Laporan Minggu 1.docx

  • Uploaded by: Andio
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Laporan Minggu 1.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,645
  • Pages: 14
STEP 1: TERMINOLOGI 1. 2. 3. 4. 5.

IMD Sianosis Takipnea Kardiomegali Takikardi

: Inisisasi menyusui dini dalam satu jam setelah kelahiran : Kondisi yang menyebabkan kulit dan selaput lendir menjadi biru : Pernafasan singkat dan dangkal, tak seimbang O2 dan CO2 : Kondisi jantung mengalami pembesaran : Kondisi dimana detak jantung seseorang diatas normal saat istirahat

STEP 2: IDENTIFIKASI MASALAH 1. 2. 3.

Apa hubungan mengonsumsi obat TB dengan awal kehamilan? Kenapa bayi tersebut menangis kuat saat awal kelahiran? Kenapa sejak 12 jam bayi tersebut membiru dan tidak terlihat perubahan setelah diberikan O2? 4. Kenapa bayi tersebut menyusu sebentar tapi kuat, tambah biru, dan terlihat sesak nafas? 5. Apa hubungan hasil EKG dengan takipnea, takikardi, dan sianosis pada daerah bibir dan mukosa mulut? 6. Kenapa dokter puskesmas mmerujuk bayi tersebut? 7. Kenapa dilakukan tindakan operasi? 8. Kenapa bayi dengan kelainan jantung dalam intrauterin dalam keadaan baik? 9. Kenapa dapat terjadi infeksi pada jantung? 10. Apa saja komplikasi yang dapat terjadi pada bayi tersebut

STEP 3: BRAINSTORMING 1.

Gol Obat A Gol Obat B Gol Obat C Gol Obat D

: Aman pada ibu hamil : Kemungkinan kecil kelainan : Belum dicoba ke Ibu Hamil : Tidak boleh, dapat menyebabkan kelainan kongenital

2.

Bayi lahir  udara masuk ke paru  paru mengembang  perubahan resistensi  bayi menangis

3.

Normalnya harus sesuai dengan O2 yang dilepaskan ke perifer Sianosis timbul karena tonus otot perifer belum berfungsi, sehingga menyebabkan kegagalan oksigenasi darah dari paru ke perifer, sehingga terjadi hipoksia yang menyebabkan biru pada bayi

4.

Bayi sianosis oleh karena berkurangnya pengikatan O2 oleh Hb Sianosis sentral adalah kondisi dimana biru pada mulut dan kuku karena turunnya saturasi O2 ke perifer

5.

EKG  ukur irama jantung, dapat juga deteksi kelainan lainnya EKG  kardiomegali  hipertrofi ventrikel kanan

6.

PJB : Gol 2  dari puskesmas hanya diagnosis awal PJB  butuh pembedahan dan kateterisasi

7.

Tatalaksana PJB : - Medikamentosa - Operatif  tindakan definitif - Kateterisasi  untuk minimalisir bekas luka, dimasukkan selang untuk lihat aliran darah

8.

Bayi dalam keadaan baik  masih disokong ooleh A.V Umbilikalis

9.

Bisa karena infeksi yang diderita ibunya

10. Komplikasi : -

Darah yang tidak bisa dipompa keluar jantung  stroke, emboli jantung Gagal Jantung Serangan Jantung

STEP 4: SKEMA STEP 5: LO STEP 6 & 7: BELAJAR MANDIRI DAN DISKUSI 1.

Defenisi dan klasifikasi penyakit jantung bawaan dan infeksi jantung

Penyakit Jantung Bawaan adalah penyakit jantung yang terjadi akibat gangguan embriogenesis pada jantung sejak masa kandungan. Klasifikasi PJB :  PJB Sianotik--->penyakit jantung bawaan yang terjadi akibat adanya pirau dari kanan ke kiri, sehingga pnderitanya memiliki gejala sianotik  PJB Asianotik-->penyakit jantung bawaan yang tidak menyebabkan penderitanya sianotik

A. PJB Sianotik

Tetralogy of Fallot (ToF) Kelainan pertumbuhan dimana terjadi defek atau lubang dari bagian infundibulum septum intraventrikular (sekat antara rongga ventrikel) dengan syarat defek tersebut paling sedikit sama besar dengan lubang aorta. Sebagai konsekuensinya, didapatkan adanya empat kelainan anatomi sebagai berikut :  Defek Septum Ventrikel (VSD) yaitu lubang pada sekat antara kedua rongga

ventrikel  Stenosis pulmonal terjadi karena penyempitan klep pembuluh darah yang keluar dari bilik kanan menuju paru, bagian otot dibawah klep juga menebal dan menimbulkan penyempitan  Aorta overriding dimana pembuluh darah utama yang keluar dari ventrikel kiri mengangkang sekat bilik, sehingga seolah-olah sebagian aorta keluar dari bilik kanan  Hipertrofi ventrikel kanan atau penebalan otot di ventrikel kanan karena peningkatan tekanan di ventrikel kanan akibat dari stenosis pulmonal

Transposition of Greater Artery (TGA) Kelainan pertumbuhan dimana aorta dan arteri pulmonalis berganti posisi, sehingga ventrikel kanan berhubungan dengan aorta, sedangkan ventrikel kiri berhubungan dengan arteri pulmonal, sehingga darah miskin oksigen akan beredar ke sistemik

B. PJB Asianotik Atrial Septal Defect (ASD) Kelainan berupa kegagalan fusi atau penyambungan septum yang membatasi atrium kanan dengan atrium kiri, sehingga menyebabkan pencampuran darah kaya oksigen

dengan darah miskin oksigen yang akhirnya menyebabkan jantung kanan membesar dan hipertensi pulmonal

Ventrcicular Septal Defect (VSD) Kelainan berupa kegagalan fusi atau penyambungan septum intraventrikukar yg membatasi ventrikel kanan dengan ventrikel kiri

Patent of Ductus Arteriosus (PDA) Kelainan berupa kegagalan penutupan duktus arteriosus yang menghubungan arteri pulmonal dengan aorta

II. Penyakit Jantung Infeksi 1. Perikarditis Peradangan pada lapisan perikardium 2. Miokarditis Peradangan pada lapisan miokardium 3. Endokarditis Peradangan pada lapisan endokardium 2. Epidemiologi PJB Telah disebutkan bahwa penyakit jantung bawaan terjadi sekitar 1% dari keseluruhan bayi lahir hidup atau sekitar 6-8 per 1000 kelahiran. Pada negara Amerika Serikat setiap tahun terdapat 25.000-35000 bayi lahir dengan PJB.15 Terdapat hal menarik dari PJB yakni insidens penyakit jantung bawaan di seluruh dunia adalah kira-kira sama serta menetap dari waktu-waktu.1 Meski demikian pada negara sedang berkembang yang fasilitas kemampuan untuk menetapkan diagnosis spesifiknya masih kurang mengakibatkan banyak neonatus dan bayi muda dengan PJB berat telah meninggal sebelum diperiksa ke dokter. Pada negara maju sekitar 40-50% penderita PJB terdiagnosis pada umur 1 minggu dan 50-60% pada usia 1 bulan. Sejak pembedahan paliatif atau korektif sekarang tersedia untuk lebih 90% anak PJB, jumlah anak yang hidup dengan PJB bertambah secara dramatis, namun keberhasilan intervensi ini tergantung dari diagnosis yang dini dan akurat.15,16 Oleh sebab itu insidens penyakit jantung bawaan sebaiknya dapat terus diturunkan dengan mengutamakan peningkatan penanganan dini pada

penyakit jantung bawaan tetapi juga tidak mengesampingkan penyakit penyerta yang mungkin diderita. Hal ini ditujukan untuk mengurangi angka mortalitas dan morbisitas pada anak dengan PJB.

3. Etiologi dan Faktor Risiko PJB Penyebab PJB tidak diketahui secara pasti. Sekitar 2-5 % kelainan ini erat hubungannya dengan abnormalitas kromosom yang diduga menjadi faktor endogen. Berbagai jenis obat, penyakit ibu, pajanan terhadap sinar X, diabetes mellitus, lupus eritematosus, defisiensi vitamin khususnya vitamin D, rokok, alkohol diduga menjadi faktor eksogen PJB. Penyakit rubella yang diderita ibu pada awal kehamilan dapat menyebabkan PJB, terutama duktus arteriosus 8 persisten, DSV, atau stenosis pulmonal perifer. Para ahli menduga lebih dari 90 % kasus penyebabnya adalah multifaktorial. Dan apapun penyebabnya, harus ada sebelum akhir bulan kedua kehamilan. Penyebab penyakit jantung congenital berkaitan dengan kelainan perkembangan embrionik, pada usia lima sampai delapan minggu, jantung dan pembuluh darah besar dibentuk. Penyebab utama terjadinya penyakit jantung congenital belum dapat diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa faktor yang diduga mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian penyakit jantung bawaan : 

Faktor Prenatal : 1. Ibu menderita penyakit infeksi : rubella, influenza atau chicken fox. 2. Ibu alkoholisme. 3. Umur ibu lebih dari 40 tahun. 4. Ibu menderita penyakit Diabetes Mellitus (DM) yang memerlukan insulin. 5. Ibu meminum obat-obatan penenang atau jamu dan sebelumnya ikut program KB oral atau suntik, minum obat-obatan tanpa resep dokter, ( thalidmide, dextroamphetamine, aminopterin, amethopterin). 6. Terpajan radiasi (sinar X). 7. Gizi ibu yang buruk. 8. Kecanduan obat-obatan yang mempengaruhi perkembangan embrio.



Faktor Genetik : 1. Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan. 2. Ayah / Ibu menderita penyakit jantung bawaan. 3. Kelainan kromosom seperti Sindrom Down. 4. Lahir dengan kelainan bawaan yang lain.

4.Patofisiologi

5.Manifestasi Klinis Dan Diagnosis Banding i. MANIFESTASI KLINIS DAN DIAGNOSIS SERTA DIAGNOSIS BANDING PJB A. PENYAKIT JANTUNG BAWAAN NON SIANOTIK 1. Defek septum atrium ( ASD ) Umunya penderita ASD adalah asimptomatik dan ditemukan secara kebetulan karena terdengar bising. Biasanya bising belum terdengar pada masa neonatal, bahkan kadang – kadang sampai umur 5 tahun.Gejala yang ada bervariasi, beberapa kasus asimptomatik sedangkan yang lain dapat berupa mudah capek, toleransi kerja berkurang, tanda – tanda payah jantung kanan serta radang saluran pernapasan yang berulang dan berat. Sianosis juga biasanya tidak ada, kecuali kalau terdapat hipertensi pulmonalis. Pemeriksaan Fisik : Perawakan yang kecil dan kurus (gracil habitus).Nadi dan tekanan darah normal.Pada inspeksi atau palpasi, jantung biasanya hiperaktif dengan impuls yang kuat pada tepi sterna kiri bawah dan prodessus xiphoideus. Kadang teraba pulsasi arteri pulmonalis yang meluas sampapi tepi sterna kiri. Pada auskultasi, ditemukan bunyi I pecah dengan komponen trikuspidalis yang mengeras pada apeks dan banyi II yang wide fixed spiltpada daerah pulmonalis. Bising yang terdapat adalah ejeksi sistolik derajat 1-3/6. Bising terdengar maksimal pada tepi sterna kiri dan penyebarannya jelas terdengar pada daerah interskapuler. Diagnosa dapat dilakukan dengan pemeriksaan fisik yakni dengan askultasi ditemukan murmur ejeksi sistolik di daerah katup pulmonal di sela iga 2-3 kiri parasternal. 2. Defek Septum Ventrikel ( VSD) VSD kecil biasanya asimtomatik. VSD sedang-besar baru menunjukan gejala klinis. Pada lesi ini, pasien tampak sakit.Biasanya sejak lahir sudah menunjukkan symptom yang berat. Bising biasanya mulai terdengar pada akhir minggu pertama – kedua usia bayi, karena saat ini pirau kiri ke kanan terjadi sesudah tekanan dalam ventrikel kanan menurun disbanding ventrikel kiri. Dispnea, intoleransi kerja, capek dan radang paru – paru yang berulang merupakan gejala yang hampir selalu terdapat. Pada 1/3 kasus terjadi pula gagal jantung dan sianosis.Sianosis terjadi pada kasus – kasus dalam Sindrom Eisenmenger. Pemeriksaan Fisik : Pertumbuhan yang kurang.Pada sebagian penderita terdapat sianosis rignan atau kebiruan ujun jari. Deformitas thoraks hampir selalu ditemukan. Penderita tampak pucat dan banyak berkeringat.Pada palpasi, terapa impuls ventrikel kiri kuat dan pulmonary tapping.Pada auskultasi, bunyi jantung I terdengar keras, bunyi jantung II komponen pulmonalsi terdengar keras.Pecah dan singkat pada tepi sterna kiri. Bising yang terdapat adalah pansistolik kasarderajat 3-6/6 pada tepi sterna kir bawah, menyebar ke seluruh thoraks depan dan punggung serta terdengar maksimal pada

