Laporan Kti.docx

  • Uploaded by: Layly Hariadi
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Laporan Kti.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 8,409
  • Pages: 51
EFEKTIFITAS PENDIDIKAN KESEHATAN MENGGUNAKAN PERMAINAN ULAR TANGGA TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU TENTANG KESEHATAN GIGI DAN MULUT ANAK USIA SEKOLAH DASAR

Layly Nur Hariadi 10617060

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA KEDIRI 2019

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Anak usia sekolah yaitu anak dengan rentang usia 6-12 tahun merupakan kategori usia yang beresiko mengalami masalah pada gigi dan mulut, pada usia 68 tahun merupakan usia dimana gigi susu mulai berganti menjadi gigi permanen disebut juga masa gigi campuran sehingga perlu dilakukan pendidikan atau edukasi tentang kesehatan gigi dan mulut dalam upaya meningkatkan pengetahuan mereka dalam menjaga kesehatan gigi dan mulut untuk mencegah terjadinya kerusakan gigi.

1

Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013 oleh Kementrian Kesehatan RI menunjukkan prevalensi nasional masalah gigi dan mulut adalah sebesar 25,9% dengan spesifikasi anak yang mengalami masalah kesehatan gigi dan mulut. Dari hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) provinsi Kalimantan Barat tahun 2013 yang di rangkum dalam rekapitulasi pada 14 Kabupaten/Kota di provinsi Kalimantan Barat didapatkan hasil bahwa penduduk yang bermasalah pada gigi dan mulut mencakup semua kategori usia sebanyak 20,6% dengan spesifikasi anak yang mengalami masalah gigi dan mulut di Kalimantan Barat usia 5-9 tahun sebesar 63,5% dan usia 10-14 tahun sebesar 32,1%.

3

2

Adapun data lain didapatkan dari hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013 oleh Kementrian Kesehatan RI didapatkan bahwa penduduk Indonesia yang berperilaku benar menyikat gigi pada saat setelah makan pagi dan sebelum tidur malam di dapatkan sebesar 2,3%, sedangkan yang berperilaku salah dalam menggosok gigi yaitu pada mandi pagi maupun mandi sore sebesar 76,6%.

4

Secara umum, perilaku kesehatan gigi pada usia ini lebih kooperatif dari pada kelompok usia yang lebih muda dan kelompok usia ini juga dianggap sudah mandiri dalam kegiatan menyikat gigi. Usia sekolah dasar juga merupakan usia yang tepat untuk melatih kemampuan motorik anak termasuk salah satu nya menyikat gigi. Berdasarkan teori perkembangan kognitif dari piaget, kemampuan intelektual anak usia 6-12 sudah cukup untuk menjadi dasar diberikannya berbagai kecakapan yang dapat mengembangkan pola pikir atau daya nalarnya. Kelas IV SD adalah siswa dengan rentang usia rata-rata 9-10 tahun, dimana pada kelompok usia ini minat belajar siswa cukup tinggi, didukung oleh ingatan anak yang kuat serta kemampuan dalam menangkap dan memahami materi yang diberikan. Dalam

perubahan

perilaku,

terdapat

tiga

domain

penting

meliputi

pengetahuan, sikap, dan tindakan. Perilaku mulai terbentuk dari pengetahuan atau ranah domain kognitif. Subjek atau individu mengetahui adanya rangsangan yang berupa materi atau objek di luar dirinya, kemudian terbentuk pengetahuan baru

3

yang akan menstimulus tanggapan batin seseorang untuk mengaplikasikan sebuah sikap terhadap objek yang diketahuinya tersebut. Dengan adanya stimulus tersebut juga akan merangsang terjadinya perubahan tindakan. Tetapi untuk melakukan sebuah tindakan, tanpa adanya stimulus pengetahuan dan sikap juga dapat dilakukan, namun perilaku yang dilandasi dengan dasar pengetahuan akan lebih langgeng dibandingkan yang tanpa dilandasi pengetahuan.

6

Salah satu stimulus yang dapat digunakan dalam pemberian pendidikan 7 kesehatan anak adalah dengan metode permainan. Anak usia sekolah memiliki koordinasi dan intelektual untuk berinteraksi dengan anak lain seusia mereka. Selain meningkatkan pengetahuan, bermain juga dapat melatih anak dalam bekerja sama dan melatih anak dalam mengenal sebuah peraturan untuk melatih kedisiplinan anak.

8

Dengan berkembangnya zaman, maka dikembangkan pula sebuah permainan 9 yang disebut dengan Alat Permainan Edukatif. Permainan ular tangga dipilih sebagai media pendidikan kesehatan dalam meningkatkan pengetahuan siswa tentang kesehatan gigi dan mulut karena media simulasi ular tangga masuk dalam salah satu kategori permainan edukatif memenuhi kriteria-kriteria dalam permaianan edukatif.

7, 8

Ada beberapa penelitian mengatakan tentang keefektifan dari Permainan Ular Tangga. Penelitian yang dilakukan Hamdalah (2013) yang berjudul “Efektivitas Media Cerita Bergambar dan Ular Tangga dalam Pendidikan Kesehatn Gigi dan

4

Mulut Siswa SDN 2 Patrang Kabupaten Jember” menunjukkan bahwa efektivitas permainan ular tangga lebih tinggi daripada media cerita bergambar dalam mempersepsikan pengetahuan, sikap, dan praktik tentang kesehatan gigi dan mulut. Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Purnanindya (2013) yang berjudul “Pengembangan Permainan Edukasi Ular Tangga Sebagai Media Pembelajaran TIK untuk Siswa Kelas 3 SD Negeri Pujokusuman 2 Yogyakarta” juga menunjukkan bahwa media permainan ular tangga sebagai media pembelajaran TIK yang telah dibuat layak digunaka untuk siswa Sekolah Dasar. Berdasarkan studi pendahulu

yang dilakukan peneliti menggunakan

Permainan Ular Tangga dengan 32 sampel siswa di SD Al-AZHAR Pontianak didapatkan hasil bahwa 100% siswa mengatakan bahwa mereka mengetahui tentang permainan ular tangga, 100% siswa juga mengatakan tidak pernah belajar menggunakan permainan ular tangga di sekolah, 100% siswa menyetujui jika permainan ular tangga digunakan sebagai media belajar, 97% siswa mengatakan bahwa gambar dan warna dalam permainan ular tangga ini menarik, kemudian 97% siswa mengatakan bahwa pesan yang disampaikan dalam permainan ular tangga ini bermanfaat. Dari studi pendahulu tersebut dapat disimpulkan bahwa media Permainan Ular Tangga dinyatakan efektif dan bisa dijadikan sebagai media pembelajaran dalam penelitian tersebut. Oleh karena itu, Ular Tangga dipilih sebagai media edukasi dengan harapan meningkatkan minat belajar anak sekolah dasar tentang kesehatan

5

gigi dan mulut dan menjadi media edukasi yang baru dan menarik bagi anak sekolah dasar. B. Tujuan 1. Tujuan Umum Mengetahui efektifitas edukasi dengan media permainan ular tangga terhadap pengetahuan tentang kesehatan gigi dan mulut pada siswa SDN 03 Singkawang Tengah. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui perbedaan pengetahuan siswa tentang kesehatan gigi dan mulut di SDN 03 Singkawang Tengah sebelum dan sesudah diberikan edukasi dengan media permainan ular tangga pada kelompok eksperimen. b. Mengetahui perbedaan pengetahuan siswa tentang kesehatan gigi dan mulut di SDN 03 Singkawang Tengah sesudah diberikan pretest dan posttest pada kelompok kontrol. 


C. Manfaat 1. Bagi Sekolah
 Adapun manfaat bagi sekolah di SDN 03 Singkawang Tengah dari hasil penelitian ini yaitu diharapkan dapat menjadi bahan media edukasi yang baru untuk melakukan promosi kesehatan tentang kesehatan gigi dan mulut di lingkungan sekolah. 
 2. Bagi Fakultas
 Sebagai bahan literatur perpustakaan yang dapat dijadikan referensi dan

6

penelitan ini dapat dilanjutkan mahasiswa khususnya Fakultas Kedokteran Gigi Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri mengenai promosi kesehatan khususnya tentang pengetahuan kesehatan gigi dan mulut pada anak sekolah dasar. 
 3. Bagi Peneliti
 Sebagai aplikasi nyata untuk menerapkan berbagai ilmu pengetahuan yang telah diperoleh selama masa perkuliahan dan untuk mendapatkan pengalaman secara langsung dalam melakukan penelitian, dibidang promosi 
kesehatan di sekolah khususnya pengetahuan kesehatan gigi dan mulut pada anak sekolah dasar.

