LAPORAN PENDAHULUAN PADA Tn. W DENGAN FRAKTUR DI RSUD UNGARAN SEMARANG Disusun untuk memenuhi tugas praktik Keperawatan Medikal Bedah Dosen Pengampu : Ns. Diana Tri Lestari, M.Kep. Sp. Kep MB Ns. Dwi Mulianda, M.Kep
DISUSUN OLEH : TANTRI SURYANI 20101440117088
AKADEMI KEPERAWATAN KESDAM IV / DIPONEGORO SEMARANG 2019
KONSEP DASAR FRAKTUR
A. Pengertian Fraktur adalah putusnya hubungan suatu tulang atau tulang rawan yang disebabkan oleh kekerasan (E. Oerswari, 1989 : 144). Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2000 : 347). Fraktur tertutup adalah bila tidak ada hubungan patah tulang dengan dunia luar. Fraktur terbuka adalah fragmen tulang meluas melewati otot dan kulit, dimana potensial untuk terjadi infeksi (Sjamsuhidajat, 1999 : 1138). Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas batang femur yang bisa terjadi akibat trauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian), dan biasanya lebih banyak dialami oleh laki-laki dewasa. Patah pada daerah ini dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan pendertia jatuh dalam syok (FKUI, 1995:543). Fraktur olecranon adalah fraktur yang terjadi pada siku yang disebabkan oleh kekerasan langsung, biasanya kominuta dan disertai oleh fraktur lain atau dislokasi anterior dari sendi tersebut (FKUI, 1995:553). Jadi, kesimpulan fraktur adalah suatu cedera yang mengenai tulang yang disebabkan oleh trauma benda keras.
B. Anatomi dan Fisiologis
Struktur tulang dan jaringan ikat menyusun kurang lebih 25% berat badan, dan otot menyusun kurang lebih 50%.Kesehatan baikya fungsi system musculoskeletal sangat tergantung pada sistem tubuh yang lain. Struktur tulang-tulang memberi perlindungan terhadap organ vital termasuk otak,jantung dan paru. Kerangka tulang merupakan kerangka yang kuat untuk meyangga struktur tubuh otot yang melekat ke tulang memungkinkan tubuh bergerak metrik. Tulang meyimpam kalsium, fosfor, magnesium, fluor. Tulang dalam tubuh manusia yang terbagi dalam empat kategori: tulang panjang (missal femur tulang kumat) tulang pendek (missal tulang tarsalia), tulang pipih (sternum) dan tulang tak teratur (vertebra). Tulang tersusun oleh jaringan tulang kanselus (trabekular atau spongius). Tulang tersusun atas sel, matrik protein, deposit mineral. Sel-selnya terdiri atas tiga jenis dasar osteoblas, osteosit dan osteocklas. Osteoblas berfungi dalam pembetukan tulang dengan mensekresikan matriks tulang. Matrik merupakan kerangka dimana garam-garam mineral anorganik di timbun. Ostiosit adalah sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharahan fungsi tulang dan tarletak ostion. Ostioklas adalah sel multi nukliar yang berperan dalam panghancuran, resorpsi dan remodeling tulang. Tulang diselimuti oleh membran
fibrus
padat
di
namakan
periosteum
mengandung
saraf,
pembuludarah dan limfatik. Endosteum adalah membrane faskuler tipis yang menutupi rongga sumsum tulang panjang dan rongga–rongga dalam tulang kanselus. Sumsum tulang merupakan jaringan faskuler dalam rongga sumsum tulang panjang dan dalam pipih.Sumsum tulang merah yang terletak di sternum, ilium, fertebra dan rusuk pada orang dewasa, bertanggung jawab pada produksi sel darah merah dan putih pembentukan tulang. Tulang mulai terbentuk lama sebelum kelahiran. (Mansjoer. 2000 : 347)
C. Etiologi / Predisposisi Menurut Sachdeva (1996), penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga, yaitu 1. Cedera Traumatik Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh : a. Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang patah secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit di atasnya. b. Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan menyebabkan fraktur klavikula. c. Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang kuat. 2. Fraktur Patologik Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma minor dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada berbagai keadaan berikut : a. Tumor Tulang (Jinak atau Ganas) : pertumbuhan jaringan baru yang tidak terkendali dan progresif. b. Infeksi seperti osteomielitis : dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan sakit nyeri. c. Rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi Vitamin D yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya disebabkan kegagalan absorbsi Vitamin D atau oleh karena asupan kalsium atau fosfat yang rendah. 3. Secara Spontan Disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada penyakit polio dan orang yang bertugas dikemiliteran.
