Laporan Kontrol Level.docx

  • Uploaded by: Qorina Apriliyani
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Laporan Kontrol Level.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,971
  • Pages: 21
BAB I PENDAHULUAN

1.1. Tujuan Percobaan 

Untuk mengetahui cara kerja PCT 40 Level Control.



Mengetahui pengendalian dengan metode direct action dan reverse action.



Mempelajari sistem kontrol level mode on/off dengan menggunakan solenoid valve (sol 1)



Mempelajari karakter kerja float switch sensor.



Mempelajari karakter kerja differential level switch sensor.



Mempelajari karakter proportional pressure sensor pada control level dengan mode on/off. Mempelajari karakter proportional pressure sensor pada control level dengan mode PID



Mempelajari karakter kerja PSV untuk kontrol level pada mode kontrol manual

1.2.



Dasar Teori

1.2.1. Pengendalian Sistem Proses Sistem proses adalah rangkaian operasi yang menangani konversi material dan atau energi sehingga material dan atau energi itu berada dalam keadaan yang diinginkan. Keadaan itu dapat berupa besaran fisika atau kimia, seperti suhu, tekanan, laju alir, level, komposisi, pH dan lain sebagainya, Disini pengertian sistem proses sudah mencakup bahan dan alir proses beserta peralatannya. Sengaja tidak membedakan sistem proses dan pemroses. Sebab kata sistem mengandung pengertian seluruh komponen yang terlibat dalam suatu proses. 1.2.2. Jenis Variabel Jenis variabel yang mendapatkan perhatian penting dalam bidang pengendalian proses adalah variabel proses (process variable, PV) atau disebut juga variabel terkendali (controlled variable). Variabel proses adalah besaran fisik atau kimia yang menunjukkan keadaan proses. Variabel ini bersifat dinamik artinya nilai variabel dapat berubah spontan atau oleh sebab lain baik yang diketahui maupun tidak. Diantara banyak macam variabel

proses , terdapat empat macam variabel dasar, yaitu : suhu (T), tekanan (P), laju alir (F) dan tinggi permukaan cairan (L). Dalam teknik pengendalian proses , titik berat permasalahan adalah menjaga agar nilai variabel proses tetap atau berubah mengikuti alur (trayektori) tertentu. Variabel yang digunakan untuk melakukan koreksi atau mengendalikan variabel proses disebut variabel termanipulasi (manipulated variable, MV) atau variabel pengendali. Sedang nilai yang diinginkan dan dijadikan acuan atau referensi variabel proses disebut nilai acuan (setpoint value, SV). Selain ketiga jenis variabel tersebut masih terdapat variabel lain yaitu gangguan (disturbance) baik yang terukur (measured disturbance) maupun tidak terukur (unmeasured disturbance) dan variabel keluaran tak terkendali (uncontrolled output variable). Variabel gangguan adalah variabel masukan yang mampu mempengaruhi nilai variabel proses, tetapi tidak digunakan untuk mengendalikan. Variabel keluaran tak terkendali adalah variabel keluaran yang tidak dikendalikan secara langsung. Gangguan terukur

Variabel terkendali

Sistem Proses

Variabel tak terukur Variabel termanipulasi

Variabel tak terkendali

Gambar 1.1 Jenis variabel dalam sistem proses

Sebagai contoh proses destilasi fraksionasi dalam kolom piring memiliki jenis variabel sebagai berikut : -

Gangguan terukur

:

laju alir umpan

-

Gangguan tak terukur

:

komposisi umpan

-

Variabel termanipulasi

:

- laju refluks - laju kalor ke pendidih ulang - laju destilat - laju produk bawah - laju alir pendingin

-

Variabel terkendali

:

- komposisi destilat

- komposisi produk bawah - tinggi permukaan akumulator refluks - tinggi permukaan kolom bawah - tekanan kolom -

