Laporan Pendahuluan Bph.docx

  • Uploaded by: Andi Jusman Hasanuddin
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Laporan Pendahuluan Bph.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,766
  • Pages: 30
LAPORAN PENDAHULUAN BENIGNA PROSTAT HYPERPLASI (BPH)

A. PENGERTIAN BPH (Benigna Prostat Hyperplasi) adalah suatu kondisi yang sering terjadi sebagai hasil dari pertumbuhan dan pengendalian hormone prostad (Nurarif, 2015)

B. ETIOLOGI Dengan bertambahnya usia, akan terjadi perubahan keseimbangan testosterom estrogen karena produksi testosterone menurun dan terjadi konversi testosterone menjadi estrogen pada jaringan adipose diperifer. Karena proses pembesaran prostad terjadi secara perlahan-lahan, efek perubahan juga terjadi perlahan-lahan. (Nurarif, 2015) Mulai ditemukan pada umur kira-kira 45 tahun dan frekuensi makin bertambah sesuai dengan bertambahnya umur, sehingga diatas umur 80 tahun kira-kira 80 % menderita kelainan ini.

C. MANIFESTASI KLINIS 1. Pasien BPH dapat menunjukkan berbagai macam tanda dan gejala, gejala BPH berganti dari waktu ke waktu dan mungkin dapat semakin parah, menjadi stabil, atau semakin buruk secara spontan 2. Berbagai tanda dan gejala dapat dibagi dalam dua kategori: Obstuktif (terjadi ketika factor dinamik dan atau factor static mengurangi pengosongan kandung kemih) dan iritasi (hasil dari pbstruksi yang sudah berjalan lama pada leher kandung kemih ) (Nurarif, 2015) Kategori keparahan BPH berdasarkan tanda dan gejala 1. Ringan Asimtomatik, kecepatan urinary puncak <100 mL/s, volume urin residual setelah pengosongan >25-50 mL, peningkatan B dan kreatinin serum 2. Sedang Semua tanda diatas ditambah obstruktif penghilangan gejala dan iriatif penghilangan gejala (tanda dari detrusor yang tidak stabil) 3. Parah

Semua yang diatas ditambah satu atau dua lebih komplikasi Berat derajat klinik dibagi menjadi empat gradasi berdasarkan penemuan pada colok dubur dan sisa volume urin

Derajat

Colok dubur

Sisa Volume Urine

I

Penonjolan prostat, batas atas mudah diraba

< 50 ml

II

Penonjolan prostad jelas, batas atas dapat dicapai

III

Batas atas prostat tidak dapat diraba

>100 ml

IV

Batas atas prostat tidak dapat diraba

Retensi urin total

50-100 ml

Walaupun hyperplasi prostat selalu terjadi pada orangtua, tetapi tidak selalu disertai gejala-gejala klinik. (Nurarif, 2015) Gejala klinik terjadi terjadi oleh karena 2 hal, yaitu : 1. Penyempitan uretra yang menyebabkan kesulitan berkemih. 2. Retensi air kemih dalam kandung kemih yang menyebabkan dilatasi kandung kemih, hipertrofi kandung kemih dan cystitis. Gejala klinik dapat berupa : 1. Frekuensi berkemih bertambah 2. Berkemih pada malam hari. 3. Kesulitan dalam hal memulai dan menghentikan berkemih. 4. Air kemih masih tetap menetes setelah selesai berkemih. 5. Rasa nyeri pada waktu berkemih. Kadang-kadang tanpa sebab yang diketahui, penderita sama sekali tidak dapat berkemih sehingga harus dikeluarkan dengan kateter. Selain gejala-gejala di atas oleh karena air kemih selalu terasa dalam kandung kemih, maka mudah sekali terjadi cystitis dan selanjutnya kerusakan ginjal yaitu hydroneprosis, pyelonefritis (Waspadji, 2014).

D. PATOFISIOLOGI BPH terjadi pada umur yang semakin tua (> 45 tahun ) dimana fungsi testis sudah menurun. Akibat penurunan fungsi testis ini menyebabkan ketidakseimbangan hormon testosteron dan dehidrotesteosteron sehingga memacu pertumbuhan / pembesaran prostat. Makrokospik dapat mencapai 60 - 100 gram dan kadang-kadang lebih besar lagi hingga 200 gram atau lebih. Tonjolan biasanya terdapat pada lobus lateralis dan lobus medius, tetapi tidak mengenai bagian posterior dari pada lobus medialis, yaitu bagian yang dikenal sebagai lobus posterior, yang sering merupakan tempat berkembangnya karsinoma (Moore) (Mubarak 2015). Tonjolan ini dapat menekan urethra dari lateral sehingga lumen urethra menyerupai celah, atau menekan dari bagian tengah. Kadang-kadang penonjolan itu merupakan suatu polip yang sewaktu-waktu dapat menutup lumen urethra. Pada penampang, tonjolan itu jelas dapat dibedakan dengan jaringan prostat yang masih baik.Warnanya bermacam-macam tergantung kepada unsur yang bertambah. Apabila yang bertambah terutama unsur kelenjar, maka warnanya kung kemerahan, berkonsistensi lunak dan terbatas tegas dengan jaringan prostat yang terdesak, yang berwarna putih keabu-abuan dan padat. Apabila tonjolan itu ditekan maka akan keluar caiaran seperti susu. (Price, 2014) Apabila unsur fibromuskuler yang bertambah, maka tonjolan berwarna abu-abu padat dan tidak mengeluarkan cairan seperti halnya jaringan prostat yang terdesak sehingga batasnya tidak jelas. Gambaran

mikroskopik

juga

bermacam-macam

tergantung

pada

unsur

yang

berproliferasi.Biasanya yang lebih banyak berproliferasi ialah unsur kelenjar sehingga terjadi penambahan kelenjar dan terbentuk kista-kista yang dilapisi oleh epitel torak atau koboid selapis yang pada beberapa tempat membentuk papil-papil ke dalam lumen.Membran basalis masih utuh (Price, 2014) Kadang-kadang

terjadi

penambahan

kelenjar

yang

kecil-kecil

sehingga

menyerupai

adenokarsinoma. Dalam kelenjar sering terdapat sekret granuler, epitel yang terlepas dan corpora anylacea. (Mubarak 2015). Apabila unsur fibromuskuler yang bertambah, maka terjadi gambaran yang terjadi atas jaringan ikat atau jaringan otot dengan kelenjar-kelenjar yang letaknya saling berjauhan.Gambaran ini juga dinamai hiperplasi fibrimatosa atau hiperplasi leiomymatosa (Waspadji, 2014).