D. Patofisiologi Fraktur ganggguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma gangguan adanya gaya dalam tubuh, yaitu stress, gangguan fisik, gangguan metabolic, patologik. Kemampuan otot mendukung tulang turun, baik yang terbuka ataupun tertutup. Kerusakan pembuluh darah akan mengakibatkan pendarahan, maka volume darah menurun. COP menurun maka terjadi perubahan perfusi jaringan. Hematoma akan mengeksudasi plasma dan poliferasi menjadi edem lokal maka penumpukan di dalam tubuh. Fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai serabut saraf yang dapat menimbulkan ganggguan rasa nyaman nyeri. Selain itu dapat mengenai tulang dan dapat terjadi revral vaskuler yang menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik terganggau. Disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai jaringan lunak yang kemungkinan dapat terjadi infeksi dan kerusakan jaringan lunak akan mengakibatkan kerusakan integritas kulit. Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma gangguan metabolik, patologik yang terjadi itu terbuka atau tertutup. Baik fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai serabut syaraf yang dapat menimbulkan gangguan rasa nyaman nyeri. Selain itu dapat mengenai tulang sehingga akan terjadi neurovaskuler yang akan menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik terganggu, disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai jaringan lunak yang kemungkinan dapat terjadi infeksi terkontaminasi dengan udara luar. Pada umumnya pada pasien fraktur terbuka maupun tertutup akan dilakukan immobilitas yang bertujuan untuk mempertahankan fragmen yang telah dihubungkan tetap pada tempatnya sampai sembuh. (Sylvia, 1995 : 1183)
E. Manifestasi Klinis 1. Deformitas Daya tarik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari tempatnya perubahan keseimbangan dan contur terjadi seperti : a. Rotasi pemendekan tulang. b. Penekanan tulang. 2. Bengkak : Edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah dalam jaringan yang berdekatan dengan fraktur. 3. Echimosis dari perdarahan Subculaneous. 4. Spasme otot spasme involunters dekat fraktur. 5. Tenderness / keempukan. 6. Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot berpindah tulang dari tempatnya dan kerusakan struktur didaerah yang berdekatan. 7. Kehilangan sensasi ( mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya syaraf/perdarahan ). 8. Pergerakan abnormal. 9. Dari hilangnya darah. 10. Krepitasi (Black, 1993 : 199 ).
F. Pathway
G. Penatalaksanaan Penatalaksaan pada klien dengan fraktur tertutup adalah sebagai berikut : 1. Terapi non farmakologi, terdiri dari : a. Proteksi, untuk fraktur dengan kedudukan baik. Mobilisasi saja tanpa reposisi, misalnya pemasangan gips pada fraktur inkomplet dan fraktur tanpa kedudukan baik. b. Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips. Reposisi dapat dalam anestesi umum atau lokal. c. Traksi, untuk reposisi secara berlebihan. 2. Terapi farmakologi, terdiri dari : a. Reposisi terbuka, fiksasi eksternal. b. Reposisi tertutup kontrol radiologi diikuti interial.
Terapi ini dengan reposisi anatomi diikuti dengan fiksasi internal. Tindakan pada fraktur terbuka harus dilakukan secepat mungkin, penundaan waktu dapat mengakibatkan komplikasi. Waktu yang optimal untuk bertindak sebelum 6-7 jam berikan toksoid, anti tetanus serum (ATS) / tetanus hama globidin. Berikan antibiotik untuk kuman gram positif dan negatif dengan dosis tinggi. Lakukan pemeriksaan kultur dan resistensi kuman dari dasar luka fraktur terbuka (Smeltzer, 2001).