D. Rumusan Masalah Apakah edukasi dengan media permainan ular tangga efektif meningkatkan pengetahuan siswa SDN 03 Singkawang Tengah tentang kesehatan gigi dan mulut.

7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anak Sekolah Dasar I.

Pengertian Anak Sekolah Dasar
 Anak adalah seorang lelaki atau perempuan yang belum dewasa atau belum mengalami masa pubertas. Menurut psikologi, anak adalah periode perkembangan yang merentang dari masa bayi hingga usia lima atau enam tahun, periode ini biasanya disebut dengan periode prasekolah, kemudian berkembang setara dengan tahun sekolah dasar (Wibowo, 2015). Menurut Kemenkes dalam Wibowo (2015) anak dapat dibagi menjadi beberapa kelompok. Adapun kelompok anak adalah sebagai berikut: 1. Bayi adalah sekolompok penduduk yang berusia < 1 tahun (0 tahun) atau penduduk yang belum merayakan ulang tahunnya yang pertama (0 – 11 bulan) 
 2. Bawah tiga tahun (Balita) adalah sekolompok penduduk yang berusia < 3 tahun (0 – 2 tahun) atau penduduk yang belum merayakan ulang tahunnya yang ketiga (0 – 35 bulan) 
 3. Bawah lima tahun (Balita) adalah sekelompok penduduk yang berusia < 5 tahun (0 – 4 tahun) atau penduduk yang belum merayakan ulang tahunnya yang kelima (0 – 59 bulan) 
 4. Anak pra sekolah adalah sekelompok penduduk yang berusia 5-6 tahun 
 5. Anak usia sekolah SD atau seingkat adalah sekelompok penduduk yang

8

berusia 7-12 tahun 
Menurut Depkes RI dalam Rizki (2013), anak Sekolah Dasar 
berada pada kelompok pra remaja (7-12 tahun) yang mengikuti pendidikan di Sekolah Dasar atau Madrasah Ibtidaiyah. Anak sekolah dasar dalam hal ini adalah semua anak yang masih terdaftar duduk di bangku sekolah dasar mulai dari kelas 1 (satu) hingga kelas 6 (enam), baik di Sekolah Dasar Negeri, Sekolah Dasar swasta, maupun Madrasah Ibtidaiyah. II.

Kemampuan Berpikir Anak Sekolah Dasar
Anak Usia Sekolah Dasar (6/7 – 11/12 tahun) berada dalam periode perkembangan berpikir konkret. Dikatakan periode berpikir konkret, karena pada periode ini anak hanya mampu berpikir dengan logika untuk memecahkan persoalan-persoalan yang bersifat konkret atau nyata saja, yaitu dengan cara mengamati atau melakukan sesuatu yang berkaitan dengan pemecahan persoalan-persoalan itu. Berpikir secara operasional konkret dapat dipandang sebagai tipe awal berpikir ilmiah. Pada tahap operasional konkret siswa mulai untuk dapat memandang “dunia” secara objektif dan berorientasi secara konseptual. Dalam memahami suatu konsep, anak sangat terikat kepada proses mengalami sendiri, artinya anak mudah memahami konsep kalau pengertian konsep itu dapat diamati anak, atau melakukan sesuatu yang berkaitan dengan konsep itu. Oleh karena itu, anak hanya mampu menyeesaikan masalah-masalah yang divisualkan, dan sangat sulit bagi anak untuk memahami masalah-masalah yang bersifat verbal (M.Sumantri, 2016)

9

B. Konsep perilaku I.

Pengertian Perilaku
 Menurut Suryani (2003) dalam Susilo (2011), perilaku adalah aksi dari

individu terhadap reaksi dari hubungan dengan lingkungannya. Dengan perkataan lain, perilaku baru terjadi bila ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan reaksi. Sesuatu tersebut disebut rangsangan, jadi suatu rangsangan tertentu akan menghasilkan reaksi berupa perilaku tertentu. Perilaku dilihat dari sudut pandang biologis semua makhluk hidup yakni tumbuh – tumbuhan, binatang, dan manusia itu mempunyai perilaku, karena mereka mempunyai aktivitas masing – masing. Dengan demikian, maka yang dimaksud dengan perilaku manusia, pada hakikatnya adalah suatu tindakan atau aktivitas dari manusia sendiri seperti berbicara, menagis tertawa, bekerja dan lain sebagainya. Kalau disimpulkan perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati secara langsung maupun seacara tidak langsung (Notoatmodjo, 2003 diacu Suryani, 2003). 1.

Skinner (1938) yang diacu oleh Notoatmodjo (2003) menegaskan bahwa perilaku itu merupakan suatu respon atau reaksi orang terhadap rangsangan atau stimulus dari luar. Oleh karena itu teori Skinner ini disebut teori S-O-R (Stimulus- Organisme-Respons). Skinner membedakan teorinya menjadi dua repons, yaitu : Respondent respons atau reflexise respons, yaitu response yang ditimbulkan oleh stimulus tertentu, misalnya cahaya menyilaukan menyebabkan mata tertutup, gerak lutut bila lutut kena palu,

10

menarik jari bila jari kena api dan sebagainya. Stimulus seperti ini disebut juga eliciting stimulation, tidak lain karena stimulus itu merangsang timbulnya respon – respon yang tetap. Respondent respon ini meliputi perilaku

emosional,

misalnya

mendengar

berita

gembira

menjadi

bersemangat, mendengar berita musibah menjadi sedih. 2.

Operant respons atau instrumental respons, yakni timbulnya respons diikuti oleh stimulus atau perangsang tertentu. Perangsang ini disebut reinforcing stimulation atau reinforcer (penguat). Hal ini dikarenakan perangsang itu memperkuat respon, misalnya seseorang staf mengerjakan pekerjaan dengan baik (dari respon tugas yang telah diberikan sebelumnya), maka dari itu sebagai imbalannya petugas tersebut mendapatkan reward atau hadiah. Dengan demikian, petugas tersebut akan lebih baik lagi ketika melaksanakan tugas berikutnya. Berbagai bentuk respons terhadap stimulus, maka perilaku dibedakan

menjadi dua yaitu perilaku yang tidak tampak / terselubung (covert behavior)dan perilaku yang tampak (overt behavior). Perilaku yang dimaksud dengan tidak tampak ialah berpikir, tanggapan, sikap, persepsi, Emosi, pengetahuan dan lain – lain. Perilaku yang tampak antara lain berjalan, berpakaian, dan sebagainya. II.

Perkembangan Manusia, Bakat, dan Proses Belajar
 Situasi seseorang juga mempengaruhi perilaku, dengan demikian sangat

penting untuk mempelajari yang dialami seseorang meliputi bakat dan proses belajar.

11

1. Perkembangan
 Perkembangan yang dialami seseorang ditinjau dari psikologi dibagi menjadi 5 macam : a

Perkembangan fisik 
Keadaan fisik dapat membedakan perilaku seseorang, misalnya perilaku bayi akan berbeda dengan anak – anak dan orang dewasa bahkan orang tua. Perkembangan fisik yang normal juga berbeda dengan yang tidak normal perilakunya. Berbagai perilaku yang dapat membentuk orang menjadi lebih berani, ada pula yang penakut. 


b

Perkembangan motorik
Fungsi motorik bayi dan anak – anak balita, jelas sangat berbeda dengan mereka yang sudah dewasa. Bayi sangat tergantung pada orang yang mengasuhnya, demikian juga anak – anak namun kualitas ketergantungannya sangat berbeda karena anak balita sudah dapat belajar untuk mandiri. Bagi yang menderita penyakit tertentu seperti polio, perilakunya akan menghindari banyak kerja yang memerlukan otot dibanding dengan yang normal. 


c

Perkembangan emosional
Perkembangan pada perilaku bayi, anak balita dan orang dewasa tentu juga berbeda. Demikian pula yang mempunyai pengalaman hidup 
serba kecukupan dan manja akan berbeda perilakunya dengan pengalaman hidup yang serba kekurangan dan harus mencukupi keperluannya sendiri. Seseorang yang di dalam hidupnya selalu kurang bahagia, mungkin cenderung menunjukkan perilaku suka murung.

d

Perkembangan kepribadian
Kepribadian adalah sesuatu yang dimiliki

12

pada setiap orang yang dapat membedakan ciri orang satu dengan yang lainnya. Perkembangan kepribadian juga dapat menentukan bentuk perilaku seseorang. 
 e

Perkembangan mental
Mental jiwa berhubungan dengan kemampuan dan juga kecerdasan. Jiwa dapat berkembang dengan dipengaruhi oleh pengalaman hidup dan dapat mempengaruhi pula bentuk perilaku seseorang. 


