LAPORAN PBL MODUL SUSAH BERKEMIH SISTEM UROGENITALIA
DISUSUN OLEH KELOMPOK 1 KETUA KELOMPOK ANGGOTA KELOMPOK
: Asrul : Sri Rahayu (scriber) : Melati Putri Dita (notulen) : Nurainun Qamariah Ansari : Yusril Ihza Mahendra : Balqis Dwiyanti Haedar : A. Muh. Akbar Jaya : Rini Suherti : Andi Rara Pramei : Nuraeni Azizah Amalia
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UIN ALAUDDIN MAKASSAR TAHUN 2019
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur yang sebesar-besarnya penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan anugerahNya kepada kita semua bahwa dengan segala keterbatasan yang penulis miliki akhirnya penulis dapat menyelesaikan laporan Problem Based Learning (PBL) modul “Susah Berkemih”. Adapun laporan modul PBL ini telah kami usahakan semaksimal mungkin dan tentunya dengan bantuan berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami tidak lupa menyampaikan bayak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam pembuatan laporan ini. Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadar sepenuhnya bahwa ada kekurangan baik dari segi penyusun bahasanya maupun segi lainnya. Oleh karena itu dengan lapang dada dan tangan terbuka kami membuka selebar-lebarnya bagi pembaca yang ingin member saran dan kritik kepada kami sehingga kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini. Akhirnya penyusun mengharapkan semoga dari laporan PBL ini dapat diambil hikmah dan manfaatnya sehingga dapat memberikan inpirasi terhadap pembaca.
Makassar, 19 Maret 2019
Kelompok 1
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR. ........................................................................................ i DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Skenario . ..................................................................................................... 1 1.2 Kata Sulit. .................................................................................................... 1 1.3 Kata atau Kalimat Kunci ............................................................................. 1 1.4 Daftar Masalah ............................................................................................ 1 1.5 Learning objektif.......................................................................................... 2 1.6 Problem Tree ............................................................................................... 3 BAB II PEMBAHASAN 2.1 Anatomi, Histologi dan Fisiologi terkait skenario....................................... 4 2.1.1 Anatomi .............................................................................................. 4 2.1.2 Histologi ........................................................................................... 14 2.1.3 Fisiologi ............................................................................................ 21 2.2 Definisi dan Etiologi dari Susah Berkemih ............................................... 27 2.2.1 Definisi ............................................................................................ 27 2.2.2 Etiologi ............................................................................................ 27 2.3 Mekanisme Gejala pada Skenario. ............................................................ 28 2.3.1 Mekanisme Demam ........................................................................... 28 2.3.2 Mekanisme Nyeri Saat Berkemih ...................................................... 28 2.4 Hubungan Gejala dengan Informasi yang Ada pada Skenario ................ 29 2.4.1 Jenis Kelamin dan Usia ................................................................... 29 2.4.2 Hubungan Riwayat Menikah dengan Gejala pada Skenario ........... 29 2.4.3 Hubungan Pekerjaan dengan Skenario............................................ 30 2.5 Langkah-Langkah Diagnosis Terkait penyakit pada Sistem Urogenitalia31 2.5.1 Anamnesis dari Riwayat Penyakit.................................................. 31 2.5.2 Pemeriksaan Fisis .......................................................................... 32 2.5.3 Pemeriksaan Laboratorium ............................................................ 34 2.5.4 Pemeriksaan Radiologi .................................................................. 35
ii
2.6 Upaya Preventif pada Skenario terkait Penyakit pada Sistem Urogenitalia37 2.7 Diferential Diagnosis ............................................................................... 38 2.7.1 Sistitis .............................................................................................. 38 2.7.2 Urolithiasis ...................................................................................... 46 2.7.3 Pielonefritis ..................................................................................... 55 2.7.4 Uretritis Gonore .............................................................................. 62 2.8 Integrasi Keislaman .................................................................................. 67 BAB III PENUTUP 3.1 Tabel Diagnosis Banding. ........................................................................... 69 3.2 Diagnosis Utama. ........................................................................................ 69 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 70
iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Skenario 1 Seorang perempuan, 23 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan susah saat berkemih disertai nyeri. Riwayat demam 3 hari yang lalu. Pasien baru menikah 1 bulan yang lalu. Saat ini pasien bekerja sebagai seorang sekertaris di kantor percetakan majalah. 1.2 Kata Sulit 1.3 Kata Kunci
Perempuan, 23 tahun
Susah berkemih disertai nyeri
Demam 3 hari yang lalu
Riwayat menikah 1 bulan yang lalu
Bekerja sebagai sekertaris di kantor percetakan majalah
1.4 Daftar Masalah 1. Jelaskan anatomi, histologi, fisiologi dari sistem urogenitalia yang terkait dengan skenario? 2. Jelaskan definisi, etiologi dan patomekanisme dari susah berkemih? 3. Jelaskan hubungan jenis kelamin dengan usia pada skenario? 4. Bagaimana mekanisme demam pada skenario? 5. Bagaimana mekanisme nyeri saat berkemih pada skenario? 6. Bagaimana hubungan riwayat menikah dengan susah berkemih pada skenario? 7. Bagaimana hubungan riwayat pekerjaan dengan susah berkemih pada skenario? 8. Bagaimana langkah-langkah diagnosis terkait penyakit pada sistem urogenitalia? 9. Bagaimana upaya preventif pada skenario terkait penyakit pada sistem urogenitalia?
1
10. Apa saja diferensial diagnosis terkait skenario pada sistem urogenitalia? 11. Apa saja integrasi keislaman terkait skenario pada sistem urogenitalia? 1.5 Learning Objectives 1. Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan dasar biomedik dari sistem urogenitalia terkait skenario 2. Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan definisi, etiologi dan patomekanisme dari susah berkemih 3. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami mekanisme gejala pada skenario 4. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami hubungan gejala dengan informasi yang ada pada scenario 5. Mahasiswa mampu menyebutkan dan menjelaskan langkah-langkah diagnosis terkait penyakit pada sistem urogenitalia 6. Mahasiswa mampu menyebutkan dan menjelaskan upaya preventif pada skenario terkait penyakit pada sistem urogenitalia 7. Mahasiswa mampu menyebutkan dan menjelaskan differensial diagnosis terkait dengan skenario 8. Mahasiswa mampu mengetahui integrasi keislaman yang berhubungan dengan skenario
2
1.6 Problem Tree
3
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Anatomi, Histologi dan Fisiologi Organ Sistem Urogenitalia Terkait Skenario 2.1.1 Anatomi 1. GINJAL1
Saluran kemih terdiri dari ginjal yang terus menerus menghasilkan urin, dan berbagai saluran reservoir yang dibutuhkan untuk membawa urin keluar tubuh. Ginjal merupakan organ berbentuk seperti kacang yang terletak di kedua sisi columna vertebralis. Kedua ginjal terletak retroperitoneal pada dinding abdomen, masing– masing di sisi kanan dan sisi kiri columna vertebralis setinggi vertebra T12 sampai vertebra L3. Ginjal kanan terletak sedikit lebih rendah daripada ginjal kiri karena besarnya lobus hepatis dekstra. Masing– masing ginjal memiliki facies anterior dan facies posterior, margo medialis dan margo lateralis, ekstremitas superior dan ekstremitas inferior. Pada orang dewasa, panjang ginjal adalah sekitar 12 cm sampai 13 cm, lebarnya 6 cm, tebalnya 2,5 cm dan beratnya sekitar 150 g. Ukurannya tidak berbeda menurut bentuk dan ukuran tubuh. Perbedaan panjang dari kutub ke kutub kedua ginjal yang lebih dari 1,5 cm atau perubahanbentuk merupakan tanda yang penting, karena sebagian besar
4
manifestasi penyakit ginjal adalah perubahan struktur dari ginjal tersebut. Ginjal dibungkus oleh jaringan fibrosa tipis dan mengkilat yang disebut kapsula fibrosa ginjal dan di luar kapsul ini terdapat jaringan lemak perineal. Di sebelah kranial ginjal terdapat kelenjar anak ginjal atau glandula adrenal/suprarenal yang berwarna kuning. Kelenjar adrenal bersama ginjal dan jaringan lemak perineal dibungkus oleh fascia gerota. Di luar fascia gerota terdapat jaringan lemak retroperitoneal atau disebut jaringan lemak pararenal. Di bagian posterior, ginjal dilindungi oleh otot–otot punggung yang tebal serta costae ke XI dan XII, sedangkan di bagian anterior dilindungi oleh organ–organ intraperitoneal. Secara anatomis ginjal terbagi menjadi 2 bagian korteks dan medula ginjal. Di dalam korteks terdapat berjuta–juta nefron sedangkan di dalam medula banyak terdapat duktuli ginjal. Nefron adalah unit fungsional terkecil dari ginjal yang terdiri atas tubulus kontortus proksimal, tubulus kontortus distal, dan tubulus koligentes. Setiap ginjal memiliki sisi medial cekung, yaitu hilus tempat masuknya syaraf, masuk dan keluarnya pembuluh darah dan pembuluh limfe, serta keluarnya ureter dan memiliki permukaan lateral yang cembung. Sistem pelvikalises ginjal terdiri atas kaliks minor, infundibulum, kaliks major, dan pielum/pelvis renalis Ginjal mendapatkan aliran darah dari arteri renalis yang merupakan cabang langsung dari aorta abdominalis, sedangkan darah vena dialirkan melalui vena renalis yang bermuara ke dalam vena kava inferior. Sistem arteri ginjal adalah end arteries yaitu arteri yang tidak mempunyai anastomosis dengan cabang–cabang dari arteri lain, sehingga jika terdapat kerusakan salah satu cabang arteri ini, berakibat timbulnya iskemia/nekrosis pada daerah yang dilayaninya. Arteri renalis memasuki ginjal melalui hilum dan kemudian bercabang- cabang secara progresif membentuk arteri interlobaris, arteri
5
arkuarta, arteri interlobularis, dan arteriol aferen yang menuju ke kapiler glomerulus tempat sejumlah besar cairan dan zat terlarut difiltrasi untuk pembentukan urin. Ujung distal kapiler pada setiap glomerulus bergabung untuk membentuk arteriol eferen, yang menuju jaringan kapiler kedua, yaitu kapiler peritubulus yang mengelilingi tubulus ginjal. Kapiler peritubulus mengosongkan isinya ke dalam pembuluh sistem vena, yang berjalan secara paralel dengan pembuluh arteriol secara prorgesif untuk membentuk vena interlobularis, vena arkuarta, vena interlobaris, dan vena renalis, yang meninggalkan ginjal di samping arteri renalis dan ureter.
6
2. URETER1
Ureter adalah lanjutan dari renal pelvis yang panjangnya antara 10 sampai 12 inchi (25-30 cm), dan diameternya sekitar 1 mm sampai 1 cm. Ureter terdiri atas dinding luar yang fibrus, lapisan tengah yang berotot, dan lapisan mukosa sebelah dalam. Ureter terdiri dari 2 bagian yaitu pars abdominalis pada cavum abdominalis dan pars pelvica pada rongga panggul (pelvis).Pars abdominalis berubah menjadi pars pelvica setelah menyilang melewati arteri illiaca communis. Ureter berfungsi untuk menyalurkan urine dari ginjal ke kandung kemih. Gerakan peristaltik mendorong urine melalui ureter yang diekskresikan oleh ginjal dan disemprotkan dalam bentuk pancaran, melalui osteum uretralis masuk ke dalam kandung kemih. Jalan ureter pada pria dan wanita berbeda terutama pada daerah pelvis karena ada alat-alat yang berbeda pada panggul. Pada pria ureter menyilang superficial didekat ujungnya didekat duktus deferen, sedangkan wanita ureter lewat diatas fornix lateral vagina namun dibawah lig. Cardinal atau A. Uterina. Pada ureter terdapat 3 daerah penyempitan anatomis, yaitu : 1. Uretropelvico junction, yaitu ureter bagian proksimal mulai dari renal pelvis sampai bagian ureter yang mengecil 2. Pelvic brim, yaitu persilangan antara ureter dengan pembuluh darah arteri iliaka
7
3. Vesikouretro junction, yaitu ujung ureter yang masuk ke dalam vesika urinaria (kandung kemih). Perdarahan ureter terbagi 2, ureter atas oleh A. Renalis sedangkan ureter bawah oleh A. Vesicalis Inferior. Untuk persarafan dilakukan oleh plexus hypogastricus inferior T11-L2 melalui neuron simpatis. 3. VESIKA URINARIA1
Vesica urinaria, sering juga disebut kandung kemih atau buli-buli, merupakan tempat untuk menampung urineyang berasal dari ginjal melalui ureter, untuk selanjutnya diteruskan ke uretra dan lingkungan eksternal tubuh melalui mekanisme relaksasi sphincter.Vesica urinaria ketika tidak sedang terisi oleh urin (kosong) memiliki bagian : 1. Fundus vesicae : sisi berbentuk segitiga dan menghadap ke caudodorsal, berhadapan dengan rectum. Pada pria dipisahkan dari rectum oleh fascia rectovesicalis yang meliputi vesicular seminalis dan ampulla ductus deferens. Sedangkan pada wanita dipisahkan dari rectum oleh fornix, portio supravaginalis. 2. Apex / vertex vesicae : terdapat plica umbilicalis mediana dan lig. Umbilicale mediana. 3. Facies Superior : sisi berbentuk segitiga yang dibatasi oleh margo lateral di kedua sisi lateralnya dan margo posterior di bagian dorsalnya. Terdapat fossa paravesicalis (lekukan peritoneum di sebelah lateral margo lateral). Pada pria menghadap colon sigmoid dan lengkung ileum. Sedangkan pada wanita menghadap corpus uteri.
8
4. Facies Inferior : diliputi oleh fascia endopelvina. Terbagi atas 2 daerah : 5. Area prostatica : berhadapan langsung dengan prostat. Merupakan tempat keluarnya urethra. 6. Facies inferolateral : dipisahkan dari sympisis pubis dan corpus os. Pubis oleh spatium retropubica / cavum retzii 7. Cervix Vesicae / Collum vesicae : merupakan tempat bertemunya keduafacies inferolateral. Pada pria menerus pada prostat. Sedangkan pada wanita terletak di cranial m.pubococcygeus 8. Angulus posterosuperior : merupakan tempat bertemunya margo lateral dan margo posterior. Merupakan tempat masuknya ureter Vesica urinaria ketika penuh terisi oleh urinakan berbentuk oval dan memiliki bagian : 1. Facies Posterosuperior : bagian ini diliputi oleh peritoneum parietal. Padapria dipisahkan dari rectum oleh excavatio retrovesicalis. Sedangkan padawanita dipisahkan dari rectum oleh excavation vesicouterina, portio supravaginalis cervicis uteri, fornix anterior vagina. 2. Facies Anteroinferior : bagian ini tidak diliputi oleh peritoneum parietal. 3. Facies Lateralis : bagian ini tidak diliputi oleh peritoneum parietal. Lapisan Vesica Urinaria (VU) dari luar ke dalam : Tunica Serosa (Peritoneum Parietal) – Tela Subserosa (Fascia Endopelvina) – Tunica Muscularis (m. detrussor) – Tela Submucosa – Tunica Mucosa. Pada bagian dalam dari Vesica Urinaria terdapat sebuah area yang disebut dengan Trigonum Vesicae. Trigonum Vesicae ini dibentuk oleh sepasang ostium ureteris (lubang tempat masuknya ureter ke dalamVesica Urinaria) dan ostium urethra internum (OUI) serta plica interureterica.
