasa terputus dari hubungan dengan orangorang lain. Faktor lain yang membuat isolasi semakin menjadi lebih parah adalah perubahan sosial, terutama merenggangnya ikatan kekeluargaan. Bila lansia tinggal bersama sanak saudaranya, mereka mungkin bersikap toleran terhadapnya, tetapi jarang menghormatinya. Lebih sering terjadi lansia menjadi terisolasi dalam arti kata yang sebenarnya. Karena ia hidup sendiri. Semakin lanjut usianya, kemampuan mengendalikan perasaan dengan akal akan melemah, dan orang cenderung kurang dapat mengekang dari dalam perilakunya. Frustasi kecil pada tahap usia yang lebih muda tidak menimbulkan masalah, pada tahap ini membangkitkan luapan emosi dan
mereka mungkin bereaksi dengan ledakan amarah atau sengat tersinggung terhadap peristiwa-peristiwa yang menurut kita sepele. 3) Peranan Iman Menurut proses fisik dan mental, pada usia lanjut memungkinkan orang yang sudah tua tidak begitu membenci dan merasa khawatir dalam memandang akhir kehidupan disbanding orang lebih muda. Namun demikian, hamper tidak dapat disangkal bahwa iman yang teguh adalah senjata yang paling ampuh untuk melawan rasa takut tehadap kematian. Usia lanjut memang merupakan masa di mana kesaadaran religious dibangkitkan dan diperkuat. 4) Perubahan Kognitif Perubahan pada fungsi kognitif di antaranya adalah kemunduran pada tugastugas yang memori jangka pendek, kemampuan intelektual tidak mengalami kemunduran, dan kemampuan verbal dalam bidang vocabulary (kosa kata) akan menetap bila tidak ada penyakit yang menyertai. 5) Perubahan Spiritual Perubahan terjadi pada aspek spiritual lansia adalah sebagai berikut. (1) Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya. (2) Usia lanjut makin matur dalam kehidupan keagamaannya, hal ini terlihat dalam cara berpikir dan bertindak dalam sehari-hari. (3) Perkembangan spiritual pada usia 70 tahun menurut Fowler adalah universalizing, perkembangan yang dicapai pada tingkat ini adalah berpikir dan bertindak dengan cara memberikan contoh cara mencintai dan bersikap adil.
1.2 Konsep Hipertensi 1.2.1
Definisi Hipertensi Menurut Udjianti (2011), hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah
suatu peningkatan abnormal tekanan darah dalam pembuluh darah arteri secara terus menerus lebih dari satu periode, hipertensi juga didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik ≥140 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥90 mmHg. Hipertensi adalah sebagai peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140 mmHg atau tekanan diastolic sedikitnya 90 mmHg. Hipertensi tidak hanya
beresiko tinggi menderita penyakit jantung, tetapi juga menderita penyakit lain seperti penyakit saraf, ginjal, dan pembuluh darah dan makin tinggi tekanan darah, makin besar resikonya. Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan diastolik diatas 90 mmHg. 1.2.2
Klasifikasi Hipertensi
Menurut
Mansjoer
(2011)
berdasarkan
penyebabnya
hipertentensi
diklasifikasikan sebagai berikut: 1.2.2.1 Golongan hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya, disebut juga hipertensi idiopatik. Terdapat sekitar 95% kasus. Banyak faktor yang mempengaruhi seperti genetik, lingkungan, hiperaktifitas,
susunan
saraf
simpatis,
dan
faktor-faktor
yang
meningkatkan resiko seperti obesitas, alkohol, rokok dan polisitemia. 1.2.2.2 Hipertensi sekunder atau hipertensi renal. Terdapat sekitar 5% kasus penyebab spesifiknya diketahui, seperti penggunaan esterogen, penyakit ginjal, hipertensi vaskuler renal, hiperaldosteronisme primer dan sindrom cushing, feokromositoma, koarktasio aorta, hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan dan lain-lain. 1.2.3
Penyebab Hipertensi Hipertensi berdasarkan penyebabnya, yaitu:
1.2.2.1 Hipertensi primer atau esensial Menurut Udjianti (2011) hipertensi primer atau esensial merupakan 90% dari keseluruhan kasus hipertensi yang didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah yang tidak diketahui penyebabnya (idiopatik). Faktor-faktor yang diduga berkaitan dengan berkembangnya hipertensi esensial, yaitu: 1. Genetik Individu yang mempunyai riwayat keluarga dengan hipertensi, beresiko tinggi untuk mendapat penyakit hipertensi. 2. Jenis kelamin dan usia Laki-laki berusia 35-50 tahun dan wanita menopause beresiko tinggi mengalami hipertensi.
