Laporan Praktikum Evaluasi Nilai Biologis Pangan PENGARUH PROTEIN RANSUM DAN PEMBERIAN TEH HIJAU TERHADAP JUMLAH LIMFOSIT; PENGARUH PEMBERIAN TEH HIJAU TERHADAP PERTUMBUHAN TIKUS, BERAT DAN PENAMPAKAN ORGAN 1
2
Dr. Ir. Endang Prangdimurti, M.Si , Desty Gitapratiwi, S. TP 1
2
Dosen PJP, Asisten Praktikum
Golongan/Kelompok: P4/3 Riska Rudiyanti Dewi (F24051879), Hurry Zamhoor Pratama (F24052173), Kamalita Pertiwi (F24052300), Galih Nugroho (F24052308) Rabu, 3 Desember 2008
A.
I. PENDAHULUAN Latar Belakang Semua makhluk hidup membutuhkan zat-zat gizi maupun non gizi untuk dapat menjalankan fungsi normal kehidupannya. Zat-zat gizi yang dibutuhkan antara lain karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral. Zat non gizi seperti antioksidan juga diperlukan untuk melawan radikal bebas, baik yang masuk dari luar tubuh maupun yang terbentuk akibat metabolisme. Salah satu sumber antioksidan yang banyak diteliti adalah teh. Teh hijau mengandung senyawa fenolik yang memiliki aktivitas antioksidan. Sejumlah senyawa fenolik berperan sebagai senyawa anti kanker. Sebagian besar senyawa fenolik adalah flavonoid dari tanaman (quercetin dan rutin), antioksidan sintesis, asam klorogenat, asam kafeat, dan asam ferulat. Senyawa fenolik tersebut dijumpai pada teh, kopi, sereal, buah, dan sayur. Miura, et al. (1997) menemukan bahwa ekstrak teh hijau dan tanin memiliki sifat anti proliferasi dan anti invasi terhadap sel hepatoma AH109A baik secara in vitro maupun ex vivo. Penelitian ini diperkuat oleh Thangapazham, et al. pada tahun 2006 yang menemukan bahwa polifenol dari teh hijau dan juga produk konstituennya, epigallocatechin gallate, mampu menghambat proliferasi kanker
payudara MDA-MB 231 baik secara in vitro maupun in vivo. Nutrisi memainkan peranan penting dalam mempertahankan fungsi imun. Kekurangan satu atau lebih nutrien mungkin menyebabkan sistem imun tidak bekerja secara optimum. (Blackburn, 2008). Banyak bahan pangan yang diteliti mengenai aktivitasnya sebagai imunostimulan, beberapa diantaranya dipercaya mampu menstimulasi proliferasi sel limfosit untuk meningkatkan sistem imunitas. Polisakarida, salah satu komponen utama yang terdapat dalam teh hijau, mampu menstimulasi produksi sitokin di sumsum tulang. Sitokin digunakan dalam komunikasi seluler dan penting bagi respon imun tubuh terhadap patogen (Anonim, 2005). B.
Tujuan Tujuan percobaan ini adalah mempelajari pengaruh protein ransum dan pemberian teh hijau terhadap jumlah limfosit dan pengaruh pemberian teh hijau terhadap pertumbuhan tikus, berat dan penampakan organ.
II. BAHAN DAN METODE A. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah alkohol 70%, kapas, tisu, aluminium foil, kloroform, RPMI standar steril, RPMI lengkap steril, PBS steril, NH4Cl 0,85%, dan larutan tryphan blue.
1
Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah sarung tangan disposable, botol semprot, alat bedah steril alkohol, syringe 5 ml steril, transfer pipet disposable steril, cawan petri steril, botol steril, wadah bertutup (toples), pipet 5 ml atau 10 ml disposable, mikropipet 10-100 µl, tabung sentrifus steril 15 ml, rak tabung sentrifus, sentrifus, tip mikropipet, hemasitometer dan cover glass, laminar flow hood steril dan cell counter. A.
