LAPORAN PENDAHULUAN BRONKOPNEUMONIA 1.
Konsep Dasar Medis A.
Definisi Bronkopneumonia adalah salah satu jenis pneumonia yang mempunyai
pola penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi di dalam bronchi dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya (Nurarif, A. H & Kusuma, H., 2015). Bronkopneumonia digunakan untuk menggambarkan pneumonia yang mempunyai pola penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi dalam bronki dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya. Pada bronkopneumonia terjadi konsolidasi area berbercak. (Wijayaningsih, 2013). Bronkopneumonia adalah suatu peradangan paru yang biasasnya menyerang di bronkeoli terminal. Bronkeoli terminal tersumbat oleh eksudat mokopurulen yang membentuk bercak-bercak konsolidasi di lobuli yang berdekatan. Penyakit ini sering bersifat sekunder, menyertai infeksi saluran pernafasan atas, demam infeksi yang spesifik dan penyakit yang melemahkan daya tahan tubuh. Kesimpulannya bronkopneumonia adalah jenis infeksi paru yang disebabkan oleh agen infeksius dan terdapat di daerah bronkus dan sekitar alveoli (Nurarif, A. H & Kusuma, H., 2015). B.
Etiologi Secara umun individu yang terserang bronchopneumonia diakibatkan
oleh adanya penurunan mekanisme pertahanan tubuh terhadap virulensi organisme patogen. Orang yang normal dan sehat mempunyai mekanisme pertahanan tubuh terhadap organ pernafasan yang terdiri atas : reflek glotis dan batuk, adanya lapisan mukus, gerakan silia yang menggerakkan kuman keluar dari organ, dan sekresi humoral setempat.
Timbulnya bronchopneumonia disebabkan oleh virus, bakteri, jamur, protozoa, mikobakteri, mikoplasma, dan riketsia antara lain: (Sujana, 2016) a. Bakteri
: Streptococcus, Staphylococcus, H. Influenzae, Klebsiella.
b. Virus
: Legionella pneumonia
c. Jamur
: Aspergillus spesies, Candida albicans
d. Aspirasi makanan, sekresi orofaringeal atau isi lambung ke dalam paru-paru e. Terjadi karena kongesti paru yang lama. C.
Patofisiologi Dalam keadaan tubuh sehat tidak terjadi pertumbuhan mikroorganisme di
paru
karena adanya pertahanan paru. Infeksi terjadi apabila terdapat
ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh sehingga mikroorganisme dapat berkembang biak. Mekanisme pertahanan paru yang berperan antara lain : a. Pada saluran penghantar 1) Reepitelisai saluran nafas 2) Aliran lendir pada permukaan epitel 3) Bakteri alamiah 4) Faktor humoral lokal (IgA dan IgG) 5) Komponen mikroba setempat 6) Sistem transport mukosilier 7) Refleks bersin dan batuk b. Pada respiratory exchange airway 1) Cairan yang melapisi alveolar (surfaktan, lisozim) 2) Sistem kekebalan humoral lokal (IgG) 3) Makrofag alveolar dan mediator inflamasi 4) Penarikan netrofil Bila terjadi gangguan pada mekanisme pertahanan paru maka terjadi infeksi. Mikroorganisme dapat mencapai permukaan jaringan paru dengan cara: a. Inokulasi langsung b. Penyebaran melalui pembuluh darah (hematogen)
c. Inhalasi bahan aerosol d. Kolonisasi pada permukaan mukosa Bronkopneumonia dimulai dengan masuknya kuman melalui inhalasi, aspirasi, hematogen dari focus infeksi atau penyebaran langsung. Sehingga terjadi infeksi dalam alveoli, membran paru mengalami peradangan dan berlubang-lubang sehingga cairan dan bahkan sel darah merah dan sel darah putih keluar dari darah dan masuk ke dalam alveoli. Dengan demikian alveoli yang terinfeksi secara progresif menjadi terisi dengan cairan dan sel-sel, dan infeksi yang disebarkan oleh perpindahan bakteri dari alveolus ke alveolus. Kadang-kadang
seluruh
lobus
bahkan
seluruh
paru
menjadi
padat
(consolidated) yang berarti bahwa paru terisi cairan dan sisa-sisa sel. Terdapat 4 stadium proses peradangan: (Bradley JS, et al. 2011) a. Stadium I : kongesti (4-12 jam pertama) Stadium ini disebut hyperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen juga bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbon dioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.