2. Bakat


Bakat atau pembawaannya seseorang dapat membentuk perilaku yang berbeda antara satu orang dengan orang lainnya, misalnya bakat seniman, bakat cendekiawan dalam bidang tertentu. Pada dasarnya bakat merupakan potensi yang dapat menentukan perilaku seseorang. Ada orang yang berbakat berbuat jahat dan ada pula bakat yang menyebabkan orang suka berbuat sosial pada orang lain dan sebagainya. 


3. Proses belajar


Proses belajar atau pengalaman belajar seseorang juga menentukan bentuk perilaku orang. Seseorang yang berpendidikan tinggi umumnya 
memiliki perilaku jauh berbeda dengan seseorang yang berpendidikan rendah. Bahkan proses belajar sebagai pengalaman hidup, dapat merubah atau memperbaiki perilaku orang dari suka berbuat jahat menjadi suka berbuat baik.

13

III.

Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Kesehatan
 Perilaku adalah hasil atau resultan antara stimulus (faktor eksternal) dengan

respon (faktor internal) dalam subjek atau orang yang berperilaku tersebut. Dengan perkataan lain, perilaku seseorang atau subjek dipengaruhi atau ditentukan oleh faktor – faktor baik dari dalam maupun dari luar subjek. Faktor yang menentukan atau membentuk perilaku ini disebut determinan. Faktor – faktor yang mempengaruhi perilaku manusia menurut Lawrence Green terdapat tiga faktor utama, yaitu : 1. Faktor - faktor predisposisi (pre disposing faktors), yaitu faktor yang mempermudah atau memprediposisi terjadinya perilaku seseorang, antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai – nilai, tradisi, dan sebagainya. 
 2. Faktor – faktor pemungkin (enabling factors), adalah faktor – faktor yang memungkinkan atau yang memfasilitasi perilaku atau tindakan. Faktor ini merupakan sarana dan prasarana atau fasilitas untuk terjadinya kesehatan, misalnya Puskesmas, Posyandu, rumah sakit, tempat pembuangan air, tempat pembuangan sampah, tempat olahraga, dan makanan bergizi, uang dan sebagainya. 
 3. Faktor – faktor penguat (reinforcing factors), adalah faktor – faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku. Seseorang terkadang 
tahu dan mampu untuk berperilaku sehat, tetapi tidak melakukannya. Seorang ibu hamil tahu manfaat periksa hamil, dan didekat rumahnya ada Polindes, dekat

14

dengan bidan, tetapi ia tidak mau periksaa hamil, karena ibu lurah dan ibu tokoh – tokoh lain tidak pernah periksa hamil, namun anaknya tetap sehat. Hal ini berarti, bahwa untuk berperilaku sehat memerlukan contoh dari para tokoh masyarakat. Tingkatan Perilaku


IV.

Benyamin Bloom (1908) dalam Notoatmodjo (2010), seorang ahli psikologi pendidikan membedakan tiga area, wilayah, ranah atau domain perilaku ini, yakni kognitif (cognitive), afektif (affective), dan psikomotor (psychomotor). Kemudian ahli pendidikan di Indonesia, ke tiga domain ini diterjemahkan kedalam cipta (kognitif), rasa (afektif), dan karsa (psikomotor), atau peri cipta, peri rasa, peri tindak. Berdasarkan pembagian domain Bloom ini, dikembangkan menjadi tiga ranah perilaku sebagai berikut : 1. Pengetahuan (Knowledge)
 Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatiandan persepsi terhadap objek. Secara garis besar telah dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan, yaitu : a

Tahu (know)
Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori

15

yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu. Untuk mengetahui

atau

mengukur

bahwa

orang

tahu

sesuatu

dapat

menggunakan pertanyan – pertanyaan. 
 b

Memahami (comprehension)
Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut, tidak sekedar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahui tersebut. 


c

Aplikasi(application)
Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami

objek

yang

dimaksud

dapat

menggunakan

atau

mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi yang lain. 
 d

Analisis (analysis)
Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan/atau memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen – komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui. Indikasi bahwa pengetahuan seseorang itu sudah sampai pada tingkat analisis adalah apabila seseorang tersebut telah dapat membedakan, atau memisahkan, mengelompokkan, membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek tersebut. 


e

Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari komponen – komponen pengetahuan yang dimiliki. 


f

Evaluasi(evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap sesuatu objek

16

tertentu. 


2. Sikap (Attitude)
 Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang – tidak senang, setuju – tidak setuju, baik – tidak baik, dan sebagainya).
Menurut Allport (1954) dalam Notoatmodjo (2010), sikap itu terdiri dari tiga komponen pokok, yaitu : 1. Kepercayaan atau keyakinan, ide, dan konsep terhadap objek. Artinya, 
bagaimana keyakinan dan pendapat atau pemikiran seseorang 
terhadap objek. 2. Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek, artinya 
bagaimana penilaian (terkandung didalamnya faktor emosi) orang 
tersebut terhadap objek. 3. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave), artinya sikap adalah 
merupakan komponen yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka. 
 4. Tindakan atau praktik (Practice)
Sikap adalah kecenderungan untuk bertindak (praktik). Sikap belum tentu terwujud dalam tindakan, sebab untuk terwujudnya tindakan perlu faktor lain, yaitu antara lain adanya fasilitas atau sarana dan prasarana. Praktik atau tindakan ini dapat dibedakan menjadi 3 tingkatan menurut kualitasnya, yaitu : a

Praktik terpimpin (guided response) 
Apabila subjek atau seseorang telah

17

melakukan sesuatu masih 
tergantung pada tuntunan atau menggunakan panduan. 
 b

Praktik secara mekanisme (mechanism) 
Apabila subjek atau seseorang telah melakukan atau mempraktikkan sesuatu hal secara otomatis maka disebut praktik atau tindakan mekanis. 


c

Adopsi(adoption)
Adopsi adalah tindakan atau praktik yang sudah berkembang. 
 Proses Pembentukan Perilaku


V.

Perilaku manusia sebagian terbesar ialah berupa perilaku yang dibentuk dan perilaku yang di pelajari. Berkaitan dengan hal tersebut maka salah satu persoalan ialah bagaimana cara membentuk perilaku sesuai dengan yang di harapkan. 1. Cara pembentukan perilaku dengan kondisioning atau kebiasaan
Salah satu cara pembentukan perilaku dapat ditempuh dengan kondisioning atau kebiasaan. Suatu cara dengan membiasakan diri untuk berperilaku seperti yang diharapkan, sehingga akan terbentuk perilaku yang di inginkan. Misalnya dibiasakan bangun pagi atau menggosok gigi sebelum tidur, mengucapkan terima kasih bila diberi sesuatu oleh orang lain, membiasakan diri untuk datang tidak terlambat dikantor dan sebagainya (Suryani, 2003 dari Notoatmodjo, 2003).
Metode tersebut berdasarkan atas teori belajar kondisioning baik yang dikemukakan oleh Pavlov maupun Thorndike dan Skinner terdapat yang seratus persen sama, namun para ahli tersebut mempunyai dasar pandangan yang tidak jauh berbeda satu dengan

18

yang lainnya. Teori Kodisioning Paplov dikenal dengan kondisioning klasik, sedangkan kondisioning Thorndike dan Skinner dikenal dengan kondisioning Skinner sebagai kondisioning operan. 2. Pembentukan perilaku dengan pengertian (Insight)
Pembentukan perilaku juga dapat ditempuh dengan metode pengertian. Misal datang kuliah jangan sampai terlambat, karena hal tersebut dapat mengganggu teman – teman yang lain. Bila naik motor harus pakai helm, karena helm tersebut untuk keamanan diri dan masih banyak contoh lainnya yang menggambarkan hal tersebut. Metode experimen Thorn like dalam belajar yang dipentingkan adalah soal latihan. 
 3. Pembentukan

perilaku

dengan

menggunakan

model
Pembentukan

perilaku dapat juga dilakukan dengan menggunakan model atau contoh. Misalnya orang bicara bahwa orang tua sebagai contoh anak – anaknya, pemimpin sebagai

panutan

yang dipimpinnya. Tindakan tersebut

merupakan pembentukan perilaku menggunakan model. Metode tersebut berdasarkan teori belajar sosial (Sosial learning theory) atau Observasi learning theory (Bandura, 1977). 
 VI.

Teori Perilaku


Perilaku manusia itu didorong oleh motif tertentu sehingga manusia sering berperilaku. 1. Teori Naluri (Instinct Theory) 
Teori yang dikemukakan oleh McDougall sebagai pelopor dari psikologi sosial. Menurut McDaugall perilaku

19

seseorang itu disebabkan oleh karena naluri, dan McDaugall mengajukan suatu daftar naluri. Naluri merupakan suatu perilaku yang innate, perilaku yang bawaan, dan naluri akan mengalami perubahan - perubahan karena sebuah pengalaman. Pendapat dari McDaugall ini mendapat tanggapan dari F. Allport yang mengatakan bahwa perilaku manusia disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk orang – orang yang ada disekitarnya dengan perilakunya. 


