Laporan Pendahuluan Akhir Ibs.docx

  • Uploaded by: Dewi Rosa
  • 0
  • 0
  • July 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Laporan Pendahuluan Akhir Ibs.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,426
  • Pages: 17
LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN BPH (BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA) DI RUANG IBS RSUD KAJEN KABUPATEN PEKALONGAN

A. PENGERTIAN BPH (Benigna Prostat Hipertropi) adalah pembesaran atau hypertropi prostat. Kelenjar prostat membesar, memanjang ke arah depan ke dalam kandung kemih dan menyumbat aliran keluar urine, dapat menyebabkan hydronefrosis dan hydroureter. Istilah Benigna Prostat Hipertropi sebenarnya tidaklah tepat karena kelenjar prostat tidaklah membesar atau hipertropi prostat, tetapi kelenjar-kelenjar periuretra lah yang mengalami hiperplasian (sel-selnya bertambah banyak). Kelenjar-kelenjar prostat sendiri akan terdesak menjadi gepeng dan disebut kapsul surgical. Maka dalam literatur di benigna hiperplasia of prostat gland atau adenoma prostat, tetapi hipertropi prostat sudah umum dipakai. Hipertropi Prostat adalah hiperplasia dari kelenjar periurethral yang kemudian mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah. (Jong, Wim de, 1998). Benigna Prostat Hipertropi ( BPH ) adalah pembesaran jinak kelenjar prostat, disebabkan oleh karena hiperplasi beberapa atau semua komponen prostat meliputi jaringan kelenjar / jaringan fibromuskuler yang menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika (Lab / UPF Ilmu Bedah RSUD dr. Sutomo, 1994 : 193).

B. ETIOLOGI Penyebab BPH belum jelas namun terdapat faktor resiko umur dan hormon androgen (Mansjoer, 2000, hal 329). Ada beberapa hipotesis yang menyebutkan bahwa hiperplasia prostat erat kaitannya dengan peningkatan kadar Dehidrotestosteron (DHT) dan proses aging (menjadi tua). Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prostat adalah: 1. Adanya perubahan keseimbangan antara hormon testosteron dan estrogen pada usia lanjut 2. Peranan dari growth faktor sebagai pemicu pertumbuhan stroma kelenjar prostat 3. Meningkatnya lama hidup sel-sel prostat karena berkurangnya sel yang mati 4. Teori sel steam menerangkan bahwa terjadi proliferasi abnormal sel steam sehingga menyebabkan produksi sel stroma dan sel epitel kelenjar prostat menjadi berlebihan (Poernomo, 2000, hal 74-75). 1

C. MANIFESTASI KLINIS Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun keluhan di luar saluran kemih. 1. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah Keluhan pada saluran kemih bagian bawah atau Lower Urinari Tract Symptoms (LUTS) terdiri atas gejala iritatif dan gejala obstruktif. Gejala iritatif yaitu sering miksi (frekuensi) terbangun untuk miksi pada malam hari (nokturia), perasaan ingin miksi yang sangat mendesak (urgensi), dan nyeri pada saat miksi (disuria). Gejala obstruktif meliputi: pancaran lemak, rasa tidak lampias sehabis miksi, kalau miksi harus menunggu lama (hesitancy), harus mengejan (straining) anyang-anyangen (intermittency) dan waktu miksi yang memanjang yang akhirnya menjadi retensi urine dan inkontinensia karena overflow. Untuk menilai tingkat keparahan dari keluhan saluran kemih sebelah bawah, beberapa ahli urology membuat sistem scoring yang secara subyektif dapat diisi dan dihitung sendiri oleh pasien. 2. Gejala pada saluran kemih bagian atas Keluhan akibat penyulit hiperplasia prostat pada saluran kemih bagian atas, berupa gejala obstruksi antara lain: nyeri pinggang, benjolan di pinggang (yang merupakan tanda dari hidronefrosis), yang selanjutnya dapat menjadi gagal ginjal dapat ditemukan uremia, peningkatan tekanan darah, perikarditis, foetoruremik dan neuropati perifer. 3. Gejala di luar saluran kemih Pasien yang berobat ke dokter biasanya mengeluh adanya hernia inguinalis dan hemoroid. Timbulnya kedua penyakit ini karena sering mengejan pada saat miksi sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan intra abdominal (Poernomo, 2000, hal 77 – 78; Mansjoer, 2000, hal 330). Menurut Long (1996, hal. 339-340), pada pasien post operasi BPH, mempunyai tanda dan gejala: a. Hemorogi 1) Hematuri 2) Peningkatan nadi 3) Tekanan darah menurun 2

4) Gelisah 5) Kulit lembab 6) Temperatur dingin b. Tidak mampu berkemih setelah kateter diangkat c. Gejala-gejala intoksikasi air secara dini: 1) Bingung 2) Agitasi 3) kulit lembab 4) anoreksia 5) mual 6) muntah d. warna urin merah cerah, pada hari ke-2 dan ke-3 post operasi menjadi lebih tua.

D. PATOFISIOLOGI Proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan seiring dengan bertambahnya usia sehingga terjadi perubahan keseimbangan hormonal yaitu terjadi reduksi testosteron menjadi Dehidrotestosteron dalam sel prostat yang kemudian menjadi faktor terjadinya penetrasi DHT ke dalam inti sel. Hal ini dapat menyebabkan inskripsi pada RNA sehingga menyebabkan terjadinya sintesis protein yang kemudian menjadi hiperplasia kelenjar prostat (Mansjoer, 2000 hal 329; Poernomo, 2000 hal 74). Pada tahap awal setelah terjadi pembesaran prostat, maka akan terjadi penyempitan lumen uretra prostatika dan akan menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intra vesikel. Untuk dapat mengeluarkan urine buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan tersebut, sehingga akan terjadi resistensi pada buli-buli dan daerah prostat meningkat, serta otot detrusor menebal dan meregang sehingga timbul sakulasi atau divertikel. Fase penebalan detrusor ini disebut fase kompensasi. Apabila keadaan berlanjut, maka detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi urine (Mansjoer, 2000, hal 329; Poernomo, 2000 hal 76). Tekanan intravesikel yang tinggi akan diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkan aliran balik urine dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks-vesiko ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis bahkan akhirnya dapat terjadi gagal ginjal (Poernomo, 2000, hal 76). 3

E. PATHWAY

4

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Pemeriksaan Laboratorium Analisis urine dan pemeriksaan mikroskopik urine penting untuk melihat adanya sel leukosit, bakteri, dan infeksi. Elektrolit, kadar ureum dan kreatinin darah merupakan informasi dasar dari fungsi ginjal dan fungsi metabolik. Pemeriksaan prostate specific Antigen (PSA) dilakukan sebagai dasar penentuan perlunya biopsy atau sebagai deteksi dini keganasan. 2. Pemeriksaan Radiologis Pemeriksaan yang biasa dilakukan adalah foto polos abdomen, pielografi intravena, USG dan sistoskopi. Tujuan pemeriksaan pencitraan ini adalah untuk memperkirakan volume BPH, menentukan derajat disfungsi buli-buli dan volume residu urine. Dari foto polos dapat dilihat adanya batu pada traktus urinarius, pembesaran ginjal dan buli-buli. Dari pielografi intravena dapat dilihat supresi komplit dari fungsi renal, hidronefrosis dan hidroureter. 3. Pemeriksaan Uroflowmetri dan Colok Dubur a. Uroflowmetri Untuk mengetahui derajat obstruksi, yaitu dengan mengukur pancaran urine pada waktu miksi. Kecepatan aliran urine dipengaruhi oleh kekuatan kontraksi detrusor, tekanan intra buli-buli, dan tahanan uretra. b. Colok Dubur Pada perabaan colok dubur, harus diperhatikan konsistensi prostat (biasanya kenyal), adakah asimetri, adakah nodul pada prostat, apakah batas atas teraba (Mansjoer, 2000, hal 332).

G. PENATALAKSANAAN Menurut Mansjoer (2000, hal 333): 1. Observasi (Watchfull Waiting) Biasanya dilakukan pada pasien dengan keluhan ringan, nasehat yang diberikan yaitu mengurangi minum setelah makan malam untuk mengurangi nocturia, menghindari obat-obatan dekongestan, mengurangi minum kopi dan tidak diperbolehkan minum alkohol. 2. Terapi medikamentosa a. Penghambat adrenergic alfa, contoh: prazosin, doxazosin, terazosin, afluzosin. b. Penghambat enzim 5 alfa reduktasi, contoh: firasterid (proscar). 5

c. Fitoterapi Pengobatan fototerapi yang ada di Indonesia antara lain: eviprostat. Substansinya misalnya pygeum africanum, sawpalmetto, serenoa repelus. 3. Terapi bedah a. TURP b. TUIP c. Prostatektomi terbuka 4. Terapi invasif minimal a. TUMT (Trans Urethral Micro web Thermotherapy) b. Dilatasi balon trans uretra (TUBD) c. High Intensity Focus Ultrasound d. Ablasi jarum trans uretra e. Stent Prostat

6

KONSEP DASAR KEPERAWATAN BENIGNA PROSTAT HIPERTROFI (BPH)

A. Pengkajian Dalam melakukan pengkajian ini penulis menggunakan teori konseptual menurut GORDON dengan 11 pola kesehatan fungsional sesuai dengan post operasi benigna prostat hipertrophy. 1. Pola persepsi kesehatan dan management kesehatan Menggambarkan pola pikir kesehatan pasien, keadaan sehat dan bagaimana memelihara kondisi kesehatan. Termasuk persepsi individu tentang status dan riwayat kesehatan, hubungannya dengan aktivitas dan rencana yang akan datang serta usahausaha preventif yang dilakukan pasien untuk menjaga kesehatannya. 2. Pola Nutrisi – Metabolik Mengambarkan pola konsumsi makanan dan cairan untuk kebutuhan metabolik dan suplai nutrisi, kualitas makanan setiap harinya, kebiasaan makan dan makanan yang disukai maupun penggunaan vitamin tambahan. Keadaan kulit, rambut, kuku, membran mukosa, gigi, suhu, BB, TB, juga kemampuan penyembuhan. 3. Pola Eliminasi Yang menggambarkan: a. pola defekasi (warna, kuantitas, dll) b. penggunaan alat-alat bantu c. penggunaan obat-obatan. 4. Pola Aktivitas a. pola aktivitas, latihan dan rekreasi b. pembatasan gerak c. alat bantu yang dipakai, posisi tubuhnya. 5. Pola Istirahat – Tidur Yang menggambarkan: a. Pola tidur dan istirahat b. Persepsi, kualitas, kuantitas c. Penggunaan obat-obatan. 6. Pola Kognitif – Perseptual a. Penghilatan, pendengaran, rasa, bau, sentuhan 7

b. Kemampuan bahasa c. Kemampuan membuat keputusan d. Ingatan e. Ketidaknyamanan dan kenyamanan 7. Pola persepsi dan konsep diri Yang menggambarkan: a. Body image b. Identitas diri c. Harga diri d. Peran diri e. Ideal diri. 8. Pola peran – hubungan sosial Yang menggambarkan: a. Pola hubungan keluarga dan masyarakat b. Masalah keluarga dan masyarakat c. Peran tanggung jawab. 9. Pola koping toleransi stress Yang menggambarkan: a. Penyebab stress b. Kemampuan mengendalikan stress c. Pengetahuan tentang toleransi stress d. Tingkat toleransi stress e. Strategi menghadapi stress. 10. Pola seksual dan reproduksi Yang menggambarkan: a. Masalah seksual b. Pendidikan seksual. 11. Pola nilai dan kepercayaan Yang menggambarkan: a. Perkembangan moral, perilaku dan keyakinan b. Realisasi dalam kesehariannya.

8

B. Diagnosa Keperawatan 1. Sebelum Operasi a. Obstruksi akut / kronis berhubungan dengan obstruksi mekanik, pembesaran prostat,dekompensasi otot destrusor dan ketidakmapuan kandung kemih untuk berkontraksi secara adekuat. b. Nyeri ( akut ) berhubungan dengan iritasi mukosa buli –

buli, distensi

kandung kemih, kolik ginjal, infeksi urinaria. c. Resiko tinggi kekurangan cairan yang berhubungan dengan pasca obstruksi diuresis. d. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan atau menghadapi prosedur bedah. e. Kurang pengetahuan tentang kondisi ,prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi 2. Sesudah operasi a. Nyeri berhubungan dengan spasmus kandung kemih dan insisi sekunder pada TUR-P b. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasif: alat selama pembedahan, kateter, irigasi kandung kemih sering c. Resiko tinggi cidera: perdarahan berhubungan dengan tindakan pembedahan d. Resiko tinggi disfungsi seksual berhubungan dengan ketakutan akan impoten akibat dari TUR-P. e. Kurang pengetahuan: tentang TUR-P berhubungan dengan kurang informasi f. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri / efek pembedahan C. Intervensi Keperawatan 1. Sebelum Operasi (Pre Operasi) a. Obstruksi akut / kronis berhubungan dengan obstruksi mekanik, pembesaran prostat, dekompensasi otot destrusor dan ketidakmapuan kandung kemih untuk berkontraksi secara adekuat. Tujuan : tidak terjadi obstruksi Kriteria hasil: Berkemih dalam jumlah yang cukup, tidak teraba distensi kandung kemih Rencana tindakan dan rasional 1) Dorong pasien untuk berkemih tiap 2-4 jam dan bila tiba-tiba dirasakan. 9

R / Meminimalkan retensi urina distensi berlebihan pada kandung kemih 2) Observasi aliran urina perhatian ukuran dan kekuatan pancaran urina R / Untuk mengevaluasi ibstruksi dan pilihan intervensi 3) Awasi dan catat waktu serta jumlah setiap kali berkemih R/ Retensi urine meningkatkan tekanan dalam saluran perkemihan yang dapat mempengaruhi fungsi ginjal 4) Berikan cairan sampai 3000 ml sehari dalam toleransi jantung. R / Peningkatkan aliran cairan meningkatkan perfusi

ginjal serta

membersihkan ginjal ,kandung kemih dari pertumbuhan bakteri. 5) Berikan obat sesuai indikasi ( antispamodik) R / mengurangi spasme kandung kemih dan mempercepat penyembuhan b. Nyeri ( akut ) berhubungan dengan iritasi mukosa buli –

buli, distensi

kandung kemih, kolik ginjal, infeksi urinaria. Tujuan : Nyeri hilang / terkontrol. Kriteria hasil: Klien melaporkan

nyeri hilang / terkontrol,

menunjukkan

ketrampilan relaksasi dan aktivitas terapeutik sesuai indikasi untuk situasi individu. Tampak rileks, tidur / istirahat dengan tepat. Rencana tindakan dan rasional 1) Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas ( skala 0 - 10 ). R / Nyeri tajam, intermitten dengan dorongan berkemih / masase urin sekitar kateter menunjukkan spasme buli-buli, yang cenderung lebih berat pada pendekatan TURP ( biasanya menurun dalam 48 jam ). 2) Pertahankan patensi kateter dan sistem drainase. Pertahankan selang bebas dari lekukan dan bekuan. R / Mempertahankan fungsi kateter dan drainase sistem, menurunkan resiko distensi / spasme buli - buli. 3) Pertahankan tirah baring bila diindikasikan R / Diperlukan selama fase awal selama fase akut. 4) Berikan tindakan kenyamanan (sentuhan terapeutik, pengubahan

posisi,

pijatan punggung ) dan aktivitas terapeutik. R / Menurunkan tegangan otot, memfokusksn kembali perhatian dan dapat meningkatkan kemampuan koping.

10

5) Berikan rendam duduk atau lampu penghangat bila diindikasikan. R / Meningkatkan perfusi jaringan dan perbaikan edema serta meningkatkan penyembuhan (pendekatan perineal). 6) Kolaborasi dalam pemberian antispasmodik R / Menghilangkan spasme c. Resiko tinggi kekurangan cairan yang berhubungan dengan pasca obstruksi diuresis. Tujuan : Keseimbangan cairan tubuh tetap terpelihara. Kriteria hasil : Mempertahankan hidrasi adekuat dibuktikan dengan: tanda -tanda vital stabil, nadi perifer teraba, pengisian perifer baik, membran

mukosa

lembab dan keluaran urin tepat. Rencana tindakan dan rasional 1) Awasi keluaran tiap jam bila diindikasikan. Perhatikan keluaran 100-200 ml/. R / Diuresisi yang cepat dapat mengurangkan volume total karena ketidakl cukupan jumlah natrium diabsorbsi tubulus ginjal. 2) Pantau masukan dan haluaran cairan. R / Indikator keseimangan cairan dan kebutuhan penggantian. 3) Awasi tanda-tanda vital, perhatikan peningkatan nadi dan pernapasan, penurunan tekanan darah, diaforesis, pucat. R / Deteksi dini terhadap hipovolemik sistemik 4) Tingkatkan tirah baring dengan kepala lebih tinggi R / Menurunkan kerja jantung memudahkan hemeostatis sirkulasi. 5) Kolaborasi dalam memantau pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi, contoh: Hb / Ht, jumlah sel darah merah. Pemeriksaan koagulasi, jumlah trombosit. R/ Berguna dalam evaluasi kehilangan darah / kebutuhan penggantian. Serta dapat mengindikasikan terjadinya komplikasi misalnya penurunan faktor pembekuan darah. d. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan atau menghadapi prosedur bedah. Tujuan : Pasien tampak rileks. Kriteria hasil : Menyatakan pengetahuan yang akurat tentang situasi, menunjukkan rentang yang yang tepat tentang perasaan dan penurunan rasa takut. Rencana tindakan dan rasional 11

1) Dampingi klien dan bina hubungan saling percaya R / Menunjukkan perhatian dan keinginan untuk membantu 2) Memberikan informasi tentang prosedur tindakan yang akan dilakukan. R / Membantu pasien dalam memahami tujuan dari suatu tindakan. 3) Dorong pasien atau orang terdekat untuk menyatakan masalah atau perasaan. R / Memberikan kesempatan pada pasien dan konsep solusi pemecahan masalah e. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi. Tujuan : Menyatakan pemahaman tentang proses penyakit dan prognosisnya. Kriteria hasil : Melakukan perubahan pola hidup atau prilasku ysng perlu, berpartisipasi dalam program pengobatan. Rencana tindakan dan rasional: 1) Dorong pasien menyatakan rasa takut persaan dan perhatian. R / Membantu pasien dalam mengalami perasaan. 2) Kaji ulang proses penyakit,pengalaman pasien R/ Memberikan dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan informasi terapi. 2. Intra Operasi a. Resiko tinggi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan efek spinal anestesi, faso dilatasi, tekanan darah menurun, syok hipovolemik, tindakan infasi, perdarahan, penurunan kadar haemoglobin dalam darah, tekanan darah menurun, syok hipopolemik Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan pada klien diharapkan potensial terjadi dengan Kriteria Hasil: 1) Tekanan darah normal 2) Perdarahan selama operasi kurang dari 500 cc 3) Tidak ada tanda-tanda syok Rencana tindakan: 1) Observasi tekanan darah klien R/ tanda - tanda vital merupakan indikator utama untuk menilai apakah terjadi perdarahan hebat yang dapat menyebabkan syok 2) Observasi jumlah perdarahan klien R/ memantau dan menilai jumlah perdarahan yang keluar selama tindakan 12

3) Atasi perdarahan R/guna menghindari terjadinya syok 4) Berikan cairan melalui IV sesuai protap R/ guna menyeimbangi jumlah cairan yang keluar selama tindakan agar tidak terjadi syok pada klien selama tindakan terjadi.

3. Sesudah operasi (Post Operasi) a. Nyeri berhubungan dengan spasmus kandung kemih dan insisi sekunder pada TUR-P Tujuan: Nyeri berkurang atau hilang. Kriteria hasil : 1) Klien mengatakan nyeri berkurang / hilang. 2) Ekspresi wajah klien tenang. 3) Klien akan menunjukkan ketrampilan relaksasi. 4) Klien akan tidur / istirahat dengan tepat. 5) Tanda – tanda vital dalam batas normal. Rencana tindakan : 1) Jelaskan pada klien tentang gejala dini spasmus kandung kemih. R/ Kien dapat mendeteksi gajala dini spasmus kandung kemih. 2) Pemantauan klien pada interval yang teratur selama 48 jam, untuk mengenal gejala – gejala dini dari spasmus kandung kemih. R/ Menentukan terdapatnya spasmus

sehingga obat – obatan bisa

diberikan 3) Jelaskan pada klien bahwa intensitas dan frekuensi akan berkurang dalam 24 sampai 48 jam. R/ Memberitahu klien bahwa ketidaknyamanan hanya temporer. 4) Beri penyuluhan pada klien agar tidak berkemih ke seputar kateter. R/ Mengurang kemungkinan spasmus. 5) Anjurkan pada klien untuk tidak duduk dalam waktu yang lama sesudah tindakan TUR-P. R / Mengurangi tekanan pada luka insisi 6) Ajarkan penggunaan teknik relaksasi, termasuk latihan nafas dalam, visualisasi.

13

R / Menurunkan tegangan otot, memfokuskan kembali perhatian dan dapat meningkatkan kemampuan koping. 7) Jagalah selang drainase urine tetap aman dipaha untuk mencegah peningkatan tekanan pada kandung kemih. Irigasi kateter jika terlihat bekuan pada selang. R/ Sumbatan pada selang kateter oleh bekuan darah dapat menyebabkan distensi kandung kemih dengan peningkatan spasme. 8) Observasi tanda – tanda vital R/ Mengetahui perkembangan lebih lanjut. 9) Kolaborasi dengan dokter untuk memberi obat – obatan (analgesik atau anti spasmodik ) R / Menghilangkan nyeri dan mencegah spasmus kandung kemih. b.

Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasif: alat selama pembedahan, kateter, irigasi kandung kemih sering. Tujuan: Klien tidak menunjukkan tanda – tanda infeksi . Kriteria hasil: 1) Klien tidak mengalami infeksi. 2) Dapat mencapai waktu penyembuhan. 3) Tanda – tanda vital dalam batas normal dan tidak ada tanda – tanda shock. Rencana tindakan: 1) Pertahankan sistem kateter steril, berikan perawatan kateter dengan steril. R / Mencegah pemasukan bakteri dan infeksi 2) Anjurkan intake cairan yang cukup ( 2500 – 3000 ) sehingga dapat menurunkan potensial infeksi. R / Meningkatkan output urine sehingga resiko terjadi ISK dikurangi dan mempertahankan fungsi ginjal. 3) Pertahankan posisi urobag dibawah. R / Menghindari refleks balik urine yang dapat memasukkan bakteri ke kandung kemih. 4) Observasi tanda – tanda vital, laporkan tanda – tanda shock dan demam. R / Mencegah sebelum terjadi shock. 5) Observasi urine: warna, jumlah, bau. R / Mengidentifikasi adanya infeksi. 14

6) Kolaborasi dengan dokter untuk memberi obat antibiotik. R / Untuk mencegah infeksi dan membantu proses penyembuhan. c. Resiko tinggi cidera: perdarahan berhubungan dengan tindakan pembedahan Tujuan: Tidak terjadi perdarahan. Kriteria hasil: 1) Klien tidak menunjukkan tanda – tanda perdarahan . 2) Tanda – tanda vital dalam batas normal. 3) Urine lancar lewat kateter . Rencana tindakan: 1) Jelaskan pada klien tentang sebab terjadi perdarahan setelah pembedahan dan tanda – tanda perdarahan . R / Menurunkan kecemasan klien dan mengetahui

tanda – tanda

perdarahan 2) Irigasi aliran kateter jika terdeteksi gumpalan dalm saluran kateter R / Gumpalan dapat menyumbat kateter, menyebabkan peregangan dan perdarahan kandung kemih 3) Sediakan diet makanan tinggi serat dan memberi obat untuk memudahkan defekasi . R / Dengan peningkatan tekanan pada fosa prostatik yang akan mengendapkan perdarahan . 4) Mencegah pemakaian termometer rektal, pemeriksaan rektal atau huknah, untuk sekurang – kurangnya satu minggu . R / Dapat menimbulkan perdarahan prostat . 5) Pantau traksi kateter: catat waktu traksi di pasang dan kapan traksi dilepas . R / Traksi kateter menyebabkan pengembangan balon ke sisi fosa prostatik, menurunkan perdarahan. Umumnya dilepas 3 – 6 jam setelah pembedahan . 6) Observasi: Tanda – tanda vital tiap 4 jam,masukan dan haluaran dan warna urine R / Deteksi awal terhadap komplikasi, dengan intervensi yang tepat mencegah kerusakan jaringan yang permanen. d. Resiko tinggi disfungsi seksual berhubungan dengan ketakutan akan impoten akibat dari TUR-P. Tujuan: Fungsi seksual dapat dipertahankan Kriteria hasil: 15