b. Stadium II : Hepatisasi merah (48 jam berikutnya) Stadium ini disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan apda perabaan teraba seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga akan bertambah sesak. Stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam. c. Stadium III : Hepatisasi kelabu (3-8 hari) Stadium ini disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti. d. Stadium IV : Resolusi (7-11 hari) Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorbsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula. D.
Manifestasi Klinis Menurut Nurarif, A.H & Kusuma, H. (2015), bronkopneumonia biasanya
didahului oleh suatu infeksi di saluran pernafasan bagian atas selama beberapa hari. Pada tahap awal, penderita bronkopneumonia mengalami tanda dan gejala yang khas seperti menggigil, demam, nyeri dada, pleuritis, batuk produktif, hidung kemerahan, saat bernafas menggunakan otot aksesorius dan bisa timbul sianosis. Terdengar adanya krekels di atas paru yang sakit dan terdengar ketika terjadi konsolidasi (pengisian rongga udara oleh eksudat).
E.
Pemeriksaan Penunjang Untuk dapat menegakkan diagnosa keperawatan dapat digunakan cara:
a.
Pemeriksaan Laboratorium 1) Pemeriksaan darah Pada kasus bronchopneumonia oleh bakteri akan terjadi leukositosis (meningkatnya jumlah neutrofil) 2) Pemeriksaan sputum Bahan pemeriksaan yang terbaik diperoleh dari batuk yang spontan dan dalam. Digunakan untuk pemeriksaan mikroskopis dan untuk kultur serta tes sensitifitas untuk mendeteksi agen infeksius. 3) Analisa gas darah untuk mengevaluasi status oksigenasi dan status asam basa. 4) Kultur darah untuk mendeteksi bakteremia 5) Sampel darah, sputum, dan urin untuk tes imunologi untuk mendeteksi antigen mikroba.
b.
Pemeriksaan Radiologi 1) Rontgen Thoraks Menunjukkan konsolidasi lobar yang seringkali dijumpai pada infeksi pneumokokal atau klebsiella. Infiltrat multiple seringkali dijumpai pada infeksi stafilokokus dan haemofilus. 2) Laringoskopi/ bronkoskopi untuk menentukan apakah jalan nafas tersumbat oleh benda padat.
F.
Penatalaksanaan Penatalaksanaan yang dapat diberikan antara lain : (Nurarif A.H &
Kusuma, H., 2015) a. Menjaga kelancaran pernafasan b. Kebutuhan istirahat Pasien ini sering hiperpireksia maka pasien perlu cukup istirahat, semua kebutuhan pasien harus ditolong di tempat tidur.
c. Kebutuhan nutrisi dan cairan Pasien bronkopneumonia hampir selalu mengalami masukan makanan kurang. Suhu tubuh yang tinggi selama beberapa hari dari masukan cairan yang kurang dapat menyebabkan dehidrasi. Untuk mencegah dehidrasi kekurangan kalori dipasang infuse dengan cairan glukosa 5% dan NaCl 0,9%. d. Mengontrol suhu tubuh e. Pengobatan Pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi. Akan tetapi karena hal itu perlu waktu dan pasien perlu terapi secepatnya maka biasanya diberikan penisilin ditambah dengan clorampenicol atau diberikan antibiotic yang mempunyai spectrum luas seperti ampisilin. Pengobatan ini diteruskan sampai bebas demam 4-5 hari. Karena sebagian besar pasien jatuh kedalam asidosis metabolic akibat kurang makan dan hipoksia, maka dapat dikoreksi sesuai dengan hasil analisis gas darah arteri. 2.
Konsep Dasar Keperawatan A.