Pada jaringan ikat atau jaringan otot biasanya terdapat serbukan limfosit. Selain gambaran di atas sering terdapat perubahan lain berupa : 1. Metaplasia skwamosa epitel kelenjar dekat uretra. 2. Daerah infark yang biasanya kecil-kecil dan kadang-kadang terlihat di bawah mikroskop. Tanda dan gejala dari BPH adalah dihasilkan oleh adanya obstruksi jalan keluar urin dari kandung kemih Ada tiga cara pengkuran besarnya hipertropi prostat : Rectal Grading, yaitu dengan rectal toucher diperkirakan berapa cm prostat yang menonjol ke dalam lumen rektum yang dilakukan sebaiknya pada saat buli-buli kosong. Gradasi ini adalah : 0 - 1 cm

: grade 0

1 - 2 cm

: grade 1

2 - 3 cm

: grade 2

3 - 4 cm

: grade 3

> 4 cm

: grade 4

Pada grade 3 - 4 batas prostat tidak teraba. Prostat fibrotik, teraba lebih kecil dari normal. Clinical Grading, dalam hal ini urine menjadi patokan.Pada pagi hari setelah bangun pasien disuruh kencing sampai selesai, kemudian di masukan kateter ke dalam buli-buli untuk mengukur sisa urine. Sisa urine 0 cc

: normal

Sisa urine 0-50 cc

: grade 1

Sisa urine 50-150 cc : grade 2 Sisa urine > 150 cc

: grade 3

Tidak bisa kencing

: grade 4

Intra Uretral Grading, dengan alat perondoskope dengan diukur / dilihat bebrapa jauh penonjolan lobus lateral ke dalam lumen uretra. Grade I : Clinical grading sejak berbulan-bulan, bertahun-tahun, mengeluh kalau kencing tidak lancar, pancaran lemah, nokturia. Grade II :

Bila miksi terasa panas, sakit, disuria. Grade III : Gejala makin berat Grade IV : Buli-buli penuh, disuria, overflow inkontinence. Bila overflow inkontinence dibiarkan dengan adanya infeksi dapat terjadi urosepsis berat. Pasien menggigil, panas 40-41 celsius, kesadaran menurun. (Waspadji, 2014)

E. KOMPLIKASI : 1. Urinary traktus infection 2. Retensi urin akut 3. Obstruksi dengan dilatasi uretra, hydronefrosis dan gangguan fungsi ginjal. Bila operasi bisa terjadi : 1. Impotensi (kerusakan nevron pudendes) 2. Hemoragic paska bedah 3. Fistula 4. Striktur paska bedah 5. Inkontinensia urin (Sodeman 2011)

F. PEMERIKSAAN FISIK 1. Urinolisis 2. Urine kultur 3. Pemeriksaan fisik

G. PENATALAKSANAAN Konservatif Obat-obatan

: Antibiotika, jika perlu.

Self Care

:

1. Kencing dan minum teratur.

2. Rendam hangat, seksual intercourse Pembedahan 1. Retropubic Prostatectomy 2. Perineal Prostatectomy 3. Suprapubic / Open Prostatectomy 4. Trans Uretrhal Resectio (TUR), yaitu : Suatu tindakan untuk menghilangkan obstruksi prostat dengan menggunakan cystoscope melalui urethra. Tindakan ini dlakukan pada BPH grade I. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada pasien post TUR Prostat : 1. Drainase urine, meliputi : kelancaran, warna, jumlah, cloting. 2. Kebutuhan cairan : minum adekuat ( 3 liter/hari) 3. Program “Bladder Training” yaitu latihan kontraksi otot-otot perineal selama 10 menit, dilakukan 4 kali sehari. 4. Dan menentukan jadwal pengosongan kandung kemih: Bokong pasien diletakkan di atas stekpan / pispot atau pasien diminta ke toilet selama 30 menit - 2 jam untuk berkemih. 5. Diskusikan pemakaian kateter intermiten. 6. Monitor timbul tanda-tanda infeksi (Kalor, Dolor, Rubor, Tumor, Fungsilaesa) 7. Rawat kateter secara steril tiap hari. Pertahankan posisi kateter, jangan sampai tertekuk. 8. Jelaskan perubahan pola eliminasi dan pola seksual. 9. Fungsi normal kandung kemih akan kembali dalam waktu 2 -3 minggu, namun dapat juga sampai 8 bulan yang perlu diikuti dengan latihan perineal / Kegel Exercise. (Sodeman 2011)

KONSEP KEPERAWATAN BPH

A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN 1. Sirkulasi : Peningkatan tekanan darah (efek lebih lanjut pada ginjal ) 2. Eliminasi : a. Penurunan kekuatan / kateter berkemih.

b. Ketidakmampuan pengosongan kandung kemih. c. Nokturia, disuria, hematuria. d. Duduk dalam mengosongkan kandung kemih. e. Kekambuhan UTI, riwayat batu (urinary stasis). f. Konstipasi (penonjolan prostat ke rektum) g. Masa abdomen bagian bawah, hernia inguinal, hemoroid (akibat peningkatan tekanan abdomen pada saat pengosongan kandung kemih) 3. Makanan / cairan: a. Anoreksia, nausea, vomiting. b. Kehilangan BB mendadak. 4. Nyeri / nyaman : Suprapubis, panggul, nyeri belakang, nyeri pinggang belakang, intens (pada prostatitis akut). 5. Rasa nyaman : demam 6. Seksualitas : a. Perhatikan pada efek dari kondisinya/tetapi kemampuan seksual. b. Takut beser kencing selama kegiatan intim. c. Penurunan kontraksi ejakulasi. d. Pembesaran prostat. 7. Pengetahuan / pendidikan : a. Riwayat adanya kanker dalam keluarga, hipertensi, penyakit gula. b. Penggunaan obat antihipertensi atau antidepresan, antibiotika/ antibakterial untuk saluran kencing, obat alergi.