Variabel tak terkendali

:

suhu tiap piring sepanjang kolom

1.2.3. Jenis Sistem Pengendalian Pengendalian proses adalah bagian dari pengendalian automatik yang diterapkan di bidang teknologi proses untuk menjaga kondisi proses agar sesuai yang diinginkan. Seluruh komponen yang terlibat dalam pengendalian proses disebut sistem pengendalian atau sistem kontrol. a. Sistem Pengendalian Simpal terbuka dan Tertutup Berdasarkan atas ada atau tidak adanya umpan balik, sistem pengendalian dibedakan atas sistem pengendalian simpal terbuka (open – loop control system) dan sistem pengendalian simpal tertutup (closed loop control system). Sistem pengendalian simpal terbuka bekerja tanpa membandingkan variabel proses yang dihasilkan dengan nilai acuan yang diinginkan. Sistem ini bekerja semata – mata bekerja atas dasar masukan yang telah dikalibrasi. Sebagai contoh sederhana adalah keran air yang terkalibrasi. Dengan memandang keran sebagai suatu sistem, maka bukaan keran (sudut putaran keran) adalah sebagai masukan dan laju alir air sebagai keluaran sistem. Berdasarkan hukum dinamika fluida, laju air tergantung pada beda tekanan yang melintas keran. Misal pada posisi keran X1 dengan beda tekanan P2 mengalir air pada laju Q2 (gambar 2.2). Jika oleh sebab tertentu tiba – tiba beda tekanan berubah menjadi P1, maka posisi keran tetap X1 dan menghasilkan laju alir Q1. Dengan demikian sistem pengendalian simpal terbuka tidak dapat mengatasi perubahan beban atau gangguan yang terjadi. Meskipun dari uraian di atas, sistem simpal terbuka merupakan sistem yang buruk, karena tidak mampu mengatasi gangguan, tetapi memiliki keuntungan sebagai berikut :  Lebih murah dan sederhana dibandingkan sistem simpal tertutup  Jika sistem mampu mencapai kestabilan sendiri, maka akan tetap stabil

Untuk mengatasi kekurangan sistem simpal terbuka , operator pabrik akan mengatur kembali besarnya gangguan agar diperoleh sasaran yang diinginkan. Tetapi dengan tinadakan operator ini berarti telah membuat sistem simpal tertutup.Berbeda dengan sistem simpal terbuka , pada sistem pengendalian simpal tertutup terdapat tindakan membandingkan nilai variabel proses dengan nilai acuan yang diinginkan. Perbedaan ini digunakan untuk melakukan koreksi sedemikian rupa sehingga nilai variabel proses sama atau dekat dengan nilai acuan. Dengan demikian terdapat mekanisme umpan balik. Sehingga sistem pengendalian simpal tertutup lebih dikenal dengan sistem pengendalian umpan balik.

P1

Q1

P2 Q2

keran

P3

Q3 X

Keran air terkalibrasi

Q

X1 Gambar 1.2 Sistem Pengendalian Simpal Terbuka

Meskipun sistem simpal tertutup mampu mengatasi gangguan atau perubahan beban tetapi memiliki kelemahan sebagai berikut :  Lebih mahal dan kompleks dibanding sistem simpal terbuka  Dapat membuat sistem tidak stabil, meskipun sebenarnya tanpa umpan balik sistem dapat mencapai kestabilan sendiri.

b. Sistem Pengaturan dan Pengendalian

Berdasarkan nilai acuan, sistem pengendalian umpan balik dibedakan atas dua jenis yaitu sistem pengendalian dengan nilai acuan tetap (dibidang elektro sering disebut sistem pengaturan) dan sistem pengendalian dengan nilai acuan berubah (dibidang mekanik sering disebut sistem pengendalian, sistem servo atau tracking). Tujuan utama sistem pengaturan adalah mempertahankan agar nilai variabel proses tetap pada nilai yang diinginkan. Sedangkan pada sistem pengendalian, tujuan utamanya adalah mempertahankan agar nilai variabel proses mengikuti perubahan nilai acuan. Di bidang teknologi proses termasuk teknik kimia, meskipun hampir semuanya bekerja dengan titik acuan tetap tetapi lebih populer dengan istilah sistem pengendalian dan bukan sistem pengaturan. Hal ini disebabkan karena istilah pengendalian lebih mencerminkan kondisi dinamik.