Pengkajian Keperawatan Pengkajian fokus a. Demografi meliputi : nama, umur, jenis kelamin, dan pekerjaan. b. Keluhan utama Saat dikaji biasanya penderita bronchopneumonia akan mengeluh sesak nafas, disertai batuk ada sekret tidak bisa keluar. c. Riwayat penyakit sekarang Penyakit bronchitis mulai dirasakan saat penderita mengalami batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari terutama pada saat bangun pagi selama minimum 3 bulan berturut turut tiap tahun sedikitnya 2 tahun produksi sputum (hijau, putih/kuning) dan banyak sekali.
Penderita biasanya menggunakan otot bantu pernfasan, dada terlihat hiperinflasi dengan peninggian diameter AP, bunyi nafas krekels, warna kulit pucat dengan sianosis bibir, dasar kuku. d. Riwayat penyakit dahulu Biasanya penderita bronchopneumonia sebelumnya belum pernah menderita kasus yang sama tetapi mereka mempunyai riwayat penyakit yang dapat memicu terjadinya bronchopneumonia yaitu riwayat merokok, terpaan polusi kima dalam jangka panjang misalnya debu/ asap. e.
Riwayat penyakit keluarga Biasanya
penyakit
bronchopneumonia
dalam
keluarga
bukan
merupakan faktor keturunan tetapi kebiasaan atau pola hidup yang tidak sehat seperti merokok. f.
Pola pengkajian 1) Pernafasan Gejala : Nafas pendek (timbulnya tersembunyi dengan batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari ( terutama pada saat bangun) selama minimum 3 bulan berturut- turut) tiap tahun sedikitnya 2 tahun. Produksi sputum (Hijau, putih/ kuning) dan banyak sekali. Riwayat pneumonia berulang, biasanya terpajanpada polusi kimia/ iritan pernafasan dalam jangka panjang (misalnya rokok sigaret), debu/ asap (misalnya : asbes debu, batubara, room katun, serbuk gergaji) Pengunaaan oksigen pada malam hari atau terus menerus. Tanda
:
Lebih memilih posisi tiga titik (tripot) untuk bernafas, penggunaan otot bantu pernafasan (misalnya: meninggikan bahu, retraksi supra klatikula, melebarkan hidung)
Dada
:
Dapat terlihat hiperinflasi dengan peninggian diameter AP ( bentuk barel), gerakan difragma minimal. Bunyi : crackels lembab, kasar Warna
: Pucat dengan sianosis bibir dan dasar kuku abu- abu
keseluruhan. 2) Sirkulasi Gejala
: Pembengkakan ekstremitas bawah
Tanda
:
Peningkatan tekanan darah. Peningkatan frekuensi jantung/ takikardi berat, disritmia. Distensi vena leher (penyakit berat) edema dependen, tidak berhubungan dengan penyakit jantung. Bunyi jantung redup (yang berhubungan dengan peningkatan diameter AP dada). Warna kulit/membran mukosa: normal atau abu-abu/ sianosis perifer. Pucat dapat menunjukan anemia. 3) Makanan/cairan Gejala
: Mual/muntah
Nafsu makan buruk/anoreksia ( emfisema) Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernafasan Tanda
:
a. Turgor kulit buruk b. Berkeringat c. Palpitasi abdominal dapat menyebabkan hepatomegali. 4) Aktifitas / istirahat Gejala Keletihan,
: keletihan,
malaise,
ketidakmampuan
melakukan
aktifitas sehari- hari karena sulit bernafas. Ketidakmampuan untuk
tidur, perlu tidur dalam posisi duduk tinggi . Dispnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktifitas atau istirahat Tanda
:
Keletihan, gelisah/insomnia, kelemahan umum/kehilangan masa otot 5) Integritas ego Gejala
: Peningkatan faktor resiko
Tanda
:
Perubahan pola hidup, Ansietas, ketakutan, peka rangsang 6) Hygiene Gejala
:
Penurunan kemampuan / peningkatan kebutuhan melakukan aktifitas sehari- hari Tanda
: Kebersihan buruk, bau badan.
7) Keamanan Gejala:
riwayat
alergi
atau
sensitive
lingkungan. Adanya infeksi berulang. B.
