LAPORAN KASUS CARDIOMEGALY (RVH) DENGAN PENINGKATAN CORAKAN VASKULAR, EFUSI PLURA DEXTRA MINIMAL DAN AORTOSKELEROSIS SCWARTHE DI PROYEKSI PLEURA DEXTRA INFERIOR
Disusun oleh: Kunayah, S.Ked I4061162034
Pembimbing: Dr.Indria Fajrianita Sp.Rad
KEPANITERAAN KLINIK STASE RADIOLOGI RSUD UNIVERSITAS TANJUNGPURA FAKULTAS KEDOKTERAN UNTAN PONTIANAK PERIODE 4 MARET – 30 MARET 2019
LEMBAR PERSETUJUAN
Telah disetujui laporan kasus dengan judul :
Cardiomegaly (RVH) dengan Peningkatan Corakan Vaskular Efusi Plura Dextra Minimal dan Aortoskelerosis Scwarthe di Proyeksi Pleura Dextra Inferior
Disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Radiologi
Pembimbing,
Pontianak, 11 Maret 2019
Dr.. Indria Fajrianita,Sp.Rad SIP.446.3/1951/DINKES-YANKESFAR/2018
ii
Kunayah, S;Ked I4061162034
BAB I PENDAHULUAN
Gagal jangtung adalah sindrom klinis ditandai gejala dan tanda abnormalitas struktur dan fungsi jantung, yang menyebabkan kegagalan jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen metabolism tubuh. Pada gagal jantung terdiri dari kumpulan gejala yang kompleks dimana seorang pasien memiliki tampilan berupa gejala gagal jantung (nafas pendek yang tipikal saat istirahat atau saat melakukan aktifitas disertai/ tidak kelelahan), tanda retensi cairan (kongesti paru atau edema pergelangan kaki dan dapat disertai dengan adanya bukti objektif dari gangguan struktur fungsi jantung saat istirahat.1 Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung kongestif adalah suatu keadaan saat terjadi bendungan sirkulasi akibat gagal jantung dan mekanisme kompensatoriknya. Gagal jantung adalah komplikasi tersering dari segala jenis penyakit jantung kongenital maupun didapat. Penyebab dari gagal jantung adalah disfungsi miokard, endokard, perikardium, pembuluh darah besar, aritmia, kelainan katup, dan gangguan irama. Di Eropa dan Amerika, disfungsi miokard yang paling sering terjadi akibat penyakit jantung koroner, biasanya akibat infark miokard yang merupakan penyebab paling sering pada usia kurang dari 75 tahun, disusul hipertensi dan diabetes. Di Eropa kejadian gagal jantung berkisar 0,4% - 2% dan meningkat pada usia yang lebih lanjut, dengan rata-rata umur 74 tahun. Prevalensi gagal jantung di Amerika Serikat mencapai 4,8 juta orang dengan 500 ribu kasus baru per tahunnya. Di Indonesia belum ada angka pasti tentang prevalensi penyakit gagal jantung, di RS Jantung Harapan Kita, setiap hari ada sekitar 400-500 pasien berobat jalan dan sekitar 65% adalah pasien gagal jantung. Meskipun terapi gagal jantung mengalami perkembangan yang pesat, angka kematian dalam 5-10 tahun tetap tinggi, sekitar 30-40% dari pasien penyakit gagal jantung lanjut dan 5-10% dari pasien dengan gejala gagal jantung yang ringan.
1
Prognosa dari gagal jantung tidak begitu baik bila penyebabnya tidak dapat diperbaiki. Setengah dari populasi pasien gagal jantung akan meninggal dalam 4 tahun sejak diagnosis ditegakkan, dan pada keadaan gagal jantung berat lebih dari 50% akan meninggal dalam tahun pertama. 2 Penggalian riwayat dan pemeriksaan penunjang yang tepat perlu dilakukan untuk melakukan terapi pada pasien
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi Jantung Jantung adalah organ berongga dan berotot seukuran kepalan. Organ ini terletak di rongga toraks (dada) sekitar garis tengah antara sternum (tulang dada) di sebelah anterior dan vertebra (belakang) di posterior. Letakkan tangan anda di atas jantung. Orang biasanya meletakkan rangan mereka di sisi kiri jantung, meskipun jantung sebenarnya terletak di tengah dada. Jantung memiliki dasar lebar di atas dan meruncing membentuk titik di ujungnya, apeks, di bagian bawah. Jantung terletak menyudut di bawah sternum sedemikian sehingga dasarnya rerutama terletak di kanan dan apeks di kiri sternum. Ketika jantung berdenyut kuat, apeks sebenarnya memukul bagian dalam dinding dada di sisi kiri. Karena kita menjadi sadar akan denyut jantung melalui denyut apeks di sisi kiri dada, kita cenderung berpikir secara salah bahwa seluruh jantung ada di kiri.(2) Meskipun secara anatomis jantung adalah organ tunggal namun sisi kanan dan kiri jantung berfungsi sebagai dua pompa terpisah. Jantung dibagi menjadi paruh kanan dan kiri serta memiliki empat rongga, satu rongga atas dan satu rongga bawah di masing-masing paruh . Rongga atas atrium, menerima darah yang kembali ke jantung dan memindahkannya ke rongga bawah ventrikel, yang memompa darah dari jantung. Pembuluh yang mengembalikan darah dari jaringan ke atrium adalah vena, dan yang membawa darah dari ventrikel ke jaringan adalah arteri. Kedua paruh jantung dipisahkan oleh septum, suatu partisi berotot kontinyu yang mencegah pencampuran darah dari kedua sisi jantung. Pemisahan ini sangat penting karena separuh kanan jantung menerima dan memompa darah miskin O2 semenrara sisi kiri jantung menerima dan memompa darah kaya O2.2
