Laporan Pendahuluan Asfiksia (1).docx

  • Uploaded by: Park Eun Joon
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Laporan Pendahuluan Asfiksia (1).docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,759
  • Pages: 26
LAPORAN PENDAHULUAN

I.

Anatomi dan Fisiologi Anak 1.1 Anatomi

Gambar 1.1 Anatomi Sistem Pernapasan Sumber : www.wikipedia.com

Pernapasan adalah pertukaran gas, yaitu oksigen (O²) yang dibutuhkan tubuh untuk metabolisme sel dan karbondioksida (CO²) yang dihasilkan dari metabolisme tersebut dikeluarkan dari tubuh melalui paru. Fungsi sistem pernapasan adalah untuk mengambil Oksigen dari atmosfer kedalam sel-sel tubuh dan untuk mentranspor karbon dioksida yang dihasilkan sel-sel tubuh kembali ke atmosfer. Organ–organ respiratorik juga berfungsi dalam produksi wicara dan berperan dalam keseimbanga asam basa, pertahanan tubuh melawan benda asing, dan pengaturan hormonal tekanan darah.

1

Sistem pernapasan pada manusia mencakup dua hal, yakni saluran pernapasan dan mekanisme pernapasan. Urutan saluran pernapasan adalah sebagai berikut: rongga hidung - faring – laring - trakea - bronkus - paru-paru (bronkiolus dan alveolus). Adapun alat-alat Pernapasan pada manusia adalah sebagai berikut : 1.1.1

Alat pernafasan atas a. Rongga Hidung (Cavum Nasalis) Udara dari luar akan masuk lewat rongga hidung (cavum nasalis). Rongga hidung berlapis selaput lendir, di dalamnya terdapat kelenjar minyak (kelenjar sebasea) dan kelenjar keringat (kelenjar sudorifera). Selaput lendir berfungsi menangkap benda asing yang masuk lewat saluran pernapasan. Selain itu, terdapat juga rambut pendek dan tebal yang berfungsi menyaring partikel kotoran yang masuk bersama udara. Juga terdapat konka yang mempunyai banyak kapiler darah yang berfungsi menghangatkan udara yang masuk. Di dalam rongga hidung terjadi penyesuaian suhu dan kelembapan udara sehingga udara yang masuk ke paru-paru tidak terlalu kering ataupun terlalu lembap. Udara bebas tidak hanya mengandung oksigen saja, namun juga gas-gas yang lain. Misalnya, karbon dioksida (CO2), belerang (S), dan nitrogen (N2). Selain sebagai organ pernapasan, hidung juga merupakan indra pembau yang sangat sensitif. Dengan kemampuan tersebut, manusia dapat terhindar dari menghirup gas-gas yang beracun atau berbau busuk yang mungkin mengandung bakteri dan bahan penyakit lainnya. Dari rongga hidung, udara selanjutnya akan mengalir ke faring.

2

b. Faring Udara dari rongga hidung masuk ke faring. Faring merupakan percabangan 2 saluran, yaitu saluran pernapasan (nasofarings) pada bagian depan dan saluran pencernaan (orofarings) pada bagian belakang. Pada bagian belakang faring (posterior) terdapat laring (tekak) tempat terletaknya pita suara (pita vocalis). Masuknya udara melalui faring akan menyebabkan pita suara bergetar dan terdengar sebagai suara. Makan sambil berbicara dapat mengakibatkan makanan masuk ke saluran pernapasan karena saluran pernapasan pada saat tersebut sedang terbuka. Walaupun demikian, saraf kita akan mengatur agar peristiwa menelan, bernapas, dan berbicara tidak terjadi bersamaan sehingga mengakibatkan gangguan kesehatan. c. Laring Laring (tekak) adalah tempat terletaknya pita suara (pita vocalis). Masuknya udara melalui faring akan menyebabkan pita suara bergetar dan terdengar sebagai suara. Laring berparan untuk pembentukan suara dan untuk melindungi jalan nafas terhadap masuknya makanan dan cairan. Laring dapat tersumbat, antara lain oleh benda asing ( gumpalan makanan ), infeksi ( misalnya infeksi dan tumor).

1.1.2

Alat pernafasan bawah a. Trakea Tenggorokan berupa pipa yang panjangnya ± 10 cm, terletak sebagian di leher dan sebagian di rongga dada (torak). Dinding tenggorokan tipis dan kaku, dikelilingi oleh cincin tulang rawan, dan pada bagian dalam rongga bersilia. Silia-silia ini berfungsi menyaring benda-benda asing yang masuk ke saluran pernapasan.

3

b. Bronkus Tenggorokan (trakea) bercabang menjadi dua bagian, yaitu bronkus kanan dan bronkus kiri. Struktur lapisan mukosa bronkus sama dengan trakea, hanya tulang rawan bronkus bentuknya tidak teratur dan pada bagian bronkus yang lebih besar cincin tulang rawannya

melingkari

lumen

dengan

sempurna.