1. Pemeriksaan colok dubur atau DRE (Digital Rectal Examina-tion) merupakan pemeriksaan yang penting pada pasien BPH untuk memperkirakan adanya pembesaran prostat, konsistensi prostat, dan adanya nodul yang merupakan salah satu tanda dari keganasan prostat. 2. Urinalisis, dapat mengungkap adanya leukosituria dan hematuria. 3. Pemeriksaan fungsi ginjal, berguna sebagai petunjuk perlu tidaknya melakukan pemeriksaan pencitraan pada saluran kemih bagian atas

4. Kultur

urine,

dapat menunjukkan

Staphylococcus

aureus,

Proteus,

Klebsiella,

pseudomonas, atau Escherichia coli. 5. Uroflometri, merupakan pemeriksaan untuk mencatat pancaran urin selama miksi secara elektronik. Pemeriksaan ini berfungsi untuk mengetahui adanya obstruksi saluran kemih bagian bawah yang tidak invasif. 6. IVP dengan film pasca berkemih : Menunjukkan pelambatan pengosongan kandung kemih, membedakan derajat obstruksi kandung kemih dan adanya pembesaran prostat, divertikuli kandung kemih dan penebalan abnormal otot kandung kemih. 7. Sistouretrografi berkemih : digunakan sebagai ganti IVP untuk memvisualisasi kandung kemih dan uretra. 8. Sistouretroskopi

: Untuk menggambarkan derajat pembesaran prostat dan perubahan

dinding kandung kemih. 9. Ultrasound transrektal : Mengukur ukuran prostate dan jumlah residu urine, dalam hal ini residu urine menjadi patokan yaitu dibagi menjadi beberapa derajat antara lain : 1. Derajat I, sisa urine < 50 ml. 2. Derajat II, sisa urine 50-150 ml. 3. Derajat III, sisa urine > 150 ml. 4. Derajat IV, retensi urine total. 10. USG ( Ultrasonografi ), digunakan untuk memeriksa konsistensi, volume dan besar prostat juga keadaan buli-buli termasuk residual urine. (Mubarak, 2015)

G. PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan pada klien benigna prostat hiperplasia terdiri dari penatalaksanaan medis, penatalaksanaan keperawatan dan penatalaksanaan diit. 1. Penatalaksanaan medis Pemberian obat-obatan antara lain Alfa 1-blocker seperti : doxazosin, prazosin tamsulosin dan terazosin. Obat-obat tersebut menyebabkan pengenduran otot-otot pada kandung kemih sehingga penderita lebih mudah berkemih. Finasterid, obat ini

menyebabkan meningkatnya laju aliran kemih dan mengurangi gejala. Efek samping dari obat ini adalah berkurangnya gairah seksual. Untuk prostatitis kronis diberikan antibiotik. 2. Pembedahan a. Trans Urethral Reseksi Prostat ( TUR atau TURP ) prosedur pembedahan yang dilakukan melalui endoskopi TUR dilaksanakan bila pembesaran terjadi pada lobus tengah yang langsung melingkari uretra. Sedapat mungkin hanya sedikit jaringan yang mengalami reseksi sehingga pendarahan yang besar dapat dicegah dan kebutuhan waktu untuk bedah tidak terlalu lama. b. Prostatektomi suprapubis adalah salah satu metode mengangkat kelenjar prostat dari uretra melalui kandung kemih.. c. Prostatektomi perineal adalah mengangkat kelenjar prostat melalui suatu insisi dalam perineum yaitu diantara skrotum dan rektum. d. Prostatektomi retropubik adalah insisi abdomen mendekati kelenjar prostat, yaitu antara arkus pubis dan kandung kemih tanpa memasuki kandung kemih. e. Insisi prostat transuretral (TUIP) adalah prosedur pembedahan dengan cara memasukkan instrumen melalui uretra. f. Trans Uretral Needle Ablation ( TUNA ), alat yang dimasukkan melalui uretra yang apabila posisi sudah diatur, dapat mengeluarkan 2 jarum yang dapat menusuk adenoma dan mengalirkan panas sehingga terjadi koagulasi sepanjang jarum yang menancap dijaringan prostat. (Sodeman. 2011) 3. Penatalaksanaan keperawatan a. Mandi air hangat b. Segera berkemih pada saat keinginan untuk berkemih muncul. c. Menghindari minuman beralkohol d. Menghindari asupan cairan yang berlebihan terutama pada malam hari. e. Untuk mengurangi nokturia, sebaiknya kurangi asupan cairan beberapa jam sebelum tidur. (Mubarak, 2015) 4. Penatalaksanaan diet Klien dengan benigna prostat hiperplasia dianjurkan untuk menghindari minuman beralkohol, kopi, teh, coklat, cola, dan makanan yang terlalu berbumbu serta menghindari asupan cairan yang berlebihan terutama pada malam hari. (Sodeman. 2011)

H. KOMPLIKASI 1. Urinary traktus infection 2. Hematuria 3. Impotensi 4. Inkontinensia urin 5. Gagal ginjal (Mubarak, 2015)

B. Diagnosa keperawatan` Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) menjadi panduan dalam penegakan diagnosis keperawatan. Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respon klien terhadap masalah kesehatan atau.proses kehidupan yang di alaminya baik yang berlangsung

actual

maupun

potensial,

diagnosis

keperawatan

bertujuan

untuk

mengidentifikasi respon klien individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan (Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017)

Pre Operasi 1.

Nyeri Akut

2.

Retensi urin

3.

Resiko kekurangan volume cairan

4.

Disfungsi seksual

5.

Resiko infeksi

6.

