Laporan Pendahuluan Anak Vs Kmb.docx

  • Uploaded by: Sapna Luthfiyana
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Laporan Pendahuluan Anak Vs Kmb.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,901
  • Pages: 20
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN GLUMERULONEFRITIS AKUT Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak Yang diampu oleh : Budiyati, S.Kp., M.Kep., Ns., SP.Kep.An.

Disusun oleh :

Adinda Dwi Elsa Mellia P1337420617020

PRODI S1 TERAPAN KEPERAWATAN POLITEKNIK KESEHETAN KEMENKES SEMARANG 2019

I.

KONSEP DASAR

1. Definisi Glomerulonefritis akut merupakan penyakit ginjal noninfeksius yang paling umum pada masa kanak-kanak, glomerulonefritis akut memengaruhi glomerulonefritis dan laju filtrasi ginjal, yang menyebabkan retensi natrium dan air, serta hipertensi. Biasa disebabkan oleh reaksi terhadap infeksi streptokokus. Glomerulonefritis akut (GNA) adalah jenis penyakit ginjal yang memengaruhi anak laki-laki lebih sering daripada anak perempuan, dan biasanya terjadi pada usia 2 – 15 tahun. Glomerulonefritis akut merupakan kondisi ketika proses imun mencederai glomeruli. Glomerulonefritis akut biasanya merupakan respons tubuh terhadap infeksi yang sedang terjadi pada tubuh. Glomerulonefritis akut dapat berkembang menjadi uremia dan gagal ginjal (baik akut maupun kronis; Bhimma, 2010) Terapi yang biasa diberikan mencakup pemberian obat antibiotik, antihipertensi, dan diuretik juga restriksi diet. 2. Etiologi Berbagai penyakit dapat menyebabkan GNA mulai dari infeksi hingga penyakit yang mempengaruhi seluruh tubuh, terkadang penyebabnya tidak diketahui. Beberapa penyakit yang dapat menyebabkan GNA adalah : a. Infeksi Glomerulonefritis akut post streptococcus. GNA dapat muncul beberapa satu atau dua minggu setelah sembuh dari infeksi tenggorokan atau infeksi kulit. Kelebihan antibody yang dirangsang oleh infeksi akhirnya menetap di glomerulus dan menyebabkan peradangan. Gejalanya meliputi pembengkakan, pengeluaran urin sedikit dan masuknya darah dalam urin. Anak-anak kecil lebih mungkin terserang GNA post streptococcus daripada orang dewasa. Bakteri endokarditis. Bakteri ini bisa menyebar melalui aliran darah dan menetap di hati, penyakit ini diderita oleh orang-orang yang memiliki cacat jantung. Bakteri endokarditis berkaitan dengan penyakit glomerulus, tetapi hubungan yang jelas antara keduanya masih belum ditemukan. Infeksi virus yang dapat menyebabkan GNA adalah infeksi HIV dan virus penyebab hepatitis B dan

hepatitis C. b. Penyakit system kekebalan tubuh 1) Lupus Lupus yang kronis dapat menyebabkan peradangan pada banyak bagian tubuh, termasuk kulit, persendian, ginjal, sel darah, jantung dan paru-paru. 2) Sindrom Goodpastur Adalah gangguan imunologi pada paru-paru yang jarang dijumpai. Sindrom Goodpastur menyebabkan perdarahan pada paru-paru dan glomerulus. 3) Vaskulitis Adalah gangguan yang ditandai oleh kerusakan pembuluh darah karena peradangan, pembuluh darah arteri dan vena. Jenis-jenis vaskulitis yang menyebabkan glomerulonefritis antara lain : a) Polyarteritis : vaskulitis yang menyerang pembuluh darah kecil dan menengah yang menyerang dibeberapa bagian tubuih seperti ginjal, hati dan usus. b) Grabulomatosis Wegener : vaskulitis yang menyerang pembuluh darah kecil dan menengah pada pru-paru, saluran udara pada bagian atas dan ginjal. c. Kondisi yang cenderung menyebabkan luka pada glomerulus 1. Tekanan darah tinggi Kerusakan ginjal dan kemampuannya dalam melakukan fungsi normal dapat berkurang akibat tekanan darah tinggi. Sebaliknya Glomerulonefritis juga menyebabkan tekanan darah tinggi karena mengurangi fungsi ginjal. 2. Penyakit diabetes ginjal Penyakit diabetes ginjal dapat mempengaruhi penderita diabetes. Nefropati diabetes biasanya memakan waktu bertahun-tahun untuk bisa muncul. Pengaturan kadar gula darah dan tekan darah dapat mencegah atau memperlambat tekanan ginjal.