3
Gambar 2.1 Sirkulasi pulmonal dan sistemik yang berhubungan dengan jantung(2)
Gambar 2.2 Aliran darah dan kerja pompa jantung
4
2.2 Gagal Jantung 2.2.1
Definisi Gagal jantung adalah keadaan patofisiologis ketika jantung sebagai pompa
tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan. Ciri-ciri yang penting dari definisi ini adalah pertama, definisi gagal adalah relatif terhadap kebutuhan metabolik tubuh. Kedua, penekanan arti gagal ditujukan pada fungsi pompa jantung secara keseluruhan. Istilah gagal miokardium ditujukan spesifik pada fungsi miokardium; gagal miokardium umumnya mengakibatkan gagal jantung, tetapi mekanisme kompensatorik sirkulasi dapat menunda atau bahkan mencegah perkembangan penyakit menjadi gagal jantung. (3) Beberapa istilah dalam gagal jantung : (4) 1. Gagal Jantung Sistolik dan Diastolik : Kedua jenis ini terjadi secara tumpang tindih dan sulit dibedakan dari pemeriksaan fisis, foto thoraks, atau EKG dan hanya dapat dibedakan dengan echocardiography. Gagal jantung sistolik adalah ketidakmampuan kontraksi jantung memompa sehingga curah jantung menurun dan menyebabkan kelemahan, kemampuan aktivitas fisik menurun dan gejala hipoperfusi lainnya. Gagal jantung diastolik adalah gangguan relaksasi dan gangguan pengisian ventrikel. Gagal jantung diastolik didefinisikan sebagai gagal jantung dengan fraksi ejeksi lebih dari 50%. Ada 3 macam gangguan fungsi diastolik ; Gangguan relaksasi, pseudo-normal, tipe restriktif. 2. Low Output dan High Output Heart Failure Low output heart failure disebabkan oleh hipertensi, kardiomiopati dilatasi, kelainan katup dan perikard. High output heart failure ditemukan pada penurunan resistensi vaskular sistemik seperti hipertiroidisme, anemia, kehamilan, fistula A – V, beri-beri, dan Penyakit Paget. Secara praktis, kedua kelainan ini tidak dapat dibedakan. 3. Gagal Jantung Kiri dan Kanan Gagal jantung kiri akibat kelemahan ventrikel, meningkatkan tekanan vena pulmonalis dan paru menyebabkan pasien sesak napas dan orthopnea. Gagal jantung kanan terjadi kalau kelainannya melemahkan ventrikel kanan seperti
5
pada hipertensi pulmonal primer/sekunder, tromboemboli paru kronik sehingga terjadi kongesti vena sistemik yang menyebabkan edema perifer, hepatomegali, dan distensi vena jugularis. Tetapi karena perubahan biokimia gagal jantung terjadi pada miokard ke-2 ventrikel, maka retensi cairan pada gagal jantung yang sudah berlangsung bulanan atau tahun tidak lagi berbeda. 4. Gagal Jantung Akut dan Kronik Contoh gagal jantung akut adalah robekan daun katup secara tiba-tiba akibat endokarditis, trauma, atau infark miokard luas. Curah jantung yang menurun secara tiba-tiba menyebabkan penurunan tekanan darah tanpa disertai edema perifer. Contoh gagal jantung kronik adalah kardiomiopati dilatasi atau kelainan multivalvular yang terjadi secara perlahan-lahan. Kongesti perifer sangat menyolok, namun tekanan darah masih terpelihara dengan baik. Curah jantung yang kurang memadai, juga disebut forward failure, hampir selalu disertai peningkatan kongesti/ bendungan di sirkulasi vena (backward failure), karena ventrikel yang lemah tidak mampu memompa darah dalam jumlah normal, hal ini menyebabkan peningkatan volume darah di ventrikel pada waktu diastol, peningkatan tekanan diastolik akhir di dalam jantung dan akhirnya peningkatan tekanan vena . Gagal jantung kongestif mungkin mengenai sisi kiri dan kanan jantung atau seluruh rongga jantung. 2.2.2
Etiologi Keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal meliputi : regurgitasi
aorta dan defek septum ventrikel. Dan beban akhir meningkat pada keadaan dimana terjadi stenosis aorta dan hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada infark miokardium dan kardiomiopati. Faktor-faktor yang dapat memicu perkembangan gagal jantung melalui penekanan sirkulasi yang mendadak dapat berupa : aritmia, infeksi sistemik, infeksi paru-paru dan emboli paru. (5) Penyebab tersering gagal jantung kiri adalah hipertensi sistemik, penyakit katup mitral atau aorta, penyakit jantung iskemik, dan penyakit miokardium
6
primer. Penyebab tersering gagal jantung kanan adalah gagal ventrikel kiri, yang menyebabkan kongesti paru dan peningkatan tekanan arteria pulmonalis. Gagal jantung kanan juga dapat terjadi tanpa disertai gagal jantung kiri pada pasien dengan penyakit parenkim paru dan atau pembuluh paru (kor polmunale) dan pada pasien dengan penyakit katup arteri pulmonalis atau trikuspid. (4)
2.2.3
Patofisiologi Bila jantung mendadak menjadi rusak berat, seperti infark miokard, maka