Metode 1. Pengambilan organ dan isolasi limfosit dari limpa tikus
Tikus jantan dibius dengan cara dimasukkan ke dalam toples yang berisi kapas yang telah diberi kloroform
Setelah tikus pingsan, seluruh badan tikus dibasuh dengan alkohol 70%
Tikus diletakkan pada meja bedah yang dialasi aluminium foil
@
Limpa digerus dengan alat penumbuk steril (ujung syringe)
Suspensi sel dipindahkan menggunakan transfer pipet steril ke tabung sentrifus 15 ml steril
Disentrifus 1500 rpm selama 10 menit
Cairan supernatan dibuang
Pelet sel dijentik-jentikkan agar pelet hancur (tidak kompak)
Ditambahkan 2 ml NH4Cl 0,85% steril selama tepat 2 menit
Ditambahkan 3 ml RPMI standar steril segera
Disentrifus 1500 rpm 10 menit Dibedah bagian perutnya untuk diambil limpa, ginjal dan hatinya secara steril Supernatan dibuang Limpa dimasukkan ke dalam botol steril berisi 3 ml PBS steril atau RPMI standar steril
Berat limpa, ginjal dan hati masingmasing ditimbang
Pelet sel dijentik-jentikkan
Pelet sel dicuci kembali dengan penambahan 5 ml RPMI standar steril
Disentrifus 1500 rpm 10 menit Limpa, ginjal dan hati dilihat penampakannya masing-masing Pelet sel dijentik-jentikkan Limpa dipindahkan ke dalam cawan petri steril berisi 5 ml RPMI standar steril (pengerjaan dilakukan di laminar flow hood steril)
Ditambah 2-3 ml RPMI lengkap
Pelet sel dijentik-jentikkan sampai homogen @ @
2
@
(sakit) Teh 5
Suspensi limfosit tikus 2. Penghitungan jumlah limfosit
42 rata-rata
63,0000
21 17
Tabel 2 Berat organ limpa, hati dan ginjal kelompok tikus yang diberi teh hijau dan tanpa pemberian teh hijau
Suspensi limfosit Std 1 Std 2 Std 3 Std 4 Std 5 Teh 1 Teh 2 Teh 3 Teh 4 Teh 5
Diambil 50 µl
Ditambahkan 50 µl tryphan blue
Diaduk perlahan dengan menggunakan mikropipet
Diambil 50 µl
Limpa 0,3344 0,2098 0,0900 0,1390 0,0700 0,1718 0,1800 0,1287 0,2048 0,0965
Hati 3,0900 3,4284 2,4867 2,2644 2,3700 2,6900 2,7900 1,9653 2,6037 2,3840
Ginjal 0,6428 0,6786 0,6800 0,5583 0,6400 0,8062 0,7677 0,6043 0,7210 0,7335
Diteteskan pada hemasitometer (dihindarkan adanya gelembung udara)
Sel dihitung di bawah mikroskop dari 2 bidang pandang dengan perbesaran 400x.
Viabilitas sel dihitung
III. HASIL PERCOBAAN 1.
Pengaruh pemberian teh hijau terhadap pertumbuhan tikus, berat dan penampakan organ
Tabel 1 Pertambahan berat badan tikus BB BB awal akhir ∆BB Std 1 55 71 16 Std 2 46 66 20 Std 3 44 69 25 Std 4 43 73 30 Std 5 42 59 17 rata-rata 22 Teh 1 56 73 17 Teh 2 49 68 19 Teh 3 48 60 12 Teh 4 46 54 8
Grafik 1 Perbandingan berat relatif organorgan antara kelompok tikus ransum dengan dan tanpa pemberian teh hijau 2.