3. Diet Konsumsi diet tinggi garam atau lemak secara langsung berhubungan dengan berkembangnya hipertensi. 4. Berat badan Obesitas (>25% diatas BB ideal) dikaitkan dengan berkembangnya hipertensi. 5. Gaya hidup Merokok dan konsumsi alkohol dapat meningkatkan tekanan darah, bila gaya hidup menetap. 1.2.2.2 Hipertensi sekunder Menurut Ujianti (2011) hipertensi sekunder adalah hipertensi yang disebabkan atau sebagai akibat dari adanya penyakit lain. 1.2.2.3 Gagal ginjal Menurut Dalimartha (2013), penderita gagal ginjal biasanya juga membutuhkan perawatan tekanan darah tinggi. Tekanan darah yang tinggi pada penderita ini disebabkan oleh kegagalan ginjal dalam mengatur jumlah garah dan air dalam tubuh, apabila klien menjalani perawatan dialysis (cuci darah), biasanya takanan darahnya sudah dapat dikendalikan namun sebagian klien masih tetap harus minum obat agar menjaga tekanan darah tetap normal. 1.2.2.4 Kelainan noradrenalin Menurut
Dalimartha (2013), penyebab tekanan darah tinggi lainnya
adalah gangguan kelenjar adrenal. Penyebab ini jarang dijumpai, namun bila ada kasus termasuk gangguan yang dapat disembuhkan, kelenjar adrenal mempunyai lapisan-lapisan dalam dan luar yang dapat mengeluarkan berbagai hormon kedalam aliran darah. Bagian dalam kelenjar disebut meddula yang mengeluarkan adrenalin atau hormon yang dihasilkan akibat rasa takut, marah dan latihan. Adrenalin dapat meningkatkan denyut jantung, selain itu medulla juga menyebabkan kontraksi otot arteri dan meningkatkan tekanan darah. 1.2.2.5 Alkohol Menurut
Dalimartha (2013), pada beberapa keadaan, hipertensi
tampaknya dikaitkan dengan konsumsi alkohol berlebih dan hipertensi cenderung turun bila konsumsi alkohol dibatasi atau dihentikan. Adanya konsumsi alkohol yang berlebihan kadang-kadang diketahui setelah pemeriksaan darah rutin. Pada
umumnya, orang yang menderita hipertensi harus membatasi konsumsi alkohol dan akan lebih baik jika klien berhenti untuk mengkonsumsi alkohol. 1.2.4
Patofisiologi Dalam keadaan normal jantung memiliki kemampuan untuk memompa
lebih dari daya pompanya dalam keadaan istirahat, kalau jantung menderita beban volume atau tekanan berlebihan secara terus-menerus, maka ventrikel dapat melebar untuk meningkatkan daya kontraksi sesuai dengan hukum starling yaitu hipertrophi untuk meningkatkan jumlah otot dan kekuatan memompa sebagai kompensator alamiah, jika mekanisme pengkompensasian tidak dapat menopang perfusi perifer yang memadai, maka aliran harus dibagi sesuai kebutuhan. Darah akan dipindahkan dari daerah-daerah yang tidak vital seperti kulit dan ginjal sehingga perfusi darah ke otak dan jantung dapat dipertahankan. Akibatnya tanda permulaan dari syok atau perfusi jaringan yang tidak adekuat adalah berkurangnya pengeluaran air seni, kulit dingin. Perubahan bermakna pada aliran darah yang menuju organ vital terjadi, tekanan arteri sistemik ditimbulkan oleh cardiac output dan tahanan perifer total, cardiac output ditentukan oleh isi sekuncup (stroke volume) dan denyut jantung, sedang tahan perifer dipelihara oleh sistem saraf otonom dan sirkulasi hormon. Setiap perubahan pada