c. Sistem Pengendalian Umpan balik Prinsip mekanisme kerja sistem pengendalian umpan balik adalah mengukur variabel proses dan kemudian melakukan koreksi bila nilainya tidak sesuai dengan yang diinginkan. Ciri utama pengendalian umpan balik negatif. Artinya jika nilai variabel proses berubah terdapat umpan balik yang melakukan tindakan untuk memperkecil perubahan itu. 1.2.4 Langkah pengendalian Langkah – langkah pengendalian adalah sebagai berikut : a. Mengukur Tahap pertama dari langkah pengendalian adalah mengukur atau mengamati nilai variabel proses b. Membandingkan Hasil pengukuran atau pengamatan variabel proses (nilai terukur) dibandingkan dengan nilai acuan (setpoint) c. Mengevaluasi Perbedaan antara nilai terukur dan nilai acuan dievaluasi untuk menentukan langkah atau cara melakukan koreksi atas perbedaan itu

d. Mengoreksi Tahap ini bertugas melakukan koreksi variabel proses agar perbedaan nilai terukur dan nilai acuan tidak ada atau sekecil mungkin. 1.2.5. Armfield PCT 40 Armfield PCT 40 merupakan salah satu alat kontrol yang memberikan cara efekif biaya mengajarkan berbagai teknik kontrol proses dalam sebuah unit dasar yang sederhana lebih lanjut aspek kontrol proses dapat diatasi dengan menambahkan opsional untik sistem dasar. Suatu sistem pengendalian proses dengan pengajaran multifungsi, yang mampu menunjukkan level, aliran, tekanan dan suhu. Untuk jenis sensor level, dimana tangki sebagai sistem proses dan terdapat katup pengendali yang bentuknya berupa selenoid (SOL). Pada sensor level ini terdapat 3 buah SOL, yang berfungsi : 1. SOL 1 : untuk mengatur/mengendalikan jumlah aliran masuk 2. SOL 2 : untuk mengatur/mengendalikan jumlah aliran keluar Dimana dibagi menjadi 3 modul yaitu PCT 40 yang digunakan untuk level, PCT 41 yang digunakan untuk temperatur dan PCT 42 untuk pH dan konduktivitas. Sedangkan pada praktikum ini digunakan PCT 40 yaitu untuk pengukuran level suatu proses dimana menggunakan sensor level yaitu diferential level, level (float) switch dan tekanan. 1.2.6 Jenis Sensor yang digunakan pada alat ini 1.

Floating Switch Level Sensor ini bekerja berdasarkan pelampung yang terdapat dalam tangki. Cara

kerjanya adalah pada saat sistem membuka (SOL 1=1), maka ketinggian (level) air dalam tangki akan bertambah. Jika ketinggian air telah mengenai pelampung yang menyebabkan pelampung tersebut tenggelam hingga batas tertentu maka sistem dengan sendirinya akan mati dan SOL akan menutup (SOL 1=0) sebagai nilai ofset atas begitupun sebaliknya jika fluida dalam tangki berkurang dan membuat pelampung tersebut turun hingga batasan tertentu maka sistem akan membuka kembali (SOL 1=1). Sensor ini bekerja dengan sistem ON-OFF (buka-tutup), dimana Set Point akan sama dengan ofset bawah yaitu pada saat sistem membuka (SOL 1=1). Pada saat sistem

menutup maka sensor ini akan bekerja secara buka-tutup untuk menstabilkan ketinggian air yang ada dalam tangki. Sensor floating switch ini merupakan jenis sensor yang paling sederhana dari sensor level namun memiliki offset dan respon yang paling cepat dibanding sensor level yang ada pada alat PCT 40.

2.

Differential Level Sensor ini bekerja dengan membedakan batas atas dan batas bawah. Cara kerja dari

sensor ini adalah elektroda negatif dipasang lebih rendah dari elektroda positif sehingga jika fluida diisi kedalam tangki maka elektroda negatif akan tersentuh fluida tersebut lebih dulu dan membuat larutan memiliki muatan listrik dan ketika larutan menyentuh elektroda positif maka sistem akan mati dengan sendirinya. Sensor ini memiliki ofset yang lebih kecil dari pressure control dan respon yang lebih cepat namun sangat berbahaya untuk cairan yang mudah terbakar karena sensor ini bekerja dengan adanya loncatan elektron Batas bawah pada sensor ini berfungsi sebagai emergency switch, yaitu seandainya jika sistem membuka hingga air mencapai batas atas, namun selenoid tidak bekerja maka selambat-lambatnya pada batas bawah selenoid harus bekerja sebelum ditinggalkan oleh cairan (air). Sensor jenis ini juga bekerja dengan sistem ON-OFF, dimana nilai Set Point akan sama dengan ofset bawah (SOL 1=1) 3.