kemampuan pemompaan jantung akan segera menurun. Sebagai akibatnya akan timbul dua efek utama penurunan curah jantung, dan bendungan darah di vena yang menimbulkan kenaikan tekanan vena jugularis. (4) Sewaktu jantung mulai melemah, sejumlah respons adaptif lokal mulai terpacu dalam upaya mempertahankan curah jantung. Respons tersebut mencakup peningkatan aktivitas adrenergik simpatik, peningkatan beban awal akibat aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron, dan hipertrofi ventrikel. Mekanisme ini mungkin memadai untuk mempertahankan curah jantung pada tingkat normal atau hampir normal pada awal perjalanan gagal jantung, dan pada keadaan istirahat. Namun, kelainan kerja ventrikel dan menurunnya curah jantung biasanya tampak saat beraktivitas. Dengan berlanjutnya gagal jantung, kompensasi menjadi semakin kurang efektif. (1) 1. Peningkatan aktivitas adrenergik simpatis : Salah satu respons neurohumoral terhadap penurunan curah jantung adalah peningkatan aktivitas sistem adrenergik simpatis. Meningkatnya aktivitas adrenergik simpatis merangsang pengeluaran katekolamin dari saraf-saraf adrenergik jantung dan medulla adrenal. Katekolamin ini akan menyebabkan kontraksi lebih kuat otot jantung (efek inotropik positif) dan peningkatan kecepatan jantung. Selain itu juga terjadi vasokontriksi arteri perifer untuk menstabilkan tekanan arteri dan redistribusi volume darah dengan mengurangi aliran darah ke organ-organ yang metabolismenya rendah misal kulit dan ginjal untuk mempertahankan perfusi ke jantung dan otak. Vasokonstriksi akan meningkatkan aliran balik vena ke sisi kanan jantung, untuk selanjutnya
7
menambah kekuatan kontraksi sesuai dengan hukum Starling. Kadar katekolamin dalam darah akan meningkat pada gagal jantung, terutama selama latihan. Jantung akan semakin bergantung pada katekolamin yang beredar dalam darah untuk mempertahankan kerja ventrikel.namun pada akhirnya respons miokardium terhadap rangsangan simpatis akan menurun; katekolamin akan berkurang pengaruhnya terhadap kerja ventrikel.
Gambar 2.3 Mekanisme aktivasi sistem syaraf simpatik dan parasimpatik pada gagal jantung. 2. Peningkatan beban awal melalui aktivasi sistem Renin-AngiotensinAldosteron : Aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron menyebabkan retensi natrium dan air oleh ginjal, meningkatkan volume ventrikel. Mekanisme yang mengakibatkan aktivasi sistem renin angiotensin aldosteron pada gagal jantung masih belum jelas. Namun apapun mekanisme pastinya, penurunan curah jantung akan memulai serangkaian peristiwa berikut: a. Penurunan aliran darah ginjal dan penurunan laju filtrasi glomerulus b. Pelepasan renin dari apparatus jukstaglomerulus
8
c.
Interaksi renin dan angiotensinogen dalam darah untuk menghasilkan angiotensinI
d. Konversi angotensin I menjadi angiotensin II e.
Rangsangan sekresi aldosteron dari kelenjar adrenal.
f.
Retensi natrium dan air pada tubulus distal dan duktus kolektifus. Angiotensin
II juga
menghasilkan
efek
vasokonstriksi
yang
meningkatkan tekanan darah. 1
Gambar 2.4 Sistem Renin - Angiotemsin- Aldosteron 8 3. Hipertrofi ventrikel : Respon kompensatorik terakhir adalah hipertrofi miokardium atau bertambah tebalnya dinding. Hipertrofi miokardium akan mengakibatkan peningkatan kekuatan kontraksi ventrikel. Awalnya, respon kompensatorik sirkulasi memiliki efek yang menguntungkan; namun akhirnya mekanisme kompensatorik dapat menimbulkan gejala, meningkatkan kerja jantung, dan memperburuk derajat gagal jantung. Retensi cairan yang bertujuan untuk meningkatkan kekuatan kontraktilitas menyebabkan terbentuknya edema dan kongesti vena paru dan sistemik. Vasokontriksi arteri juga meningkatkan beban akhir dengan memperbesar resistensi terhadap ejeksi ventrikel; beban akhir juga meningkat karena dilatasi ruang jantung. Akibatnya, kerja jantung dan 9
kebutuhan oksigen miokardium juga meningkat. Hipertrofi miokardium dan rangsangan simpatis lebih lanjut akan meningkatkan kebutuhan oksigen miokardium. Jika peningkatan kebutuhan oksigen tidak dapat dipenuhi akan terjadi iskemia miokardium dan gangguan miokardium lainnya. Hasil akhir dari peristiwa yang saling berkaitan ini adalah meningkatnya beban miokardium dan terus berlangsungnya gagal jantung. 1(6)
2.2.4