Diagnosa Keperawatan 1) Bersihan jalan napas tidak efektif 2) Gangguan pertukaran gas 3) Pola napas tidak efektif 4) Hipertermi 5) Defisit Nutrisi 6) Intoleran aktivitas 7) Risiko Hipovolemia
terhadap
zat/faktor
C. No 1,
Intervensi Keperawatan Diagnosa
NOC
Keperawatan Bersihan
NIC
jalan Setelah dilakukan tindakan Airway suction
napas tidak efektif
keperawatan ….x24 masalah
jam
selama 1. Pastikan kebutuhan diharapkan
bersihan
jalan
oral/tracheal suctioning
napas tidak efektif teratasi 2. Auskultasi suara napas dengan kriteria hasil :
sebelum dan sesudah
1. Mendemonstrasikan
suctioning
batuk efektif dan suara
3. Informasikan kepada
napas yang bersih,
klien dan keluarga
tidak ada sianosis dan
tentang suctioning
dispneu (mampu
4. Minta klien napas
mengeluarkan sputum,
dalam sebelum
mampu bernapas
melakukan suctioning
dengan mudah, tidak
5. Berikan O2 dengan
ada pursed lip)
menggunakan nasal
2. Menunjukkan jalan
6. Anjurkan pasien untuk
napas yang paten
istirahat dan napas
(Klien tidak merasa
dalam setelah kateter
tercekik, irama napas,
dikeluarkan dari
frekuensi pernapasan
nasotrakeal
dalam rentang normal, tidak ada suara napas abnormal) 3. Mampu mengidentifikasi dan
7. Monitor status oksigen pasien 8. Anjurkan keluarga bagaimana melakukan suction
mencegah factor yang
9. Hentikan suction dan
dapat menghambat
berikan oksigen
jalan napas.
apabila psien menunjukkan bradikardi, peningkatan saturasi O2, dll Airway Management 1. Buka jalan napas menggunakan teknik lift atau jaw thrust bila perlu. 2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi 3. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan napas buatan. 4. Lakukan fisioterapi dada bila perlu. 5. Keluarkan secret dengan batuk atau suction 6. Auskultasi suara napas, catat adanya suara tambahan. 7. Berikan bronkodilator bila perlu
8. Atur intake cairan untuk mengoptimalkan keseimbangan. 9. Monitor respirasi dan status O2 2.
Gangguan
Setelah dilakukan tindakan Airway Management
pertukaran gas
keperawatan selama
1. Buka jalan napas
….x24 jam diharapkan
menggunakan teknik
masalah gangguan
lift atau jaw thrust bila
pertukaran gas teratasi
perlu.
dengan kriteria hasil : 1. Klien mampu mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat 2. Memelihara kebersihan paru-paru dan bebas dari tandatanda distress pernapasan 3. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara napas yang bersih, tidak ada sianosis dan dispneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernapas
2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi 3. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan napas buatan. 4. Lakukan fisioterapi dada bila perlu. 5. Keluarkan secret dengan batuk atau suction 6. Auskultasi suara napas, catat adanya suara tambahan. 7. Berikan bronkodilator bila perlu 8. Atur intake cairan untuk mengoptimalkan
dengan mudah, tidak ada pursed lip) 4. Tanda-tanda vital dalam rentang normal
keseimbangan. 9. Monitor respirasi dan status O2 Respiratory Monitoring 1. Monitor rata-rata kedalaman, irama dan usaha respirasi. 2. Catat pergerakan dada, amati kesimetrisan, penggunana otot tambahan, retraksi otot subklavikular dan interkostal. 3. Monitor suara napas seperti dengkur 4. Monitor pula pola napas bradipneu, takipneu, hiperventilasi,cheyne stoke 5. Monitor otot diafragma (gerakan paradoksis) 6. Auskultasi suara napas, catat area penurunan/ tidak adanya ventilasi dan suara tambahan.
7. Tentukan kebutuhan suction dengan mengauskultasi crackels dan ronkhi pada jalan napas. 8. Auskultasi suara paru untuk mengetashui hasil tindakan 3.