Pressure Sensor Sensor ini bisa bekerja dengan sistem ON-OFF (0 dan 100) maupun sistem PSV (0-

100) serta nilai Set Point (SP) dapat ditentukan sesuai dengan keinginan. Cara kerja sensor pressure adalah mengukur ketinggian cairan pada tangki berdasarkan tekanan yang diberikan oleh cairan dalam tangki namun sensor ini memiliki offset yang besar dan respon lambat.

Hal pertama yang dilakukan untuk memperoleh data dari tiap-tiap jenis sensor tersebut adalah dengan cara mengkalibrasi alat sensor flow untuk mengetahui seberapa besar kesalahan dan error yang dipunya. Alat tersebut harus disetting hingga laju alir 1400 mL/menit sesuai dengan spesifikasi alat dengan range laju alir 1400-1500 mL/menit.

Kalibrasi sensor flow dilakukan secara manual dengan cara memutar regulator dengan cara menarik regulator keluar terlebih dahulu baru kemudian memutarnya hingga diperoleh laju alir yang diinginkan (1400-1500 mL/menit). Setelah itu, menekan regulator tersebut kedalam dengan tujuan untuk mengunci agar aliran yang masuk agar tidak melebihi laju alir yang telah ditentukan. Jika kalibrasi telah selesai dilakukan, maka proses untuk sensor level sudah bisa dilakukan.

1.2.7 Instrumentasi proses Pelaksanaan keempat langkah pengendalian seperti yang telah dijelaskan pada point 2.4 memerlukan instrumentasi berikut : a.

Unit Pengukuran Bagian ini bertugas mengubah nilai variabel proses yang berupa besaran fisik atau

kimia seperti laju alir, tekanan, suhu, pH, konsentrasi dan sebagainya menjadi sinyal standar. Bentuk sinyal standar yang populer di bidang pengendalian proses adalah berupa sinyal pneumatik (tekanan udara) dan sinyal listrik. Unit pengukuran terdiri atas dua bagian besar yaitu : 1. Sensor yaitu elemen perasa yang langsung bersentuhan dengan variabel proses 2. Transmiter yaitu bagian yang berfungsi mengubah sinyal dari sensor (gerakan mekanik, perubahan hambatan, perunahan tegangan atau arus) menjadi sinyal standar. Dalam bidang pengendalian proses, istilah transmiter lebih populer dibandingkan dengan tranduser. Meskipun keduanya berfungsi serupa, tetapi transmiter mempunyai makna pengirim sinyal pengukuran ke unit pengendali yang biasanya terletak jauh dari tempat pengukuran, ini lebih sesuai dengan keadaan sebenarnya di pabrik. b.

Unit Pengendali Bagian ini bertugas membandingkan, mengevaluasi, dan mengirimkan sinyal ke

unit kendali akhir. Evaluasi yang dilakukan berupa operasi matematika seperti penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian , integrasi dan diferensiasi. Hasil evaluasi berupa sinyalkendali yang dikirim ke unit kendali akhir. Sinyal kendali berupa sinyal standar yang serupa dengan sinyal pengukuran.

c.

Unit kendali akhir Bagian ini bertugas menerjemahkan sinyal kendali menjadi aksi atau tindakan

koreksi melalui pengaturan variabel termanipulasi. Unit ini terdiri atas dua bagian besar, yaitu aktuator dan elemen kendali akhir. Aktuator adalah penggerak elemen kendali akhir. Bagian ini dapat berupa motor listrik, solenoida dan membran pneumatik. Sedangkan elemen kendali akhir biasanya berupa katup kendali (control valve) atau elemen pemanas.