Bronkus

bercabang-cabang lagi menjadi bronkiolus. c. Paru-paru Paru-paru terletak di dalam rongga dada bagian atas, di bagian samping dibatasi oleh otot dan rusuk dan di bagian bawah dibatasi oleh diafragma yang berotot kuat. Paru-paru ada dua bagian yaitu paru-paru kanan (pulmo dekster) yang terdiri atas 3 lobus dan paru-paru kiri (pulmo sinister) yang terdiri atas 2 lobus. Paru-paru dibungkus oleh dua selaput yang tipis, disebut pleura. Selaput bagian dalam yang langsung menyelaputi paruparu disebut pleura dalam (pleura visceralis) dan selaput yang menyelaputi rongga dada yang bersebelahan dengan tulang rusuk disebut pleura luar (pleura parietalis). Antara selaput luar dan selaput dalam terdapat rongga berisi cairan pleura yang berfungsi sebagai pelumas paru-paru. Cairan pleura berasal dari plasma darah yang masuk secara eksudasi. Dinding rongga pleura bersifat permeabel terhadap air dan zat-zat lain. Paru-paru tersusun oleh bronkiolus, alveolus, jaringan elastik, dan pembuluh darah. Paru-paru berstruktur seperti spon yang elastis dengan daerah permukaan dalam yang sangat lebar untuk pertukaran gas. Di dalam paru-paru, bronkiolus bercabang-cabang halus dengan diameter ± 1 mm, dindingnya makin menipis jika dibanding dengan bronkus. Bronkiolus ini memiliki gelembung-

4

gelembung halus yang disebut alveolus. Bronkiolus memiliki dinding yang tipis, tidak bertulang rawan, dan tidak bersilia. Gas memakai tekanannya sendiri sesuai dengan persentasenya dalam campuran, terlepas dari keberadaan gas lain (hukum Dalton). Bronkiolus tidak mempunyi tulang rawan, tetapi rongganya masih mempunyai silia dan di bagian ujung mempunyai epitelium

berbentuk

kubus

bersilia.

Pada

bagian

distal

kemungkinan tidak bersilia. Bronkiolus berakhir pada gugus kantung udara (alveolus). Alveolus terdapat pada ujung akhir bronkiolus berupa kantong kecil yang salah satu sisinya terbuka sehingga menyerupai busa atau mirip sarang tawon. Oleh karena alveolus berselaput tipis dan di situ banyak bermuara kapiler darah maka memungkinkan terjadinya difusi gas pernapasan. d. Pembuluh darah paru Sirkulasi pulmoner berasal dari ventrikel kanan yang tebal didingnya 1/3 dari tebal ventrikel kiri. Perbedaan ini yang menyebabkan kekuatan kontraksi dan tekanan yang ditimbulkan jauh lebih kecil dibandingkan dengan tekanan yang dihasilkan oleh kontraksi ventrikel kiri. Selain aliran yang menuju arteri pulmonal ada darah yang mengalir langsung ke paru-paru dan aorta melalui arteri bronkialis. Darah ini banyak mengandung oksigen dibandingkan dengan pulmonal, darah ini kembali melalui vena pulmonalis ke atrium kiri, arteri pulmonalis membawa darah yang sedikit membawa oksigen dari ventrikel kanan ke paru-paru. Alveoli membelah dan membentuk jaringan kapiler menyentuh dinding alveoli, jadi darah dan udara hanya terpisah oleh dinding kapiler. Dari epitel alveoli, akhirnya kapiler menjadi satu sampai menjadi vena pulmonalis dan sejajar dengan cabang tenggorok yang keluar melalui tampuk paru-paru ke serambi kiri jantung.

5

Kapasitas paru-paru merupakan kesanggupan paru-paru dalam menampung udara didalamnya. Kapasitas paru-paru dapat dibedakan sebagai berikut : 1) Kapasitas total, yaitu jumlah udara yang dapat mengisi paruparu pada inspirasi sedalam-dalamnya. Dalam hal ini yang kita dapat tergantung pada bebrapa hal, yaitu : kondisi paru-paru, umur, sikap, dan bentuk seseorang. 2) Kapasitas vital, yaitu jumlah udara dapat dikeluarkan setelah ekspirasi maksimal. Dalam keadaan normal paru-paru dapat menmpung udara sebanyak kurang lebih 5 liter. Waktu ekspirasi, di dala paru-paru masih tertinggal 3 liter udara pada waktu kita bernapas biasa, udara yang masuk ke paru-paru 2.600 cm2 . jumlah pernapasan dalam keadaan normal orang dewasa, 16-18 kali/ menit, anak-anak kira-kira 24 kali/menit, dan bayi kira-kira 30 kali/menit. Dalam keadaan tertentu keadan tersebut akan berubah, misalnya akibat dari suatu penyakit. Beberapa hal yang berhubungan dengan pernapasan adalah : 1) Batuk,

menghembuskan

nafas

dengan

tiba-tiba

yang

kekuatannya luar biasa akibat dari salah satu rangsangan baik yang berasal dari luar maupun dari dalam. 2) Bersin, pengeluaran napas dengan tiba-tiba akibat dari terangsangnya selaput lendir hidung, dalam hal ini udara keluar dari hidung dan mulut (Syaifuddin, 2014).