1) Klien tampak rileks dan melaporkan kecemasan menurun . 2) Klien menyatakan pemahaman situasi individual. 3) Klien menunjukkan keterampilan pemecahan masalah. 4) Klien mengerti tentang pengaruh TUR – P pada seksual. Rencana tindakan : 1) Beri kesempatan pada klien untuk memperbincangkan tentang pengaruh TUR – P terhadap seksual. R / Untuk mengetahui masalah klien . 2) Jelaskan tentang : kemungkinan kembali ketingkat tinggi seperti semula dan kejadian ejakulasi retrograd (air kemih seperti susu) R / Kurang pengetahuan dapat membangkitkan cemas dan berdampak disfungsi seksual. 3) Mencegah hubungan seksual 3-4 minggu setelah operasi . R / Bisa terjadi perdarahan dan ketidaknyamanan 4) Dorong klien untuk menanyakan kedokter salama di rawat di rumah sakit dan kunjungan lanjutan . R / Untuk mengklarifikasi kekhatiran dan memberikan akses kepada penjelasan yang spesifik. e. Kurang pengetahuan: tentang TUR-P berhubungan dengan kurang informasi Tujuan: Klien dapat menguraikan pantangan kegiatan serta kebutuhan berobat lanjutan. Kriteria hasil: 1) Klien akan melakukan perubahan perilaku. 2) Klien berpartisipasi dalam program pengobatan. 3) Klien akan mengatakan pemahaman pada pantangan kegiatan dan kebutuhan berobat lanjutan. Rencana tindakan: 1) Beri penjelasan untuk mencegah aktifitas berat selama 3-4 minggu . R / Dapat menimbulkan perdarahan. 2) Beri penjelasan untuk mencegah mengedan waktu BAB selama 4-6 minggu; dan memakai pelumas tinja untuk laksatif sesuai kebutuhan. R / Mengedan bisa menimbulkan perdarahan, pelunak tinja bisa mengurangi kebutuhan mengedan pada waktu BAB 3) Pemasukan cairan sekurang–kurangnya 2500-3000 ml/hari. 16

R / Mengurangi potensial infeksi dan gumpalan darah . 4) Anjurkan untuk berobat lanjutan pada dokter. R / Untuk menjamin tidak ada komplikasi . 5) Kosongkan kandung kemih apabila kandung kemih sudah penuh . f. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri / efek pembedahan. Tujuan: Kebutuhan tidur dan istirahat terpenuhi. Kriteria hasil: 1) Klien mampu beristirahat / tidur dalam waktu yang cukup. 2) Klien mengungkapan sudah bisa tidur. 3) Klien mampu menjelaskan faktor penghambat tidur. Rencana tindakan: 1) Jelaskan pada klien dan keluarga penyebab gangguan tidur dan kemungkinan cara untuk menghindari. R / meningkatkan pengetahuan klien sehingga mau kooperatif dalam tindakan perawatan . 2) Ciptakan suasana yang mendukung, suasana tenang dengan mengurangi kebisingan . R / Suasana tenang akan mendukung istirahat 3) Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan penyebab gangguan tidur. R / Menentukan rencana mengatasi gangguan 4) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat yang dapat mengurangi nyeri( analgesik ). R / Mengurangi nyeri sehingga klien bisa istirahat dengan cukup.

17

Related Documents

Laporan Akhir
August 2019 66
Laporan Akhir
May 2020 42
Laporan Pendahuluan
June 2020 84
Laporan Akhir 3.docx
December 2019 32

More Documents from "Lingga Endar"