Laporan Laju Respirasi Edo.docx

  • Uploaded by: m. arif fikri al-ridho
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Laporan Laju Respirasi Edo.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,204
  • Pages: 15
Laporan Praktikum Fisiologi Pascapanen

LAJU RESPIRASI

NAMA

: M. ARIF FIKRI AL-RIDHO

NIM

: G111 16 302

KELAS

: FISPAN D

KELOMPOK

: 12

ASISTEN

: ANDI MUHAMMAD IRAWAN

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2018

BAB I PENDAHULUAN 1.1

Latar Belakang Produk hortikultura seperti sayur-sayuran dan buah-buahan yang telah

dipanen masih merupakan benda hidup, seperti jika belum dipanen atau masih di pohon. Benda hidup disini dalam pengertian masih mengalami proses-proses yang menunjukkan kehidupanya yaitu proses metabolisme. Karena masih terjadi proses metabolisme tersebut maka produk buah-buahan dan sayur-sayuran yang telah dipanen akan mengalami perubahan yang akan menyebabkan terjadinya perubahan komposisi kimiawinya serta mutu dari produk tersebut. Sayur-sayuran merupakan nama yang diberi kepada makanan pokok yang dikonsumsi oleh manusia,tetapi tidak termasuk dalam kategori buah-buahan lalu seperti dan juga buahan kacang-kacangan, herba,dan rempah-rempah. Sejumlah sayuran dapat dikonsumsi mentah tanpa dimasak sebelumnya, sementara yang lain harus dimasak dengan caranya masing-masing. Bagaimanapun juga, beberapa jenis sayuran ada yang dapat digunakan untuk membuat dessert (makanan penutup) dan jenis makanan manis lainnya, contohnya roti wortel. Kemunduran kualitas dari suatu produk hortikultura yang telah dipanen biasanya diikuti dengan meningkatnya kepekaan produk tersebut terhadap serangan infeksi mikroorganisme sehingga akan semakin mempercepat kerusakan atau menjadi busuk, sehingga mutu serta nilai jualnya menjadi rendah bahkan tidak bernilai sama sekali. Untuk kasus ini para pengolah buah-buahan baik petani, pedagang, atau industri pengelola berusaha semaksimal mungkin agar buah mengalami pemasakan pada waktu yang tepat atau sesuai dengan waktu yang diinginkan oleh para pengolah buah-buahan tersebut. Pada dasarnya mutu suatu produk hortikultura setelah panen tidak dapat diperbaiki, tetapi yang dapat dilakukan adalah hanya usaha untuk mencegah laju kemundurannya atau mencegah proses kerusakan tersebut berjalan lambat. Mutu yang baik dari suatu produk hortikultura yang telah dipanen hanya dapat dicapai apabila produk tersebut dipanen pada saat kondisi sudah mencapai masak fisiologis sesuai dengan yang dibutuhkan oleh penggunanya.

Berdasarkan hal diatas, maka perlu dilakukan praktikum mengenai respirasi pada buah dan sayur agar dapat mengetahui perubahan-perubahan yang terjadi pada buah dan sayur selama masa penyimpanan yang berbeda. 1.2

Tujuan dan Kegunaan Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui respirasi pada buah dan

sayur dan perubahan yang terjadi pada buah dan sayur seperti berat, tekstur, warna, dan aroma. Kegunaan dari praktikum ini adalah mahasiswa dapat mengetahui respirasi pada buah dan sayur dan perubahan yang terjadi pada buah dan sayur seperti berat, tekstur, warna, dan aroma.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1

Laju Respirasi Karakteristik penting produk pascapanen hortikultura adalah bahan tersebut

masih hidup dan masih melanjutkan fungsi metabolisme, akan tetapi metabolismenya tidak sama dengan tanaman induknya. Aktivitas metabolismenya dicirikan dengan antara lain proses respirasi. Kerusakan produk pascapanen umumnya proporsional mengikuti laju respirasi Semakin tinggi laju respirasi, biasanya disertai dengan umur simpan yang pendek; laju respirasi produk hortikultura selain dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban juga dipengaruhi oleh komposisi gas terutama O2 dan CO2 di sekitar produk. Respirasi adalah proses pemecahan bahan-bahan organik yang dikandung oleh produk hortikultura (karbohidrat, protein, lemak) menjadi bahan-bahan yang lebih sederhana dengan melepaskan suatu energi (panas), dimana dalam prosesnya menggunakan oksigen dan melepaskan karbondioksida (Kader, 1993 dalam Aminudin, 2010). Setelah

dipanen

ternyata

sayuran

dan

buah-buahan

juga

masih

melangsungkan proses respirasi. Terdapat tiga fase dalam respirasi yaitu perombakan polisakarida menjadi gula-gula sederhana, oksidasi gula-gula sederhana menjadi asam piruvat, dan perubahan aerobik dari piruvat menjadi karbon dioksida, air, dan energi. Laju respirasi dari suatu buah merupakan indikator yang baik bagi aktivitas metabolik jaringan. Oleh karena itu, respirasi dapat digunakan sebagai petunjuk terhadap potensi umur simpan. Kecepatan respirasi yang tinggi biasanya berhubungan dengan tingkat umur simpan yang menjadi semakin pendek (Goldsmidt, 1997 dalam Swadianto, 2010). Respirasi biasanya juga dipengaruhi oleh

faktor internal yaitu tingkat

perkembangan, susunan kimiawi jaringan, ukuran produk, pelapisan alami dan jenis jaringan serta faktor eksternal yaitu suhu, zat pengatur pertumbuhan dan konsentrasi O2 dan CO2 di lingkungan sekitarnya (Swadianto, 2010). Berdasarkan pola respirasinya, buah dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu buah klimakterik dan buah nonklimakterik. Buah klimakterik adalah buah yang proses pematangannya terjadi setelah laju respirasi mencapai puncaknya.

Buah-buahan yang termasuk golongan klimakterik ialah pisang, mangga, pepaya, alpokat, tomat, sawo dan sebagainya. Sedangkan buah nonklimakterik adalah buah yang laju respirasinya terus menurun dan tidak mencapai puncak. Buahbuahan yang termasuk golongan nonklimakterik ialah semangka, jeruk, nenas, mentimun, dan anggur (Muchtadi, 1992 dalam Swadianto, 2010). Laju respirasi dapat diukur dengan menentukan jumlah substrat yang hilang, jumlah O2 yang diserap, CO2 yang dikeluarkan, panas yang dihasilkan dan energi yang terbentuk. Pengukuran laju respirasi biasanya hanya ditentukan dengan mengukur O2dan CO2, yaitu dengan mengukur laju penggunaan O2 atau pengeluaran CO2tersebut (Pantastico, 1986 dalam Swadianto, 2010). Pengukuran laju respirasi dapat dilakukan dengan sistem tertutup dan sistem terbuka. Dalam sistem tertutup, bahan ditempatkan dalam suatu wadah tertutup sehingga gas CO2 yang dihasilkan terakumulasi dan gas O2 yang dikonsumsi menjadi berkurang konsentrasinya. Laju respirasi dihitung dengan mengetahui berat bahan, volume bebas wadah dan selisih konsentrasi gas antara masuk dan yang keluar. Laju respirasi merupakan indeks yang baik untuk menentukan umur simpan buah setelah dipanen(Rokhani et.al., 1996 dalam Swadianto, 2010). 2.2

Respirasi Klimaterik Buah klimaterik adalah suatu periode mendadak yang unik bagi buah-

buahan tertentu, di mana selama proses ini terjadi serangkaian perubahan biologis yang diawali dengan proses pembuatan etilen. Proses ini ditandai dengan mulainya proses kematangan. Buah-buahan yang tidak pernah mengalami periode tersebut digolongkan ke dalam golongan non klimaterik. Buah yang termasuk buah klimaterik yaitu mangga, alpukat, dan pepaya, dan pisang (Dahlia, 2016). Terdapat dua teori yang menerangkan terjadi fase klimaterik yaitu dengan teori perubahan fisik, klimaterik disebabkan adanya perubahan permeabilitas dari jaringan, kemudian dengan teori perubahan kimia yaitu setelah ditambahkan senyawa asam malat, kenaikan produksi CO2terjadi pada buah yang mengalami fase klimaterik, kejadian ini disebut mallate effect. Buah

klimaterik

ditandai

dengan dalam proses pemasakan ditandai oleh peningkatan laju respirasi setelah mengalami penurunan. Sama halnya dengan laju produksi etilen yang disertai

dengan terjadinya perubahan fisik dan kimia buah.

Perubahan yang terjadi

meliputi perubahan susut bobot, rasio bobot daging per kulit buah, kelunakan, warna kulit buah, total asam tertitrasi, dan kandungan gula. Tingginya tingkat laju respirasi buah selama pemasakan biasanya terkait dengan cepatnya proses deteriorasi (kemunduran). Hal ini merupakan salah satu faktor kehilangan hasil. Selain itu faktor lainnya yaitu mikroorganisme dan penanganan pasca panen yang tidak tepat (Purwoko dan Suryana, 2000 dalam Dahlia, 2016). Laju repirasi pada sejumlah produk pasca panen secara nyata terpacu oleh hormon etilen. Pada buah-buahan klimaterik, semakin tinggi konsentrasi etilen yang diberikan sampai pada tingkat kritis, makin cepat pemacuan respirasinya. Peningkatan respirasi akan mempercepat perombakan karbohidrat dalam buah, sehingga bobot buah akan menurun (Phan et. al., 1989 dalam Afa et. al., 2013). 2.3

Respirasi Non-Klimaterik Buah non klimakterik adalah buah yang tidak mengalami lonjakan respirasi

maupun etilen setelah dipanen. Pada buah nonklimaterik, proses pematangan tidak berkaitan dengan kenaikan respirasi dan kenaikan kadar etilen. Perbedaan antara buah klimaterik dan nonklimaterik yaitu adanya perlakuan-perlakuan etilen terhadap buah nonklimaterik yang hanya terdapat pada perlakuan yang akan menstimulir proses respirasi saja (Fransiska, 2013). Buah yang termasuk ke dalam golongan non-klimaterik sebaiknya panen dilakukan sebelum akhir fase kemasakan buah agar daya simpannya lebih lama. Adanya respirasi menyebabkan buah menjadi masak dan tua yang ditandai dengan proses perubahan fisik, kimia, dan biologi antara lain proses pematangan, perubahan warna, pembentukan aroma dan kemanisan, pengurangan keasaman, pelunakan daging buah dan pengurangan bobot. Laju respirasi dapat digunakan sebagai petunjuk untuk mengetahui daya simpan sayur dan buah setelah panen. Semakin tinggi laju respirasi, semakin pendek umur simpan. Bila proses respirasi berlanjut terus, buah akan mengalami kelayuan dan akhirnya terjadi pembusukan yang sehingga zat gizi hilang (Sutopo, 2011 dalam Marisi, 2016). Menurut Laily (2013) Kelompok buah non klimaterik yaitu kelompok buah yang mula-mula laju pernapasannya tinggi (cepat) dan menurun dengan tajam selama tahap

pertumbuhan, menurun dengan lambat pada tahap pendewasaan dan penuaan, jadi tidak ada kenaikan laju pernapasan pada saat periode pemasakan atau tahap akhir dari proses pendewasaan. Pada buah-buahan non klimaterik, respon terhadap penambahan ethylene baik pada buah pra panen maupun pasca panen rendah, karena produksi ethylene pada buah non klimakterik hanya sedikit yang dihasilkan. Buah-buahan nonklimaterik akan mengalami klimaterik setelah ditambahkan etilen dalam jumlah yang besar (Winarno, 2002 dalam Fransiska, 2013). 2.4

Deskripsi Tanaman Wortel (Daucus carota) Wortel dapat diklasifikasikan menurut Cahyono (2008) adalah sebagai

berikut: Divisi

: Spermatophyta

Subdivisi

: Angiospermae

Kelas

: Dicotyledonae

Ordo

: Umbelliferales

Famili

: Umbelliferae

Genus

: Daucus

Spesies

: Daucus carota L.