2. Teori Dorongan (Drive Theory)
Drive theory ini bertitik tolak pada pandangan bahwa organisme itu mempunyai dorongan – dorongan atau drive tertentu. Dorongan tersebut sangat berkaitan dengan kebutuhan – kebutuhan organisme yang mendorong organisme untuk berperilaku. Bila organisme itu mempunyai kebutuhan, dan organisme ingin memenuhi kebutuhannya, maka akan terjadi pengurangan atau reduksi dari dorongan – dorongan tersebut. Dengan demikian, menurut Hull teori ini disebut teori drive reduction. 


3. Teori insentif (incentive theory)
Dengan adanya teori insentif ini akan mendorong organisme berbuat atau berperilaku. Reinforcement positif adalah berkaitan dengan hadiah yang mendorong dalam berbuat, sedangkan reinforcement negatif merupakan 
suatu reinforcement yang akan dapat menghambat dalam organisme berperilaku. Perilaku timbul karena adanya insentif atau reinforcement.

4. Teori atribusi ini yang akan mejelaskan tentang sebab – sebab perilaku orang.

20

Apakah teori perilaku itu disebabkan oleh diposisi internal (misalnya motif, sikap, dan sebagainya) atau karena faktor keadaan eksternal. Teori atribusi ini dikemukakan oleh Fritz Heider yang menyangkut lapangan psikologi sosial. Pada dasarnya perilaku manusia itu dapat atribusi internal, tetapi juga dapat atribusi eksternal.

C. Konsep stimulasi bermain I.

Pengertian Stimulasi
 Mursinto (2002) dalam Rahardjo (2014), stimulasi adalah perangsangan dan

latihan – latihan terhadap kepandaian anak yang datangnya dari lingkungan luar anak. Stimulasi ini dapat dilakukan oleh orang tua, anggota keluarga atau orang dewasa lain di sekitar anak. Menurut Soetjiningsih (1995) dalam Rahardjo (2014), stimulasi adalah perangsangan yang datangnya dari lingkungan di luar individu anak. Anak yang lebih banyak mendapatkan stimulasi cenderung lebih cepat berkembang. Stimulasi yang diberikan secara berulang – ulang dan terus – menerus pada setiap aspek perkembangan anak, berarti anak telah memberikan kesempatan untuk tumbuh dan berkembang secara optimal. Stimulasi merupakan bagian dari kebutuhan dasar anak yaitu asah. Dengan mengasah kemampuan anak secara terus – menerus, kemampuan anak akan semakin meningkat. Pemberian stimulus dapat dilakukan dengan cara latihan dan bermain.
 II.

Prinsip Stimulasi

21

Stimulasi yang diberikan pada anak, harus menggunakan prinsip sebagai berikut : 1. Sebagai ungkapan rasa cinta dan sayang, bermain bersama anak sambil menikmati kebahagiaan bersama anak. 2. Bertahap dan berkelanjutan, serta mencakup 4 bidang kemampuan perkembangan anak (motorik kasar, motorik halus, bahasa dan personal social). 
 3. Dimulai dari tahapan perkembangan yang telah dicapai anak. 
 4. Dilakukan dengan wajar, tanpa paksaan, hukuman atau bentakan. 
 5. Anak selalu diberi pujian. 
 6. Alat bantu stimulasi (jika perlu) dicari yang sederhana, tidak berbahaya, 
dan mudah didapat. 
 7. Suasana dibuat menyenangkan dan bervariasi. 


III.

Fungsi Bermain Sebagai Stimulasi pada Anak
 Wong (1995) dalam Rahardjo (2014), menjelaskan fungsi bermain sebagai

berikut :
 1. Perkembangan sensorik motorik Perkembangan sensori motor ini didukung oleh stimulasi visual, stimulasi pendengaran, stimulasi taktil (sentuhan) dan stimulasi kinetik. Stimulasi visual merupakan stimulasi awal yang penting pada tahappermulaan perkembangan anak. Anak akan meningkatkan perhatiannya pada lingkungan sekitar melalui penglihatannya.

22

Stimulus pendengaran (stimulus auditif) sangat penting untuk perkembangan bahasa anak. Memberikan sentuhan (stimulus taktil) yang mencukupi pada anak akan memberikan kasih sayang yang diperlukan oleh anak. Stimulus ini memberikan rasa aman dan percaya diri, sehingga anak akan lebih responsif dan berkembang. Stimulus kinetik akan membantu anak untuk mengenal lingkungan yang berbeda. 2. Perkembangan kognitif (intelektual)
 Anak belajar mengenal warna, bentuk atau ukuran, tekstur dari berbagai macam objek, angka dan benda. Anak juga mulai belajar untuk merangkai kata, berpikir abstrak, dan memahammi hubungan ruang seperti naik, turun, dibawah dan terbuka. 
 3. Sosialisasi
Sejak awal masa anak –anak, anak telah menunjukkan ketertarikan dan kesenangan terhadap orang lain, terutama terhadap ibu. 
 4. Kreativitas
Situasi yang lebih menguntungkan atau menyenangkan untuk berkreasi dari pada bermain, dengan begitu anak – anak dapat bereksperimen dan mencoba ide – idenya. 
 5. Kesadaran diri
Metode aktivitas bermain, anak akan menyadari bahwa dirinya berbeda dengan yang laindan memahammi dirinya sendiri. Anak belajar untuk memahami kelemahan dan kemampuannya dibandingkan dengan anak yang lain. Pada saat tersebut anak sudah mulai melepaskan diri dari orang tuanya. 
 6. Nilai – nilai moral
Anak mulai belajar tentang perilaku yang benar dan

23

yang salah dari lingkungan rumah maupun sekolah. Pada saat mengenal lingkungan anak akan berinteraksi dengan memberikan makna pada latihan moral. Mereka mulai belajar menaati aturan. 
 7. Nilai terapeutik
Bermain dapat mengurangi tekanan atau stres dari lingkungan, anak dapat mengekspresikan emosi dan ketidakpuasan atau situasi sosial serta rasa takutnya yang tidak dapat diekspresikan di dunia nyata. Stimulus yang diberikan pada anak melalui aktivitas bermain, memiliki tujuan untuk : 1. Melatih dan mengevaluasi reflek – reflek fisiologis. 
 2. Melatih koordinasi antara mata dan tangan serta mata dan telinga. 
 3. Melatih untuk mencari objek yang tidak kelihatan. 
 4. Melatih sumber asal suara. 
 5. Melatih kepekaan perabaan. 
 VII.

Faktor yang Mempengaruhi Stimulasi Bermain Anak 1. Tahap perkembangan anak 
Aktivitas bermain yang tepat dilakukan anak, yaitu sesuai dengan tahapan pertumbuhan dan perkembangan anak. Permainan anak usia bayi tidak lagi efektif untuk pertumbuhan dan perkembangan anak usia sekolah. Demikian juga sebaliknya karena pada dasarnya permainan adalah alat stimulasi pertumbuhan dan perkembangan anak. Dengan demikian, orang tua dan perawat harus mengetahui dan memberikan jenis permainan yang tepat untuk setiap tahapan pertumbuhan

24

dan perkembangan anak. 
 2. Status kesehatan anak
Kebutuhan bermain pada anak sama halnya dengan kebutuhan bekerja pada orang dewasa. Pada saat kondisi anak sedang menurun atau anak 
terkena sakit, bahkan dirumah sakit, orang tua dan perawat harus jeli memilihkan permainan yang dapat dilakukan anak sesuai prinsip bermain pada anak yang sedang dirawat di rumah sakit. 3. Jenis kelamin anak
Ada beberapa pandangan tentang konsep gender dalam kaitannya dengan permainan anak. Dalam melaksanakan aktivitas bermain tidak membedakan jenis kelamin laki – laki atau perempuan untuk mengembangkan daya pikir, imajinasi, kreativitas, perilaku anak dan kemampuan sosial anak. Akan tetapi, ada pendapat lain yang meyakini bahwa permainan adalah salah satu alat untuk membantu anak mengenal identitas diri sehingga sebagian alat permainan anak perempuan tidak dianjurkan untuk digunakan oleh anak laki – laki. Hal ini dilatar belakangi oleh alasan adanya tuntutan perilaku yang berbeda antara laki – laki dan perempuan, serta hal ini dipelajari melalui media permainan. Sesuai dengan teori dari Hurlock (1998) bahwa anak laki – laki biasanya kurang memperhatikan dan tidak bertanggung jawab terhadap pakaian dan barang – barang miliknya, sedangkan anak perempuan kebalikannya dari anak laki – laki yaitu cenderung lebih rajin, mudah diatur, berperasaan, dan perilakunya lebih lembut. 
 4. Lingkungan yang mendukung
Terselenggaranya aktivitas bermain yang

25

baik untuk perkembangan anak salah satunya dipengaruhi oleh nilai moral, budaya, dan lingkungan fisik rumah. Fasilitas bermain tidak harus yang dibeli ditoko atau mainan jadi, tetapi lebih diutamakan yang dapat menstimulus imajinasi dan kreatifitas 
anak. Permainan tradisional yang dibuat sendiri atau berasal dari benda – benda sekitar kehidupan anak akan lebih merangsang anak lebih kreatif. Keyakinan keluarga tentang moral dan budaya juga mempengaruhi bagaimana anak dididik melalui permainan. Sementara lingkungan fisik sekitar rumah lebih banyak mempengaruhi ruang gerak anak untuk melakukan aktivitas fisik dan motorik. 5. Alat dan jenis permainan yang cocok
Orang tua harus bijaksana dalam memberikan alat permainan untuk anak. Pilih sesuai dengan tahapan tumbuh kembang anak. Permainan membantu anak untuk meningkatkan kemampuan dalam mengenal norma dan aturan serta interaksi sosial dengan orang lain.