1.2.8 Diagram blok Penggambaran suatu sistem atau komponen dari sistem dapat berbentuk blok (kotak) yang dilengkapi dengan garis sinyal masuk dan keluar. Sinyal dapat berupa arus listrik, tegangan (voltase), tekanan, aliran cairan, tekanan cairan, suhu, pH, kecepatan, posisi dan sebagainya. Sinyal yang perlu digambarkan hanyalah sinyal masuk dan sinyal keluar yang secara langsung berperan dalam sistem. Sedangkan sumber energi atau massa yang masuk biasanya tidak digambarkan. Sebagai contoh , keran air yang dipakai mengalirkan air dari tangki , cadangan air sebagai sumber massa, sinyal masukan adalah sudut putar keran (posisi bukaan keran), sinyal keluaran adalah laju alir air. Disini yang perlu digambarkan adalah sudut putar (posisi bukaan keran) dan laju alir air.Sedangkan cadangan air tidak perlu digambarkan.

Sudut putar

keran

laju air

Gambar 1.3 Diagram blok pengaturan laju air dengan keran

masukan

sistem

Gambar 1.4 diagram blok sistem

keluaran

Berikut ini disajikan contoh diagram blok sistem Suhu tegangan

Termometer raksa

tinggi raksa

Suhu tekanan

Transmiter tekanan

Arus listrik

Suhu

Termokopel

Aliran pemanas

Penukar panas Gambar 1.5 Beberapa diagram blok system

Diagram Blok Sistem Pengendalian Dengan meninjau alat penukar panas (dari contoh di atas) sebagai suatu sistem, maka dapat dibuat diagram blok sebagai berikut : Gangguan (P)

Variabel termanipulasi (S)

Sistem proses Pemanas air

Variabel proses (T)

Gambar 1.6 Diagram Blok Sistem Pemanas Air

Diagram blok umum sistem proses ditunjukkan oleh gambar (2.8) . Dalam diagram tersebut masukan sistem terdiri atas variabel termanipulasi (M) dan gangguan (W).

Tanda

bulat

yang

menjadi

titik

temu

keduanya

adalah

simbol

penjumlahan W M

C

Sistem proses

Gambar 1.7 diagram blok umum sistem proses

Keterangan : M = variabel termanipulasi (MV) W = variabel gangguan C = variabel proses (PV) Diagram blok lengkap sistem pengendalian proses pemanasan digambarkan sebagai berikut : Wr+

e

GC

U

GV

M+

yH

Keterangan gambar : r+

=

nilai acuan atau setpoint value (SV)

e

=

sinyal galat (error) dengan e = r –y

y

=

sinyal pengukuran

u

=

sinyal kendali

M+ =

variabel termanipulasi

W-

=

variabel gangguan

C

=

variabel proses

GC =

unit pengendali

GV =

katub pengendali

GP =

sistem proses

H

transmiter

=

GP

C

Untuk keperluan praktis , diagram tersebut sering disederhanakan dengan meniadakan blok katup kendali dan transmiter. Hal ini disebabkan karena sinyal kendali (u) pada dasarnya mempresentasikan nilai variabel termanipulasi sedangkan sinyal pengukuran (y) mempresentasikan nilai variabel proses. Sehingga dalam diagram blok sistem pengendalian pada gambar berikut, sinyal kendali (u) sebagai variabel termanipulasi (MV). w r

u GC

y GP

Gambar 1.8 diagram blok singkat sistem pengendalian

Tanggapan transien sistem tertutup Sistem pengendalian dapat lebih disederhanakan, yaitu dengan memandang sistem sebagai suatu blok dengan dua masukan (r dan w) dan satu keluaran (y)

r SISTEM PENGENDALIAN W

y Gambar 1.9 Penyederhanaan sistem pengendalian sebagai satu blok

Jika ke dalam sistem pengendalian terjadi perubahan nilai acuan, idealnya nilai variabel proses dapat mengikuti nilai acuan baru. Tetapi kondisi demikian biasanya tidak terjadi. Nilai variabel proses akan mengalami beberapa kemungkinan perubahan yaitu :  Tanpa osilasi (overdamped)  Osilasi teredam (underdamped)  Osilasi kontinyu (sustained oscillation)  Tidak stabil (amplitudo membesar)