Ansietas

7. Ferfusi perifer tidak efktif Intra Operatif 1. Resiko Infeksi Post Operasi 1. Nyeri Akut 2. Resiko infeksi

C. Intervensi Pre operasi No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil 1. Nyeri akut NOC: Definisi 1. Tingkat kenyamanan Pengalaman sensori dan emosi 2. Kontrol nyeri yang tidak menyenangkan akibat 3. Tingkat nyeri adanya kerusakan jaringan yang aktual atau potensial, atau Tujuan dan Kriteria Hasil: digambarkan dengan istilah seperti Setelah dilakukan tindakan keperawatan (International Association for the selama ...x24 jam nyeri klien teratasi, Study of Pain); awitan yang tiba- dengan indicator: tiba atau perlahan dengan intensitas  Tingkat kenyamanan. ringan sampai berat dengan akhir Dapat melakukan aktivitas seperti biasa yang dapat diantisipasi atau dapat tanpa harus merasakan nyeri. diramalkan dan durasinya kurang Kontrol nyeri dari enam bulan.  Mampu mengenali faktor penyebab  Mampu melaporkan gejala pada tenaga Batasan karakteristik kesehatan  Mampu mengenali gejala-gejala nyeri  Subjektif  Melaporkan atau mengungkapkan  Tingkat nyeri melaporkan adanya nyeri, secara verbal (nyeri) dengan isyarat Mampu frekuensi nyeri dan episode lamanya nyeri.  Objektif  Tanda-tanda vital kembali normal.  Posisi untuk menghindari nyeri  Perubahan tonus oto (dari rentang lemas tidak bertenaga sampai kaku)  Perubahan selera makan  Perilaku distraksi (misal ; mondarmandir, mencari orang, akivitas berulang)  Wajah topeng (nyeri)  Perilaku menjaga dan sifat

Intervensi Manajemen nyeri  Kaji secara komprehensif tentang nyeri, meliputi: lokasi, karakteristik dan onset, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas/beratnya nyeri, dan faktor-faktor presipitasi.  Gunakan komunkasi terapeutik agar pasien dapat mengekspresikan nyeri  Kaji tingkat keetidaknyamanan pasien dan catat perubahan dalam catatan medik dan informasikan kepada seluruh tenaga yang menangani pasien  Tentukan dampak dari ekspresi nyeri terhadap kualitas hidup: pola tidur, nafsu makan, aktifitas kognisi, mood, relationship, pekerjaan, tanggungjawab peran.  Kontrol faktor-faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien terhadap ketidaknyamanan (ex: temperatur ruangan, penyinaran, dll).  Modifikasi tindakan mengontrol nyeri berdasarkan respon pasien.  Tingkatkan tidur/istirahat yang cukup.  Lakukan teknik variasi untuk mengurangi nyeri (farmakologi,

melindungi  Bukti nyeri yang dapat diamati  Berfokus pada diri sendiri  Gangguan tidur Faktor yang berhubungan Agens-agens penyebab cedera (misalnya biologis, kimia, fisik, dan psikologis)

nonfarmakologi, dan interpersonal).  Kolaborasikan dengan pasien, orang terdekat dan tenaga profesional lain untuk memilh tenik non farmakologi Pemberian analgetik  Cek catatan medis untuk jenis obat, dosis, dan frekuensi pemberian analgetik.  Kaji adanya alergi obat.  Monitor tanda vital sebelum dan sesudah pemberian analgetik narkotik saat pertama kali atau jika muncul tanda yang tidak biasanya.  Evaluasi kemampuan pasien untuk berpartisipasi dalam pemilihan jenis analgetik, rute, dan dosis yang akan digunakan.  Pilih analgetik atau kombinasi analgetik yang sesuai ketika menggunakan lebih dari satu obat.  Tentukan pilihan jenis analgetik (narkotik, non-narkotik, atau NSAID/obat anti inflamasi non steroid) bergantung dari tipe dan beratnya nyeri.  Berikan analgetik sesuai jam pemberian.  Dokumentasikan respon analgetik dan efek yang muncul.  Kolaborasikan dengan dokter jika obat, dosis, dan rute pemberian, atau perubahan interval diindikasikan,

buat rekomendasi spesifik berdasar pada prinsip kesamaan analgetik

HE

 Sertakan dalam instruksi pemulangan

2.

pasien obat khusus yang harus diminum, frekuensi pemberian, kemungkinan efek samping, kemungkinan interaksi obat, kewaspadaan khusus ketika meminum obat tersebut  Instruksikan pasien untuk menginformasikan kepada perawar jika peredaan nyeri tidak dapat dicapai  Informasikan kepada pasien tentang prosedur yang dapat meningkatkan nyeri dan tawarkan strategi koping yang disarankan  Perbaiki kesalahan presepsi terhadap analgesik narkotik  Berikan informasi tentang nyeri, seperti penyebab nyeri, berapa lama akan berlangsung  Ajarkan penggunaan tenik nonfarmakologis Retensi urine NOC Perawatan retensi urin Definisi 1. Kontinensia urine  Pantau penggunaan agens non resep Retensi urine adalah ketidak 2. Eliminasi Urine dengan anti kolinergik atau agonis sempurnaan pengosongan kandung alfa kemih. Tujuan dan Kriteria Hasil:  Pantau efek obat resep, seperti Setelah dilakukan tindakan keperawatan penyekat saluran kalsium dan anti

Batasan Karakteristik selama ...x24 jam pasien menunjukan Subjektif : jumlah urin normal tanpa ada retensi  Disuria dengan indikator :  Sensasi kandung kemih penuh  Kontinensia urin Objektif :  Mengosongkan kandung kemih secara  Distensi kandung kemih tuntas  Urine Menetes  Menunjukan pengosongan kandung kemih  Inkontinensia Over flow dengan prosedur bersih kateterisasi  Urine residu intermiten mandiri  Haluaran urine sering dan sedikit Eliminasi urin atau tidak ada  Mempunyai asupan dan haluaran 24 jam Faktor-faktor Yang berhubungan  Sumbatan  Tingginya tekanan uretra yang di sebabkan oleh kelemahan destrusor  Inhibisi arkus refleks  Sfingter yang kuat

kolinergik.  Pantau asupan dan haluaran.  Pantau derajat distensi kandung kemih melalui palpasi dan perkusi.  Rujuk pada spesialis kontinensia urine jika di perlukan.  Berikan prifasi untuk eliminasi.  Gunakan kekuatan sugesti dengan mengalirkan air dan membilas toilet.  Stimulasi refleks kandung kemih dengan menempelkan es keabdomen, menekan bagian dalam paha atau mengalirkan air.  Berikan cukup waktu untuk pengosongan kandung kemih (10 menit) Manajemen eliminasi urin  Identifikasi dan dokumentasikan pola pengosongan kandung kemih  Bagi cairan dalam sehari untuk menjamin asupan yang adekuat tanpa menyebabkan kandung kemih over distensi  Lakukan program pelatihan untuk pengosongan kandung kemih, Kateterisasi urine  Lakukan kateterisasi untuk mengeluarkan urine residu jika di perlukan  Rujuk ke perawat terapi enterostoma untuk instruksi kateterisasi intermiten mandiri menggunakan prosedur bersih setiap 4-6 jam pada saat

terjaga

3.