D. Peran Bermain Dalam Perkembangan Anak Mengatasi pengalaman traumatik, coping terhadap frustrasi. Mempraktikkan dan melakukan konsolidasi konsep – konsep serta keterampilan yang telah dipelajari sebelumnya.
Meningkatkan berpikir abstrak, belajar dalam kaitan ZPD (zone of proximal development), pengaturan diri. Memunculkan fleksibilitas perilaku dan berpikir, imajinasi dan narasi.
Tetap

26

membuat anak terjaga pada tingkat optimal dengan menambah stimulasi. Meningkatkan kemampuan untuk memahami berbagai tingkatan makna. Jenis Permainan


I.

1. Berdasarkan isi permainan : a

Social affective play
Permainan ini memberikan hubungan interpersonal yang menyenangkan pada orang lain. 


b

Sense of pleasure play
Permainan ini menggunakan alat yang dapat menimbulkan rasa senang pada anak yang mengasyikkan, misalnya bermain tanah. 


c

Skill play
Permainan ini meningkatkan keterampilan anak, khususnya motorik halus dan kasar. 


d

Games atau permainan
Jenis permainan yang memakai alat bantu dan menggunakan perhitungan atau skor. 


e

Unoccupied behaviour
Permainan ini menggunakan situasi atau objek yang ada dilingkungan sekitar sebagai alat permainan. 


f

Dramatic play
Permainan ini menggunakan metode memainkan peran sebagai orang lain. 


2. Berdasarkan karakter sosial a

Onlooker play 
Pada jenis permainan ini, anak hanya mengamati temannya yang sedang bermain, tanpa ada insiatif untuk ikut berpartisipasi dalam permainan. 


b

Solitary play
Pada permainan ini anak tampak berada dalam kelompok permainan, tetapi anak bermain sendiri dengan alat permainan yang

27

dimilikinya. Alat permainan tersebut berbeda dengan alat permainan yang digunakan temannya, tidak ada kerja sama, ataupun komunikasi dengan teman sepermainan. 
 c

Parallel play
Pada permainan ini, anak dapat menggunakan alat permainan yang sama. Permainan parallel play menjadikan anak dengan anak yang 
lain tidak terjadi kontak satu sama lain, sehingga antara anak satu dengan anak yang lain tidak ada sosialisasi satu sama lain.

d

Associative play 
Pada permainan ini, sudah terjadi komunikasi antara satu anak dengan anak yang lain. Proses permainan Associative play, tidak terorganisasi, tidak ada pemimpin atau yang memimpin permainan, dan tujuan permainan tidak jelas. 


e

Cooperative play
Aturan permainan dalam kelompok tampak lebih jelas pada permainan ini, juga tujuan dan pemimpin permainan. 


E. Permainan Edukasi Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2012) permainan adalah sesuatu yang digunakan untuk bermaian atau barang atau sesuatu yang dapat dipermainkan, Menurut Dewi (2012) permainan merupakan kata berbahasa Inggris yang berarti permainan, pertandingan, atau juga bisa diartikan sebagai aktivitas terstruktur yang biasanya dilakukan untuk bersenang-senang. Permainan adalah suatu kegiatan yang menyenangkan dengan bermain diharapkan dapat membuat suasana lingkungan belajar menjadi lebih hidup,

28

menyenangkan, segar dan santai, selain itu belajar sambal bermaian juga dapat mengaktifkan peserta didik. Ketika anak bermain, mereka akan mempelajari segala sesuatu yang terjadi di lingkungan sekitarnya, belajar sambal bermain memberikan kesempatan kepada peserta didik

untuk

memperluas

dan

mendapatkan bermacam-macam konsep serta pengertian yang tidak tehitung banyaknya. Maka dari itu, sebagai sarana dalam pembelajaran, permainan memiliki beberapa kelebihan, yaitu permainan merupakan sesuatu yang dapat dikatakan menyenangkan untuk dilakukan, yaitu sesuatu yang menghibur dan menarik bagi pemainnya (Sardiman, 1986). Menurut Arief S. Sadiman, dkk (2011), permainan adalah setiap kontes antara pemain yang berinteraksi satu sama lain dengan mengikuti aturan-aturan tertentu untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu pula. Permaianan harus mempunyai komponen utama. Arief S. Sadiman, dkk (2011) menjelaskan 4 komponen utama, yaitu:
1) Adanya pemain (pemain-pemain)
2) Adanya lingkungan dimana para pemain berinteraksi
3) Adanya aturan-aturan main
4) Adanya tujuan-tujuan tertentu yang ingin dicapai Berdasarkan aturannya, permainan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu permianan yang aturannya ketat (misalnya caur) dan yang aturannya luwes (misalnya permainan peran). Atas dasar sifatnya, permainan dibedakan atas permainan yang kompetitif dan yang non-kompetitif. Permainan yang kompetitif mempunyai tujuan yang jelas dan pemenang dapat diketahui secara cepat. Sebaliknya permainan yang non kompetitif tidak mempunyai pemenang sama

29

sekali karena pada hakikatnya pemain berkompetisi dengan sistem permainanitu sendiri (Arief S. Sadiman dkk., 2011). Menurut kamus besar bahasa Inggris, education berarti pendidikan. Sedangkan dalam kamus besar Bahasa Indonesia, pendidikan diartikan sebagai proses pengubahan sikap dan tata laku seorang atau sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan (Dewi, 2012). Selain itu Sugihartono (2007) dalam Dewi (2012) menyatakan bahwa pendidikan berasal dari kata didik, atau mendidik yang berarti memelihara dan membentuk latihan. Permainan edukasi adalah permainan yang dirancang atau dibuat untuk merangsang daya pikir termasuk meningkatkan konsentrasi dan memecahkan masalah (Handriyantini, 2009). Berdasarkan uraian diatas maka dapat disumpulkan permainan edukasi adalah salah satu bentuk permainan yang dapat berguna untuk menunjang proses belajarmengajar secara lebih menyenangkan dan lebih kreatif, dan digunakan untuk memberikan pengajaran atau menambah pengetahuan penggunanya melalui suatu media yang menarik. F. Ular Tangga I.

Pengertian Permainan Ular Tangga Ular tangga adalah permainan yang menggunakan dadu untuk menentukan berapa langkah yang harus dijalani bidak. Permainan ini dalam kategori “board

30

game” atau permainan papan sejenis dengan permainan monopoli halma, ludo, dan sebagainya. Papan berua petak- petak yang terdiri dari baris dan 10 kolom dengan nomor 1-100, serta bergambar ular dan tangga (Husna, 2009). Nining Sriningsih dalam bukunya (2009) menjelaskan bahwa Permainan ular tangga dapat diberikan untuk anak usia 5-6 tahun dalam rangka menstimulasi berbagai bidang pengembangan seperti kognitif, bahasa, dan social. Keterampilan berbahasa yang dapat distimulasi melalui permainan ini misalnya kosakata naikturun, maju-mundur, keatas ke bawah dan lainsebagainya. Keterampilan social yang dilatih dalam permainan ini diantaranya kemauan mengikuti dan mematuhi aturan permainan, bermain secara bergiliran. Keterampilan kognitif- matematika yang terstimulai yaitu menyebutkan urutan bilangan, mengenal lambing dan konsep bilangan. Menurut Ratnaningsih (2014) meyimpulkan bahwa permainan ular tangga merupakan jenis permainan papan yang memiliki petak berjumlah 100, terbagi dalam 10 baris dan 10 kolom. Permainan ular tangga memiliki peraturan yang sederhana sehingga anak-anak mudah memainkannya. Permainan ular tangga ini memilik tujuan untuk memberikan motivasi belajar kepada peserta didik agar senantiasa mempelajari atau mengulang kembali materi-materi yang telah dipelajari sebelumnya. Kemudian peserta didik akan diuji melalui permainan ular tangga tesebut sehingga dengan mengulang materi menjadi lebih menyenangkan dan tidak memberatkan bagi peserta didik (Rosela, 2016).

