Laporan Netralisasi Asam Basa.docx

  • Uploaded by: MuhammadSyarwan
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Laporan Netralisasi Asam Basa.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,889
  • Pages: 14
HALAMAN PENGESAHAN Laporan lengkap Praktikum Kimia Dasar dengan judul β€œNetralisasi Asam Basa” disusun oleh: Nama : Arsyam Basri NIM : 1412042001 Kelas : Pendidikan Fisika Kelompok : I (satu) telah diperiksa secara seksama oleh asisten dan koordinator asisten, maka dinyatakan diterima. Makassar, Juni 2016 Koordinator Asisten Asisten

Sahrul

Dirsyah Dedi Nugraha, S.Pd Mengetahui, Dosen penanggung jawab

Jusniar, S.Pd. M.Pd NIP. 197203 17 2005 01 2001

A. Judul Percobaan Netralisasi Asam Basa B. Tujuan Melakukan titrasi asam basa dengan menggunakan indikator C. Landasan Teori Dalam kehidupan sehari-hari sebetulnya kita bias berurusan dengan asam dan basa seperti aspirin dan obat maag cair. Walaupun banyak orang yang tidak mengetahui nama kimianya asam asetilsalisilat (aspirin) dan magnesium hidroksida (obat maag cair). Disamping itu sebagai bahan dasar dari banyak produk rumah tangga dan obat-obatan, kimia asam basa berperan penting dalam proses industry dan sangat diperlukan dalam mempertahankan system biologis. Reaksi penetralan merupakan reaksi antara asam dengan basa reaksi asam basa dalam medium air biasanya menghasilkan air dan garam, yang merupakan senyawa ionik yang terbentuk dari suatu kation. Selain 𝐻 + dan suatu kation selain O𝐻 βˆ’ atau 𝑂2βˆ’ Asam + Basa β†’ Garam + Air Semua garam merupakan elektrolit kuat, zat yang kita kenal sebagai garam dapaur NaCl merupakan contoh yang sangat kita kenal baik (Chang, 2003, 95-99). Dalam teori asam basa klasik, dua ion, ion hydrogen (yaitu proton) dan ion hidroksil diberi peranan istimewa, namun sebagaimana yang telah ditunjukkan, sementara proton memang benar mempunyai sifat-sifat istimewa, yang dapat dianggap penyebab dari fungsi asam-basa, ion hidroksil tdak memiliki sifat-sifat istimewa yang memungkinkannya memegang peran spesifik dalam reaksi asam basa. Hal ini dapat dijelaskan dengan beberapa fakta eksperimen. Misalnya telah ditemukan bahwa asam perklorat bersifat sebagai asam bukan saja dalam air. Tetapi juga dalam asam asetat glasial (asam cuka murni) atau ammonia cair sebagai pelarut, begitu pula asam klorida. Maka logis ketika kita menduga bahwa protonlah (satu-satunya ion yang sama-sama terdapat dalam kedua asam) yang bertanggung jawab atas sifat-sifat asam dari zat-zat itu. NaOH, sementara bersifat basa kuat dalam air, tak menunjukkan ciri-ciri khas basa yang khusus dalam pelarut lain meskipun bereaksi dengan asam asetat glasial. Di lain pihak natrium asetat dalam asam asetat glasial, menunjukkan suatu sifat-sifat basa sejati, sedang natrium amida memainkan peran seperti itu dalam ammonia cair, semua amida yang dapat larut, memiliki sifat-sifat basa. Namun tak satupun dari ketiga ion ini, hidroksil, asetat, atau amida, dapat diistimewakan sebagai satusatunya penyebab dari sifat basa itu. Perimbangan-pertimbangan ini mengakibatkan timbulnya definisi yang lebih umum tentang asam dan basa. Yang diajukan sendiri oleh J.N Bronsted dan T.M. Lowry pada tahun 1923. Mereka mendefinisikan asam sebagai setiap zat sembarang (baik dalam bentuk molekul maupun ion) yang menyumbang proton (donor proton), dan basa sebagai setiap zat sembarang (molekul atau ion) yang menerima proton (aseptor proton). Dengan mennyatakan asam sebagai A dan basa sebagai B, maka kesetimbangan asam-basa dapat dinyatakan sebagai : 𝐴 ↔ 𝐡 + 𝐻+