Resiko kekurangan volume cairan Definisi 1. Resiko kekurangan Volume Cairan 2. Adalah Kondisi Individu yang 3. beresiko mengalami dehidrasi 4. Vaskular, selular, Intraselular      

NOC Keseimbangan Elektrolit dan asam basa Keseimbangan cairan Hidrasi Status nutrisi.

Tujuan dan Kriteria Hasil: Faktor resiko Setelah dilakukan tindakan keperawatan Penyimpangan yang selama ...x24 jumlah cairan yang masuk mempengaruhi akses untuk dan keluar seimbang, yang dapat dibuktikan dengan indikator ; pemasukan atau absorpsi cairan.  Kehilangan yang berlebihan Keseimbangan elektrolit dan asam basa melalui rute normal ( Mis; Diare).  Pasien memiliki konsentrasi urine yang Usia ekstrime (Bayi Baru Lahir normal  Pasien memilki hemoglobin dan hematokrit Atau Lansia) Berat badan ekstrime ( Kurang atau dalam batas normal  Keseimbangan cairan Berlebih)  Faktor yang mempengaruhi Pasien memiliki asupan cairan oral dan/atau Kebutuhan Cairan (Mis; Status intravena yang adekuat  Hidrasi Hipermetabolik) Defisiensi Pengetahuan (Yang Pasien tidak mengalami haus yang tidak

HE  Instruksikan pasien dan keluarga untuk mencatat urine bila di perlukan.  Ajarkan pasien tentang tanda dan gejala infeksi saluran kemih yang harus dilaporkan (misal; demam, menggigil, nyeri pinggang, hematuria serta perubahan konsistensi dan bau urine) Manajemen elektrolit  Pantau hasil labolatorium yang relevan dengan keseimbangan cairan (misal; kadar hematokrit, BUN, albumin, protein total, osmolalitas serum, dan berat jenis urine)  Laporkan abnormalitas elektrolit Manajemen cairan  Pantau Status Hidrasi (Mis; Kelembapan Membran Mukosa, Ke adekuatan Nadi, Dan Tekanan Darah Ortostatik)  Pertahankan keakuratan catatan asupan dan haluaran.  Pastikan bahwa pasien terhidrasi dengan baik sebelum pembedahan  Berikan terapi IV, Sesuai Program  Tingkatkan asupan oral jika perlu.  Berikan cairan sesuai keperluan  Pasang kateter jika perlu.

berhubungan Dengan Volume normal  Tentukan jumlah cairan yang masuk Cairan).  Pasien dapat menampilkan hidrasi yang dalam 24 jam, hitung asupan yang di normal (membran mukosa lembab dan perlukan sepanjang sif siang, sore  Kehilangan Cairan Melalui Rute dan malam. yang tidak normal (Mis; Slang mampu berkeringat) Pemantauan cairan Kateter Menetap)  Status nutrisi ; asupan makanan dan cairan  Pasien memiliki asupan dan haluaran yang  Pantau Warna, Jumlah, Dan Frekuensi  Obat (diuretik) kehilangan cairan. seimbang dalam 24 jam  Cek arahan lanjut klien untuk menentukan apakah penggantian cairan pada pasien sakit terminal tetap dilakukan Manajemen cairan/elektrolit  Kaji adanya vertigo atau hipotensi postural  Identifikasi faktor terhadap bertambah buruknya dehidrasi (misal; obatobatan, demam, stres, dan program pengobatan  Observasi khususnya terhadap kehilangan cairan yang tinggi elektrolit (misal ; diare, drainase luka, diaforesis) Manajemen hipovolemia  Atur ketersedian produk darah untuk transfusi, bila di perlukan.  Pantau perdarahan ( Mis; Periksa Seluruh sekret Dari adanya darah nyat atau darah samar) Manajemen syok  Ubah Posisi pasien Trendelenburg Atau tinggikan tungkai pasien bila hipotensi, kecuali di kontra indikasikan

4.

Disfungsi seksual NOC Definisi  Penuaan fisik Kondisi ketika individu mengalami Fungsi seksual perubahan fungsi seksual selama Identitas seksual fase respon gairah seksual, rangsang seksual, dan/atau Setelah di lakukan tindakan keperawatan orgasme, yang dipandang tidak ....x 24 jam pasien dapat menunjukkan memuaskan, tidak ada perbaikan dari disfungsi seksual yang penghargaan, dan tidak adekuat dapat dibuktikan ; Batasan karakteristik  Penuaan fisik  Subjetif  Beradaptasi dengan model ekspresi seksual  Perubahan dalam penerimaan untuk mengakomodasikan perubahan fisik kepuasan seksual akibat usia dan akibat penyakit  Ketidakmampuan untuk mencapai Fungsi seksual kepuasan yang diharapkan  Meminta informasi yang dibutuhkan  Menyatakan masalah tentang perubahan fungsi seksual  Persepsi keterbatasan akibat Menunjukan keinginan untuk penyakit atau terapi mendiskusikan perubahan fungsi seksual  Objektif  Identitas seksual  Pembatasan aktual akibat penyakit Mengungkapkan secara verbal pemahaman atau terapi tentang pembatasan atas indikasi medis  Mencari penegasan tentang kemampuan respon gairah seksual  Perubahan dalam pencapaian persepsi peran seks Faktor yang berhubungan  Perubahan struktur atau fungsi tubuh  Salah informasi atau kurang pengetahuan

