LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELITUS
OLEH : RESKY AULIYAH INSANI B 70300116024
CI LAHAN
(
CI INSTITUSI
)
(
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UIN ALAUDDIN MAKASSAR 2019
)
ASUHAN KEPERAWATAN PADA “Tn. A ” DENGAN DIANGNOSA DIABETES MELITUS
OLEH : SUPIANI YAMLEAN 70300116022
CI LAHAN
(
CI INSTITUSI
)
(
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UIN ALAUDDIN MAKASSAR 2019
)
BAB I KONSEP MEDIS A. Definisi Menurut American Diabetes Association (ADA) 2002, diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi dan kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, syaraf, jantung dan pembuluh darah. Penyakit diabetes melitus adalah penyakit metabolik yang berlangsung kronik progresif, dengan gejala hiperglikemi yang disebabkan oleh gangguan sekresi insulin, gangguan kerja insulin, atau keduanya Diabetes melitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. Diabetes Melitus adalah gangguan yang melibatkan metabolisme karbohidrat primer dan ditandai dengan defisiensi (relatif/absolute) dari hormon insulin. Diabetes mellitus merupakan sindrom homeostasis gangguan energi yang disebabkan oleh defisiensi insulin dan mengakibatkan metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak tidak normal. Kelainan ini merupakan gangguan metabolik-endokrin masa anak dan remaja yang paling lazim dengan konsekuensi penting pada perkembangan fisik dan emosi. (Smelltzer, 2001) Diabetes Mellitus (DM) adalah kelainan defisiensi dari insulin dan kehilangan toleransi terhadap glukosa dan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kelainan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia yang disebabkan defisiensi insulin atau akibat kerja insulin yang tidak adekuat. (Behrman,2000) B. Klasifikasi 1. Diabetes Tipe 1 Diabetes tipe 1 adalah salah satu penyakit kronik tersering yang mulai terjadi pada kanak-kanak. Keadaan ini ditandai dengan insulinopenia berat dan ketergantungan pada insulin eksogen untuk mencegah ketosis dan agar tetap hidup; karenanya diabetes ini juga disebut diabetes mellitus tergantung-insulin (IDDMI). Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut, baik melalui proses imunologik atau idiopatik. Sel-sel beta dari pankreas yang
normalnya menghasilkan insulin dihancurkan oleh proses autoimun. Diperlukan suntikan insulin untuk mengontrol kadar gula darah (Behrman, 2000) 2. Diabetes Tipe II Kondisi ini diakibatkan oleh penurunan sensitivitas terhadap insulin (resisten insulin) atau akibat penurunan jumlah pembentukan insulin. Pengobatan pertama adalah dengan diet dan olah raga, jika kenaikan kadar glukosa darah menetap, suplemen dengan preparat hipoglikemik (suntikan insulin dibutuhkan, jika preparat oral tidak dapat mengontrol hiperglikemia).(Smelltzer, 2001) 3. Diabetes Sekunder Subkelas ini terdiri dari berbagai tipe diabetes, Karena bebrapa darinya diketahui ada hubungan etiologi. Contoh termasuk diabetes akibat penyakit eksokrin pankreas, seperti kistik fibrosis; penyakitendokrin selain penyakit pankreas (misalnya, sindrom cushing); dan penelanan obat-obat atau racun tertentu (misalnya rodentisid vacor), sindrom genetik tertentu, yang termasuk sindrom dengan kelainan reseptor insulin, juga dimasukka dalam kategori ini. Untuk semua tipe diabetes, banyak orang percaya bahwa kriteria kadar glukosa darah puasa lebih dari 140 mg/DL terlalu ketat karena pada anak normal, kadar glukosa darahpuasa tidak lebih dari 120 mg/dl. (Behrman, 2000) C. Etiologi 1. Diabetes Tipe 1 Penyebab dasar temuan - temuan klinis awal pada bentuk diabetes dominan ini pada masa anak adalah sekresi insulin yang menurun tajam.. a. Faktor genetik Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe 1 itu sendiri tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik kearah terjadinya diabetes tipe 1. Kecenderungan genetic ini di tentukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA (Human Leukosit Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya.(Rudolph, 2014) b. Faktor imunologi Pada diabetes tipe 1 terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah olah sebagai jaringan asing.(Rudolph, 2014)
c. Faktor lingkungan Lingkungan merupakan faktor pencetus IDDM. Oleh karena itu insiden lebih tinggi atau adanya infeksi virus (dari lingkungan). Virus penyebab DM adalah rubela, mumps, dan human coxsackievirus B4. Melalui mekanisme infeksi sitolitik dalam sel beta, virus ini mengakibatkan destruksi atau perusakan sel. Bisa juga, virus ini menyerang melalui reaksi otoimunitas yang