Sistem kesetimbangan demikian dinamakan sebagai asam basa konjugasi (atau yang sesuai), A atau B dinamakan sebagai pasangan asam basa konjugasi. Pentinglah untuk kita ketahui bahwa lambing 𝐻 + dalam definisi ini menyatakan proton belaka (ion hydrogen yang tak bersolvasi) dan karenanya definisi yang baru ini taka da hubungan apapun dengan sesuatu pelarut. Protolisis asam, kekuatan asam dan basa sangat menarik memeriksa proses yang berlangsung bila suatu asam dilarukan. Menurut bronsted-Lowry, pelarutan ini disertai dengan reaksi protolitik, dlam nama pelarut (air) bersifat sebagai basa. Untuk menerangkan proses-proses ini, marilah kita tinjau apa yang terjadi jika suatu asam kuat (asam klorida) dan suatu asam lebah (asam asetat) mengalamai protolisasi. Hydrogen klorida dalam keadaan gas atau cairan murni tak menghantarkan listrik, dan memiliki semua sifatsifat suatu senyawa kovalen. Bila gas itu dilarukan dalam air, larutan yang dihasilkan ternyata merupakan penghantar listrik yang baik sekali, dan karena itu mengandung konsentrasi ion yang tinggi. Rupanya air, berprilaku sebagai basa, telah bereaksi dengan hydrogen klorida dengan membentuk ion-ion hydronium dan klorida (Vogel., 1990, 66- 69). Massa ekivalen adalah massa dalam satuan gram suatu zat/senyawa/unsur yang diperlukan untuk memberikan atau bereaksi dengan satu mol proton., sedangkan pada reaksi redoks yang dimaksud massa ekivalen adalah massa dalam satuan gram suatu zat/senyawa/unsur yang diperlukan untuk memberikan atau menerima satu mol electron (Tim Dosen, 2012). Teori asam basa Bronsted-Lowry sangat baik untuk mengidentifikasi sifat suatu reaksi dalam berbagai pelarut yang mengandung hydrogen yang dapat diterion. Tetapi konsep ini tidak dapat menjelaskan suatu reaksi yang tidak melibatkan transfer ion hydrogen. G.N Lewis mengusulkan konsep asam basa berkaitan dengan donor pasangan electron. Menurut lewis asam didefinisikan sebagai spesies penerima pasangan electron dan basa didefinisikan sebagai penerima pasangan electron. Reaksi antara borontrifluorida dengan ammonia menurut teori ini merupakan reaksi asam basa, dalam hal ini bontrfluorida bertindak sebagai asam dan ammonia sebagai basa. Berbeda dari teori protonic BronstedLowri, pada tahun 1939 H. lux melukiskan tingkahlaku asam basa berkenaan dengan ion oksida. Yang kemudian diperluas oleh H. Flood dkk pada tahun 1947. Konsep ini dapat diterapkan pada system no-protonik, misalnya pada reaksi lelehan senyawa-senyawa anorganik pada temperature tinggi (Sugiyarto, 2004, 100). Asam paling sederhana didefinsikan sebagai zat yang bila dilarutkan dalam air, mengalami disosiasi dengan pembentukan ion hydrogen sebagai satu-satunya ion positif. Beberapa asam dan hasil disosiasinya adalah asam klorida, asam nitrat dan asam asetat. Basa kuat merupakan elektroit kuat, sedang basa lemah merupakan elektrolit lemah. Tetapi tidak ada pembagian tajam antara golongan-golongan ini, sama halnya dengan asam adalah mungkin menyatakan kekuatan basa secara kuantatif. Menurut definisi kuno, garam adalah hasil reaksi asam dan basa. Prosesproses semacam ini disebut reaksi netralisasi. Definisi ini adalah benar dalam artian bahwa jika sejumlah asam dan basa murni yang ekivalen dicampur dan larutannya diuapkan, suatu zat kristalin tertinggal, yang mempunyai ciri-ciri khas

