Laporan Kasus Yesi Kogoya Fix.docx

  • Uploaded by: Cellmy Jessica Wanda
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Laporan Kasus Yesi Kogoya Fix.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 9,653
  • Pages: 66
BAB I

PENDAHULUAN

Malaria adalah infeksi parasit yang disebabkan oleh plasmodium yang menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual didalam darah. Infeksi malaria memberikan gejala berupa demam, menggigil, anemia dan splenomegali. Dapat berlangsung akut akut kronis. Infeksi malaria dapat berlangsung tanpa komplikasi ataupun mengalami komplikasi sistemik yang dikenal sebagai malaria berat.1,2

Penyebab infeksi malaria ialah plasmodium. Plasmodium pada manusia menginfeksi eritrosit (sel darah merah) dan mengalami pembiakan aseksual di jaringan hati dan eritrosit. Plasmodium malaria yang sering dijumpai ialah plasmodium vivax yang menyebabkan malaria tertiana (Benign malaria) dan plasmodium falciparum yang menyebabkan malaria tropika (Maligna malaria). Selain itu terdapat plasmodium malariae dan plasmodium ovale. Malaria masih merupakan masalah kesehatan yang penting di Indonesia khususnya diLuar Jawa dan Bali, tetapi akhir-akhir ini di Jawa terutama Jawa Tengah terjadi peningkatan kasus malaria.lebih dari setengah penduduk indonesia hidup atau bertempat tinggal di daerah dengan transmisi malaria sehingga berisiko tertular malaria.1

Penyakit malaria sampe saat ini masih menjadi masalah kesehatan dengan morbiditas dan mortalitas yang cukup tinggi. Malaria dapat ditemui hampir diseluruh dunia, terutama Negara-negara beriklim tropis dan subtropis. Setiap tahunnya ditemukan 300-500 juta kasus malaria yang mengakibatkan 1,5-2,7 juta kematian terutama di negara-negara benua afrika.3

Beberapa upaya dilakukan untuk menekan angka kesakitan dan kematian akibat malaria, yaitu melalui program pemberantasan malaria yang kegiatannya antara lain meliputi diagnosis dini, pengobatan cepat dan tepat, surveilans dan pengendalian vector yang kesemuanya ditujukan untuk memutuskan untuk rantai penularan malaria.3

HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah sejenis virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan dapat menimbulkan AIDS. HIV menyerang salah satu jenis dari sel-sel darah putih yang bertugas menangkal infeksi. Sel darah putih tersebut terutama limfosit yang memiliki CD4 sebagai sebuah marker atau penanda yang berada di permukaan sel limfosit. Kerena berkurangnya nilai CD4 dalam tubuh manusia menunjukkan berkurangnya sel-sel darah putih atau limfosit yang seharusnya berperang dalam mengatasi infeksi yang masuk kedalam tubuh manusia. Pada orang dengan sistem kekebalan yang baik, nilai CD4 berkisar antara 1400-1500. sedangkan pada orang dengan sistem kekebalan yang terganggu (misalnya pada orang yang terinfeksi HIV) nilai CD4 semakin lama akan semakin menurun (bahkan pada beberapa kasus bisa sampe nol).

Virus HIV diklasifikasikan ke dalam golongan lentivirus atau retroviridae. Virus ini secara material genetik adalah virus RNA yang tergantung pada enzim reverse transcriptase untuk dapat menginfeksi sel mamalia, termasuk manusia, dan menimbulkan kelainan patologi secara lambat. Virus ini terdiri dari 2 grup, yaitu HIV- 1 dan HIV-2 .Masing-masing grup mempunyai lagi berbagai subtipe, dan masing-masing subtipe secara evolusi yang cepat mengalami mutasi.

Diantara kedua grup tersebut yang paling banyak menimbulkan kelainan dan lebih ganas di seluruh dunia adalah grup HIV-1.

Infeksi HIV merupakan kejadian pendemik. Infeksi tersebut menjadi penyebab utama kematian menggantikan infeksi Tuberkulosis (TB). sekitar tahun 2006, sebanyak 2,9 juta orang meninggal diseluruh dunia. 5

Penyebaran HIV-AIDS menurut Menkes, presentasi kasus AIDS Sejak pertama kali ditemukan (1987) sampe dengan juni 2012 dilaporkan berdasarkan kelompok umur tertinggi pada kelompok umur 20-29 tahun (41,5%), diikuti kelompok umur 30-39 tahun (30,8%), kelompok umur 40-49 tahun (11,6%), kelompok umur 15-19 tahun (4,1%) dan umur 50-59 tahun (3,7%). sedangkan presentasi kasus HIV-AIDS tersebar di 378 dari 498 (76%) kabupaten/kota di seluruh provinsi di indonesia lebih banyak terdapat pada laki-laki (70%) dari pada perempuan (29%). 5

Tuberkulosit adalah suatu penyakit yang asalnya oleh kuman mikobakterium tuberkulosit. Hasil ini ditemukan pertama kali oleh Robert Koch pada tahun 1882.