9
Pada pria trigonum Vesicae ini akan terfiksasi pada prostat. Sedangkan pada wanita akan terfiksasi pada dinding anterior vagina. Mucosa pada trigonum Vesicae ini akan melekat erat pada m. Trigonalis. Vesica Urinaria bagian cranial divaskularisasi oleh 2 atau 3 a.vesicalis superior (cabang dari a. umbilicalis). Sedangkan Vesica Urinaria bagian caudal dan cervix divaskularisasi oleh a. vesicalis inferior. Pada wanita mendapatkan tambahan vaskularisasi dari a. vaginalis. Pada bagian fundus vesicae pada pria divaskularisasi oleh a. deferentialis dan pada wanita
oleh a. vaginalis dan a. vesicalis
inferior.Sedangkan aliran vena nya akan bermuara pada plexus venosus prostaticus & vesicalis yang akan bermuara pada v.hypogastrica. Vesica Urinaria mendapatkan persarafan simpatik dari
plexus
hipogastricus inferior yaitu : serabut post ganglioner simpatis glandula para vertebralis L1-2 dan serabut preganglioner parasimpatis N. cervicalis 2,3,4 melalui N. Splancnicus dan plexus hypogastricus inferior mencapai dinding Vesica Urinaria. Persarafan ini memberikan fungsi untuk menggiatkan m. spinchter interna dan menginhibisi m. detrussor serta menghantarkan rasa nyeri dari Vesica Urinaria. Selain itu Vesica Urinaria juga mendapatkan persarafan parasimpatik dari n. splanchnicus pelvicus Segmen Sacral II-IV. Persarafan ini memberikan fungsi untuk merelaksasi sfingter interna, menggiatkan m.detrussor, menghantarkan peregangan dinding Vesica Urinaria dan mengosongkan Vesica Urinaria.
10
Sintopi Vesica Urinaria Vertex
Lig. umbilical medial
Infero-lateral
Os. Pubis, M.obturator internus, M.levator ani
Superior
Kolon sigmoid, ileum (laki-laki), fundus-korpus uteri, excav. vesicouterina (perempuan)
Infero-posterior
Laki-laki: gl.vesiculosa, ampula vas deferens,rektum Perempuan: korpus-cervis uteri, vagina
4. URETRA1
1. Saluran terakhir dari sistem urinarius 2. Mulai dari orificium urethra internum sampai orificium urethra externum 3. Pada laki-laki lebih panjang dari perempuan (L=18-20 cm, P=3-4 cm)
Urethra Masculina -
Urethra pars prostatica Urethra pars prostatica ini terletak di dalam Prostat. Urethra pars prostatica memiliki panjang sekitar 3 cm. Di dalam prostat, urethra menerima sepasang ductus ejaculatorius yang merupakan penyatuanantara ductus
11
ekskretorius dan ductus vesicular seminalis. Selain itu, urethra pars prostatica juga mendapatkan muara dari ductus-ductus dari kelenjar prostat itu sendiri. -
Urethra pars membranosa Urethra pars membranosa merupakan bagian urethra yang paling pendek (1-2cm) dan juga paling sempit. Urethra pars membranosa terbentang dari apex prostat sampai ke bulbus penis. Urethra pars membranosa terletak di dalam diaphragma pelvis (diaphragma urogenitalia). Urethra bagian ini berdinding tipis dan dikelilingi oleh m. sfingter urethra externa
dan
merupakan bagian yang mudah robek saat dilakukan kateterisasi urin. -
Urethra pars spongiosa Urethra pars spongiosa merupakan bagian urethra yang terpanjang (15 cm) terletak di dalam bulbus penis, corpus spongiosum dan glans penis.Urethra pars spongiosa
juga
dimuarai
oleh
ductus
glandula
bulbourethralis dan lacuna urethralis yang merupakan muara dari ductus glandula urethralis. Terdapat 2 buah pelebaran yakni
fossa intrabulbaris (pelebaran pada
bulbus penis) dan fossa navicularis (pelebaran pada glans penis). Urethra pars spongiosa kemudian akan berakhir pada Orificium (ostium) urethra externum (OUE) pada glans penis.
12
Urethra Feminina Urethra pada wanita hanya berukuran 3,75 - 5cm, berbentuk lurus dan mudah diregangkan. Karena alasan ini pulalah yang menyebabkan wanita sering mengalami Infeksi Saluran Kemih (ISK). Urethra akan berakhir pada Orificium (Ostium) Urethra Externum (OUE) pada vestibulum vagina. Perdarahan Urethradi urus oleh cabang – cabang arteria pudenda interna 1. Dorsalis penis 2. Bulbo Urethralis Persarafan Urethra di urus oleh cabang – cabang N. Pudendus ke N. Dorsalis penis.
13
2.1.2 Histologi 1. GINJAL2
Unit kerja fungsional ginjal disebut sebagai nefron. Dalam setiap ginjal terdapat sekitar 1 juta nefron yang pada dasarnya mempunyai struktur dan fungsi yang sama. Dengan demikian, kerja ginjal dapat dianggap sebagai jumlah total dari fungsi semua nefron tersebut (Price dan Wilson, 2006). Setiap nefron terdiri atas bagian yang melebar yakni korpuskel renalis, tubulus kontortus proksimal, segmen tipis, dan tebal ansa henle, tubulus kontortus distal, dan duktus koligentes . Darah yang membawa sisa–sisa hasil metabolisme tubuh difiltrasi di dalam glomeruli kemudian di tublus ginjal, beberapa zat masih diperlukan tubuh untuk mengalami reabsorbsi dan zat–zat hasil sisa metabolisme mengalami sekresi bersama air membentuk urin. Setiap hari tidak kurang 180 liter cairan tubuh difiltrasi di glomerulus dan menghaslkan urin 1-2 liter. Urin yang terbentuk di dalam nefron disalurkan melalui piramida ke sistem pelvikalis ginjal untuk kemudian disalurkan ke dalam ureter.
Korpuskel Renalis Setiap korpuskel renalis terdiri atas seberkas kapiler, yaitu glomerulus yang dikelilingi oleh kapsul epitel berdinding ganda yang disebut kapsula bowman. Lapisan dalam kapsul ini (lapisan visceral)
menyelubungi
14
kapiler
glomerulus.
Lapisan
luar
membentuk batas luar korpuskel renalis dan disebut lapisan parietal kapsula bowman. Lapisan parietal kapsula bowman terdiri atas epitel selapis gepeng yang ditunjang lamina basalis dan selapis tipis serat retikulin Sel viseral membentuk tonjolan–tonjolan atau kaki–kaki yang dikenal sebagai podosit, yang bersinggungan dengan membran basalis pada jarak–jarak tertentu sehingga terdapat daerah– daerah yang bebas dari kontak antar sel epitel. Sel endotel kapiler glomerulus merupakan jenis kapiler bertingkap namun tidak dilengkapi diafragma tipis yang terdapat pada kapiler bertingkap lain Komponen penting lainnya dari
glomerulus
adalah
mesangium, yang terdiri dari sel mesangial dan matriks mesangial. Sel mesangial aktivitas fagositik dan menyekresi prostatglandin. Sel mesangial bersifat kontraktil dan memiliki reseptor untuk angiotensin II. Bila reseptor ini teraktifkan, aliran glomerulus akan berkurang. Sel mesangial juga memiliki beberapa fungsi lain, sel tersebut
memberi
tunjangan
struktural
pada
glomerulus,
menyintesis matriks ekstrasel, mengendositosis dan membuang molekul normal dan patologis yang terperangkap di membran basalis glomerulus, serta menghasilkan mediator kimiawi seperti sitokin dan prostaglandin
Tubulus Kontortus Proksimal Pada kutub urinarius di korpuskel renalis, epitel gepeng di lapisan parietal kapsula bowman berhubungan langsung dengan epitel tubulus kontortus proksimal yang berbentuk kuboid atau silindris rendah. Filtrat glomerulus yang terbentuk di dalam korpuskel renalis, masuk ke dalam tubulus kontortus proksimal yang merupakan tempat dimulainya proses absorbsi dan ekskresi. Selain
aktivitas
tersebut,
tubulus
kontortus
proksimal
mensekresikan kreatinin dan subsatansi asing bagi organisme,
15
seperti asam para aminohippurat dan penisilin, dari plasma interstitial ke dalam filtrat .
Ansa Henle Ansa henle adalah struktur berbentuk huruf U yang terdiri atas segmen tebal desenden, segmen tipis desenden, segmen tipis asenden dan segmen tebal asenden. Ansa henle terlibat dalam retensi air, hanya hewan dengan ansa demikian dalam ginjalnya yang mampu menghasilkan urin hipertonik sehingga cairan tbuh dapat dipertahankan .
Tubulus Kontortus Distal Segmen tebal asenden ansa henle menerobos korteks, setelah menempuh jarak tertentu, segmen ini menjadi berkelak–kelok dan disebut tubulus kontortus distal. Sel–sel tubulus kontortus distal memiliki banyak invaginasi membran basal dan mitokondria terkait yang menunujukkan fungsi transpor ionnya
Tubulus Duktus Koligentes Tubulus koligentes yang lebih kecil dilapisi oleh epitel kuboid. Di sepanjang perjalanannya, tubulus dan duktus koligentes terdiri atas sel–sel yang tampak pucat dengan pulasan biasa. Epitel duktus koligentes responsif terhadap vasopressin arginin atau hormon antidiuretik yang disekresi hipofisis posterior. Jika masukan air terbatas, hormon antidiuretik disekresikan dan epitel duktus koligentes mudah dilalui air yang diabsorbsi dari filtrat glomerulus .
Aparatus Jukstaglomerulus Aparatus jukstaglomerulus (JGA) terdiri dari sekelompok sel khusus yang letaknya dekat dengan kutub vaskular masing– masing glomerulus yang berperan penting dalam mengatur pelepasan renin dan mengontrol volume cairan ekstraseluler dan tekanan darah. JGA terdiri dari tiga macam sel yaitu: 1. Jukstagomerulus atau sel glanular 2. Makula densa tubulus distal
16
3. Mesangial ekstraglomerular atau sel lacis. Sel jukstaglomerulus menghasilkan enzim renin, yang bekerja pada suatu protein plasma angiotensinogen menghasilkan suatu dekapeptida non aktif yakni angiotensin I. Sebagai hasil kerja enzim pengkonversi yang terdapat dalam jumlah besar di dalam sel–sel endotel paru, zat tersebut kehilangan dua asam aminonya dan menjadi oktapeptida dengan aktviitas vasopresornya, yakni angiotensin II. 2. URETER2
Terdiri dari lapisan mukosa,muskularis dan adeventisia.
Tunika mukosa mempunyai Lamina propia berupa jaringan ikat jarang dibawahepitel
Tunika muskularis terdiri dari 3 lapisan otot polos ,yaitu : sebelah dalam berjalan longitudinal,di bagian tengah sirkular dan di sebelah luar longitudinal.
3. Vesika Urinaria
Disusun oleh 3 lapisan ,yaitu: Lapisan mukosa,lapisan muskular dan lapisan adventisia/serosa. Lapisan sel yang menyusun epitel yang terenggang dapat ditemukan sel payung dengan dindiing apikalnya berwarna asidofil. Dibawah epitel terdapat lamina propia.
17
Tunika muskularis : tersusun oleh lapisan-lapisan otot polos yang berjalan ke berbagai arah. Tunika adventasia : berupa jaringan ikat,sebagia vesika urinaria ditutupi oleh loritoneum(serosa). a.
Urethra Pada Laki-Laki
-
Pars Prostatica Paling dekat ke vesica urinaria Ductus ejaculatorius bermuara dekat verumontanum,tonjolan ke dalam lumen. Dilapisi epitel transitional - Pars Membranosa Dilapisi epitel bertingkat torak Dibungkus oleh sphinter urethra externa(voluntary) - Pars bulbosa/Spongiosa Terletak dalam corpus spongiosum penis Dilapisi epitel bertingkat torak di beberapa tempat terdapat epitel berlapis gepeng - Pars Pendulosa Ujung distal lumen urethra melebar : fossa navicularis Kelenjar littre,kelenjar mukosa yang terdapat di sepanjang urethra,terutama pars pendulosa
18
b. Urethra Pada Perempuan
Dilapisi epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk ,di beberapa tempat terdapat epitel bertingkat torak. Dipertengahan urethra terdapat sphinter externa (muskular bercorak). Daerah
Epitel
Lamina Propria
Lapisan muskularis
Kandung
Transisional, dalam
Jaringan ikat
3 lapisan yang tidak
kemih/vesika
keadaan
fibroelastik yang
beraturan terdiri atas
urinaria
kosong lapisan sel
banyak
berkas otot polos yang
epitel 5-6,
mengandung
yang saling
bila penuh, 3-4
pembuluh darah
menganyam, mirip
lapisan.
dengan yang
Daerah trigonum:
ditemukan pada
area
miometrium uterus
segitiga, 2 titik ujungnya = muara ureter, 1 lagi = pembukaan
ke
uretra Uretra
Transisional pada
Jaringan ikat
Lapis longitudinal
perempuan
pangkal
fibroelastik yang
dalam, sirkular luar;
dekat vesika;
vaskular; kelenjar
sfingter otot skeletal
sisanya gepeng
mukus Littre
melingkari uretra pada
berlapis
diafragma urogenital (dasar panggul)
19
Uretra pars
Transisional dekat
Stroma
Lapisan otot polos:
prostatik
kandung
fibromuskular
Longitudinal dalam,
lelaki
kemih; kemudian
kelenjar prostat;
luar sirkular.
silindris
beberapa kelenjar
berlapis
atau mukus Littre
bertingkat Uretra pars
Kolumnar/silindris
Stroma
Serat otot bercorak
membranosa
berlapis
fibroelastik;
diafragma urogenital
atau bertingkat
dengan sedikit
membentuk sfingter
kelenjar mukus
eksternus
Littre Uretra pars
Silindris/kolumnar
Digantikan oleh
Digantikan oleh seratserat
kavernosa
berlapis
korpus
otot polos,
atau bertingkat;
spongiosum
trabekula pembatas
pada fossa
(kavernosum
ruang vaskular
navikularis,
uretra); banyak
jaringan erektil
berubah menjadi
kelenjar Littre
gepeng berlapis seperti permukaan
glans
penis
20
2.1.3 Fisiologi 1. Struktur otot detrusor dan sfingter3 Susunan sebagian besar otot polos kandung kencing sedemikian rupa sehingga bila berkontraksi akan menyebabkan pengosongan kandung kencing. Pengaturan serabut detrusor pada daerah leher kandung kencing berbeda pada kedua jenis kelamin, pria mempunyai distribusi yang sirkuler dan serabut-serabut tersebut membentuk suatu sfingter leher kandung kencing yang efektif untuk mencegah terjadinya ejakulasi retrograd sfingter interna yang ekivalen. Sfingter uretra (rhabdosfingter) terdiri dari serabut otot luruk berbentuk sirkuler. Pada pria, rhabdosfingter terletak tepat di distal dari prostat sementara pada wanita mengelilingi hampir seluruh uretra. Rhabdosfingter secara anatomis berbeda dari otot-otot yang membentuk dasar pelvis. Pemeriksaann EMG otot ini menunjukkan suatu discharge tonik konstan yang akan menurun bila terjadi relaksasi sfingter pada awal proses miksi. 2. Persarafan dari kandung kencing dan sfingter3
Persarafan parasimpatis (N.pelvikus) Pengaturan fungsi motorik dari otot detrusor utama berasal dari neuron preganglion parasimpatis dengan badan sel terletak pada kolumna intermediolateral medula spinalis antara S2 dan S4. Neuron preganglionik keluar dari medula spinalis bersama radiks spinal anterior dan mengirim akson melalui N. pelvikus ke pleksus parasimpatis pelvis. Ini merupakan suatu jaringan halus yang menutupi kandung kencing dan rektum. Serabut postganglionik pendek berjalan dari pleksus untuk menginervasi organ organ pelvis. Tak terdapat perbedaan khusus post junctional antara serabut post ganglionik dan otot polos dari detrusor. Sebaliknya, serabut post ganglionik mempunyai jaringan difus sepanjang serabutnya yang mengandung vesikel dimana asetilkolin dilepaskan. Meskipun pada
21
beberapa spesies transmiter nonkolinergik nonadrenergik juga ditemukan,keberadaannya pada manusia diragukan.