HE  Anjurkan pasien untuk menginformasika perawat bila haus Konseling seksual  Awali pertanyaan tentang seksualitas dengan suatu pernyataan pada pasien bahwa banyak orang mengalami masalha seksual  Tentukan seberapa besar rasa bersalah seksual yang berhubungan dengan persepsi pasien tentang faktor penyebab penyakit tersebut  Lakukan perujukan atau konsultasikan dengan anggota tim layanan kesehatan lain  Anjurkan pasien untuk mengungkapkan ketakutan-ketakutan dan mengajukan pertanyaan  Bantu pasien untuk mengungkapkan kesedihan dan kemarahan terhadap perubahan fungsi dan penampilan tubuh Peningkatan koping  Anjurkan pengungkapan keluhan seksual melalui peran pemberi asuhan yang telah membina hubungan saling percaya dengan pasien  Beri waktu dan privasi untuk membahas masalah seksual pasien HE  Beri informasi untuk meningkatkan fungsi seksual

   

5.

Penganiayaan fisik Konflik nilai Ringkih Ketiadaan model peran atau model peran tidak berpengaruh Perubahan biopsikososial seksualitas Resiko infeksi NOC: Definisi  Status imun Resiko infeksi adalah beresiko Keparahan infeksi terhadap infeksi organisme patogen Setelah di lakukan tindakan keperawatan Faktor resiko ....x 24 jam faktor resiko infeksi akan Penyakit kronis hilang di buktikan oleh Penekanan sistem imun Status imun : Ketidakadekuatan imunitas dapatan Memperlihatkan hygine personal yang Pertahanan primer tidak adekuat adekuat (misalnya kulit luka,trauma Mengindikasikan kasus gastrointestinal, jaringan,penurunan kerja silia, statis pernapasan, genito urinaria dan imun airan tubuh, perubahan pH sekresi. dalam batas normal. Pertahanan lapis kedua yang tidak Keparahan infeksi : memadai (misalnya hemoglobin  Terbebas dari gejala dan tanda infeksi trun, leukopenia, supresi respon  Menggambarkan faktor yang inflamasi) menunjang penularan infeks Peningkatan pemajanan lingkungan  Melaporkan tanda atau gejala infeksi terhadap patogen serta mengikuti prosedur screaning dan Prosedur infasif pemantauan Malnutrisi Agen farmasi Kerusakan jaringan Trauma

 Diskusikan dampak penyakit, situasi kesehatan pada seksualitas  Diskusikan pentingnya modifikasi aktivitas seksual  Berikan informasi faktual tentang mitos seksual dan kesalahan informasi yang pasien kemukakan  Ajarkan pada pasien hanya tehnik yang sesuai dengan nilai Pengendalian infeksi  Berikan terapi antibiotik, bila diperlukan  Bersihkan lingkungan dengan benar setelah dipergunakan masing-masing pasien  Pertahankan tehnik isolasi, bila diperlukan  Terapkan kewaspadaan universal  Batasi jumlah pengunjung bila diperlukan Perlindungan infeksi  Pantau tanda dan gejala infeksi ( misal; suhu tubuh, denyut jantung, drainase, penampilan luka sekresi, penampilan urine, suhu kulit, lesi kulit, keletihan, dan malaise)  Lindungi pasien terhadap kontaminasi silang dan tidak menugaskan perawat yang sama untuk pasien yang lain yang mengalami infeksi dan memisahkan ruang perawat dan pasien Pengendalian infeksi

6.

Ansietas NOC Definisi  Tingkat ansietas Ansietas adalah perasaan tidak Pengendalian diri terhadap ansietas nyaman atau kekhawatiran yang Konsentrasi samar yang disertaai respon Koping autonom (sumber seringkali tidak spesifik atau tidak diketahui oleh Setelah di lakukan tindakan keperawatan individu), perasaan takut yang ....x 24 jam ansietas yang berkurang yang disebabkan oleh antisipasi terhadap dapat dibuktikan ; bahaya. Perasaan ini merupakan Tingkat ansietas isyarat kewaspadaan yang Memiliki tanda vital dalam batas normal memperingatkan bahaya yang akan Pengendalian diri terhadap ansietas terjadi dan memampukan individu Mengidentifikasikan gejala yang melakukan tindakan untuk merupakan indikator ansietas pasien menghadapi ancaman. sendiri Batasan karakteristik  Koping Perilaku :  Meneruskan aktivitas yang dibutuhkan - penurunan produktivitas meskipun mengalami kecemasan - Gelisah  Mengkomunikasikan kebutuhan dan

 Kaji faktor yang dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi HE  Jelaskan pada pasien dan keluarga mengapa sakit atau terapi menigkatkan resiko infeksi  Instruksikan untuk menjaga higiene personal untuk melindungi tubuh terhadap infeksi  Ajarkan pasien cara mencuci tangan yang benar  Ajarkan kepada pengunjung untuk mencuci tangan sewaktu masuk dan meninggalkan ruang pasien Penurunan ansietas  Menentukan kemampuan pengambilan keputusan pasien  Berikan obat untuk menurunkan ansietas, jika perlu  Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan  Nyatakan dengan jelas tentang harapan perilaku pasien  Dampingi pasien  Jaga peralatan perawatan jauh dari pandangan pasien  Bantu pasien untuk mengidentifikasikan situasi yang mencetuskan ansietas Dukungan emosi  Gali bersama pasien tenang tehnik yang berhasil dan tidak berhasil menurunkan ansietas dimasa lalu

- Insomnia perasaan negatif secara tepat - Resah  Konsentrasi - Gerakan yang tidak relevan  Menunjukkan kemampuan untuk berfokus Afektif pada pengetahuan dan keterampilan yang - Kesedihan yang mendalam baru - Distress - Ketakutan - Perasaan tidak adekuat - Gugup - Nyeri dan peningkatan ketidakberdayaan yang persisten - Perasaan takut Fisiologis - Wajah tegang - Peningkatan keringat - Peningkatan ketegangan - Suara bergetar Kognitif - Kesadaran terhadap gejala biologis - Penurunan lampang pandang - Kesulitan untuk berkonsentrasi - Takut terhadap konsekuensi yang tidak spesifik - Fokus pada diri sendiri - Mudah lupa - Gangguan perhatian - Melamun Faktor yang berhubungan - Hubungan keluarga atau hereditas - Transmisi dan penularan interpersonal

