LAPORAN HASIL DISKUSI KELOMPOK PEMICU 1 MODUL BIOLOGI MOLEKULAR KELOMPOK 8
1. Urai Afrilia Arumsari
I1011131062
2. Ani Soraya
I1011181001
3. Sonia Veronika Angelina
I1011181016
4. Afiyah Sephi Marshanda
I1011181024
5. Ririn Praditiani
I1011181032
6. Thessalonica Gabrielliany
I1011181039
7. Tiara Berliana
I1011181055
8. David Ivan Doli Ginting’s
I1011181058
9. Putri Adelya Pramasari
I1011181069
10. Rivaldy
I1011181070
11. Zulkarnain
I1011181084
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TANJUNGPURA PONTIANAK 2019
BAB I PENDAHULUAN Pemicu 1 Dewi adalah seorang anak berusia 4 tahun yang didiagnosis menderita Sickle Cell Anemia. Orang tua Dewi tidak ada yang menderita penyakit tersebut. Dewi sering mengeluh nyeri sendi dan demam. Saudara dari Ibunda Dewi ada yang menderita penyakit serupa dengan Dewi, namun tidak diketahui apakah Sickle Cell Anemia karena tidak diperiksakan dan meninggal waktu remaja. 1.1 Klarifikasi dan Definisi a. Sickle Cell Anemia adalah kondisi penyakit resesif autosom yang dihasilkan dari adanya bentuk haemoglobin yang bermutasi. b. Diagnosis adalah upaya atau proses dalam menemukan kelemahan atau penyakit apa yang dialami seseorang dengan melalui tahap pengujian. c. Demam adalah kondisi dimana suhu tubuh berada diatas suhu tubuh normal. (> 36,7 oC) d. Nyeri sendi adalah rasa sakit pada persendian yang disebabkan karena cedera pada daerah ligament, kursa (kantong cairan empedu), otot, tendon, atau tulang pada daerah persendian yang nyeri. 1.2 Kata Kunci a. Sickle Cell Anemia b. Nyeri sendi c. Demam 1.3 Rumusan Masalah Dewi seorang anak 4 tahun didiagnosis Sickle Cell Anemia dengan keluhan nyeri sendi dan demam disertai riwayat dari keluarga Ibunda Dewi yang menderita penyakit serupa.
1.4 Analisis Masalah
Dewi, 4 Tahun Nyeri Sickle Cell Anemia
Manifestasi Klinik
Saudara Ibunda Dewi
Demam
Definisi
Penyebab
Genetika
Seluler
1.5 Hipotesis Kondisi yang dialami Dewi disebabkan oleh mutasi gen yang diturunkan dari kedua orang tua yang disebut dengan resesif autosomal. 1.6 Pertanyaan Diskusi 1) Ekspresi Gen a. Transkripsi b. Modifikasi pasca transkripsi c. Translasi d. Modifikasi pasca translasi 2) Regulasi ekspresi gen a. Pada Eukariota b. Pada Prokariota 3) Apa saja tahapan replikasi DNA? 4) Gen Rearrangement a. Konsep b. Kemungkinan kelainan yang terjadi 5) Mutasi Genetik a. Definisi b. Jenis-jenis c. Penyebab d. Genetik Polymorphism 6) Sickle Cell Anemia a. Definisi b. Gejala c. Penyebab d. Komplikasi yang ditimbulkan e. Pengobatan f. Epidemiologi g. Pewarisan 7) Hemoglobin a. Definisi
b. Fungsi c. Struktur eritrosit normal d. Struktur eritrosit pada Sickle Cell Anemia 8) Apakah perbedaan tumbuh kembang anak yang normal dengan anak yang menderita Sickle Cell Anemia? 9) Mengapa timbul rasa nyeri sendi dan demam pada kasus yang dialami Dewi?
BAB II Pembahasan
1) Ekspresi Gen a.
Transkripsi1 Transkripsi adalah penerjemahan informasi yang terdapat pada DNA menjadi RNA atau menghasilkan RNA dengan cetakan berupa DNA. DNA yang mengalami transkripsi dapat memiliki satu atau lebih gen, proses ini terjadi dalam nukleus, mitokondria, dan plastida. Transkripsi merupakan tahap pertama dari proses sintesis protein yang nantinya dilanjutkan dengan tahap kedua yaitu translasi. Protein yang dihasilkan dalam proses ini akan berperan sebagai enzim, hormon, maupun, komponen sel yang penting bagi kelangsungan hidup organisme. Proses transkripsi membutuhkan bantuan dari enzim yang disebut RNA polimerase. Enzim ini berfungsi ntuk membuka rantai ganda DNA dan membentuk rantai RNA dari cetakan (template) DNA yang ingin diterjemahkan. Proses trnaskripsi dapat dibagi menjadi 3 langkah yaitu: inisiasi, elongasi, dan terminasi. Transkripsi pada prokariota dan ekariota memiliki sedikit perbedaan, hal ini karena perbedaan dalam komplekstitas DNA tersebut. DNA prokariota lebih pendek dan sederhana, sedangkan DNA eukariota sangat panjang dan dikemas sedemikian rupa dengan berbagai macam protein seperti histon. a) Transkripsi pada prokariota Prokariota merupakan organisme sel tunggal yang belum memiliki membran inti dan organel bermembran. Anggota dari kelompok ini adalah bakteri dan ganggang hijau biru. Mereka memiliki DNA inti yang tidak terbungkus membran nukleus dan juga terdapat DNA sitoplasma dalam bentuk plasmid. Setiap gen pada DNA prokariota selalu diawali dengan promoter dan di akhiri dengan terminator. Jadi strukturnya adalah sebagai berikut: promoter-gen-terminator. Promotor dan terminator juga
merupakan basa nukleotida namun bukan bagian yang akan diterjemahkan menjadi RNA. Transkripsi bakteri dimulai ketika enzim RNA polimerase menempel pada bagian promoter, hal ini menjadi penanda bahwa proses transkripsi akan segera dimulai. RNA polimerase akan membuka rantai ganda DNA dan memungkinkan terciptanya RNA dari salah satu rantai DNA yang digunakan sebagai cetakan. Tahap ini disebut dengan inisiasi. Setelah itu RNA polimerase akan menggabungkan nukleotida bebas menjadi rantai RNA yang sesuai dengan cetakan. RNA polimerase akan bergerak sepanjang gen yang akan dicetak hingga proses pembentukan RNA selesai. Proses pembentukan RNA sepanjang cetakan DNA ini disebut dengan tahap elongasi. Setelah RNA terbentuk sempurna, RNA polimerase akan sampai pada bagian terminator yang menandai berakhirnya proses transkripsi. RNA akan terlepas dan diikuti RNA polimerase yang juga akan melepaskan diri dari DNA tersebut. Tahap ini disebut dengan terminasi. b) Transkripsi pada eukariota Eukariota adalah organisme selain bakteri dan ganggang hijau biru. Eukariota memiliki struktur DNA yang kompleks karena sangat panjang dan dikemas sedemikian rupa dalam sel. RNA polimerase pada eukariota tidak bisa bekerja sendiri, enzim ini harus dibantu oleh protein khusus yang disebut oleh satu atau beberapa faktor tanskripsi. Tahap inisiasi diawali dengan menempelnya faktor transkripsi pada promoter. Hal ini akan memicu menempelnya RNA polimerase pada promoter, menempelnya faktor transkripsi dan RNA polimerase pada promoter akan membentuk kesatuan yang disebut kompleks inisiasi transkripsi. RNA polimerase akan membuka rantai ganda DNA sehingga proses pembentukan RNA dapat berlangsung. Proses elongasi pada eukariota sama dengan yang terjadi pada prokariota, dimana ada sebuah rantai DNA yang menjadi cetakan bagi
terbentuknya RNA. RNA akan dibuat sepanjang cetakan tersebut oleh RNA polimerase. Proses terminasi terjadi ketika RNA polimerase sampai pada akhir gen dimana akan tergentuk urutan nukleotida AAUAAA di akhir RNA. Setelah itu suatu enzim akan memotong sepanjang 10-35 nukleotida dari AAUAAA sehingga RNA tersebut lepas. RNA polimerase dan faktor transkripsi-pun terlepas. Transkripsi menghasilkan
pada
prokariota
maupun
eukariota
akan
mRNA, tRNA, mupun rRNA tergantung gen mana
yang ditranskripsikan. Hanya saja khusus untuk mRNA akan menjalani proses selanjutnya berupa translasi agar dapat menghasilkan protein. Rantai DNA yang digunakan sebagai cetakan RNA disebut template atau antisense, sedangkan rantai yang tidak digunakan sebagai cetakan disebut sense. RNA terbentuk dari ujung 5’ menuju ujung 3’ dan pada eukariota kecepatan transkripsi sekitar 40 nukleotida per detik. Pada RNA terdapat basa nitogen urasil yang menggantikan posisi timin. Pada DNA, basa adenin akan berpasangan dengan timin, namun saat membentuk RNA adenin akan menjadi cetakan bagi urasil.
b.