1.2 Fisiologi Perubahan sistim pernapasan / respirasi Selama dalam uterus, janin mendapatkan oksigen dari pertukaran gas melalui plasenta. Setelah bayi lahir, pertukaran gas harus melalui paru – paru.

6

1.2.1

Perkembangan paru-paru Paru-paru berasal dari titik tumbuh yang muncul dari pharynx yang bercabnga dan kemudian bercabang kembali membentuk struktur percabangan bronkus proses ini terus berlanjit sampai sekitar usia 8 tahun, sampai jumlah bronkus dan alveolus akan sepenuhnya berkembang, walaupun janin memperlihatkan adanya gerakan napas sepanjang trimester II dan III. Paru-paru yang tidak matang akan mengurangi kelangsungan hidup BBL sebelum usia 24 minggu. Hal ini disebabkan karena keterbatasan permukaan alveolus, ketidak matangan sistem kapiler paru-paru dan tidak tercukupinya jumlah surfaktan.

1.2.2

Awal adanya napas Faktor-faktor yang berperan pada rangsangan nafas pertama bayi adalah : a. Hipoksia pada akhir persalinan dan rangsangan fisik lingkungan luar rahim yang merangsang pusat pernafasan di otak. b. Tekanan terhadap rongga dada, yang terjadi karena kompresi paru - paru selama persalinan, yang merangsang masuknya udara ke dalam paru - paru secara mekanis. c. Interaksi antara system pernapasan, kardiovaskuler dan susunan saraf

pusat

menimbulkan

pernapasan

yang

teratur

dan

berkesinambungan serta denyut yang diperlukan untuk kehidupan. d. Penimbunan karbondioksida (CO2) e. Setelah bayi lahir, kadar CO2 meningkat dalam darah dan akan merangsang pernafasan. Berurangnya O2 akan mengurangi gerakan pernafasan janin, tetapi sebaliknya kenaikan CO2 akan menambah frekuensi dan tingkat gerakan pernapasan janin. f. Perubahan suhu Keadaan dingin akan merangsang pernapasan.

7

1.2.3

Surfaktan dan upaya respirasi untuk bernapas Upaya pernafasan pertama seorang bayi berfungsi untuk : a. Mengeluarkan cairan dalam paru-paru b. Mengembangkan jaringan alveolus paru-paru untuk pertama kali. Agar alveolus dapat berfungsi, harus terdapat survaktan (lemak lesitin /sfingomielin) yang cukup dan aliran darah ke paru – paru. Produksi surfaktan dimulai pada 20 minggu kehamilan, dan jumlahnya meningkat

sampai

paru-paru

matang

(sekitar

30-34

minggu

kehamilan). Fungsi surfaktan adalah untuk mengurangi tekanan permukaan paru dan membantu untuk menstabilkan dinding alveolus sehingga tidak kolaps pada akhir pernapasan. Tidak adanya surfaktan menyebabkan alveoli kolaps setiap saat akhir pernapasan, yang menyebabkan sulit bernafas. Peningkatan kebutuhan ini memerlukan penggunaan lebih banyak oksigen dan glukosa. Berbagai peningkatan ini menyebabkan stress pada bayi yang sebelumnya sudah terganggu. 1.2.4

Dari cairan menuju udara Bayi cukup bulan mempunyai cairan di paru-parunya. Pada saat bayi melewati jalan lahir selama persalinan, sekitar sepertiga cairan ini diperas keluar dari paru-paru. Seorang bayi yang dilahirkan secar sectio sesaria kehilangan keuntungan dari kompresi rongga dada dan dapat menderita paru-paru basah dalam jangka waktu lebih lama. Dengan beberapa kali tarikan napas yang pertama udara memenuhi ruangan trakea dan bronkus BBL. Sisa cairan di paru-paru dikeluarkan dari paru-paru dan diserap oleh pembuluh limfe dan darah.

1.2.5

Fungsi sistem pernapasan dan kaitannya dengan fungsi kardiovaskuler Oksigenasi yang memadai merupakan faktor yang sangat penting dalam mempertahankan kecukupan pertukaran udara.Jika terdapat hipoksia, pembuluh darah paru-paru akan mengalami

8

vasokontriksi. Jika hal ini terjadi, berarti tidak ada pembuluh darah yang terbuka guna menerima oksigen yang berada dalam alveoli, sehingga menyebabkan penurunan oksigen jaringan, yang akan memperburuk hipoksia. Peningkatan aliran darah paru-paru akan memperlancar pertukaran gas dalam alveolus dan akan membantu menghilangkan cairan paru-paru dan merangsang perubahan sirkulasi janin menjadi sirkulasi luar rahim (Syaifuddin, 2014).

II.

Konsep Dasar Penyakit 2.1 Definisi Asfiksia pada bayi baru lahir (BBL) atau disebut asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan atau segera lahir (Prambudi, 2013). Asfiksia adalah hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis. Bila proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau kematian. Asifiksia juga dapat mempengaruhi fungsi organ vital lainnya (Saifuddin, 2010). Jadi, asfiksia adalah ketidakmampuan neonatus untuk bernafas spontan dan teratur setelah lahir yang dapat menimbulkan kerusakan organ dan fungsi tubuh serta membahayakan kehidupannya.