tahanan perifer, denyut jantung dan stroke volume akan merubah tekanan arteri sistemik. Terdapat empat sistem kontrol yang mempertahankan tekanan darah yaitu sistem baroreseptor arteri, regulasi volume cairan tubuh, sistem renin angiotensin dan autoregulasi vaskuler, stimulasi baroreseptor di sinus karotikus dan arkus aorta akan merangsang sistem saraf simpatik sehingga menimbulkan peningkatan epinefrin dan norepinefrin. Keadaan ini menimbulkan peningkatan cardiac output dan resistensi vaskuler sistemik, perubahan volume cairan akan mempengaruhi tekanan arteri sistemik. Jika di dalam tubuh terdapat air dan garam yang berlebihan, maka akan meningkatkan aliran balik vena, cardiac output dan tekanan. Autoregulasi pembuluh darah adalah proses yang mempertahankan perfusi ke suatu jaringan tetap konstan. Jika aliran berubah, proses autoregulasi akan menurunkan resistensi vaskuler sehingga mengakibatkan penurunan atau peningkatan aliran, meskipun jelas bahwa aterosklerosis dan hipertensi ada hubungannya, hal ini tidak tentu mana penyebab dan mana akibat, dalam beberapa
kasus aterosklerosis, meningkatnya tekanan arteri dan resistensi perifer terhadap aliran darah, memberikan dampak terhadap aliran darah yang meningkat. Renin merupakan enzim yang disekresikan oleh sel jukstaglumerulus ginjal dan terikat dengan aldeosteron dalam lingkungan umpan balik negatif produk akhir kerja renin pada subtratnya adalah pembentukan angiotensin peptida II, mempengaruhi aldosteron untuk terjadi pengikatan natrium dan air ke interstitial sehingga volume pembuluh darah meningka, ketidakcocokan sekresi renin meningkatkan perlawanan periphenal, mitral eskemi arteri ginjal akan membebaskan renin yang menyebabkan kontraksi arteri dan meningkatkan tekanan darah, dalam rokok terdapat nikotin yang dapat mengendap di dalam pembuluh darah yang mengakibatkan arteriosklerosis sehingga kerja dalam pembuluh darah tidak dapat sempurna yang berakibat timbulnya peningkatan tekanan darah, stres, dapat meningkatkan produksi hormon kortisol, hormon ini merupakan jenis hormon kortikosteroid yang meningkatkan tekanan darah. Naiknya tekanan darah menyebabkan kelainan pada dinding pembuluh nadi,yang menyebabkan penurunan kapasitas seseorang untuk mempertahankan aktifitas sampai ke tingkat yang di inginkan. Nyeri (Sakit kepala) keadaan dimana seorang individu mengalami nyeri yang menetap atau intermiten yang berlangsung selama enam bulan atau lebih. Yang di tandai dengan peningkatan pembuluh darah ke otak, intoleransi aktifitas terjadi karena penurunan aktifitas seseorang untuk mempertahankan aktifitas sampai ketingkat yang di inginkan.di karenakan suplai O2 menurun sehingga terjadi kelemahan fisik, kurang informasi yang tidak adekuat yang menyebabkan individu atau kelompok mengalami defisiensi pengetahuan kognitif atau ketrampilan psikomotor berkenaan dengan kondisi atau rencana pengobatan sehingga terjadi kurang pengetahuan, penurunan curah jantung adalah keadaan di mana seseeorang individu mengalami penurunan jumlah darah yang di pompakan di karenakan beban kerja jantung meningkat dan suplai O2 ke otak menurun.