Keempat tanggapan di atas dibuat dengan memberi masukan berupa step function yaitu dengan perubahan mendadak dari satu nilai masukan konstan ke nilai masukan konstan yang lain. Besarnya perubahan tersebut biasanya paling besar 10 %. Tanggapan tanpa osilasi bersifat lambat namun stabil. Sedangkan tanggapan osilasi teredam memiliki sedikit gelombang di awal perubahan, dan selanjutnya amplitudo mengecil dan akhirnya hilang. Tanggapan ini cukup cepat meskipun sedikit terjadi kestabilan. Pada tanggapan dengan osilasi kontinyu variabel proses secara terus menerus bergelombang dengan amplitudo dan frekuensi yang tetap. Terakhir tanggapan tidak stabil, memiliki amplitudo membesar. Kondisi demikian sangat berbahaya karena dapat merusak sistem keseluruhan. Tanggapan teredam ( ζ > 1)

y

Tanggapan osilasi teredam ( 0 < ζ < 1)

y

Osilasi kontinyu ( ζ = 1)

Tak stabil ( ζ < 0)

y

Gambar 1.10 Tanggapan sistem pengendalian simpal tertutup pada perubahan nilai acuan

Dari keempat kemungkinan tadi yang paling dihindari bahkan sama sekali tidak boleh terjadi adalah tanggapan tidak stabil dengan amplitudo membesar. Sedangkan tanggapan osilasi kontinyu dalam beberapa hal masih bisa diterima , meskipun cukup berbahaya. Sekedar perhatian untuk praktisi industri , meskipun variabel proses secara terus menerus terlihat berayun seperti mengalami osilasi kontinyu, tetapi belum tentu benar-benar terjadi osilasi dalam sistem pengendalian . Boleh jadi kondisi demikian memang sifat variabel itu sendiri, misalnya aliran gas atau turbulensi fluida.

1.2.9 Model-model pegendalian a. Pengendalian Proportional Pengendalian proportional menghasilkan sinyal kendali yang besarnya sebanding dengan sinyal galat (error). Sehingga terdapat hubungan tetap dan lancar antara variabel

proses (PV) dan posisi elemen kendali akhir. Gain pengendali proportional adalah perubahan posisi katub dibagi dengan perubahan tekanan. Di kalangan praktisi industri besaran gain kurang populer. Sebagai gantinya dipakai besaran Proportional Band (PB) yaitu perubahan galat / variabel proses yang dapat menghasilkan perubahan sinyal kendali sebesar 100%. Besaran ini lebih mencerminkan kebutuhan pengendalian dibandingkan gain proportional. Lebar proportional band menentukan kestabilan sistem pengendalian. Semakin kecil nilai PB pengendali semakin peka (tanggapan semakin cepat). Offset yang terjadi semakin kecil tetapi sistem menjadi stabil tetapi pengendali tidak peka dan offset besar. Pada PB sama dengan nol maka perilaku pengendali proportional menjadi sama dengan pengendali on – off. Satu – satunya problem pengendalian proportional adalah selalu menghasilkan galat sisa (residual error atau offset) yang disebabkan perubahan beban, sebab dengan perubahan beban

memerlukan nilai sinyal kendali (u) yang berbeda.

Dengan demikian offset memang diperlukan untuk menjaga nilai sinyal kendali baru (u) yang berbeda dengan Uo, untuk menjaga keseimbangan massa dan atau energi yang baru. Sifat – sifat pengendalian proportional adalah keluaran sinyal kendali terjadi seketika tanpa ada pergeseran fase (c=0).

b. Pengendali Proportional Integral (PI) Penambahan integral

pada pengendali

proportional

dimaksudkan untuk

menghilangkan offset. Mekanismenya mirip dengan kerja operator yaitu dengan membuat nilai bias baru. Sehingga variabel proses sama dengan nilai acuan untuk mengulang aksi proportional. Penambahan aksi integral menambah kelambatan dan ketidakstabilan sistem. Pengaturan waktu integral (T) tergantung pada waktu mati sistem proses. Waktu integral tidak boleh kecil dibandingkan waktu mati. Jika waktu integral lebih kecil dari waktu mati, maka keluaran pengendali terlalu cepat berubah dibanding tanggapan sistem proses. Hal ini mengakibatkan overshoot dan osilasi berlebihan. Sifat – sifat pengendali proportional integral (PI) adalah : -