Persarafan simpatis (N.hipogastrik dan rantai simpatis sakral) Kandung kencing menerima inervasi simpatis dari rantai simpatis torakolumbal melalui hipogastrik. Leher kandung kencing menerima persarafan yang banyak dari sistem saraf simpatis dan pada kucing dapat dilihat pengaturan parasimpatis oleh simpatis, sedangkan peran sistim simpatis pada proses miksi manusia tidak jelas. Simpatektomi lumbal saja tidak berpengaruh pada kontinens atau miksi meskipun pada umumnya akan menimbulkan ejakulasi retrograd. Leher kandung kencing pria banyak mengandung mervasi noradrenergik dan aktivitas simpatis selama ejakulasi menyebabkan penutupan dari leher kandung kencing untuk mencegah ejakulasi retrograde.
Persarafan somantik (N.pudendus) Otot lurik dari sfingter uretra merupakan satu-satunya bagian dari traktus urinarius yang mendapat persarafan somatik. Onufrowicz menggambarkan suatu nukleus pada kornu ventralis medula spinalis pada S2, S3, dan S4. Nukleus ini yang umumnya dikenal sebagai nukleus Onuf, mengandung badan sel dari motor neuron yang menginnervasi baik sfingter anal dan uretra. Nukleus ini mempunyai diameter yang lebih kecil daripada sel kornu anterior lain, tetapi suatu penelitian mengenai sinaps motor neuron ini pada kucing
menunjukkan
bahwa
lebih
bersifat
skeletomotor
dibandingkan persarafan perineal parasimpatis preganglionik. Serabut motorik dari sel-sel ini berjalan dari radiks S2, S3 dan S4 kedalam N. pudendus dimana ketika melewati pelvis memberi percabangan ke sfingter anal dan cabang perineal ke otot lurik sfingter uretra. Secara elektromiografi, motor unit dari otot lurik sfingter sama dengan serabut lurik otot tapi mempunyai amplitudo yang sedikit lebih rendah.
22
Persarafan sensorik traktus urinarius bagian bawah Sebagian besar saraf aferen adalah tidak bermyelin dan berakhir pada pleksus suburotelial dimana tidak terdapat ujung sensorik khusus. Karena banyak dari serabut ini mengandung substansi P, ATP atau calcitoningene-related peptide dan pelepasannya dapat mengubah eksitabilitas otot, serabut pleksus ini dapat digolongkan sebagai saraf sensorik motorik daripada sensorik murni. Ketiga pasang saraf perifer (simpatis torakolumbal, parasimpatis sakral dan pudendus) mengandung serabut saraf aferen. Serabut aferen yang berjalan dalam n. pelvikus dan membawa sensasi dari distensi kandung kencing tampaknya merupakan hal yang terpenting pada fungsi kandung kencing yang normal. Akson aferen terdiri dari 2 tipe, serabut C yang tidak bermyelin dan serabut A bermyelin kecil. Peran aferen hipogastrik tidak jelas tetapi serabut ini mungkin menyampaikan beberapa sensasi dari distensi kandung kencing dan nyeri. Aferen somatik pudendal menyalurkan sensasi dari aliran urine, nyeri dan suhu dari uretra dan memproyeksikan ke daerah yang serupa dalam medula spinalis sakral sebagai aferen kandung kencing. Hal ini menggambarkan kemungkinan dari daerah-daerah penting pada medula spinalis sakral untuk intergrasi viserosomatik. Nathan dan Smith (1951) pada penelitian pasien yang telah mengalami kordotomi anterolateral, menyimpulkan bahwa jaras asending dari kandung kencing dan uretra berjalan di dalam traktus spiotalamikus. Serabut spinobulber pada kolumna dorsalis mungkin juga berperan pada transmisi dari informasi aferen.
3. Hubungan dengan susunan saraf pusat3
Pusat Miksi Pons Pons merupakan pusat yng mengatur miksi melalui refleks spinal-bulberspinal atau long loop refleks. Demyelinisasi Groat (1990) menyatakan bahwa pusat miksi pons merupakan titik
23
pengaturan (switch point) dimana refleks transpinal-bulber diatur sedemikian rupa baik untuk pengaturan pengisian atau pengosongan kandung kencing. Pusat miksi pons berperan sebagai pusat pengaturan yang mengatur refleks spinal dan menerima input dari daerah lain di otak
Daerah kortikal yang mempengaruhi pusat miksi pons Beberapa penelitian menunjukkan bahwa lesi pada bagian anteromedial dari lobus frontal dapat menimbulkan gangguan miksi berupa urgensi, inkontinens, hilangnya sensibilitas kandung kemih atau retensi urine. Pemeriksaan urodinamis menunjukkan adanya kandung kencing yang hiperrefleksi. Pengisian Kandung Kemih Dinding ureter terdiri dari otot polos yang tersusun dalam serabut-serabut spiral, longitudinal dan sirkuler, tetapi batas yang jelas dari lapisan otot ini tidak terlihat. Kontraksi peristalitik yang reguler terjadi 1-5 kali permenit yang menggerakkan urine dari pelvis ginjal ke kandung kemih, dimana urine masuk dengan cepat dan sinkron sesuai dengan gerakan gelombang peristaltik. Ureter berjalan miring melalui dinding kandung kemih dan walaupun disini tidak terdapat alat seperti spingter uretra, jalannya yang miring cenderung membiarkan ureter tertutup, kecuali sewaktu gelombang peristaltik guna mencegah refluk urine dari kandung kemih. Sewaktu pengisisan normal kandung kemih, akan terjadi halhal sebagai berikut: • Sensasi kandung kemih harus intak • Kandung kemih harus tetap dapat berkontraksi dalam keadaan tekanan rendah walaupun volume urine bertambah. • Bladder outlet harus tetap tertutup selama waktu pengisian ataupun saat terjadi peninggian tekanan intra abdomen yang tibatiba.
24
• Kandung kemih harus dalam keadaan tidak berkontraksi involunter. Pengosongan Kandung Kemih Kandung kemih hanya mempunyai dua fungsi yaitu untuk mengumpulkan (pengisian) dan mengeluarkan (pengosongan) urin menurut kehendak. Aktifitsas sistem saraf untuk kedua sistem ini adalah berbeda. Proses berkemih adalah suatu proses yang sangat komplet dan masih banyak membingungkan. Berkemih dasarnya adalah suatu reflek spinal yang dirangsang dan dihambat oleh pusatpusat di otak, seperti halnya perangsangan defekasi, dan penghambatan ini volunter. Urine yang masuk kedalam kandung kemih tidak menimbulkan kenaikan tekanan intra vesikal yang berarti, sampai kandung kemih benar-benar terisi penuh. Seperti otot polos lainnya otot-otot kandung kemih juga mempunyai sifat elastis bila diregangkan. Pengosongan kandung kemih melibatkan banyak faktor, tetapi faktor tekanan intra vesikal yang dihasilkan oleh sensasi
rasa
penuh
adalah
merupakan
pertama
untuk
berkontraksinya kandung kemih secara volunter. Selama berkemih otot-otot perineal dan muskulus spingter uretra eksternus mengalami relaksasi, sedangkan muskulus detrusor mengalami kontraksi yang menyebabkan urin keluar melalui uretra. Pita-pita otot polos yang terdapat pada sisi uretra tampaknya tidak mempunyai peranan sewaktu berkemih, dimana fungsi utamanyadiduga untuk mencegah refluk semen kedalam kandung kemih sewaktu ejakulasi. Mekanisme pengeluaran urine secara volunter, mulainya tidak jelas. Salah satu peristiwa yang mengawalinya adalah relaksasi otot diafragma pelvis yang menyebabkan tarikan otot-otot detrusor kebawah untuk memulai kontraksinya.
Otot-otot perineal dan
spingter eksterna berkontraksi secara volunter yang mencegah urine masuk kedalam uretra atau menghentikan aliran saat berkemih telah dimulai.
Hal
ini
diduga
25
merupakan
kemampuan
untuk
mempertahankan spingter eksterna dalam keadaan berkontraksi, dimana pada orang dewasa dapat menahan kencing sampaiada kesempatan untuk berkemih. Setelah berkemih uretra wanita kosong akibat gravitasi, sedangkan urine yang masih ada dalam uretra lakilaki dikeluarkan oleh beberapa kontraksi muskulus bulbo kavernosus. Pada orang dewasa volume urine normal dalam kandung kemih yang mengawali reflek kontraksi adalah 300-400 ml. Didalam otak terdapat daerah perangsangan untuk berkemih di pons dan daerah penghambatan di mesensefalon. Kandung kemih dapat dibuat berkontraksi walau hanya mengandung beberapa milliliter urine oleh perangsangan volunter reflek pengosongan spiral. Kontraksi volunter otot-otot dinding perut juga membantu pengeluaran urine dengan menaikkan tekanan intra abdomen. Residual urine yaitu jumlah sisa urin setelah penderita miksi spontan. Sisa urin ini dapat dihitung dengan pengukuran langsung yaitu dengan cara melakukan kateterisasi setelah miksi spontan atau ditentukan dengan pemeriksaan ultrasonografi setelah miksi, dapat pula dilakukan dengan membuat foto post voiding pada waktu membuat IVP. Pada orang normal sisa urin biasanya kosong, sedang pada retensi urin total sisa urin dapat melebihi kapasitas normal vesika. Sisa urin lebih dari 100 cc biasanya dianggap sebagai batas indikasi untuk melakukan intervensi pada penderita prostat hipertrofi. Pada saat kandung kemih berisi 300-400 cc terasa sensasi kencing dan apabila dikehendaki atas kendali pusat terjadilah proses berkemih yaitu relaksasi spingter (internus dan eksternus) bersamaan itu terjadi kontraksi otot detrusor buli-buli. Tekanan uretra posterior turun (spingter) mendekati 0 cmH2O sementara itu tekanan didalam kandung kemih naik sampai 40 cmH2O sehingga urin dipancarkan keluar melalui uretra.
26
2.2
Definisi dan Etiologi dari Susah Berkemih
2.2.1 Definisi Sulit berkemih adalah ketidakmampuan dalam mengeluarkan urine sesuai dengan keinginan, sehingga urine yang terkumpul di buli-buli melampaui batas maksimal.4 2.2.2 Etiologi Secara garis besar penyebab sulit berkemih dapat dapat diklasifikasi menjadi 5 jenis yaitu akibat obstruksi, infeksi, farmakologi, neurologi, dan faktor trauma. Obstruksi pada saluran kemih bawah dapat terjadi akibat faktor intrinsik, atau faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik berasal dari sistem saluran kemih dan bagian yang mengelilinginya seperti pembesaran prostat jinak, tumor buli-buli, striktur uretra, phimosis, paraphimosis, dan lainnya. Sedangkan faktor ekstrinsik, sumbatan berasal dari sistem organ lain, contohnya jika terdapat massa di saluran cerna yang menekan leher bulibuli, sehingga membuat sulit berkemih. Dari semua penyebab, yang terbanyak adalah akibat pembesaran prostat jinak. Penyebab kedua akibat infeksi yang menghasilkan peradangan, kemudian terjadilah edema yang menutup lumen saluran uretra. Reaksi radang paling sering terjadi adalah prostatitis akut, yaitu peradangan pada kelenjar prostat dan menimbulkan pembengkakan pada kelenjar tersebut. Penyebab lainnya adalah uretritis, infeksi herpes genitalia, vulvovaginitis, dan lain-lain. 3 Medikasi yang menggunakan bahan anti kolinergik, seperti trisiklik antidepresan, dapat membuat retensi urine dengan cara menurunkan kontraksi otot detrusor pada bulibuli. Obat-obat simpatomimetik, seperti dekongestan oral, juga dapat menyebabkan retensi urine dengan meningkatkan tonus alphaadrenergik pada prostat dan leher bulibuli. Dalam studi terbaru obat anti radang non steroid ternyata berperan dalam pengurangan kontraksi otot detrusor lewat inhibisi mediator prostaglandin. Banyak obat lain yang dapat menyebabkan retensi urine, seperti yang ditampilkan pada. Secara neurologi retensi urine dapat terjadi karena adanya lesi pada saraf perifer, otak, atau sumsum tulang belakang. Lesi ini bisa menyebabkan kelemahan otot
27
detrusor dan inkoordinasi otot detrusor dengan sfingter pada uretra. Penyebab terakhir adalah akibat 5 trauma atau komplikasi pasca bedah. Trauma langsung yang paling sering adalah straddle injury, yaitu cedera dengan kaki mengangkang, biasanya pada anak-anak yang naik sepeda dan kakinya terpeleset dari pedalnya, sehingga jatuh dengan uretra pada bingkai sepeda. Selain itu, tidak jarang juga terjadi cedera pasca bedah akibat kateterisasi atau instrumentasi.4 2.3 Mekanisme Gejala pada skenario 2.3.1 Mekanisme Demam Sebagai respons terhadap rangsangan pirogenik,maka monosit, makrofag, dan sel-sel Kupffer mengeluarkan suatu zat kimia yang dikenal sebagai pirogen endogen (IL-1, TNFα, IL-6 dan interferon) yang bekerja pada pusat termoregulasi hipotalamus untuk meningkatkan patokan termostat. Hipotalamus mempertahankan suhu di titik patokan yang baru dan bukan di suhu tubuh normal. Sebagai contoh, pirogen endogen meningkatkan titik patokan menjadi 38,90C, hipotalamus merasa bahwa suhu normal prademam sebesar 370C terlalu dingin, dan organ ini memicu mekanisme- mekanisme respon dingin untuk meningkatkan suhu tubuh.5 2.3.2 Mekanisme Nyeri Saat Berkemih Saraf sensorik terletak tepat di bawah urothelium. Iritasi kimia dan kondisi-kondisi inflamasi seperti infeksi bakteri dapat mengubah dan menghancurkan barrier mukosa sehingga menstimulasi saraf-saraf urothelium yang menyebabkan rasa nyeri. Inflamasi kronis serta faktorfaktor lain yang tidak diketahui dapat menyebabkan sensitivitas saraf berubah dan memberi efek nyeri yang persisten. Peradangan dari struktur abdomen yang berdekatan, seperti colon, juga dapat mempengaruhi fungsi dan sensasi saraf di kandung kemih.6
28
2.4 Hubungan Gejala dengan Informasi yang Ada pada Skenario 2.4.1
Jenis kelamin dan Usia Infeksi saluran kemih disebabkan oleh beberapa faktor risiko. Faktor-
faktor yang berhubungan dengan infeksi saluran kemih yaitu jenis kelamin, usia, genetik, kelainan refluks, diabetes melitus, penggunaan kateter, aktivitas seksual, kebiasaan menahan BAK, dan kurang minum air putih.7 Hasil penelitian didapatkan bahwa 39,4% karyawan wanita mengalami infeksi saluran kemih. Faktor resiko yang berhubungan dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan yang bermakna antara infeksi saluran kemih dengan hygiene, menahan buang air kecil, kurangnya asupan air putih.7 2.4.2
Hubungan riwayat menikah dengan gejala pada skenario Jenis Kelamin dan aktivitas seksual Secara anatomi, uretra
perempuan memiliki panjang sekitar 4 cm dan terletak di dekat anus. Hal ini menjadikannya lebih rentan untuk terkena kolonisasi bakteri basil gram negatif. Karenanya, perempuan lebih rentan terkena infeksi. Berbeda dengan laki – laki yang struktur uretranya lebih 14 panjang dan memiliki kelenjar prostat yang sekretnya mampu melawan bakteri. Pada wanita yang aktif seksual, risiko infeksi juga meningkat. Ketika terjadi koitus, sejumlah besar bakteri dapat terdorong masuk ke vesika urinaria dan berhubungan dengan onset sistitis. Semakin tinggi frekuensi berhubungan, makin tinggi risiko sistitis. Oleh karena itu, dikenal istilah honeymoon cystitis Penggunaan spermisida atau kontrasepsi lain seperti diafragma dan kondom yang diberi spermisida juga dapat meningkatkan risiko infeksi saluran kemih karena mengganggu keberadaan flora normal introital dan berhubungan dengan peningkatan kolonisasi E.coli di vagina. Pada laki – laki, faktor predisposisi bakteriuria adalah obstruksi uretra akibat hipertrofi prostat. Hal ini menyebabkan terganggunya pengosongan vesika urinaria yang berhubungan dengan peningkatan risiko infeksi. Selain itu, laki – laki yang memiliki riwayat seks anal berisiko lebih tinggi untuk terkena sistitis, karena sama dengan pada wanita saat melakukan koitus atau hubungan
29
seksual dapat terjadi introduksi bakteri-bakteri atau agen infeksi ke dalam vesika urinaria. Tidak dilakukannya sirkumsisi juga menjadi salah satu faktor risiko infeksi saluran kemih pada laki – laki.8,9 2.4.3
Hubungan Pekerjaan Dengan Skenario Di dalam skenario diketahui bahwa pekerjaannya ialah sekretaris di
kantor percetakan majalah. Jadi hubungan pekerjaan dan skenario dapat kita kaitkan dengan duduk yang terlalu lama, duduk terlalu lama dapat menyebabkan terjadinya batu saluran kemih dapat disebabkan karena kurangnya kontraksi dari otot pada saat duduk. Akibatnya ion-ion kalsium yang berpengaruh pada saat otot melakukan kontraksi, konsentrasinya menjadi tinggi dalam darah. Kalsium yang semestinya di filtrasi di ginjal, karena tingginya konsentrasi
akhirnya mengendap dan
akhirnya
membentuk batu di saluran kemih, adanya batu disaluran kemih dapat menyebabkan susah berkemih. Di penelitian lain dipaparkan bahwa seseorang yang menderita batu saluran kemih lebih beresiko tinggi menderita ISK dibanding yang tidak menderita batu saluran kemih sebelumnya. Ini dikarenakan pada saat terjadi batu saluran kemih maka urin akan tertampung urin, urin yang tertampung ini akan menjadi agen untuk tumbuhnya patogen. 10 Diketahui juga biasanya sebagai karyawan kantoran memiliki pekerjaan yang monoton, waktu kerja yang lumayan lama dan memiliki beban pekerjaan yang cukup berat sehingga memungkin menderita stres, dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya batu saluran kemih. Secara pasti mengapa stres dapat menimbulkan batu saluran kemih belum dapat ditentukan, tetapi pada penelitian didapatkan responden yang mengalami stress pada pekerjaannya lebih banyak dibanding yang tidak mengalami stress.11 Kurang minum pada pekerja kantoran juga dapat terjadi jika terlalu focus dengan pekerjaannya dapat mengakibatkan batu saluran kemih dikarenakan air yang diminum dapat membantu proses absorpsi natrium di tubulus ginjal, jika kekurangan air maka konsentrasi natrium akan tinggi
30
sehingga tidak dapat diabsorpsi dan akan mengendap dan dapat menjadi kristal sehingga menjadi batu saluran kemih.13 Pekerjaan sekretaris juga dihadapkan dengan pekerjaan yang intens membuat dia malas beranjak ke kamar kecil sehingga cenderung menahan pipis. Kebiasaan menahan buang air kemih akan menimbulkan stasis air kemih yang dapat berakibat timbulnya Infeksi Saluran Kemih (ISK). 12 2.5 Langkah-Langkah Diagnosis Terkait Penyakit pada Sistem Urogenitalia 2.5.1 Anamnesis dan riwayat penyakit14 Kemampuan seorang dokter dalam melakukan wawancara dengan pasien ataupun keluarganya diporelah melalui anamnesis yang sistemik dan terarah. Hal ini sangat penting untuk mendapatkan diagnosis suatu penyakit. Anamnesis yang sistemik itu mencakup 1. Keluhan utama pasien 2. Riwayat lain yang pernah dideritanya maupun yang pernah diderita oleh keluarganya 3. Riwayat penyakit yang diderita pasien pasien ini. Pasien datang ke dokter mungkin dengan keluhan 1. Sistemik yang merupakan penyulit dari kelainan urologi, antara lain gagal ginjal (malaise, pucat, uremia)atau demam disertai mengigil akiabt infeksi / urosepsis 2. Lokal antara lain nyeri akibat kelainan urologi, keluhan miksi, adanya benjolan, disfungsi seksual, infertilitas Nyeri
Ginjal/ ureter, buli – buli, perineam, testis
Keluhan miksi
Gejala stroge (iritasi), frekuensi /poliuris, nokturia, disuria Gejala voiding (obstruksi): hesitensi, kencing mengendan, pancaran lemah, panacaran kencing bercabang, waktukencing prepusium melembung, pancaran kencing terputus
31
Gejala pasca miksi : akhir kencing menetes , kencing tidak puas, terasa ada sisa kencing Inkotinensia, enuresis Perubahan warna Hematuria, pyuria, cloudy urine, warna coklat urine Keluhan
Oligouri, poliuri, aoreksia, mual, muntah, cegukan,
berhubungan
imsomnia, urethral pr vaginal discharge
dengan
gagal
ginjal Organ reproduksi
Disfungsi ereksi, buah zakar tak teraba, buah zakar membengkak, penis dan bengkok
2.5.2 Pemeriksaan fisis14 Pemeriksaan fisis pasien meliputi pemeriksaan tentang keadaan umum pasien dan pemeriksaan urologi. Pada pemeriksaan urologi harus diperhatikan setiap organ melalui dari pemeriksaan ginjal, buli- buli, genitalia eksterna, dan pemeriksaan neurologi 1. Pemeriksaan ginjal Pemeriksaan inspeksi daerah pinggang dimuali dengan meminta pasien duduk relaks dengan membuka penutup (pakaian) pada daerah perut sebelah atas. Diperhatikan pembesaran asimetri pada daerah pinggang atau abdomen sebelah atas . pembesaran itu mungkin disebabkan oleh karena hidronefrosis, absen paranefrik, atau tumor ginjal atau tumor pada organ retroperitoneum yang lain. Palpasi ginjal dilakukan secara bimanual dengan memakai dua tangan . tangan kiri diletakkan disudut kosto vetebra untuk mengangkat ginjal ke atas, sedangkan tangan kanan meraba ginjal dari depan dibawah arkus kosta Perkusi atau pemeriksaan ketok ginjal dilakukan dengan memberikan ketokan pada sudut kostovetebra (sudut yang dibentuk oleh kosta terakhir dengan tulang vetebra). Pembesaran ginjal karena hidronefrosis
32
atau tumor ginjal, mungkin teraba pada palpasi dan terasa nyeri pada perkusi. Auskultasi dapat di dengar suara bruit didaerah episgastrium atau abdomen sebelah atas patut dicuriga adanta stenosis arteri renalis, apalagi kalau terdapat bruit yang terus menerus (sistolik - diastolik). Bruit pada abdomen juga bisa disertai oleh aneurisma arteri renalis atau malformasi arteriovenus 2. Pemeriksaan buli – buli Pada buli – buli normal sulit untuk diraba, kecuali jika sudah terisi urine paling sedikit 150 ml. Pada pemeriksaan buli – buli diperhatikan adanya benjolan / massa atau jaringan parut bekas irisan / operasi di suprasimfisis. Dengan palpasi dan perkusi dapat ditentukan batas atas buli – buli. Seringkali dengan inspeksi terlihat inspeksi terlihat buli – buli yang terisi penuh hingga melewati batas atas umbilikus. Pemeriksaan bimanual pada buli – buli di bawah pembiusan dilakukan untuk menentukan ekstensi dan mobilitas tumor buli – buli setelas reseksi. Pada pasien wanita, palpasi bimanual dilakukan dengan menekan buli – buli memakai tanganyang diletakkan diatas abdomen dan jari dari tangan yang lain pada vagina. Pada pria, tangan satu pada abdomen, dan jari tangan lain mengangkat buli – buli melalui colok dubur. 3. Pemeriksaan genitalia eksterna Inspeksi penis perhatikan meatus dan glans, terutama sulkus koranarius. Tentunya jika pasien belum menjalani sirkumsisi prepusium harus diretraksi ke proksimal terlebih dahulu. Diperhatikan kemungkinan adanya kelainan pada penis/ uretra, antara lain : mikropenis, makropenis, hipospadia, kordae,epispadia, stenosis pada meatus uretra eksterna , fimosis/ parafimosis, fistel uretro – kutan dan ulkus / tumor penis.
33
4. Pemeriksaan skrotum dan isinya Perhatikan apakah ada pembesaran pada skrotum , perasan nyeri pada saat diraba, atau ada hipoplasi kulit skrotum yang sering dijumpai pada ktiprokismus. Untuk membedakan antara massa padat dan massa kistus yang terdapat pada isi skrotum, dilkaukan pemeriksaan transluminasi pada isi skrotum. 2.5.3 Pemeriksaan lab14 1. Urinalisis Pemeriksaan urinalisis merupakan pemeriksaan yang paling sering dikerjakan pada praktek dokter sehari – hari, apalagi kasus urologi, pemeriksaan ini meliputi uji : a. Makroskopik dengan menilai warna, bau, dan derajat jenis urine b. Kimiawi meiputi pemeriksaan derajat keasaman / PH ,protein dan gula dalam urine c. Mikroskopik mencari kemungkinan adanya sel – sel , cast (silinder) atau bentukan lain di dalam air Urinalisis dapat dikerjakan melalui metode pemeriksaan dipstik dan pemeriksaan secara mikroskopik urine yang telah disentrifugis. 2. Pemeriksaan darah a. Darah rutin Pemeriksaan darah rutin terdiri atas pemeriksaan kadar homoglobin, leukosit , laju endap darah, hitung jenis leukosit dan hitung trombosit. b. Faal ginjal Beberapa uji faal ginjal yang sering diperiksa adalah pemeriksaan kadar kreatinin, kadar ureum atau BUN dan klirens kreatinin. Pemeriksaan BUN , ureum, atau kreatinin di dalam serum merupakan uji faal ginjalyang paling sering dipakai diklinik. Sayangnya kedua uji ini baru menunjukkan kelainan , pada saat ginjal sudah kehilangan 2/3 dari fungsinya.
34
c. Elektrolit : natrium , kalium , ca, fosfat Kadar natrium sering
diperiksa pada pasien yang menjalani
tindakan reseksi prostat transuretra. Selama TURP anyak cairan (H2O) yang masuk ke sirkulasi sistemik sehingga terjadi relatif hiponatremia. Pemeriksaan elektrolit lain berguna untuk mengetahui faktor predisposis pembentukan batu saluran kemih. Antara lain : kalsium, fosfat, magnesium d. Faal hepar, faal pembekuan dan profil lipid. Pemeriksaan faal hepar ditujukan untuk mencari adanya metastasis suatumkeganasan atau untuk melihat fungsi hepar secara umum. Pemeriksan fsal hemostasis sangat penting guna mempersiapkan pasien dalam menjelang operasi besar yang diperkirakan menimbulkan perdarahan . e. Pemeriksaan penanda tumor 3. Analisis semen 4. Analisis batu 5. Kultur urine 6. Sitologi urine 7. Histopatologi 2.5.4 Pemeriksaan radiologi14 Pemeriksaan ini meliputi foto polos, dengan foto kontras. USG dan pemeriksaan dengan radionuklir. 1. Foto polos abdomen Foto polos abdomen adalah foto skrining untuk pemeriksaan kelainan urologi, cara pembacaan foto yang sistematis harus memeprhatikan , side, skleton, soft tissue, dan stone 2. Pielografi intra vena Pielografi intravena adalah foto pencitraan yang dapat menggambarkan keadaan sistem urinaria melalui bahan kontras. Pencitraan ini dapat
35
menunjukkan adanya kelainan anatomi dan kelainan fungsi ginjal dan saluran kemih 3. Sistografi Sistografi adalah pencitraan buli – buli dengan memakai kontras. Foto ini didapat dikerjakan dengan beberapa cara, antara lain 1. Melalui foto PIV , memasukkan kontras melalui kateter sistosomi atau melalui pungsi supra pubik. 4. Uretrografik Merupakan pencitraan uretra dengan memakai bahan kontras. Bahan kontras dimasukkan langsung melalui meatus uretra eksterna melalui klem broadny yang dijepitkan pada glans penis. Gambaran yang mungkin terjadi pada uretrogram adalah: jika terdapat striktura uretra tampak adanya penyempitan ataua hambatan kontras pada uretra, trauma uretra atau tumor uretra. Uretorgrafik adalah pencitraan uretra dengan memakai bahan kontras. 5. CT- scanpada gnjal, ureter, dan vena renalis, vena kava, dan massa retroperitonial. Saat ini banyak di pakai untuk mengevaluasi berbagai kelainan sistem urogenitalia CT adalah tehnik pencitraan non iinvasif , yang lebih superior dari pada USG. Pemeriksaan ini dipergunakan untuk mengungkap kelainan 6. MRI MRI urografi, tehnik untuk pencintraan pada sistem kalises dan ureter. Tehnik ini bermanfaat untuk insufisiensi ginjal,aleri kontras yodium, atau wanita hamil.namun MRI ini sulit untuk mendeteksi batu saluran karena hampir sama dengan bekuan darah atau tumor. 7. Sintigrif Pemeriksaan ini banyak digunakan di bidang urologi, antara lain untuk mengetahui faal ginjal, mengetahui anatomi pielonefritis akut, untuk mencari refluk vesokoureter pada reflex study , mendiagnosis verikokel,torsio testis, dan di bidan onkoli bone
36
8. Angiograf Angiografi adalah untuk mengetahui keadaan pembuluh darah. Peeriksaan itudapat meliputi aortografi (aorta), venacografi, arteriografi, dan venografi. 2.6 Upaya Preventif pada Skenario Terkait Penyakit pada Sistem Urogenitalia Sebagian kuman yang berbahaya hanya dapat hidup dalam tubuh manusia. Untuk melangsungkan kehidupannya, kuman tersebut harus pindah dari orang yang telah kena infeksi kepada orang sehat yang belum kebal terhadap kuman tersebut. Kuman mempunyai banyak cara atau jalan agar dapat keluar dari orang yang terkena infeksi untuk pindah dan masuk ke dalam seseorang yang sehat. Kalau kita dapat memotong atau membendung jalan ini, kita dapat mencegah penyakit menular. Kadang kita dapat mencegah kuman itu masuk maupun keluar tubuh kita. Kadang kita dapat pula mencegah kuman tersebut pindah ke orang lain.15,16 Pada dasarnya ada tiga tingkatan pencegahan penyakit secara umum, yaitu pencegahan tingkat pertama (primary prevention) yang meliputi promosi kesehatan dan pencegahan khusus, pencegahan tingkat kedua (secondary prevention) yang meliputi diagnosis dini serta pengobatan yang tepat, dan pencegahan terhadap cacat dan rehabilitasi. Ketiga tingkatan pencegahan tersebut saling berhubungan erat sehingga dalam pelaksanaannya sering dijumpai keadaan tumpang tindih.15,16 Beberapa pencegahan infeksi saluran kemih dan mencegah terulang kembali, yaitu:15,16 1. Jangan menunda buang air kecil, sebab menahan buang air seni merupakan sebab terbesar dari infeksi saluran kemih. Menahan air seni untuk waktu yang lama memungkinkan bakteri berkembang biak di dalam saluran kemih, yang dapat mengakibatkan sistitis 2. Selain itu, wanita didorong untuk membersihkan area genital sebelum dan sesudah berhubungan seks, dengan di bersihkan dari depan ke belakang. Hal ini akan mengurangi kemungkinan bakteri masuk ke saluran urin dari rectum atau mengurangi penyebaran E. coli dari daerah perigenital ke uretra
37
3. Ganti selalu pakaian dalam setiap hari, karena bila tidak diganti, bakteri akan berkembang biak secara cepat dalam pakaian dalam. 4. Pakailah bahan katun sebagai bahan pakaian dalam, bahan katun dapat memperlancar sirkulasi udara. 5. Hindari memakai celana ketat yang dapat mengurangi ventilasi udara, dan dapat mendorong perkembangbiakan bakteri. 6. Asupan cairan yang banyak. Pasien harus dinasihati dan didorong untuk minum banyak cairan (2-3 tiga liter per hari) agar sering buang air kecil untuk membantu membersihkan bakteri dari kandung kemih 7. Gunakan air yang mengalir untuk membersihkan diri selesai berkemih. 8. Buang air seni sesudah berhubungan seksual, hal ini membantu menghindari saluran urin dari bakteri 9. Menghindari banyak pasangan seksual akan mengurangi risiko ISK dan infeksi menular seksual. 2.7 Differential Diagnosis 2.7.1 Sisititis 2.7.1.1 Definisi Sistitis adalah inflamasi pada mukosa buli – buli yang sering di sebabkan oleh infeksi bakteri. Sistitis radang selaput mukosa kandung kemih (Vesica urinaria) yang timbulnya mendadak,bisa ringan dan sembuh spontan (self-limited disease) atau berat di sertai penyulit infeksi saluran kemih atas (pielonefritis akut).14 2.7.1.2 Epidemiologi Infeksi saluran kemih (ISK) adalah beberapa infeksi bakteri yang paling umum, menyerang 150 juta orang setiap tahun di seluruh dunia1. Pada tahun 2007, di Amerika Serikat saja, diperkirakan ada 10,5 juta kunjungan kantor untuk gejala ISK (merupakan 0,9% dari semua kunjungan rawat jalan) dan 2-3 juta kunjungan 2–4 unit gawat darurat. Saat ini, biaya sosial dari infeksi ini, termasuk biaya perawatan kesehatan dan waktu kerja yang hilang, sekitar US $ 3,5 miliar per tahun di Amerika Serikat saja. ISK merupakan penyebab signifikan
38
morbiditas pada bayi laki-laki, pria yang lebih tua dan wanita dari segala usia. Sekuele serius meliputi kekambuhan yang sering, pielonefritis dengan sepsis, kerusakan ginjal pada anak-anak, pra-istilah dan komplikasi yang disebabkan oleh seringnya penggunaan antimikroba, seperti resistensi antibiotik tingkat tinggi dan kolitis Clostridium difficile.Secara klinis, ISK dikategorikan komplikasi
atau non
komplikasi . ISK tanpa komplikasi biasanya mempengaruhi individu yang dinyatakan abnormal saluran kemih neurologis; infeksi ini dibedakan menjadi ISK bagian bawah (sistitis) dan ISK bagian atas (pielonefritis) . Beberapa faktor risiko terkait dengan sistitis, termasuk jenis kelamin perempuan, ISK sebelumnya, aktivitas seksual, infeksi vagina, diabetes, obesitas, dan kerentanan genetik . ISK komplikasi didefinisikan sebagai ISK yang terkait dengan kompromi saluran kemih atau pertahanan inang, termasuk obstruksi urin, retensi urin yang disebabkan oleh penyakit neurologis, imunosupresi, gagal ginjal, transplantasi ginjal, kehamilan dan benda asing seperti kalkuli, kateter yang menetap atau alat drainase lainnya. Di Amerika Serikat, 70–80% dari ISK yang rumit disebabkan oleh kateter yang berdiam di dalam tubuh10, terhitung 1 juta kasus per tahun. ISK terkait kateter (CAUTI) dikaitkan dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas, dan merupakan penyebab paling umum dari infeksi aliran darah sekunder. Faktor risiko untuk mengembangkan CAUTI termasuk kateterisasi yang berkepanjangan, jenis kelamin wanita, usia yang lebih tua dan diabetes.17 Wanita lebih sering mengalami serangan sistitis dari pada pria karena uretra lebih pendek dari pria. Disamping itu getah cairan postat pada pria mempunyai sifat bakterisidal sehingga relatif tahan terhadap infeksi saluran kemih .diperkirakan bahwa paling sedikit 10 – 20 % wanita pernah mengalami serangan sistitis selama hidupnya dan kurang lebih 5% dalam satu tahun pernah mengalami serangan ini.17
39
2.7.1.3 Etiologi Mikroorganisme penyebab infeksi ini terutama adalah , E.coli, enterococci, proteus dan stafilokokus aureus yang masuk ke buli- buli terutama melalui uretra . sistitis mudah terjadi jika pertahanan lokal tubuh menurun, yaitu diabetes melitus atau trauma lokal minor pada saat senggama. Pada wanita kebanyakan infeksi kandung kemih diakibatkan oleh infeksi ascenden yang berasal dari uretra dan seringkali berkaitan dengan aktivitas seksual. Pada pria , dapat diakibatkan infeksi ascenden dari uretra atau prostat tetapi lebih sering bersifat sekunder terhadap kelainan anatomik dri traktus urinarius. Dapat meningkatkan pada wanita yang mmenggunakan kontrasepsi yang tidak terpasang dengan tepat, katterissi urin menyebabkan infeksi.14 2.7.1.4 Patogenesis Adhesin bakteri multipel mengenali reseptor pada epitel kandung kemih (juga dikenal sebagai uroepithelium) dan memediasi kolonisasi . Uropathogen seperti UPEC bertahan hidup dengan menginvasi epitel kandung kemih, memproduksi toksin dan protease untuk melepaskan nutrisi dari sel inang, dan mensintesis siderofor untuk mendapatkan zat besi .Dengan melipatgandakan dan mengatasi pengawasan kekebalan tubuh inang, uropatogen selanjutnya dapat naik ke ginjal, sekali lagi menempel melalui adhesin atau pili untuk menjajah epitel ginjal dan kemudian memproduksi racun yang merusak jaringan . Akibatnya, uropatogen mampu melewati penghalang epitel tubular untuk mengakses aliran darah, memicu bakteremia.17
40
Gambar : 1
Gambar : 2
41
2.7.1.5 Manifestasi klinik Reaksi
inflamasi
menyebabkan
mukosa
buli-buli
menjadi
kemerahan atau eritema, edema, dan hipersensitif sehingga jika vesika urinaria terisi urin, akan mudah terangsang untuk segera berkontraksi. Hal ini menimbulkan gejala sebagai berikut :14
Kontraksi vesika urinaria menyebabkan nyeri suprapubik,
polakiuria (anyang anyangan, sering dan sedikit) ,
nokturia,
disuria
stanguria (lambat dan nyeri)
frekuensi dan urgensi urin, Sedangkan tanda klinis
Urine keruh atau berkabut dan berbau busuk,
urine berdarah (hematuria; karena eritem mukosa vesika urinaria mudah berdarah dan menimbulkan hematuria Tidak seperti gejala pada infeksi saluran kemih atas, sistitis jarang
disertai dengan demam, mual, muntah, badan lemah dan kondisi umum yang menurun. Jika disertai dengan demam nyeri pinggang perlu difikirkan adanya penjalaran infeksi ke saluran kemih bagian atas.14 2.7.1.6 Diagnosis 1. Anamnesis18 Diagnosis sistitis akut non komplikata dapat ditegakkan berdasarkan riwayat gejala iritatif seperti disuria, frekuensi dan urgensi; dan tidak adanya discharge atau iritasi vagina, pada wanita yang tidak memiliki faktor risiko. Pada wanita tua gejala gangguan berkemih tidak selalu berhubungan dengan ISK. Sedangkan pada pasien dengan diabetes yang terkontrol,episode sistitis yang sporadik atau sistitis berulang dapat digolongkan non komplikata. Namun pada pasien dengan diabetes yang lama tidak terkontrol kemungkinan akan berkembang menjadi neuropati kandung kemih. Pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal ringan sampai sedang
42
tanpa abnormalitas struktur dan fungsi dari traktus urinarius, dan sistitis sporadik yang berulang dapat dianggap sebagai sistitis non komplikata. 2. Pemeriksaan Fisis18 Pemeriksaan fisis ridak terlaru khas, namun dicurigai inflamasi pelvik bila terdapat gejara uretritis atau vaginitis seperti iritasi vagina atau pengeluaran duh. Pemeriksaan fisik pasien dengan sistitis akut tanpa komplikasi biasanya normal, kecuali pada 10 - 20 persen wanita dengan nyeri tekan suprapubik. 3. Pemeriksaan penunjang18 a.
Urinalisis
Low grade proteinuria
Tes Dipstick; Bila pada tes dipstick ditemukan adanya nitrir maka dicurigai adaya bakeri yang menghasilkan nitrate reductase sepeni E. coli dan Proleus
Pemeriksaan mirkoskopis : Pyuria (sedimen leukosit >5/LPB
Tes nitrate (untuk mendeteksi produk dari nitrate reduktase, suatu enzim yang dihasilkan oleh banyak spesies bakteri). Sensivitas 22% dan spesifitas 94%-100%
b. Kultur Urine
Berdasarkan Infectious Disease Society of America (IDSA) tahun 2010, dikatakan cystitis bila didapatkan >1000 CFU/ml urine midstream
c.
Ditemukan uropathogen pada aspirasi suprapubik
Renal Imaging Procedure
USG ; Pasien yang datang dengan gejala dari sistitis akut tanpa komplikasi dan mereka yang tidak menanggapi terapi antimikroba yang tepat, mungkin memerlukan pencitraan, seperti computed tomography atau ultrasonography, untuk menyingkirkan komplikasi dan gangguan lainnya.
43
Radiografi -
Foto polos perut
-
Pielografi IV
-
Micturating cystogram
2.7.1.7 Penatalaksanaan Cystitis ringan dapat sembuh dalam 4-9 hari tanpa pengobatan. Tapi apabila terjadi infeksi bakteri berat, maka dapat menimbulkan manifestasi seperti demam, dan nyeri perut, dan kondisi ini memerlukan pengobatan dengan menggunakan antibiotic. Pemilihan antibiotic sebaiknya berdasarkan hasil kultur urine. TMP-SMX, Nitrofurantion, dan fluoroquinolones sangat efektif untuk melawan hampir seluruh pathogen yang menyebabkan cystitis. TPM-SMX dan nitrofurantion direkomendasikan untuk pengobatan pada cystitis tanpa komplikasi. Bagaimana pun juga, diperkirakan adanya resisten TMP-SMX oleh E. coli pada cystitis tanpa komplikasi sekitar 20%, dibandingkan dengan nitrofuantion yang hanya sekitar<2% . 19 Sehingga TMP-SMX lebih direkomendasikan pada area dengan prevalensi resistensi E.coli terhadap TMP-SMX <20%. Pada dewasa dan anak-anak durasi pengobatan sekitar 3-5 hari. Terapi yang lebih lama tidak di perlukan. Terapi single dose pada reccurent cystitis kuranglah
efektif.
Jika
ingin
menggunakan
single-dose,
Fluoroquinolones dengan half-lives yang lebih panjang lebih cocok untuk
terapi
single-dose.
Resistensi
terhadap
penicillins
dan
aminopenicillins sangatlah tinggi sehingga tidak direkomendasikan. Kadang-kadang diperlukan obat-obatan golpngan antikplinergik (propantheline bromide) untuk mencegah hiperiritabilitas buli-buli dan fenazopiridin hidroklorida sebagai antiseptic saluran kemih.19
44
2.7.1.8 Komplikasi Jika cystitis diobati secara cepat dan tepat, sangat jarang terjadi komplikasi, tetapi pada kasus yang tidak di obati, dapat terjadi komplikasi serius seperti :18
Infeksi ginjal. Cystitis yang tidak diobati dapat menyebabkan infeksi ginjal
yang
disebut
pyelonephritis,
infeksi
ginjal
dapat
menyebabkan terjadinya kerusakan permanen dari ginjal. Pada anak-anak dan dewasa muda lebih beresiko terjadi kerusakan di ginjal dikarenakan gejalanya sering tidak terlihat.
Darah pada urin. Pada cystitis, akan tampak sel darah merah di urine dengan penglihatan dibawah microskop (microskopik hematuri) dan biasanya hilang dengan pengobatan. Hematuri macros jarang pada cystitis bakteri
2.7.1.9 Pencegahan19 Minumlah banyak air putih. Jangan menunda buang air kecil Bersihkan daerah vagina dan anal dengan gerakan dari depan ke belakang pada saat buang air besar, ini untuk mencegah bakteri di bagian anal masuk ke vagina dan urethra Kosongkan bladder setelah melakukan intercourse Hindari penggunaan deodorant spray atau pun produk feminine di area genital dikarenakan dapat menyebabkan iritasi pada daerah urethra dan vagina
45
2.7.2 Urolothiasis 2.7.2.1 Definisi Batu saluran kemih (BSK) atau urolithiasis adalah pembentukan batu (kalkuli) di saluran kemih, paling sering terbentuk di pelvis atau kaliks.21 2.7.2.2 Epidemiologi Urolithiasis merupakan masalah kesehatan yang umum sekarang ditemukan. Diperkirakan 10% dari semua individu dapat menderita urolitiasis selama hidupnya, meskipun beberapa individu tidak menunjukkan gejala atau keluhan. Setiap tahunnya berkisar 1 dari 1000 populasi yang dirawat di rumah sakit karena menderita urolitiasis. Lakilaki lebih sering menderita urolitiasis dibandingkan perempuan, dengan rasio 3:1. Dan setiap tahun rasio ini semakin menurun. Dari segi umur, yang memiliki risiko tinggi menderita urolitiasis adalah umur diantara 20 dan 40 tahun.22 2.7.2.3 Etiologi Teori dalam pembentukan batu saluran kemih adalah sebagai berikut :1 1) Teori Nukleasi Teori ini menjelaskan bahwa pembentukan batu berasal dari inti batu yang membentuk kristal atau benda asing. Inti batu yang terdiri dari senyawa jenuh yang lama kelamaan akan mengalami proses kristalisasi sehingga pada urin dengan kepekatan tinggi lebih beresiko untuk terbentuknya batu karena mudah sekali untuk terjadi kristalisasi.20 2) Teori Matriks Batu Matriks akan merangsang pembentukan batu karena memacu penempelan partikel pada matriks tersebut. Pada pembentukan urin seringkali terbentuk matriks yang merupakan sekresi dari tubulus ginjal dan berupa protein (albumin, globulin dan mukoprotein) dengan sedikit hexose dan hexosamine yang merupakan kerangka tempat diendapkannya kristal-kristal batu.20
46
3) Teori Inhibisi yang Berkurang Batu saluran kemih terjadi akibat tidak adanya atau berkurangnya faktor inhibitor (penghambat) yang secara alamiah terdapat dalam sistem urinaria dan berfungsi untuk menjaga keseimbangan serta salah satunya adalah mencegah terbentuknya endapan batu. Inhibitor yang dapat menjaga dan menghambat kristalisasi mineral yaitu magnesium, sitrat, pirofosfat dan peptida. Penurunan senyawa penghambat tersebut mengakibatkan proses kristalisasi akan semakin cepat dan mempercepat terbentuknya batu (reduce of crystalize inhibitor).20 Batu terbentuk dari traktus urinarius ketika konsentrasi subtansi tertentu seperti kalsium oksalat, kalsium fosfat, dan asam urat meningkat. Batu juga dapat terbentuk ketika terdapat defisiensi subtansi tertentu, seperti sitrat yang secara normal mencegah kristalisasi dalam urin. Kondisi lain yang mempengaruhi laju pembentukan batu mencakup pH urin dan status cairan pasien (batu cenderung terjadi pada pasien dehidrasi).22 Penyebab terbentuknya batu dapat digolongkan dalam 2 faktor
antara
lain
faktor
endogen
seperti
hiperkalsemia,
hiperkasiuria, pH urin yang bersifat asam maupun basa dan kelebihan pemasukan cairan dalam tubuh yang bertolak belakang dengan keseimbangan cairan yang masuk dalam tubuh dapat merangsang pembentukan batu, sedangkan faktor eksogen seperti kurang minum atau kurang mengkonsumsi air mengakibatkan terjadinya pengendapan kalsium dalam pelvis renal akibat ketidakseimbangan cairan yang masuk, tempat yang bersuhu panas menyebabkan banyaknya pengeluaran keringat,
yang akan
mempermudah pengurangan produksi urin dan mempermudah terbentuknya batu, dan makanan yang mengandung purin yang tinggi, kolesterol dan kalsium yang berpengaruh pada terbentuknya batu.22
47
2.7.2.4 Faktor Resiko Faktor resiko BSK atau urolithiasis:13,20 1. Laki-laki: mengekskresi sedikit sitrat dan banyak kalsium dibandingkan perempuan. 2. Etnis: Etnis Amerika, Afrika atau Israel memiliki risiko tinggi menderita urolitiasis. 3. Riwayat keluarga: beberapa keluarga memiliki kecenderungan memproduksi
mukoprotein
yang
berlebihan
pada
traktus
urinariusnya, yang mana dapat meningkatkan terjadinya urolitiasis. 4. Riwayat
kesehatan:
beberapa
masalah
kesehatan
dapat
meningkatkan terjadinya urolitiasis meliputi penyakit di saluran cerna, infeksi saluran kencing yang berulang dan sistinuria. 5. Diet: dehidrasi atau menurunnya intake cairan meningkatkan terjadinya urolitiasis ditambah dengan meningkatnya konsumsi sodium, oksalat, lemak, protein, gula, karbohudrat kasar dan vitamin C. 6. Lingkungan: beberapa daerah memiliki risiko tinggi menderita urolitiasis seperti yang beriklim tropis, pegunungan atau padang pasir. 7. Obat-obatan: beberapa macam obat seperti ephedrin, guifenesin, thiazid, indinavir dan allopurinol dapat menyebabkan terjadinya urolitiasis 2.7.2.5 Patofisiologi Adanya kalkuli dalam traktus urinarius disebabkan oleh dua fenomena dasar. Fenomena pertama adalah supersaturasi urin oleh konstituen pembentuk batu, termasuk kalsium, oksalat, dan asam urat. Kristal atau benda asing dapat bertindak sebagai matriks kalkuli, dimana ion dari bentuk kristal super jenuh membentuk struktur kristal mikroskopis. Kalkuli yang terbentuk memunculkan gejala saat mereka membentur ureter waktu menuju vesica urinaria. Fenomena kedua, yang kemungkinan besar berperan dalam pembentukan kalkuli kalsium
48
oksalat, adalah adanya pengendapan bahan kalkuli matriks kalsium di papilla renalis, yang biasanya merupakan plakat Randall (yang selalu terdiri dari kalsium fosfat). Kalsium fosfat mengendap di membran dasar dari Loop of Henle yang tipis, mengikis ke interstitium, dan kemudian terakumulasi di ruang subepitel papilla renalis. Deposit subepitel, yang telah lama dikenal sebagai plak Randall, akhirnya terkikis melalui urothelium papiler. Matriks batu, kalsium fosfat, dan kalsium oksalat secara bertahap diendapkan pada substrat untuk membentuk kalkulus pada traktus urinarius.22 2.7.2.6 Manifestasi Klinis Beberapa gambaran klinis yang dapat muncul pada pasien urolithiasis:13 1) Nyeri Nyeri pada ginjal dapat menimbulkan dua jenis nyeri yaitu nyeri kolik dan non kolik. Nyeri kolik terjadi karena adanya stagnansi batu pada saluran kemih sehingga terjadi resistensi dan iritabilitas pada jaringan sekitar. Nyeri kolik juga karena adanya aktivitas peristaltik otot polos sistem kalises ataupun ureter meningkat dalam usaha untuk mengeluarkan batu pada saluran kemih.
Peningkatan
peristaltik
itu
menyebabkan
tekanan
intraluminalnya meningkat sehingga terjadi peregangan pada terminal saraf yang memberikan sensasi nyeri. 13 Nyeri non kolik terjadi akibat peregangan kapsul ginjal karena terjadi hidronefrosis atau infeksi pada ginjal. Sehingga menyebabkan
nyeri
hebat
dengan
peningkatan
produksi
prostglandin E2 ginjal. Rasa nyeri akan bertambah berat apabila batu bergerak turun dan menyebabkan obstruksi. Pada ureter bagian distal (bawah) akan menyebabkan rasa nyeri di sekitar testis pada pria dan labia mayora pada wanita. Nyeri kostovertebral menjadi ciri khas dari urolithiasis, khsusnya nephrolithiasis.13
49
2) Gangguan miksi Adanya obstruksi pada saluran kemih, maka aliran urin (urine flow) mengalami penurunan sehingga sulit sekali untuk miksi secara spontan. Pada pasien nefrolithiasis, obstruksi saluran kemih terjadi di ginjal sehingga urin yang masuk ke vesika urinaria mengalami penurunan. Sedangkan pada pasien uretrolithiasis, obstruksi urin terjadi di saluran paling akhir sehingga kekuatan untuk mengeluarkan urin ada namun hambatan pada saluran menyebabkan urin stagnansi. Batu dengan ukuran kecil mungkin dapat keluar secara spontan setelah melalui hambatan pada perbatasan ureteropelvik, saat ureter menyilang vasa iliaka dan saat ureter masuk ke dalam buli-buli. 13 3) Hematuria Batu yang terperangkap di dalam ureter (kolik ureter) sering mengalami desakan berkemih, tetapi hanya sedikit urin yang keluar. Keadaan ini akan menimbulkan gesekan yang disebabkan oleh batu sehingga urin yang dikeluarkan bercampur dengan darah (hematuria). Hematuria tidak selalu terjadi pada pasien urolithiasis, namun jika terjadi lesi pada saluran kemih utamanya ginjal maka seringkali menimbulkan hematuria yang masive, hal ini dikarenakan vaskuler pada ginjal sangat kaya dan memiliki sensitivitas yang tinggi dan didukung jika karakteristik batu yang tajam pada sisinya.13 4) Mual dan muntah Kondisi ini merupakan efek samping dari kondisi ketidaknyamanan pada pasien karena nyeri yang sangat hebat sehingga pasien mengalami stress yang tinggi dan memacu sekresi HCl pada lambung. Selain itu, hal ini juga dapat disebabkan karena adanya stimulasi dari celiac plexus, namun gejala gastrointestinal biasanya tidak ada.13
50
5) Demam Demam terjadi karena adanya kuman yang menyebar ke tempat lain. Tanda demam yang disertai dengan hipotensi, palpitasi, vasodilatasi pembuluh darah di kulit merupakan tanda terjadinya urosepsis. Urosepsis merupakan kedaruratan dibidang urologi, dalam hal ini harus secepatnya ditentukan letak kelainan anatomik pada saluran kemih yang mendasari timbulnya urosepsis dan segera dilakukan terapi berupa drainase dan pemberian antibiotic.13 6) Distensi vesika urinaria Akumulasi urin yang tinggi melebihi kemampuan vesika urinaria akan menyebabkan vasodilatasi maksimal pada vesika. Oleh karena itu, akan teraba bendungan (distensi) pada waktu dilakukan palpasi pada regio vesika. 13 2.7.2.7 Diagnosis 1. Anamnesis Diagnosis adanya batu pada traktus urinarius dimulai dari wawancara adanya keluhan klasik berupa kolik renalis. Bagaimana onset, kualitas dan durasi dari kolik renalis tersebut. Nyeri pada kolik renalis ditandai nyeri akut dan berat pada regio flank yang menjalar ke anterior dan inferior abdomen. Pada saat wawancara juga ditanyakan adanya riwayat urolitiasis sebelumnya dan juga adakah keluarga yang menderita urolitiasis. 20,22 2. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik vital sign jangan pernah lupa dilakukan. Demam juga bisa dijumpai saat muncul kolik renalis, jika ada infeksi. Adanya takikardia dan berkeringat juga bisa dijumpai. Pada kasus dimana terjadi hidronephrosis yang disebabkan oleh obstruksi pada ureter ditemukan adanya flank ternderness. Pemeriksaan abdomen dan genetalia biasanya meragukan (harus hati-hati). Bila pasien merasakan nyeri didaerah terebut, tapi tanda-tanda kelainan
51
tidak ada dijumpai, maka kemungkinan nyeri berasal dari batu ginjal. 20,22 3. Pemeriksaan penunjang Diagnosis urolithiasis dapat ditegakkan melalui beberapa pemeriksaan seperti: 22
Kimiawi darah dan pemeriksaan urin 24 jam untuk mengukur kadar kalsium, asam urat, kreatinin, natrium, pH dan volume total.
Analisis kimia dilakukan untuk menentukan komposisi batu.
Kultur urin dilakukan untuk mengidentifikasi adanya bakteri dalam urin.
Foto polos abdomen Pembuatan foto polos abdomen bertujuan untuk melihat kemungkinan adanya batu radio-opak di saluran kemih. Batu-batu jenis kalsium oksalat dan kalsium fosfat bersifat radio-opak dan paling sering dijumpai diantara batu jenis lain, sedangkan batu asam urat bersifat non opak (radiolusen).
Intra Vena Pielografi (IVP) IVP merupakan prosedur standar dalam menggambarkan adanya batu pada saluran kemih. Pyelogram intravena yang disuntikkan dapat memberikan informasi tentang baru (ukuran, lokasi dan kepadatan batu), dan lingkungannya (anatomi dan derajat obstruksi) serta dapat melihat fungsi dan anomaly. Selain itu IVP dapat mendeteksi adanya batu semi-opak ataupun non-opak yang tidak dapat dilihat oleh foto polos perut. Jika IVP belum dapat menjelaskan keadaan saluran kemih akibat adanya penurunan
fungsi
ginjal,
sebagai
penggantinya
adalah
pemeriksaan pielografi retrograde.
Ultrasonografi (USG) USG sangat terbatas dalam mendiagnosa adanya batu dan merupakan manajemen pada kasus urolithiasis. Meskipun
52
demikian USG merupakan jenis pemeriksaan yang siap sedia, pengerjaannya cepat dan sensitif terhadap renal calculi atau batu pada ginjal, namun tidak dapat melihat batu di ureteral. USG dikerjakan bila pasien tidak memungkinkan menjalani pemeriksaan IVP, yaitu pada keadaan-keadaan seperti alergi terhadap bahan kontras, faal ginjal yang menurun, pada pada wanita yang sedang hamil. Pemeriksaan USG dapat menilai adanya batu di ginjal atau buli-buli, hidronefrosis, pionefrosis, atau pengerutan ginjal. 2.7.2.8 Penatalaksanaan Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih secepatnya harus dikeluarkan agar tidak menimbulkan penyulit yang lebih berat. Indikasi untuk melakukan tindakan/ terapi pada batu saluran kemih adalah jika batu telah menimbulkan obstruksi dan infeksi. Beberapa tindakan untuk mengatasi penyakit urolithiasis adalah dengan melakukan observasi konservatif (batu ureter yang kecil dapat melewati saluran kemih tanpa intervensi), agen disolusi (larutan atau bahan untuk memecahkan batu), mengurangi obstruksi (DJ stent dan nefrostomi), terapi non invasif Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL), terapi invasif minimal: ureterorenoscopy (URS), Percutaneous Nephrolithotomy, Cystolithotripsi/ ystolothopalaxy, terapi bedah seperti nefrolithotomi,
nefrektomi,
pyelolithotomi,
uretrolithotomi,
sistolithotomi.22 2.7.2.9 Pencegahan Beberapa tindakan gaya hidup yang dapat dimodifikasi dalam upaya pencegahan kekambuhan urolithiasis adalah: 1. Cairan Strategi pengobatan yang umum digunakan pada urolithiasis yang bukan disebabkan karena infeksi bakteri adalah dengan meningkatkan konsumsi air. Peningkatan konsumsi air setiap hari dapat mengencerkan urin dan membuat konsentrasi pembentuk
53
urolithiasis berkurang. Selain itu, saat mengkonsumsi makanan yang cenderung kering hendaknya mengkonsumsi air yang banyak. Konsumsi air sebanyak-banyaknya dalam satu hari minimal 8 gelas atau setara dengan 2-3 liter per hari.14 2. Makanan a.
Konsumsi makanan seperti ikan dan kurangi konsumsi oksalat (seperti daging) untuk menurunkan oksalat dalam urin dan resiko pembentukan batu oksalat.13
b.
Mengurangi diet protein hewani dan purin lainnya untuk menurunkan kadar asam urat dalam urin dan resiko pembentukan batu asam urat.13
c.
Mengurangi makanan yang mengandung tinggi kadar garam karena dapat meningkatkan rasa haus, selain itu garam akan mengambil banyak air dari dalam tubuh sehingga tubuh akan mengalami dehidrasi tanpa disadari. Disarankan jika terlalu banyak mengkonsumsi garam hendaknya anda imbangi dengan mengkonsumsi banyak air yang berfungsi untuk melarutkan garam yang ada di dalam tubuh.13
3. Aktivitas Aktivitas fisik sangat dianjurkan untuk mencegah terjadinya urolithiasis. Tingginya aktivitas yang dilakukan dengan diimbangi asupan cairan yang seimbang maka ada kemungkinan akan memperkecil resiko terjadinya pembentukan batu, latihan fisik seperti 30 treadmill atau aerobic ini dapat dilakukan selama 1 jam/ hari selama 5 hari atau anda dapat melakukan olahraga lari selama 20 meter/ menit selama 5 hari. Aktivitas fisik dapat menyebabkan kehilangan banyak cairan sehingga memungkinkan untuk berada dalam kondisi dehidrasi tanpa disadari maka dari itu disarankan untuk mempertahankan hidrasi (cairan) dalam tubuh sebanyakbanyaknya selama melakukan aktivitas, khususnya aktivitas berat
54
seperti latihan fisik (treadmill) untuk mengganti ciaran tubuh yang hilang saat melakukan aktivitas.13 2.7.3 Pielonefritis 2.7.3.1 Definisi Pielonefritis adalah jenis infeksi saluran kemih yang menyerang satu atau kedua ginjal, yang umumnya menyerang pelvis dan ginjal itu sendiri dan paling sering menyerang wanita dewasa muda. 23,24 2.7.3.2 Epidemiologi Perkiraan kejadian pielonefritis per tahun adalah 459.000 hingga 1.138.000 kasus di Amerika Serikat dan 10,5 juta hingga 25,9 juta kasus secara global. Umumnya, persentase pasien yang dirawat di rumah sakit lebih rendah dari 20% di kalangan anak muda perempuan tetapi lebih tinggi di antara anak-anak dan orang dewasa yang berusia lebih dari 65 tahun. Sebanyak 712 kematian dikaitkan dengan infeksi ginjal berdasarkan U.S. National Vital Statistics Report tahun 2014, tetapi sekitar 38.940 dikaitkan dengan septikemia. Berdasarkan perkiraan konservatif bahwa 10% kasus septikemia berasal dari pielonefritis. 25 Insiden tertinggi kasus pielonefritis akut terjadi pada wanita sehat berusia 15-29 tahun, yang kemudian diikuti oleh bayi dan orang tua. 24 2.7.3.3 Etiologi Pada 80 persen kasus pielonefritis, Escherichia coli penyebab umum infeksi pada wanita, meskipun itu tidak umum pada orang tua. Beberapa organisme penyebab
lainnya seperti
Pseudomonas aeruginosa,
Streptokokus kelompok B, dan Enterokokus. 24
55
Figure 1(www.aafp.org) 2.7.3.4 Patomekanisme Pielonefritis biasanya terjadi ketika bakteri enterik masuk ke kandung kemih dan naik ke ginjal. Jarang, organisme seperti Staphylococcus aureus dan candida menginfeksi ginjal secara hematogen. Infeksi secara hematogen akan menyebabkan mikroabses yang lebih luas dan biasanya bilateral. Pielonefritis hematogen umumnya terjadi pada pasien debilitas akibat infeksi kronik atau mendapat terapi imunosupresif. 25,26,27 Introitus vagina dan uretra distal normalnya dikolonisasi oleh spesies difteroid, streptokokus, laktobasilus, dan stafilokokus, tetapi tidak oleh bakteri gram negatif usus yang sering menjadi penyebab ISK. Namun, pada wanita yang rentan mengalami sistitis, organisme gram negatif enteric yang berada di usus mengolonisasi introitus, kulit periuretra, dan uretra distal sebelum dan selama episode bakteriuria. 27 Sejumlah kecil bakteri periuretra tampaknya sering dapat masuk ke kandung kemih, dan pada sebagian kasus, proses ini dipermudah saat koitus. Infeksi kandung kemih bergantung pada interaksi faktor
56
patogenisitas galur bakteri, ukuran inokulum, serta mekanisme pertahanan lokal dan sistemik pejamu. 27 Pada keadaan normal, bakteri di kandung kemih akan cepat dibersihkan, sebagian melalui pembilasan dan efek pengenceran dari berkemih, sebagian oleh sifat antibakteri dari urin dan mukosa kandung kemih. Urin kandung kemih sebagian besar orang sehat, berkat konsentrasi urea dan osmolaritas yang tinggi, dapat menghambat atau mematikan bakteri. Sel epitel kandung kemih mengeluarkan berbagai sitokin dan kemokin terutama interleukin (IL) 6 dan IL-8, ketika berinteraksi
dengan
bakteri,
menyebabkan
masuknya
leukosit
polimorfonuklear ke epitel kandung kemih dan induksi apoptosis dan deskuamasi sel epitel. Sifat patogenisitas lain dari E. coli selain fimbriae berhubungan dengan toksik. E. coli menghasilkan berbagai toksik seperti α-haemolisin, cytotoxic necrotizing factor-1 (CNF-1) dan iron uptake system (aerobactin dan enterobactin) dan resisten terhadap efek bakterisidal serum manusia. Hampir semua galur E. coli yang menyebabkan pielonefritis akut adalah galur uropatogenik yang memiliki pathogenicity islands. 27,28 Penelitian membuktikan fimbriae merupakan salah satu pelengkap patogenesitas yang mempunyai kemampuan untuk melekat pada permukaan mukosa saluran kemih. Pada umumnya P. fimbriae akan terikat pada P blood group antigen yang terdapat pada sel epitel saluran kemih atas dan bawah. 28 Salah satu kondisi yang mempengaruhi pathogenesis adalah refluks vesikoureter, yang didefinisikan sebagai aliran balik urin dari rongga kandung kemih naik ke dalam ureter dan kadang ke dalam pelvis ginjal, terjadi sewaktu berkemih atau karena peningkatan tekanan di kandung kemih. Taut vesikoureter yang terganggu secara anatomis mempermudah refluks bakteri dan karenanya infeksi saluran kemih atas. Namun karenabahkan pada sistem kemih yang sehat-selalu terdapat hubungan cairan antara kandung kemih dan ginjal, maka mungkin terjadi gerakan
57
retrograd bakteri sewaktu infeksi, tetapi tidak terdeteksi oleh teknikteknik radiologik. 27 Berdasarkan artikel yang ditulis oleh William dkk (2008), bahwa, kandung kemih awalnya diinokulasi dengan organism infeksius, yang kemudian bermigrasi ke ureter ke system pengumpulan pusat. Perpindahan/pendakian ini terjadi tanpa refluks, karena sifat virulensi khusus dari bakteri seperti adhesi P fimbriae dan endotoksin. Endotoksin diyakini menghambat peristaltic ureter dengan memblokir saraf adrenergik dalam otot polos, sehingga mengakibatkan obstruksi fungsional. Obstruksi mengganggu aliran urin, yang merupakan mekanisme perlindungan normal terhadap infeksi saluran kemih bagian atas. Ureter dan pelvis ginjal terinfeksi dan meradang. Bakteri dengan gerakan retrograde memasuki tubulus ginjal di ujung kapiler dan menyebabkan respon inflamasi yang meluas ke atas tubulus dan interstitium ginjal. 29 2.7.3.5 Faktor Resiko Orang yang paling berisiko terkena pielonefritis adalah mereka yang memiliki infeksi kandung kemih dan mereka yang memiliki masalah struktural anatomi pada saluran kemih. Urin normal mengalir hanya dalam satu arah dari ginjal ke kandung kemih. Namun alirannya dapat tersumbat pada orang dengan kelainan struktural saluran kemih, batu ginjal, atau pembesaran kelenjar prostat. 23 Urin juga dapat refluks pada satu atau kedua ginjal. Hal ini di kenal dengan refluks vesikoureteral (VUR), yang terjadi akibat gangguan atau kerusakan mekanisme katup mencegah aliran urin. VUR paling sering didiagnosis selama masa kanak-kanak. Wanita hamil dan penderita diabetes atau sistem kekebalan tubuh yang lemah juga berisiko mengalami pielonefritis. 23 2.7.3.6 Gejala Klinis Gejala umumnya timbul secara cepat dalam beberapa jam atau sehari berupa demam, menggigil hebat, mual, muntah, nyeri abdomen,
58
dan diare. Kadang terdapat gejala sistitis. Selain demam, takikardi, dan nyeri otot generalisata, pemeriksaan fisik umumnya terdapat nyeri tekan pada penekanan dalam di satu atau kedua sudut kostovertebra atau pada palpasi abdomen dalam. Sebagian pasien memperlihatkan gejala ringan, dan yang lain gejala dan tanda sepsis gram negatif mendominasi. 27 Anak-anak di bawah 2 tahun mungkin hanya mengalami demam tinggi tanpa gejala spesifik yang berhubungan dengan infeksi saluran kemih. 23 2.7.3.7 Diagnosis Sebagian besar pasien mengalami leukositosis signifikan dan bakteri terdeteksi pada urin yang tidak dipusing dengan pulasan Gram. Di urin sebagian pasien dijumpai silinder leukosit, dan deteksi silinder ini bersifat patognomonik. Hematurian mungkin dijumpai pada fase akut penyakit, jika hematuria menetap setelah manifestasi penyakit mereda, perlu dipertimbangkan kemungkinan adanya batu, tumor, atau tuberculosis. 27 Pada pasien simtomatik, bakteri biasanya terdapat diurin dalam jumlah besar (≥105/mL). Karena bakteri dalam jumlah besar di urin kandung kemih sebagian disebabkan oleh multiplikasi bakteri di rongga kandung kemih, sampel urin dari ureter atau pelvis ginjal mungkin mengandung bakteri <105/mL. 27
59
Figure 2(www.aafp.org) 2.7.3.8 Penanganan Meskipun rute dan durasi optimal terapi belum dipastikan, pemberian suatu fluorokuinolon selama 7 samapi 14 hari biasanya adekuat. Ampisilin atau TMP-SMX jangan digunakan sebagai terapi awal karena >25% galur E. coli penyebab pielonefritis kini resisten terhadap obat-obat tersebut in vitro. Selama paling sedikit beberapa hari pertama pengobatan, antibiotik mungkin perlu diberikan secara intravena pada sebagian besar pasien, tetapi pasien dengan gejala ringan dapat diterapi dengan antibiotik oral selama 7-14 hari (biasanya suprofloksasin atau levofloksasin), dengan atau tanpa satu kali dosis awal secara parenteral. Pasien yang gagal berespon terhadap terapi dalam 72 jam atau kambuh setelah terapi perlu dievaluasi untuk adanya focus supuratif tersembunyi, batu, atau penyakit urologik. 27
60
61
Figure 3 The New England Journal of Medicine 2.7.4 Uretritis Gonore 2.7.4.1 Definisi Uretritis gonore ( gonorrheae ) merupakan penyakit hubungan seksual yang disebabkan oleh kuman Neiserria gonorrheae yang menyerang uretra pada laki-laki dan endocervix pada wanita, paling sering ditemukan dan mempunyai insiden yang cukup tinggi.30 2.7.4.2 Epidemiologi Gonore terdapat dimana-mana di seluruh dunia dan merupakan penyakit kelamin yang terbanyak dewasa ini. Tidak ada imunitas bawaan maupun setelah menderita penyakit. Juga tidak ada perbedaan mengenai kekebalan antara berbagai suku bangsa atau jenis kelamin atau umur.30 Diperkirakan setiap tahun tidak kurang dari 25 juta kasus baru ditemukan di dunia. Beberapa strain kuman gonokok yang resisten terhadap penisilin, quinolone dan antibiotik lainnya telah ditemukan beberapa tahun yang lalu dan membawa persoalan dalam pengobatan, telah tersebar di beberapa negara.30
62
2.7.4.3 Etiologi Neiserria gonorrhoeae merupakan kuman kokus gram negatif, berukuran 0,6 sampai 1,5 μm, berbentuk diplokokus seperti biji kopi dengan sisi yang datar berhadap-hadapan. Kuman ini tidak motil dan tidak membentuk spora. Neisseria gonorrheae dapat dibiakkan dalam media Thayer Martin dengan suhu optimal 35-37ºC, pH 6,5-7,5, dengan kadar C02 5%.31 Gonococci hanya memfermentasi glukosa dan berbeda secara antigen dari Neisseriae lain. Gonococci biasanya menghasilkan koloni yang lebih kecil dibandingkan Neisseriae lainnya. Gonococci yang membutuhkan arginin, hipoxantin dan urasil cenderung tumbuh dengan sangat lambat pada kultur primernya.31 Gonococci diisolasi dari specimen klinis atau dipertahankan oleh subkultur nonselektif yang memiliki ciri koloni kecil yang mengandung bakteri yang berpili. Pada subkultur nonselektif, koloni yang lebih besar yang mengandung gonococci nonpili juga terbentuk Varian yang pekat dan transparan pada kedua bentuk koloni ( besar dan kecil ) juga terbentuk, koloni yang pekat berhubungan dengan keberadaan protein yang berada di permukaan, yang disebut Opa.31 Kellog
membedakan
Neisseria
gonorrhoea
berdasarkan
pertumbuhan koloninya pada media agar, yaitu :31 -
T1 bentuk koloninya kecil, cembung dan lebih terang
-
T2 bentuk koloninya kecil, lebih gelap, tapi lebih terang
-
T3 bentuk koloninya besar, datar dan lebih gelap
-
T4 sama dengan T3 tetapi lebih terang 2.7.4.4 Patogenesis Gonococci menampakkan beberapa tipe morfologi dari koloninya, tetapi hanya bakteri berpili yang tampak virulen. Gonococci yang berbentuk koloni yang pekat ( opaque ) saja yang diisolasi dari manusia dengan gejala uretritis dan dari kultur uterine cervical pada siklus pertengahan. Gonococci yang koloninya berbentuk transparan diisolasi
63