menyebabkan
hilangnya
otoimun
dalam
sel
beta.Virus
atau
mikroorganisme akan menyerang pulau – pulau langerhans pankreas, yang membuat kehilangan produksi insulin.(Rudolph, 2014) 2. Diabetes tipe II Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, faktor genetic diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Pada pasien dengan DMTII terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara komplek reseptor insuli dengn sistem transport glukosa. Diabetes mellitus tipe II disebut juga diabetes mellitus tidak tergantunginsulin (DMTII) atau non insulin dependen diabetes mellitus (NIDDM) yang merupakan suatu kelompok heeterogen bentuk-bentuk diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai pada orang dewasa, tetapi terkadang dapat timbul pada masa kanakkanak. (Yessi, 2013) D. Patofisiologi Diabetes tipe I. Pada diabetes tipe satu terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat produkasi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Di samping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia posprandial (sesudah makan).(Smelltzer, 2001) Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan di ekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan
cairan berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia).(Smelltzer, 2001) Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan (polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan
dan
glikogenolisis
kelemahan. (pemecahan
Dalam
keadaan
normal
insulin
mengendalikan
glukosa
yang
disimpan)
dan
glukoneogenesis
(pembentukan glukosa baru dari dari asam-asam amino dan substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut akan turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang menggangu keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis yang diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian. Pemberian insulin bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai pemantauan kadar gula darah yang sering merupakan komponen terapi yang penting.(Smelltzer, 2001) Diabetes tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan resptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.(Behrman, 2000) Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas
DM tipe II, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketoik (HHNK).(Behrman, 2000) E. Tanda dan Gejala Pada diabetes melitus tipe 1, yang kebanyakan diderita oleh anak-anak ( diabetes melitus juvenil) mempunyai gambaran lebih akut, lebih berat, tergantung insulin dengan kadar glukosa darah yang labil. Penderita biasanya datang dengan ketoasidosis karena keterlambatan diagnosis. Mayoritas penyandang DM tipe 1 menunjukan gambaran klinik yang klasik seperti: a. Hiperglikemia ( Kadar glukosa darah plasma >200mg/dl ). b. Poliuria (peningkatan pengeluaran urin) Mengapa polyuria ini sering terjadi pada penderita diabetes karena adanya gangguan dalam produksi insulin. Karena titik berat gangguan pada pasie kencing manis adalah gangguan insulin ini. Jika insulin (insulin adalah hormone yang mengendalikan gula darah) tidak ada atau sedikit maka ginjal tidak dapat menyaring glukosa untuk kembali ke dalam darah. Kemudian hal ini akan menyebabkan ginjal menarik tambahan air dari darah untuk menghancurkan glukosa. Hal ii membuat kandung kemih cepat penuh dan hal ini otomatis akan membuat para penderita DM akan sering buang air kecil. Poliuria nokturnal seharusnya menimbulkan kecurigaan adanya DM tipe 1 pada anak. c. Polidipsia (peningkatan rasa haus) Keinginan untuk sering minum karena adanya rasa haus banyak terjadi pada pasien dengan diabetes mellitus ini. Karena adanya gangguan hormon serta juga efek dari banyak kencing, maka penderita akan sering merasakan haus dan ingin sering minum. d. Poliphagia (peningkatan rasa lapar) Pada penderita penyakit diabetes mellitus juga akan merasakan bahwasanya tubuhnya akan sering dan cepat merasa lemah. Hal ini salah satu penyebabnya adalah produksi glukosa terhambat sehingga sel-sel makanan dari glukosa yang harusnya di distribusikan ke semua sel tubuh untuk membuat energy jadi tidak berjalan dengan semestinya dan juga optimal. Karena sel energi tidak mendapat asupan sehingga orang dengan kencing manis akan merasa cepat lelah.
e. Penurunan berat badan , Malaise atau kelemahan f. Glikosuria (kehilangan glukosa dalam urine) g. Ketonemia dan ketonuria Penumpukan asam lemak keton dalam darah dan urine terjadi akibat katabolisme abnormal lemak sebagai sumber energy. Ini dapat mengakibatkan asidosis dan koma.(Yuliani, 2010) h. Mata kabur Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa – sarbitol fruktasi) yang disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan sarbitol dari lensa, sehingga menyebabkan pembentukan katarak. i. Gejala-gejala lainnya dapat berupa muntah-muntah, nafas berbau aseton, nyeri atau kekakuan abdomen dan gangguan kesadaran ( koma ).(Yuliani, 2010) F. Pemeriksaan penunjang 1. Glukosa darah meningkat 200-100 mg/dl atau lebih 2. Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok 3. Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat 4. Osmolalitas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mosm/l 5. Amilase darah : mungkin meningkat yang menindikasikan adanya pankreatitis akut sebagai penyebab dari DKA 6. Gas darah arteri: menunjukkan Ph rendah dan penurunan HCO3 7. Trombosit darah: Ht meningkat (dehidrasi), leukositosis dan hemokonsentrasi merupakan respon terhadap stress atau infeksi. 8. Ureum/kreatinin: mungkin meningkat atau normal 9. Insulin darah: mungkin menurun/ tidak ada (Tipe I) atau normal sampai tinggi (Tipe II) 10. Urine: gula dan aseton positif 11. Kultur dan sensitivitas: kemungkinan adanya ISK, infeksi pernafasan dan infeksi luka. (mubin,2008) G. Penatalaksanaan medis Dalam
jangka
pendek,
penatalaksanaan
DM
bertujuan
untuk
menghilangkan/mengurangi keluhan/gejala DM. Sedangkan untuk tujuan jangka panjangnya adalah mencegah komplikasi. Tujuan tersebut dilaksanakan dengan cara menormalkan kadar glukosa, lipid, dan insulin. Untuk mempermudah tercapainya
tujuan tersebut kegiatan dilaksanakan dalam bentuk pengelolaan pasien secara holistik dan mengajarkan kegiatan mandiri.(Smelltzer, 2001) Tabel Kriteria pengendalian DM. Baik
Sedang
Buruk
- puasa
80-109
110-139
>140
-2 jam
110-159
160-199
>200
HbA1c (%)
4-6
6-8
>8
Kolesterol total (mg/dl)
<200
200-239
>240
- tanpa PJK
<130
130-159
>159
- dengan PJK
<100
11-129
>129
Kolesterol HDL (mg/dl)
>45
35-45
<35
- tanpa PJK
<200
<200-249
>250
- dengan PJK
<150
<150-199
>200
- perempuan
18,9-23,9
23-25
>25 atau <18,5
- laki-laki
20 -24,9
25-27
>27 atau <20
Tekanan darah (mmHg)
<140/90
140-160/90-95
>160/95
Glukosa darah plasma vena (mg/dl)
Kolesterol LDL
Trigliserida (mg/dl)
BMI/IMT
Akan tetapi, perbedaan utama antara penatalaksanaan DM tipe 1 yang mayoritas diderita anak dibanding DM tipe 2 adalah kebutuhan mutlak insulin. Terapi DM tipe 1 lebih tertuju pada pemberian injeksi insulin. Penatalaksanaan DM tipe 1 menurut Sperling dibagi dalam 3 fase yaitu : 1.
Fase akut/ketoasidosi koma dan dehidrasi dengan pemberian cairan, memperbaiki keseimbangan asam basa,
2.
elektrolit dan pemakaian insulin.
Fase subakut/ transisi Bertujuan mengobati faktor-faktor pencetus, misalnya infeksi, dll, stabilisasi penyakit
dengan insulin, menyusun pola diet, dan penyuluhan kepada
penyandang DM/keluarga mengenai pentignya pemantauan penyakitnya secara
teratur dengan
pemantauan glukosa darah, urin, pemakaian insulin dan
komplikasinya serta perencanaan diet dan latihan jasmani.(Rudolph, 2014) 3.
Fase pemeliharaan Pada fase ini tujuan utamanya ialah untuk mempertahankan status metabolik dalam batas normal serta mencegah terjadinya komplikasi
Untuk itu WHO mengemukakan beberapa sasaran yang ingin dicapai dalam penatalaksanaan penyandang DM tipe 1, diantaranya : 1. Bebas dari gejala penyakit 2. Dapat menikmati kehidupan sosial sepenuhnya. 3. Dapat terhindar dari komplikasi penyakitnya Pada anak, ada beberapa tujuan khusus dalam penatalaksanaannya, yaitu diusahakan supaya anak-anak : 1. Dapat tumbuh dan berkembang secara optimal 2. Mengalami perkembangan emosional yang normal 3. Mampu mempertahankan kadar glukosuria atau kadar glukosa darah serendah mungkin tanpa menimbulkan gejala hipoglikemia 4. Tidak absen dari sekolah akibat penyakit dan mampu berpartisipasi dalam kegiatan fisik maupun sosial yang ada 5. Penyakitnya tidak dimanipulasi oleh penyandang DM, keluarga, maupun oleh lingkungan 6. Mampu memberikan tanggung jawab kepada penyandang DM untuk mengurus dirinya sendiri sesuai dengan taraf usia dan intelegensinya(Rudolph, 2014) Diabetes Mellitus jika tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan berbagai penyakit dan diperlukan kerjasama semua pihak ditingkat pelayanan kesehatan. Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan berbagai usaha dan akan diuraikan sebagai berikut: a. Pemberian insulin Diabetes tipe 1 mutlak membutuhkan insulin karena pankreas tidak dapat memproduksi hormon insulin. Maka pasien harus mendapatkan terapi insulin untuk mengatasi glukosa darah yang tinggi. Tujuan terapi insulin ini terutama untuk : 1. Mempertahankan glukosa darah dalam kadar yang normal atau mendekati normal. 2. Menghambat kemungkinan timbulnya komplikasi kronis pada diabetes.(Rudolph, 2014)
b. Terapi Pompa Insulin pada pasien Diabetes Melitus Tipe 1 Pompa insulin merupakan suatu alat yang tampak seperti pager yang digunakan untuk mengelola masuknya insulin ke dalam tubuh pasien diabetes. Sebuah pompa insulin terdiri dari sebuah tabung kecil (Syringe) yang berisikan insulin dan microcomputer yang membantu pasien untuk menentukan berapa banyak insulin yang diperlukan. Insulin dipompakan melalui selang infus yang terpasang dengan sebuah tube plastic ramping yang disebut cannula, yang dipasang pada kulit subkutan perut pasien. Selang infus harus diganti secara teratur setiap minggunya. Di Indonesia, alat ini masih jarang digunakan walaupun sudah ada distributornya. Akan tetapi di negara lain seperti Amerika, penggunaan alat ini kini menjadi favorit pasien diabetes karena keefektifan penggunaanya. Indikasi penggunaan terapi insulin harus memenuhi kriteria di bawah ini : 1. Menggunakan insulin lebih dari 3 kali sehari 2. Kadar glukosa darah sering tidak teratur 3. Lelah menggunakan terapi injeksi insulin 4. Ingin mengurangi resiko hipoglikemi 5. Ingin mengurangi resiko komplikasi yang berkelanjutan 6. Ingin lebih bebas beraktifitas dan gaya hidup yang lebih fleksibel(Rudolph, 2014) Ketika seseorang memutuskan untuk menggunakan terapi pompa insulin, ada beberapa hal yang harus diperhatikan yakni : 1. Mengecek kadar glukosa darah ( setidaknya 4 hari sekali, sebelum makan) untuk mengetahui berapa dosis insulin yang diperlukan untuk mengontrol kadar glukosa darah tubuh 2. Mulai memahami makanan yang anda makan. Apakah makanan tersebut membuat kadar glukosa darah tinggi atau tidak. 3. Perhatikan secara teratur ( setiap setelah makan) pompa insulin untuk meminimalisir kerusakan.(Rudolph, 2014)
Menurut studi yang dilakukan National Institute of Health selama 10 tahun terhadap 1000 penderita diabetes melitus tipe 1, didapatkan bahwa penggunaan terapi insulin yang intensif, seperti contohnya menggunakan pompa insulin, dapat mengurangi komplikasi diabetes secara efektif. Studi ini menunjukan bahwa terapi insulin intensif mengurangi komplikasi kebutaan 76 %, mengurangi komplikasi amputasi 60 % dan mengurangi resiko terkena penyakit ginjal 54 %. Terapi pompa insulin atau yang dikenal dengan
sebutan Continuous Subcutaneous Insulin Infusion (CSII) merupakan terapi yang paling menyerupai metode fisiologi tranfer insulin ke dalam tubuh. Insulin yang dipergunakan dalam pompa insulin adalah insulin “prandial” (short atau rapid acting insulin), sehingga dosis basal akan tertutupi oleh dosis prandial “bolus” yang diberikan secara intensif selama 24 jam. H. Penatalaksanaan non medis a. Perencanaan Makanan. Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat, protein dan lemak yang sesuai dengan kecukupan gizi baik yaitu : 1. Karbohidrat sebanyak
60 – 70 %
2. Protein sebanyak
10 – 15 %
3. Lemak sebanyak
20 – 25 %
b. Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut dan kegiatan jasmani. Untuk kepentingan klinik praktis, penentuan jumlah kalori dipakai rumus Broca yaitu Barat Badan Ideal = (TB-100)-10%, sehingga didapatkan = 1. Berat badan kurang = < 90% dari BB Ideal 2. Berat badan normal = 90-110% dari BB Ideal 3. Berat badan lebih = 110-120% dari BB Ideal 4. Gemuk = > 120% dari BB Ideal. Jumlah kalori yang diperlukan dihitung dari BB Ideal dikali kelebihan kalori basal yaitu untuk laki-laki 30 kkal/kg BB, dan wanita 25 kkal/kg BB, kemudian ditambah untuk kebutuhan kalori aktivitas (10-30% untuk pekerja berat). Koreksi status gizi (gemuk dikurangi, kurus ditambah) dan kalori untuk menghadapi stress akut sesuai dengan kebutuhan. Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut diatas dibagi dalam beberapa porsi yaitu 1. Makanan pagi sebanyak 20% 2. Makanan siang sebanyak 30% 3. Makanan sore sebanyak
25%
4. 2-3 porsi makanan ringan sebanyak 10-15 % diantaranya.(Behrman, 2000) c. Latihan Jasmani Dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang lebih 30 menit yang disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penyakit penyerta. Sebagai contoh olah raga ringan adalah berjalan kaki biasa selama 30 menit, olehraga sedang berjalan cepat selama 20 menit dan olah raga berat jogging.(Smelltzer, 2001)
d. Edukasi Penyuluhan untuk merancanakan pengelolaan sangat penting untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Edukator bagi pasien diabetes yaitu pendidikan dan pelatihan mengenai pengetahuan dan keterampilan yang bertujuan menunjang perubahan perilaku untuk meningkatkan pemahaman pasien akan penyakitnya, yang diperlukan untuk mencapai keadaan sehat yang optimal. Penyesuaian keadaan psikologik kualifas hidup yang lebih baik. Edukasi merupakan bagian integral dari asuhan keperawatan diabetes (Bare & Suzanne, 2002)
BAB II KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian 1. Identitas. Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku/bangsa,dll 2. Riwayat Keperawatan a. Keluhan utama Polifagi, Poliuria, Polidipsi, penurunan berat badan, frekuensi minum dan berkemih. Peningkatan nafsu makan, penururan tingkat kesadaran, perubahan perilaku. b. Riwayat penyakit sekarang. Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat terapi insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya. c. Riwayat penyakit dahulu. Diduga diabetes tipe 1 disebabkan oleh infeksi atau toksin lingkungan seperti oleh virus penyakit gondok (mumps) dan virus coxsackie B4, oleh agen kimia yang bersifat toksik, atau oleh sitotoksin perusak dan antibodi. d. Riwayat kesehatan keluarga. Terutama yang berkaitan dengan anggota keluarga lain yang menderita diabetes melitus. Tingkat pengetahuan keluarga tentang penyakit diabetes melitus.Pengalaman keluarga dalam menangani penyakit diabetes melitus. Kesiapan/kemauan keluarga untuk belajar merawat anaknya. Koping keluarga dan tingkat kecemasan. e. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan. Usia, tingkat perkembangan,toleransi / kemampuan memahami tindakan, koping, pengalaman berpisah dari keluarga / orang tua(Yuliani, 2010) 3. Pemeriksaan fisik a. Aktivitas / istrahat. Lemah, letih, susah bergerak / susah berjalan, kram otot, tonus otot menurun. Tachicardi, tachipnea pada keadaan istrahat/daya aktivitas.Letargi / disorientasi, koma. b. Sirkulasi Adanya riwayat hipertensi : infark miokard akut, kesemutan pada ekstremitas dan tachicardia. Perubahan tekanan darah postural : hipertensi, nadi yang menurun /
tidak ada. Disritmia, krekel : DVJ. ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi, perubahantekanan darah c. Pernapasan Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / tidak) d. Neurosensori Pusing / pening, gangguan penglihatan, disorientasi : mengantuk, lifargi, stuport / koma (tahap lanjut). Sakit kepala, kesemutan, kelemahan pada otot, parestesia, gangguan penglihatan, gangguan memori (baru, masa lalu) : kacau mental, refleks fendo dalam (RTD) menurun (koma), aktifitas kejang. e. Nyeri / Kenyamanan Gejala : Abdomen yang tegang / nyeri (sedang berat), wajah meringis dengan palpitasi : tampak sangat berhati – hati. f. Keamanan Kulit kering, gatal : ulkus kulit, demam diaporesis. g. Eliminasi Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare Urine encer, pucat, kuning, poliuria (dapat berkembang menjadi oliguria / anuria jika terjadi hipololemia barat). Abdomen keras, bising usus lemah dan menurun : hiperaktif (diare). h. Integritas Ego Stress, ansietas i. Makanan / Cairan Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan, haus, penggunaan diuretik. 4. Psikososial Dapat menyelesaikan tugas – tugasnya sampai menghasilkan sesuatu, belajar bersaing dan koperatif dengan orang lain(Yuliani, 2010) B. Diagnosa Keperawatan 1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan keseimbangan insulin, makanan, dan aktivitas jasmani 2. Resiko ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan gejala polyuria dan dehidrasi 3. Devisit volume cairan berhubungan dengan polyuria 4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik, ketidak seimbangan suplay dan kebutuhan O2.
C. Intervesi Keperawatan No
Diangnosa
Rencana tidakan keperawatan Tujuan & criteria
Intervensi
Rasional
hasil 1.
Ketidakseimbangan nutrisi
kurang
kebutuhan berhubungan gangguan
Tujuan :
1.
kolaborasi 1. sangat bermanfaat
dari Setalah dilakuakan dengan tubuh asuhan
ahli
gizi dalam perhitungan dan
untuk menentukan penyesuaian diet utuk
dengan keperawatan
jumlah kalori dan memenuhi
Diharapkan
nutrisi
kebutuhan
yang pasien
keseimbangan insulin, peningkatan berat dibutuhkan pasien
2. mengkaji pemasukan
makanan, dan aktivitas badan hasil dari 2. monitor adanya makanan yang adekuat jasmani
pemenuhan nutrisi penurunan sesuai kebutuhan
badan
Kriteria hasil :
3.
1
dapat kerja
adanya dengan
sesuai untuk
dengan tujuan
insulin
sama glukosa
Tidak penurunan
darah
dan
pemberian 4. kepatuhan dalam diet dan
diet dapat
memperbaiki
metabolisme dan status
4. anjurkan pasien kesehatan klien
3 tidak ada tanda untuk tanda malnutrisi
menurunkan
lain metabolisme klien
2. mengidentifikasi diabetic kebutuhan nutrisi
insulin
tim memperbaiki
peningkatan berat kesehatan badan
berat 3.pemberian
mematuhi
diet yang telah di
terjadi programkan berat
badan tak berarti 2.
Resiko
Tujuan: Setelah diberikan ketidakseimbangan asuhan cairan dan elektrolit keperawatan berhubungan dengan diharapkan menunjukkan gejala polyuria dan hidrasi adekuat Kriteria hasil : dehidrasi 1.Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ
1. pertahankan catatan intke dan output yang akurat 2. kaji nafi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran 3. monitor vital sign 4. kolaborasi pemberian cairan IV
1. Membantu memperkirakan kekurangan volume total 2. Merupakan indicator tingkat dehidrasi 3. Hypovolemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardi 4. Mempertahankan hidrasi/volume
urin normal, HT normal 2.Tekanan darah , nadi dan suhu tubuh dalam batas normal 3. Tidal ada tanda dEHidrasi, elastisitas turgor, kulit baik, membrane mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan
5.
Tingkatkan sirkulasi lingkungan yang 5. Menghindari dapat menimbulkan pemanasan yang rasa nyaman. berlebihan akan Selimuti klien menimbulkan dengan selimut tipis kehilangan cairan
3.
Devisit volume cairan Tujuan : berhubungan
1.
kaji
pola 1.
mengidentifikasi
dengan Setelah
berikan berkemih
seperti fungsi kandung kemih
asuhan
frekuensi
dan misalnya pengosongan
keperawatan
jumlahnya.
polyuria
kandung kemih, fungsi
diharapkan
pola Bandingkan
eliminasi
urin keluaran
normal, normal
ginjal
dan
urin keseimbangan cairan
input masukan cairan dan 2. disfungsi kandung catat
berat
jenis kemih
urin
bervariasi,
ketidakmampuan
a.2. palpasi adanya berhubungan distensi
kandung hilangnya
kemih
kontraksi
dan kandung kemih untuk
observasi
merilekskan
pengeluaran cairan
urinarius
3. anjurkan pasien 3. untuk
dengan
minum
masukan
sfingter
membantu
/ mempertahankan
cairan fungsi ginjal, mencegah
termasuk juice yang infeksi
dan
mengandung asam pembentukan batu askorbat
4.
4.
berikan lingkungan asam dan
pengobatan indikasi
mempertahankan
sesuai menghambat
seperti
: pertumbuhan bakteri
vitamin dan atau antiseptic urinarius 4. Intoleransi
aktivitas
pasien
lebih
: pasien pasien tentang kooperatif dapat mentoleransi kelemahan fisik, ketidak aktivitas yang biasa tindakan yang 2. Pemenuhan seimbangan suplay dan dilakukan. akan dilakukan kebutuhan perawatan Kriteria hasil: kebutuhan O2. 2. Berikan bantuan diri pasien tanpa 1. Pasien mengungkapkan dalam aktivitas mempengaruhi stress tidak sesak nafas perawatan diri miokard (peningkatan saat melakukan aktivitas sesuai indikasi, kebutuhan oksigen 2. Pasien mampu
berhubungan
dengan Tujuan
b. 1. Jelaskan kepada 1. Agar
melakukan selingi periode yang berlebihan aktivitas aktivitas dengan 3. Peningkatan bertahap perawatn diri 3. Pasien tidak istirahat pada aktivitas terlihat menghindari kerja kelelahan/sesak 3. Ajarkan aktivitas napas pada saat secra bertahap jantung atau melakukan 4. Observasi konsumsi oksigen aktivitas
peningkatan
berlebih.
intoleransi
dan perbaikan fungsi
aktivitas
jantung
5. Catat
respon
Penguatan
dibawah
stress, bila disfungsi
kardiopulmunal
jantung tidak dapat
terhadap
baik kembali
aktivitas,
catat 4. Dapat
menunjukkan
takikardi,
peningkatan
distritmia,
dekompensasi jantung
dyspnea,
dari pada kelebihan
berkeringat,
aktivitas
pucat
5. Penurunan
6. Observasi
tand
atau
ketidakmampuan
vital
sebelum
miokardium
dan
sesudah
meningkatkan volume
aktivitas, khususnya
untuk
sekuncup bila
selama
aktivitas
dapat
pasien
menyebabkan
menggunakan
peningkatan
vasodilator,
frekuensi jantung
diuretic
6. hipotensi
segera
ortostatik
dapat terjadi dengan aktivitas karena efek obat
(vasodilatasi),
perpindahan
cairan
atau pengaruh fungsi jantung.
D. Evaluasi Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan atau intervensi keperawatan ditetapkan (Brooker, 2001). Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan diabetes mellitus adalah : 1. Kondisi tubuh stabil, tanda-tanda vital, turgor kulit, normal. 2. Berat badan dapat meningkat dengan nilai laboratorium normal dan tidak ada tandatanda malnutrisi. 3.
Infeksi tidak terjadi
4. Rasa lelah berkurang/Penurunan rasa lelah 5. Pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek prosedur dan proses pengobatan.
DAFTAR PUSTAKA Mubin, Halim.2008.Panduan praktis ilmu Penyakit Dalam Diagnosis dan Terapi. Jakarta:EGC Behrman. (2000). Nelson Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15 Vol 3. jakarta: EGC. Rudolph. (2014). Buku Ajar Pediatri Rudolph. jakarta: EGC. Smelltzer, suzanne. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Vol.2 Edisi 8. Jakarta: EGC. Yessi, A. &. (2013). Keperawatan Medikal Bedah. jakarta: nuha medika. Yuliani, S. &. (2010). Asuhan Keperawatan Pada Anak. jakarta: sagung seto.