3. Klasifikasi a. Congenital (herediter) 1) Sindrom Alport Suatu penyakit herediter yang ditandai oleh adanya glomerulonefritis progresif familial yang seing disertai tuli syaraf dankelainan mata seperti lentikonus anterior. Diperkirakan sindrom alport merupakan penyebab dari 3% anak dengan gagal ginjal kronik dan 2,3% dari semua pasien yang mendapatkan cangkok ginjal. Dalam suatu penelitian terhadap anak dengan hematuria yang dilakukan pemeriksaan biopsi ginjal, 11% diantaranya ternyata penderita sindrom alport.Gejala klinis yang utama adalah hematuria, umumnya berupa hematuria mikroskopik dengan eksasarbasi hematuria nyata timbul pada saat menderita infeksi saluran nafas atas.Hilangnya pendengaran secara bilateral dari sensorineural, dan biasanya tidak terdeteksi pada saat lahir, umumnya baru tampak pada awal umur sepuluh tahunan. 2) Sindrom Nefrotik Kongenital Sindroma nefrotik yang telah terlihat sejak atau bahkan sebelum lahir. Gejala proteinuria massif, sembab dan hipoalbuminemia kadang kala baru terdeteksi beberapa minggu sampai beberapa bulan kemudian. Proteinuria terdapat pada hampeir semua bayi pada saat lahir, juga sering dijumpai hematuria mikroskopis. Beberapa

kelainan

laboratories

sindrom

nefrotik

(hipoproteinemia,

hiperlipidemia) tampak sesuai dengan sembab dan tidak berbeda dengan sindrom nefrotik jenis lainnya. b. Glomerulonefritis Primer 1) Glomerulonefritis membranoproliferasif Suatu glomerulonefritis kronik yang tidak diketahui etiologinya dengan gejala yang

tidak

spesifik,

bervariasi

dari

hematuria

asimtomatik

sampai

glomerulonefitis progresif. 20-30% pasien menunjukkan hematuria mikroskopik dan proteinuria, 30 % berikutnya menunjukkan gejala glomerulonefritis akut dengan hematuria nyata dan sembab, sedangkan sisanya 40-45% menunjukkan gejala-gejala sindrom nefrotik. Tidak jarang ditemukan 25-45% mempunyai riwayat infeksi saluran pernafasan bagian atas, sehingga penyakit tersebut dikira glomerulonefritis akut pasca streptococcus atau nefropati IgA. 2) Glomerulonefritis membranosa

Glomerulonefritis membranosa sering terjadi pada keadaan tertentu atau setelah pengobatan dengan obat tertentu. Glomerulopati membranosa paling sering dijumpai pada hepatitis B dan lupus eritematosus sistemik.Glomerulopati membranosa jarang dijumpai pada anak, didapatkan insiden 2-6% pada anak dengan sindrom nefrotik.Umur rata-rata pasien pada berbagai penelitian berkisar antara 10-12 tahun, meskipun pernah dilaporkan awitan pada anak dengan umur kurang dari 1 tahun.Tidak ada perbedaan jenis kelamin. Proteinuria didapatkan pada semua pasien dan sindrom nefrotik merupakan 80% sampai lebih 95% anak pada saat awitan, sedangkan hematuria terdapat pada 50-60%, dan hipertensi 30%.

c. Glomerulonefritis sekunder Glomerulonefritis

sekunder

yang

banyak

ditemukan

dalam

klinik

yaitu

glomerulonefritis pasca streptococcus, dimana kuman penyebab tersering adalah streptococcus beta hemolitikus grup A yang nefritogenik terutama menyerang anak pada masa awal usia sekolah. Glomerulonefritis pasca streptococcus datang dengan keluhan hematuria nyata, kadang-kadang disertai sembab mata atau sembab anasarka dan hipertensi.

4. Tanda dan Gejala a. Hematuria (urine berwarna merah kecoklat-coklatan) b. Proteinuria (protein dalam urine) c. Oliguria (keluaran urine berkurang) d. Nyeri pada abdomen e. Edema, cenderung lebih nyata pada wajah di pagi hari kemudian menyebar ke abdomen dan ekstremitas di siang hari f. Suhu badan umumnya tidak seberapa tinggi, tetapi dapat terjadi tinggi seklai di hari pertama g. Hipertensi terdapat pada 60-70% anak dengan GNA pada hari pertama dan akan kembali nomal pada akhir minggu pertama juga. Namun jika terdapat kerusakan jaringan ginjal, tekanan darah akan tetap tinggi selama beberapa minggu. h. Dapat timbul gejala gastrointestinal seperti muntah, tidak nafsu makan dan diare. i. Bila terdapat ensefalopati hipertensif dapat timbul sakit kepala, kejang dan kesadaran menurun j. Fatigue

5. Komplikasi Saat glomerulonefritis akut berkembang menjadi kronis, maka dapat terjadi komplikasi berikut : a) Fungsi ginjal yang memburuk (umumnya tercermin dari manifestasi klinis dan temuan laboratorium) b) Hipertensi berat yang berkepanjangan dapat menyebabkan perdarahan intrakranial c) Hiperkalemia d) Gagal jantung e) Hiperfosfatemia f) Hipokalsemia g) Hematuria h) Ensefalopati hipertensif (ditandai dengan sakit kepala, muntah, peka rangsang, konvulsi, dan koma) dapat disebabkan oleh hipertensi kronis.

6. Pemeriksaan Diagnostik Tidak ada uji diagnostik yang khusus diindikasikan untuk mendiagnosis glomerulonefritis akut. Namun, yang berikut ini umumnya dilakukan : a) Pemeriksaan urine Proteinuria (1+ sampai 4+), hematuria, adanya sedimen, sel darah merah, dan sel darah putih; penurunan klirens kreatinin b) Tes darah Peningkatan nitrogen urea darah (BUN), kreatinin serum, dan asam urat; perubahan elektrolit (asidosis metabolik, penurunan natrium dan kalsium; peningkatan kalium, fosfor, albumin serum dan kolestrol); anemia ringan dan leukositosis, peningkatan titer antibodi (antistresptolisin, antihialuronidase atau antideoksiribonuklease) dan laju endap darah (LED) c) Biopsi ginjal Dapat diindikasikan; jika dilakukan, kemungkinan temuan adalah meningkatnya jumlah sel dalam setiap glomerulus dan “tonjolan” subepitelial yang mengandung imunoglobulin dan komplemen. 7. Penatalaksanaan a) Keperawatan 1) Tirah baring Diperlukan untuk anak dengan hipertensi dan edema dan terutama untuk mereka dengan tanda ensefalopati dan kegagalan jantung. Tirah baring dianjurkan selama fase akut sampai urin berwarna jernih dan kadar kreatinin dan tekanan darah kembali normal. Lama tirah baring dapat ditentukan dengan mengkaji urin pasien. Kasus ringan dengan tekanan darah normal dan sedikit edema dapat diberikan aktivitas terbatas tetapi tidak boleh masuk sekolah karena aktivitas yang berlebihan dapat meningkatkan proteinuria dan hematuria.

2) Pembatasan cairan dan natrium Masukan cairan biasanya dibatasi jika keluaran urin rendah. Pada beberapa unit dibatasi antara 900 dan 1200 ml per hari. Separuh dari masukan cairan dapat berupa susu dan separuh lainnya air. Sari buah asli harus dihindari karena mereka mengandung kalium yang tinggi. Ini merupakan hal yang penting keluaran urinarius kurang dari 200 sampai 300 ml per hari karena bahaya retensi kalium. 3) Modifikasi diet Jika terjadi diuresis dan hipertensi telah hilang, makanan seperti roti, buahbuahan, kentang dan sayur-sayuran dapat diberikan. Garam dibatasi (1 g/hari) hingga hipertensi dan edema menurun. 4) Pembatasan protein bila BUN meningkat Protein dibatasi (1 g/kgBB/hari) jika nitrogen urea darah meningkat dan sementara hematuria ditemukan. Jika hematuria mikroskopik, masukan protein dapat dimulai kembali atau ditingkatkan. 5) Pertimbangan harian sebagai indikasi peningkatan atau penurunan edema. 6) Pentatatan tekanan darah 7) Uji urine harian untuk darah dan protein (kualitatif dan kuantitatif) 8) Dukungan bagi orang tua.

b) Medis 1) Antibiotika Pemberian penisilin pada fase akut (baik secara oral atau intramuskuler). Pemberian antibiotik ini tidak mempengaruhi beratnya glomerulonefritis, melainkan mengurangi menyebarnya infeksi streptokokus yang mungkin masih ada. Pemberian penisilin dianjurkan hanya untuk 10 hari. Pemberian profilaksis yang lama sesudah nefritisnya sembuh terhadap kuman penyebab tidak dianjurkan karena terdapat imunitas yang menetap. Secara teoritis anak dapat terinfeksi lagi dengan kuman nefritogen lain, tetapi kemungkinan ini sangat kecil. 2) Anti hipertensi Pengobatan terhadap hipertensi. Pemberian cairan dikurangi, pemberian sedativa untuk menenangkan pasien sehingga dapat cukup beristirahat. Pada hipertensi dengan gejala serebral diberikan reserpin dan hidralazin. Mula-mula diberikan reserpin sebanyak 0,07 mg/kgBB secara intamuskuler. Bila terjadi diuresis 5-10 jam kemudian, selanjutnya pemberian resepin peroral dengan dosis rumat 0,03 mg/kgBB/hari. Magnesium sulfat parenteral tidak dianjurkan lagi karena memberi efek toksis. 3) Bila anuria berlangsung lama (5-7hari) dianjurkan dialisa peritoneal atau hemodialisa. Bila anuria berlangsung lama (5-7 hari) maka ureum harus dikeluarkan dari dalam darah. Dapat dengan cara peritoneum dialisis, hemodialisis, transfusi tukar dan sebagainya. 4) Pemberian diuretik furosemid intravena (1 mg/kgBB/kali) Diuretikum dulu tidak diberikan pada glomerulonefritis akut, tetapi akhir-akhir ini pemberian furosamid (lasix) secara intravena (1 mg/kgBB/hari) dalam 5-10 menit tidak berakibat buruk pada hemodinamika ginjal dan filtrasi glomerulus. 5) Bila timbul gagal jantung, diberikan dialisis, sedativum dan oksigen.

Paska infeksi streptococcus beta – hemolitikus group A minggu

II. Pelepasan material dari organisme ke dalam sirkulasi (antigen)

WOC GNA Pembentuka n antibodi

reaksi antigen dan antibodi Respon peradangan ( kerusakan jaringan glomerulus )

Kompleks imun ditumpuk dalam endotelium dan epitelium dinding membran kapiler glomerular Reaksi utamanya peradangan Kerusakan sel membran

Peningkatan permeabilitas basal membran Penurunan glomerulus filtrasi rate Gangguan perfusi jaringan serebral

Retensi air dan natrium Penurunan volume sirkulasi Injuri bertambah Sel darah merah dam molekul protein bisa merembes ke dalam kapsula bowman’s Kerusakan ginjal

Edema perifer dan preorbital Resiko kerusakan integritas kulit

Oliguria

Kelebihan volume cairan

Anoreksia, lemah, kelelahan Ketidakseim bangan nutrisi kurand gari kebutuhan

Rawat inap di Rumah sakit Intoleransi aktivitas

Defisit Pengetahuan

Ansietas

Instruksi pemahama n di rumah

III.

ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian a. Identitas 1) Umur: lebih sering pada anak-anak usia antara 3-4 tahun 2) Jenis kelamin: lebih banyak menyerang pria dengan persentase pria : wanita adalah 2: 1 b. Keluhan utama 1. Edema atau sembab, biasanya pada daerah mata, dada, perut, tungkai dan genetalia. 2. Malaise 3. Sesak nafas 4. Kaki terasa berat dan dingin karena edema 5. Sakit kepala 6. Diare c. Riwayat penyakit sekarang 1. Pitting edema 2. Urine sedikit, gelap dan berbusa 3. Berat badan meningkat 4. Kulit pucat 5. Diare 6. Sesak nafas 7. Malaise d. Riwayat penyakit dahulu Tanyakan kepada keluarga apakah anak dulu pernah menderita penyakit infeksi ginjal atau tidak sebelumnya. e. Riwayat penyakit keluarga Tanyakan pada keluarga apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit ini. f. Riwayat psiko,sosio, dan spiritual Anak mengalami hambatan dalam bermain dengan teman dan membina hubungan dengan teman sebayanya karena sakit yang dideritanya. g. Riwayat tumbuh kembang -

Prenatal : Ditanyakan apakah ibu ada masalah asupan alcohol atau obatobatan selama kehamilan.

-

Natal : Ditanyakan kepada ibu apakah ada penyulit selama persalinan, lahir premature, berat badan lahir rendah (BBLR).

-

Postnatal : Ditanyakan apakah setelah lahir langsung diberikan imunisasi apa tidak.

h. Riwayat Imunisasi Tanyakan pada keluarga apakah anak mendapat imunisasi lengkap. -

Usia <7 hari anak mendapat imunisasi hepatitis B.

-

Usia 1 bulan anak mendapat imunisasi BCG dan Polio I.

-

Usia 2 bulan anak mendapat imunisasi DPT/HB I dan Polio 2.

-

Usia 3 bulan anak mendapat imunisasi DPT/HB II dan Polio 3.

-

Usia 4 bulan anak mendapat imunisasi DPT/HB III dan Polio

2. Pemeriksaan Fisik a) Kepala : Normocephali, rambut hitam tidak mudah dicabut. b) Mata : Konjungtiva palpebra tidak anemis, sklera tidak ikterik, edema palpebra - / -, reflek cahaya langsung dan reflek cahaya tidak langsung (+) / (+) . c) Hidung Nafas cuping hidung tidak ada, tidak ada sekret. d) Telinga Tidak ada sekret, nyeri tekan tragus - / -, nyeri tekan mastoid - / e) Mulut Bibir tidak sianosis, selaput lendir tidak kering, lidah tidak kotor, gusi berdarah (-), Caries gigi (+) T2- T2, faring tidak hiperemis, nyeri saat menelan (-) f) Leher Tidak ada pembesaran KGB, kelenjar tiroid tidak teraba membesar g) Pulmo I : Gerakan dinding dada statis dinamis, simetris kiri kanan. Retraksi dinding dada(-) Pa : Sistem fremitus kanan = kiri Pe : Sonor seluruh lapangan paru A : Suara dasar vesikuler normal, wheezing (-), ronki (-) h) Jantung I : Iktus kordis tidak terlihat Pa : Iktus Cordis teraba di SIC V linea midklavikula sinistra, Pe ; Batas kiri : sesuai iktus kordis. Batas atas : SIC II linea parasternal sinistra Batas kanan : Linea parasternal dekstra. A : Bunyi Jantung I-II normal, murmur (-), gallop (-), irama reguler, frekuensi jantung 78x / menit

i) Abdomen I : Datar, Pa : Sedikit tegang, nyeri tekan (-) Hepar : Tidak teraba Lien : Tidak teraba Pe : Timpani, pekak hepar (+) normal, Shifting Dulness (+), Undulasi (-) A : Bising usus (+) melemah j) Anggota gerak Superior Inferior Sianosis (-)/(-) (-)/(-) Oedema (-)/(-) (-)/(-) Akral hangat (+)/(+) (+)/(+) Cap. refill <2’ <2’ 3. Pemeriksaan Penunjang a. Pemeriksaan urine Proteinuria (1+ sampai 4+), hematuria, adanya sedimen, sel darah merah, dan sel darah putih; penurunan klirens kreatinin b. Tes darah Peningkatan nitrogen urea darah (BUN), kreatinin serum, dan asam urat; perubahan elektrolit (asidosis metabolik, penurunan natrium dan kalsium; peningkatan kalium, fosfor, albumin serum dan kolestrol); anemia ringan dan leukositosis, peningkatan titer antibodi (antistresptolisin, antihialuronidase atau antideoksiribonuklease) dan laju endap darah (LED) c. Biopsi ginjal Dapat diindikasikan; jika dilakukan, kemungkinan temuan adalah meningkatnya jumlah sel dalam setiap glomerulus dan “tonjolan” subepitelial yang mengandung imunoglobulin dan komplemen.

4. Analisa Data ANALISA DATA NO 1.

DATA DS : -

Ibu pasien mengatakan pasien sering

ETIOLOGI

MASALAH

Retensi air dan

Gangguan perfusi

hipernatremia

jaringan

mengeluh pusing DO : 2.

Klien tampak meringis

DS : -

Oliguria

Kelebihan volume cairan

Ibu pasien mengeluh urine yang dikeluarkan pasien sedikit

DO : 3.

Volume urine 500 ml/hari

DS : -

Anoreksia

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari

Ibu pasien mengatakan pasien tidak

kebutuhan tubuh

pernah mau menghabiskan makanannya DO : 4.

BB pasien turun

DS : -

Pasien mengeluh susah menjalankan aktivitas seperti biasanya Kelelahan

DO : -

Pasien selalu dibantu orang tua saat beraktivitas

Intoleransi aktivitas

5.

DS : -

Ibu pasien mengatakan ada pembengkakan pada wajah pasien Resiko kerusakan integritas kulit

Edema DO : 6.

Tampak ada pembengkakan di area muka dan ekstremitas

DS : -

Orang tua pasien khawatir dengan Penyakit GNA menyerang anak keadaan anaknya Anak inap

DO : 7.

dirawat Ansietas orang tua

Orang tua pasien tampak gelisah Orang tua bertanya-tanya tentang Ansietas penyakit anaknya

DS : DO : -

Ketidaktahuan kesehatan

tentang

informasi Pemahaman instruksi perawatan di rumah

Ketidakakuratan mengikuti instruksi

Defisit pengetahuan

IV. 1.

RUMUSAN DIAGNOSA KEPERAWATAN

Gangguan perfusi jaringan serebral yang berhubungan dengan retensi air dan hipernatremia

2.

Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan urine

3.

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia dan penurunan kebutuhan metabolik

4.

Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan kelelahan

5.

Resiko kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan edema dan imobilitas

6.

Ansietas (orang tua) yang berhubungan dengan rawat inap anak di rumah sakit

7.

Defisit pengetahuan yang berhubungan dengan pemahaman instruksi perawatan di rumah

V. NO

Diagnosa Keperawatan 1. Gangguan perfusi jaringan serebral b.d retensi air dan hipernatremia

2.

Kelebihan volume cairan b.d oliguria

PERENCANAAN

Tujuan dan Intervensi Kriteria hasil Setelah 1. Pantau dan catat tekanan dilakukan darah anak setiap 1-2 jam tindakan selama selama fase akut. 3 x 24 jam maka 2. Lakukan tindakan perfusi jaringan kewaspadaan berikut ini serebral normal bila terjadi kejang : dengan Kriteria -Pertahankan jalan napas hasil : Anak melalui mulut dan memiliki perfusi letakkan peralatan jaringan normal pengisap di sisi tempat yang ditandai tidur anak. oleh tekanan -Sematkan tanda diatas darah normal, tempat tidur anak dan penurunan pada pintu, berisi retensi cairan peringatan tentang status dan tidak ada kejang anak yang tanda ditujukkan untuk petugas hipernatremia. kesehatan. 3. Beri obat antihipertensi misalnya hidralazin hidroksida sesuai program. Pantau anak untuk adanya efek samping. 4. Pantau status volume cairan anak setiap 1-2 jam. Pantau haluaran urine; haluaran harus 12ml/kg/jam. 5. Kaji status neurologis anak (tingkat kesadaran, refleks dan respons pupil) setiap 8 jam. Beri tahu dokter segera setiap ada perubahan signifikan pada status anak. 6. Beri obat diuretik, misalnya hidroklorotiazid atau furosemid sesuai program.

Rasional 1. Pemantauan sering memungkinkan deteksi dini dan penaganan segera terhadap perubahan tekanan darah anak. 2. Melakukan tindak kewaspadaan bila terjadi kejang dapat mencegah cedera selama episode serangan kejang. Kendati tidak umum pada GNA, kejang dapat terjadi akibat kurang perfusi oksigen ke otak. 3. Pemberian obat antihipertensi dapat diprorgamkan, keran hipertensi tidak terkontrol dapat menyebabkan kerusakan ginjal. 4. Pemantauan sangat penting dilakukan karena penambahan volume lebih lanjut akan meningkatkan tekanan darah. 5. Pengkajian yang sering memungkinkan deteksi dini dan terapi yang memadai untuk setiap perubahan status neurologis anak. 6. Diuretik meningkatkan ekskresi cairan.

Setelah 1. Timbang berat badan anak dilakukan setiap hari dan pantau tindakan selama haluaran urinenya setiap 4 3 x 24 jam maka jam.

1.Menimbang berat badan setiap hari dan pemantauan haluaran urine ysng sering,

volume cairan 2. Kaji anak untuk deteksi, anak mampu edema, ukur lingkar dipertahankan. abdomen setiap 8 jam dan Kriteria hasil : (untuk anak laki-laki) anak dapat periksa pembengkakan mempertahankan pada skrotum. volume cairan 3. Pantau anak dengan normal yang cermat untuk melihat efek ditandai oleh samping pemberian terapi haluaran urine diuretik, khususnya ketika rata-rata menggunakan sebanyak 1hidroklorotiazid atau 2ml/kg/jam. furosemid. 4. Pantau dan catat asupan cairan anak. 5. Kaji warna, konsentrasi, dan berat jenis urine anak. 6. Pantau semua hasil uji laboratorium ysng di programkan.

3.

Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan

Setelah 1. Beri diet tinggi dilakukan karbohidrat tindakan selama 2. Beri makanan porsi kecil 3 x 24 jam maka dalam frekuensi sering,

memungkinkan deteksi dini dan terapi yang tepat terhadap perubahan yang terjadi pada status cairan anak. Kenaikan berat badan yang cepat mengindikasikan retensi cairan. Penurunan haluaran urine dapat mengindikasikan ancaman gagal ginjal. 2. Pengkajian dan pengukuran yang sering memungkinkan deteksi dini dan pemberian terapi yang tepat terhadap setiap perubahan kondisi anak. Lingkar abdomen yang bertambah dan pembengkakan pada skrotum biasanya mengindikasikan asites. 3. Obat-obatan diuretik ini dapat menyebabkan hipokalemia sehingga membutuhkan pemberian suplemen kalium per intravena. 4. Anak membutuhkan pembatasan asupan cairan akibat retensi cairan dan penurunan laju filtrasi glomerulus; ia juga membutuhkan retriksi asupan natrium. 5. Urine yang berbusa mengindikasikan peningkatan deplesi protein, suatu tanda kerusakan fungsi ginjal. 6. Peningkatan kadar nitrogen urea darah dan kreatinin dapat mengindikasikan kerusakan fungsi ginjal. 1. Diet tinggi karbohidrat biasanya terasa lebih lezat dan memberi kalori esensial bagi anak.

tubuh yang berhubungan dengan anoreksia.

4.

Intoleransi aktivitas b.d kelelahan

5.

Risiko kerusakan integritas kulit b.d imobilitas dan edema.

kebutuhan yang mencakup beberapa nutrisi terpenuhi. makanan favorit anak. Kriteria hasil : 3. Batasi asupan natrium dan anak akan protein anak, sesuai mengalami program. peningkatan asupan nutrisi yang ditandai oleh makan sekurangkurangnya 80% porsi setiapkali makan.

2. Menyediakan makanan dalam porsi yang lebih kecil, untuk satu kali makan tidak akan membebani anak sehingga mendorongnya untuk makan lebih banyak setiap kali anak duduk. Dengan memberi anak makanan favoritnya, akan memastikan ia mengonsumsi setiap porsi makanan lebih banyak. 3. karena natrium dapat menyebabkan retensi cairan, biasanya natrium dibatasi pada anak dengan gangguan glomerulonefritis akut. Pada kasus-kasus berat, ginjal tidak mampu memetabolisasi protein sehingga membutuhkan restriksi protein. Setelah 1. Jadwalkan periode istirahat 1.Periode istirahat yang dilakukan untuk setiap kali sering dapat menyimpan tindakan selama beraktivitas. energi dan mengurangi 3 x 24 jam maka 2. Sediakan permainan yang produksi sisa metabolik anak toleransi tenang, menantang dan yang dapat membebani beraktivitas. sesuai usia. kerja ginjal lebih lanjut. Kriteria hasil : 3. Kelompokkan asuhan 2. Permainan yang Anak akan keperawatan anak untuk demikian dapat mengalami memungkinkan anak tidur menyimpan energi, peningkatan tanpa gangguan di malam tetapi mencegah toleransi hari. kebosanan. aktivitas ditandai 3. Mengelompokkan dengan oleh pemberian asuhan kemampuan perawatan, membantu bermain dalam anak tidur sesuai dengan waktu yang kebutuhan. lama. Setelah 1. Beri matras busa berlekuk 1. Matras busa berlekuk dilakukan sebagai tempat tidur anak. mengalasi bagian-bagian tindakan selama 2. Bantu anak mengubah tulang yang menonjol 3 x 24 jam maka posisi setiap 2 jam. sehingga mengurangi integritas kulit 3. Mandikan anak setiap hari, risiko kerusakan kulit. normal. Kriteria menggunakan sabun yang 2. Mengganti posisi hasil : warna mengandung lemak tinggi. dengan sering dapat

6.

Ansietas (orang tua) b.d rawat inap anak di rumah sakit

7.

Defisit pengetahuan b.d pemahaman instruksi perawatan di rumah.

kulit kemerahmudaan dan tidak ada kemerahan, edema serta kerusakan kulit.

4. Topang dan tinggikan ekstremitas yang mengalami edema. 5. Pada anak laki-laki, letakkan bantalan di sekitar skrotumnya.

Setelah dilakukan tindakan selama 1 x 24 jam maka orang tua tidak cemas. Kriteria hasil : Pemahaman tentang kondisi.

1. Dengarkan setiap kekhawatiran orang tua. 2. Jelaskan semua prosedur kepada orang tua dan libatkan mereka dalam diskusi tentang perawatan anak. 3. Rujuk orang tua ke kelompok pendukung yang tepat, jika dibutuhkan.

1. Jelaskan kepada orang tua tentang petofisiologi penyakit. 2. Yakinkan kembali orang tua bahwa penyakit tersebut jarang menyebabkan efek jangka panjang. 3. Jelaskan kepada orang tua tentang pentingnya mempertahankan anak pada

mengurangi tekanan pada area kapiler dan meningkatkan sirkulasi sehingga mengurangi risiko kerusakan kulit. 3. Deodoran dan sabun yang mengandung parfum dapat mengeringkan kulit sehingga mengakibatkan kerusakan kulit. 4. Menopang dan meninggikan ekstremitas dapat meningkatkan aliran-balik vena, dan dapat mengurangi pembengkakan. 5. Pemberian bantalan dapat mencegah kerusakan kulit. 1. Mendengar dapat memberi dukungan selama stres. 2. Dengan terus mempertahankan orang tua agar tetap memperoleh informasi dan melibatkan mereka dalam diskusi tentang perawatan anak, dapat mengembangkan kemampuan kontrol sehingga mengurangi kecemasan. 3. Kelompok pendukung memberi wacana bagi orang tua untuk mengekspresikan perasaan dan kekhawatiran. 1. Penjelasan yang demikian membantu orang tua memahami penyakit dan pentingnya melanjutkan terapi di rumah. 2. Orang tua biasanya khawatir tentang efek penyakit, khususnya jika

retriksi diet natrium sampai edema mereda dan fungsi ginjal kembali normal. 4. Instuksikan orang tua untuk membatasi aktivitas anak sampai dokter menyetujui bahwa anak dapat melakukan aktivitas seperti sediakala. 5. Ajarkan orang tua tentang tanda dan gejala infeksi pernapasan atas, seperti meningkatnya suhu tubuh, nyeri tenggorok dan batuk; juga ajarkan mereka tentang tanda gagal ginjal, misalnya penurunan haluaran urine, kenaikan berat badan dan edema. 6. Anjurkan orang tua untuk menepati semua perjanjian tindak lanjut.

menjalani dialisis selama fase akut penyakit. 3. Diet retriksi natrium diperlukan karena asupan natrium yang berlebihan dapat menghlangi ekskresi air. 4. Retriksi aktivitas diperlukan untuk mencegah stres pada ginjal yang dapat menyebabkan kekambuhan penyakit. 5. Dengan mengetahui tanda dan gejala infeksi berulang serta gagal ginjal mendorong orang tua mencari bantuan medis saat diperlukan. 6. Suatu kunjungan tindak lanjut sangat diperlukan untuk menentukan resolusi penyakit dan mendeteksi komplikasi.

Daftar Pustaka Speer, Kathleen Morgan. 2007. Rencana Asuhan Keperawatan Pediatrik dengan Clinical Pathways. Julianus A, alih bahasa. Jakarta (ID) : EGC Suriadi dan Rita Yuliati. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta : PT. Fajar Interpratma Heather, H. 2015. Nursing Diagnoses: Definition and Classification 2015-2017. Jakarta : EGC Moorhead Sue, dkk. 2013 . Nursing Outcomes Classification (NOC), 5th Indonesian edition. Indonesia: Mocomedia. Bulechek,M.G dkk. 2013 . Nursing Interventions Classification (NIC), 6th Indonesian edition. Indonesia: Mocomedia.

Related Documents


More Documents from "bubujuhum"

Ide Berwirausaha.docx
December 2019 32
Doc1.docx
October 2019 11
Ing Vysya Bank
June 2020 4
Hyundai Ppt
June 2020 9