Menifestasi Klinis Manifestasi klinik gagal jantung harus dipertimbangkan relatif terhadap derajat latihan fisik yang menyebabkan timbulnya gejala. Pada awalnya, secara khas gejala hanya muncul saat beraktivitas fisik, tetapi dengan bertambah beratnya gagal jantung, toleransi terhadap latihan semakin menurun dan gejala-gejala muncul lebih awal dengan aktivitas yang lebih ringan. (6) Gejala-gejala dari gagal jantung kongestif bervariasi diantara individu sesuai dengan sistem organ yang terlibat dan juga tergantung pada derajat penyakit. 1. Gejala awal dari gagal jantung kongestif adalah kelelahan. Meskipun kelelahan adalah gejala yang umum dari gagal jantung kongestif, tetapi gejala kelelahan merupakan gejala yang tidak spesifik yang mungkin disebabkan oleh banyak kondisi-kondisi lain. Kemampuan seseorang untuk berolahraga juga berkurang. Beberapa pasien bahkan tidak merasakan keluhan ini dan mereka tanpa sadar membatasi aktivitas fisik mereka untuk memenuhi kebutuhan oksigen. 2. Dispnea, atau perasaan sulit bernapas adalah manifestasi gagal jantung yang paling umum. Dispnea disebabkan oleh meningkatnya kerja pernapasan akibat kongesti vaskular paru yang mengurangi kelenturan paru.meningkatnya tahanan aliran udara juga menimbulkan dispnea. Seperti juga spektrum kongesti paru yang berkisar dari kongesti vena paru sampai edema interstisial dan akhirnya menjadi edema alveolar, maka dispnea juga berkembang progresif. Dispnea saat beraktivitas
10
menunjukkan gejala awal dari gagal jantung kiri. Ortopnea (dispnea saat berbaring) terutama disebabkan oleh redistribusi aliran darah dari bagian-bagian tubuh yang di bawah ke arah sirkulasi sentral.reabsorpsi cairan interstisial dari ekstremitas bawah juga akan menyebabkan kongesti vaskular paru-paru lebih lanjut. Paroxysmal Nocturnal Dispnea (PND) dipicu oleh timbulnya edema paru intertisial. PND merupakan manifestasi yang lebih spesifik dari gagal jantung kiri dibandingkan dengan dispnea atau ortopnea. 3. Batuk non produktif juga dapat terjadi akibat kongesti paru, terutama pada posisi berbaring. 4. Timbulnya ronki yang disebabkan oleh transudasi cairan paru adalah ciri khas dari gagal jantung, ronki pada awalnya terdengar di bagian bawah paru-paru karena pengaruh gaya gravitasi. 5. Hemoptisis dapat disebabkan oleh perdarahan vena bronkial yang terjadi akibat distensi vena. 6. Gagal pada sisi kanan jantung menimbulkan gejala dan tanda kongesti vena sistemik. Dapat diamati peningkatan tekanan vena jugularis; venavena leher mengalami bendungan . tekanan vena sentral (CVP) dapat meningkat secara paradoks selama inspirasi jika jantung kanan yang gagal tidak dapat menyesuaikan terhadap peningkatan aliran balik vena ke jantung selama inspirasi. 7. Dapat terjadi hepatomegali; nyeri tekan hati dapat terjadi akibat peregangan kapsula hati. 8. Gejala saluran cerna yang lain seperti anoreksia, rasa penuh, atau mual dapat disebabkan kongesti hati dan usus. 9. Edema perifer terjadi akibat penimbunan cairan dalam ruang interstisial. Edema mula-mula tampak pada bagian tubuh yang tergantung, dan terutama pada malam hari; dapat terjadi nokturia (diuresis malam hari) yang mengurangi retensi cairan.nokturia disebabkan oleh redistribusi cairan dan reabsorpsi pada waktu berbaring, dan juga berkurangnya vasokontriksi ginjal pada waktu istirahat.
11
10. Gagal jantung yang berlanjut dapat menimbulkan asites atau edema anasarka. Meskipun gejala dan tanda penimbunan cairan pada aliran vena sistemik secara klasik dianggap terjadi akibat gagal jantung kanan, namun manifestasi paling dini dari bendungan sistemik umumnya disebabkan oleh retensi cairan daripada gagal jantung kanan yang nyata. 11. Seiring dengan semakin parahnya gagal jantung kongestif, pasien dapat mengalami sianosis dan asidosis akibat penurunan perfusi jaringan. Aritmia ventrikel akibat iritabilitas miokardium dan aktivitas berlebihan sietem saraf simpatis sering terjadi dan merupakan penyebab penting kematian mendadak dalam situasi ini. Tabel 2.1 Menifestasi gagal jantung
12
2.2.5
Diagnosis Diagnosis gagal jantung kongestif didasarkan pada gejala-gejala yang ada
dan penemuan klinis disertai dengan pemeriksaan penunjang antara lain foto thorax, EKG, ekokardiografi, pemeriksaan laboratorium rutin, dan pemeriksaan biomarker. (5)
Gambar 2.4 Kriteria NYHA dan Framingham Ketika pasien datang dengan gejala dan tanda gagal jantung, pemeriksaan penunjang sebaiknya dilakukan. (1) 1. Pemeriksaan Laboratorium Rutin Pemeriksaan darah rutin lengkap, elektrolit, blood urea nitrogen (BUN), kreatinin serum, enzim hepatik, dan urinalisis. Juga dilakukan pemeriksaan gula darah, profil lipid. 2. Elektrokardiogram (EKG) Pemeriksaan EKG 12-lead dianjurkan. Kepentingan utama dari EKG adalah untuk menilai ritme, menentukan adanya left ventrikel hypertrophy (LVH) atau riwayat MI (ada atau tidak adanya Q wave). EKG Normal biasanya menyingkirkan kemungkinan adanya disfungsi diastolik pada LV.
13
3. Radiologi : Pemeriksaan ini memberikan informasi berguna mengenai ukuran jantung dan bentuknya, distensi vena pulmonalis, dilatasi aorta, dan kadang-kadang efusi pleura.