1.2.5
Manifestasi Klinis Hipertensi Menurut Dalimartha (2013), terdapat dua gejala hipertensi yaitu:
1.2.5.1 Gejala umum Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa. Hal ini berarti hipertensi arterial tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur. Gejala-gejala hipertensi yang umum dijumpai antara lain pusing, mudah marah, telinga berdenging, mimisan (jarang), susah tidur, sesak nafas, rasa berat ditengkuk, mudah lelah, dan mata berkunang-kunang. 1.2.5.2 Gejala klinis Meningkatnya tekanan darah sering kali merupakan satu-satunya gejala pada hipertensi esensial. Gejala-gejala seperti sakit kepala, mimisan, pusing, atau migren sering ditemukan sebagai gejala klinis hipertensi. 1.2.6
Pemeriksaan Penunjang
Jenis pemeriksaan diagnostik pada penyakit hipertensi, antara lain: 1.
Pengukuran diagnostik pada tekanan darah menggunakan sfigmomanometer akan memperlihatkan peningkatan tekanan sistolik dan diastolik jauh sebelum adanya gejala penyakit.
2.
Dijumpai proteinuria pada wanita preklamsia, tes lebih spesifik bila terdapat kecurigaan yang lebih besar, aortogram untuk koarktasio aorta atau kelainan vaskuler ginjal.
3.
Aktivitas renin plasma dan ekskresi aldosteron untuk aldosteronisme.
4.
Rapid-sequnce intravenous pyelogram”, arteriogram arteri renalis, aktivitas renin vena renalis dan biopsi ginjal untuk penyakit ginjal.
5.
Pemeriksaan terhadap asam vanillymandelic dan katekolamin pada urin untuk mencari adanya feokromosotioma.
6.
Tes fungsi tiroid untuk penyakit, Hb/Ht, untuk mengkaji hubungan dari selsel terhadap volume cairan (viskositas) dan dapat mengindikasikan factor resiko seperti, hipokoagulabilitas, anemia.
7.
BUN/kreatinin, memberikan informasi tentang perfusi/fungsi ginjal.
8.
Glukosa, Hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi) dapat diakibatkan oleh pengeluaran kadar ketokolamin.
9.
Urinalisa, darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal dan ada DM, CT Scan, mengkaji adanya tumor cerebral, enselopati.
10.
EKG, Dapat menunjukan pola regangan, dimana luas, peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.
11.
IUP, mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti batu ginjal, perbaikan ginjal, Foto Thoraks, menunjukan destruksi kalsifikasi pada area katup, pembesaran jantung.
1.2.7
Penanganan Hipertensi Telah dibuktikan oleh para ahli bahwa dengan mengendalikan tekanan
darah, angka mortalitas dan morbiditas dapat diturunkan. Oleh sebab itu, walaupun etiologinya masih belum dapat dibuktikan, pengobatan hipertensi dapat dibagi menjadi dua jenis penatalaksanaan yaitu: 1.2.7.1 Penatalaksanaan farmakologis Untuk menurunkan tekanan darah tinggi dapat ditinjau dari tiga faktor fisiologis, yaitu: 1. Menurunkan isi cairan dan Na dengan obat diuretik. 2. Menurunkan aktifitas susunan saraf simpatis dan respon kardiovaskuler terhadap rangsangan adrenegrik dengan obat dari golongan anti simpatis. 3. Menurunkan tekanan perifer dengan obat vasodilator. 1.2.7.2 Penatalaksanaan nonfarmakologis 1. Mengurangi konsumsi garam. 2. Menghindari kegemukan (obesitas). 3. Membatasi konsumsi lemak. 4. Olah raga teratur. 5. Banyak makan buah dan sayuran segar. 6. Tidak merokok dan minum alkohol. 7. Latihan relaksasi atau meditasi
1.2.8
Komplikasi Hipertensi Menurut Dalimartha (2013) klien dengan hipertensi beresiko terserang