2.2 Etiologi Faktor-faktor yang dapat menimbulkan gawat janin (asfiksia) antara lain : 2.2.1

Faktor Ibu a. Hipoksia pada ibu

9

Hal ini akan menimbulkan hipoksia janin dengan segala akibatnya. Hipoksia pada ibu ini dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetika atau anastesi. b. Gangguan aliran darah uterus Mengurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan berkurangnya pengaliran oksigen ke plasenta demikian pula ke janin. Hal ini sering ditemukan pada keadaan, seperti gangguan kontraksi uterus, misalnya : hipertoni, tetani uterus akibat penyakit atau obat, hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan, dan hipertensi pada penyakit preeclampsia atau eklampsia. 2.2.2

Faktor Plasenta Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta. Asfiksia janin akan terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta, mislanya solusio plasenta, perdarahan plasenta dan lainnya.

2.2.3

Faktor Fetus Kompresi umbilicus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah dalam pembuluh darah umbilicus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin. Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada keadaan tali pusat melilit leher, kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir.

2.2.4

Faktor neonatus Depresi tali pusat pernafasan bayi baru lahir dapat terjadi karena beberapa hal, yaitu : a. Pemakaian obat anastesi atau analgetika yang berlebihan pada ibu secara langsung dapat menimbulkan depresi pusat pernafasan janin. b. Trauma yang terjadi pada persalinan, misalnya : perdarahan intracranial.

10

c. Kelainan kogenital pada bayi, misalnya hernia diafragma, atresia/stenosis saluran napas dan hypoplasia paru-paru (Prambudi, 2013).

2.3 Klasifikasi 2.3.1

Asfiksia Ringan Skor APGAR (7-10), bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan.

2.3.2

Asfiksia Sedang Skor APGAR (4-6), Pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi detak jantung > 100 x/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada.

2.3.3

Asfiksia Berat Skor APGAR (0-3), Pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi detak jantung < 100 x/menit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan kadang0kadang pucat, reflek iritabilitas tidak ada. Pada asfiksia dengan henti jantung yaitu bunyi jantung fetus menghilang tidak lebih dari 10 menit sebelum lahir lengkap (Saifuddin, 2010).

2.4 Manifestasi Klinis Menurut Saifuddin (2010) asfiksia dibagi dalam 3 kategori : 2.4.1

Asfiksia Ringan a. Takipnea dengan napas > 60 x/menit b. Bayi tampak sianosis c. Adanya retraksi iga sel d. Bayi merintih e. Adanya pernapasan cuping hidung f. Bayi kurang aktif g. Dari pemeriksaan auskultasi diperoleh hasil roncho, wheezing, dan rales positif.

11

2.4.2

Asfiksia Sedang a. Frekuensi jantung menurun menjadi 60-80x/menit b. Usaha napas lambat c. Adanya pernapasan cuping hidung d. Adanya retraksi sel iga e. Tonus otot dalam keadaan baik atau lemah f. Bayi masih bisa bereaksi terhadap rangsnagan yang diberikan namun tampak lemah g. Bayi tampak sianosis h. Tidak terjadi kekurangan oksigen yang bermakna selama prose persalinan

2.4.3

Asfiksia Berat a. Frekuensi jantung kecil, yaitu < 40 x/menit b. Tidak ada usaha napas dan retraksi sel iga c. Tonus otot lemah bahkan hamper tidak ada d. Bayi tampak pucat bahkan sampai berwarna kelabu e. Terjadi kekurangan oksigen yang berlanjut sebelum atau sesudah persalinan.

2.5 Komplikasi Komplikasi yang dapat muncul pada asfiksia neonatrum, yaitu : 2.5.1

Edema otak dan perdarahan otak Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlarut sehingga terjadi renjatan neonatus, aliran darah ke otak pun akan menurun, keadaan ini akan menyebabkan hipoksia dan iskemi otak yang berakibat terjadinya edema otak, hal ini juga dapat menimbulkan perdarahan otak.

2.5.2

Anuria atau oliguria Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia, keadaan ini disebut dengan istilah miokardium pada saat

12

terjadinya, yang disertai dengan perubahan sirkulasi. Pada keaadn ini curah jantung akan lebih banyak mengalir ke organ seperti mesentrium dan ginjal. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya hipoksia pada pembuluh

darah

mesentrium

dan

ginjal

yang

menyebabkan

pengeluaran urin sedikit. 2.5.3

Kejang Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan pertukaran gas dan transpot oksigen, sehingga penderita kekurangan persediaan oksigen dan kesulitan pengeluaran karbondioksida. Hal inilah yang dapat menyebabkan kejang pada neonatus karena perfusi jaringan tidak efektif.

2.5.4

Koma Apabila pada pasien asfiksia berat, jika tidak segera ditangani akan menyebabkan koma karena beberapa hal diantaranya seperti hipoksemia dan perdarahan pada otak (Prambudi, 2013).

2.6 Patofisiologi Gangguan suplai darah teroksigenasi melalui vena umbilical dapat terjadi pada saat antepartum, intrapartum, dan pascapartum saat tali pusat dipotong. Hal ini diikuti oleh serangkaian kejadian yang dapat diperkirakan ketika asfiksia bertambah berat. 2.6.1

Awalnya hanya ada sedikit nafas. Sedikit nafas ini dimaksudkan untuk mengembangkan paru, tetapi bila paru mengembang saat kepala dijalan lahir atau bila paru tidak mengembang karena suatu hal, aktivitas singkat ini akan diikuti oleh henti nafas komplit yang disebut apnea primer.

2.6.2 Setelah waktu singkat-lama asfiksia tidak dikaji dalam situasi klinis karena dilakukan tindakan resusitasi yang sesuai-usaha bernafas otomatis dimulai. Hal ini hanya akan membantu dalam waktu singkat, kemudian jika paru tidak mengembang, secara bertahap terjadi

13

penurunan kekuatan dan frekuensi pernafasan. Selanjutnya bayi akan memasuki periode apnea terminal. Kecuali jika dilakukan resusitasi yang tepat, pemulihan dari keadaan terminal ini tidak akan terjadi. Frekuensi jantung menurun selama apnea primer dan akhirnya turun di bawah 100 kali/menit. Frekuensi jantung mungkin sedikit meningkat saat bayi bernafas terengah-engah tetapi bersama dengan menurun dan hentinya nafas terengah-engah bayi, frekuensi jantung terus berkurang. Keadaan asam-basa semakin memburuk, metabolisme selular gagal, jantungpun berhenti. Keadaan ini akan terjadi dalam waktu cukup lama. 2.6.3 Selama apnea primer, tekanan darah meningkat bersama dengan pelepasan ketokolamin dan zat kimia stress lainnya. Walupun demikian, tekanan darah yang terkait erat dengan frekuensi jantung, mengalami penurunan tajam selama apnea terminal. 2.6.4

Terjadi penurunan pH yang hampir linier sejak awitan asfiksia. Apnea primer dan apnea terminal mungkin tidak selalu dapat dibedakan. Pada umumnya bradikardi berat dan kondisi syok memburuk apnea terminal (Sarwono, 2014).

2.7 Pemeriksaan Penunjang 2.7.1

Analisa gas darah (pH > 7, 20 )

2.7.2

Penilaian dengan APGAR skor (meliputi warna kulit, usaha bernafas, dan tonus otot)

2.7.3

Pemeriksaan EEG dan CT scan jika terjadi komplikasi

(Prambudi, 2013).

2.8 Collaborative Care Management 2.8.1

Medis (surgical) Pertolongan pertama untuk mengatasi asfiksia pada neonatus ialah dengan mempertahankan kelangsungan hidup bayi dalam

14

membatasi sisa (sekuele) yang mungkin timbul dikemudian hari. Tindakan pada bayi asfiksia disebut resusitasi bayi baru lahir :

Cara resusitasi dibagi dalam tindakan umum dan tindakan khusus : a. Tindakan Umum 1) Pengawasan suhu 2) Pembersihan jalan nafas 3) Rangsang untuk menimbulkan pernafasan

b. Tindakan Khusus Tindakan

ini

dikerjakan

setelah

tindakan

umum

diselenggarakan tanpa hasil prosedur yang dilakukan disesuaikan dengan beratnya asfiksia yang timbul pada bayi, yang dinyatakan oleh tinggi-rendahnya nilai AFGAR. 1) Asfiksia berat (nilai Apgar 0 – 3) Resusitasi aktif harus segera dilaksanakan langkah utama memperbakti ventilasi paru dengan pemberian 02 dengan tekanan dan intemitery cara terbaik dengan intubasi endotrakeal lalu diberikan 02 tidak lebih dari 30 mmHg. Asfikasi berat hampir selalu disertai asidosis, koreksi dengan bikarbonas natrium 2-4 mEq/kgBB, diberikan pula glukosa 1520 % dengan dosis 2-4 mEq/kgBB Kedua obat ini disuntikan ke dalam intra vena perlahan melalui vena umbilikatis, reaksi obat ini akan terlihat jelas jika ventilasi paru sedikit banyak telah berlangsung. Usaha pernapasan biasanya mulai timbul setelah tekanan positif diberikan 1-3 kali, bila setelah 3 kali inflasi tidak didapatkan perbaikan. Pernapasan atau frekuensi jantung, maka masase jantung eksternal dikerjakan dengan & frekuensi 80-I00/menit. Tindakan ini diselingi ventilasi tekanan dalam perbandingan 1 : 3 yaitu setiap kali satu

15

ventilasi tekanan diikuti oleh 3 kali kompresi dinding torak. Jika tindakan ini tidak berhasil bayi harus dinilai kembali, mungkin hal ini disebabkan oleh ketidakseimbangan asam dan basa yang belum dikorekrsi atau gangguan organik seperti hernia diaftagmatika atau stenosis jalan nafas. 2) Asfiksia ringan – sedang (nilai Apgar 4 – 6) Stimulasi agar timbul reflek pernafasan dapat dicoba bila dalam waktu 30-60 detik tidak timbul pernapaan spontary ventilasi aktif harus segera dilakukan. Ventilasi sederhana dengan kateter 02 intranasal dengan filtrat 1-2 x/mnt, bayi diletakkan

dalam

posisi

dorsofleksi

kepala.

Kemudian

dilakukan gerakan membuka dan menutup nares dan mulut disertai gerakan dagu keatas dan kebawah dengan frekuensi 20 kali/menit, sambil diperhatikan gerakan dinding torak dan abdomen. Bila bayi memperlihatkan gerakan pernapasan spontan, usahakan mengikuti gerakan tersebut, ventilasi dihehtikan jika hasil tidak dicapai dalam 1-2 menit sehingga ventilasi paru dengan tekanan positif secara tidak langsung segera dilakukan, ventilasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dari mulut ke rnulut atau dari ventilasi ke kantong masker. Pada ventitasi dari mulut ke mulut, sebelumnya mulut penolong diisi dulu dengan 02, ventilasi dilahirkan dengan frekuensi 20-30 kali permenit dan perhatikan gerakan nafas spontan yang mungkin timbul. Tindakan dinyatakan tidak berhak jika setelah dilekuknn berberapa saat teqadi penurunan frekuens

jantung

atau

perbaikan

tonus

otot

intubasi

endotrakheal harus segera dilahirkan, bikarbonas natrikus dan glukosa dapat segera diberikan, apabila 3 menit setelah lahir tidak memperlihatkan pernapasan teratur meskipun ventilasi telah dilakukan dengan adekuat (Prambudi, 2013).

16

2.8.2

Farmakologi/medikasi Obat-obat diberikan apabila : a. Frekuensi jantung bayi tetap < 60 x/menit, walaupun telah dilakukan ventilasi adekuat (dengan oksigenasi 100%) dan kompresi dada paling sedikit dilakukan 30 detik atau frekuensi jantung nol b. Dosis obat didasarkan dengan berat bayi (ditaksis) c. Vena umbilicus adalah tempat yang dipilih untuk rute pemberian obat d. Suportif : jaga kehangatan, jaga saluran napas agar tetap bersih dan terbuka, dan koreksi adanya gangguan metabolic (cairan, glukosa darah dan elektrolit). e. Epinefrin Indikasi : 1) Denyut jantung bayi < 60x/menit setelah paling tidak 30 detik dilakukan ventilasi adekuat dan kompresi dada belun ada respon. 2) Sistotik Dosis : 0,1-0,3 ml / kgBB dalam lanrtan I : 10.000 (0,1 mg – 0,03 mg / kgBB). Cara : i.v atau endotakheal. Dapat diulang setiap 3-5 menit bila perlu f. Volume Ekspander Indikasi: 1) Bayi baru lahir yang dilahirkan resusitasi rnengalami hipovolernia dan tidak ada respon dengan resueitasi. 2) Hipovolemi kemungkinan akibat adanya perdarahan atau syok. Klinis ,diitandai dangan adanya pucat perfusi buruk, nadi kecil / lemah dan pada resusitasi tidak memberikan respons yang adekuat.

17

Jenis Cairan : 1) Larutan laistaloid isotonis (NaCL 0,9, Ringer Laktat). Dosis : dosis awal 10 ml / kgBB i.v pelan selama 5-10 menit. Dapat diulang sampai menunjukkan respon klinis. g. Bikarbonat Indikasi: 1) Asidosis metabolik, bayi-bayi baru lahiryang mendapatkan resusitasi. Diberikan bila ventilasi dan sirkulasi sudah baik. 2) Penggunaan bikarbonat pada keadaan asidosis metabolik dan hiperkalemia Harus disertai dengan pemerIksaan analisa gas darah dan kimia. 3) Dosis : 1-2 mEq/keBB atau 2 ml/kgBB (4,2%) atau 1 ml/kgBB (7’4%). 4) Cara : diencerkan dengan aquades dan destrosa 5 % sama banyak diberikan secara i.v dengan kecepaten min 2 menit. 5) Efek samping : pada keadaan hiperosmolaritas, dan kandungan CO2 dari bikarbonat merusak furgsi miokardium dan otak. h. Nalokson Nalokson Hidroklorida adalah antagonis narkotik yang tidak rnenyebabkan depresi pernapasan. Indikasi: 1) Depresi pernapasanan pada bayi bary lahir yang ibunya menggunailcan narkotik 4 jam sebelurn pmsalinan. 2) Sebelum diberikan nalokson, ventilasi harus adekuat dan stabil. 3) Jangan diberikan pada bayi baru lahir yang ibunya dicurigai sebagai pemakai obat narkotika sebab akan menyebabkan twith drawl tiba-tiba pada sebagian bayi. 4) Dosis : 0,1 mgikgBB ( 0,4 mg/ml atau lmg/ml)

18

5) Cara : i.v endotrakheal atau bila perfusi baik diberikan i.m atau s.c (Prambudi, 2013). 2.8.3

Diet Batasi intake per oral, karena organ tubuh terutama lambung belum sempurna dan pembatasan intake juga bertujuan untuk mencegah aspirasi (Manuaba, 2010).

2.8.4

Pendidikan Kesehatan Untuk mencegah asfiksia a. Anjurkan Ibu untuk periksa rutin ANC selama kehamilan. b. Hindari mengkonsumsi jamu-jamuan atau minuman beralkohol (Feryanto, 2012).

III.

Rencana Asuhan Keperawatan Anaka Dengan Asfiksia Neonatus 3.1 Pengkajian Data subyektif, terdiri dari : biodata atau identitas pasien (bayi) meliputi nama, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, orangtua : meliputi nama (ayah dan ibu, umur, agama, suku atau kebangsaan, pendidikan, penghasilan pekerjaan, dan alamat. 3.1.1

Riwayat keperawatan Riwayat

kesehatan,

riwayat

antenatal,

riwayat

natal,

komplikasi persalinan, riwayat post natal, pola eliminasi, latar belakang sosial budaya, kebiasaan ibu merokok, ketergantungan obatobatan

tertentu

terutama

jenis

psikotropika,

kebiasaan

ibu

mengkonsumsi minuman beralkohol, dan hubungan psikologis. 3.1.2

Pemeriksaan Fisik : Data Fokus Data Obyektif, terdiri dari: keadaan umum, tanda-tanda vital. Untuk bayi preterm beresiko terjadinya hipothermi. bila suhu tubuh < 360C dan beresiko terjadi hipertermi bila suhu tubuh < 370C. Sedangkan suhu normal tubuh antara 36,50 – 37,50C, nadi normal

19

antara 120-160 kali per menit respirasi normal antara 40-60 kali permenit. Pemeriksaan fisik : a.

Kulit : warna kulit tubuh merah, sedangkan ekstrimitas berwarna biru, pada bayi preterm terdapat lanugo dan verniks.

b.

Kepala : kemungkinan ditemukan caput succedaneum atau cephal haematom, ubun-ubun besar cekung atau cembung.

c.

Mata : warna conjunctiva anemis atau tidak anemis, tidak ada bleeding

conjunctiva,

warna

sklera

tidak

kuning,

pupil

menunjukkan refleksi terhadap cahaya. d.

Hidung terdapat

pernafasan

cuping hidung

dan

terdapat

penumpukan lendir. e.

Mulut : Bibir berwarna pucat ataupun merah, ada lendir atau tidak.

f.

Telinga : perhatikan kebersihannya dan adanya kelainan.

g.

Leher; perhatikan kebersihannya karena leher nenoatus pendek.

h.

Thorax : bentuk simetris, terdapat tarikan intercostal, perhatikan suara wheezing dan ronchi, frekwensi bunyi jantung lebih dari 100 kali per menit.

i.

Abdomen, bentuk silindris, hepar bayi terletak 1 – 2 cm dibawah arcus costaae pada garis papila mamae, lien tidak teraba, perut buncit berarti adanya asites atau tumor, perut cekung adanya hernia diafragma, bising usus timbul 1 sampai 2 jam setelah masa kelahiran bayi, sering terdapat retensi karena GI Tract belum sempurna. Umbilikus, tali pusat layu, perhatikan ada pendarahan atau tidak, adanya tanda-tanda infeksi pada tali pusat.

j.

Genitalia : pada neonatus aterm testis harus turun, lihat adakah kelainan letak muara uretra pada neonatus laki – laki, neonatus perempuan lihat labia mayor dan labia minor, adanya sekresi mucus keputihan, kadang perdarahan

20

k.

Anus : perhatikan adanya darah dalam tinja, frekuensi buang air besar serta warna dari faeses.

l.

Ekstremitas : warna biru, gerakan lemah, akral dingin, perhatikan adanya patah tulang atau adanya kelumpuhan syaraf atau keadaan jari-jari tangan serta jumlahnya.

m. Refleks : pada neonatus preterm post asfiksia berat reflek moro dan sucking lemah. Reflek moro dapat memberi keterangan mengenai keadaan susunan syaraf pusat atau adanya patah tulang. (Prambudi, 2013)

3.2 Diagnosa Keperawatan Diagnosa I : Gangguan pertukaran gas 3.2.1

Definisi : Bertambahnya atau berkurangnya oksigenasi dan atau eleminasi karbon dioksida pada membarn kapiler-alveolar.

3.2.2

Batasan karakteristik : a. Gas darah arteri normal b. pH arteri normal c. Pernapasan normal (irama, kecepatan, dan kedalaman) d. Warna kulit abnormal (pucat atau kehitaman) e. Sianosis/kebiruan pada neonatus f.

Diaphoresis/berkeringat

g. Dypsnea h. Hiperkapnea i.

Hipoksia

j.

Takikardi

k. Iritabilitas l. 3.2.3

Penurunan saturasi oksigen

Faktor yang berhubungan : 1. Ketidakseimbangan perfusi ventilasi 2. Perubahan membran kapiler-alveolar

21

Diagnosa II : Ketidakefektifan bersihan jalan nafas 3.2.4

Definisi : ketidakmampuan membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran pernapasan untuk mempertahankan bersihan jalan nafas.

3.2.5

Batasan karakteristik : a. Dipsnea b. Ortopneu c. Sianosis d. Suara napas tambahan e. Batuk f. Mata melebar g. Produksi sputum

3.2.6

Faktor yang berhubungan : a. Lingkungan b. Fisiologis c. Obstruksi jalanan nafas

Diagnosa III : Ketidakefektifan pola nafas 3.2.7

Definisi : ketidakmampuan proses sistem pernapasan : inspirasi dan ekspirasi yang tidak memberi ventilasi adekuat.

3.2.8

Batasan karakteristik : a. Dipsnea b. Nafas pendek c. Penurunan ekspirasi dan inspirasi d. Menggunakan otot bantu napas e. Ortopnea f. Pernapasan pursed lips g. Tahap ekspirasi berlangsung lambat

3.2.9

Faktor yang berhubungan : a. Depresi pusat pernapasan

22

b. Kelemahan otot pernapasan c. Ekspansi paru tidak maksimal karena trauma dan perubhan perbandingan oksigen dengan karbondioksida d. Kegagalan ventilator e. Hipoventilasi atau hiperventilasi

3.3 Perencanaan Diagnosa I : Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi. 3.3.1

Tujuan dan kriteria hasil : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan pertukaran gas teratasi dengan kriteria hasil : a. Tidak sesak nafas b. Nilai AGD normal c. Fungsi paru dalam batas normal

3.3.2

Intervensi keperawatan dan rasional : a. Kaji keefektifan pola nafas pada klien R/mengetahui kepatenan jalan nafas dan pertukaran gas b. Lakukan pengambilan AGD R/mengetahui terjadinya asidosis metabolic atau respiratorik c. Ajarkan keluarga untuk tanggap lapor ke petugas kesehatan bila bayi mendadak sesak R/mencegah terjadinya kerusakan pertukaran gas menjadi lebih parah d. Berikan informasi kepada keluarga tentang keadaan bayi R/mengurangi rasa cemas e. Kolaborasi pemberian oksigen dan obat-obatan R/memperbaiki pertukaran gas dan memenuhi kebutuhan oksigen klien

23

Diagnosa II : Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d produksi mukus banyak. 3.3.3

Tujuan dan kriteria hasil : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan jalan nafas lancar dengan kriteria hasil : a. Mudah dalam bernafas. d. Tidak menunjukkan kegelisahan e. Tidak adanya sianosis f. PaCO2 dalam batas normal g. PaO2 dalam batas normal h. Keseimbangan perfusi ventilasi

3.3.4

Intervensi keperawatan dan rasional : a. Observasi keadaan jalan nafas klien R/untuk mengetahui kepatenan jalan nafas b. Observasi mucus pada jalan nafas R/mengetahui banyaknya mucus di jalan nafas c. Lakukan pengisapan lendir R/ menghilangkan dan mengeluarkan mucus d. Ajarkan untuk melakukan vibrasi R/menghilangkan dan mengeluarkan mucus e. Memberikan informasi kepada keluraga tentang kondisi bayi saat ini R/mengurangi rasa cemas f. Kolaborasi pemberian obat expectorant atau obat broncodilator R/mengencerkan mucus dan melonggarkan jalan nafas

Diagnosa III : Ketidakefektifan pola nafas b.d hipoventilasi/ hiperventilasi. 3.3.5

Tujuan dan kriteria hasil : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam diharapkan pola nafas menjadi efektif dengan kriteria hasil : a. Pasien menunjukkan pola nafas yang efektif

24

b. Ekspansi dada simetris c. Tidak ada bunyi nafas tambahan d. Kecepatan dan irama respirasi dalam batas normal 3.3.6

Intervensi keperawatan dan rasional : a. Pantau status pernafasan dan oksigenasi sesuai dengan kebutuhan R/menilai status pernapasan klien b. Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan melakukan pengisapan lender R/mempertahankan pola napas klien c. Memberikan informasi kepada keluarga tentang kondisi bayi saat ini R/mengurangi rasa cemas d. Kolaborasi pemberian oksigenasi sesuai kebutuhan R/untuk memenuhi kebutuhan oksigen klien e. Kolaborasi dengan dokter pemakaian alat bantu nafas R/membantu meningkatkan keadekuatan pernapasan klien

25

DAFTAR PUSTAKA

Feryanto, FA. (2012). Kelainan Dan Lamanya kehamilan Dalam Asuhan Kebidanan Patologis. Jakarta : Salemba Medika. Manuaba, IBG. (2010). Penuntun Kepaniteraan Klinik Obstetric dan Ginekologi. Edisi 2. Jakarta : EGC. Nurarif, A, Huda & Hardhi, K. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC NOC. Yogyakarta : Mediaction. Prambudi, R. (2013). Peyakit Pada Neonatus, Dalam : Neonatologi Praktis Cetakan Pertama. Bandar Lampung : Anugrah Utama Raharja. Sarwono,P. (2014). Ilmu kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka. Saifuddin, AB. (2009). Masalah Bayi Baru Lahir. Dalam : Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal Cetakan kelima. Jakarta : Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo. Syaifuddin, H .(2014). Anatomi Fisiologi Untuk Keperawatab Dan Kebidanan Edisi I. Jakarta : EGC. www.wikipedia.com.

Related Documents


More Documents from "bubujuhum"