31

II.

Manfaat Permainan Ular Tangga
 Menurut Andang Ismail dalam Riva (2012), pada umumnya permainan yang digunakan dalam pembelajaran memiliki beberapa manfaat, yaitu: 1. Memberikan

ilmu

pengetahuan

kepada

anak

melalui

proses


pembelajaran bermain sambal belajar. 
 2. Merangsang pengembangan daya pikir, daya cipta, dan bahasa agar 
mampu menumbuhkan sikap, mental, serta akhlak yang baik. 
 3. Meciptakan lingkungan bermain yang menarik, memberikan rasa 
aman dan menyenangkan. 
 4. Meningkatkan kualitas pembelajaran anak dalam perkembangan 
fisikmotorik, bahasa, intelektual, moral, social, maupun emosional. 
 Selain terkait dengan pembelajaran Riva (2012) mengatakan bahwa, 
permainan juga terkait dengan perkembangan siswa, antara lain: 1. Melatih kemampuan motorik 
 2. Melatih konsentrasi 
 3. Kemampuan sosialisasi meningkat (termasuk berkompetisi) 
 4. Melatih keterampilan berbahasa 
 5. Menambah wawasan 
 6. Mengembangkan kemampuan untuk problem solving 
 7. Mengembangkan jiwa kepemimpinan 
 8. Mengembangkan pengetahuan tentang norma dan nilai 
 9. Meningkatkan rasa percaya diri 
Berkaitan dengan hal tersebut tujuan

32

dari permainan ular tangga 
sebagai media pembelajaran adalah agar siswa belajar secara menyenangkan. Selain itu juga dapat melatih siswa tentang bagaimana bersikap jujur dan mengerti dengan peraturan permainan tersebut (Riva, 2012). Berdasarkan manfaat permainan ular tangga diatas, Ratnaningsih (2014) menyimpulkan bahwa pada dasarnya manfaat permainan ular tangga tersebut berguna untuk meningkatkan perkembangan fisik- motorik, bahasa, intelektual, moral, social, maupun emosional siswa, sehingga permainan ular tangga dapat menjadi media pembelajaran yang menyenangkan dan mengembangkan sikap siswa mengenai peraturan. III.

Langkah-Langkah Bermain Ular Tangga
 Dalam permainan ular tangga, tentunya memiliki peraturan atau langkahlangkah permainan yang harus diikuti selama permainan berlangsung. Faizal (2010) menjelaskan beberapa aturan atau langkah- langkah dalam permainan ular tangga, yaitu: 1. Semua pemain memulai permainan dari petak nomor 1. 
 2. Terdapat beberapa jumlah ular dan tangga pada petak tertentu pada papan permainan. 
 3. Terdapat satu buah dadu dan beberapa bidak. Jumlah bidak yang digunakan sesuai dengan jumlah pemain. 4. Panjang ular dan tangga bermacam-macam ada yang pendek ada yang panjang. 


33

5. Ular dapat memindahkan bidak pemain mundur beberapa petak, sedangkan tangga dapat memindahkan bidak pemain maju beberapa petak. 6. Untuk menentukan siapa yang mendapat giliran pertama, biasanya didasarkan nilai tertinggi dari hasil pelemparan dadu oleh setiap pemain pada awal permainan. 
 7. Pada saat gilirannya, pemain melempar dadu dan dapat memajukan bidaknya beberapa petak sesuai angka hasil lemparan dadu. 
 8. Bila pemain mendapat angka 6 dari hasil pelemparan dadu, maka pemain tersebut mendapat giliran sekali lagi untuk melempar dadu dan memajukan bidaknya sesuai angka yang diperoleh dari pelemparan dadu terakhir. 
 9. Jika bidak pemain berakhir pada petak yang mengandung kaki tangga, maka bidak tersebut berhak maju beberapa petak sampai pada petak yang ditunjuk oleh puncak dari tangga tersebut. 
 G. Kebersihan Gigi dan Mulut I.

Pengertian Kebersihan Kebersihan Gigi dan Mulut
 Menurut Effendi dalam Hartini (2009) kebersihan merupakan salah satu syarat dalam kehidupan manusia untuk hidup sehat. Setiap manusia diwajibkan untuk menjaga kebersihan dalam kehidupan karena kebersihan merupakan sebagian dari pada iman. Peranan kebersihan sangat besar artinya dalam kehidupan manusia. Kebersihan bukan hanya sekedar bagian dari pada iman, tetapi yang lebih penting lagi betapa besarnya peranan kebersihan bagi kesehatan. Berbagai penyakit dapat dicegah dengan kebersihan.

34

Didalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2012) gigi merupakan tulang keras dan kecil-kecil berwarna putih yang tumbuh tersusun berakar di dalam gusi dan kegunaannya untuk mengunyah atau menggigit. Penyakit gigi yang sering terjadi pada umumnya disebabkan oleh kebersihan gigi yag kurang, sehingga menyebabkan kerusakan gigi dan gusi. Penyakit-penyakit yang sering dijumpai seperti gigi berlbang (Caries Dentis), karang gigi (Calculus). Caries Dentis atau karies gigi adalah gigi berlubang yang terjadi karena adanya kerusakan pada lapisan luar gigi (email) yang disebabkan kuman dan sisa makanan yang menempel lama pada gigi. Gigi berlubang mengakibatkan sulit bicara dan mengunyah, gigi keropos dan hilang Widowati (2013). Hal- hal yang lain dapat dilakukan untuk memelihara kebersihan gigi antara lain: menggosok gigi secara benar dan teratur setelah makan memakai sikat gigi sendiri, menghindari makanan yang merusak gigi, serta makan makanan yang berserat, memeriksa kesehatan gigi berkala setiap 6 bulan sekali (Adam, 2010). Menurut Manson dan Elley dalam Mawardiyanti (2012) Kebersihan rongga mulut merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya karies gigi. Penelitian secara epidemiologi mengenai karies gigi dan penyakit periodontal, diperlukan suatu metode dan kriteria untuk mengetahui status kesehatan gigi seseorang atau masyarakat. Kebersihan gigi dan mulut disebut juga Oral Hygiene. Kebersihan gigi dan mulut tersebut didefinisikan oleh Dorlan dalam Mawardiyanti (2012) yang merupakan suatu pemeliharaan kebersihan dan hygiene struktur gigi dan mulut

35

melalui sikat gigi, stimulasi jaringan, pemijatan gusi, hidroterapi, dan prsedur lain yang berfungsi untuk mempertahankan gigi dan kesehatan mulut. Agar kesehatan mulut dan gigi selalu terjaga, sebagai pencegahannya adalah dengan perawatan yang benar. Menjaga kebersihan gigi merupakan langkah awal untukmewujudkan gigi yang sehat. Menurut Sadatoen Soerjohardjo dalam Kurniastuti (2015), menjaga kebersihan gigi harus senantiasa dilakukan agar gigi tetap sehat, maka 4 hal yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut: 1. Cara menggunakannya, gigi harus digunakan untuk hal-hal yang sesuai. Jangan digunakan untuk membuka tutup botol, jangan untuk memecah biji-bijian yang keras. Ini bukan berarti bahwa gigi-gigi harus dipakai untuk makan makanan yang lembek saja. Namun gigigigi harus dilatih dengan memamah makanan yang agak keras. Misal dengan menyeling-nyeling makanan dengan bangsa kacang-kacangan, jagung, dan lain-lain. 2. Makanan yang dimakan, yaitu makanan yang manis-manis 
misalnya permen pada umumnya tidak baik untuk kesehatan gigi. Setelah makan makanan yang manis maka aka nada sisa permen yang menempel pada gigi. Lapisan gula ini bila tidak segera dihilangkan, akan menjadi tempat pertumbuhan yang subur bagi kuman. 
 3. Bila makanan tidak atau kurang megandung kalsium dan phosphor, maka pertumbuhan gigi akan terganggu. Bukan itu saja, kekurangan akan vitamin D pun akan mengakibatkan gangguan pada pembentukan

36

gigi-gigi (dan penulangan pada umumnya). Kekurangan kalsium dan phosphor juga akan menyebabkan gigi rapuh atau lemah. 
 4. Makanan yang panas-panas juga dpaat merusak gigi. Kecuali itu, mengunyah pun tidak dapat sempurna. Suatu kebiasaan yang sering kita lihat ialah setelah makan makanan yang serba panas, kemudian minum minuman yang dingin. Email gigi yang tadinya berkemang karena panasnya makanan, akan mengerut karena terkena minuman yang dingin. Bila hal seperti ini sering terjadi, maka email akan retak dan gigi akan lebih mudah rusak. 