penyakit lain yang timbul kemudian. Beberapa penyakit yang timbul sebagai akibat hipertensi antara lain sebagai berikut: 1.2.8.1 Penyakit jantung koroner Penyakit ini sering dialami penderita hipertensi sebagai akibat terjadinya pengapuran pada dinding pembuluh jantung yang menyebabkan berkurangnya aliran darah pada beberapa bagian otot jantung. Hal ini menyebabkan rasa nyeri didada dan dapat berakibat gangguan pada otot jantung. Bahkan, dapat menyebabkan timbulnya serangan jantung. 1.2.8.2 Gagal jantung Tekanan darah yang tinggi memaksa otot jantung bekerja lebih berat untuk memompa darah. Kondisi ini berakibat otot jantung akan menebal dan merenggang sehingga daya pompa otot menurun. Pada akhirnya, dapat terjadi kegagalan kerja jantung secara umum. Tanda-tanda adanya komplikasi yaitu sesak nafas, nafas putus-putus, dan terjadinya pembengkakan pada tungkai bawah serta kaki. 1.2.8.3 Kerusakan pembuluh darah otak Beberapa penelitian luar negeri mengungkapkan bahwa hipertensi menjadi penyebab utama pada kerusakan darah otak. Ada dua jenis kerusakan yang ditimbulkan yaitu pecahnya pembuluh darah dan rusaknya dinding pembuluh darah. Dampak akhirnya, seseorang bisa mengalami strok dan kematian. 1.2.8.4 Gagal ginjal Gagal ginjal merupakan peristiwa dimana ginjal tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Terdapat dua jenis kegagalan ginjal akibat hipertensi,
yaitu
nefrosklerosisbenigna
dan
nefrosklerosismaligna.
Nefrosklerosisbenigna terjadi pada hipertensi yang berlangsung lama sehingga terjadi pengendapan fraksi-fraksi plasma pada pembuluh darah akibat menua. Hal ini akan menyebabkan daya permeabilitas dinding pembuluh darah berkurang. Adapun nefrosklerosismaligna merupakan
kelainan ginjal yang ditandai dengan naiknya tekanan diastole diatas 130 mmHg yang disebabkan terganggunya fungsi ginjal.
1.3 Manajemen Keperawatan 1.3.1 Pengkajian Keperawatan 1.
Identitas pasien Meliputi: nama, umur, jenis kelamin, alamat rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status pendidikan dan pekerjaan pasien.
2.
Keluhan utama Keluhan utama: merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari pertolongan atau berobat ke rumah sakit biasanya pada pasien dengan hipertensi didapatkan keluhan berupa sakit kepala dan pusing.
3.
Riwayat penyakit sekarang: biasanya pada pasien dengan hipertensi didapatkan keluhan pusing,tengkuk bagian belakang terasa berat, mata berkunang-kunang, dan adanya riwayat merokok dan alkohol.
4.
Riwayat penyakit dahulu: perlu ditanyakan apakah pasien pernah menderita penyakit seperti hipertensi, jantung, dan penyakit ginjal, hal ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya faktor predisposisi.
5.
Riwayat penyakit keluarga: perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-hipertensi.
6.
Pemeriksaan Fisik B1-B6 1) B1 (Breathing) Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan. Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronkhi pada klien dengan peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan pada klien stroke dengan penurunan kesadaran (koma).Pada klien dengan tingkat kesadaran compos mentis, pengkajian inspeksi pernapasannya tida ada kelainan. Palpasi thoraks didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan kiri, auskultasi tidak didapatkan bunyi napas tambahan, dipnea yang berkaitan dengan aktivitas atau kerja, takipnea.