Fase sinyal kendali tertinggal terhadap fase sinyal galat

-

Tidak terjadi offset

-

Tanggapan sistem lebih lambat dan cenderung kurang stabil

c. Pengendali Proportional Integral Derivative (PID) Kelambatan akibat aksi integral dihilangkan dengan menambahkan aksi derivatif pada pengendalian PI sehingga menghasilkan jenis pengendalian PID. Aksi derivatif bertujuan untuk mempercepat tanggapan sekaligus memperkecil overshoot variabel proses. Namun penambahan derivatif menyebabkan sistem menjadi peka terhadap noise. Selain itu penambahan aksi derivatif tidak sesuai untuk proses yang memiliki waktu mati dominan (lebih dari setengah konstanta waktu). Sifat – sifat pengendali proportional integral derivatif : -

Tidak terjadi offset dan peka terhadap adanya noise

-

Tanggapan cepat dan amplitudo osilasi kecil (lebih stabil)

BAB II METODOLOGI 2.1 Alat dan Bahan  Alat yang digunakan adalah armfield PCT 40 level control  Bahan yang digunakan adalah air PDAM

2.2 Prosedur Percobaan 2.2.1 Safety (Keamanan Operasi) dan Prosedur Umum 1. Memastikan seluruh sambungan kabel dan unit komputer pengendali bebas dari genangan air untuk menghindari korslet. 2. Memastikan seluruh valve dalam keadaan tertutup sebelum menyalakan peralatan. 3. Memasang selang air dari valve input ke kran sumber air. 4. Memasang kabel power unit armfield ke komputer dan ke saklar listrik. 5. Memasang kabel USB yang menghubungkan unit armfield dengan komputer. 6. Menyalakan saklar power yang terdapat dibagian belakang unit armfield. 7. Menyalakan saklar power yang terdapat dibagian depan unit armfield. 8. Menyalakan komputer, memilih Start dan mengklik icon Armfield PCT 40.

2.2.2 Prosedur Kerja  Proporsional Band 1. Setelah menghidupkan komputer, mengklik “Start” 2. Memilih program PCT 40 serction 2 lalu “load” 3. Mengklik “control” dan mengeset  Sampling

: automatic

 Setpoint

: 325 mm

 Proposional band : 0 % 4.

Mengklik apply lalu mengklik OK

5. Mengklik solenoide 2 6. Mengeset program untuk mengambil data setiap 30 detik 7. Mengklik ikon GO untuk memulai pengambilan data 8. Menunggu sampai 2 menit lalu mengklik ikon STOP untuk menghentikan proses pengambilan data

9. Melakukan presedur yang sama dengan mengganti “ Proportional Band” sebesar 20%, 10% dan 5%  Untuk Proporsional Integral (PI) 1. Memilih sheet baru dengan mengklik ikon

pada menu toolbar.

2. Mengklik tombol “control”dan mengeset  Sampling

: Automatic

 Set point

: 235mm

 Proporsional Band : 25 %  Integral Time

: 5s

3. Mengklik Apply lalu ok. 4. Membuka solenoid 5. Mengeset program untuk mengambil data setiap 10 detik 6. Mengklik ikon Go untuk memulai perekaman atau pengambilan data menghentikan perekaman data. 7. Menunggu sampai 2 menit lalu menekan ikon STOP untuk menghentikan perekaman data. 8. Melakukan prosedur yang sama dengan mengganti “integral time” sebesar 10s dan 20s  Untuk Proporsional Integral Derefativ (PID) 1. Memilih sheet baru dengan mengklik mengklik ikon

pada menu toolbar

2. Mengklik tombol “control” dan mengeset Sampling

: Automatic

Setpoint

: 235 mm

Proporsional Band : 25 % Integral Time

: 15s

Derivatif

: 5s

3.

Mengklik apply lalu ok

4.