Pola napas tidak Setelah dilakukan efektif
intervensi selama ….x 24
Airway Management 1. Buka jalan napas
jam diharapkan masalah
menggunakan teknik
pola napas tidak efektif
lift atau jaw thrust bila
teratasi dengan kriteria
perlu.
hasil: 1. TTV dalam batas normal 2. Irama dan frekuensi
2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi 3. Identifikasi pasien
napas dalam rentang
perlunya pemasangan
normal
alat jalan napas
3. Tidak suara napas tambahan 4. Tidak ada pernapasan bibir dan cuping hidung
buatan. 4. Lakukan fisioterapi dada bila perlu. 5. Keluarkan secret dengan batuk atau suction 6. Auskultasi suara napas, catat adanya suara tambahan.
7. Berikan bronkodilator bila perlu 8. Atur intake cairan untuk mengoptimalkan keseimbangan. 9. Monitor respirasi dan status O2 Oxigen Therapy 1. Atur peralatan oksigenasi 2. Monitor aliran oksigen 3. Pertahankan posisi klien 4. Observasi adanya tanda tanda hipoventilusi 5. Monitor adanya kecemasan klien terhadap oksigenasi Vital Sign Monitoring 1. Monitor TD, nadi, suhu dan RR klien 2. Monitor kualitas nadi 3. Monitor frekuensi dan irama pernapasan 4. Monitor suara paru 5. Monitor pola
pernapasan abnormal. 4.
Hipertermi
Setelah dilakukan tindakan Penanganan Demam keperawatan selama …x24 1. Monitor suhu setiap 4 jam klien menunjukan
jam sekali
masalah hipertermi teratasi 2. Monitor kehilangan dengan kriteria hasil sebagai berikut : 1. HR klien dalam rentang normal 2. Suhu tubuh klien dalam batas normal 3. Tidak ada perubahan warna kulit 4. RR dalam batas normal
cairan 3. Monitor warna kulit dan suhu 4. Monitor tekanan darah, denyut jantung, dan respirasi, jike dibutuhkan 5. Monitor level kesadraan 6. Monitor nilai WBC, Hgb, dan HCt 7. Monitor masukan dan keluaran cairan 8. Beri obat antiseptik, jika dibutuhkan 9. Beri obat penurun panas 10. Ganti pakaian pasien dengan pakaian tipis 11. Kaji peningkatan pengeluaran dan masukkan dari cairan 12. Beri cairan IV
13. Aplikasikan kompres hangat dengan handuk di lipatan paha dan ketiak 5.
Defisit nutrisi
Setelah dilakukan tindakan Nutrition Management keperawatan selama …x24 1. Kaji adanya alergi jam diharapkan masalah
makanan
defisit nutrisi teratasi
2. Kolaborasi dengan hali
dengan kriteria hasil :
gizi untuk menentukan
1. Adanya peningkatan
jumlah kalori dan
berat badan sesuai
nutrisi yang
dengan tujuan
dibutuhkan pasien.
2. Berat badan ideal
3. Anjurkan pasien untuk
sesuai dengan tinggi
meningkatkan protein
badan
dan vitamin C
3. Mengidentifikasi kebutuhan nutrisi 4. Tidak ada tanda-tanda mal nutrisi 5. Menunjukan peningkatan fungsi
4. Berikan subtansi gula 5. Yakinkan diit yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi 6. Ajarkan
pengecapan dari
pasien/keluarga untuk
menelan.
membuat catatan
6. Tidak terjadi
makanan harian
penurunan BB yang berarti
7. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi 8. Kaji kemampuan
pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan Nutrition Monitoring 1. BB pasien dalam batas normal 2. Monitor adanya penurunan berat badan 3. Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan 4. Monitor interaksi anak atau orangtua selama makan 5. Monitor lingkungan selama makan 6. Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi 7. Monitor turgor kulit 8. Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah. 9. Monitor mual dan muntah 10. Monitor kadar albumin, total protein, Hb dan kadar Ht
11. Monitor pucat, kemerahan dan kekeringan jaringan konjungtiva 12. Catat adanya edema, hipereremik, hipertonik papilla lidah dan cavitas oral. 13. Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet. 6.