Modifikasi Pasca Transkripsi Pre-mRNA yg dihasilkan dari proses transkipsi tidak bisa langsung dikeluarkan ke sitoplasma untuk ditranslasi namun harus dimodifikasi dahulu.2 1. Pemberian topi (capping) dan ekor (poliadenilasi) Setiap ujung molekul pre-mRNA dimodifikasi dengan cara tertentu. Ujung 5’ yaitu ujung depan, pertama kali dibuat saat transkripsi segera ditutup dengan mukleotida guanin (G) yang termodifikasi. Pemerian topi ini mempunyai setidaknya 2 fungsi. a) Ujung ini melindungi mRNA dari degradasi enzim hidrolisis.
b) Setelah mRNA sampai di sitoplasma, ujung 5’ berfungsi sebagai bagian dari tanda “lekatkan di sini” untuk ribosom. Pada ujung 3’ suatu enzim menambahkan ekor polia(A) yang terdiri dari 30-200 nukleotida adenin. Ekor poli(A) berfungsi mempermudah ekspor mRNA dari nukleus.
Capping dan pemberian ekor pada mRNA Poliadenilasi merupakan proses penambahan poliA (rantai AMP) pada ujung 3′ nukleotida mRNA. Fungsinya untuk meningkatkan stabilitas mRNA dan meningkatkan efisiensi translasi. 2. Splicing Saat proses transkripsi, RNA polimerase mentranskripsi intron maupun ekson dari DNA. Splicing merupakan proses pembuangan intron dan penyambungan ekson. Intron adalah bagian penyela, merupakan segmen asam nukleat bukan pengkode dan terletak diantara daerah pengkode. Sedangkan ekson adalah daerah yang yang diekspresikan atau ditranslasi menjadi asam amino. Dalam penyambungan RNA, intron dikeluarkan dan ekson bergabung. Penyambungan RNA dikatalis oleh ribonukleoprotein nucleus kecil (snRNP), yang beroperasi de dalam susunan yang lebih besar disebut spliosom. Setelah dilakukan berbagai modifikasi di atas, jadilah mRNA matang (mature mRNA).2 c.
Translasi Proses translasi, mRNA menuju ke ribosom yang merupakan tempat translasi. mRNA ini terbaca oleh ribosom sebagai triplet codons. Rangkaian tiga nukleotida pada DNA mengkodekan asam amino. Pada proses translasi dibentuk protein dengan menyatukan asam amino yang
terkodekan pada mRNA. Protein yang dihasilkan inilah yang dapat melaksanakan fungsi yang dibutuhkan oleh sel tubuh.3 d.
Modifikasi pasca Translasi1 Protein adalah rantai molekul panjang yang terdiri dari asam amino yang bergabung dengan ikatan peptida. Protein membentuk bahan struktural jaringan tubuh kita. Protein memiliki beberapa fungsi yang berbeda,
misalnya
menyediakan
struktur
(ligamen,
kuku,
rambut),membantu pencernaan (enzim perut), membantu gerakan (otot), dan berperan dalam kemampuan kita untuk melihat (lensa mata kita adalah kristal protein murni). Mekanisme sintesis protein terjadi melalui dua tahap utama yaitu transkripsi dan translasi. Transkripsi adalah pencetakan mRNA oleh DNA yang terjadi di nukleus, sedangkan translasi adalah penerjemahan kode oleh tRNA berupa urutan yang dikehendaki. Translasi pada sintesis protein mengacu pada fase perakitan protein dalam sel yang melibatkan ribosom di mana RNA diterjemahkan untukmenghasilkan rantai asam amino. Pemrosesan pasca translasi protein merupakan komponen penting dalam jalur ekpresi genom.Translasi bukan akhir jalur ekspresi genom. Polipeptida hasil trnaslasi tidak langsung aktif, untukmenjadi protein aktif atau fungsional dalam sel maka protein harus diproses sekurang kurangnya satu satu dari empat tipe pemrosesan, yaitu: 1. Protein folding (pelipatan protein) Sekuens asam amino pada protein menentukan proses pelipatannya. Banyak protein yang butuh bantuan untuk: a) Mencegah salah pelipatan (misfolding) sebelum sintesis selesai b) Terlipat secara tepat Protein folding dimediasi oleh protein lain dan dapat diinduksi oleh stres pada sel. molekul protein yang membantu proses folding adalah Chaperon molekuler yaitu mengikat dan menstabilkan protein yang belum dilipat (unfolded protein), sehingga tidak beragregat dengan protein lain. Chaperon yaitu yang membantu proses pelipatan protein dalam sel (in vivo). Begitu diperoleh kondisi yang sesuai, kebanyakan polipeptida akan
segera melipat menjadi strukturtersier yang tepat karena biasanya struktur tersier ini merupakan konformasi dengan energi yang paling rendah. Akan tetapi, secara in vivo pelipatan yang tepat seringkali dibantu oleh protein protein tertentu yang disebut chaperon.
2. Proteolytic cleavage (pemotongan proteolitik) Pemotongan protein oleh protease ini dapat membuang segmen segmen dari satu atau keduaujung polipeptida. Hasil pemotongan dapat berupa fragmen protein aktif yang lebih pendek atau menjadi fragmen fragmen protein yang seluruh atau beberapa fragmen protein aktif. Pemotongan proteolitik mempunyai dua fungsi pada pemrosesan paska translasi, yaitu: a) Digunakan untuk membuang potongan pendek dari ujung daerah N dan atau C dari polipeptida, meninggalkan suatu molekul tunggal yang pendek yang melipat menjadi protein yang aktif. b) Digunakan untuk memotong poliprotein menjadi bagian- bagian dengan semua atau beberapa diantaranya adalah potein yang aktif. Pemotongan proteolitik seperti menghilangkan residu terminal metionin, peptide signal, konversi prekursor inaktif menjadi aktif. 3. Chemical modification (modifikasi kimia) Asam amino polipeptida dimodifikasi melalui penambahan gugus kimia baru seperti: a) Fosforilasi yaitu penambahan gugus fosfat pada peptida atau asam amino. b) Modifikasi Lipofilik yaitu penambahan komponen lipid pada protein. c) Metilasi yaitu penambahan gugus metil pada residu asam amino misalnya pada aspartate dan lisin. d) Penambahan gugus prosteotik yaitu pembentukan ikatan sulfide misalnya pada insulin. e) Glikolisis merupakan penambahan komponen gula. Ada dua tipe umum glikolisasi, yaitu glikolisasi terpaut O adalah penempelan sisi rantai gula lewat gugus hidroksil suatu serin atau asama amino threonine dan
glikolisasi terpaut N melibatkan penempelan melalui gugus amino pada sisi rantai aspargin. 4. Intein splicing (pembuangan intein) Intein adalah urutan penyela pada beberapa protein, mirip intron pada mRNA. Intein harus dibuang (splicing) dan disambung (exteins) menjadi protein aktif.