dari manusia dari infeksi uretral yang tidak bergejala, dari menstruasi dan dari bentuk invasif dari gonorrhea, termasuk salpingitis dan infeksi diseminasi.32 Pada wanita, tipe koloni terbentuk dari sebuah strain gonococcus yang berubah selama siklus menstruasi. Gonococci yang diisolasi dari pasien membentuk koloni-koloni yang pekat atau transparan, tetapi mereka umumnya memiliki 1-3 Opa protein pada saat tumbuh di kultur primer yang sedang diuji. Gonococci dengan koloni transparan dan tanpa Opa protein hampir tidak pernah ditemukan secara klinis tetapi dapat dispesifikasi melalui penelitian di laboratorium.32 Gonococci menyerang membran selaput lendir dari saluran genitourinaria, mata, rectum dan tenggorokan, menghasilkan nanah yang akut yang mengarah ke invaginasi jaringan, hal yang diikuti dengan inflamasi kronis dan fibrosis. Pada pria, biasanya terjadi peradangan uretra ( uretritis ), nanah berwarna kuning dan kental, disertai rasa sakit ketika kencing32 2.7.4.5 Gejala Klinis
Pada laki-laki Sekali kontak dengan wanita yang terinfeksi, 25% akan terkena
uretritis gonore dan 85% berupa uretritis yang akut. Setelah masa tunas yang berlangsung antara 2-10 hari, penderita mengeluh nyeri dan panas pada waktu kencing yang kemudian diikuti keluarnya nanah kental berwarna kuning kehijauan.32 Pada keadaan ini umumnya penderita tetap merasa sehat, hanya kadang-kadang dapat diikuti gejala konstitusi ringan. Sebanyak 10% pada laki-laki dapat memberikan gejala yang sangat ringan atau tanpa gejala klinis sama sekali pada saat diagnosis, tetapi hal ini sebenarnya merupakan stadium presimtomatik dari gonore, oleh karena waktu inkubasi pada laki-laki bisa lebih panjang ( 1-47 hari dengan rata-rata 8,3 hari ) dari laporan sebelumnya. Bila keadaan ini tidak segera diobati, maka dalam beberapa hari sampai beberapa minggu maka sering
64
menimbulkan komplikasi lokal berupa epididymitis, seminal vesiculitis dan prostatitis, yang didahului oleh gejala klinis yang lebih berat yaitu sakit waktu kencing, frekuensi kencing meningkat, dan keluarnya tetes darah pada akhir kencing.32
Pada wanita Pada wanita gejala uretritis ringan atau bahkan tidak ada, karena uretra
pada wanita selain pendek, juga kontak pertama pada cervix sehingga gejala yang menonjol berupa cervicitis dengan keluhan berupa keputihan. Karena gejala keputihan biasanya ringan, seringkali disamarkan dengan penyebab keputihan fisiologis lain, sehingga tidak merangsang penderita untuk berobat.32 Dengan demikian wanita seringkali menjadi carrier dan akan menjadi sumber penularan yang tersembunyi. Pada kasus-kasus yang simtomatis dengan keluhan keputihan harus dibedakan dengan penyebab keputihan yang lain seperti trichomoniasis, vaginosis, candidiasis maupun uretritis non gonore yang lain. Pada wanita, infeksi primer tejadi di endocerviks dan menyebar kearah uretra dan vagina, meningkatkan sekresi cairan yang mukopurulen. Ini dapat berkembang ke tuba uterine, menyebabkan salpingitis, fibrosis dan obliterasi tuba. Ketidak suburan ( infertilitas ) terjadi pada 20% wanita dengan salpingitis karena gonococci32 2.5.4.1 Diagnosis Bila fasilitas pengobatan, tenaga medis dan laboratorium tersedia, maka untuk diagnosa uretritis tidak cukup hanya dengan pemeriksaan klinis, tetapi harus diikuti pemeriksaan bakteriologis. Di sini pemeriksaan bakteriologis meliputi pemeriksaan dengan hapusan dan biakan untuk identifikasi dan tes kepekaan antibiotik. Dengan cara pengecatan gram dari hapusan ini nilainya cukup tinggi karena kemungkinan kuman gonokok ditemukan cukup tinggi.33 Pada wanita selain pemeriksaan dengan gram, harus diikuti dengan biakan oleh karena dengan hanya kemungkinan ditemukan kuman
65
gonokok lebih kecil di samping kemungkinan keliru dengan flora lain dari vagina.33 Beberapa macam pemeriksaan laboratorium untuk deteksi Neisseria gonorrheae ;33 1. Pemeriksaan langsung dengan pewarnaan gram Tampak kuman kokus berpasang-pasangan terletak di dalam dan di luar sel darah putih ( polimorfonuklear ). Pemeriksaan ini berguna terutama pada kasus gonore yang bersifat simtomatis. 2. Pembiakan dengan pembenihan Thayer Martin Akan tampak koloni berwarna putih keabuan, mengkilap dan cembung. Pembiakan dengan media kultur ini sangat perlu terutama pada kasus-kasus yang bersifat asimtomatis. 3. Enzyme immunoassay Merupakan cara deteksi antigen gonokokus dari sekret genital, namun sensitivitasnya masih lebih rendah dari metode kultur. 4. Polimerase Chain Reaction (PCR) Identifikasi gonokokus dengan PCR saat ini telah banyak digunakan di beberapa negara maju, dengan banyak sensitivitas dan spesifitas yang tinggi, bahkan dapat digunakan dari sampel urine. 2.5.4.2 Terapi Pada dasarnya pengobatan uretritis baru diberikan setelah diagnosa ditegakkan. Fasilitas untuk menegakkan diagnosis penyebab uretritis secara pasti pada suatu daerah kadang-kadang belum tersedia, sehingga diagnosis dengan mengandalkan tanda -tanda klinis atau dengan pendekatan sindrom masih dipandang sangat efektif.34 Obat-obat yang digunakan sebagai terapi uretritis tergantung beberapa faktor :34 -
Pola resistensi menurut area geografi maupun sub populasi
-
Obat-obatan yang tersedia
-
Efektivitas yang dikaitkan dengan harga obat
-
Bila kemungkinan ada concomitant
66
Terapi uretritis gonore tanpa komplikasi :34
-
-
Golongan Cephalosporin
:
-
Cefixime 400 mg per oral
-
Ceftriaxone 250 mg im
-
Golongan Quinolone
-
Ofloxacin 400 mg per oral
-
Ciprofloxacin 500 mg per oral
-
Spectinomycin 2 gram Kanamycin 2 gram im Semua diberikan dalam dosis tunggal Untuk Ciprofloxacin CDC
menganjurkan untuk tidak diberikan pada area geografi tertentu karena sudah resisten seperti Inggris, Wales, Kanada sedangkan Asia, Kepulauan Pasifik, California dilaporkan masih peka dan sensitif.34 Terapi uretritis gonore dengan komplikasi :34 - Ciprofloxacin : 500 mg po per hari selama 5 hari - Ofloxacin 400 mg per hari selama 5 hari - Ceftriaxone 250 mg im per hari selama 3 hari - Spectinomycin 2 gram im per hari selama 3 hari -
Kanamycin 2 gram im per hari selama 3 hari
2.6 Integrasi Islam
Q. S. An-Nur : 30
Artinya : Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman, “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya yang demikian
67
itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat”35 Wahai Nabi, katakanlah kepada orang-orang Mukmin sesuatu yang mengingatkan mereka akan perbuatan yang dapat mengarahkan kepada perzinaan
dan
menimbulkan
tuduhan.
Sesungguhnya
mereka
diperintahkan untuk tidak melihat sesuatu yang diharamkan, seperti aurat wanita dan anggota tubuh tempat meletakkan perhiasan pada wanita. Juga agar menjaga kemaluan mereka dengan cara menutupnya dan tidak melakukan hubungan yang dilarang. Etika seperti itu akan membuat mereka lebih terhormat, tersucikan dan terhindar dari perbuatan maksiat dan tuduhan serta terhindar dari penyakit-penyakit seksual maupun yang bisa berdampak pada saluran kemih. Karena Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala apa yang mereka lakukan dan membalas itu semua.35
H. R. Baihaqi “Agama Islam itu adalah yang bersih/suci, maka hendaklah kamu menjaga kebersihan. Sesungguhnya tidak akan masuk surga kecuali orang yang suci.”36
68
BAB III PENUTUP
3.1. TABEL DIAGNOSIS BANDING DD
Perempuan,
Susah
23 tahun
Berkemih
Sistisis
+
+
+
+
+
+/-
Urolithiasis
+/-
+
+
+/-
-
+/-
Pielonefritis
+
+
+
+
+/-
+/-
Uretritis
+/-
+
+
+
+
+
3.2. DIAGNOSIS UTAMA
69
Disuria Demam
Riwayat
Riwayat
Menikah Pekerjaan
DAFTAR PUSTAKA
1. Snell, R. S. 1998. Clinical Anatomy for Medical Students. Jakarta: EGC 2. Leeson, C. Roland. 1996. Buku Ajar Histologi, Edisi V. Jakarta: EGC 3. Ganong, William F. 2005. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 22. Jakarta: EGC 4. Furqan, 2003 "EVALUASI BIAKAN URIN PADA PENDERITA BPH SETELAH PEMASANGAN KATETER MENETAP: PERTAMA KALI DAN BERULANG" Sumatra Utara : Bagian Ilmu Bedah FK Universitas Sumatra Utara 5. Sherwood L. Introduction to human physiology. 8th ed. Canada: Nelson education; 2013 6. Michels, TC. Dysuria: Evaluation and Differential Diagnosis in Adults. American Family Physician. 2015 Nov 1;92(9):778-788. 7. Fauci SA, et al. 2008. Harrison’s Principles of Internal Medicine 17th Edition. United States : The McGraw-Hill Companies. 8. Sobel JD, Kaye D. 2005. Principles and Practice of Infection Diseases. 6th ed. Philadelphia : Elsevier (diakses pada tanggal 11 Maret 2019 pada https://issuu.com/elsevier_saude/docs/sample_mandel_final) 9. Kasper DL, Braunwald E, Fauci AS, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL. 2005. Harrison’s principles of internal medicine. 16th ed. New York: McGraw-Hill Companies (diakses pada tanggal 11 Maret 2019 pada https://onlinelibrary.wiley.com/doi/abs/10.1111/j.14455994.2008.01837.x) 10. Farizal, jon. “hubungan kebiasaan lama duduk terhadap proses terbentuknya kristal urin pada penjahit di wilayah kota Bengkulu”. Journal of public health : Bengkulu ; 2018 11. Hermiyanty. “faktor risoko infeksi saluran kemih di bagian rawat inap RSU mokopido tolitoli tahun 2012”. Jurnal kesehatan tadulako : palu; 2016
70
12. Yaswir, rahmawati., ferawati, ira. “fisiologi dan gangguan keseimbangan natrium, kalium dan klorida serta pemeriksaan laboratorium”. Jurnal kesehatan andalas : padang; 2012 13. Sarwono., et al. “Risk Factor of Urolithiasis in Redisari Village, Rowokele Sub Ditrict, Kebumen District”. Hygiene: semarang ; 2017 14. Purnomo, basuki B. 2016. Dasar –dasar urologi edisi 3 . jakarta : sagung seto. 15. Sari, Rani Purnama. Angka Kejadian Infeksi Saluran Kemih (Isk) Dan Faktor Resiko Yang Mempengaruhi Pada Karyawan Wanita Di Universitas Lampung. Jurusan Pendidikan Dokter . Fakultas Kedokteran Universitas Lampung Bandar Lampung. 2016 16. Ahmed Al-Badr, Ghadeer Al-Shaikh. Recurrent Urinary Tract Infections Management in Women. Journal Sultan Qaboos University Medical Journal. Vol.13 No 3. 2013 17. Flores mireles, ana-l. 2015. Urinary tract infections : epidemiology, mechanisme of infection and treatment optiont. [internet]2019[diakses pada tanggal
15
maret
2019][aveliable
from
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4457377/] 18. Brusch, John L, Bavaro, Mary F, et al. Urinary Tract Infection (UTI) and Cystitis
(Bladder
Infection)
in
Females.Medscape.
2014.http://emedicine.medscape.com/article/233101-overview 19. Haereni Raryid, Melda Tessy. URINARY TRACT INFECTION (UTI). Subdivisi Ginjal & Hipertensi, Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
universitas
Hasanuddin.
2014.http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/20526/C14 %20%20Urinary%20Tract%20Infection%20%28UTI%29.pdf?sequence= 1 20. Grace, P., Baerly,N. “At A Glance Ilmu Bedah” .Erlangga : Jakarta ; 2012 21. Krisna, Patria. “Faktor Risiko Penyakit Batu Ginjal”. Jurnal kesehatan masyarakat: semarang; 2011
71
22. Turk C., et al. “Guidelines on Urolithiasis”. European Association of Urology ; 2015. 23. National Kidney and Urologic Diseases Information Clearinghouse Pyelonephritis:
Kidney
Infection
https://www.niddk.nih.gov/-
/media/Files/Kidney-Disease/Pyelonephritis_508.pdf 24. Colgan, Richard, Mozella Williams. 2011. Diagnosis and Treatment of Acute Pyelonephritis in Women. American Family Physician. https://www.aafp.org/afp/2011/0901/p519.html 25. Johnson, James R., et al. Acute Pyelonephritis In Adult. 2018. The New England Journal of Medicine. Diakses pada tanggal 15 Maret 2018 di http://www.areasaludbadajoz.com/docencia_investigacion/lecturas_recom endadas/nejmcp1702758.pdf 26. Fogo, Agnes B., et al. 2016. AJKD Atlas Of Renal Pathology: Acute Pyelonephritis. Atlas Of Renal Pathologi II. Diakses pada 15 Maret 2018 di https://www.ajkd.org/article/S0272-6386(16)30356-0/pdf 27. Jameson, J. Larry, Joseph Loscalzo. 2013. Harrison: Nefrologi Dan Gangguan Asam-Basa. Jakarta: ECG. 28. Sudoyo, Aru W., et al. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI 29. Craig, William D, et al., 2008. Pyelonephritis: Radiologic-Pathologic Review. RadioGraphics. Diakses pada tanggal 16 Maret 2019 di https://pubs.rsna.org/doi/pdf/10.1148/rg.281075171 30. Garry F . ( 2006 ). Obstetri Williams Edisi 21, Penerbit Buku Kedokteran EGC, 12 : 1668-1671. 31. Jawetz, Melnick, & Adelberg’s ( 2001 ). Mikrobiologi Kedokteran Edisi Pertama, Penerbit Salemba Medika Jakarta, 21 : 419-431. 32. Kayser ( 2005 ) Medical Microbiology, 4 : 274-276. 33. Martodihardjo Sunarko ( 2008 ) Uretritis Gonore dan Non Gonore Diagnosis dan Pelaksanaan 1: 1-7. 34. Murtiastutik Dwi ( 2008 ). Buku Ajar Infeksi Menular , Cetakan 1, Airlangga University Press Surabaya, 12 : 109-114.
72
35. Al Quranul Qareem. https://islamedia.web.id/quran/an-nur-ayat-30/ 36. Bacaan Madani. Ayat Al Quran dan Hadits Tentang Kebersihan dan Bersuci Disalin dari https://www.bacaanmadani.com/2017/02/ayat-al-quran-danhadits-tentang.html
73