Intoleran Aktivitas
Setelah dilakukan tindakan Activity therapy keperawatan selama
1. Kolaborasikan dengan
….x24 jam diharapkan
tenaga rehabilitasi
masalah intoleran aktivias
medik dengan
teratasi dengan kriteria
merencanakan program
hasil :
yang tepat.
1. Berpartisipasi dalam
2. Bantu klien untuk
aktivitas fisik tanpa
mengidentifikasi
disertai peningkatan
aktivitas yang mampu
tekanan darah, nadi
dilakukan.
dan RR 2. Mampu melakukan
3. Bantu memilih aktivitas yang
aktivitas sehari-hari
konsisten sesuai
(ADLs) secara
dengan kemampuan
mandiri.
fisik, psikologi dan
3. Tanda-tanda vital normal
sosial 4. Bantu untuk
4. Energy psikomotor
mengidentifikasi dan
5. Level kelemahan
mendapatkan sumber
6. Mampu berpindah:
yang diperlukan untuk
dengan atau tanpa
aktivitas yang
bantuan alat
diinginkan.
7. Status
5. Bantu klien membuat
kardiopulmonari
jadwal latihan di waktu
adekuat
luang.
8. Sirkulasi status baik 9. Status respirasi:
6. Bantu keluarga untuk mengidentifikasi
pertukaran gas dan
kekurangan dalam
ventilasi adekuat
beraktivitas 7. Monitor respon fisik, emosi, sosial dan spiritual.
7.
Risiko hipovolemia Setelah dilakukan intervensi selama … x 24
Fluid Management 1. Kaji cairan yang
jam diharapkan tidak ada
disukai klien dalam
tanda-tanda hipovolemia
batasan diet.
dengan criteria hasil
2. Rencanakan target
sebagai berikut :
pemberian asupan
1. Mempertahankan urine
cairan untuk setiap sif
output sesuai usia dan BB 2. Tanda-tanda vital dalam batas normal 3. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi (elastisitas
3. Kaji pemahaman klien tentang alasan atau pentingnya mempertahankan hidrasi yang adekuat dan metode yang dapat
kulit baik, mukosa
digunakan untuk
lembab, dan tidak ada
mempertahankan
rasa haus berlebihan).
hidrasi yang adekuat. 4. Catat asupan dan haluaran. 5. Pantau asupan cairan per oral, minimal 1500ml/24 jam. 6. Pantau haluaran cairan, minimal 10001500ml/24 jam. Pantau penurunan berat jenis urine. 7. Timbang berat badan setiap hari pada waktu yang sama dan dengan mengenakan pakaian yang sama. Penurunan BB 2% - 4% menunjukkan dehidrasi ringan; penurunan BB 5% - 9% menunjukkan dehidrasi sedang. 8. Pantau kadar elektrolit urine dan serum, BUN, dan osmolalitas, kreatinin, hematrokit, dan hemoglobin.
9. Jelaskan bahwa kopi, teh, dan jus buah anggur merupakan diuretik dan dapat menyebabkan kehilangan cairan. 10. Pertimbangkan pengeluaran cairan lain akibat demam, diare, dan drainase tubuh.
DAFTAR PUSTAKA
Bradley JS, et al. 2011.The management of community-acquired pneumonia in infants and children older than 3 months of age;clinical practice guidelines by the pediatric infectious diseases society and the infectious diseases society of America. Clin Infect Diss Nurarif, A.H & Kusuma, H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & Nanda Nic Noc Jilid I. Yogyakarta: MediAction. Sujana. 2016. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Volume I. Jakarta : EGC Tim Pokja SDKI DPP PPNI.2016.Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan Iindicator Diagnostic.Jakarta Selatan.DPP PPNI Tim Pokja SIKI DPP PPNI.2018.Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan Tindakan Keperawatan.Jakarta Selatan.DPP PPNI Wijayaningsih. 2013. Standar Asuhan Keperawatan. Jakarta Timur: CV Trans Info Media