2) B2 (Blood) Pengkajian pada sistem kardiovaskuler didapatkan renjatan (syok hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke. Tekanan darah biasanya terjadi peningkatan dan dapat terjadi hipertensi masif (tekanan darah > 200 mmHg, kulit pucat, sianosis, diforesis (kongesti, hipoksemia), kenaikan tekanan darah, hipertensi postural (mungkin berhubungan dengan regimen obat), takikardi, bunyi jantung terdengar S2 pada dasar, S3 (CHF dini), S4 (pengerasan ventrikel kiri/hipertropi ventrikel kiri, murmur stenosis valvurar, desiran vascular terdengar diatas diatas karotis, femoralis atau epigastrium (stenosis arteri), dan DVJ (distensi vena jugularis). 3) B3 (Brain) Keluhan pening atau pusing, GCS 4-5-6, kelemahan pada satu sisi tubuh, gangguan penglihatan (diplopia, penglihatan kabur), epitaksis, status mental mengalami perubahan, respons motorik terjadi penurunan kekuatan genggaman tangan atau refleks tendon dalam, sklerosis atau penyempitan arteri ringan sampai berat. 4) B4 (Bladder) Adanya infeksi pada gangguan gijal, adanya riwayat gangguan (susah BAK, sering berkemih pada malam hari). 5) B5 (Bowel) Biasanya terjadinya penurunan nafsu makan,sulitmenelan, mual, dan muntah, pada fase akut pola degekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus adanya inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan neorologis usus. 6) B6 (Bone) Kelemahan, letih, dan keterbatasan melakukan aktivitas. 7.
Riwayat Psikososial Meliputi
perasaan
pasien
terhadap
penyakitnya,
bagaimana
cara
mengatasinya serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap dirinya.
8.
Personal Hygiene Pada pasien dengan kelemahan ketidakmampuan mempertahankan kebiasaan rutin dan penurunan kesadaran semua kebutuhan perawatan diri dibantu oleh petugas atau keluarga.
1.3.2 Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan dari penyakit Hipertensi yaitu: 1.
Penurunan curah jantung berhubungan dengan vasokontriksi dan peningkatan afterload.
2.
Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan peningkatan vaskuler serebral.
3.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik, menurunnya oksigenisasi jaringan karena perfusi jaringan yang tidak adekuat.
4.
Resiko jatuh berhubungan dengan kelemahan fisik
1.3.3 Intervensi Keperawatan 1.
Penurunan curah jantung berhubungan dengan vasokontriksi dan peningkatan afterload. Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak terjadi penurunan curah jantung. Kriteria hasil: 1) Intervensi keperawatan Berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan TD atau beban kerja jantung. 2) Mempertahankan tekanan darah dalam rentang individu yang dapat diterima. 3) Memperlihatkan irama dan frekuensi jantung stabil dalam rentang normal pasien. Intervensi: 1) Pantau tekanan darah. Rasional: perbandingan dari tekanan memberikan gambaran yang lebih lengkap tentang keterlibatan atau bidang masalah vascular. 2) Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer.
Rasional: denyutan karotis, jugularis, radialis dan femoralis mungkin teramati/terpalpasi,
denyut
pada
tungkai
mungkin
menurun,
mencerminkan efek dari vasokontriksi dan kongesti vena. 3) Auskultasi tonus jantung dan bunyi napas. Rasional: S4 umum terdengar pada pasien hipertensi berat karena adanya hipertrofi atrium (peningkatan volume/tekanan atrium), perkembangan S3 menunjukkan hipertrofi ventrikel dan kerusakan fungsi, adanya krakles, mengi dapat mengidentifikasikan kongesti paru sekunder terhadap terjadinya atau gagal jantung kronik. 4) Amati warna kulit, kelembaban, suhu, dan masa pengisihan kapiler. Rasional: adanya pucat, dingin, kulit lembab dan masa pengisian kapiler lambat mungkin berkaitan dengan vasokontriksi atau mencerminkan dekompensasi/penurunan curah jantung. 5)
Catat edema umum/ tertentu. Rasional: dapat mengindikasikan gagal jantung, kerusakan ginjal atau vascular.