 Berikan penguatan positif ketika pasien mampu menurunkan aktivitas lainnya meskipun mengalami ansietas Koping  Beri dorongan kepada pasien untuk mengungkapkan secara verbal pikiran dan perasaan pasien  Bantu pasien untuk memfokuskan pada situasi saat ini  Dorong pasien untuk mengekpresikan kemarahan dan iritasi, serta izikan pasien untuk menangis Tehnik menenangkan diri  Sediakan pengalihan melalui tv, radio, permainan, serta terapi okupasi  Pada saat ansietas berat, dampingi pasien dan bicara dengan tenang  Kurangi rangsangan yang berlebihan dengan menyediakan lingkungan yang tenang  Singkirkan sumber-sumber ansietas jika memungkinkan HE  Buat rencana penyuluhan dengan tujuan yang realistis  Berikan informasi mengenai sumber komunitas yag tersedia  Informasikan tentang gejala ansietas  Ajarkan anggota keluarga bagaiamana membedakan serangan panik dan gejala penyakit fisik  Instruksikan pasien untuk

7.

- Krisis situasi dan maturasi - Stress - Penyalahgunaan zat - Ancaman kematian - Ancaman atau perubahan pada status peran, fungsi peran, lingkungan, status kesehatan, status ekonomi, atau pola interaksi - Ancaman terhadap konsep diri - Konflik yang tidak disadari tentang nilai dan tujuan hidup yang esensial, - Kebutuhan yang tidak terpenuhi Ferfusi perifer tidak efktif Perfusi perifer kembali efektif

menggunakan tehnik relaksasi  Jelaskan semua prosedur serta sensai yang biasanya dialami selama prosedur

 Identifikasi status hidrasi (kelembaban membran mukosa)  R: Mengetahui ada tidaknya tandatanda dari dehidrasi  Monitoring hasil labortorium setiap saat  R: Nilai laboratorium normal dapat menunjukkan nilai komposisi darah  Ajarkan pada pasien tentang penyakit anemia  R: dapat menambah pengetahuan pasien  Lakukan kolaborasi dengan tim gizi makanan yang dapat meningkatkan hemoglobin  R: Makanan yang sesuai akan membantu dalam meningkatkan hemoglobin klien

Intra Operasi Daftar diagnosa Resiko Infeksi Kelas : Domain : Definisi : Definisi : Peningkatan resiko masuknya organisme patogen

-

-

-

NOC NIC - Immune Status Infection Control (Kontrol infeksi) - Knowledge : Infection control - Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain - Risk control - Pertahankan teknik isolasi - Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan Setelah dilakukan tindakan- Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan kperawtan keperawatan dalam 1x24 jam- Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung diharapkan klien terhindar dari- Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat resiko infeksi dengan Kriteria- Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing sesuai dengan Faktor-faktor resiko : Hasil : petunjuk umum Prosedur Infasif - Klien bebas dari tanda dan- Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi kandung Trauma gejala infeksi kencing Kerusakan jaringan dan - Jumlah leukosit dalam batas- Tingktkan intake nutrisi peningkatan paparan normal - Berikan terapi antibiotik bila perlu lingkungan Agen farmasi Infection Protection (proteksi terhadap infeksi) (imunosupresan) - Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal Peningkatan paparan - Monitor hitung granulosit, WBC lingkungan patogen - Monitor kerentanan terhadap infeksi Ketidakadekuatan imum - Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas, buatan drainase Tidak adekuat pertahanan - Ispeksi kondisi luka / insisi bedah sekunder (penurunan Hb, - Laporkan kecurigaan infeksi Leukopenia, penekanan respon inflamasi) Tidak adekuat pertahanan tubuh primer (kulit tidak utuh, cairan tubuh statis, perubahan sekresi pH, perubahan peristaltik)

Post Operasi No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil 1. Nyeri akut NOC: Definisi 1. Tingkat kenyamanan Pengalaman sensori dan emosi 2. Kontrol nyeri yang tidak menyenangkan akibat 3. Tingkat nyeri adanya kerusakan jaringan yang aktual atau potensial, atau Tujuan dan Kriteria Hasil: digambarkan dengan istilah seperti Setelah dilakukan tindakan keperawatan (International Association for the selama ...x24 jam nyeri klien teratasi, Study of Pain); awitan yang tiba- dengan indicator: tiba atau perlahan dengan intensitas  Tingkat kenyamanan. ringan sampai berat dengan akhir Dapat melakukan aktivitas seperti biasa yang dapat diantisipasi atau dapat tanpa harus merasakan nyeri. diramalkan dan durasinya kurang Kontrol nyeri dari enam bulan.  Mampu mengenali faktor penyebab  Mampu melaporkan gejala pada tenaga Batasan karakteristik kesehatan  Mampu mengenali gejala-gejala nyeri  Subjektif  Melaporkan atau mengungkapkan  Tingkat nyeri melaporkan adanya nyeri, secara verbal (nyeri) dengan isyarat Mampu frekuensi nyeri dan episode lamanya nyeri.  Objektif  Tanda-tanda vital kembali normal.  Posisi untuk menghindari nyeri  Perubahan tonus oto (dari rentang lemas tidak bertenaga sampai kaku)  Perubahan selera makan  Perilaku distraksi (misal ; mondarmandir, mencari orang, akivitas berulang)  Wajah topeng (nyeri)  Perilaku menjaga dan sifat melindungi

Intervensi Manajemen nyeri  Kaji secara komprehensif tentang nyeri, meliputi: lokasi, karakteristik dan onset, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas/beratnya nyeri, dan faktor-faktor presipitasi.  Gunakan komunkasi terapeutik agar pasien dapat mengekspresikan nyeri  Kaji tingkat keetidaknyamanan pasien dan catat perubahan dalam catatan medik dan informasikan kepada seluruh tenaga yang menangani pasien  Tentukan dampak dari ekspresi nyeri terhadap kualitas hidup: pola tidur, nafsu makan, aktifitas kognisi, mood, relationship, pekerjaan, tanggungjawab peran.  Kontrol faktor-faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien terhadap ketidaknyamanan (ex: temperatur ruangan, penyinaran, dll).  Modifikasi tindakan mengontrol nyeri berdasarkan respon pasien.  Tingkatkan tidur/istirahat yang cukup.  Lakukan teknik variasi untuk mengurangi nyeri (farmakologi, nonfarmakologi, dan interpersonal).