2) Regulasi Ekspresi Gen a.
Pada Eukariota4,5 Regulasi pada Tingkat Struktur Kromosom Proses diferensiasi sel berjalan bersamaan dengan proses pertumbuhan dan perkembangan individu. Bersamaan dengan proses mitosis, saat membentuk sel baru, terjadi proses pengkhususan sel anak dengan cara membedakan gen-gen yang akan berekspresi pada kedua sel anak tersebut. Terjadi pemilihan gen-gen yang secara permanen berekspresi dan yang secara permanen tidak berekspresi. Jadi, diferensiasi sel merupakan hasil pemilihan gen-gen yang diekspresikan atau tidak diekspresikan pada sel. Munculnya sel yang terspesialisasi merupakan hasil dari pemilihan gen-gen yang harus berekspresi dan gengen yang tidak diaktifkan.
Regulasi Ekspresi pada Tingkat Transkripsi
Penggulungan dan pengudaran gulungan DNA pada kromosom memberikan arahan penentuan gen-gen mana yang akan diekspresikan dan gen mana yang tidak akan diekspresikan. Namun demikian masih ada sistem berikutnya yang mengatur berjalannya proses ekspresi. Hanya sebagian kecil gen-gen pada sel tipikal pada tanaman dan hewan yang diekspresikan yaitu gen-gen yang diperlukan untuk fungsi yang telah terspesialisasi.
Namun
gen-gen
yang
produknya
secara
rutin
dimanfaatkan oleh semua sel, seperti glikolisis, akan selalu dalam keadaan terekspresi setiap saat.
Regulasi Tingkat Pascatranskripsi.
Struktur mRNA eukariot tidak sama dengan RNA prokariotik. Pada hnRNA sebagai molekul hasil transkripsi terdapat ruang intron dan ekson. Bagian intron akan dipotong dan hanya bagian eksonnya yang dipertahankan untuk membentuk membentuk mRNA. Pemilihan ruas intron dan ekson dapat merupakan salah satu cara regulasi. Dengan cara memilih ruas hnRNA mana yang akan diambil (sebagai ekson) atau akan dibuang (sebagai intron), maka dari satu ruas gen yang sama dapat disandikan dua jenis mRNA atau polipepetida.
Regulasi pada tingkat mRNA
Panjang pendeknya umur mRNA akan menentukan kuantitas protein
yang
disintesis,
mRNA
yang
berumur
panjang
akan
menghasilkan protein lebih banyak daripada yang dihasilkan mRNA berumur pendek. Bakteri mempunyai mRNA yang berumur sangat pendek, dalam beberapa menit akan didegradasi oleh enzim. Oleh karena itu, bakteri sangat mudah mengubah proteinnya sehubungan dengan penyesuaian diri dengan perubahan lingkungan. Berbeda dengan bakteri, mRNA eukariot berumur panjang, beberapa jam bahkan sampai beberapa minggu. Contoh mRNA yang berumur panjang adalah mRNA yang terdapat pada sel darah merah vertebrata. Pada sel darah merah avertebrata,
mRNA
berperan
sebagai
pabrik
pembuat
protein
hemoglobin. Pada sebagian besar spesies vertebrata, mRNA hemoglobin sangat stabil, mungkin berumur sama dengan sel darah merah yang mengandungnya
Regulasi pada Inisiasi Translasi Terdapat sejumlah protein yang berfungsi mengatur jalannya translasi. Contohnya, sel darah merah mempunyai protein yang berfungsi
sebagai inhibitor terhadap inisiasi translasi mRNA hemoglobin. Protein inhibitor ini akan menjadi tidak aktif bila ada senyawa heme. Senyawa heme yaitu senyawa penyusun hemoglobin yang berfungsi untuk mengikat Fe. Bila ada heme maka polipeptida penyusun hemoglobin dapat disintesis, dan kemudian akan berasosiasikan dengan heme membentuk molekul hemoglobin
Regulasi Pasca Translasi
Sebelum menjadi protein aktif atau fungsional, polipeptida hasil transkripsi akan mengalami suatu pemrosesan agar dapat membentuk struktur fungsionalnya. Pemrosesan ini melibatkan pemotongan rantai polipeptida atau penambahan asam amino baru atau senyawa lain seperti karbohidrat pada rantai polipeptida. Sebagai contoh polipeptida yang akan ditranspor melewati membran akan mengandung ruas signal transpor dibagian hulu rantainya. Ruas signal transpor akan berperan membawa polipeptida melewati pori-pori membran. Ruas signal ini akan dipotong
setelah
polipeptida
melewati
membran.
Insulin
aktif
mengandung dua rantai asam amino, namun kedua rantai tersebut berasal dari
satu
polipeptida
hasil
transkripsi.
Translasi
menghasilkan
prapreinsulin yang mengandung ruas signal dan ruas preinsulin. Insulin akan ditranspor melewati membran. Setelah melalui membran ruas signal dipotong sehingga menyisakan ruas preinsulin. Selanjutnya preinsulin dipotong kembali menghasilkan dua rantai insulin fungsional. b.
Pada Prokariota5 Regulasi ekspresi gen banyak dimengerti melalui mekanisme yang dipelajari pada bakteri. Sistem regulasi yang pertama dimengerti ialah sistem regulasi operan laktosa pada bakteri E. Coli oleh Yacob Manot. Regulasi ini berperan dalam mengatur produk si enzim β – galaktosidase, ketika bakteri harus memilih menggunakan laktosa dan glukosa sebagai sumber karbonnya. Dua sistem regulasi yang paling umum dilakukan
pada bakteri, yaitu sistem operan laktosa (operan lac) dan sistem operan triptopan (operan trp). Pada operan lac ekspresi gen diatur pada tingkat promoter dengan enzim transcriptase (pengendali transkripsi). Pada operan trp ekspresi diatur dengan cara menghentikan transkripsi bila produk transkripsi, yaitu tryptophan sudah mencapai kuantitas yang dibutuhkan. 3). Tahapan replikasi DNA :6 1. Inisiasi
Replikasi
diawali
dari proses
pemutusan ikatan hidrogen
yang
menghubungkan dua basa nitrogen, dimulai dari tempat atau lokasi yang bisa dikenali (inisiator DnaA). Pemutusan ikatan ini dilakukan oleh enzim helikase. Setelah ikatan terlepas, terdapat protein SSB di rantai tersebut yang berfungsi untuk mencegah basa nitrogen berikatan kembali. 2. Sintesis primer
RNA polimerase mensintesis bentangan pendek RNA ke untaian DNA yang ada. DNA polimerase platform digunakan untuk menyalin rantai DNA. Setelah primer terbentuk, di kedua untai, DNA polimerase akan memperpanjang primer ini menjadi untaian DNA baru. 3. Sintesis leading strand
DNA polimerase dapat menambahkan nukleotida baru hanya untuk ujung 3 ‘dari untai yang ada, dan karenanya dapat mensintesis DNA dalam arah 5′ → 3 ‘saja. Tapi untai DNA berjalan di arah yang berlawanan, dan karenanya sintesis DNA pada satu untai dapat terjadi terus menerus yang disebut dengan leading strand. 4. Sintesis lagging strand
Pada untaian yang berlawanan, DNA disintesis secara terputus dengan menghasilkan serangkaian fragmen kecil dari DNA baru dalam arah 5 ‘→ 3′. Fragmen ini disebut fragmen Okazaki, yang kemudian bergabung untuk membentuk lagging strand sejak proses sintesis DNA pada untai ini hasil pada tingkat yang lebih rendah. 5. Penghapusan primer
Meski untaian DNA baru telah disintesis primer RNA hadir pada untai baru terbentuk harus digantikan oleh DNA. Kegiatan ini dilakukan oleh enzim DNA polimerase I (DNA pol I). Ini khusus menghilangkan primer RNA melalui ’5→ 3′ aktivitas eksonuklease nya, dan menggantikan mereka dengan deoksiribonukleotida baru oleh 5 ‘→ 3′ aktivitas polymerase DNA. 6. Ligasi
Setelah penghapusan primer selesai untaian tertinggal masih mengandung celah antara fragmen Okazaki berdekatan. Enzim ligase mengidentifikasi dan celah tersebut dengan menciptakan ikatan fosfodiester antara 5 ‘fosfat dan 3′ gugus hidroksil fragmen yang berdekatan. 7. Pemutusan
Replikasi mesin ini menghentikan di lokasi terminasi khusus yang terdiri dari urutan nukleotida yang unik. Urutan ini diidentifikasi oleh protein khusus yang disebut tus yang mengikat ke situs tersebut, sehingga secara fisik menghalangi jalur helikase. Ketika helikase bertemu protein tus itu jatuh bersama dengan terdekat untai tunggal protein pengikat. 4) Gen Rearrangement a. Konsep7 Perubahan
struktur
&
komposisi
gen
pada
khromosom
menyebabkan reorganisasi lokus, dapat terjadi pada virus, prokariota dan eukariota untuk mengatur dan mengontrol perubahan ekspresi gen. DNA beberapa organisme eukariotik saat ini diketahui dapat melakukan penataan gen secara langsung untuk mengubah keadaan ekspresi gen. Menurut Freifelder (1985), organisme eukariotik memiliki beberapa mekanisme untuk menata ulang segmen tertentu dari DNA secara terkontrol, serta memiliki mekanisme untuk menambahkan jumlah gen tertentu ketika diperlukan. Contoh DNA yang antara lain ditemukan dalam Saccharomyces cereviciae,
Drosophila, Trypanosoma, serta
limfosit B manusia. Penataan kembali urutan molekul DNA juga termasuk dalam proses pengaturan selama perkembangan. Disisi lain, tampaknya DNA seperti ini jarang ditemukan. Pada limfosit B Manusia, seperti
potensi DNA memungkinkan diferensiasi sel untuk menghasilkan berbagai imunoglobulin spesifik. Terkait dengan penataan ulang DNA limfosit B, proses itu akan menghasilkan penataan ulang segmen gen yang mengkode untuk protein rantai ringan sebaik rantai berat immunoglobulin. Penyusunan ulang beberapa segmen gen terjadi di limfosit T. Penyusunan ulang gen terkait dengan ekspresi gen hingga tingkat fenotip . Di sisi lain, setiap
perubahan fenotip harus diproses oleh perubahan polipeptida
terkait. b. Kemungkinan kelainan yang terjadi8 a) Mutasi yaitu gen tertentu dimodifikasi sekuen DNA nya pada waktu replikasi b) Duplikasi gen yaitu gen digandakan menjadi sepasang gen yang identik di dalam sel c) Translokasi yaitu dua gen atau lebih patah, dan segmen- segmen yang terbentuk berekombinasi sehingga menghasilkan gen yang baru. d) Transfer gen antar sel yaitu DNA dipindahkan dari genom yang satu ke genom yang lain. 5) Mutasi Genetik a. Definisi9 Secara umum perubahan sifat keturunan disebut dengan mutasi. Mutasi adalah perubahan materi genetik (gen atau kromosom) suatu sel yang diwariskan kepada keturunannya. Mutasi dapat disebabkan oleh kesalahan replikasi materi genetika selama pembelahan sel oleh radiasi, bahan kimia (mutagen), atau virus, atau dapat terjadi selama proses meiosis. Tetapi ada juga mutasi yang tidak jelas mutagennya, yang diperkirakan hanya karena suatu kealpaan atau kekeliruan suatu proses metabolisme dalam sel. Hal ini terjadi karena adanya ilmu kemungkinan (probability), bukan karena pengaruh luar tetapi karena kebetulan belaka. Mutasi belum tentu menimbulkan perubahan mendadak pada fenotip. Hal ini karena ada mutasi kecil dan mutasi besar. Mutasi kecil hanya menimbulkan perubahan kecil yang kadang tidak jelas pada fenotip. Atau dengan kata lain terdapat variasi dimana individu yang bermutasi
hanya
sedikit
berbeda
dari
tetuanya.
Sebaliknya,
mutasi
besar
menimbulkan perubahan yang jelas pada fenotip yang menyebabkan fenotip keturunannya berbeda dan mengarah ke abnormal atau cacat. Mutasi besar merupakan dasar bagi sumber variasi organisme hidup yang bersifat terwariskan (heritable). b. Jenis-jenis9 1. Mutasi Kromosom (Gross Mutation) Mutasi kromosom merupakan perubahan urutan sekuens gen karena terjadi perubahan pada level kromosom. Mutasi kromosom berdampak pada berubahnya struktur dan/atau jumlah kromosom dalam individu. Perubahan struktur kromosom dapat terjadi melalui proses delesi, inversi, duplikasi, dan translokasi. Perubahan jumlah kromosom dalam makhluk hidup dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: a. Euploidi Euploidi merupakan mutasi kromosom yang menyebabkan perubahan set kromosom dalam tubuh individu. Individu normal adalah individu diploid (2n). Manusia normal memiliki 46 kromosom (2n=46). Perubahan jumlah set kromosom menyebabkan munculnya individu monoploid (n), triploid (3n), tetraploid (4n), dan seterusnya. Peristiwa
euploidi
dapat
dibedakan
menjadi
dua,
yaitu
(1)
autopoliploidi, di mana proses poliploidisasinya dilakukan spontan, dan (2) allopoliploidi, yang memerlukan induksi dalam proses poliplodisasinya. b. Aneuploidi Aneuploidi
merupakan
mutasi
kromosom
yang
menyebabkan
perubahan jumlah kromosom dalam tubuh individu. Individu normal adalah individu diploid (2n). Manusia normal memiliki 46 kromosom (2n=46). Perubahan jumlah kromosom menyebabkan munculnya individu nullisomi (2n-2), monosomi (2n-1), trisomi (2n+1), tetrasomi (2n+2), dan seterusnya.
2. Mutasi Gen (Point Mutation)
Mutasi gen merupakan perubahan urutan sekuens gen karena terjadi perubahan pada level DNA. Mutasi DNA dapat terjadi melalui proses transisi, transversi, delesi, insersi, berdampak
pada
terjadinya
silent
dan duplikasi. Mutasi gen dapat mutation
(mutasi
yang tidak
menyebabkan perubahan asam amino), nonsense mutation (mutasi yang menyebabkan terbentuknya kodon STOP) dan missense mutation (mutasi yang menyebabkan perubahan protein). Mutasi gen dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: a) Pergantian Basa Nitrogen (Substitution Mutation) Mutasi pergantian basa nitrogen dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: (1) transisi, apabila basa nitrogen berganti dengan dengan basa nitrogen satu golongan (purin berganti dengan purin, pirimidin berganti dengan pirimidin), dan (2) transversi, apabila basa nitrogen berganti dengan dengan basa nitrogen berbeda golongan (purin berganti dengan pirimidin, atau sebaliknya). b) Perubahan Jumlah Basa Nitrogen (Frameshift Mutation) Mutasi gen yang berdampak pada perubahan jumlah basa nitrogen dapat terjadi melalui proses delesi (pengurangan), insersi (penyisipan), dan duplikasi (penggandaan) DNA. c. Penyebab Bahan-bahan yang menyebabkan terjadinya mutasi (mutagen) dibagi menjadi 3, yaitu:9 1. Mutagen bahan kimia Contohnya adalah kolkisin dan zat digitonin. Kolkisin adalah zat yang dapat menghalangi terbentuknya benang-benang spindel pada proses anafase dan dapat menghambat pembelahan sel pada anafase. Penyebab mutasi dalam lingkungan yang bersifat kimiawi disebut juga mutagen kimiawi. Mutagen-mutagen kimiawi tersebut dapat dipilah menjadi 3 kelompok, yaitu analog basa, agen pengubah basa, agen penyela. a) Senyawa yang merupakan contoh analog basa adalah 5Bromourasil (5BU). 5-BU adalah analog timin. Dalam hubungan ini
posisi karbon ke-5 ditempati oleh gugus brom padahal posisi itu sebelumnya ditempati oleh gugus metil. Keberadaan gugus brom mengubah distribusi muatan serta meningkatkan peluang terjadinya tautomerik. b) Senyawa yang tergolong agen pengubah basa adalah mutagen yang secara langsung mengubah struktur maupun sifat kimia dari basa, yang termasuk kelompok ini adalah agen deaminasi, agen hidroksilasi serta agen alkilasi. Perlakuan dengan asam nitrit, misalnya, terhadap sitosin akan menghasilkan urasil yang berpasangan dengan adenin sehingga terjadi mutasi dari pasangan basa S-G menjadi T-A. Agen hidroksilasi adalah mutagen hydroxammin yang bereaksi khusus dengan sitosin dan mengubahnya sehingga sitosin hanya dapat berpasangan dengan adenin. Sebagai akibatnya terjadi mutasi dari SG menjadi TA. Agen alkilasi mengintroduksi gugus alkil ke dalam basa pada sejumlah posisi sehingga menyebabkan perubahan basa yang akibatnya akan terbentuk pasangan basa yang tidak lazim. c) Senyawa yang tergolong agen interkalasi akan melakukan insersi antara basa-basa yang berdekatan pada satu atau kedua untai DNA. Contoh agen interkalasi adalah proflavin, aeridine, ethidium bromide, dioxin dan ICR-70. 2. Mutagen bahan fisika Contoh mutagen bahan fisika adalah sinar ultraviolet, sinar radioaktif, dan sinar gamma. Sinar ultraviolet dapat menyebabkan kanker kulit. Penyebab mutasi dalam lingkungan yang bersifat fisik adalah radiasi dan suhu. Radiasi sebagai penyebab mutasi dibedakan menjadi radiasi pengion dan radiasi bukan pengion. Radiasi pengion adalah radiasi berenergi tinggi sedangkan radiasi bukan pengion adalah radiasi berenergi rendah. Contoh radiasi pengion adalah radiasi sinar X, sinar gamma, radiasi sinar kosmik. Contoh radiasi bukan pengion adalah radiasi sinar UV. Radiasi pengion mampu menembus jaringan atau tubuh makhluk hidup karena berenergi tinggi. Sementara radiasi bukan pengion hanya dapat menembus lapisan sel-sel permukaan karena
berenergi
rendah.
Radiasi
sinar
tersebut
akan
menyebabkan
perpindahan elektron-elektron ke tingkat energi yang lebih tinggi. Atom-atom yang memiliki elektron-elektron sedemikian dinyatakan tereksitasi. Molekul-molekul yang mengandung atom yang berada dalam keadaan tereksitasi maupun terionisasi secara kimiawi lebih reaktif daripada molekul yang memiliki atom-atom yang berada dalam kondisi stabil. Aktivitas yang meningkat tersebut mengundang terjadinya sejumlah reaksi kimia, terutama mutasi. Radiasi pengion dapat menyebabkan terjadinya mutasi gen dan pemutusan kromosom yang berakibat delesi, duplikasi, insersi, translokasi serta fragmentasi kromosom umumnya. 3. Mutagen bahan biologi Virus dan bakteri diperkirakan dapat menyebabkan terjadinya mutasi. Bagian virus yang dapat menyebabkan terjadinya mutasi adalah DNAnya d. Genetik Polymorphism Polimorfisme genetik adalah variasi struktur genetik dalam satu populasi. Untuk mengetahui aman tidaknya satu populasi, pengungkapan polimorfisme genetik dapat memberikan gambaran apakah kehidupan suatu populasi tersebut dalam keadaan aman atau terancam. Suatu populasi dengan polimorfisme genetik yang rendah cenderung kehidupan jangka panjang
terancam,
sehingga
perlu
pemilihan
langkah-langkah
penyelamatan populasi ke depan dapat diambil dengan tepat. Kombinasi kata Yunani poli (berarti banyak) dan morph (bentuk artinya), polimorfisme adalah istilah yang digunakan dalam genetika untuk menggambarkan berbagai bentuk dari gen tunggal yang ada pada individu atau di antara sekelompok individu. Polimorfisme genetika mengacu pada terjadinya dua atau lebih fenotipe yang ditentukan secara genetik pada populasi tertentu (dalam proporsi yang paling langka karakteristiknya tidak dapat dipertahankan hanya dengan mutasi berulang). Polimorfisme mempromosikan keragaman dan bertahan selama beberapa generasi
karena tidak ada satu bentuk pun yang memiliki keuntungan atau kerugian keseluruhan dibandingkan yang lain dalam hal seleksi alam.10
6) Sickle Cell Anemia a. Definisi Penyakit sel sabit dikenal diantara berbagai kelainan herediter eritrosit yang menyebabkan sel-sel ini sangat rapuh. Pada keadaan ini terbentuk hemoglobin cacat yang menyatu untuk membentuk rantai kaku yang menyebabkan sel darah merah tidak lentur dan berbentuk tidak alami, seperti bulan sabit.11 b. Gejala12 Gejala anemia sel sabit dapat muncul sejak usia 4 bulan, namun umumnya baru terlihat pada usia 6 bulan. Gejala ini berbeda-beda pada setiap penderita dan dapat berubah seiring waktu. Gejala umum yang dialami adalah anemia, di mana darah mengalami kekurangan hemoglobin sehingga timbul gejala berupa pusing, pucat, jantung berdebar, terasa mau pingsan, lemas, serta cepat lelah. Pada anak-anak, juga dapat ditandai dengan organ limpa yang membesar. Di samping anemia, gejala lain yang dapat terlihat pada penderita anemia sel sabit adalah rasa nyeri akibat krisis sel sabit. Rasa nyeri muncul saat sel darah merah yang berbentuk sabit menempel pada pembuluh darah dan menghambat aliran darah, saat melalui pembuluh darah kecil di dada, perut, sendi, atau tulang. Rasa nyeri tersebut bervariasi dan dapat berlangsung selama beberapa jam hingga beberapa minggu. Sebagian penderita dapat mengalami hingga belasan kali krisis dalam satu tahun. Krisis sel sabit pada penderita remaja dan dewasa dapat menimbulkan nyeri kronis karena kerusakan tulang dan sendi atau luka. Penyumbatan aliran darah juga dapat menyebabkan lengan dan tungkai menjadi bengkak dan nyeri. Berbagai kondisi diduga dapat memicu timbulnya rasa nyeri pada krisis sel sabit. Selain faktor cuaca seperti angin, hujan, atau dingin, krisis ini juga bisa terjadi saat penderita mengalami dehidrasi, berolahraga
terlalu berat, atau merasa tertekan. Kendati demikian, kondisi utama yang memicu krisis sel sabit belum dapat dipastikan. Penderita anemia sel sabit juga dapat mengalami kerusakan organ limpa yang bertugas melawan infeksi, sehingga penderita akan rentan terkena infeksi, mulai dari yang ringan seperti flu, hingga infeksi yang lebih serius dan membahayakan seperti pneumonia. Pertumbuhan anak-anak yang menderita anemia sel sabit dapat terhambat karena tubuh kekurangan sel darah merah sehat yang memasok nutrisi
dan
oksigen. Gangguan
pertumbuhan
tersebut
berisiko
memperlambat masa pubertas mereka di usia remaja. Di samping beberapa gejala yang telah dijabarkan, penderita anemia sel sabit dapat mengalami gangguan penglihatan akibat kerusakan pada retina, sebagai efek dari terhambatnya aliran darah di dalam mata.
Gejala serius: 1.
Kulit dan bagian putih mata berubah warna menjadi kuning.
2.
Demam tinggi.
3.
Perut bengkak dan terasa sangat sakit.
4.
Nyeri hebat pada perut, dada, tulang, atau sendi yang tidak hilang.
5.
Menunjukkan gejala stroke, yaitu kelumpuhan setengah badan yang mengakibatkan
sulit
berjalan,
berbicara,
atau
gangguan
penglihatan secara tiba-tiba. c. Penyebab Mutasi
pada
gen
HBB
menyebabkan
penyakit
sel
sabit.Hemoglobin terdiri dari empat subunit protein, biasanya, dua subunit yang disebut alpha-globin dan dua subunit yang disebut beta-globin. Gen HBB memberikan instruksi untuk membuat beta-globin. Berbagai versi beta-globin dihasilkan dari mutasi berbeda pada gen HBB. Satu mutasi gen HBB tertentu menghasilkan versi beta-globin abnormal yang dikenal sebagai hemoglobin S (HbS). Mutasi lain pada gen HBB menyebabkan versi abnormal beta-globin tambahan seperti hemoglobin C (HbC) dan
hemoglobin E (HbE). Mutasi gen HBB juga dapat menghasilkan tingkat beta-globin yang sangat rendah; kelainan ini disebut beta thalassemia. Pada orang dengan penyakit sel sabit, setidaknya satu dari subunit beta-globin dalam hemoglobin diganti dengan hemoglobin S. Pada anemia sel sabit, yang merupakan bentuk umum dari penyakit sel sabit, hemoglobin S menggantikan kedua subunit beta-globin dalam hemoglobin. Pada jenis penyakit sel sabit lain, hanya satu subunit beta-globin dalam hemoglobin diganti dengan hemoglobin S. Subunit beta-globin lainnya diganti dengan varian abnormal yang berbeda, seperti hemoglobin C. Misalnya, orang dengan sabit-hemoglobin C (HbSC) penyakit memiliki molekul hemoglobin dengan hemoglobin S dan hemoglobin C bukan betaglobin. Jika mutasi yang menghasilkan hemoglobin S dan beta thalassemia terjadi bersama-sama, individu memiliki penyakit hemoglobin S-beta thalassemia (HbSBetaThal).13 Versi beta-globin yang tidak normal dapat mengubah sel darah merah menjadi bentuk sabit. Sel darah merah berbentuk sabit mati sebelum waktunya, yang dapat menyebabkan anemia. Kadang-kadang sel yang tidak fleksibel dan berbentuk sabit tersangkut di pembuluh darah kecil dan dapat menyebabkan komplikasi medis yang serius. Sickle Cell Anemia disebabkan karena adanya mutasi pada rantai β-globin dari hemoglobin, yang menyebabkan pertukaran asam glutamat (suatu asam amino) dengan asam amino hidrofobik valin pada posisi 6. Gen yang bertanggung jawab menyebabkan SCA merupakan gen autosom dan dapat ditemukan di kromosom nomor 11. Penggabungan dari dua subunit α-globin normal dengan dua subunit β-globin mutan membentuk hemoglobin S (HbS). Pada kondisi kadar oksigen rendah, ketidakhadiran asam amino polar pada posisi 6 dari rantai β-globin menyebabkan terbentuknya ikatan non-kovalen di hemoglobin yang menyebabkan perubahan bentuk dari sel darah merah menjadi bentuk sabit dan menurunkan elastisitasnya 14 d. Komplikasi yang ditimbulkan
Adanya penyumbatan pada pembuluh darah bisa menurunkan fungsi atau bahkan merusak organ-organ tubuh, seperti ginjal, limpa, hati, dan otak. Kondisi ini dapat menimbulkan beberapa komplikasi, di antaranya :15 1. Kebutaan, akibat penyumbatan pembuluh darah pada mata yang seiring waktu akan merusak retina. 2. Acute chest syndrome dan hipertensi pulmonal, akibat sumbatan sel sabit di dalam pembuluh darah paru-paru. Kedua kondisi yang ditandai dengan gejala sesak napas ini tergolong mematikan. 3. Stroke, akibat terhambatnya aliran darah di dalam otak. 4. Batu empedu, akibat penumpukan zat bilirubin yang dihasilkan dari sel darah merah yang rusak secara cepat. Hal ini dapat menimbulkan nyeri perut dan tubuh tampak berwarna kuning (jaundice). 5. Luka pada kulit, akibat sumbatan di pembuluh darah kulit. Priapismus atau ereksi berkepanjangan, yang menimbulkan rasa sakit dan berisiko menyebabkan kerusakan pada penis serta kemandulan. Priapismus terjadi akibat penyumbatan aliran darah di dalam penis. e. Pengobatan16 1. Edukasi Bagi Orang Tua Dengan mengidentifikasi bayi penyakit sel sabit melalui screening neonatal akan memungkinkan untuk mendidik orang tua dan pengasuh mengenai kondisi pasien sebelum timbul gejala. Edukasi yang harus diberikan meliputi dasar genetik dan patofisiologi dari kelainan tersebut, penting untuk menjadwal secara teratur kunjungan, pemberian profilaksis penisillin, imunisasi rutin, imunisasi khusus termasuk vaksin pneumococcal. Penting juga dijelaskan mengenai tanda-tanda sekustrasi splenic akut, krisis aplastik, acute chest syndrome, stroke dan komplikasi lain. 2. Perawatan Kesehatan Pasien dengan penyakit sel sabit harus mendapatkan semua imunisasi rutin termasuk vaksin 23-valent polisakarida pneumococcal
harus diberikan pada usia 2 tahun dan diulang pada usia 5 tahun untuk menunrukan secara bermakna insiden sepsis pneumococcal. Program ini merekomendasikan pemberian vaksin pneumococcal polisakarida pada anaknya yanng lebih besar dan dewasa dan imunisasi dengan vaksin meningococcal. Vaksin influenza sebaiknya diberikan setiap tahun. Semua bayi dengan talasemia-SS atau sickle bo (FS pada screening neonatal) sebaiknya diberikan profilaksis penicillin 2 x 125 mg sehari mulai usia 2-3 bulan. Pada usia 3 tahun dosis ditingkatkan menjadi 2 x 250 mg. Dan harus dilanjutkan sampai minimal 5 tahun. Beberapa senter merekomendasikan profilaksis penicillin untuk bayi dan anak dengan Hb SC dan sickle b+ talassemia. 3. Penyakit Akut Penyakit akut yang awalnya ditandai dengan keluhan dan gejala yang biasa saja kadang-kadang dengan cepat dapat menjadi suatu keadaan yang membahayakan jiwa pasien. keluhan dan gejala meliputi demam, batuk, nyerin abdomen, pucat dan lemah yang mana serinngkali membutuhkan evaluasi dan penanganan yang segera meliputi kultur darah, antibiotika parenteral untuk demam, transfusi sel darah merah untuk anemia akut, analgetik yang sesuai dengan nyeri berat. 4. Konseling Genetik Tes untuk carrier meliputi pemeriksaan darah lengkap dan pemeriksaan Hb seperti penghitungan Hb F dan HbA2 jika nilai MCV pada perbatasan atau menurun orang tua harus mendapatkan konseling setelah hasil tes diperoleh, yang mana harus meliputi pengetahuan dari patofisiologi penyakit tersebut, infomasi resiko rekuren dan diagnosa prenatal. 5. Dukungan Psikososial Perawatan medis komprehensif meliputi penilaian resiko sosial yang periodik dan penyediaan pelayanan yang diperlukan untuk mengoptimalisasi adaptasi pasien dan keluarganya terhadap kondisi
kronis tersebut. Kepada pasien harus diberikan informasi tentang penyakitnya sesuai dengan usianya. 6. Transplantasi sumsum tulang Satu-satunya metode pengobatan yang bisa menyembuhkan kondisi ini sampai tuntas hanyalah melalui transplantasi sumsum tulang.
Melalui
metode
ini,
sumsum
tulang
penderita
akan
diganti dengan sumsum tulang yang baru yang dapat menghasilkan selsel darah merah yang sehat. Namun metode ini berisiko menimbulkan perlawanan dari tubuh terhadap sel hasil transplantasi, yang justru dapat menyerang sel lain dalam tubuh. Mengingat risiko transplantasi sumsum tulang, prosedur ini hanya dianjurkan pada penderita yang masih berusia di bawah 16 tahun, dengan komplikasi yang berat dan tidak memberikan respons terhadap pengobatan lainnya. 7. Mengatasi krisis sel sabit Penanganan untuk mengatasi krisis sel sabit yang utama adalah dengan menghindari faktor pemicunya. Beberapa upaya untuk mencegah
pemicu
adalah
dengan
minum
banyak
cairan
untuk menghindari dehidrasi, mengenakan pakaian yang cukup hangat agar tidak kedinginan, menghindari perubahan suhu secara tiba-tiba, tidak berolahraga berat, menghindari alkohol dan merokok, serta usahakan tetap tenang dan tidak stres. Jika krisis sel sabit terus berlanjut, dokter akan meresepkan hydroxyurea.Obat ini mampu menstimulasi tubuh untuk memproduksi satu jenis hemoglobin bernama haemoglobin fetus (HbF) yang dapat mencegah pembentukan sel sabit. Namun, obat ini dapat meningkatkan risiko terkena infeksi karena menurunkan kadar sel darah putih dan diduga dapat berpengaruh buruk jika dikonsumsi dalam jangka waktu panjang. Selain itu, obat ini juga tidak boleh dikonsumsi oleh wanita hamil. 8. Penanganan nyeri Untuk meredakan rasa nyeri ketika terjadi krisis sel sabit, antara lain dengan: a. Mengompres bagian yang sakit dengan handuk hangat.
b. Mengalihkan pikiran dari rasa sakit, misalnya dengan bermain video game, menonton film, atau membaca buku. c. Minum banyak cairan untuk memperlancar aliran darah yang tersumbat. d. Mengonsumsi obat pereda nyeri yang dijual bebas di apotek, seperti paracetamol. 9. Mengatasi anemia Untuk
mengatasi
gejala
anemia,
dokter
akan
memberi
suplemen asam folat yang dapat menstimulasi produksi sel darah merah.
Jika anemia
tergolong
berat,
maka
diperlukan transfusi
darah untuk meningkatkan jumlah sel darah merah. 10. Mengatasi pertumbuhan yang terhambat Untuk penderita anemia sel sabit usia remaja yang mengalami keterlambatan pubertas, dokter akan memberikan terapi hormon. 11. Pencegahan infeksi Untuk mencegah risiko infeksi, dokter akan menganjurkan pasien anemia sel sabit, terutama anak-anak, agar melengkapi vaksinasi. Selain vaksinasi, dokter akan meresepkan antibiotik penisilin untuk jangka waktu yang lama. Sedangkan bagi pasien dewasa yang sudah diangkat limpanya atau menderita pneumonia, maka dianjurkan mengonsumsi antibiotik penisilin seumur hidup. 12. Pencegahan stroke Untuk mencegah risiko stroke, dianjurkan untuk menjalani pemeriksaan transcranial doppler scan (TCD scan) atau dikenal juga dengan USG Doppler karotis tiap tahun. Melalui pemeriksaan ini, tingkat kelancaran aliran darah di dalam otak bisa dilihat. f. Epidemiologi17 Anemia sel sabit adalah gangguan monogenik yang paling umum. Tingkat penyebaran penyakit ini tinggi dikalangan rakyat Afrika, subfahara, Asia selatan , timur tengah dan mediterania. Di perkirakan bahwa di Amerika serikat, populasi penyakit sickle cell sekitar 100.000 dan kemungkinan meningkat.
Genotips
yang paling umum
adalah
haemoglobin zygous SS (HbSS) dan kondisi heterozygous yang umum adalah hemoglobin sickle beta nil-thalasia,haemoglobin sabit beta plus thalassemia dan penyakit haemoglobin sabit. g. Pewarisan PEWARISAN SIFAT Jika perkawinan Individu normal dengan penderita anemia sel sabit: P1
:
HbAHbA
normal x
x
anemia sel sabit
HbSHbS HbAHbS
F1 : P2
100% normal heterozigot :
HbAHbS
Gamet :
x
HbAHbS
HbA HbA
HbS HbS F2
:
HbAHbA normal 25%
HbAHbS normal heterozigot 50% HbSHbS anemia sel sabit 25%
Sickle cell anemia termasuk penyakit genetik yang resesif, artinya seseorang harus mewarisi dua gen pembawa penyakit ini dari kedua orangtuanya. Hal inilah yang menyebabkan penyakit SCA jarang terjadi. Seseorang yang hanya mewarisi satu gen tidak akan menunjukkan gejala dan hanya berperan sebagai pembawa (carier). Jika satu pihak orangtua mempunyai gen sickle cell anemia dan yang lain merupakan carier, maka terdapat 50% kesempatan anaknya menderita sickle cell anemia dan 50% kesempatan sebagai carier.18 7) Hemoglobin a. Definisi Hemoglobin disingkat Hb atau Hgb, adalah metalloprotein pengangkut oksigen yang mengandung zat besi dalam sel darah merah (eritrosit). Hemoglobin dalam darah membawa oksigen dari paru-paru ke seluruh tubuh (Jaringan). Di sana ia melepaskan oksigen untuk
memungkinkan respirasi aerobik untuk menyediakan energi untuk memberi daya pada fungsi-fungsi organisme dalam proses yang disebut metabolisme.19 b. Fungsi20 1.
Mengatur pertukaran oksigen dengan karbondioksida di dalam jaringan tubuh.
2.
Mengambil oksigen dari paru-paru kemudian dibawa ke seluruh jaringan
3.
Jaringan tubuh untuk dipakai sebagai bahan bakar.
4.
Membawa karbondioksida dari jaringan-jaringan tubuh sebagai hasil metabolisme ke paru-paru untuk di buang, untuk mengetahui apakah seseorang itu kekurangan darah atau tidak, dapat diketahui dengan pengukuran kadar Hb.
5.