6) Berikan
lingkungan
tenang,
nyaman,
kurangi
aktivitas/keributan
lingkungan. Batasi jumlah penunjung dan lamanya tinggal. Rasional:
membantu
untuk
menurunkan
rangsangan
simpatis,
meningkatkan relaksasi. 7) Pertahankan pembatasan aktivitas, seperti, istirahat di tempat tidur/kursi; jadwal periode istirahat tanpa gangguan, bantu pasien melakukan aktivitas perawatan diri sesuai kebutuhan. Rasional:
menurunkan stress dan ketegangan yang mempengaruhi
tekanan darah dan perjalanan penyakit hipertensi. 8) Lakukan tindakan-tindakan yang nyaman, seperti; pijatan punggung dan leher, meninggikan kepala tempat tidur. Rasional:
mengurangi ketidaknyamanan dan dapat menurunkan
rangsang simpatis. 9) Anjurkan teknik relaksasi, panduan imajinasi, aktivitas pengalihan. Rasional:
dapat menurunkan rangsangan yang menimbulkan stres,
membuat efek tenang, sehingga akan menurunkan TD.
10) Pantau respons terhadap obat untuk mengontrol tekanan darah. Rasional:
respons terhadap terapi obat “stepped” (yang terdiri atas
diuretik, inhibitor simpatis dan vasodilator) tergantung pada individu dan efek sinergis obat, karena efek samping tersebut, maka penting untuk menggunakan obat dalam jumlah paling sedikit dan dosis paling rendah. 11) Kolaborasi. Berikan obat-obat sesuai indikasi, contoh: Diuretic tiazid misalnya klorotiazid. Rasional: tiazid mungkin digunakan sendiri atau dicampur dengan obat lain untuk menurunkan TD pada pasien dengan fungsi ginjal yang relatif normal, diuretic ini memperkuat agen-agen antihipertensif ,lain dengan membatasi retensi cairan. 2.
Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan peningkatan vaskuler serebral. Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan nyeri berkurang atau terkontral. Kriteria hasil: 1) Melaporkan nyeri atau ketidaknyamanan berkurang atau terkontrol 2) Mengungkapkan metode yang memberikan pengurangan 3) Mengikuti regimen farmakologi. Intervensi: 1) Mempertahankan tirah baring selama fase akut. Rasional: meminimalkan stimulasi/meningkatkan relaksasi. 2) Berikan tindakan nonfarmakologi untuk menghilangkan sakit kepala, mis : kompres dingin pada dahi, pijat punggung dan leher, tenang, redupkan lampu kamar, teknik relaksasi (panduan imajinasi, distraksi) dan aktivitas waktu senggang. Rasional: tindakan yang menurunkan tekanan vascular serebral dan yang memperlambat/memblok respons simpatis efektif dalam menghilangkan sakit kepala dan komplikasinya. 3) Hilangkan/minimalkan aktivitas vasokonstriksi yang dapat meningkatkan sakit kepala, mis: mengejan saat bab, batuk panjang, membungkuk.
Rasional: aktivitas yang meningkatkan vasokontriksi menyebabkan sakit kepala pada adanya peningkatan tekanan vaskular serebral. 4) Bantu pasien dalam ambulasi sesuai kebutuhan. Rasional: pusing dan penglihatan kabur sering berhubungan
dengan
sakit kepala, pasien juga dapat mengalami episode hipotensi postural. 5) Berikan cairan, makanan lunak, perawatan mulut yang teratur bila terjadi perdarahan hidung atau kompres hidung telah dilakuakan untuk menghentikan perdarahan. Rasional: meningkatkan kenyamanan umum, kompres hidung dapat mengganggu menelan atau membutuhkan napas dengan mulut, menimbulkan stagnasi sekresi oral dan mengeringkan membran mukosa. 6) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgatik,diazepam. Rasional: menurunkan/mengontrol nyeri dan menurunkan rangsangan sistem saraf simpatis, dapat mengurangi tegangan dan ketidaknyamanan yang diperberat oleh stres. 3.