begitu pula keadaan vaskuler pulmoner dan dapat mengidentifikasi
penyebab nonkardiak pada gejala pasien. . 4. Penilaian fungsi LV : Pencitraan kardiak noninvasive penting untuk mendiagnosis, mengevaluasi, dan
menangani
echocardiogram
gagal 2D/
jantung. Doppler,
Pemeriksaan dimana
dapat
paling
berguna
memberikan
adalah penilaian
semikuantitatif terhadap ukuran dan fungsi LV begitu pula dengan menentukan keberadaan abnormalitas pada katup dan/atau pergerakan dinding regional (indikasi adanya MI sebelumnya). Keberadaan dilatasi atrial kiri dan hypertrophy LV, disertai dengan adanya abnormalitas pada pengisian diastolic pada LV yang ditunjukkan oleh pencitraan, berguna untuk menilai gagal jantung dengan EF yang normal. Echocardiogram 2-D/Doppler juga bernilai untuk menilai ukuran ventrikel kanan dan tekanan pulmoner, dimana sangat penting dalam evaluasi dan penatalaksanaan cor pulmonale. MRI juga memberikan analisis komprehensif terhadap anatomi jantung dan sekarang menjadi gold standard dalam penilaian massa dan volume LV. Petunjuk paling berguna untuk menilai fungsi LV adalah EF (stroke volume dibagi dengan end-diastolic volume). Karena EF mudah diukur dengan pemeriksaan noninvasive dan mudah dikonsepkan. Pemeriksaan ini diterima secara luas oleh para ahli. Sayangnya, EF memiliki beberapa keterbatasan sebagai tolak ukur kontraktilitas, karena EF dipengaruhi oleh perubahan pada afterload dan/atau preload. Sebagai contoh, LV EF meningkat pada regurgitasi mitral sebagai akibat ejeksi darah ke dalam atrium kiri yang bertekanan rendah. Walaupun demikan, dengan pengecualian jika EF normal (> 50%), fungsi sistolik biasanya adekuat, dan jika EF berkurang secara bermakna (<30-40%).
14
2.2.6
Tatalaksana
1. Diuretik: Furosemid oral / IV bila tanda dan gejala kongesti masih ada, dengan dosis 1 mg/kg BB atau lebih 2. ACE inhibitor (atau ARB bila batuk) bila tidak ada kontra indikasi; dosis dinaikan bertahap sampai dosis optimal tercapai 3. Beta blocker dosis kecil bila tidak ada kontra indikasi, dosis naik bertahap Bila dosis sudah optimal tetapi laju nadi masih cepat (>70x/menit), dengan: a. Irama sinus, dapat ditambahkan Ivabradin mulai dosis kecil 2x2,5mg, maksimal 2 X 5mg. b. Irama atrialfibrilasi c. respons ventrikel cepat serta fraksi ejeksi rendah, tetapi fungsi ginjal baik, berikan digoxin dosis rumat 0,25mg pagi. 4.
Mineralocorticoid Receptor Blocker (Aldosterone Antagonist) dosis kecil bila tidak ada kontra indikasi.
Edukasi 1. Kepatuhan minum obat 2. Edukasi kepatuhan diet rendah garam, rehabilitasi jantung, 3. Edukasi cara mengatasi bila terjadi perburukan sesak nafas 4. Edukasi timbang berat badan dan lingkar perut, ukur jumlah cairan masuk
dan keluar agar seimbang 5. Edukasi control tekanan darah, nadi dan pemeriksaan fisik ke puskesmas
terdekat.
15
Gambar 2.5 Tatalaksana heart failure(5)
2.2.7
Prognosis Meskipun penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung telah sangat
berkembang, tetapi prognosisnya masih tetap jelek, dimana angka mortalitas setahun bervariasi dari 5% pada pasien stabil dengan gejala ringan, sampai 30-50% pada pasien dengan gejala berat dan progresif. Prognosisnya lebih buruk jika disertai dengan disfungsi ventrikel kiri berat (fraksi ejeksi< 20%), gejala menonjol, dan kapasitas latihan sangat terbatas (konsumsi oksigen maksimal < 10 ml/kg/menit), insufisiensi ginjal sekunder, hiponatremia, dan katekolamin plasma yang meningkat. Sekitar 40-50% kematian akibat gagal jantung adalah mendadak. Meskipun beberapa kematian ini akibat aritmia ventrikuler, beberapa diantaranya merupakan akibat infark miokard akut atau bradiaritmia yang tidak terdiagnosis. Kematian lainnya adalah akibat gagal jantung progresif atau penyakit lainnya.
16
Pasien-pasien yang mengalami gagal jantung stadium lanjut dapat menderita dispnea dan memerlukan bantuan terapi paliatif yang sangat cermat.
2.3 Pemeriksaan X-Ray kardiovaskular Berikut adalah gambaran anatomi X-ray normal
Gambar 2.6 x-ray normal ADDIN ZOTERO_ITEM CSL_CITATION {"citationID":"FCqxNHeE","properties":{"formattedCitation":"(7)","plainC itation":"(7)","noteIndex":0},"citationItems":[{"id":90,"uris":["http://zotero. org/users/local/xrFd7eql/items/I4B59E8A"],"uri":["http://zotero.org/users/loc al/xrFd7eql/items/I4B59E8A"],"itemData":{"id":90,"type":"webpage","title" :"Chest
X-ray
Abnormalities
-
Cardiac
contour
and
pulmonary
oedema","URL":"https://www.radiologymasterclass.co.uk/tutorials/chest/chest _pathology/chest_pathology_page8","accessed":{"dateparts":[["2019",3,27]]}}}],"schema":"https://github.com/citation-stylelanguage/schema/raw/master/csl-citation.json"} (7)
2.4 Pemeriksaan X-Ray pada Congestive Heart Failure Congestive heart failure adalah hasil yang disebabkan isufisiensi output karena kegagalan jantung, resistensi yang tinggi atau cairan yang berlebihan. Kegagalan jantung kiri (left ventricel) (LV)adalah yang paling sering menyebabkan
17
berkurangnya kardiak output sehingga menyebabkan tekanan akan meningkat pada vena pulmonaris.(8) Pada paru saat terjadi kegagalan jantung kiri (LV) menyebabkan dilatasi pada pembuluh darah pulmonal, kebocoran dari cairan kerongga intertisium dan kerongga pleura dan akhirnya kedalam alveoli sehingga menyebabkan udem pulmonal. Pada gagal jantung kanan (Right ventrikel (RV)) biasanya disebabkan karena gagal jantung kiri yang lama atau penyakit paru dan menyebabkan peningkatan tekanan vena sistemik sehingga terjadi edema di jaringan dan viseral abdomen. Berikut adalah ilustrasi gambaran radiologi pada CHF.