H. Komplikasi Komplikasi awal setelah fraktur adalah syok yang berakibat fatal dalam beberapa jam setelah cedera, emboli lemak, yang dapat terjadi dalam 48 jam atau lebih, dan sindrom kompartemen, yang berakibat kehilangan fungsi ekstremitas permanent jika tidak ditangani segera.komplikasi lainnya adalah infeksi, tromboemboli yang dapat menyebabkan kematian beberapa minggu setelah cedera dan koagulopati intravaskuler diseminata (KID). Syok hipovolemik atau traumatik, akibat pendarahan (baik kehilangan darah eksterna maupun tak kelihatan ) dan kehilangan cairan ekstrasel ke jaringan yang rusak dapat terjadi pada fraktur ekstremitas, toraks, pelvis,dan
vertebra karena tulang merupakan organ yang sangat vaskuler, maka dapaler terjadi kehilangan darah dalam jumlah yang besar sebagai akibat trauma,khususnya pada fraktur femur pelvis. Penanganan meliputi mempertahankan volume darah, mengurangi nyeri yang diderita pasien, memasang pembebatan yang memadai, dan melindungi pasien dari cedera lebih lanjut. Sindrom Emboli Lemak. Setelah terjadi fraktur panjang atau pelvis,fraktur multiple,atau cidera remuk dapat terjadi emboli lemak, khususnya pada dewasa muda 20-30 tahun pria pada saat terjadi fraktur globula lemat dapat termasuk ke dalam darah karma tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler atau karma katekolamin yang di lepaskan oleh reaksi setres pasien akan memobilitasi asam lemak dan memudahkan terjadiya globula lemak dalam aliran darah. Globula lemak akan bergabung dengan trombosit membentuk emboli, yang kemudian menyumbat pembuluh darah kecil yang memasok otak, paru, ginjal dan organ lain awitan dan gejalanya, yang sangat cepat, dapat terjadi dari beberapa jam sampai satu minggu setelah cidera gambaran khasnya berupa hipoksia, takipnea, takikardia, dan pireksia.
I. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan Rongent Menentukan luas atau lokasi minimal 2 kali proyeksi, anterior, posterior lateral. 2. CT Scan tulang, fomogram MRI Untuk melihat dengan jelas daerah yang mengalami kerusakan. 3. Arteriogram (bila terjadi kerusakan vasculer). 4. Hitung darah kapiler a. HT mungkin meningkat (hema konsentrasi) meningkat atau menurun. b. Kreatinin meningkat, trauma obat, keratin pada ginjal meningkat. c. Kadar Ca kalsium, Hb.
ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR
A. Pengkajian Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara menyeluruh (Boedihartono, 1994: 10). Pengkajian Pasien Post Operasi Fraktur (Doenges, 1999) meliputi: 1. Pengumpulan Data, meliputi : a. Identitas klien Nama, umur, jenis kelamin, agama, pekerjaan, kebangsaan, suku, pendidikan no register, diagnosa medis. b. Keluhan Utama Biasanya
klien
dengan
fraktur
akan
mengalami
nyeri
saat
beraktivitas/mobilisasi pada daerah fraktur tulang. c. Riwayat Penyakit 1) Riwayat Penyakit Sekarang Pada klien fraktur / patah tulang dapat disebabkan oleh trauma / kecelakaan, degenaratif dan pathologis yang didahului dengan perdarahan, kerusakan jaringan sekitar yang mengakibatkan nyeri, bengkak, kebiruan, pucat/perubahan warna kulit dan kesemutan. 2) Riwayat Penyakit Dahulu Pada klien fraktur pernah mengalami kejadian patah tulang atau tidak sebelumnya dan ada / tidaknya klien mengalami pembedahan perbaikan dan pernah menderita osteoporosis sebelumnya. 3) Riwayat Penyakit Keluarga Pada keluarga klien ada / tidak yang menderita osteoporosis, arthritis dan tubekulosis atau penyakit lain yang sifatnya menurun dan menular.