Daun tanaman wortel termasuk daun majemuk, menyirip ganda dua atau tiga, dan bertangkai. Daun memiliki anak-anak daun yang berbentuk lanset (garisgaris). Bagian tepi daun bercangap. Setiap tanaman memiliki 5-7 tangkai daun yang berukuran agak panjang. Tangkai daun kaku dan tebal dengan permukaan yang halus, sedangkan helaian daun lemas dan tipis (Cahyono, 2008). Batang tanaman wortel sangat pendek sehingga hampir tidak tampak, berbentuk bulat, tidak berkayu, agak keras, dan berdiameter kecil (sekitar 1 cm1,5 cm). Pada umumnya, batang berwarna hijau tua. Batang tanaman tidak bercabang, namun ditumbuhi oleh tangkai-tangkai daun yang berukuran panjang, sehingga kelihatan seperti bercabang-cabang. Batang tanaman wortel memiliki permukaan yang halus dan mengalami penebalan pada tempat tumbuh tangkaitangkai daun tanaman ini (Cahyono, 2008).

Tanaman wortel memiliki sistem perakaran tunggang dan serabut. Dalam pertumbuhannya, akar tunggang akan mengalami perubahan bentuk dan fungsi menjadi tempat penyimpanan cadangan makanan. Bentuk akar akan berubah menjadi besar dan bulat memanjang, hingga mencapai diameter 6 cm dan memanjang sampai 30 cm. Akar tunggang yang telah berubah bentuk dan fungsi inilah yang sering disebut atau dikenal dengan istilah “umbi wortel”. Akar serabut menempel pada akar tunggang yang telah membesar (umbi), tumbuh menyebar ke samping, dan berwarna kekuning-kuningan (Cahyono, 2008). Bunga tanaman wortel tumbuh pada ujung tanaman, berbentuk payung berganda, dan berwarna putih atau merah jambu agak pucat. Bunga memiliki tangkai yang pendek dan tebal. Kuntum-kuntum bunga terletak pada bidang lengkung yang sama. Bunga wortel yang telah mengalami penyerbukan akan menghasilkan buah dan biji yang berukuran kecil dan berbulu (Cahyono, 2008). Biji wortel merupakan biji tertutup dan berkeping dua, dapat digunakan untuk perbanyakan tanaman (perkembangbiakan). Biji berbentuk bulat pipih dan berwarna kecokelat-cokelatan, serta berukuran sangat kecil (Cahyono, 2008). 2.5

Deskripsi Tanaman Kangkung (Ipomoea aquatica) Tanaman kangkung dapat diklasifikasikan menurut Cronquist (1981) dalam

Adrian (2012) adalah sebagai berikut: Kingdom

: Plantae

Subkingdom

: Tracheobionta

Super Divisi

: Spermatophyta

Divisi

: Magnoliophyta

Kelas

: Magnoliopsida

Sub Kelas

: Asteridae

Ordo

: Solanales

Famili

: Convolvulaceae

Genus

: Ipomoea

Spesies

: Ipomoea aquatica Forsk.

Tanaman Kangkung mempunyai daun licin dan berbentuk mata panah, sepanjang 5 – 6 inci. Tumbuhan ini memiliki batang yang menjalar dengan daun berselang dan batang yang menegak pada pangkal daun. Tumbuhan ini berwarna hijau pucat dan menghasilkan bunga berwarna putih, yang menghasilkan kantong, mengandung empat biji benih (Nisma & Arman, 2008 dalam Adrian, 2012). Daun kangkung dapat dipanen setelah 6 minggu sesudah penanaman. Jika penanaman basah yang digunakan, maka potongan kangkung sepanjang 12 inci ditanam

dalam lumpur lalu dibiarkan basah dan tenggelam dalam air yang

mengalir. Panen dapat dilakukan sejak 30 hari setelah penanaman. Apabila pucuk tanaman yang dipetik, cabang dari tepi daun akan tumbuh lagi dan dapat dipanen setiap 7 – 10 hari (Nisma & Arman, 2008 dalam Adrian, 2012). Akar tumbuhan kangkung tumbuh menjalar dengan percabangan yang cukup banyak. Pada bagian batang berbentuk menjalar di atas permukaan tanah basah atau terapung, kadang- kadang membelit. Tangkai daun melekat pada buku-buku batang, bentuk daunnya seperti jantung, segitiga, memanjang, bentuk garis atau lanset, rata atau bergigi, dengan pangkal yang terpancung atau bentuk panah sampai bentuk lanset (Prasetyawati, 2007 dalam Adrian, 2012). Kangkung air memiliki karangan bunga di ketiak, bentuk payung atau mirip terompet, berbunga sedikit. Terdapat daun pelindung tetapi kecil, daun kelopak bulat telur memanjang tetapi tumpul. Tonjolan dasar bunga bentuk cincin, tangkai putik berbentuk benang, kepala putik berbentuk bola rangkap. Bentuk buahnya bulat telur yang di dalamnya berisi 3-4 butir biji. Bentuk biji bersegi-segi agak bulat dan berwarna cokelat atau kehitam-hitaman. Habitat tumbuh tanaman kangkung air di tempat yang lembab, daerah rawa, parit, sawah, pinggir-pinggir jalan yang tergenang (Prasetyawati, 2007 dalam Adrian, 2012).

BAB III METODOLOGI 3.1

Tempat Dan Waktu Praktikum ini dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi dan Ekofisiologi

Tanaman Jurusan Agronomi, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar, pada hari Selasa, 30 Oktober 2018, pukul 09.50 WITA sampai selesai. 3.2

Alat Dan Bahan Alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu, timbangan analitik dan

Gunting/pisau yang digunakan untuk memotong. Bahan yang digunakan pada praktikum ini yaitu 4 buah wortel, 4 ikat kangkung, label dan kantong plastik gula. 3.3

Prosedur Kerja Adapun prosedur kerja dari praktikum ini adalah sebagai berikut:

1.

Menyiapkan alat dan bahan

2.

Menimbang berat awal pada masing-masing bahan yang dibawa.

3.

Memasukkan 1 buah wortel dan 1 ikat kangkung masing-masing ke dalam freezer, lemari pendingin, ruangan terbuka dan terhadap pemberian gas knalpot selama 15 menit.

4.

Mengamati perubahan berat, aroma, tekstur, dan warna pada hari pertama.

5.

Memasukkan kembali bahan yang sama ke tempat yang sama yaitu ke dalam freezer, lemari pendingin, di ruangan terbuka dan perlakuan gas knalpot selama 15 menit.

6.

Mengamati kembali perubahan berat, aroma, tekstur, dan warna pada hari ketiga setelah dimasukkan kembali ke freezer, lemari pendingin, dan ruangan terbuka.

7.

Melakukan hal yang sama sampai pengamatan hari keenam.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Tabel 1. Hasil Pengamatan Berat (gr) No.

Komuditi

1

Kangkung

2

Wortel

Perlakuan

Berat (gr) Hai ke-3 105,7 120,2 121,6 102,4 113,9 130,4 140,5 119,3

Awal 116,8 120,5 125,9 114,6 114,9 130,7 143,8 119,5

Kontrol Freezer Kulkas Knalpot Kontrol Freezer Kulkas Knalpot

Hari ke-6 87 81 119 69 109 129 139 119

Sumber : Data Primer 2018 Tabel 2. Tabel pengamatan komoditi Pengamatan N o.

1

2

Komud iti

Kangku ng

Perlaku an

Awal

Hari ke-3

Aro ma

Tekst ur

War na

Kontro l

Sega r

Keras

Hija u

Freezer

Sega r

Keras

Hija u

Kulkas

Sega r

Keras

Hija u

Knalpo t

Sega r

Keras

Hija u

Kontro l

Sega r

Keras

Freezer

Sega r

Kulkas Knalpo t

Hari ke-6

Aroma

Tekst ur

Warna

Aroma

Tekstur

Warna

Berbau Jerami

Layu

Hijau Hingga Kuning

Berbau Jerami Busuk

Lembek

Coklat

Agak Keras

Hijau Tua

Mulai Membu suk

Lembek

Hiaju Tai Kuda

Agak Keras

Hijau

Mulai Membu suk

Agak Lembek

Hiaju Tai Kuda

Busuk

Lemb ek

Hijau Kehita man

Busuk

Lembek dan Banyak Mengand ung Air

Hijau Kehitam an

Jing ga

Segar

Keras

Jingga

Keras

Jing ga

Segar

Keras

Jingga

Sega r

Keras

Jing ga

Segar

Keras

Jingga

Sega r

Keras

Jing ga

Segar

Keras

Jingga

Berbau Kangku ng Tumis Berbau Kangku ng Tumis

Wortel

Sumber data primer diolah, 2018

Mulai Membu suk Mulai Membu suk Mulai Membu suk Mulai Membu suk

Mulai Lembek Mulai Lembek Mulai Lembek Mulai Lembek

Jingga Kecokla tan Jingga Kecokla tan Jingga Kecokla tan Jingga Kecokla tan

4.2 Pembahasan Berdasarkan hasil pengamatan praktikum komoditi wortel dan kangkung pada hari pertama atau awal dengan perlakuan freezer memiliki berat 130,7 gr dan 120,5 gr. Namun setelah hari ketiga kembali ditimbang hasilnya yaitu 130,4 gr, dan 120,2 gr. Dari hasil yang di dapat memperlihatkan bahwa terjadinya penurunan pada tanaman wortel dan kangkung. Hal ini disebabkan oleh pori-pori pada tanaman wortel memiliki ukuran untuk menyerap air didalam freezer. Sedangkan pada tanaman kangkung memiliki ukuan pori-pori yang sangat kecil sehingga tidak memungkinkan adanya penyerapan air. Sedangkan jika di lihat dari aroma, tekstur, dan warnanya pada hari pertama tanaman wortel tidak memiliki aroma, keras/padat, dan berwarna orange yang masih segar. Pada hari ketiga kembali di amati masih tidak memiliki aroma, tekstur masih tetap keras dan warna tetap. Sedangkan untuk tanaman kangkung jika dilihat dari aroma, tekstur, dan warnanya pada hari pertama tidak memiliki aroma, tekstur lunak, dan memiliki warna hijau tua yang masih segar. Namun, pada hari ketiga semuanya sudah berubah yaitu sudah memiliki aroma yang masih belum terlalu bau, tekstur sudah mulai lembek, dan warna sudah kehitam-hitaman. Pemudaran warna kangkung ini disebabkan karena terserapnya air masuk ke dalam daun selama penyimpanan sehingga mengurangi intensitas warna daun kangkung. Tekstur kangkung dapat diwakili oleh tingkat kelunakan. Pada penyimpanan di suhu ruang tekstur kangkung sudah mulai melunak di akhir pengamatan. Sedangkan pada penyimpanan suhu dingin tekstur kangkung tidak terlalu lunak. Hal ini sesuai dengan pendapat Marisi (2016) yang menyatakan bahwa penurunan intensitas kekerasan ini terjadi karena beberapa jaringan dalam daun telah rusak dan karena banyaknya jumlah air yang terserap ke dalam daun selama penyimpanan. Bau yang timbul setelah hari ke-enam pada penyimpanan suhu ruang adalah bau wortel dan kangkung yang sudah tidak segar namun dengan intensitas yang lebih kecil. Pada penyimpanan suhu dingin bau wortel dan kangkung mulai membusuk. Intensitas penurunan bau yang terjadi pada kangkung pada suhu ruang lebih rendah dari pada kangkung

pada suhu dingin. Hal ini sesuai dengan

pendapat Marisi (2016) yang menyatakan bahwa tanaman kangkung mengalami penurunan intensitas, hal ini disebabkan karena senyawa volatile yang menimbulkan bau spesifik akan menguap dan hilang. Pada tanaman wortel dan kangkung dengan perlakuan kulkas memiliki hasil timbangan pada hari pertama yaitu 143,8 gr dan 125,9 gr. Sedangkan untuk hari ke tiga ditimbang kembali mendapatkan hasil 140,5 gr dan 121,6 gr. Hal ini menandakan bahwa terjadi penurunan untuk tanaman wortel dan kangkung. Pada komoditi tanaman wortel dan kangkung untuk perlakuan suhu ruangan memiliki berat pada hari pertama yaitu 114,9 dan 116,8 gr. Sedangkan setelah dilakukan penimbangan ke pada hari ketiga mendapatkan hasil yaitu 113,9 gr dan 105,7 gr. Hal ini nenunjukkan bahwa terjadi penurunan pada semua komoditi. Karena tidak ada air yang dapat di serap untuk tanaman wortel dan tanaman kangkung. Hal ini sesuai dengan pendapat Swadianto (2010) yang meyatakan bahwa pada suhu ruang semua sampel mengalami penurunan berat, sampel yang tanpa dikemas adalah yang paling besar penurunanya. Pada suhu dingin sebagian sampel mengalami penurunan berat dan sebagiannya lagi mengalami penaikan berat.

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Adapun kesimpulan dari yang didapatkan dari praktikum respirasi : 1. Penyimpanan terbaik pada kangkung yaitu pada kulkas dimana penurunan beratnya lebih kecil dari yang lain sedangkan pada perlakuan knalpot adalah perlakuan terburuk yang menyebabkan berat kangkung turun drastis. 2. Pemberian perlakuan knalpot baik untuk wortel dikarenakan penurunan berat dari wortel pemberian knalpot merupakan yang paling kecil dari perlakuan penyimpanan yang lain. 3. Pada setiap perlakuan masing-masing memberikan hasil yang berbeda, misalnya pada warna, tekstur, aroma dan berat setiap sampelnya. 4. Respirasi pada kangkung lebih tinggi dibandingkan wortel dimana laju respirasi berbanding terbalik dengan umur simpan suatu sayuran atau buah. 5.2 Saran Sebaiknya dalam pemberian format laporan bisa jauh hari sebelum batas asistensi laporan sehingga para praktikan bisa mengerjakan laporan lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA Adrian, 2012. Deskripsi Mikroskopis dan Kandungan Mineral Tanaman Kangkung Air (Ipomoea aquatica Forsk.). Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor: Bogor. Afa et. al., 2013. Daya Simpan Pisang Raja Pada Pemberian Asam Salisilik atau Kalsium Klorida. Agriplus Vol. 23(3): 236-241. Aminudin, 2010. Kajian Pola Respirasi dan Mutu Brokoli Brassica oleraceae L. var italic) Selama Penyimpanan Dengan Beberapa Tingkatan Suhu. Jurnal Penyuluhan Pertanian STTP Manokwari: 44-59. Cahyono, 2008. Wortel: Teknik Budidaya dan Analisis Usaha Tani. Penerbit Kanisius: Yogyakarta. Dahlia, 2016. Studi Penggunaan KMn Untuk Memperpanjang Umur Simpan Pisang Muli. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Lampung: Lampung. Fransiska, 2013. Karakteristik Fisiologi Manggis (Garcinia mangostana L.) Dalam Penyimpanan Atmosfer Termodifikasi. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Lampung: Lampung. Laily, 2013. Pengaruh Jenis Pati Sebagai Bahan Dasar Edible Coating dan Suhu Penyimpanan Terhadap Kualitas Stroberi. (Fragaria x ananassa) Var. Rosa Linda. Skripsi. Universitas Islam Maulana Malik Ibrahim: Malang. Marisi, 2016. Pengaruh Komposisi Udara Ruang Penyimpanan Terhadap Mutu Jeruk Siam Brasta (Citrus nobilis LOUR var Microcarpa) Selama Penyimpanan Pada Suhu Ruang. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara: Medan. Swadianto, 2010. Pengaruh Suhu Terhadap Laju Respirasi dan Produksi Etilena Pada Pascapanen Buah Manggis (Garcinia mangostana L.). Skripsi. Institut Pertanian Bogor: Bogor

Related Documents


More Documents from ""