Gambar 2.6 Gambaran radiologi CHF(9)
Peningkatan tekanan vena pulmonal, berhubungan dengan lebar tekanan pembuluh darah capilar dipulmonal atau pulmonary capillary wedge pressure (PWCP) dan dapat dinilai menjadi beberapa tahapan, pada setiap fitur radiografi pada gambaran dada. Tabel 2.2 Derajat dari CHF
18
Tahapan dari staging ini memberikan tanda-tanda dari gagal jantung, Namun dalam praktik klinis sehari-hari beberapa fitur ini tidak terlihat dalam urutan ini dan kadang-kadang mungkin tidak ada sama sekali. Ini dapat dilihat pada pasien dengan gagal jantung kronis, penyakit katup mitral dan pada penyakit paru obstruktif kronis.
a. Congestive Heart Failure 1. Stage I-Redistribution Pada foto dada normal, pada pasien yang berdiri tegak pembuluh darah pulmonal memberikan darahnya kedaerah atas paru tampak kecil dan sedikit jumlahnya dari pada daerah basal paru. Pada pulmonary vascular bed, memiliki kapasitas cadangan yang signifikan dan menambah membuka pembuluh darah yang tidak terperfusi, dan menyebabkan distensi pada pembuluh darah yang sudah terperfusi. Istilah rdistribusi hanya diberikan pada pengambilan foto dada dengan posisi berdiri tegak dan inspirasi yang cukup. Pada praktek sehari-hari bnayak pengambilan foto dada pada posisi supine atau semi-erect dan perbedaan gravitasi antara apek dan basal berkurang. Pada posisi supine akan menyebabkan salah pembacaan dari redistribusi. Pada stage 1 PCWP [13-18 mm]. Terjadi redistribusi dari pembuluh darah paru. Pada foto toraks PA normal, pembuluh darah pada lobus atas lebih kecil dan
19
sedikit dibanding pembuluh darah pada lobus bawah paru. Pembuluh darah paru yang beranastomosis memiliki kapasitas reservoir dan akan mengalir pada vaskular yang tidak menerima perfusi darah, sehingga menyebabkan terjadinya ditensi pada vaskular yang telah mendapat perfusi darah. Hal ini mengakibatkan terjadinya redistribusi pada aliran darah pulmonal. Awalnya terjadi aliran darah yang sama, kemudian terjadi redistribusi aliran darah dari lobus bawah menuju lobus atas. Pada gambaran radiologis tampak redistribusi dari pembuluh darah paru, kardiomegali, dan broad vascular pedicle.7
Gambar 2.7 gambaran dari pembuluh darah paru lobus atas sebelah kiri pada pasien yang Normal, dan pada sebelah kanan tampak peningkatan lebar dari pedikel dari pembuluh darah .
Rasio arteri ke bronkus Normalnya pembuluh darah paru dilobus atas kecil dibandingkan dengan bronkus dengan rasio 0.85. Pada tingkat hilus mereka sama dan arteri Pada tingkat hilus mereka sama dan di lobus bawah arteri lebih besar dengan rasio 1,35. Ketika ada redistribusi aliran darah paru akan ada peningkatan rasio arteri-ke-bronkus di lobus atas dan tengah. Ini paling terlihat di wilayah perihilar. 2. Stage II-Intertitial edema
20
Tahap II CHF ditandai oleh kebocoran cairan ke interstisium interlobular dan peribronkial sebagai akibat dari peningkatan tekanan di kapiler. Ketika cairan bocor ke septa interlobular perifer, tampak sebagai Kerley B atau garis septum. Kerley-B line terlihat sebagai garis pendek pendek 1-2 cm di dekat sudut costophrenic. Garis-garis ini berjalan tegak lurus dengan pleura.
Gambar 2.8 Left Normal, Right:CHF stage II dengan gambaran Kerley-B line
Ketika cairan bocor ke interstitium peribronkovaskular, cairan ini terlihat sebagai penebalan dinding bronkial (peribronkial cuffing) dan hilangnya definisi pembuluh darah ini (kabut perihilar). Di sebelah kiri seorang pasien dengan gagal jantung kongestif. Ada peningkatan kaliber pembuluh darah paru dan mereka telah kehilangan definisi karena dikelilingi oleh edema.
Gambar 2.9 Left Normal, Right:CHF stage II daaerah perihiler tampak seperti kabut asap
21
Pada pasien yang lain dengan CHF, pada tampilan lateral sangat bagus untuk menggambarkan peningkatan diameter dari pembuluh darah pulmonal dan gambaran kabut.
Gambar 2.9 kiri: Normal kanan: CHF stage Iidengan gambaran kabut perihiler
3. Stage III-Alveolar edema Pada tahap ini ditandai dengan kebocoran cairan yang berlanjut ke intertisium , yang tidak dapat dikompensasi dengan penyerapan pembuluh darah limfatik. Hal ini akhirnya akan menyebabkan kebocoran cairan ke alveoli (edem alveolar) dan kebocoran dirongga pleura (efusi pleura) Distribusi edema alveolar dapat dipengaruhi oleh: b. Gravitasi: posisi telentang atau tegak dan posisi dekubitus kanan atau kiri c. Penyakit paru obstruktif, yaitu kebocoran cairan ke area paru yang tidak terlalu parah Berikut adalah pasien dengan sesak berat disebabkan gagal jantung. Tandatanda berikut menunjukkan gagal jantung: edema alveolar dengan konsolidasi perihilar dan bronkogram udara (panah kuning); cairan pleural (panah biru); vena azigos yang menonjol dan peningkatan lebar pedikel vaskular (panah merah) dan siluet jantung yang membesar (kepala panah).