Diseluruh dunia tahun 1990 melaporkan ada 3,8 juta kasus baru TB dengan 49% kasus terjadi di asia tenggara. Dalam periode 1984-1991 dicatat peningkatan jumlah kasus TB diseluruh dunia kecuali amerika dan eropa. Di tahun 1990 diperkirakan 7,5 juta kasus TB dan 2,5 juta kematian akibat TB di seluruh dunia.

Tahunan Resiko infeksi di tahun 1980-1985 dinegara-negara Asia Tenggara diperkirakan sekitar 2% yang berarti ada insidensi 100 kasus BTA (+) per 100.000 penduduk.

Berdasarkan data SIAMIC Kesehatan Statistik tahun pada tahun 1990, penyakit tuberkulosit penyebab kematian, indonesia menempati urutan ke-3 sebagai penyumbang kasus terbesar di seluruh dunia setelah india dan cina.

Toxoplasmosis merupakan penyakit zoonosis klasik yang dapat di jumpai hampir di seluruh dunia. Menurut data WHO (word helt organisation), diketahui sekitar 300 juta orang (0,8%) menderita toxoplasmosis. Penyakit ini dapat menyerang manusia dan berbagai jenis mamalia, termasuk hewan kesayangan serta satwa eksotik.

Berdasarkan data prevalensi toxoplasmasis, sebagian besar penduduk indonesia pernah terinfeksi parasit toxoplasma gondii berkisar 43-88%. Pemeriksaan antibodi pada donor darah di jakarta memperlihatkan 60% di antaranya mengandung antibodi terhadap parasit tersebut. Penyebaran toxoplasmosis dapat disebabkan oleh pola hidup yang kurang higienis, seperti tidak mencuci tangan sebelum makan dan makan daging setengah matang, sayuran, buahbuahan serta oosita yang tercemar infektif, yang tanpa disadari mengandung sista. Tandatandanya dapat berupa lesu, sakit kepala, nyeri otot sendi, serta demam.

Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawah oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer. Secara praktis, anemia ditunjukan oleh penurunan kadar hemoglobin, hematocrit, atau hitung eritrosit. Tetapi yang paling lazim dipakai adalah kadar hemoglobin, kemudian hematocrit. Harus diingat bahwa terdapat keadaan-keadaan tertentu dimana ketiga parameter tersebut tidak sejalan dengan massa eritrosit, seperti pada dehidrasi, perdarahan akut dan kehamilan. Kadar hemoglobin dan eritrosit sangat bervariasi tergantung pada usia, jenis kelamin, ketinggian tempat tinggal serta keadaan fisiologis tertentu seperti misalnya kehamilan (Aru W. Sudoyo dkk, 2009)

BAB III

STATUS PASIEN

I.1 Identitas Pasien Nama

: Tn. Y. B

Alamat

: Nafri

Umur

: 28 Tahun

Jenis Kelamin

: Laki-Laki

Agama

: Kristen Protestan

Pekerjaan

: Swasta

Pendidikan terakhir

: SMA

Status Kawin

: Menikah

Suku

: Genyem

Tgl Masuk RS

: 25-06-2018

1.1 Pendekatan Pasien A. Anamnesa 1. Keluhan Utama : Demam Tinggi 2. Riwayat Penyakit Sekarangm: Pasien datang dengan keluhan demam sejak kurang lebih 3 hari yang lalu disertai mual muntah 3x sehari, ditambah mencret 3x dalam sehari, dan batuk-batuk kurang lebih 2 minggu, pasien mengkomsumsi obat OAT sudah bulan ke 3. Demam dirasakan tiba-tiba. Demam dirasakan terutama saat pagi hari menjelang siang hari. Pada hari yang sama pasien