2. Pola-pola Fungsi Kesehatan a. Pola resepsi dan tata laksana hidup sehat Pada fraktur akan mengalami perubahan dan gangguan pada personal hiegene, misalnya kebiasaan mandi, gosok gigi, mencuci rambut, ganti pakaian,
BAK
dan
BAB
serta
berolahraga
sehingga
dapat
menimbulkan masalah perawatan diri. b. Pola eliminasi Kebiasaan miksi dan defekasi sehari-hari, kesulitan waktu defekasi, dikarenakan imunilisasi, fases warna kuning dan konsistensi defekasi padat. Pada miksi klien tidak mengalami gangguan, warna urin jernih, buang air kecil 3-4 x/hari. c. Pola nutrisi dan metabolisme Pada umumnya tidak akan mengalami gangguan penurunan nafsu makan, meskipun menu berubah misalnya makan di rumah gizi tetap sama sedangkan di rumah sakit disesuaikan dengan penyakit dan diet klien. d. Pola aktivitas dan latihan Aktivitas dan latihan mengalami perubahan / gangguan dari fraktur femur sehingga kebutuhan perl dibantu baik oleh perawat atau keluarga, misalnya kebutuhan sehari-hari, mandi, BAB, BAK dilakukan diatas tempat tidur. e. Pola penanggulangan stres Masalah fraktur femur dapat menjadi stres tersendiri bagi klien. Dalam hal ini pola penanggulangan stres sangat tergantung pada sistem mekanisme klien itu sendiri misalnya pergi ke rumah sakit untuk dilakukan perawatan / pemasangan traksi. f. Pola sensori dan kognitif Nyeri yang disebabkan oleh fraktur femur adanya kerusakan jaringan lunak serta tulang yang parah dan hilangnya darah serta cairan seluler ke dalam jaringan. Hal ini yang menyebabkan gangguan sensori
sedangkan pada pola kognitif atau cara berfikir klien tidak mengalami gangguan jiwa. g. Pola hubungan peran Pola hubungan dan peran akan mengalami gangguan, jika klien sebagai kepala rumah tangga / menjadi tulang punggung keluarga. h. Pola persepsi diri Pada fraktur femur akan mengalami gangguan konsep diri karena terjadi perubahan cara berjalan akibat kecelakaan yang menyababkan patah tulang dan klien takut cacat seumur hidup / tidak dapat kembali bekerja. i. Pola reproduksi dan seksual Bila klien sudah berkeluarga dan mempunyai anak maka akan mengalami pola seksual dan reprosuksi, jika klien belum berkeluarga klien tidak akan mengalami gangguan. j. Pola tidur dan istirahat Kebiasaan pola tidur dan istirahat mengalami gangguan yang disebabkan oleh nyeri, misalnya nyeri akibat fraktur. k. Pola tata nilai dan kepercayaan Pada fraktur terutama fraktur femur akan mengalami perubahan / gangguan dalam menjalankan sholat dengan cara duduk dan dilakukan diatas tempat tidur. 3. Pemeriksaan Fisik a. Keadaan umum Meliputu keadaan sakit pasien, tingkat kesadaran dan tanda-tanda vital. b. Pemeriksaan sistem integumen Tidak ada perubahan yang menonjol pada sistem integumen seperti warna kulit, adanya jaringan parut / lesi, tekstur kulit kasar dan suhu kulit hangat serta kulit kotor. c. Pemeriksaan kepala dan leher Tidak ada perubahan yang menonjol pada kepala dan leher seperti warna rambut, mudah rontok, kebersihan kepala, alupeaus, keadaan
mata, pemeriksaan tekanan bola maka (TIO), pemeriksaan visus, adanya massa pada telinga, kebersihan telinga, adanya serumen, kebersihan hidung, adanya mulut dan gigi, mulut bau adanya pembengkakan pada leher, pembesaran kelenjar limfe atau tiroid. d. Pemeriksaan sistem respirasi. Tidak ada perubahan yang menonjol seperti bentuk dada ada tidaknya sesak nafas, suara tambahan, pernafasan cuping hidung. e. Pemeriksaan kardiovaskuler. Klien fraktur mengalami denyut nadi meningkat terjadi repon nyeri dan kecemasan, ada tidaknya hipertensi, tachikardi perfusi jaringan dan perdarahan akibat trauma. f. Pemeriksaan sistem gastro intestinal. Tidak ada perubahan yang menonjol seperti nafsu makan tetap, peristaltik usus, mual, muntah, kembung. g. Pemeriksaan sistem ganitourinaria. Tidak ada perubahan yang menonjol seperti produksi urin, warna urin, apakah ada hematovia / tidak, adakah disuria, kebersihan genital. h. Pemeriksaan sistem muskuslukeletal. Terdapat fraktur, nyeri gerak, kekakuan sendi, bagaimana tonus ototnya ada tidaknya atropi dan keterbatasan gerak, adanya karepitus. i. Pemeriksaan sistem endokrin Tidak ada perubahan yang menonjol seperti ada tidakna pembesaran thyroid / struma serta pembesaran kelenjar limfe. j. Pemeriksaan sistem persyarafan. Ada tidaknya himeplegi, pavaplegi dan bagaimana reflek patellanya.
B. Diagnosa Keperawatan 1. Nyeri akut b.d agens cedera fisik. 2. Hambatan mobilitas fisik b.d kerusakan muskuslukeletal. 3. Risiko cedera b.d gangguan mekanisme pertahanan primer.
C. Intervensi Keperawatan No. 1.
Diagnosa
Tujuan dan
Keperawatan
Kriteria Hasil
Nyeri
akut
b.d Kontrol Nyeri (1605)
agens cedera fisik
Dapat
Intervensi Manajemen Nyeri (1400)
mengenali 1. Kaji
keluhan
kapan nyeri terjadi.
lokasi,
Dapat
onset/durasi,
menggunakan
nyeri,
karakteristik, frekuensi,
tindakan pengurangan
kualitas, dan beratnya
nyeri tanpa analgesik.
nyeri.