suatu asam maupun basa. Zat-zat ini dinamakan garam oleh ahli-ahli kimia zaman dulu. Pembentukan garam seakan-akan merupakan hasil dari suatu proses kimia sejati. Tetapi ini sebenarnya tidak tepat. Kita tahu bahwa baik asam (kuat) maupun basa (kuat) serta garam pula hamper sempurna berdidsosiasi dalam larutan.sedangkan air terbentuk dalam proses ini hamper-hampir tidak berdisosiasi sama sekali. Kerena itu, lebih tepat untuk menyatakan reaksi netralisasi sebagai penggabungan ion-ion secara kimia: 𝐻 + + 𝐢𝑙 βˆ’ + π‘π‘Ž+ + 𝑂𝐻 βˆ’ β†’ π‘π‘Ž + + 𝐢𝑙 βˆ’ + 𝐻2 𝑂 Dalam persamaan ini, ion π‘π‘Ž + dan 𝐢𝑙 βˆ’ tampil pada kedua sisi. Karena demikian tidak terjadi apa-apa pada ion-ion ini, yang menunjukkan bahwa hakikat suatu reaksi asam-basa (dalam larutan air) dalah pembentukan air. Ini ditunjukkan oleh fakta, bahwa panas netralisasi adalah kurang lebih sama (56,7 kJ) untuk reaksi suatu mol setiap asam kuat dan basa kuat yang sembarang. Dibangun oleh ion-ion natrium dan ion-ion klorida, yang tersusun sedemikian sehingga setiap ion dikelilingi secara simetris oleh enam ion yang bermuatan berlawanan; kisi Kristal itu terikat bersatu oleh gaya-gaya elektrostatik yang ditimbulkan oleh muatan ionion tersebut (Vogel. Hal 27-30. 1990). Keseimbangan asam basa dalam darah, derajat keasaman merupakan suatu sifat kimia yang penting dari darah dan cairan tubuh lainnya. Satuan derajat keasaman adalah pH: 1. pH 7,0 adalah netral 2. pH diatas 7,0 adalah basa (alkali) 3. pH dibawah 7,0 adalah asam. Suatu asam kuat memiliki pH yang sangat rendah (hampir 1,0); sedangkan suatu basa kuatmemiliki pH yang sangat tinggi (diatas 14,0). Darah memiliki ph antara 7,35-7,45. Keseimbangan asam-basa darah dikendalikan secara seksama, karena perubahan pH yang sangat kecil pun dapat memberikan efek yang serius terhadap beberapa organ. Tubuh menggunakan 3 mekanisme untuk mengendalikan keseimbangan asam-basa darah: 1) Kelebihan asam akan dibuang oleh ginjal, sebagian besar dalam bentuk amonia.Ginjal memiliki kemampuan untuk mengatur jumlah asam atau basa yang dibuang, yang biasanya berlangsung selama beberapa hari. 2) Tubuh menggunakan penyangga pH (buffer) dalam darah sebagai pelindung terhadap perubahan yang terjadi secara tiba-tiba dalam pH darah. Suatu penyangga ph bekerja secara kimiawi untuk meminimalkan perubahan pH suatu larutan. Penyangga pH yang paling penting dalam darah adalah bikarbonat. Bikarbonat (suatu komponen basa) berada dalam kesetimbangan dengan karbondioksida (suatu komponen asam). Jika lebih banyak asam yang masuk ke dalam aliran darah, maka akan dihasilkan lebih banyak bikarbonat dan lebih sedikit karbondioksida. Jika lebih banyak basa yang masuk ke dalam aliran darah, maka akan dihasilkan lebih banyak karbondioksida dan lebih sedikit bikarbonat.3) Pembuangan karbondioksida Karbondioksida adalah hasil tambahan penting dari metabolisme oksigen dan terus menerus yang dihasilkan oleh sel. Darah membawa karbondioksida ke paru-paru dan di paru-paru karbondioksida tersebut dikeluarkan (dihembuskan) pusat pernafasan di otak mengatur jumlah karbondioksida yang

dihembuskan dengan mengendalikan kecepatan dan kedalaman pernafasan. Jika pernafasan meningkat, kadar karbon dioksida darah menurun dan darah menjadi lebih basa. Jika pernafasan menurun, kadar karbondioksida darah meningkat dan darah menjadi lebih asam. Dengan mengatur kecepatan dan kedalaman pernafasan, maka pusat pernafasan dan paruparu mampu mengatur pH darah menit demi menit. Adanya kelainan pada satu atau lebih mekanisme pengendalian ph tersebut, bias menyebabkan salah satu dari 2 kelainan utama dalam keseimbangan asam basa, yaitu asidosis atau alkalosis (Choled, 2008). Kekuatan asam pada bagaimana proton 𝐻 + dilepaskan secara mudah dari ikatan H-X dalam spesi asam. Melalui pemahaman factor-faktor yang menentukan pelepasan proton dapat diramalkan kekuatan relative asam-basa yang serupa. Kekuatan asam biner bergantung pada kedua ikatan antara atom hydrogen dan sisa asam. Dua factor yang mempengaruhi kekuatan ikatan ini adalah jari-jari sisa asam dan keelektonegatifan. Umumnya atom yang berukuran lebih besar memiliki ikatan kovalen yang lebih lemah. Oleh karena itu ikatan X – H dengan X adalah atom nonlogam dalam asam biner akan lebih lebah akibar ukuran atom X meningkat. Jadi, ykekuatan asam meningkat sejalan dengan bertambahnya radius X pada ikatan X – H. keelktronegatifan adalah kemampuan suatu atom dalam ikatan untuk menarik pasangan electron ikatan ke arahnya. Pada ikatan H – X, keeloktronegatifan X akan lebih besar sehingga X menarik electron ikatan lebih kuat daripada atom hydrogen. Hal ini mengakibatkan pembentukan ion 𝐻 + lebih mudah. Dengan demikian, kekuatan asam meningkat dengan naikknya keelktronegatifan atom X pada ikatan H – X. Kekuatan asam okso adalah senyawa yang mengandung gugus oksida atau hidroksida dapat menjadi asam, basa atau amfoter. Asam okso dengan rumus umum 𝑂𝑛 𝑀(𝑂𝐻)π‘š Kekuatan asam okso dapat beragam bergantung pada ukuran, keelektronegatifan dan bilangan oksidasi dari M, maka jumlah atom oksigen atau gugus OH yang terikat pada M. dalam deret asam okso dengan unsur M yang sama, kekuatan asam akan meningkat dengan bertambahnya jumlah atom oksigen yang terikat pada M, bukan pada atom hydrogen (notasi n dalam rumus umum) (Sunarya, 2011, 84-85). Multidrug resistant tuberculosis (MDRTB) merupakan penyakit tuberkulosis yang disebabkan oleh strain M.tuberculosis yang resisten sekurangkurangnya terhadap rifampisin (RIF) dan isoniazid (INH), obat-obat antituberkulosis lini pertama yang paling efektif. Resistensi terhadap RIF merupakan suatu pertanda penting karena sekitar 90% isolate yang resisten terhadap RIF juga resisten terhadap INH. Lebih dari 96% resistensi yang terjadi pada RIF disebabkan oleh mutasi pada segmen 81bp gen rpoB, gen yang menyandi perubahan asam amino pada subunit-ß dari RNA polimerase. Segmen yang sering disebut sebagai rifampicin resistant – determining region (RRDR) atau hot spot region tersebut mencakup kodon 507 hingga 533 gen rpoB. Metode kultur sebagai gold standard dalam diagnosis TB sangat sensitif dan spesifik namun memerlukan waktu hingga beberapa minggu. Uji fenotip konvensional yang lambat ini membuat uji secara genotip dijadikan alternatif dalam mendeteksi MDR-TB karena kecepatannya dalam memberikan hasil, sederhana, dan sangat sensitif. Uji

molekular banyak dimanfaatkan dalam diagnosis MDR-TB karena kecepatannya dalam memberikan hasil. Namun, metode ini memilki kelemahan yaitu hanya didesain untuk mendeteksi polimorfisme yang paling sering terjadi pada gen rpoB isolat M.tuberculosis yaitu pada kodon 516, 526, dan 531. Hal tersebut membuat metode ini tidak dapat diterapkan secara universal karena pengaruh geografis sangat mempengaruhi perbedaan titik-titik mutasi yang terjadi. Penelitian mengenai daerah konservatif terjadinya mutasi pada M.tuberculosis belum banyak dilakukan di Indonesia. Oleh karena itu, dilakukan penelitian ini yang bertujuan untuk mengamplifikasi dan mengidentifikasi mutasi pada fragmen 0,5 kb gen rpoB M.tuberculosis yang mencakup daerah RRDR menggunakan metode nested PCR. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu pengembangan teknik-teknik molekuler dalam diagnosis MDR-TB di Indonesia pada khususnya (Wijaya, 2014). Umumnya titrasi deigunakan untuk menganalisis jamlah asam atau basa didalam larutan. Proses ini melibatkan larutan dengan konsentrasi yang diketahui(titran) yang diteteskan kedalam dari buret kedalam larutan yang akan ditentukan konsentrasinya sampai pada titik stoikiometris atau titik ekivalen, yang biasa ditandai dengan perubahan warna indikator. Reaksi netralisasi untuk titrasi asam kuat dan basa kuat dalam persamaan kimia berikut. 𝐻𝐢𝑙(π‘Žπ‘ž) + π‘π‘Žπ‘‚π»(π‘Žπ‘ž) β†’ π‘π‘ŽπΆπ‘™(π‘Žπ‘ž) + 𝐻2 𝑂 Untuk menghitung 𝐻 + pada titik tertentu dalam titrasi, perlu menentukan jumlah 𝐻 + yang tersisa pada titik tersebut dibagi oleh volume total larutan. Namun sebelumnya perlu mendefinisikan satuan konsentrasi yang secara khusus menyatakan volume larutan dalam milliliter. Oleh karena titrasi melibatkan sejumlah kecil volume larutan (buret merupakan ukuran dalam milliliter), sementara satuan mol ditetapkan dalam skala besar. 1 π‘šπ‘œπ‘™ 1 π‘šπ‘šπ‘œπ‘™ = = 10βˆ’3 π‘šπ‘œπ‘™ 1000 Selama ini molaritas didefinisikan sebagai dalam bentuk mol perliter larutan. Untuk keperluan titrasi, molaritas perlu didefinisikan dalam bentuk millimol per milliliter, seperti ditunjukkan oleh hubungan berikut. π‘šπ‘œπ‘™ π‘§π‘Žπ‘‘ π‘‘π‘’π‘Ÿπ‘™π‘Žπ‘Ÿπ‘’π‘‘ π‘šπ‘œπ‘™ π‘§π‘Žπ‘‘ π‘‘π‘’π‘Ÿπ‘™π‘Žπ‘Ÿπ‘’π‘‘β„1000 π‘šπ‘œπ‘™ π‘§π‘Žπ‘‘ π‘‘π‘’π‘Ÿπ‘™π‘Žπ‘Ÿπ‘’π‘‘ π‘€π‘œπ‘™π‘Žπ‘Ÿπ‘–π‘‘π‘Žπ‘  = = = 𝐿 π‘™π‘Žπ‘Ÿπ‘’π‘‘π‘Žπ‘›β„ 𝐿 π‘™π‘Žπ‘Ÿπ‘’π‘‘π‘Žπ‘› π‘šπΏ π‘™π‘Žπ‘Ÿπ‘’π‘‘π‘Žπ‘› 1000 Jadi alrutan dengan konsentrasi molar l,0 M, mengandung 1,0 mol terlarut per liter larutan atau sama dengan 1,0 mmol terlarut per mL larutan pada bahasan sebelumnya, untuk mengetahui jumlah mol terlarut dihitung dari hasil kali volume dalam satuan jumlah millimol terlarut dapat ditentukan dari hasil kali volume dalam milliliter dan molaritasnya (Sunarya, 2012, 147-148). Titrasi asam lemah-basa kuat, telah diketahui bahwa asam kuat dan basa kuat terionisasi sempurna sehingga perhitungan untuk mendapatkan kurva pH titrasi hanya melibatkan ion 𝐻 + sisa atau 𝑂𝐻 βˆ’ berlebih. Lain halnya ketika asam yang dititrasi adalah asam lemah. Dalam hal ini terdapat perbedaan utama untuk

menghitung 𝐻 + setelah sejumlah tertentu basa kuat ditambahkan karena harus berhubungan dengan kesetimbangan disosiasi asam lemah. Situasi yang sama ketika memperlakukan penyangga. Perhitungan pH untuk tirtasi asam lemah dan basa kuat melibatkan penyangga dan hidrolisis. Pada perhitungan ini penting untuk diingat bahwa yang dititrasi adalah asam lemah, yang secara prinsip berlangsung sempurna dengan ion hidroksida dari suatu basa kuat. Titrasi asam kuat dengan basa lemah dapat diperlakukan seperti prosedur sebelumnya. Seperti biasa, langkah pertama adalah menentukan spesi utama yang terdapat dalam larutan, kemudian tentukan apakah reaksi berlangsung sempurna atau kesetimbangan. Jika reaksi berlangsung sempurna, maka tahap selanjutnya melakukan perhitungan stoikiometri dan menetukan keadaan spesi yang membentuk keadaan kesetimbangan untuk menghitung nilai pH (Sunarya, 2012, 151-161). D. Alat & Bahan 1. Alat a. Pipet ukur 10 ml 3 buah b. Labu Erlenmeyer 3 buah c. Corong biasa 1 buah d. Buret 1 buah e. Statif dan klem 1 buah f. Botol semprot 1 buah g. Batang pengaduk 1 buah 2. Bahan a. Larutan HCL 0,1 M b. Laruran NaOH 0,2 M c. Indikator Phenolftalein d. Indikator Universal e. Aquades f. Tissue E. Prosedur Kerja 1. Mengisi buret dengan larutan NaOH 0,2 M 2. Dengan menggunakan pipet ukur 10 ml, memasukkan 10 ml larutan HCL 0,1 M kedalam labu Erlenmeyer, mengukur pH larutan dengan indicator universal, menambahkan 3 tetes indikator phenolftalein. 3. Mencatat keadaan awal (skala) dalam buret, teteskan 1 ml larutan NaOH dari buret kedalam larutan HCl dengan hati-hati, mengukur pH larutan 4. Lanjutkan titrasi sampai terjadi perubahan dari tidak berwarna menjadi merah muda, ukur pH larutan 5. Mencatat keadaan akhir buret dan volume NaOH yang dipakai 6. Menambahkan lagi 1 ml larutan NaOH dari buret dan mengukur pH larutan. Mengulangi titrasi paling sedikit dua kali F. Hasil Pengamatan Titrasi larutan Asam Klorida dengan Natrium Hidroksida - pH larutan HCl sebelum penambahan NaOH :1 1 1 - pH larutan saat penambahan 1 ml NaoH :1 1 1

-

pH larutan saat mencapai titik ekivalen pH larutan setelah melewati titik ekivalen

:8 : 11

7 10

8 11

NaOH awal

Titrasi I (mL) 50

Titrasi II (mL) 46,6

Titrasi III (mL) 43,6

NaOH akhir

46,6

43,6

40,4

Volume NaOH

3,4

3,0

3,2

Pembacaan Buret

Volume NaOH rata-rata : 3,13 mL G. Analisis Data 1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan titik ekivalen Jawab : Titik ekivalen adalah titik pada saat jumlah mol pada saat dititrasi sama dengan jumlah mol penitrasi yang ditandai dengan adanya perubahan warna indikator 2. Hitung Ph teoritis larutan sebelum penambahan NaOH, saat penambahan 1 ml NaOH, saat tercapai titik ekivalen ! Jawab : Dik : M HCl : 0,1 M M NaOH : 0,2 M V HCl : 10 ml Maka, a. pH larutan HCl sebelum penambahan NaOH HCl β†’ H+ + Cl[H+] = Ma. Koef = 0,1 .1 = 0,1 = 10-1 PH = -log [H+] = -log 10-1 = 1 – log 1 =1–0 =1 b. pH saat penambahan 1 mL NaOH Mol NaOH= M x V = o,2 mol/L x 0,001 L = 0,0002 mol = 2 Γ— 10-4 mol Mol HCl = M x V

= 0,1 mol/L x 0,01 L = 0,001 mol = 1 Γ— 10-3 mol HCl(aq) + NaOH(aq) β†’ M : 0,001 mol 0,0002 mol T : 0,0002 mol 0,0002 mol S : 0,0008 mol -

NaCl(aq) + H2O(aq) 0,0002 mol 0,0002 mol 0,0002 mol 0,0002 mol

V total = VNaOH = VHCl = 0,001 L + 0,01 L = 0,011 L π‘šπ‘œπ‘™ 0,0008 π‘šπ‘œπ‘™ M HCl= 𝑉 = 0,011 = 0,072 M = 72 Γ— 10-3 M [H+] = Ma . koef = 72 Γ— 10-3 . 1 = 72 Γ— 10-3 M pH = - log [H+] = -log 72 Γ— 10-3 M = 3 – log 72 = 3 – 1,86 = 1,14 c. Pada saat mencapai titik ekivalen Mol HCl = mol NaOH M 1 . V1 = M2. V2 M1.V1 V2 = M2 π‘šπ‘œπ‘™

V2

0,1 𝐿 Γ—0,01 𝐿 = π‘š0𝑙 0,02 𝐿 0,001 π‘šπ‘œπ‘™

=

π‘šπ‘œπ‘™

0,02 𝐿

= 0,005l = 5 x 10-3 Mol NaOH = M x V π‘šπ‘œπ‘™ = 0,2 𝐿 . 0,005l = 0,001 mol

Mol Hcl

=MxV π‘šπ‘œπ‘™ = 0,1 𝐿 . 0,01L = 0,001

𝐻𝑐𝑙(π‘Žπ‘ž) + π‘π‘Žπ‘‚π»(π‘Žπ‘ž) β†’ π‘π‘Žπ‘π‘™(π‘Žπ‘ž) + 𝐻2𝑂(π‘Žπ‘ž) M : 0,001 Mol 0,001 Mol T : 0,001 Mol 0,001 Mol 0,001Mol 0,001Mol S: 0,001Mol 0,001Mol + [𝐻 ] = βˆšπΎπ‘Š = √10βˆ’14 = 10βˆ’7

= - Log [𝐻 + ] = - log 10-7 = 7 – log 1 =7 d. Ph setelah melewati titik ekuivalen pH

V NaOH = Vtitik ekivalen + 0,001 L = 0,005 L + 0,001 L = 0,06 L V total = VNaOH +V HCl = 0,006 L + 0,01 L = 0,016 L Mol HCl = M x V = 0,1 M x 0,01 L = 0,001 mol Mol NaOH= M x V = 0,2 M x 0,006 L = 0,0012 mol HCl(aq) + NaOH(aq) β†’ NaCl(aq) M : 0,001 0,001 mol T : 0,001 0,001 mol 0,001 S : 0,001 π‘šπ‘œπ‘™ M NaOH = 𝑉 0,0002 π‘šπ‘œπ‘™

= 0,016 𝐿 = 0,0125 M = 125 x 10-4 M [OH-] = Mb . Koef = 125x10-4 x 1 = 125x10-4 = 10-1 POH = -log [OH-] = -log 125 x 10-4 = 4 – log 125 = 1,903 Ph = Kw – POH = 14 – 1,903 = 12,097

+ H2O(aq) 0,001 0,001

e. Grafik titrasi asam kuat dan basa kuat menurut teori

10

5 0 0

1

2

3

4

5

6

7

Volume NaOH

f. Grafik titrasi I asam kuat dan basa kuat berdasarkan praktikum 12 10

pH HCl

8 6 4 2 0 0

1

2

3

4

5

Volume NaOH

g. Grafik titrasi II asam kuat dan basa kuat berdasarkan praktikum 12 10

pH HCl

pH HCl

15

8 6

4 2 0

0

1

2

3

Volume NaOH

4

5

h. Grafik titrasi III asam kuat dan basa kuat berdasarkan praktikum 12

pH HCl

10 8 6 4 2 0 0

1

2

3

4

5

Volume NaOH

H. Pembahasan Titrasi merupakan suatu metode untuk menentukan kadar suatu zat dengan menggunakan zat lain yang sudah diketahui konsentrasinya secara tepat. Titrasi asam basa melibatkan reaksi netralisasi dimana asam akan bereaksi dengan basa dalam keadaan ekivalen. Ekivalen adalah titik dimana suatu campuran tepat bereaksi, biasanya ditandai dengan perubahan warna, senyawa bersifat asam apabila mempunyai rasa masam, dapat mengubah kertas lakmus menjadi warna biru menjadi warna merah, bila ditambahkan logam dapat melepaskan gelombang senyawa bersifat basa bila mempunyai rasa pahit, dapat mengubah kertas lakmus merah menjadi biru dan senyawa mengandung gugus hidroksida 𝑂𝐻 βˆ’ . Dalam percobaan ini bertujuan untuk melakukan titrasi antara asam kuat dan basa kuat yaitu larutan HCl dan larutan NaOH. Sebelum proses titrasi ditambahkan indikator phenolftalein sebanyak tiga tetes kedalam larutan HCl. Penambahan indikator phenolftalein bertujuan agar pada saat larutan telah mencapai titik ekivalen maka larutan akan berubah warna dari tidak berwarna menjadi merah muda. Selain itu, indikator phenolftalein berfungsi menentukan larutan asam atau basa. Berdasarkan hasi percobaan pada pH titrasi pertama adalah berturut dengan pH 1, pH 1, pH 8, dan pH 11 . kemudian pH titrasi kedua adalah berturut-turut dengan pH 1, pH 1, pH 7 dan pH 10. kemudian pH titrasi ketiga adalah berturutturut dengan pH 1, pH 1, pH 8, dan pH 11. Hasil dari titrasi pH larutan HCl sebelum penamambahan NaOH, selanjutnya pH saat mencapai titik ekivalen dari ketiga titrasi diatas sudah mengalamai perbedaan, hal demikian disebabkan karena pada saat melakukan penambahan NaOH dari buret kedalam larutan HCl yang sudah diteteskan indikator phenolftalein kurang telitinya praktikan ketika melakukan percobaan, hal yang demikian yang menyebabkan data yang diperoleh berbedabeda. Dan pH larutan setelah melewati titik ekivalen juga mengalami perbedaan