apeks. Kalu adau pirau kiri ke kanan yang besar, maka dapat juga terdengar diastolic flow murmur pada apeks akibat adanya stenosis mitralis yang realatif. 3. Duktus Atreosus Persisiten ( PDA ) - Biasanya asimptomatik pada tipikial PDA ( simple PDA ) - Tubuh biasanya kecil dan kurus - Sering menderita radang saluran pernapasan berulang. - Pirau besar : dispneu, toleransi kerja berkurang, pulsus celer, tekanan nadi besar, waterhamper pulse. - Toraks kiri menonjol - LVA meningkat - Thrill pada LSB II - Bising kontinu pungtum maksimum di LSB II - A. femoralis teraba bounding. B. PENYAKIT JANTUNG BAWAAN SIANOTIK 1. Tetralogi Fallot Sianosis pada mukosa mulut dan kuku jari sejak bayi adalah gejala utamanya yang dapat disertai dengan spel hipoksia bila derajat PS cukup berat dan squatting pada anak yang lebih besar. Bunyi jantung dua akan terdengar tunggal pada PS yang berat atau dengan komponen pulmonal yang lemah bila PS ringan. Bising sistolik ejeksi dari PS akan terdengar jelas di sela iga 2 parasternal kiri yang menjalar ke bawah klavikula kiri. Pada Tetralogi Fallot yang ringan pada waktu istirahat maupun melakukan aktivitas fisik tidak tampak adanya sianosis. Pada TF yang moderat hingga berat sianosis akan tampak bahkan pada saat anak istirahat. Seorang anak yang mengidap TF akan mudah merasa lelah, sesak dan hiperpnu karena hipoksia. Pada pemeriksaan fisik, ujung-ujung jari tampak membentol dan berwarna biru (finger clubbing) dan pada auskultasi terdengar bunyi jantung ke-1 normal. C. PENYAKIT JANTUNG YANG DIDAPAT PADA ANAK 1. DEMAM REUMATIK Arthritis sering dijumpai, nyeri sendi berpindah-pindah, mengenai persendian besar disebutPolyarthritis migrans (pergelangan kaki,lutut, siku,bahu,pergelangan tangan), biasanya hilang dalam beberapa jam atau hari. Carditis : ditandai kardiomegali, gangguan konduksi, aritmia, bising, perikarditis dengan gejalanyeri dada dan friction rub (bising gesek perikard), sampai payah jantung. Nodulus subcutan : benjolan kecil dibawah kulit, tidak nyeri, lunak, melekat kejaringan ikat sekitar sendi, biasanya terjadi pada minggu pertama dan hanya pada anak. Erythema marginatum : jarang terjadi,terutama di badan , bentuk kembang kemerahan berbatas tegas dan bagian tengah normal, biasanya terjadi sejenak, berubah dalam hitungan menit atau jam.

Chorea : gangguan saraf pusat, berupa gerakan tak terkendali, tiba-tiba,tak teratur, dapat hilang tanpa gejala sisa. Gejala radang umum seperti demam biasanya naik turun sampai normal, lemah, letih, berat badan turun, anoreksia.Manifestasi klinis mungkin baru hilang dalam 3 bulan. Kultur usapan faring dapat dijumpai pertumbuhan Strept.betahaemolyticus type-A. Lekositasis, peningkatan LED dan peningkatan C-reactive protein dan titer ASTO. DIAGNOSA: Didasarkan pada kriteria JONES. Kriteria MAJOR : 1.

Carditis

2.

Polyarthritis migrans

3.

Chorea Sydenham ( gerakan ekstremitas yg tidak terkendali)

4.

Erythema marginatum

5.

Nodulus subcutan

Kriteria MINOR : 1.

ada riwayat pernah menderita demam reuma sebelumnya

2.

penyakit katup jantung rematik

3.

arthralgia

4.

demam lama, timbul setelah 2-3 minggu infeksi Streptococcus tenggorokan

5.

laju enap darah meningkat

6.

C-reaktive protein (+)

7.

Titer ASO (antistreptolysin-O) meningkat

8.

Kultur positif Streptococcus dari faring

9.

Interval P-R memanjang

Diagnosa ditegakkan bila ada - 2 gejala major atau - ada 1 gejala major + 2 gejala minor

2. ENDOKARDITIS DIAGNOSA :

1. gejala infeksi sistemik berupa panas yang lama pada penderita kelainan jantung, menggigil,berkeringat,lemah,letih,anoreksia,berat badan menurun, nyeri pinggang, splenomegali, lekositosis, LED meningkat. 2. Kelainan pada jantung menimbulkan nyeri dada,sesak nafas-payah jantung, akral dingin dan nyeri, petechiae, Roth’s spot,nodus Osler, stroke,infark miokard 3.

kultur darah positif

4.

vegetasi pada katup jantung diketahui dari pemeriksaan ekokardiografi

DIAGNOSA BANDING : 1.

TBC, demam reuma,

2.

Typhoid, meningitis, malaria,

3.

abses serebri, osteomyelitis.

6.Tatalaksana Tatalaksana Penyakit Jantung Bawaan Penatalaksanaan neonatus dengan dugaan PJB kritis tidak jauh berbedadengan kondisi kritis pada neonatus akibat penyakit diluar jantung. Faktanya, adakecenderungan para dokter untuk melepaskan tanggung jawab dan menyerahkanke dokter konsultan jantung. Hal ini tidak boleh terjadi dan alur penatalaksanaannya menjadi tidak efektif sehingga akhirnya merugikan pasien. Penatalaksanaan awal pada setiap neonatus dengan PJB kritis sangat berperan dalam mencegah memburuknya kondisi klinis bahkan kematian dini.Diawali dengan penatalaksanaan kegawatan secara umum kemudian dilanjutkan penatalaksanaan kegawatan jantung secara khusus sesuai dengan masalah kritisyang sedang dihadapi (sianosis sentral, peningkatan aliran darah ke paru atau penurunan aliran darah ke sistemik) sebagai berikut : 1. Penempatan pada lingkungan yang nyaman dan fisiologis (suhu 36,5-37oCdan kelembaban sekitar 50%). 2. Pemberian oksigen. Oksigen sering diberikan pada neonatus yang dicurigai menderita PJBtanpa mempertimbangkan tujuan dan dampak negatifnya. Pemberian oksigen padaneonatus mengakibatkan vasokonstriksi arteria sistemik dan vasodilatasi arteria pulmonalis, hal ini memperburuk PJB dengan pirau kiri ke kanan. Pemberianoksigen pada neonatus ductus dependent sistemic circulation atau ductusdependent pulmonary circulation malah mempercepat penutupan duktus danmemperburuk keadaan. Pada kedua kondisi tersebut lebih baik mempertahankansaturasi oksigen tidal lebih dari 85% dengan udara kamar (0,21% O2). Saturasi oksigen neonatus dengan PJB sianotik selalu rendah dan tidak akan meningkat secara nyata dengan pemberian oksigen. Namun demikian, padaneonatus yang mengalami distres, akan

mengganggu ventilasinya dan gangguanini dapat akan berkurang dengan pemberian oksigen yang dilembabkan dengankecepatan 2-4 liter per menit dengan masker atau kateter nasofaringeal. Padaneonatus dengan distres nafas yang berat maka bantuan ventilasi mekanik sangatdiperlukan. 3. Pemberian cairan dan nutrisi Harus dipertahankan dalam status normovolemik sesuai umur dan berat badan. Pada neonatus yang dengan distres ringan dengan pertimbangan masihdapat diberikan masukan oral susu formula dengan porsi kecil tapi sering. Perlu perhatian khusus pada PJB kritis terhadap gangguan reflex menghisap dan pengosongan lambung serta risiko aspirasi. Pemberian melalui sonde akanmenambah distres nafas dan merangsang reflex vagal. Pada kondisi shock, pemberian cairan 10 – 15 ml/kgBB dalam 1-2 jam, kemudian dilihat responsterhadap peningkatan tekanan darah, peingkatan produksi urine dan tanda vitalyang lain. Disfungsi miokard akibat asfiksia berat memerlukan pemberiandopamin dan dobutamin. Pemberian diet pada penderita penyakit jantung bawaan untuk mengatasigangguan pertumbuhan seharusnya dengan pemberian komponen diet yang lebihtinggi dibanding anak normal agar dapat mencapai pertumbuhan optimal. Recommended DietaryAllowances(RDA) yang dibutuhkan oleh anak umur kurang dari 6 bulan dengan PJB berat adalah 40 % lebih besar darikebutuhannya. Namun penelitian ini tidak membedakan tipe dari PJB dan beratnyagangguan hemodinamiknya. Pada anak dengan PJB asianotik membutuhkannutrien lebih tinggi daripada anak normal. Energi yang dibutuhkan 20-30 % diatas RDA agar dapat mencapai tumbuh kejar. Penelitian dilakukan oleh Bougle dkk pada bayi berumur 2-14 minggudengan PJB asianotik yang mengalami gagal jantung dan gagal tumbuh sertamemperoleh digitalis dan diuretik. Mereka diberi minum melalui sonde lambungsecara kontinyu selama 40 hari. Cairan susu formula bayi yang diperkaya energidalam bentuk MCT dan karbohidrat, diberikan mulai 40 ml/kgBB/hariditingkatkan secara progresif sampai terjadi kenaikan berat badan. Jumlah kaloriyang diberikan rata-rata 137 kkal/kgBB/hari. Terjadi peningkatan berat badanyang bermakna. 4. Pemberian prostaglandin E1Merupakan tindakan awal yang harus diberikan, sebagai lifesaving dansementara menunggu kepastian diagnosis, evaluasi dan menyusun terapi rasionalselanjutnya, prostaglandin E1 diberikan pada : -

Setiap bayi umur kurang dari 2 minggu yang dicurigai dengan PJBsianosis (ductus dependent pulmonary circulation). Tujuan : meningkatkanaliran darah ke paru (Atresia pulmonal, pulmonal stenosis yang berat, atresiatrikuspid) atau meningkatkan tekanan atrium kiri agar terjadi pirau kiri kekanan sehingga oksigenasi sistemik menjadi lebih baik (transposisi pembuluhdarah besar).

-

Setiap bayi umur kurang dari 2 minggu yang disertai syok, pulsasi perifer lemah atau tak teraba, kardiomegli dan hepatomegali (ductus dependent systemic circulation). Tujuan : meningkatkan aliran darah ke arteri sistemik (aorta stenosis yang kritis, koartasio aorta, transposisi pembuluh darah besar,interrupted arkus aorta atau hipoplastik jantung kiri). Dosis awal 0,05 mikrogram/kgBB/menit secara intravena atau melaluikateter umbilikalis, dosis bisa dinaikkan sampai 0,1 sampai 0,15mikrogram/kgBB/menit selama belum timbul efek samping dan sampai tercapaiefek yang optimal. Bila terjadi efek samping

berupa hipotensi atau apnea maka pemberian prostaglandin segera diturunkan dosisnya dan diberikan bolus cairan 5-10 ml/kgBB intravena. Bila terjadi apnea maka selain menurunkan dosis prostaglandin E1, segera dipasang intubasi dan ventilasi mekanik dengan O2rendah, dipertahankan minimal saturasi oksigen mencapai 65 %. Bila keadaan sudah stabil kembali maka dapat dimulai lagi dosis awal, bilatidak terjadi efek samping pada pemberian dosis 0,05 mikrogram/kgBB/menittersebut, maka dosis dapat diturunkan sampai 0,01 mikrogram/kgBB/menit ataulebih rendah sehingga tercapai dosis minimal yang efektif dan aman. Selama pemberian prostaglandin E1 perlu disiapkan ventilator dan pada sistem infusion pump tidak boleh dilakukan flushed. Harus dipantau ketat terhadap efek sampinglainnya yaitu : disritmia, diare, apnea, hipoglikemia, NEC, hiperbilirubinemia,trombositopenia dan koagulasi intravaskular diseminata, perlu juga diingatkontraindikasi bila ada sindroma distres nafas dan sirkulasi fetal yang persisten.Bila ternyata hasil konfirmasi diagnosis tidak menunjukkan PJB maka pemberian prostaglandin E1 segera dihentikan. Telah dicoba pemakaian prostaglandin E2 per oral, mempunyai efek yanghampir sama dengan prostaglandin E1, lebih praktis dan harganya lebih murah.Pada awalnya diberikan setiap jam, namun bila efek terapinya sudah tercapai,maka obat ini dapat diberikan tiap 3-4 jam sampai 6 jam. Dapat mempertahankanterbukanya duktus dalam beberapa bulan, namun duktus akan menutup bila pemberiannya dihentikan. Untuk neonatus usia 2-4 minggu, walaupun angka kesuksesan rendah ,masih dianjurkan pemberian prostaglandin E1 . Bila dalam 1-2 jam setelah pemberian dosis maksimum (0,10 mikrogram/kgBB/menit) ternyata tidak terjadireopen duktus, maka pemberiannya harus segera distop dan direncanakan untuk urgent surrgical intervention. 5. Koreksi terhadap gagal jantung dan disritmiaBila gagal jantung telah dapat ditegakkan, maka obat pertama yang harusdiberikan adalah diuretik dan pembatasan cairan, biasanya furosemid dengandosis awal 1 mg/kgBB yang dapat diberikan intravena atau per oral, 1 sampai 3kali sehari Cedilanid dapat ditambahkan untuk memperkuat kontraksi jantung(inotropik dan vasopresor) dengan dosis digitalisasi total untuk neonatus preterm10 mikrogram/kgBB per oral, untuk neonatus aterm 10 – 20 mikrogramkgBB per oral. Diberikan loading dose sebesar 1/2 dari dosis digitalisasi total, disusul 1/4dosis digitalisasi total 6 -12 jam kemudian dan 1/4 dosis sisanya diberikan 12-24 jam kemudian. Disusul dosis rumatan 5-10 mikrogram/kgBB per oral. Pemberianintravena dilakukan bila per oral tidak memungkinkan, dosis 80% dari dosis per oral. Dosis per oral maupun intravena diturunkan sampai 60% nya bila ada penurunan funsi ginjal. Dopamin dosis 2-20 mikrogram/kgBB/menit per drip (dilatasi renalvascular bed)dikombinasi dengan Dobutamin dosis 2-20 mikrogram/kgBB/menit per drip (meningkatkan kontraktilitas miokard) merupakan kombinasi yang sangat baik untuk meningkatkan penampilan jantung dengan dosis yang minimal. Captopril sebagai vasodilator (menurunkan tahanan vaskuler sistemik danmeningkatkan kapasitas sistem vena) ) sangat berperan pada neonatus dengangagal jantung kongestif. Dosis 1 mg/kgBB per oral dosis tunggal disusul dosisyang sama untuk rumatan. Sangat efektif pada kondisi neonatus dengan: •penurunan fungsi ventrikel

•pirau kiri ke kanan yang masif regurgitasi katup •hipertensi sistemik •hipertensi pulmonal.

7.Terapi Genetik Sebuah penelitian baru membuktikan bahwa KCNQ1 adalah gen utamayang menyandi fungsi jantung. Mutasi yang terjadi pada gen tersebutakanmenyebabkan penyakit jantung bawaan pada ratusan ribu anak dan akanmenimbulkangangguan rhytm atau irama jantung dengan penderitaan seumur hidup. Kondisi ini pada akhirnya bisa menyebabkan gagal jantung atauCardiac suddent dan kematian. Penelitian di Cardiac Research Center, Niigata UniversityHospital, Jepang telah melakukan ujigene screening pada lebih dari seratuskeluarga dengan penderita penyakit jantung bawaan. Dari hasil penelitian ini menggambarkan sesuatu yang sangat baru dalamilmu genetika kedokteran, bahwa mutasi gen KCNQ1 menjadi dasar timbulnyakelainan jantung bawaan LQTS, dan diturunkan secara dominan autosomal.Keparahan penyakit tersebut ditentukan bukan hanya oleh lokasi terjadinyamutasi, namun yang lebih penting lagi adalah jenis asam amino pembentuk mutantersebut. Sehingga tentunya, hasil ini dimasa depan dapat digunakan sebagai dasar ilmiah teknik pengobatan genetik (gene therapy)bagi penderita penyakit jantung bawaan, yaitu dengan cara mentransgenikkan asam amino mutant pada pasienkearah asam amino normal.

Tatalaksana Demam Rematik

Tatalaksana Tatalaksana komprehensif pada pasien dengan demam rematik meliputi:     

Pengobatan manifestasi akut, pencegahan kekambuhan dan pencegahan endokarditis pada pasien dengan kelainan katup. Pemeriksaan ASTO, CRP, LED, tenggorok dan darah tepi lengkap. Ekokardiografi untuk evaluasi jantung. Antibiotik: penisilin, atau eritromisin 40 mg/kgBB/hari selama 10 hari bagi pasien dengan alergi penisilin. Tirah baring bervariasi tergantung berat ringannya penyakit. Anti inflamasi: dimulai setelah diagnosis ditegakkan: o Bila hanya ditemukan artritis diberikan asetosal 100 mg/kgBB/hari sampai 2 minggu, kemudian diturunkan selama 2-3 minggu berikutnya. o Pada karditis ringan-sedang diberikan asetosal 90-100 mg/kgBB/hari terbagi dalam 4-6 dosis selama 4-8 minggu bergantung pada respons klinis. Bila ada perbaikan, dosis diturunkan bertahap selama 4-6 minggu berikutnya. o Pada karditis berat dengan gagal jantung ditambahkan prednison 2 mg/kgBB/hari diberikan selama 2-6 minggu.

7.Komplikasi Pasien terancam mengalami berbagai komplikasi antara lain: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.

Gagal jantung kongestif / CHF. Renjatan kardiogenik/ Henti Jantung. Aritmia. Endokarditis bakterialistis. Hipertensi. Hipertensi pulmonal. Tromboemboli dan abses otak. Obstruksi pembuluh darah pulmonal. Hepatomegali (jarang terjadi pada bayi prematur).

10. Enterokolitis nekrosis. 11. Gangguan paru yang terjadi bersamaan (misalnya sindrom gawat nafas atau displasia bronkkopulmoner). 12. Perdarahan gastrointestinal (GI), penurunan jumlah trombosit. 13. Hiperkalemia (penurunan keluaran urin). 14. Gagal tumbuh Anak dengan PJB juga beresiko terjadi ketidakseimbangan energi yang mengakibatkan defisiensi nutrisi tertentu atau ketidakcukupan total energi. Kekurangan energi, protein dan nutrisi lain akan berefek ke pertumbuhan.

8.Prognosis 1. PJB Umumnya prognosis buruk tanpa operasi. 2. VSD dan ASD Prognosis sangat ditentukan dengan besar kecilnya defek dan resistensi pulmonal. Anak VSD dan ASD kecil asimtomatik Penurunan pirau dari kiri ke kanan pada usia 6-24 bulan Anak VSD dan ASD kondisi stabil & membaik setelah masa bayi. Pada akhir kehamilan 7 minggu, Anak dengan VSD dan ASD kecil mempunyai prognosis baik, dan dapat hidup normal. Tidak diperlukan pengobatan. 3. Demam Reumatik Demam reumatik tidak dapat diduga perkembangannya saat serangan akut tetapi 75% hilang dalam 6 minggu, 90% dalam 12 minggu, kurang dari 5% menetap sampai lebih dari 6 bulan biasanya pada carditis berat atau bila ada riwayat demam reumatik sebelumnya

Related Documents


More Documents from "apri ans"