Dapat
melaporkan 2. Observasi
nyeri yang terkontrol.
respon
ketidaknyamanan secara verbal dan non verbal. 3. Pastikan klien menerima perawatan analgetik dg tepat. 4. Gunakan
strategi
komunikasi yang efektif untuk mengetahui respon penerimaan
klien
terhadap nyeri. 5. Evaluasi
keefektifan
penggunaan
kontrol
nyeri 6. Monitoring nyeri
perubahan
baik
aktual
maupun potensial. 7. Sediakan
lingkungan
yang nyaman. 8. Kurangi
faktor-faktor
yang dapat menambah ungkapan nyeri.
9. Ajarkan
penggunaan
tehnik relaksasi sebelum atau
sesudah
nyeri
berlangsung. 10. Kolaborasi dengan tim kesehatan
lain
untuk
memilih tindakan selain obat untuk meringankan nyeri. 11. Tingkatkan yang
istirahat
adekuat
untuk
meringankan nyeri. 2.
Hambatan
Ambulasi (0200)
Terapi Latihan : Ambulasi
mobilitas fisik b.d
Dapat berjalan dengan (0221)
kerusakan
langkah yang efektif
muskuslukeletal
1. Dorong untuk duduk di
Dapat berjalan dengan
tempat tidur, di samping
pelan
tempat tidur (menjuntai)
Dapat
berjalan
mengelilingi kamar
atau
di
kursi
sebagaimana yang dapat ditoleransi (pasien). 2. Bantu
pasien
untuk
duduk di sisi tempat tidur untuk memfasilitasi penyesuaian sikap tubuh. 3. Konsultasikan pada ahli terapi
fisik
mengenai
rencana ambulasi sesuai kebutuhan. 4. Bantu
pasien
perpindahan, kebutuhan.
untuk sesuai
5. Intruksikan pasien/caregiver mengenai dan
pemindahan
teknik
ambulasi
yang aman. 6. Bantu
pasien
berdiri
dan
untuk ambulasi
dengan jarak tertentu dan dengan
sejumlah
staf
tertentu. 3.
Risiko cedera b.d Keparahan Cedera Fisik Pencegahan gangguan
(1913)
mekanisme
1. Lecet pada kulit dapat 1. Monitor
pertahanan primer
(4010)
hilang / berkurang. 2. Fraktur thorak dapat segera membaik 3. Tidak
Perdarahan
dengan
risiko
ketat
terjadinya
perdarahan pada pasien. 2. Catat nilai hemoglobin
terjadi
penurunan kesadaran.
dan hematokrit sebelum dan
sesudah
pasien
kehilangan darah. 3. Pertahankan pasien agar tetap tirah baring jika terjadi perdarahan aktif. 4. Lindungi
pasien
trauma
yang
dari dapat
menimbulkan perdarahan. 5. Instruksikan untuk
pasien
meningkatkan
makanan
yang
kaya
vitamin K. 6. Cegah
konstipasi
(
misalnya
memotivasi
untuk
meningkatkan
asupan
cairan
dan
mengkonsumsi pelunak fese), jika diperlukan. 7. Instruksikan pasien dan keluarga
untuk
memonitor
tanda-tanda
perdarahan
dan
mengambil
tindakan
yang tepat jika terjadi perdarahan
(misalnya
lapor kepada perawat).
DAFTAR PUSTAKA
Brunner, Suddarth. 2015. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol.3. EGC. Jakarta Bulechek, G.(2013). Nursing Intervention Classification (NIC).6th Edition. Missouri:Elseiver Mosby Carpenito, LJ. 2011. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 . Jakarta: EGC Carpenito (2013), Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed. 6, EGC, Jakarta Doenges at al (2015), Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3, EGC, Jakarta Doengoes, M.E., 2010, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta. Heardman. (2011). Diagnosa Keperawatan. Jakarta. EGC Ircham Machfoedz, 2007. Pertolongan Pertama di Rumah, di Tempat Kerja, atau di Perjalanan.
Yogyakarta: Fitramaya
Johnson, M., et all. 2014. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jersey:
Upper Saddle River
Mansjoer, A dkk. 2013. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius Santosa, Budi. 2013. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima
Medika
Smeltzer, S.C., 2013, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta.