LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASKEP GAWAT DARURAT PADA ANAK DENGAN ASMA BRONKHIAL
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Elektif Dosen Pengampu Zaenal Amirudin, S.Kep, Ns, M.Kes DI SUSUN OLEH KELOMPOK 5 : 1. Dwi Octaviani 2. Dyah Retno U. 3. Dewi Rosawati 4. Uswatun Chasanah 5. Ulfatul Vaisyah 6. Nur Susiyamti N. 7. Rizky Dian C. 8. Reno Fandany S.V 9. Nadya Wahyu K. 10. Naufal Ghozy 11. Selly Kusumawardani
(P1337420316043) (P1337420316044) (P1337420316045) (P1337420316046) (P1337420316047) (P1337420316048) (P1337420316049) (P1337420316050) (P1337420316051) (P1337420316052) (P1337420316055)
3 REGULER A
POLTEKKES KEMENKES SEMARANG PRODI DIII KEPERAWATAN PEKALONGAN 2018 Kata Pengantar
1
Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat & hidayah-Nya kepada hambanya telah mampu menyelesaikan makalah yang berjudul “Laporan Pendahuluan Dan Askep Gawat Darurat pada anak dengan asma bronkial ”. Dalam menulis makalah ini, alhamdulillah tim kelompok kami tidak mendapat kendala, sehingga dapat menyelesaikannya dengan baik. Selain itu tim kelompok juga mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah bekerjasama dengan baik sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Di sini saya juga sampaikan, jika dalam penulisan makalah ini terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan harapan, untuk itu penulis dengan senang hati menerima masukan, kritikan, & saran dari pembaca yang sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga apa yang di harapkan penulis dapat di capai dengan sempurna, Amin.
Pekalongan, 3 September 2018
Tim Kelompok
2
Daftar Isi Halaman Judul....................................................................................................... Kata Pengantar...................................................................................................... Daftar Isi ............................................................................................................. BAB I Pendahuluan 1. Latar Belakang ...................................................................................... 1 2. Rumusan Masalah ............................................................................... 1 3. Tujuan .................................................................................................... 1 4. Manfaat Penulisan ................................................................................. 1 5. Metode Penulisan ................................................................................. 1 6. Sumber Data ........................................................................................... 1 BAB II ISI 1. Definisi Asma........................................................................................ 2. Anatomi fisiologi .................................................................................. 3. Etiologi Asma ....................................................................................... 4. Patofisiologi Asma................................................................................ 5. Pathway Asma ..................................................................................... 6. Manifestasi klinik Asma....................................................................... 7. Penatalaksanaan Asma .......................................................................... 8. Komplikasi Asma................................................................................. 9. Konsep Asuhan keperawatan pasien Asma......................................... 10. Standar Operasional Prosedur ............................................................ BAB IV Penutup 1. Simpulan .. ........................................................................................... 2. DaftarPustaka.......................................................................................
3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Asma merupakan salah satu penyakit kronik yang tersebar di seluruh belahan dunia dan sejak 20 tahun terakhir prevalensinya semakin meningkat pada anak-anak baik di negara maju maupun di negara berkembang. Peningkatan tersebut diduga berkaitan dengan pola hidup yang berubah dan peran faktor lingkungan terutama polusi baik indoor maupun outdoor. Prevalensi asma pada anak berkisar antara 230% . Di indonesia, prevalensi asma pada anak sekitar 10% pada usia sekolah dasar dan sekitar 6,5% pada usia sekolah menengah pertama. Patogenesis asma berkembang dengan pesat, pada awal tahun 60-an, brokokontriksi merupakan dasar patogenesis asma, kemudian pada 70-an berkembang menjadi proses inflamsi kronis, sedangkan tahun 90-an selain inflamasi juga disertai adanya remodelling. Berkembangnya patogenesis tersebut berdampak pada tatalaksana asma secara mendasar, sehingga berbagai upaya telah dilakukan untuk mengatasi asma. Pada
awalnya
pengobatan
hanya
diarahkan
untuk
mengatasi
bronkokonstriksi dengan pemberian bronkodilator, kemudian berkembang dengan antiinflamasi sehingga obat antiinflamasi dianjurkan diberikan pada asma, kecuali pada asma yang sangat ringan. Pengetahuan mengenai definisi, cara mendiagnosis, pencetus, patogenesis dan tatalaksana yang tepat dapat mengurangi kesalahan berupa underdiagnosis dan overtreatment serta overdignosis dan undertreatment pada pasien. Sehingga diharapkan dapat mempengaruhikualitas hidup anak dan keluarganya serta mengurangi biaya pelayanan kesehatan yang benar
B. Rumusan Masalah a. Apa yang dimaksud dengan asma? b. Bagaimana Anatomi fisiologi sistem pernafasan? c. Bagaimana etiologi asma? d. Bagaimana Patofisiologi Asma ? e. Bagaimana Pathway Asma? f. Apa saja Manifestasi klinik Asma? 4
g. Bagaimana Penatalaksanaan Asma? h. Bagaimana Komplikasi Asma? i. Bagaimana Konsep Asuhan keperawatan pasien Asma?
C. Tujuan Makalah ini dimasukkan sebagai pedoman, agar mahasiswa mengetahui : a.
Apa yang dimaksud dengan asma
b. Bagaimana Anatomi fisiologi sistem pernafasan c. Bagaimana etiologi asma d. Bagaimana Patofisiologi Asma e. Bagaimana Pathway Asma f. Apa saja Manifestasi klinik Asma g. Bagaimana Penatalaksanaan Asma h.
Bagaimana Komplikasi Asma
i. Bagaimana Konsep Asuhan keperawatan pasien Asma
D. Manfaat Penulisan a.
Bagi penyusun : Untuk menambah pengetahuan tentang kasus Asma Pada anak
b.
Bagi kampus : Sebagai bahan pelajaran tambahan bagi mahasiswa dan sebagai tolak ukur kemampuan mahasiswa membuat sebuah makalah.
c.
Bagi masyarakat: Memberikan informasi tentang kasus Asma pada anak
E. Metode Penulisan Adapun metode yang kami gunakan dalam makalah ini adalah metode studi pustaka dan internet, yaitu cara pengumpulan data dengan membaca buku-buku dan berbagai literatur lain yang berkaitan dengan permasalahan.
F. Sumber Data Dalam karya tulis ini, kami memperoleh data dengan cara membaca buku – buku dan dan mencari bahan dari sumber lain yang berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas. 5
BAB II ISI
A. DEFINISI
Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan brokhi berespon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu (Smeltzer & Bare, 2002). Asma adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan napas yang luas dan derajatnya dapat berubah- ubah, baik secara spontan maupun sebagai hasil pengobatan (Muttaqin,2008). Asma adalah wheezing berulang dan atau batuk persisten dalam keadaan dimana asma adalah yang paling mungkin, sedangkan sebab lain yang lebih jarang telah disingkirkan (Mansjoer, 2008). Asma adalah suatu penyakit yang dicirikan oleh hipersensitivitas cabang Cabang trakeobronkhial terhadap berbagai jenis rangsangan (Pierce, 2007). Asma Bronkhial adalah penyakit pernafasan objektif yang ditandai oleh spasme akut otot polos bronkus. Hal ini menyebabkan obstruksi aliran udara dan penurunan ventilasi alveolus (Elizabeth, 2000). Berdasarkan beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa Asma merupakan penyempitan jalan napas yang disebabkan karena hipersensitivitas cabang-cabang trakeobronkhial terhadap stimuli tertentu. Sedangkan
Asma
Bronkhial merupakan suatu penyakit gangguan jalan nafas obstruktif yang bersifat reversible, ditandai dengan terjadinya penyempitan bronkus, reaksi obstruksi akibat spasme otot polos bronkus, obstruksi aliran udara, dan penurunan ventilasi alveoulus dengan suatu keadaan hiperaktivitas bronkus yang khas. 6
B. ANATOMI FISIOLOGI 1. Anatomi fisiologi sistem pernapasan
Gambar 1 Anatomi sistem pernapasan
Gambar 2 Anatomi keadaan normal dan Asma Bronkhial Organ pernapasan a. Hidung Hidung atau naso atau
nasal merupakan saluran udara
yang
pertama, mempunyai dua lubang (kavum nasi), dipisahkan oleh sekat hidung (septum nasi). Di dalamnya terdapat bulu-bulu yang berguna untuk menyaring udara, debu, dan kotoran yang masuk ke dalam lubang hidung.
7
b. Faring Faring atau tekak merupakan tempat persimpangan antara jalan pernapasan dan jalan makanan, terdapat di bawah dasar tengkorak, di belakang rongga hidung, dan mulut sebelah depan ruas tulang leher. Hubungan faring dengan organ-organ lain adalah ke atas berhubungan dengan rongga hidung, dengan perantaraan lubang yang bernama koana, ke depan berhubungan dengan rongga mulut, tempat hubungan ini bernama istmus fausium, ke bawah terdapat 2 lubang (ke depan lubang laring dan ke belakang lubang esofagus). c. Laring Laring atau pangkal tenggorokan merupakan saluran udara dan bertindak sebagai pembentukan suara, terletak di depan bagian faring sampai ketinggian vertebra servikal dan masuk ke dalam trakhea di bawahnya. Pangkal tenggorokan itu dapat ditutup oleh sebuah empang tenggorokan yang biasanya disebut epiglotis, yang terdiri dari tulangtulang rawan yang berfungsi pada waktu kita menelan makanan menutupi laring. d. Trakea Trakea atau batang tenggorokan merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16 sampai 20 cincin yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berbentuk seperti kuku kuda (huruf C) sebelah dalam diliputi oleh selaput lendir yang berbulu getar yang disebut sel bersilia, hanya bergerak ke arah luar. Panjang trakea 9 sampai 11 cm dan di belakang terdiri dari jarigan ikat yang dilapisi oleh otot polos.
8
e. Bronkus Bronkus atau cabang tenggorokan merupakan lanjutan dari trakea, ada 2 buah yang terdapat pada ketinggian vertebra torakalis IV dan V, mempunyai struktur serupa dengan trakea dan dilapisi oleh jenis set yang sama. Bronkus itu berjalan ke bawah dan ke samping ke arah tampuk paru-paru.Bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar dari pada bronkus kiri, terdiri dari 6-8 cincin, mempunyai 3 cabang. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih ramping dari yang kanan, terdiri dari 9-12 cincin mempunyai 2 cabang.Bronkus bercabang-cabang, cabang yang lebih kecil disebut bronkiolus (bronkioli). Pada bronkioli tidak terdapat cincin lagi, dan
pada
ujung
bronkioli
terdapat gelembung paru atau gelembung
hawa atau alveoli. f.
Paru-paru Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung (gelembung hawa atau alveoli). Gelembug alveoli ini terdiri dari sel-sel epitel dan endotel. Jika dibentangkan luas permukaannya kurang lebih 90 m². Pada lapisan ini terjadi pertukaran udara, O2 masuk ke dalam darah dan CO2 dikeluarkan dari darah. Banyaknya gelembung paru-paru ini kurang lebih 700.000.000 buah (paru-paru kiri dan kanan) Paru-paru dibagi dua yaitu paru-paru kanan, terdiri dari 3 lobus (belahan paru), lobus pulmo dekstra superior, lobus media, dan lobus inferior. Tiap lobus tersusun oleh lobulus. Paru-paru kiri, terdiri dari pulmo sinistra lobus superior dan lobus inferior. Tiap-tiap lobus terdiri dari belahan yang kecil bernama segmen. Paru-paru kiri mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus superior, dan 5 buah 9
segmen pada inferior. Paru-paru kanan mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus superior, 2 buah segmen pada lobus medialis, dan 3 buah segmen pada lobus inferior. Tiap-tiap segmen ini masih terbagi lagi menjadi belahan-belahan yang bernama lobulus. Di antara lobulus satu dengan yang lainnya dibatasi oleh jaringan ikat yang berisi pembuluh darah getah bening dan saraf, dan tiap lobulus terdapat sebuah bronkiolus. Di dalam lobulus, bronkiolus ini
bercabang-
cabang banyak sekali, cabang ini disebut duktus alveolus. Tiap duktus alveolus berakhir pada alveolus yang diameternya antara 0,2-0,3 mm. Letak paru-paru di rongga dada datarannya menghadap ke tengah rongga dada atau kavum mediastinum. Pada bagian tengah terdapat tampuk paru-paru atau hilus. Pada mediastinum depan terletak jantung. Paru-paru dibungkus oleh selaput yang bernama pleura. Pleura dibagi menjadi 2 yaitu, yang pertama pleura visceral (selaput dada pembungkus) yaitu selaput paru yang langsung membungkus paruparu. Kedua pleura parietal yaitu selaput yang melapisi rongga dada sebelah luar. Antara keadaan normal, kavum pleura ini vakum (hampa) sehingga paru-paru dapat berkembang kempis dan juga terdapat sedikit cairan (eksudat) yang berguna untuk meminyaki permukaanya (pleura), menghindarkan gesekan antara paru-paru dan dinding dada sewaktu ada gerakan bernapas. Proses terjadi pernapasan
10
Gambar 3 Proses pernapasan
11
Pernapasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung oksigen serta menghembuskan udara yang banyak mengandung karbondioksida sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh. Penghisapan udara ini disebut inspirasi dan menghembuskan disebut ekspirasi. Jadi, dalam paru-paru terjadi pertukaran zat antara oksigen yang ditarik dan udara masuk kedalam darah dan CO2 dikeluarkan dari darah secara osmosis. Kemudian CO2 dikeluarkan melalui traktus respiratorius (jalan pernapasan) dan masuk kedalam tubuh melalui kapiler-kapiler vena pulmonalis kemudian massuk ke serambi kiri jantung (atrium sinistra) menuju ke aorta kemudian ke seluruh tubuh (jaringan-jaringan dan selsel), di sini terjadi oksidasi (pembakaran). Sebagai sisa dari pembakaran adalah CO2 dan dikeluarkan melalui peredaran darah vena masuk ke jantung (serambi kanan atau atrium dekstra) menuju ke bilik kanan (ventrikel dekstra) dan dari sini keluar melalui arteri pulmonalis ke jaringan paruparu. Akhirnya dikeluarkan menembus lapisan epitel dari alveoli. Proses pengeluaran CO2 ini adalah sebagian dari sisa metabolisme, sedangkan sisa dari metabolisme lainnya akan dikeluarkan melalui traktus urogenitalis dan kulit. Setelah udara dari luar diproses, di dalam hidung masih terjadi perjalanan panjang menuju paru-paru (sampai alveoli). Pada laring terdapat epiglotis yang berguna untuk menutup laring sewaktu menelan, sehingga makanan tidak masuk ke trakhea, sedangkan waktu bernapas epiglotis terbuka, begitu seterusnya. Jika makanan masuk ke dalam laring,
12
maka akan mendapat serangan batuk, hal tersebut untuk mencoba mengeluarkan makanan tersebt dari laring. Terbagi dalam 2 bagian yaitu inspirasi (menarik napas) dan ekspirasi (menghembuskan napas). Bernapas berarti melakukan inpirasi dan eskpirasi secara bergantian, teratur, berirama, dan terus menerus. Bernapas merupakan gerak refleks yang terjadi pada otot-otot pernapasan. Refleks bernapas ini diatur oleh pusat pernapasan yang terletak di dalam sumsum penyambung (medulla oblongata). Oleh karena seseorang dapat menahan, memperlambat, atau mempercepat napasnya, ini berarti bahwa refleks bernapas juga dibawah pengaruh korteks serebri. Pusat pernapasan sangat peka terhadap kelebihan kadar CO2 dalam darah dan kekurangan dalam darah. Inspirai terjadi bila muskulus diafragma telah mendapat rangsangan dari nervus frenikus lalu mengerut datar. Muskulus interkostalis yang letaknya miring, setelah ,mendapat rangsangan kemudian mengerut dan tulang iga (kosta) menjadi datar. Dengan demikian jarak antara sternum (tulang dada) dan vertebra semakin luas dan melebar. Rongga dada membesar maka pleura akan tertarik, yang menarik paru-paru sehingga tekanan udara di dalamnya berkurang dan masuklah udara dari luar. Ekspirasi, pada suatu saat otot-otot akan kendor lagi (diafragma akan menjadi cekung, muskulus interkostalis miring lagi) dan dengan demikian rongga dan dengan demikian rongga dada menjadi kecil kembali, maka udara didorong keluar. Jadi proses respirasi atau
13
pernapasan ini terjadi karena adanya perbedaan tekanan antara rongga pleura dan paru-paru. Pernapasan dada, pada waktu seseorang bernapas, rangka dada terbesar bergerak, pernapasan ini dinamakan pernapasan dada. Ini terdapat pada rangka dada yang lunak, yaitu pada orang-orang muda dan pada perempuan. Pernapasan perut, jika pada waktu bernapas diafragma turun naik, maka ini dinamakan pernapasan perut. Kebanyakan pada orang tua, Karena tulang rawannya tidak begitu lembek dan bingkas lagi yang disebabkan oleh banyak zat kapur yang mengendap di dalamnya dan banyak ditemukan pada laki-laki. 2. Fisiologi sistem pernapasan Oksigen dalam tubuh dapat diatur menurut keperluan. Manusia sangat membutukan okigen dalam hidupnya, kalau tidak mendapatkan oksigen selama 4 menit akan mengakibatkan kerusakan pada otak yang tidak dapat diperbaiki lagidan bisa menimbulkan kematian. Kalau penyediaan oksigen berkurang akan menimbulkan kacau pikiran dan anoksia serebralis. a. Pernapaan paru Pernapasan paru adalah pertukaran oksigen dan karbondioksida yang terjadi pada paru-paru. Pernapasan melalui paru-paru atau pernapasan eksterna, oksigen diambil melalui mulut dan hidung pada waktu bernapas yang oksigen masuk melalui trakea sampai ke alveoli
14
berhubungan dengan darah dalam kapiler pulmonar. Alveoli memisahkan okigen dari darah, oksigen menembus membran, diambil oleh sel darah merah dibawa ke jantung dan dari jantung dipompakan ke seluruh tubuh. Di dalam paru-paru karbondioksida merupakan hasil buangan yang menembus membran alveoli. Dari kapiler darah dikeluarkan melalui pipa bronkus berakhir sampai pada mulut dan hidung. Empat proses yang berhubungan dengan pernapasan pulmoner : 1) Ventilasi pulmoner, gerakan pernapasan yang menukar udara dalam alveoli dengan udara luar. 2) Arus darah melalui paru-paru, darah mengandung oksigen masuk ke seluruh tubuh, karbondioksida dari seluruh tubuh masuk ke paru-paru. 3) Distribusi arus udara dan arus darah sedemikian rupa dengan jumlah yang tepat, yang bisa dicapai untuk semua bagian. 4) Difusi
gas
yang
menembus
membran
alveoli
dan
kapiler
karbondioksida lebih mudah berdifusi dari pada oksigen. Proses pertukaran oksigen dan karbondioksida terjadi ketika konsentrasi dalam darah mempengaruhi dan merangsang pusat pernapasan terdapat dalam otak untuk memperbesar kecepatan dalam pernapasan, sehingga terjadi pengambilan O2 dan pengeluaran CO2 lebih banyak. Darah merah (hemoglobin) yang banyak mengandunng oksigen dari seluruh tubuh masuk ke dalam jaringan, mengambil karbondioksida untuk dibawa ke paru-paru dan di paru-paru terjadi pernapasan eksterna.
15
b. Pernapasan sel Transpor gas paru-paru dan jaringan Selisih tekanan parsial antara O2 dan CO2 menekankan bahwa kunci dari pergerakangas O2 mengalir dari alveoli masuk ke dalam jaringan melalui darah, sedangkan CO2 mengalir dari jaringan ke alveoli melalui pembuluh darah.Akan tetapi jumlah kedua gas yang ditranspor ke jaringan dan dari jaringan secara keseluruhan tidak cukup bila O2 tidak larut dalam darah dan bergabung dengan protein membawa O2 (hemoglobin). Demikian juga CO2 yang larut masuk ke dalam serangkaian reaksi kimia reversibel (rangkaian perubahan udara) yang mengubah menjadi senyawa lain. Adanya hemoglobin menaikkan kapasitas pengangkutan O2 dalam darah sampai 70 kali dan reaksi CO2 menaikkan kadar CO2 dalam darah mnjadi 17 kali. Pengangkutan oksigen ke jaringan Sistem pengangkutan O2 dalam tubuh terdiri dari paru-paru dan sistem kardiovaskuler. Oksigen masuk ke jaringan bergantung pada jumlahnya yang masuk ke dalam paru-paru, pertukaran gas yang cukup pada paru-paru, aliran darah ke jaringan dan kapasitas pengangkutan O2 dalam darah.Aliran darah bergantung pada derajat konsentrasi dalam jaringan dan curah jantung. Jumlah O2 dalam darah ditentukan oleh jumlah O2 yang larut, hemoglobin, dan afinitas (daya tarik) hemoglobin.
16
Transpor oksigen melalui beberapa tahap yaitu : 1) Tahap I : oksigen atmosfer masuk ke dalam paru-paru. Pada waktu kita menarik napas tekanan parsial oksigen dalam atmosfer 159 mmHg. Dalam alveoli komposisi udara berbeda dengan komposisi udara atmosfer tekanan parsial O2 dalam alveoli 105 mmHg. 2) Tahap II : darah mengalir dari jantung, menuju ke paru-paru untuk mengambil oksigen yang berada dalam alveoli. Dalam darah ini terdapat oksigen dengan tekanan parsial 40 mmHg. Karena adanya perbedaan tekanan parsial itu apabila tiba pada pembuluh kapiler yang berhubungan dengan membran alveoli maka oksigen yang berada dalam alveoli dapat berdifusi masuk ke dalam pembuluh kapiler. Setelah terjadi proses difusi tekanan parsial oksigen dalam pembuluh menjadi 100 mmHg. 3) Tahap III : oksigen yang telah berada dalam pembuluh darah diedarkan keseluruh tubuh. Ada dua mekanisme peredaran oksigen dalam darah yaitu oksigen yang larut dalam plasma darah yang merupakan bagian terbesar dan sebagian kecil oksigen yang terikat pada hemoglobin dalam darah. Derajat kejenuhan hemoglobin dengan O2 bergantung pada tekanan parsial CO2 atau pH. Jumlah O2 yang diangkut ke jaringan bergantung pada jumlah hemoglobin dalam darah.
17
4) Tahap IV : sebelum sampai pada sel yang membutuhkan, oksigen dibawa melalui cairan interstisial lebih dahulu. Tekanan parsial oksigen dalam cairan interstisial 20 mmHg. Perbedaan tekanan oksigen dalam pembuluh darah arteri (100 mmHg) dengan tekanan parsial oksigen dalam cairan interstisial (20 mmHg) menyebabkan terjadinya difusi oksigen yang cepat dari pembuluh kapiler ke dalam cairan interstisial. 5) Tahap V : tekanan parsial oksigen dalam sel kira-kira antara 020 mmHg. Oksigen dari cairan interstisial berdifusi masuk ke dalam sel. Dalam sel oksigen ini digunakan untuk reaksi metabolism yaitu reaksi oksidasi senyawa yang berasal dari makanan (karbohidrat, lemak, dan protein) menghasilkan H2O, CO2 dan energi. Reaksi hemoglobin dan oksigen Dinamika reaksi hemoglobin sangat cocok untuk mengangkut O2.Hemoglobin adalaah protein yang terikat pada rantai polipeptida, dibentuk porfirin dan satu atom besi ferro. Masing-masing atom besi dapat mengikat secara reversible (perubahan arah) dengan satu molekul O2. Besi berada dalam bentuk ferro sehingga reaksinya adalah oksigenasi bukan oksidasi. Transpor karbondioksida Kelarutan CO2 dalam darah kira-kira 20 kali kelarutan O2 sehingga terdapat lebih banyak CO2 dari pada O2 dalam larutan
18
sederhana. CO2 berdifusi dalam sel darah merah dengan cepat mengalami hidrasi menjadi
H2CO2 karena
adanya
anhidrase
(berkurangnya sekresi kerigat) karbonat berdifusi ke dalam plasma. Penurunan kejenuhan hemoglobin terhadap O2 bila darah melalui kapiler-kapiler jaringan.Sebagian dari CO2 dalam sel darah merah beraksi dengan gugus amino dari protein, hemoglobin membentuk senyawa karbamino (senyawa karbondioksida). Besarnya kenaikan kapasitas darah mengangkut CO2 ditunjukkan oleh selisih antara garis kelarutan CO2 dan garis kadar total CO2 di antara 49 ml CO2 dalam darah arterial 2,6 ml dalah senyawa karbamino dan 43,8 ml dalam HCO2 (Syaifuddin, 2006).
C. ETIOLOGI Sampai saat ini etiologi dari Asma Bronkhial belum diketahui. Suatu hal yang yang menonjol pada penderita Asma adalah fenomena hiperaktivitas bronkus. Bronkus penderita asma sangat peka terhadap rangsangan imunologi maupun non imunologi. Adapun rangsangan atau faktor pencetus yang sering menimbulkan Asma adalah: 1.
Faktor ekstrinsik (alergik) : reaksi alergik yang disebabkan oleh alergen atau alergen yang dikenal seperti debu, serbuk-serbuk, bulu- bulu binatang.
2.
Faktor intrinsik(non-alergik) : tidak berhubungan dengan alergen, seperti common cold, infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi, dan polutan lingkungan dapat mencetuskan serangan. 19
3. Asma gabungan Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik (Smeltzer & Bare, 2002). Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan Asma Bronkhial yaitu : a. Faktor predisposisi Genetik Faktor yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit Asma Bronkhial jika terpapar dengan faktor pencetus. Selain itu hipersensitivitas saluran pernapasannya juga bisa diturunkan. a. Faktor presipitasi 1. Alergen Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu : a) Inhalan : yang masuk melalui saluran pernapasan Contoh : debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi b) Ingestan : yang masuk melalui mulut Contoh : makanan dan obat-obatan c) Kontaktan : yang masuk melalui kontak dengan kulit Contoh : perhiasan, logam dan jam tangan
20
2. Perubahan cuaca Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi Asma.
Atmosfir yang mendadak dingin
merupakan faktor pemicu terjadinya serangan Asma. Kadangkadang serangan berhubungan dengan musim, seperti musim hujan, musim kemarau. 3. Stres Stres atau gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan Asma, selain itu juga bisa memperberat serangan Asma yang sudah ada. Disamping gejala Asma yang timbul harus segera diobati penderita Asma yang mengalami stres atau gangguan emosi
perlu
diberi
nasehat
untuk
menyelesaikan
masalah
pribadinya. Karena jika stresnya belum diatasi maka gejala belum bisa diobati. 4. Lingkungan kerja Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan Asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti. 5. Olah raga atau aktifitas jasmani Sebagian besar penderita Asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas jasmani atau olah raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan Asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut. 21
D. PATOFISIOLOGI Suatu serangan Asma merupakan akibat obstruksi jalan napas difus reversible. Obstruksi disebabkan oleh timbulnya tiga reaksi utama yaitu kontraksi otot-otot polos baik saluran napas, pembengkakan membran yang melapisi bronki, pengisian bronki dengan mukus yang kental. Selain itu, otot-otot bronki dan kelenjar mukusa membesar, sputum yang kental, banyak dihasilkan dan alveoli menjadi hiperinflasi, dengan udara terperangkap didalam jaringan paru.Antibodi yang dihasilkan (IgE) kemudian menyerang sel-sel mast dalam paru. Pemajanan ulang terhadap antigen mengakibatkan ikatan antigen dengan antibody, menyebabkan pelepasan produk sel-sel mast (disebut mediator) seperti histamine, bradikinin,
dan
prostaglandin
serta
anafilaksis dari substansi yang bereaksi lambat (SRS-A). Pelepasan mediator ini dalam jaringan paru mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan napas, menyebabkan bronkospasme,
pembengkakan
membran mukosa, dan pembentukan mucus yang sangat banyak. Selain itu, reseptor α- dan β- adrenergik dari sistem saraf simpatis terletak dalam bronki. Ketika
reseptor
α-
adrenergik
dirangsang,
terjadi
bronkokonstriksi,
bronkodilatasi terjadi ketika reseptor β- adrenergik yang dirangsang. Keseimbangan antara reseptor α- dan β- adrenergik dikendalikan terutama oleh siklik adenosine monofosfat (cAMP). Stimulasi reseptor α- mengakibatkan penurunan cAMP, yang mengarah pada peningkatan mediator kimiawi yang dilepaskan oleh sel-sel mast bronkokonstriksi. Stimulasi reseptor β- mengakibatkan peningkatan tingkat cAMP yang menghambat pelepasan mediator kimiawi dan menyebabakan bronkodilatasi.
22
Teori yang diajukan Adalah bahwa penyekatan β- adrenergik terjadi pada individu dengan Asma. Akibatnya, asmatik rentan terhadap peningkatan pelepasan mediator kimiawi dan konstriksi otot polos (Smeltzer & Bare, 2002).
23
E. PATHWAYS Intrinsik (infeksi, psikososial, stress)
Ekstinsik (inhaled alergi)
Penurunan stimuli reseptor terhadap iritan pada trakheobronkhial
Bronchial mukosa menjadi sensitif oleh Ig E Peningkatan mast cell pada trakheobronkhial
Stimulasi reflek reseptor syarat parasimpatis pada mukosa bronkhial
Hiperaktif non spesifik stimuli penggerak dari cell mast
Pelepasan histamin terjadi stimulasi pada bronkial smooth sehingga terjadi kontraksi bronkus Peningkatan permiabilitas vaskuler akibat kebocoran protein dan cairan dalam jaringan
Perangsang reflek reseptor tracheobronkhial
Stimuli bronchial smooth dan kontraksi otot bronkhiolus
Perubahan jaringan, peningkatan Ig E dalam serum Respon dinding bronkus bronkospasme
wheezing Ketidakefektifan pola napas
Udema mukosa
Hipersekresi mukosa
Bronkus menyempit
Penumpukan sekret kental
Ventilasi terganggu hipoksemia gelisah
Gangguan pertukaran gas
Sekret tidak keluar Intoleransi aktivitas Bernapas melalui mulut Keringnya mukosa
Gangguan pola tidur
cemas
Batuk tidak efektif
Bersihan jalan napas tidak efektif
Resiko infeksi
Sumber :Somantri (2008), Muttaqin (2008), Sundaru H (2002) 24
F. MANIFESTASI KLINIK Gejala-gejala yang lazim muncul pada Asma Bronkhial adalah batuk, dispnea, dan wheezing. Serangan seringkali terjadi pada malam hari. Asma biasanya bermula mendadak dengan batuk dan rasa sesak dalam dada, disertai dengan pernapasan lambat,wheezing. Ekspirasi selalu lebih susah dan panjang dibanding inspirasi, yang mendorong pasien unutk duduk tegak dan menggunakan setiap otot-otot aksesori pernapasan. Jalan napas yang tersumbat menyebabkan dispnea. Serangan Asma dapat berlangsung dari 30 menit sampai beberapa jam dan dapat hilang secara spontan. Meskipun serangan asma jarang ada yang fatal, kadang terjadi reaksi kontinu yang lebih berat, yang disebut “status asmatikus”, kondisi ini mengancam hidup (Smeltzer & Bare, 2002). berlangsung dari 30 menit sampai beberapa jam dan dapat hilang secara spontan. Meskipun serangan asma jarang ada yang fatal, kadang terjadi reaksi kontinu yang lebih berat, yang disebut “status asmatikus”, kondisi ini mengancam hidup (Smeltzer & Bare, 2002). G. PENATALAKSANAAN 1. Farmakologi Menurut Long(1996) pengobatan Asma diarahkan terhadap gejalagejala yang timbul saat serangan, mengendalikan penyebab spesifik dan perawatan pemeliharaan keehatan optimal yang umum. Tujuan utama dari berbagai macam pengobatan adalah pasien segera mengalami relaksasi bronkus. Terapi awal, yaitu: a. Memberikan oksigen pernasal b. Antagonis beta 2 adrenergik (salbutamol mg atau fenetoral 2,5 25
mg atau terbutalin 10 mg). Inhalasi nebulisasi dan pemberian yang dapat diulang setiap 20 menit sampai 1 jam. Pemberian antagonis beta 2 adrenergik dapat secara subcutan atau intravena dengan dosis salbutamol 0,25 mg dalam larutan dekstrose 5% c. Aminophilin intravena 5-6 mg per kg, jika sudah menggunakan obat ini dalam 12 jam sebelumnya maka cukup diberikan setengah dosis. d. Kortikosteroid hidrokortison 100-200 mg intravena jika tidak ada respon segera atau dalam serangan sangat berat e. Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan napas, termasuk didalamnya golongan beta adrenergik dan anti kolinergik. 2. Pengobatan secara sederhana atau non farmakologis Menurut doenges (2000) penatalaksanaan nonfarmakologis asma yaitu: a. Fisioterapi dada dan batuk efektif membantu pasien untuk mengeluarkan sputum dengan baik b. Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik c. Berikan posisi tidur yang nyaman (semi fowler) d. Anjurkan untuk minum air hangat 1500-2000 ml per hari e. Usaha agar pasien mandi air hangat setiap hari f. Hindarkan pasien dari faktor pencetus H. KOMPLIKASI Berbagai komplikasi menurut Mansjoer (2008) yang mungkin timbul adalah : 1. Pneumothoraks Pneumothoraks adalah keadaan adanya udara di dalam rongga 26
pleura yang dicurigai bila terdapat benturan atau tusukan dada. Keadaan ini dapat menyebabkan kolaps paru yang lebih lanjut lagi dapat menyebabkan kegagalan napas. 2. Pneumomediastinum Pneumomediastinum dari bahasa Yunani pneuma “udara”, juga dikenal sebagai emfisema mediastinum adalah suatu kondisi dimana udara hadir di mediastinum. Pertama dijelaskan pada 1819 oleh Rene Laennec, kondisi ini dapat disebabkan oleh trauma fisik atau situasi lain yang mengarah ke udara keluar dari paru-paru, saluran udara atau usus ke dalam rongga dada . 3. Atelektasis Atelektasis adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat penyumbatan saluran udara (bronkus maupun bronkiolus) atau akibat pernafasan yang sangat dangkal. 4. Aspergilosis Aspergilosis merupakan penyakit pernapasan yang disebabkan oleh jamur dan tersifat oleh adanya gangguan pernapasan yang berat. Penyakit ini juga dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lainnya, misalnya pada otak dan mata. Istilah Aspergilosis dipakai untuk menunjukkan adanya infeksi Aspergillus sp. 5. Gagal napas Gagal napas dapat tejadi bila pertukaran oksigen terhadap karbodioksida dalam paru-paru tidak dapat memelihara laju konsumsi oksigen dan pembentukan karbondioksida dalam sel-sel tubuh. 6. Bronkhitis 27
Bronkhitis atau radang paru-paru adalah kondisi di mana lapisan bagian dalam dari saluran pernapasan di paru-paru yang kecil (bronkhiolis) mengalami bengkak. Selain bengkak juga terjadi peningkatan produksi lendir (dahak). Akibatnya penderita merasa perlu batuk berulang-ulang dalam upaya mengeluarkan lendir yang berlebihan, atau merasa sulit bernapas karena sebagian saluran udara menjadi sempit oleh adanya lendir. 7. Fraktur iga I. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PENGKAJIAAN FOKUS 1. Pengkajian a. Pola pemeliharaan kesehatan Gejala Asma dapat membatasi manusia untuk berperilaku hidup normal sehingga pasien dengan Asma harus mengubah gaya hidupnya sesuai kondisi yang memungkinkan tidak terjadi serangan Asma b. Pola nutrisi dan metabolik Perlu dikaji tentang status nutrisi pasien meliputi, jumlah, frekuensi, dan kesulitan-kesulitan dalam memenuhi kebutuhnnya. Serta pada pasien sesak, potensial sekali terjadinya kekurangan dalam memenuhi kebutuhan nutrisi, hal ini karena dispnea saat makan, laju metabolism serta ansietas yang dialami pasien. c. Pola eliminasi Perlu dikaji tentang kebiasaan BAB dan BAK mencakup warna, bentuk, konsistensi, frekuensi, jumlah serta kesulitan dalam pola eliminasi. 28
d. Pola aktifitas dan latihan Perlu dikaji tentang aktifitas keseharian pasien, seperti olahraga, bekerja, dan aktifitas lainnya. Aktifitas fisik dapat terjadi faktor pencetus terjadinya Asma. e. Pola istirahat dan tidur Perlu dikaji tentang bagaiman tidur dan istirahat pasien meliputi berapa lama pasien tidur dan istirahat. Serta berapa besar akibat kelelahan yang dialami pasien. Adanya wheezing dan sesak dapat mempengaruhi pola tidur dan istirahat pasien. f. Pola persepsi sensori dan kognitif Kelainan pada pola persepsi dan kognitif akan mempengaruhi konsep diri pasien dan akhirnya mempengaruhi jumlah stresor yang dialami pasien sehingga kemungkinan terjadi serangan Asma yang berulang pun akan semakin tinggi. g. Pola hubungan dengan orang lain Gejala Asma sangat membatasipasien kehidupannya
secara
normal.
Pasien
untuk menjalankan perlu
menyesuaikan
kondisinya berhubungan dengan orang lain. h. Pola reproduksi dan seksual Reproduksi seksual merupakan kebutuhan dasar manusia, bila kebutuhan ini tidak terpenuhi akan terjadi masalah dalam kehidupan pasien. Masalah ini akan menjadi stresor yang akan meningkatkan kemungkinan terjadinya serangan Asma.
29
i. Pola persepsi diri dan konsep diri Perlu dikaji tentang pasien terhadap penyakitnya.Persepsi yang salah dapat menghambat respon kooperatif pada diri pasien. Cara memandang diri yang salah juga akan menjadi stresor dalam kehidupan pasien. j. Pola mekanisme dan koping Stres dan ketegangan emosional merupakan faktor instrinsik pencetus serangan Asma maka prlu dikaji penyebab terjadinya stress. Frekuensi dan pengaruh terhadap kehidupan pasien serta cara penanggulangan terhadap stresor. k. Pola nilai kepercayaan dan spiritual Kedekatan pasien pada sesuatu yang diyakini di dunia dipercayai dapat meningkatkan kekuatan jiwa pasien.Keyakinan pasien terhadap Tuhan Yang Maha Esa serta pendekatan diri pada-Nya merupakan metode penanggulangan stres yang konstruktif (Perry, 2005 & Asmadi 2008). 2. Pemeriksaan penunjang a. Pemeriksaan spirometri Pemeriksaan spirometri dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator
aerosol
adrenergik.Peningkatan
(inhaler FEV1
atau
atau
nebulizer)
FVC
golongan
sebanyak
>20%
menunjukkan diagnosis Asma.
30
b. Pemeriksaan tes kulit Untuk menunjukkan adanya antibodi IgE yang spesifik dalam tubuh. c. Pemeriksaan radiologi Pemeriksaan radiologi dilakukan bila ada kecurigaan terhadap proses patologik di paru atau
komplikasi Asma,
seperti
pneumothorak, pneumomediastinum, atelektasis, dan lain-lain. d. Pemeriksaan analisa gas darah Pemeriksaan analisa gas darah hanya dilakukan pada penderita dengan serangan Asma berat. e. Pemeriksaan sputum Untuk melihat adanya eosinofil, kristal Charcot Leyden, spiral Churschmann, pemeriksaan
sputum penting
untuk
menilai
adanyamiselium Aspergilus fumigatus. f. Pemeriksaan eosinofil Pada penderita Asma, jumlah eosinofil total dalam darah sering meningkat. Jumlah eosinofil total dalam darah membantu untuk membedakan Asma dari Bronchitis kronik (Sundaru, 2006) F. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret 2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan bronkospasme 3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen 31
4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan
dengan tidak
adekuatnya pertahanan utama atau imunitas 5. Cemas berhubungan dengan kurangnya tingkat pengetahuan 6. Gangguan pola tidur berhubungan dengan batuk yang berlebih 7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik
G. RENCANA KEPERAWATAN 1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret Tujuan : jalan napas menjadi efektif Kriteria hasil : a) Jalan napas bersih b) Sesak berkurang c) Batuk efektif d) Mengeluarkan sekret Intervensi :
32
a) Kaji tanda-tanda vital dan auskultasi bunyi napas Rasional : beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan napas b) Berikan pasien untuk posisi yang nyaman Rasional : peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernapasan c) Pertahankan lingkungan yang nyaman Rasional : Pencetus tipe reaksi alergi pernapasan yang dapat mentriger episode akut. d) Tingkatkan masukan cairan, denganmemberi air hangat. Rasional : Membantu mempermudah pengeluaran sekret e) Dorong atau bantu latihan napas dalam dan batuk efektif Rasional : Memberikancara untuk mengatasi dan mengontrol dispnea,mengeluarkan sekret. f)
Dorong atau berikan perawatan mulut Rasional : higiene mulut yang baik meningkatkan rasa sehat dan mencegah bau mulut
g) Kolaborasi : pemberian obat dan humidifikasi, seperti nebulizer Rasional : menurunkan kekentalan sekret dan mengeluarkan sekret 2. ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan bronkospasme Tujuan : pola napas kembali efektif
33
Kriteria hasil : a) Pola napas efektif b) Bunyi napas normal kembali c) Batuk berkurang Intervensi a) Kaji frekuensi kedalaman pernapasan dan ekspansi dada Rasional
:
kecepatan
biasanya
mencapai
kedalaman
pernapasan bervariasi tergantung derajat gagal napas b) Auskultasi bunyi napas Rasional : ronchi dan mengi menyertai obstruksi jalan napas c) Tinggikan kepala dan bentuk mengubah posisi Rasional : memudahkan dalam ekspansi paru dan pernapasan d) Kolaborasi pemberian oksigen Rasional : memaksimalkan bernapas dan menurunkan kerja napas 3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ganguan suplai oksigen Tujuan :dapat mempertahankan pertukaran gas Kriteria hasil : a) Tidak ada dispnea b) Pernapasan normal Intervensi
34
a) Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan Rasional : berguna dalam evaluasi derajat distres pernapasan dan atau kronisnya proses penyakit. b) Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang nyaman untuk bernapas Rasional : pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan latihan napas untuk menurunkan kolaps jalan napas, dispnea, dan kerja napas. c) Kaji atau awasi secar rutin kulit dan warna membran mukosa Rasional : Sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku) atau sentra (terlihat sekitar bibir atau daun telinga). Keabu-abuan dan dianosis sentral mengindikasikan beratnya hipoksemia. d) Dorong pengeluaran sputum: penghisapan bila diindikasikan Rasional : Kental, tebal, dan banyaknya sekresi adalah sumber utama gangguan pertukaran gas pada jalan napas kecil. Penghisapan dibutuhkan jika batuk tidak efektif. e) Auskultasi bunyi napas Rasional : bunyi napas mungkin redup karena penurunan aliran udara atau area konsolidasi. f)
Palpasi Fremirus Rasional : Penurunan getaran vibrasi diduga ada pengumpulan cairan atau udara terjebak.
35
g) Evaluasi tingkat toleransi aktivitas Rasional : Selama distress pernapasan berat atau akut atau refraktori pasien secara total tidak mampu melakukan aktivitas sehari-hari karena hipoksemia dan dispnea. h) Kolaborasi : Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi Rasional : dapat memperbaiki memburuknya hipoksia. 4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan
dengan tidak
adekuatnya pertahanan utama atau imunitas Tujuan :tidak mengalami infeksi noskomial Kriteria hasil : a) Tidak ada tanda-tanda infeksi b) Mukosa mulut lembab c) Batuk berkurang Intervensi a) Monitor tanda-tanda vital Rasional: demam dapat terjadi karena infeksi atau dehidrasi b) Observasi warna, karakter, jumlah sputum Rasional : kuning atau kehijauan menunjukan adanya infeksi paru c) Berikan nutrisi yang adekuat Rasional : nutrisi yang adekuat dapat meningkatkan daya tahan tubuh
36
d) Berikan antibiotik sesuai indikasi Rasional : antibiotik dapat mencegah masuknya kuman ke dalam tubuh 5. Cemas berhubungan dengan kurangnya tingkat pengetahuan Tujuan : kecemasan pasien berkurang Kriteria hasil : a) Pasien terlihat tenang b) Cemas berkurang c) Ekspresi wajah tenang Intervensi a) Kaji tingkat kecemasan Rasional : mengetahui skala kecemasan pasien b) Berikan pengetahuan tentang penyakit yang diderita Rasional : menambah tingkat pengetahuan pasien dan mengurangi cemas c) Berikan dukungan
pada
pasien
untuk
mengungkapkan
perasaannya Rasional : mengungkapkan perasaan dapat mengurangi rasa cemas yang dialaminya. d) Ajarkan teknik napas dalam pada pasien Rasional : mengurangi rasa cemas yang dialami pasien 6. Gangguan pola tidur berhubungan dengan batuk yang berlebih Tujuan : pola tidur terpenuhi
37
Kriteria hasil ; a) Pola tidur 6-7 jam per hari b) Tidur tidak terganggu karena batuk Intervensi a) Kaji pola tidur setiap hari Rasional : mengetahui perubahan pola tidur yang terjadi b) Beri posisi yang nyaman Rasional : memudahkan dalam beristirahat c) Berikan lingkungan yang nyaman Rasional : menciptakan suasana yang tenang d) Anjurkan kepada keluarga dan pengunjung untuk tidak ramai Rasional :menciptakan suasana yang tenang e) Menjelaskan pada pasien pentingnya keseimbangan istirahat dan tidur untuk penyembuhan Rasional : menambah pengetahuan 7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik Tujuan : aktivitas normal Kriteria hasil : a) Pasien dapat berpartisipasi dalam aktivitas b) Pasien dapat memenuhi kebutuhan pasien secara mandiri Intervensi : a) Kaji tingkat kemampuan aktivitas Rasional : mengetahui tingkat aktivitas pasien
38
b) Anjurkan keluarga untuk membantu memenuhi kebutuhaan pasien Rasional : membantu pasien dalam memenuhi kebutuhan pasien sehari-hari c) Tingkatkan aktivitas secara bertahap sesuai toleransi Rasional : membantu pasien untuk memenuhi kebutuhan pasien secara mandiri d) Jelaskan pentingnya istirahat dan aktivitas dalaam proses penyembuhan Rasional : menambah pengetahuan pasien keluarga
dan
(Doenges, 2000)
39
BAB IV Penutup Kesimpulan
Saran Dengan disusunnya makalah ini, kami mengharapkan kepada semua pembaca agar dapat memahami serta menanggapi apa yang telah kelompok susun untuk kemajuan penulisan makkalah selanjutnya dan umumnya untuk lebih memperdalam materi laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan gawat darurat pada anak dengan asma bronkhial .
40
Daftar Pustaka
41