 Bukti nyeri yang dapat diamati  Berfokus pada diri sendiri  Gangguan tidur Faktor yang berhubungan Agens-agens penyebab cedera (misalnya biologis, kimia, fisik, dan psikologis)

 Kolaborasikan dengan pasien, orang terdekat dan tenaga profesional lain untuk memilh tenik non farmakologi Pemberian analgetik  Cek catatan medis untuk jenis obat, dosis, dan frekuensi pemberian analgetik.  Kaji adanya alergi obat.  Monitor tanda vital sebelum dan sesudah pemberian analgetik narkotik saat pertama kali atau jika muncul tanda yang tidak biasanya.  Kaji kebutuhan akan kenyamanan atau aktivitas lain yang membantu relaksasi untuk memfasilitasi respon analgetik.  Evaluasi kemampuan pasien untuk berpartisipasi dalam pemilihan jenis analgetik, rute, dan dosis yang akan digunakan.  Pilih analgetik atau kombinasi analgetik yang sesuai ketika menggunakan lebih dari satu obat.  Tentukan pilihan jenis analgetik (narkotik, non-narkotik, atau NSAID/obat anti inflamasi non steroid) bergantung dari tipe dan beratnya nyeri.  Berikan analgetik sesuai jam pemberian.  Dokumentasikan respon analgetik dan efek yang muncul.

 Kolaborasikan dengan dokter jika obat, dosis, dan rute pemberian, atau perubahan interval diindikasikan, buat rekomendasi spesifik berdasar pada prinsip kesamaan analgetik

HE

 Sertakan dalam instruksi pemulangan pasien obat khusus yang harus diminum, frekuensi pemberian, kemungkinan efek samping, kemungkinan interaksi obat, kewaspadaan khusus ketika meminum obat tersebut  Instruksikan pasien untuk menginformasikan kepada perawar jika peredaan nyeri tidak dapat dicapai  Informasikan kepada pasien tentang prosedur yang dapat meningkatkan nyeri dan tawarkan strategi koping yang disarankan  Perbaiki kesalahan presepsi terhadap analgesik narkotik  Berikan informasi tentang nyeri, seperti penyebab nyeri, berapa lama akan berlangsung  Ajarkan penggunaan tenik nonfarmakologis

- Immune Status Infection Control (Kontrol infeksi) - Knowledge : Infection control - Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain - Risk control - Pertahankan teknik isolasi - Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan Setelah dilakukan tindakan- Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan kperawtan keperawatan dalam 1x24 jam- Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung diharapkan klien terhindar dari- Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat resiko infeksi dengan Kriteria- Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing sesuai dengan Faktor-faktor resiko : Hasil : petunjuk umum Prosedur Infasif - Klien bebas dari tanda dan- Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi kandung Trauma gejala infeksi kencing Kerusakan jaringan dan - Jumlah leukosit dalam batas- Tingktkan intake nutrisi peningkatan paparan normal - Berikan terapi antibiotik bila perlu lingkungan Agen farmasi Infection Protection (proteksi terhadap infeksi) (imunosupresan) - Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal Peningkatan paparan - Monitor hitung granulosit, WBC lingkungan patogen - Monitor kerentanan terhadap infeksi Ketidakadekuatan imum - Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas, buatan drainase Tidak adekuat pertahanan - Ispeksi kondisi luka / insisi bedah sekunder (penurunan Hb, - Laporkan kecurigaan infeksi Leukopenia, penekanan respon inflamasi) - Tidak adekuat pertahanan tubuh primer (kulit tidak utuh, trauma jaringan, penurunan kerja silia, cairan tubuh statis, perubahan sekresi pH, perubahan peristaltik) Resiko Infeksi Kelas : Domain : Definisi : Definisi : Peningkatan resiko masuknya organisme patogen

-

-

D. Implementasi Implementasi keperawatan merupakan tindakan untuk mencapai tujuan antara perawat dan pasien. Perawat bertindak dan membuat strategi untuk meningkatkan kemampuan self care pasien. Pelaksanaan tindakan keperawatan diberikan berdasarkan tiga tingkat kemampuan pasien (wholly compensatory system, partial compensatory system, dan supportif educative). Sasaran tindakan keperawataan dapat dilakukan secara langsung kepada individu atau kepada keluarga untuk tujuan menyiapkan sistem pendukung bagi individu dalam meningkatkan kemampuan self care terutama pada pasca rawat. Disamping itu tindakan keperawatan yang sifatnya kolaboratif dan dependent dapat dilakukan secara berdampingan dengan tindakan independent perawat. E. Evaluasi Pada tahap ini, perawat akan menilai efektifitas asuhan keperawatan yang telah dilakukan, dengan mengevaluasi tercapainya outcome yang diharapkan. Penilaian

yang

dilakukan

adalah

mengevaluasi

efektivitas

tindakan

keperawatan baik yang sifatnya independen, kolaboratif, dependen, dan pendidikan kesehatan.

DAFTAR PUSTAKA

Mubarak, WI.,Indrawati, L., Susanto, J. (2015). Buku Ajar Ilmu Keperawatan Dasar Buku 2. Jakarta: Salemba Medika. Nurarif, AH.,&Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc.Edisi Revisi Jilid 3Jogjakarta: Mediaction Publishing. Price, Sylvia A., dan Lorraine M. Wilson. 2014. Patofisiologi Edisi 4. Jakarta: EGC. Sodeman. 2011. Patofisiologi Edisi 7 Jilid II. Jakarta: Hipokrates Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonsia, Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia Waspadji, Soeparman Sarwono. 2014. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta: FKUI

Related Documents


More Documents from "Dwi suci rhamdanita"

Analisis Jurnal Gadar.docx
November 2019 24
Lp Hd.doc
December 2019 22
Lp Tof.docx
October 2019 20