22
Gambar 2.10 edem alveolar Rasio kardiotoraks Rasio kardiotoraks (CRT) adalah rasio diameter transversal jantung terhadap diameter internal dada pada titik terlebar tepat di atas kubah diafragma yang diukur pada foto dada PA. Peningkatan siluet jantung hampir selalu merupakan hasil dari kardiomegali, tetapi kadang-kadang disebabkan oleh efusi perikardial atau bahkan penumpukan lemak. Ukuran jantung dianggap terlalu besar ketika CRT> 50% pada rontgen dada PA. CRT> 50% memiliki sensitivitas 50% untuk CHF dan spesifisitas 75-80%. Peningkatan volume ventrikel kiri setidaknya 66% diperlukan sebelum terlihat pada rontgen dada. Di sebelah kiri seorang pasien dengan CHF. Ada peningkatan ukuran jantung dibandingkan dengan foto lama. Tanda-tanda CHF lainnya terlihat, seperti redistribusi aliran paru, edema interstitial dan beberapa cairan pleura. Pada film terlentang siluet jantung akan lebih besar karena pembesaran dan posisi hemidiafragma yang tinggi.
Gambar 2.11 Perbandingan foto lama dan foto baru pada pasien CHF
23
Efusi Pleura Efusi pleura bilateral terjadi pada 70% kasus CHF, ketika terjadi efusi unilateral sering terjadi disisi sebelah kanan dibandingkan sisi sebelah kiri. Harus ada setidaknya 175 ml cairan pleura, sebelum itu akan terlihat pada gambar PA sebagai meniskus di sudut kostophrenic. Pada gambar lateral efusi> 75 ml dapat terlihat. Jika efusi pleura terlihat pada foto dada terlentang itu berarti ada setidaknya 500 ml.
Gambar 2.12 pasien yang memiliki efusi pleura bilateral.
Efusi pleura tidak selalu terlihat sebagai meniskus pada sudut costophrenic. Efusi subpulmonik dapat mengikuti kontur diafragma sehingga sulit untuk dilihat. Dalam kasus ini, satu-satunya cara untuk mendeteksi efusi pleura, adalah ketika Anda memperhatikan bahwa ada peningkatan jarak antara gelembung lambung dan paru-paru. Lambung biasanya terletak langsung di bawah diafragma, jadi, pada radiografi PA tegak, gelembung lambung harus selalu muncul di dekat diafragma dan paru-paru. Di sebelah kiri gambar seorang pasien dengan tandatanda CHF. Pada pandangan pertama Anda mungkin mendapat kesan bahwa ada posisi diafragma yang tinggi. Namun ketika Anda melihat peningkatan jarak gelembung udara lambung ke dasar paru-paru, Anda menyadari bahwa ada sejumlah besar cairan pleural di kedua sisi (panah)
24
Gambar 2.13 efusi pleura subpulmonik dengan peningkatan jarak gelembung udara lambung ke dasar paru-paru (panah)
Dilatasi Vena Azigos Pelebaran vena azygos adalah tanda peningkatan tekanan atrium kanan dan biasanya terlihat ketika ada juga peningkatan lebar pedikel vaskular. Diameter vena azygos bervariasi sesuai dengan posisi. Dalam posisi berdiri, diameter> 7 mm kemungkinan besar tidak normal dan diameter> 10 mm jelas tidak normal. Pada pasien telentang> 15 mm abnormal. Peningkatan 3 mm dibandingkan dengan film sebelumnya menunjukkan kelebihan cairan. Perbedaan diameter azygos pada film inspirasi dibandingkan dengan film kedaluwarsa hanya 1mm. Ini berarti bahwa diameter azygos adalah alat yang berharga baik ada inspirasi atau tidak.
Gambar 2.14 Dilatasi Vena Azigos
25
26
BAB III PENYAJIAN KASUS
3.1 Identitas Pasien Nama
: Tn. H L
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Usia
: 68 Tahun
Agama
: Islam
Masuk RS via IGD
: 17 Februari 2019
Pemeriksaan
: Thorax
Nomor Rekam Medis
: 014142
3.2 Klinis Pasien laki-laki usia 68 tahun dengan klinis congestive heart failure masuk melalui Instalasi gawat darurat (IGD) RS Pendidikan Universitas Tanjungpura dan dilakukan pemeriksaan thorax pada tanggal 17 Februari 2019.
3.3 Pemeriksaan Radiologi pada Pasien
27
Foto Thorax, PA view, posisi erect, simetris, inspirasi dan kondisi cukup, hasil: 1. Corakan vascular meningkat 2. Sinus costophrenicus dextra tumpul dengan plebaran pleural space minimal aspek inferior, sinus costophrenicus sinistra lancip 3. Tampak klasifikasi di proyeksi pleura dextra inferior 4. Kedua diagfragma licin, tak mendatar 5. Cor, CTR> 0.5 dengan klasifikasi arcus aorta dan apek terangkat ke kranial 6. Sisterna tulang yang tervisualisasi intak
Kesan : 1. Cardiomegali (RVH) dengan peningkatan corakan vaskular, efusi plura dextra minimal dan aortoskelerosis 2. Scwarthe di proyeksi pleura dextra inferior
28
BAB IV PEMBAHASAN
Pada pasien usia 68 tahun dengan klinis congestive heart failure masuk melalui Instalasi gawat darurat (IGD) RS Pendidikan Universitas Tanjungpura dan dilakukan pemeriksaan thorax pada tanggal 17 Februari 2019. Didapatkan Corakan vascular meningkat, keadaan corakan vaskular meningkat hal ini terjadi karena pada CHF pada stage I terjadi redistribusi.