Membuka solenoid lalu ok

5. Mengeset program untuk mengambil data setiap 10 detik 6. Mengkilik Go untuk memulai perekaman / pengambilan data 7. Menunggu sampai 2 menit lalu menekan ikon STOP untuk menghentikan perekaman data 8. Melakukan prosedur yang sama dengan mengganti :Derevativ Time” sebesar 10s, 5s dan 1s

BAB III PENGOLAHAN DATA

Data Pengamatan

Grafik SOL1

235

Level

234 233 232

Series1

231 230 229 28:48

30:14

31:41

33:07

34:34

36:00

Waktu

Level

3.1.

239 238 237 236 235 234 233 232 231 230 229 00:00

Grafik PSV

Series1

07:12

14:24

Waktu

21:36

3.2 Pembahasan

Pada percobaan kali ini menggunakan alat armfield PCT 40 control level. Pada percobaan kali ini lebih pada pengamatan tanggapan alat dengan berbagai macam atau jenis – jenis nilai P (proporsional), I (Integral), D (Derivative), PSV dan metode on/off. Pada dasarnya, prinsip percobaan kontrol level kali ini adalah berusaha mengatur laju alir masuk dan laju alir keluar agar level pada bak operasi tetap pada level atau keadaan yang diinginkan. Dalam praktikum kontrol, diharapkan agar sistem pengendalian tersebut memiliki respon yang cepat, offset yang terjadi kecil, sehingga errornya pun sekecil mungkin. Setpoint (ketinggian atau level yang diinginkan) adalah 235 mm pada bak operasi. Sebelum memulai percobaan (dengan memasukkan nilai – nilai Proportional, Integral, dan Derivative dengan berbagai variasi), dilakukan terlebih dahulu kalibrasi dengan menggunakan metode on/off. Pada saat kalibrasi, pompa yang digunakan adalah pompa manual (disebelah kanan). Kalibrasi ini dimaksudkan agar pembacaan pada alat bisa dilihat keakuratannya, nilai aktual pada bak operasi sama dengan yang terbaca pada interface maupun komputer. Pada percobaan ini dilakukan perbandingan antara penggunaan nilai proportional, integral dan derivative pada SOL1 dengan PSV. Dari berbagai macam metode pengendalian yang telah di masukkan, metode pengendalian Proporsional band 5%, Integral 10% dan Derivatif 1% yang memiliki tingkat keakuratan yang tinggi sehingga nilai tersebut digunakan sebagai perbandingan terhadap SOL1 dan PSV. Pengendalian (PB 5% TI 10% TD 1%) yang digunakan pada SOL1 dan PSV memiliki perbedaan berdasarkan respon yang dihasilkan. Pada SOL1 terjadi tanggapan teredam dan respon yang terjadi kontinu (offsetnya kecil) tetapi nilai level yang dihasilkan tidak berada pada setpoint. Sedangkan, pada PSV terjadi tanggapan osilasi tak tentu dan nilai level belum terjadi konstan pada nilai setpoint (235 mm) dan offsetnya besar. Sehingga penggunaan pengendalian yang paling baik digunakan adalah pada SOL1. Hal ini dikarenakan offset yang dihasilkan lebih kecil dibandingkan dengan PSV dan terjadi respon yang kontinu meskipun nilai level tidak berada pada nilai yang diinginkan tetapi error yang dihasilkan kecil yaitu -1.

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

4.1

Kesimpulan Dari percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa : 

Prinsip kerja dari kontrol level ini adalah pengendalian laju alir masuk dan keluar, untuk mempertahankan level yang diinginkan



Dari hasil pengamatan yang didapat, nilai pengendalian Proporsional band 5%, Integral 10% dan Derivatif 1% pada SOL1 yang memiliki offset yang kecil dan error yang kecil.

DAFTAR PUSTAKA

Ramli, 2002.“TeknikKontrol Proses”, Teknik Kimia.Samarinda :Polnes

Setiawan, 2008.KONTROL PID UNTUK PROSES INDUSTRI.

http//www.kontrolpid.pdf, time: 21.00

Related Documents

Kontrol
May 2020 38
Kartu Kontrol
June 2020 30
Kontrol Hiv.docx
June 2020 21
Kontrol Pernafasan
April 2020 51
Problematika Kontrol
May 2020 38

More Documents from ""

Bab I Fe.docx
April 2020 25
Isi Laporan.docx
April 2020 19
Data Data.xlsx
April 2020 21
Undone Cara Anajab.docx
November 2019 23