 II.

Cara Memelihara Kebersihan Gigi dan Mulut Untuk menjaga kebersihan gigi dan mulut, yakni menyikat gigi dengan pasta gigi yang mengandung fluoride pada pagi dan malam hari, menjauhi camilan setelah menyikat gigi pada malam hari, serta mengurangi makanan manis dan lengket. Selain itu juga sangat dianjurkan agar banyak mengkonsumsi buah dan sayur karena makanan berserat bisa menjadi pembersih alami (self cleansing) pada gigi, membiasakan berkumur-kumur setelah makan sesuatu, berkumur dengan anti septik setelah menggosok gigi dimana hal ini baik digunakan secara tepat, menggunakan dentalfos agar sisa makanan yang tersangkut di interdental dapat keluar, dan memeriksakan gigi ke dokter gigi setiap 6 bulan sekali (Hartini, 2009).

III.

Cara Menyikat Gigi dengan Benar
 Membiasakan menyikat gigi sejak usia dini merupakan hal yang penting.

37

Pada umumnya anak dapat menyikat gigi tanpa pengawasan orang tuanya mulai umur 9 tahun, akan tetapi sampai umut 14 tahun sebaiknya orang tua harus memeriksa kegiatan anak waktu menyikat gigi dan mengetahui perkembangan menyikat gigi anaknya. Cara menyikat gigi yang benar adalah: 1. Menyiapkan sikat gigi dan pasta yang mengandung Flour yang merupakan salah satu zat yang dapat menambah kekuatan pada gigi. Banyaknya pasta kurang lebih sebesar kacang tanah (1/2 cm) 
 2. Berkumur-kumur dengan air bersih sebelum menyikat gigi 
 3. Seluruh permukaan gigi disikat dengan gerakan maju-mundur pendekpendek atau memutar selama ± 2 menit (sedikitnya 8 kali 
gerakan setiap 3 permukaan gigi) 
 4. Berikan perhatian khusus pada daerah pertemuan antara gigi dan gusi. 
 5. Lakukan hal yang sama pada semua gigi atas bagian dalam. Ulangi gerakan yang sama untuk permukaan bagian luar dan dalam semua gigi atas dan bawah. 
 6. Untuk permukaan bagian dalam gigi rahang bawah depan, miringkan sikat gigi. Kemudian bersihkan gigi dengan gerakan sikat yang benar. 
 7. Bersihkan permukaan kunyah dari gigi atas dan bawah dengan gerakan-gerakan pendek dan lembut maju-mundur berulang-ulang. 
 8. Sikatlah lidah dan langit-langit dengan gerakan maju-mundur dan berulang-ulang (Kemenkes RI, 2012). 


38

BAB III KERANGKA KONSEP A. Kerangka Konsep

Perubahan Sikap Kesehatan Gigi Anak

Konsep Perilaku

Faktor yang Mempengaruhi

Perkembangan Manusia dan Proses Belajar

Tingkatan Perilaku : a. Pengetahuan b. Sikap c. Perilaku

Kemampuan Berpikir Anak Faktor yang Mempengaruhi

Stimulasi Bermain

Perkembangan Sensorik dan Motorik

Perkembanga n Kognitif

Kebersihan Gigi dan Mulut Kemampuan Berpikir Anak

39

B. Hipotesis Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah hipotesis alternative atau hipotesis kerja (H1) yaitu: 1. Ada perbedaan yang bermakna antara pengetahuan siswa tentang kesehatan gigi dan mulut di SDN 03 Singkawang Tengah sebelum diberi edukasi dengan media permainan ular tangga. 
 2. Ada perbedaan yang bermakna antara pengetahuan siswa tentang kesehatan gigi dan mulut di SDN 03 Singkawang Tengah sesudah diberi edukasi dengan media permainan ular tangga. 


40

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif. Metode kuantitatif sering disebut juga dengan metode tradisional, positivistic atau discovery. Disebut kuantitatif karena data penelitian berupa angka-angka dan analisisnya menggunakan statistik. Penelitian kuantitatif menurut Sugiyono (2012:107) adalah : Metode eksperimen dapat diartikan sebagai metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu terhadap yang lain dalam kondisi yang terkendali. Pengertian kuantitatif tersebut pada umumnya dilakukan pada populasi atau sampel tertentu. Proses penelitian yang dilakukan bersifat deduktif dimana untuk menjawab rumusan masalah digunakan konsep atau teori sehingga dapat dirumuskan secara hipotesis. Hipotesis tersebut kemudian diuji dengan pengumpulan data lapangan, untuk mengumpulkan data digunakan instrument penelitian. Data yang telah terkumpul kemudian dianalisis secara kuantitatif dengan menggunakan statistic deskriptif atau inferensial sehingga dapat

41

disimpulkan hipotesis yang dirumuskan terbukti atau tidak. Penelitian yang penulis gunakan adalah penelitian True Experiment Design. True experiment mempunyai ciri khusus yaitu sampel yang digunakan baik kelompok kontrol maupun eksperimen diambil secara acak dari suatu populasi. Beberapa desain true experimental terbagi atas : Posstest-Only Control Design, Pretest-Posttest Control Group Design dan The Solomon Four-Group Design. Peneliti akan mengambil desain Pretest-Posttest Control Group Design, dengan menggunakan desain ini kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol memiliki karakteristik yang sama, karena diambil secara acak (random) dari populasi yang homogen pula. Dalam desain ini kedua kelompok diberi tes awal (pretest) dengan tes yang sama. Kemudian kelompok eksperimen diberi perlakuan khusus, sedangkan kelompok control diberi perlakuan seperti biasanya. Setelah diberi perlakuan kedua kelempok dites dengan tes yang sama sebagai tes akhir (posttest) hasil kedua tes akhir dibandingkan, demikian juga antara hasil tes awal dengan tes akhir pada masing-masing kelompok.
Desain penelitian yang digunakan adalah: Desain Pretest-Posttest Control Group Kelompok

Pretest

Perlakuan

Posttest

Kelompok

O1

X

O2

Eksperimen (R)

42

Kelompok

O3

O4

Kontrol (R)

Keterangan : R = kelompok eksperimen dan kelompok control siswa SD yang diambil secara random. O1 dan O3 = kelompok eksperimen dan kelompok control sama-sama diberikan pretest untuk mengetahui kemampuan berpikir kreatif siswa
 X = treatment, yaitu perlakuan berupa pembelajaran dengan menggunakan metode Joyfull Learning pada kelompok eksperimen. O2 = posttest pada kelompok eksperimen setelah diberi pembelajaran metode Joyfull Learning O4 = 
posttest pada kelompok control yang tidak diberi metode Joyfull Learning. Penelitian ini bertujuan untuk melihat efektifitas edukasi dengan media permainan ular tangga terhadap pengetahuan tentang kesehatan gigi dan mulut pada siswa SDN 03 Singkawang Tengah pada sampel yang telah ditentukan. Untuk mengetahui dua variable tersebut penulis menggunakan desain True

43

Experiment ini.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di SDN 03 Singkawang Tengah, pada tanggal 27 Mei 2016.

C. Populasi, Sample, dan Teknik Sampling 1. Populasi Menurut Suyanto, dkk (2014), Populasi atau disebut dengan istilah universe atau universum atau keseluruhan, adalah sekelompok individu atau obyek yang memiliki karakteristik yang sama, yang mungkin diselidiki/diamati. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswa/i Kelas IV SDN 03 Singkawang Tengah kelas IV-A dan kelas IV-B. 2. Sample Menurut Darmadi (2011: 46) “Sampling adalah proses pemilihan sejumlah individu suatu peelitian sedemikian rupa sehingga indiviu-individu tersebut merupakan perwakilan kelompok yang lebih besar pada nama orang dipilih”. Sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini seluruh siswa Siswa/i Kelas IV SDN 03 Singkawang Tengah dengan kelas IV-A berjumlah 26 orang, dan kelas IV-B berjumlah 24 orang. Satu kelas dijadikan kelompok eksperimen dan satu sekolah dijadikan kelompok kontrol. Kelompok eksperimen yaitu kelas IV-A berjumlah 26 orang,

44

sedangkan kelas kontrol yaitu kelas IV-B berjumlah 24 orang. 3. Teknik Sampling

Cara pengambilan sempel dengan menggunakan teknik probability sampling dengan cara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu (Sugiyono, 2012: 120). Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik probability sampling, yaitu teknik pengambilan sampel yang memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih sebagai anggota sampel. Teknik probability sampling ini ada bermacam-macam yaitu simple random sampling, proportionate stratified random sampling, disproportionate stratified random, sampling area (cluster) sampling (Sugiyono, 2010: 120).