Pengaruh protein ransum dan pemberian teh hijau terhadap jumlah limfosit
3
Tabel 3 Jumlah sel limfosit pada berbagai jenis kelompok tikus Diagonal Diagonal Jumlah Sel Limfosit 1 2 Jumlah Rata-Rata (Sel/ml) Soy 1 992 621 1613 806,5 16130000 Soy 2 3390 2454 5844 2922 58440000 Soy 3 1263 382 1645 822,5 16450000 Soy 4 308 326 634 317 6340000 Cas 1 1954 2.276 4230 2115 42300000 Cas 2 11957 10216 22173 11086,5 221730000 Cas 3 272 302 574 287 5740000 Cas 4 51 52 103 51,5 1030000 Cas 6 791 982 1773 886,5 17730000 Non 1 596 333 929 464,5 9290000 Non 2 56 60 116 58 1160000 Non 3 495 442 937 468,5 9370000 Non 4 866 675 1541 770,5 15410000 Non 5 743 438 1181 590,5 11810000 Std 1 2403 1832 4235 2117,5 42350000 Std 2 360 266 626 313 6260000 Std 3 317 230 547 273,5 5470000 Std 4 355 398 753 376,5 7530000 Std 5 58 42 100 50 1000000 Teh 1 1148 1089 2237 1118,5 22370000 Teh 2 1500 1577 3077 1538,5 30770000 Teh 3 Mati Mati Mati Mati Mati Teh 4 816 735 1551 775,5 15510000 Teh 5 53 130 183 91,5 1830000 Contoh perhitungan: dinamakan polifenol (katekin) dan - Tikus Soy 1 flavonol. Tanin dalam teh merupakan 4 Jumlah sel limfosit: rata-rata x 10 x molekul polifenol yang besar dan 1/(50/100)) membentuk sebagian besar komponen 4 Jumlah sel limfosit: 806,5 x 10 x 2 aktif dalam teh hijau, sementara katekin 6 Jumlah sel limfosit: 16,13 x 10 sel/ml membentuk hampir 90% dari tanin. Beberapa jenis katekin ada dalam jumlah yang signifikan dan banyak diteliti: epicatechin (EC), epigallocatechin (EGC), epicatechin gallate (ECG) and epigallocatechin gallate (EGCG) (Graham, 1992). Limfosit adalah sel yang bertanggungjawab terhadap respon imun spesifik, dimana sel tersebut mempunyai kemampuan untuk mengenal berbagai macam antigen yang berbeda (Cambier, 1987). Limfosit mempunyai fungsi yang paling beragam dibanding semua sel dalam sistem imun. Menurut Kresno Grafik 2 Perbandingan rata-rata jumlah (1996), sel limfosit mampu mengenal sel limfosit berbagai jenis kelompok tikus setiap jenis antigen, baik antigen yang terdapat intraselular maupun IV. PEMBAHASAN ekstraselular misalnya dalam cairan tubuh atau dalam tubuh. Konstituen aktif dalam teh hijau merupakan antioksidan yang kuat yang
4
Pengaruh protein ransum dan pemberian teh hijau terhadap jumlah limfosit. Percobaan dengan menggunakan tikus percobaan jenis Sprague-Dawley ini dilakukan selama 10 hari di Kandang Hewan Percobaan SEAFAST Center IPB Bogor. Ada 5 jenis kelompok tikus yang dibedakan melalui jenis ransum yang diberikan. Kelompok tikus yang pertama berjumlah 5 tikus yang diberi ransum dengan sumber protein dari isolat protein kedelai, kelompok tikus yang kedua berjumlah 6 tikus yang diberi ransum dengan sumber protein dari kasein susu, kelompok tikus yang ketiga berjumlah 5 tikus yang diberi ransum tanpa penambahan protein. Kelompok tikus yang keempat berjumlah 5 tikus yang diberi ransum dengan protein standar tetapi tanpa diberikan teh hijau sebagai minuman, sedangkan kelompok tikus kelima berjumlah 5 tikus yang diberi ransum dengan protein standar dan diberikan teh hijau sebagai minuman (sebagai antioksidan). Sehingga, kelompok tikus keempat dan kelima hanya berbeda pada pemberian teh hijau saja. Tikus-tikus tersebut dipelihara dalam kandang individu dan pemberian ransum dilakukan secara ad libitum. Komposisi ransum dapat dilihat pada tabel-tabel berikut. Tabel 4 Komposisi ransum standar Jumlah Protein 126,9 Lemak (minyak) 79,4 Mineral mix 45,6 Air 35,8 Serat 9,6 Vitamin 10 Pati 692, 7