dan penyebab terjadinya perbedaan ini adalah letak ketelitian praktikan ketika memberikan perlakuan dalam melakukan titrasi antara larutan HCl dan NaOH. Kemudian hasil praktikum dibandingkan dengan hasil perhitungan secara teori juga terdapat perbedaan mulai dari saat penambahan 1 mL larutan NaOH sampai dengan melewati titik ekivalen, namun hanya pada pH titrasi kedua yang mencapai titik ekivalen dan sesuai dengan hasil perhitungan secara teoritis, dan pH titrasi pertama dan ketiga itu melewati titik ekivalen hal ini disebabkan karena ketelitian praktikan ketika melakukan titrasi antara HCl dengan NaOH, sehingga pH yang diperoleh berbeda-beda. Begitupula dengan saat melewati titik ekivalen pH yang diperoleh juga berbeda dengan perhitungan secara teoritis, dimana hasil yang diperoleh adalah pH sebesar 12,093, walaupun terjadi beberapa perbedaan namun tujuan yang ingin dicapai sudah terpenuhi, dimana prinsip percobaan didasarkan pada reaksi netralisasi asam dan basa. Prinsip dari proses titrasi asam dan basa ini yaitu dengan mereaksikan HCl dan NaOH dengan reaksi sebagai berikut: 𝐻𝐢𝑙(π‘Žπ‘ž) + π‘π‘Žπ‘‚π»(π‘Žπ‘ž) β†’ π‘π‘ŽπΆπ‘™(π‘Žπ‘ž) + 𝐻2 𝑂 (asam kuat) (basa kuat)

(garam)

(air)

I. Kesimpulan & Saran 1. Kesimpulan Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa titrasi adalah sebuah metode yang bertujuan untuk menentukan kadar suatu zat dengan menggunakan zat lain yang telah diketahui konsentrasinya secara tepat. Titik ekivalen pada titrasi asam basa adalah pada saat jumlah asam basa dinetralkan dengan pH sama dengan 7, titrasi dihentikan pada saat titik akhir yang ditandai dengan perubahan warna dari tidak berwarna menjadi warna merah muda. Percobaan ini menggunakan indikator phenolftalein bertujuan agar pada saat telah mencapai titik ekivalen maka larutan akan berubah warna. 2. Saran a. Kepada praktikan, pada percobaan selanjutnya agar lebih teliti dalam melakukan titrasi asam basa b. Kepada asisten, memberikan penjelasan tentang praktikumnya agar tidak terjadi kesalahan ketika melakukan percobaan.

DAFTAR PUSTAKA Chang Raymond. 2004. Kimia Dasar Edisi Ketiga Jilid 1. Konsep-Konsep Inti. Penerbit Erlangga. Jakarta Chorid. 2008 . Jurnal Kimia. Keseimbangan Asam Basa dalam Darah Made Dharmesti Wijaya. 2014. AMPLIFIKASI DAN IDENTIFIKASI MUTASI PADA FRAGMEN 0,5 KB GEN rpoB ISOLAT 134 Mycobacterium tuberculosis MULTIDRUG RESISTANT DENGAN METODE NESTED POLYMERASE CHAIN REACTION Sunarya Yayan. 2011. Kimia Dasar 2. Penerbit Yrama Widya. Bandung Sugiyarto. Kristian. H. 2004. Kimia Organik. Universitas Negeri Yokyakarta. Yokyakarta Tim Dosen. 2012. Kimia Dasar. Universitas Hasanuddin. Makassar Vogel. 1990. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif. Penerbit Media Pustaka. Jakarta

Related Documents


More Documents from "Djunaiddin Farmasi"