Prosedur

pengambilan

sampel

adalah

dengan

cara

undian.

Alasan

menggunakan undian adalah bagi peneliti cukup sederhana dan memungkinkan ketidakadilan dapat dihindari. Sampel diundi dari populasi kelas IV-A untuk diambil sebagai sampel kelompok eksperimen, dan dari populasi kelas IV-B untuk diambil sebagai sampel kelompok terikat.

D. Variabel Penelitian Variabel penelitian adalah suatu atribut atau nilai dari orang, obyek, atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2014). Dalam penelitian ini ditetapkan variable penelitian sebagai berikut:

45

a. Variabel Bebas
 dalam penelitian ini adalah perlakuan intervensi Media Permaianan Ular Tangga kesehatan gigi dan mulut. b. Variabel Terikat dalam penelitian ini adalah pengetahuan siswa/i sebelum dan sesudah intervensi tentang kesehatan gigi dan mulut.

E. Instrumen Penelitian a. Kuesioner
 Kuesioner yang dibuat merupakan kuesioner untuk mengukur pengetahuan tentang kebersihan gigi dan mulut sebelum dan sesudah di berikan intervensi. b. Permainan Ular Tangga
Media Permainan Ular Tangga adalah Permainan Ular Tangga“Edukasi Kebersihan Gigi dan Mulut”. Setelah dilakukan pre-test, media ini dapat disimpan kembali. Media Permainan Ular Tangga ini digunakan untuk menyampaikan pesan-pesan serta informasi mengenai kesehatanan gigi dan mulut di dalam penelitian ini. Berikut informasi yang disampaikan dalam penelitian ini: a. Isi Media Permainan Ular Tangga
 Permainan Ular Tangga ini bernama “Ular Tangga Gigi dan Mulut”. Isi dari permaianan ini terdiri dari pesan verbal dan Nonverbal yang berbentuk visual. Media visual-verbal adalah media visual yang memuat pesan verbal (pesan linguistic berbentuk tulisan). Media visual non-verbal adalah media visual yang memuat pesan non-verbal yakni berupa symbol-simbol visual atau unsur-unsur

46

grafis, seperti gambar (sketsa, lukisan dan foto), grafik, diagram, bagan dan peta. b. Standar Visual
dalam sebuah perancangan desain dibutuhkan standar visual yang berfungsi sebagai acuan dari setiap desain dan item yang dibuat, begitu juga pada perancangan permainan ular tangga yang berisi tentang kesehatan gigi dan mulut. Standar visual tersebut meliputi: 

Ilustrasi adalah hasil visualisasi dari suatu tulisan dengan teknik drawing, lukisan, fotografi, atau teknik seni rupa lainnya yang lebih menekankan hubungan subjek dengan tulisan yang dimaksud daripada bentuk, ilustrasi sering dianggap sebagai bahasa universal yang dapat menembus rintangan yang ditimbulkan dari perbedaan bahasa. Tujuan ilustrasi adalah untuk menerangkan atau menghiasi suatu cerita, tulisan, puisi, atau informasi tertulis lainnya. Diharapkan dengan bantuan visual, tulisan tersebut lebih mudah dicerna. 




Warna adalah salah satu unsur dalam menambah daya Tarik visual. Warna dapat merangsang mata manusia dan dapat 
membangkitkan emosi manusia. Warna merupakan pelengkap gambar serta mewakili suasana hati pelukisnya dalm berkomunikasi.
Warna merupakan unsur pokok dalam seni rupa yang memiliki fungsi diantaranya:

o Menarik perhatian 
 o Memperoleh suasana sesuai dengan pesan yang dibuat 
 o Untuk menambah/menimbulkan suasana meriah 
 o Membantu membangkitkan perasaan tertentu. 


47

Perancangan warna yang akan digunakan ditentukan dari psikologis warna dan hasil kuesioner mengenai media yang telah disebar. Berdasarkan hasil kuesioner anak-anak sangat tertarik dengan warna yang digunakan dalam permainan ular tangga ini. Warna yang digunakan yaitu:

R: 102 G: 153 B: 255

R: 255 G: 102 B: 102

R:255 G:192 B:0

R:0 G:176 B:80

c. Tipografi (huruf) adalah seni memilih, menyusun, dan mengatur tata letak huruf dan jenis huruf cetak mencerminkan suatu sikap, pembawaan, aau karakteristik sendiri-sendiri. Perancangan tipografi yang digunakan adalah tipografi yang memberikan ksan simple, lembut, dan memiliki tingkat keterbacaan yang tinggi. Adapun pilihan tipografi yang digunakan adalah: • Comic Sans MS ABCDEFGHIJKLMNOPQRSTUVWXYZ

abcdefghijklmnopqrstuvwxyz

1234567890!@#%^&*() d. Layout (Tata Letak) atau dalam bahasa Indonesia dikenal dengan tata

48

letak adalah pengaturan tulisan dan gambar. Sebuah layout dapat bekerja dan mencapai tujuannya bila pesan-pesan yang akan disampaikan dapat segera ditangkap dan dipahami oleh pengguna dengan suatu caratertentu. Selanjutnya, sebuah layout harus ditata dan dipetakan secara baik agar pengguna dapat berpindah dari satu bagian ke bagian yang lain dengan mudan dan cepat. Akhirnya, sebuah layout harus menarik untuk mendapatkan

perhatian

yang

cukup

dari

penggunanya.

dalam

perancangan permainan ular tangga ini gambar manual hamper mendominasi seluruh kotak. Penataan teks dan gambar saling berpadu sehingga membentuk suatu komposisiyang konseptual (Widowati, 2013). Pesan verbal dan non verbal dibuat berdasarkan perlakuan dan akibat positif dan negatif dari pemeliharaan kebersihan gigi dan mulut. Pesan verbal dan nonverbal tersebut dibuat sedemikian rupa untuk menimbulkan minat dari sasaran pendidikan, serta menarik perhatian dari penerima pesan untuk membacanya. Selain itu juga dibuat untuk membantu penerima pesan mudah menerima informasi dan merangsang sasaran pendidikan untuk meneruskan pesan tersebut kepada orang lain. F. Prosedur Pengumpulan Data

Pengumpulan data mencangkup jenis data yang akan dikumpulkan, penjelasan, dan alasam pemakaian suatu teknik peng-umpulan data sesuai dengan kebutuhan data dalam penelitian. Dengan adanya pengumpulan data, suatu

49

penelitian dapat dikatakan akurat. Pengumpulan data tersebut dapat dilakukan dengan teknik pengumpulan data. Sugiyono (2015, hlm. 308) mengatakan, “Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data”. Maka dapat disimpulkan bahwa, teknik pengumpulan data digunakan untuk memudahkan penulis dalam mengumpulkan data penelitian, agar data tersebut dapat terkumpul dengan baik.

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik-teknik pengumpulan data sebagai berikut:

a. Studi Pustaka merupakan proses menelaah buku-buku untuk memperoleh informasi mengenai materi serta teori-teori yang relevan dan berhubungan dengan pembelajaran. Adapun buku-buku yang penulis telaah adalah buku tentang keterampilan membaca, buku tentang teks laporan hasil observasi, dan buku tentang model contexstual teaching learning. b. Observasi. Teknik observasi digunakan untuk mengetahui keadaan atau kondisi yang akan dijadikan tempat penelitian. c. Tes. Dalam penelitian ini penulis melakukan tes, berupa pretes dan postes dengan bentuk tes berupa soal. Teknik ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan peserta didik. d. Analisis. Penulis menggunakan teknik analisis dengan cara menguji data yang terkumpul. Hal ini dilakukan dengan memperoleh hasil yang akurat dan digunakan untuk menganalisis kesulitan yang dihadapi oleh peserta

50

didik dalam menginterpretasi isi teks laporan hasil observasi berdasarkan interpretasi.

G. Pengolahan Analisis data Penelitian menggunakan analisis univariat dan analisis bivariat dengan menggunakan uji Wilcoxon dan uji Mann-Whitney.

H. Kerangka Kerja

Pre test

Intervensi

Pre test

Pengetahuan siswa sebelum dan sesudah diberi edukasi dengan media permainan ular tangga tentang kebersihan gigi dan mulut

Pemberian Media Permaianan Ular Tangga

Pengetahuan siswa sebelum dan sesudah diberi edukasi dengan media permainan ular tangga tentang kebersihan gigi dan mulut

51

Related Documents

Laporan
August 2019 120
Laporan !
June 2020 62
Laporan
June 2020 64
Laporan
April 2020 84
Laporan
December 2019 84
Laporan
October 2019 101

More Documents from "Maura Maurizka"