Intoleransi aktivitasberhubungan dengan kelemahan fisik, menurunnya oksigenisasi jaringan karena perfusi jaringan yang tidak adekuat. Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak terjadi intoleransi aktivitas. Kriteria hasil: 1) Berpatisipasi dalam aktivitas yang diinginkan/ diperlukan 2) Melaporkan peningkatan dalam toleransi aktivitas yang dapat diukur. 3) Menunjukkan penurunan dalam tanda-tanda intoleransi fisiologi. Intervensi: 1) Kaji respons pasien terhadap aktivitas, perhatikan frekuensi nadi lebih dari 20x/m di atas frekuensi istirahat, peningkatan TD yang nyata selama/sesudah aktivitas(tekanan sistolik meningkat 40 mmHg atau tekanan diastolic meningkat 20 mmHg), dispnea atau nyeri dada, keletihan dan kelemahan yang berlebihan, diaphoresis, pusing atau pingsan.
Rasional: menyebutkan parameter membantu dalam mengkaji respons fisiologi terhadap stress aktivitas dan, bila ada merupakan indikator dari kelebihan kerja yang berkaitan dengan tingkat aktivitas. 2) Instruksikan
pasien
tentang
teknik
penghematan
energi,
mis.
menggunakan kursi saat mandi, duduk saat menyisir rambut atau menyikat gigi, melakukan aktivitas dengan perlahan. Rasional: teknik menghemat energi mengurangi penggunaan energi, juga membantu keseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen. 3) Berikan dorongan untuk melakukan aktivitas/perawatan diri bertahap jika dapat ditoleransi. Berikan bantuan sesuai kebutuhan. Rasional: kemajuan aktivitas bertahap mencegah peningkatan kerja jantung tiba-tiba. Memberikan bantuan hanya sebatas kebutuhan akan mendorong kemandirian dalam melakukan aktivitas. 4. Resiko jatuh berhubungan dengan kelemahan fisik Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan sebanyak 1x7 jam: resiko akan jatuh menurun/terbatas Kriteria hasil: 1.
Klien tampak tenang
2.
Menciptakan lingkungan yang aman
3.
Klien tidak mengalami cidera
4.
Indikator resiko jatuh tidak ada
Intervensi: 1) Observasi tanda-tanda vital klien Rasional : Untuk mengetahui keadaan umum klien 2) Pantau cara berjalan, keseimbangan dan tingkat keletihan pada saat ambulasi Rasional : Untuk melihat keseimbangan klien dan kelemahan fisik yang dapat menyebabkan resiko jatuh pada saat berjalan 3) Identifikasi karakteristik lingkungan yang dapat meningkatkan potensi jatuh Rasional : Mengindentifikasi lingkungan untuk menimalisir resiko jatuh/cidera
4) Instruksikan pasien untuk menggunakan kacamata yang diresepkan, jika perlu saat turun dari tempat tidur Rasional :Pengguanaan kacamata membantu klien saat melakukan aktivitas sehari-hari guna meminimalisir resiko jatuh 5) Bantu pasien secara minimal untuk melakukan aktivitas Rasional : Minimalkan bantuan untuk melatih pasien melakukan aktivitasnya 6) Kolaborasi dengan tim kesehatan lain untuk meminimalkan efek samping obat yang dapat menyebabkan jatuh Rasional :Pemberian obat-obatan yang menimbulkan efek samping seperti pusing kepala bisa meningkatkan potensi jatuh
1.3.4 Implementasi Implementasi merupakan langkah keempat dalam tahap proses keperawatan dengan melaksanakan berbagai strategi keperawatan (tindakan keperawatan) yang telah direncanakan dalam rencana tindakan keperawatan, dalam tahap ini perawat harus mengetahui berbagai hal diantaranya bahaya-bahaya fisik dan perlindungan pada pasien, teknik komunikasi, kemampuan dalam prosedur tindakan, pemahaman tentang hak-hak dari pasien serta dalam memahami tingkat perkembangan pasien.
1.3.5 Evaluasi Evaluasi keperawatan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak, di dalam melakukan evaluasi perawat seharusnya memilki pengetahuan dan kemempuan dalam memahami respons terhadap intervensi keperawatan, kemempuan menggambarkan kesimpulan tentang tujuan yang dicapai serta kemampuan dalam menghubungkan tindakan keperawatan pada kriteria hasil.