Peningkatan corakan vaskular
Sinus costophrenicus dextra tumpul dengan plebaran pleural space minimal aspek inferior, sinus costophrenicus sinistra lancip tampak efusi pelura dextra. Pada paru dextra terjadi sudut costophrenikus tumpul sehingga hal ini menunjukkan adanya
29
efusi pleura pada paru dextra. Pada CHF kejadian efusi pleura terjadi karena cairan sudah masuk kerongga pleura dan tidak dapat diserap oleh pembuluh darah limfatik yang terjadi pada stage III. ini ditandai dengan kebocoran cairan yang berlanjut ke intertisium , yang tidak dapat dikompensasi dengan penyerapan pembuluh darah limfatik. Hal ini akhirnya akan menyebabkan kebocoran cairan ke
alveoli
(edem
alveolar)
dan
kebocoran
dirongga
pleura
(efusi
pleura).{Citation} Pada gagal jantung hampir selalu ada dilatasi dari satu atau lebih pada ruangruang di jantung, menghasilkan pembesaran pada jantung. 9 Dari segi radiologik, cara yang mudah untuk mengukur jantung apakah membesar atau tidak, adalah dengan membandingkan lebar jantung dan lebar dada pada foto toraks PA (cardiothoracis ratio). Pada gambar, diperlihatkan garis-garis untuk mengukur lebar jantung (a+b) dan lebar dada (c1-c2).
𝐶𝑇𝑅 =
a c1
+ +
b = ±50% c2
Gambar 3.2 CTR pada pasien Cor, CTR> 0.5 dengan klasifikasi arcus aorta dan apek terangkat ke kranial, pada jantung normal berukuran <0,5 pada posisi PA, pada pasien CTR >0,5 sehingga disebut sebagai kardiomegali. Pada pasien CHF dapat terjadi pembesaran chamber sebagai berikut:
30
1. Left atrial enlargment(10)
Pada pasien ini terjadi Cardiomegali (RVH) hipertropi ventrikel kanan perbatasan jantung kiri membulat dan apeks jantung yang terangkat.
31
Gambar 3.3 RVH pada pasien dapat dilihat perbatasan jantung kiri membulat dan apeks jantung yang terangkat. Scwarthe di proyeksi pleura dextra inferior, hal ini terjadi karena penyakit pleura menahun: pleuritis dan pneumotorax menahun dipleura terjadi pemnimbunan jaringan ikat, dan mengalami klasifikasi. Pada gambaran rontgen tampak garis-garis densitas tak teratur.
32
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan Pada pasien usia 68 tahun dengan klinis congestive heart failure masuk melalui Instalasi gawat darurat (IGD) RS Pendidikan Universitas Tanjungpura dan dilakukan pemeriksaan thorax pada tanggal 17 Februari 2019. Telah dilakukan pemeriksaan radiografi foto Thorax, PA view, posisi erect, simetris, inspirasi dan kondisi cukup, didapatkan hasil: Corakan vascular meningkat, Sinus costophrenicus dextra tumpul dengan plebaran pleural space minimal aspek inferior, sinus costophrenicus sinistra lancip, Tampak klasifikasi di proyeksi pleura dextra inferior, Kedua diagfragma licin, tak mendatar, Cor, CTR> 0.5 dengan klasifikasi arcus aorta dan apek terangkat ke kranial, Sisterna tulang yang tervisualisasi intak Sehingga Cardiomegali (RVH) dengan peningkatan corakan vaskular, efusi plura dextra minimal dan aortoskelerosis dan adanya Scwarthe di proyeksi pleura dextra inferior.
33
DAFTAR PUSTAKA
1. Liily S L. Phatophyisiology of heart disease: per. Fifth edition. Philadelphia: Lippincolt Williams and Wilkins Wolters K; 2011. 2. Sherwood L. Human physiology from cell to system. 9 ed. Boston: Cangage Learning; 2016. 3. Pedoman Tatalaksana Gagal Jantung Pada Penyakit Kardiovaskular. Edisi Pertama. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. 2015. 4. Lilly LS. Acute Coronary Syndrome. Rhe JW, Sabatine MS and Lilly LS editor in: Pathophysiology of Heart Disease : A Collaborative Project Of Medical Students And Faculty. 5th Ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. 2011. 5. Adriann A. V, Steven D. A, Bueno H, Jhon G .F, Andrew J S, Veli P. 2016 ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure. ESC. Mei 2016;European Heart Journal doi:10.1093/eurheartj/ehw128. 6. Heart Failure: Practice Essentials, Background, Pathophysiology. 4 Januari 2019
[dikutip
11
Maret
2019];
Tersedia
pada:
https://emedicine.medscape.com/article/163062-overview 7. Chest X-ray Abnormalities - Cardiac contour and pulmonary oedema [Internet]. [dikutip
27
Maret
2019].
Tersedia
pada:
https://www.radiologymasterclass.co.uk/tutorials/chest/chest_pathology/chest _pathology_page8 8. Aging and the respiratory system Bonomo L., et al. Radiologic Clinics of North America, vol. 46, nr 4, July 2008: 685-702. 9. The Radiology Assistant : Chest X-Ray - Heart Failure [Internet]. [dikutip 11 Maret
2019].
Tersedia
pada:
http://www.radiologyassistant.nl/en/p4c132f36513d4/chest-x-ray-heartfailure.html 10. Chest X-ray Anatomy - Tutorial Introduction [Internet]. [dikutip 27 Maret 2019].
Tersedia
34
pada:
https://www.radiologymasterclass.co.uk/tutorials/chest/chest_home_anatomy/ chest_anatomy_start
35