Penurunan kadar Hb dari normal berarti kekurangan darah yang disebut anemia
c. Struktur eritrosit normal Eritrosit berbentuk bulat gepeng yang kedua permukaannya cekung. Eritrosit tidak memiliki inti sel dan mengandung hemoglobin. Eritrosit normal kelihatan bundar dengan diameter 7,5 μm dengan ketebalan tepi 2 μm. Dari samping Eritrosit kelihatan berbentuk seperti cakram dengan kedua permukaannya cekung (biconcav disk). Eritrosit disebut juga discocyte karena bentuknya seperti cakram. Tengah-tengah cakram tersebut lebih tipis dengan ketebalan 1 μm. Bentuk biconcav ini menyebabkan hemoglobin terkumpul lebih banyak di bagian tepi sel. Oleh sebab itu, bagian tepi eritrosit kelihatan lebih merah (okisifilik) dari bagian sentralnya. Bagian sentral yang kelihatan lebih pucat disebut akromia sentral yang luasnya antara 1/3-1/2 kali diameter.21 d. Struktur eritrosit pada Sickle Cell Anemia Pada orang dengan sickle cell anemia ditemukan kelainan gen, yaitu adanya hemoglobin S. Pada penyakit sickle cell, bentuk sel darah merah berubah menjadi seperti sabit akibat adanya hemoglobin S yang kaku.Akibatnya, sel darah merah pada penyakit sickle cell menjadi kaku
dan dapat menempel pada pembuluh dinding darah. Hal ini dapat menyebabkan aliran darah untuk penghantaran oksigen menjadi tidak efektif. Kekurangan oksigen pada jaringan akibat sumbatan ini dapat menimbulkan nyeri (pain crises). Selain itu, sel darah merah abnormal ini memiliki kecenderungan untuk mudah hancur (hemolisis). Sebagai perbandingan, sel darah merah normal umumnya hidup selama 90-120 hari. Di sisi lain, sel darah merah sickle cell hidup hanya selama 10-20 hari. Tubuh tidak dapat mengimbangi keadaan hemolisis dengan produksi sel darah merah baru, akibatnya terjadi anemia. Akibatnya penderita dapat mengeluhkan berbagai gejala anemia, seperti mudah lelah, pucat, kesulitan bernafas, dan gejala lainnya.17 8) Apakah perbedaan tumbuh kembang anak yang normal dengan anak yang menderita Sickle Cell Anemia? Anak yang menderita sickle cell anemia akan mengalami pertumbuhan yang terhambat, karena nutrisi yang dibutuhkan tidak dapat memenuhi kebutuhan nutrisinya. Oleh karenanya, beberapa metabolism dalam tubuh pun tidak dapat berjalan dengan sempurna, contohnya pada masa pubertas.22 9) Mengapa timbul rasa nyeri sendi dan demam pada kasus yang dialami Dewi? Anemia sel sabit adalah jenis anemia akibat kelainan genetik di mana bentuk sel darah merah tidak normal sehingga mengakibatkan pembuluh darah kekurangan pasokan darah sehat dan oksigen untuk disebarkan ke seluruh tubuh. Dalam kondisi normal, bentuk sel darah merah itu bundar dan lentur sehingga mudah bergerak dalam pembuluh darah, sedangkan pada anemia sel sabit, sel darah merah berbentuk seperti sabit yang kaku dan mudah menempel pada pembuluh darah kecil. Akibatnya, aliran sel darah merah yang mengandung hemoglobin atau protein pembawa oksigen terhambat hingga menimbulkan nyeri dan kerusakan jaringan.23 Gejala yang dapat terlihat pada penderita anemia sel sabit adalah rasa nyeri akibat krisis sel sabit. Rasa nyeri muncul saat sel darah merah yang berbentuk sabit menempel pada pembuluh darah dan menghambat aliran darah, saat melalui pembuluh darah kecil di dada, perut, sendi, atau tulang. Rasa nyeri tersebut bervariasi dan dapat berlangsung selama beberapa jam hingga
beberapa minggu. Sebagian penderita dapat mengalami hingga belasan kali krisis dalam satu tahun. Krisis sel sabit pada penderita remaja dan dewasa dapat menimbulkan nyeri kronis karena kerusakan tulang dan sendi atau luka. Penyumbatan aliran darah juga dapat menyebabkan lengan dan tungkai menjadi bengkak dan nyeri. Berbagai kondisi diduga dapat memicu timbulnya rasa nyeri pada krisis sel sabit. Selain faktor cuaca seperti angin, hujan, atau dingin, krisis ini juga bisa terjadi saat penderita mengalami dehidrasi, berolahraga terlalu berat, atau merasa tertekan. Kendati demikian, kondisi utama yang memicu krisis sel sabit belum dapat dipastikan.24 Anak dengan penyakit sel sabit lebih beresiko mengalami infeksi bakteri tertentu. Waspadai demam lebih dari 38 derajat Celsius, yang bisa menjadi tanda infeksi. Demam dapat menjadi tanda awal dari suatu infeksi.23
Kesimpulan
Anemia sel sabit disebabkan oleh suatu mutasi pada rantai hemoglobin yang didalamnya asam glutamat menggantikan valin pada posisi enam kromosom 11.
Daftar Pustaka
1. Murray RK, Granner DK, Rodwell VW. Biokimia Harper Ed 27. Jakarta: EGC; 2009; p.358-375. 2. Sarmoko.From gene to Protein. Biology Moleculer.Departement of Pharmacy Unsoed.201. 3. Malik, A. Rna Therapeutic, Pendekatan baru dalam Terapi Gen. Majalah Ilmu Kefarmasian. 2005. Vol 2(2). Hal 51-61. 4. Bell JT, Pai AA, Pickrell JK, Gaffney DJ, Pique-Regi R, Degner JF, Gilad
Y, Pritchard JK. DNA methylation patterns associate with genetic and gene expression variation in HapMap cell lines.2011. 5. Tessitore A, Cicciarelli G, Del Vecchio F, Gaggiano A, Verzella D, Fischietti M, Vecchiotti D, Capece D, Zazzeroni F, Alesse E. MicroRNAs in the DNA Damage/Repair Network and Cancer..2014. 6. Reece, J. B., & Campbell, N. A.. Campbell biology. Boston: Benjamin Cummings/Pearson.2011. 7. Singh RS, Krimbas CB. Evolutionary Genetics From Molecules to Morphology. Cambridge: Cambridge University Press. 2000. 8. Soeharso Purnomo. C18 Gen Rearrangement Modul SGBM. Health & Medicine; 2016. 9. Warmadewi DA. Mutasi Genetik. Denpasar: Fakultas Peternakan Universitas Udayana. 2017. 10. Rell F, Widyastuti SK, Wandia IN. Polimorfisme Lokus Mikrosatelit D10S1432 Pada Populasi Monyet Ekor Panjang Di Sangeh. Jurnal Ilmu dan Kesehatan Hewan. 2013;1(1):16-21. 11. Sherwood Laularee. Human Physiology: From Cells To Systems, 6Th Ed. Jakarta:EGC. 2011. 12. Mayo Clinic.Disease & Conditions. Sickle Cell Anemia. 2018. 13. Gladwin MT, Sachdev V, Jison ML, Shizukuda Y, Plehn JF, Minter K, Brown B, Coles WA, Nichols JS, Ernst I, Hunter LA, Blackwelder WC, Schechter AN, Rodgers GP, Castro O, Ognibene FP. Pulmonary
hypertension as a risk factor for death in patients with sickle cell disease. N Engl J Med. 2004 Feb 26;350(9):886-95. 14. Stuart MJ, Nagel RL. Sickle-cell disease. Lancet. 2004 Oct 915;364(9442):1343-60 15. Glader B. The anemias. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, penyunting. Nelson text book of pediatrics. Edisi ke-18. Philadelpia : Saunders, 2008. h. 2003-5. 16. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Buku Ajar Hematologi-Onkologi Anak. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2010. 17. Finch JT, Perutz MF,Bertles JF, Dobler J. Structure of erythrocytes and of sickle cell haemoglobin fibers.Proc Natl Acad Sci USA.1973. 18. Noviani, N. H., Paryono, dan Pernodjo D. Patofisiologi Stroke Iskemia pada Anak dengan Sickle Cell Disease. Berkala Ilmiah Kedokteran Duta Wacana. 2016. Vol 2(1). Hal 279-290. 19. Jones, Daniel , Peter Roach, James Hartmann and Jane Setter, eds., English Pronouncing Dictionary, Cambridge: Cambridge University Press, 2003.ISBN 978-3125396838 20. Widayanti, Sri. Analisis Kadar Hemoglobin pada Anak Buah Kapal PT. Salam Pacific Indonesia Lines di Belawan Tahun 2007. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara 21. Noviani, E., dan Yoga, S. P. Pengklasteran Pasien Kanker Leukemia berdasarkan Data Ekspresi Gen dengan menggunakan Dekomposisi Nilai Singular. Journal of Mathematics and Its Applications. 2010.Vol 7(2). Hal 13-25. 22. Kumar V Abbas, Aster JC, Robbins SL. Robbins Basic Pathology. Phinadelphia. 2013. 23. Pace, et al. Sickle Cell Disease: Genetics, Cellular and Molecular Mechanisms, and Therapies. 2012. 24. Ferri F. Ferri’s Netter Patient Advisor. Philadelphia, PA: Saunders / Elsevier, 2012. .