Tabel 5 Komposisi ransum non protein Jumlah Protein 0 Lemak (minyak) 64 Mineral mix 40 Air 40 Serat 8 Vitamin 8 Pati 640
Tabel 6 Komposisi ransum isolat protein kedelai Jumlah ISP 110,7 Lemak (minyak) 64,2 Mineral mix 36,1 Air 31,6 Serat 7,8 Vitamin 8,5 Pati 591,1 Setelah 10 hari, kemudian sejumlah 4 tikus dari kelompok pertama (soy), 5 tikus dari kelompok kedua (cas), 5 tikus dari kelompok ketiga (non), 5 tikus dari kelompok keempat (std) dan 5 tikus dari kelompok kelima (teh) diterminasi dan diambil organ limpanya kemudian dihitung jumlah limfositnya. Setelah dirata-ratakan, jumlah sel limfosit ratarata untuk tiap jenis perlakuan tikus secara berurutan yaitu kelompok tikus yang diberi ransum isolat protein kedelai (soy) 30.340.000 sel/ml, ransum kasein (cas) 57.706.000 sel/ml, ransum non protein (non) 9.408.000 sel/ml, ransum standar antioksidan (std) 12.522.000 sel/ml, dan ransum antioksidan (teh)17.620.000 sel/ml. Dari grafik 2, jika dibandingkan antara ketiga jenis ransum dengan protein yang berbeda yaitu isolat protein kedelai, kasein dan non protein dapat dilihat bahwa jumlah limfosit ratarata terbanyak dimiliki oleh kelompok tikus dengan ransum kasein dengan ratarata jumlah limfosit sebanyak 57.706.000 sel/ml, sehingga dapat disimpulkan bahwa kasein memiliki kemampuan untuk meningkatkan jumlah limfosit atau dengan kata lain bersifat sebagai imunostimulan atau imunomodulator. Sementara itu, kelompok tikus dengan rata-rata jumlah limfosit paling sedikit adalah kelompok tikus non protein dengan jumlah rata-rata limfosit sebanyak 9.408.000 sel/ml. Kasein diketahui memiliki aktivitas sebagai imunomodulator dan antimikroba, seperti juga imunoglobulan, laktalbumin, laktoferin, dan lisozym. Untuk mengetahui pengaruh pemberian antioksidan, dalam percobaan ini yaitu pemberian teh hijau, akan dilihat pada kelompok tikus keempat dan kelima. Dari grafik 2, dapat dilihat bahwa dari kedua jenis kelompok tikus, yang memiliki jumlah limfosit lebih banyak adalah kelompok tikus yang diberi teh hijau
5
sebagai antioksidan, yaitu sebanyak 17.620.000 sel/ml. Sementara itu, kelompok tikus yang tidak diberikan teh hijau memiliki rata-rata jumlah limfosit sebanyak 12.522.000 sel/ml. Dari hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa pemberian antioksidan memiliki pengaruh dalam meningkatkan jumlah limfosit pada tikus, meskipun perbedaan jumlah limfositnya tidak terlalu signifikan, antara kelompok yang diberi teh hijau maupun yg tidak diberi teh hijau. Pengaruh teh hijau dalam meningkatkan sistem imun tubuh didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Brigham and Women’s Hospital yang mengeluarkan detail suatu proyek penelitian pada tanggal 21 April 2003 yang menyatakan bahwa tehanin dapat membantu respon imun tubuh ketika melawan infeksi, dengan meningkatkan kapasitas perlawanan terhadap penyakit oleh gamma delta sel T. Studi yang dilakukan melibatkan 11 peminum kopi dan 10 peminum teh yang mengonsumsi 600 ml kopi atau teh setiap hari. Analisis yang dilakukan terhadap sampel darah menunjukkan bahwa aktivitas produksi protein anti bakteri meningkat hampir lima kali lipat pada peminum teh; sebuah indikator respon imun yang lebih baik. Pengaruh pemberian teh hijau terhadap pertumbuhan tikus dan berat organ. Selain jumlah limfosit, diamati pula pengaruh pemberian teh hijau terhadap pertumbuhan tikus dan berat organ. Untuk mengetahui pengaruh pemberian teh hijau terhadap pertumbuhan tikus, yang diamati adalah berat badan tikus yaitu dengan penimbangan setiap hari, kemudian pada akhir pengamatan, dihitung selisih berat badan tikus pada awal dan akhir pengamatan. Kemudian, saat tikus diterminasi, selain organ limpa yang diambil, organ lain yang diambil dari tikus adalah hati dan ginjal. Organ hati, limpa dan ginjal ini kemudian ditimbang masingmasing. Dari tabel 1 dapat dilihat bahwa kelompok tikus yang diberikan teh hijau memiliki pertambahan berat badan yang lebih kecil daripada kelompok tikus yang tidak diberikan teh hijau. Kelompok tikus yang diberikan teh hijau mengalami ratarata peningkatan berat badan sebanyak 17 gram, sedangkan kelompok tikus tanpa pemberian teh hijau mengalami
rata-rata peningkatan berat badan sebanyak 22 gram. Hal ini mungkin disebabkan oleh adanya kandungan tanin pada teh hijau. Tanin adalah polimer kaya fenol dengan berat molekul tinggi yang terdapat dalam banyak bahan pangan, termasuk kacang-kacangan; beberapa contoh bahan pangan lain yang juga mengandung tanin adalah serealia, buah, kopi dan teh. Tanin mengandung hidroksil yang cukup dan gugus lain yang cocok (seperti karboksil) untuk membentuk kompleks kuat secara efektif dengan protein dan makromolekul lain. Tanin yang terkondensasi (oligomer flavonoid) dan senyawa polifenol lain menunjukkan sifat antrinutrisi ketika dikonsumsi karena tanin mengikat, mengkoagulasi, dan mengendapkan protein dan beberapa mineral (Chang et al., 1994). Gugus fenol yang terdapat pada tanin merupakan donor hidrogen yang sangat baik yang membentuk ikatan hidrogen yang kuat dengan gugus karboksil dari protein. Mungkin karena alasan inilah tanin memiliki afinitas pada protein yang lebih besar daripada dengan pati (Anonim, 2001). Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa tanin yang terdapat pada teh dapat menyebabkan penurunan berat badan pada tikus percobaan. Ketika diberikan pada konsentrasi yang relatif tinggi pada tikus percobaan, tanin dilaporkan dapat menurunkan laju pertumbuhan, utilisasi protein dan daya cerna bahan kering (Bressani et al., 1983). Tetapi hasil penelitian Chang et al. (1994) menunjukkan bahwa tanin yang terkondensasi yang diisolasi dari cowpea dan teh, ketika diberikan pada tikus percobaan pada level yang secara gizi relevan dengan yang dikonsumsi oleh manusia, tidak mengganggu laju pertumbuhan, PER atau daya cerna protein. Mungkin, pada percobaan ini teh yang diberikan mengandung tanin dalam jumlah besar sehingga dapat menyebabkan penurunan berat. Joslyn dan Glick (1969) melaporkan bahwa pemberian asam tanat pada tikus sebanyak 5 g/100 g ransum memberikan hasil peningkatan berat yang lebih rendah daripada kontrol (-50% dari kontrol) Hasil peningkatan berat yang lebih rendah daripada kontrol mungkin juga disebabkan oleh waktu penelitian yang tidak cukup lama. Penelitian yang
6
dilakukan oleh Mehansho et al. pada tahun 1983 menunjukkan bahwa tikus yang sedang dalam masa sapihan yang diberikan ransum sorgum yang tinggi tanin memiliki pertambahan berat yang 50% lebih besar daripada tikus yang diberi sorgum rendah tanin dalam dua minggu, tetapi pada 3 hari pertama, tikus yang diberi makan sorgum tinggi tanin sebenarnya mengalami penurunan berat badan. Hati dan ginjal bersifat rentan terhadap pengaruh cukup banyak zat kimia. Kerentanan itu sebagian dapat diterangkan berdasarkan posisinya dalam sirkulasi cairan badan. Seperti diketahui, hati dapat mudah berhubungan melalui vena portae dengan zat-zat yang diserap dari lambung, usus dan ginjal. Hal ini disebabkan fungsi ekskresinya berhubungan erat sekali dengan darah dan zat-zat yang terdapat di dalamnya (Gadjahnata, 1989). Untuk mengetahui pengaruh pemberian teh hijau terhadap berat relatif organ, dapat dilihat pada grafik 2. Dari grafik tersebut, dapat dilihat bahwa berat relatif limpa dan hati kelompok tikus yang diberikan teh hijau pada ransumnya lebih kecil daripada berat relatif limpa dan hati kelompok tikus tanpa pemberian teh hijau. Kelompok tikus yang diberi teh hijau mempunyai rata-rata berat relatif limpa sebesar 0,1686 gram, sedangkan kelompok tikus tanpa pemberian teh hijau memiliki ratarata berat relatif limpa sebesar 0,1564 gram. Rata-rata berat relatif hati kelompok tikus tanpa pemberian teh hijau sebesar 2,7279 gram, sedangkan kelompok tikus dengan pemberian teh hijau sebesar 2,4866. Sementara itu, rata-rata berat relatif ginjal kelompok tikus yang mendapat teh hijau (0,72654 gram) lebih besar daripada kelompok tikus tanpa pemberian teh hijau (0,63994 gram). Dari ketiga hasil tersebut, yang dapat disimpulkan adalah pemberian antioksidan menyebabkan selisih berat ketiga organ yang tidak terlalu signifikan. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Halimah (1997) yang menyatakan bahwa berat relatif hati, ginjal, dan pankreas tikus yang diberi ekstrak antioksidan daun sirih dengan kontrol tidak berbeda secara signifikan. Dari keseluruhan kelompok, tikus kontrol mempunyai berat relatif organ hati, ginjal, dan pankreas paling tinggi. Penampakan hati, ginjal dan
pankreas yang diambil dari tikus percobaan dapat dilihat pada gambargambar berikut.
Gambar 1 percobaan
Penampakan hati tikus
Gambar 2 percobaan
Penampakan
ginjal
tikus
Gambar 3 percobaan
Penampakan
limpa
tikus
Teh hijau sendiri juga memiliki manfaat untuk melindungi organ. Teh hijau melindungi hati dengan menstimulasi sistem imun melalui aksi antioksidan dalam mengurangi kerusakan yang disebabkan oleh racun akibat konsumsi alcohol berlebih dan asap rokok. Hasil studi demikian mengindikasikan bahwa teh hijau mampu mengurangi kerusakan awal hati yang disebabkan oleh toksin dengan menetralisasi stress oksidatif (Imai dan Nakachi, 1995) Kesimpulan Percobaan untuk mengetahui pengaruh protein ransum dan pemberian teh hijau terhadap jumlah sel limfosit dan pengaruh pemberian teh hijau terhadap
7
pertumbuhan tikus dan berat organ dilakukan secara in vivo dengan menggunakan tikus percobaan SpragueDawley selama 10 hari di Kandang SEAFAST Center IPB. Ransum kasein memberikan hasil jumlah sel limfosit paling banyak dibandingkan ransum ISP dan nonprotein, sedangkan jumlah sel limfosit paling sedikit ditunjukkan oleh kelompok tikus dengan ransum tanpa protein, sehingga dapat disimpulkan bahwa kasein bersifat sebagai imunostimulan. Pemberian antioksidan berupa teh hijau pada kelompok tikus juga memberikan hasil rata-rata jumlah sel limfosit yang lebih banyak daripada tanpa pemberian teh hijau,sehingga disimpulkan pemberian antioksidan dapat meningkatkan jumlah sel limfosit tikus. Teh hijau yang diberikan kepada tikus menyebabkan peningkatan berat badan yang lebih kecil daripada kelompok tikus tanpa pemberian teh hijau, sedangkan pengaruhnya terhadap berat organ yaitu, terdapat selisih yang tidak signifikan antara tikus yang mendapat pemberian teh hijau dengan tikus tanpa pemberian teh hijau. Berat organ rata-rata tikus tanpa pemberian teh hijau sedikit lebih besar daripada tikus dengan pemberian teh hijau. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2001. Tannins: Interaction with otehr macromolecules. http://www.ansci.cornell.edu/plants/t oxicagents/tannin/interaction.html. 1 Maret 2008. Anonim. 2005. Epigallocatechin Gallate Modulates Cytokine Production by Bone Marrow–Derived Dendritic Cells Stimulated with Lipopolysaccharide or Muramyldipeptide, or Infected with Legionella pneumophila, Experimental Biology and Medicine 230:645-651 (2005). Society for Experimental Biology and Medicine. Graham HN. Green tea composition, consumption, and polyphenol chemistry. Prev Med. 1992 May; 21(3):334-50 Miura D., Miura Y., dan Yagasaki K. 2004. Resveratrol inhibits hepatoma cell invasion by suppressing gene expression of
hepatocyte growth factor via its reactive oxygen speciesscavenging properties. Clinical and Experimental Metastasis. 21:445451 Imai, K, dan Nakachi, K. Cross sectional study of effects of drinking green tea on cardiovascular and liver diseases. BMJ. 1995 Mar 18;310(6981):693-6. Brigham and Women’s Hospital. 2003. http://www.brighamandwomens.org/ publicaffairs/Newsreleases/tea_im munity_04_21_03.aspx. 1 Maret 2008. Blackburn. 2008. Green Tea Extract and Immune Health. http://www.articlesbase.com/supple ments-and-vitamins-articles/ greentea-extract-and-immune-health689148.html. 15 Januari 2009. Cambier, J.C. 1987. B-Lymphocyte Difference. CRC Press, Inc. Boca Raton, Florida. Kresno, S.B. 1996. Imunologi: Diagnosis dan Prosedur Laboratorium (eds.). Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. Chang, Ming-Cheng J., James W. Bailey, and J.L. Collins. 1994. Dietary Tannins from Cowpeas and Tea Transiently Alter Apparent Calcium Absorption but Not Absorption and Utilization of Protein in Rats. J. Nutr. 124: 283-288 Bressani, R., Elias, L. G., Wolzak, A., Hagerman, A. E. & Butler, L.C. 1983. Tannin in common beans: methods of analysis and effects on protein quality. J. Food Sci. 48: 1000-1003. loslyn, M. A. & Click, Z. 1969 Comparative effects of gallotannic acid and related phenolics on teh growth of rats. J. Nutr. 98: 119-126. Gadjahnata, K.H.O. 1989. Biologi Kedokteran I. PAU Imu Hayat, IPB, Bogor. Halimah, Pupung. 1997. Mempelajari Keamanan Antioksidan Daun Sirih (Piper betle L.) Dosis Rendah pada Pertumbuhan Tikus dan Proliferasi Limfosit. [Skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Bogor. Mehansho, H., Hagerman, A., Clements, S., Butler, L., Rogler, J. & Carlson, D. M. 1983. Modulation of prolinerich protein bio syntehsis in rat
8
parotid glands by sorghums with high tannin levels. Proc. Nati. Acad. Sci. U.S.A. 80: 3948-3952.
9