merasakan demamnya turun dan merasa dingin sekitar pada sore hari. Saat menjelang malam pasien mengalami keringat yang banyak dan membasahi hampir seluruh tubuh. Keesokan harinya pasien kembali demam lagi seperti sebelumnya dan hal ini kembali berulang selama kurang lebih 3 hari. Saat demam pasien merasakan pegal keseluruhan tubuhnya dan terutama rasa pegal ini dirasakan seperti kepala diikat dan kepala terasa kaku. Pasien juga mengalami mual muntah dalam 3x sehari. Muntah dan disertai nyeri ulu hati yang kadang timbul kadang juga hilang. Selama kurang lebih 3 hari ini, pasien juga mengalami penurunan berat 5 kg sebelum msk rumah sakit. pasien membawah diri kepuskesmas terdekat dan diberi obat paracitamol 500 mg dan ranitidin 500 mg. namun demam yang dirasakan tidak mengalami perubahan. Akhirnya pasien membawah diri ke rumah sakit umum. 3. Riwayat Penyakit Dahulu Pasien sementara dalam pengobatan OAT bulan ke 3 dan dalam pengobatan ARV. 4. Riwayat Penyakit Keluarga Hipertensi (-) Diabetes Millitus (-) Penyakit Paru-Paru (-) Riwayat Penyakit Jantung (-) 5. Riwayat Sosial Ekonomi Pendidikan terakhir SMA Pekerjaan sehari-hari sebagai tukang ojek

6. Riwayat Kebiasaan Merokok (-) Konsumsi Alkohol (+) Riwayat Konsumsi obat OAT

A. Pemeriksaan Fisik 1. Status Generalis

2.

3.

4.

Keadaan Umum

: Tampak Sakit Sedang

Kesadaran

: Compos Mentis

Berat Badan

: 59 kg

Tanda-tanda vital Tekanan Darah

: 100/60 mmHg

Denyut Nadi

: 84x/menit

Suhu Badan

: 37.1 0C

Pernafasan

: 24x/menit

Pemeriksaan Mata Konjungtiva

: Anemis (+/+)

Sclera

: Ikterik (-/-)

Pupil

: Refleks Cahaya (+/+) Isokor

Pemeriksaan Hidung Serumen (-/-), deformitas (-/-), nyeri tekan (-/-), perdarahan (-/-),

5.

Pemeriksaan Mulut

Bibir tampak kering, sianosis (-/-), oral candidiasis (+), tonsil T1/T1, faring hiperemis (-). 6.

Pemeriksaan Leher Pembesaran kelenjar getah bening (-), JVP meningkat (-),

7.

Pemeriksaan Thorax Pulmo Inspeksi

: Simetris, ikut gerak nafas, retraksi (-)

Palpasi

: Vocal Fremitus D=S Normal

Perkusi

: Suara Nafas Vesiculer (+/+), rhonki (-/-), wheezing

(+/+) Auskultasi

: Sonor

Jantung

8.

Inspeksi

: Ic tidak teraba

Palpasi

: Ic tidak teraba

Perkusi

: BJ I-II Reguler, mumur (-), gallop (-)

Auskultasi

: Pekak

Abdomen Inspkesi

: Permukaan datar , warna sama seperti kulit sekitar, spider nevi (-), caput medusa (-), umbilicus cembung ().

Auskultasi : Bising Usus (+) melemah, Hiperperistaltik (-)

Palpasi

: Nyeri Tekan (-), supel, hepar tidak teraba (-), lien tidak teraba (-), ballottement ginjal tidak teraba (-)

Perkusi 9.

: tympani pada seluruh lapang paru.

Ekstremitas Ekstremitas : oedem (-/-), akral hangat, clubbing finger (-), sianosis (), CRT < 2 “

B.

Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan Darah Lengkap (28-06-2018) Jenis Pemeriksaan

Hasil

Nilai Rujukan

Satuan

HGB (Hemoglobin)

6.6

11-16,5

g/dL

RBC (Eritrosit)

2.81

3,8-5,8

106/mm

HCT (Hematokrit)

21.5

35-50

%

PLT (Trombosit)

153

150-500

103/mm3

WBC (Leukosit)

6.08

3,5-10

10/3mm3

MCV

76.5

80-97

Fl

MCH

23.5

26,5-33,5

Pg

MCHC

30.7

31,5-35

Neutrofil

77.0

46-73

%

Lym

7.9

17-48

%

g/dL

DDR

D

PF +1

-

-

a rah Lengkap

Pemeriksaan Kimia Darah (28-06-2018) Jenis

Hasil

Nilai rujuk

Satuan

R/TAP

10-50

mg/dL

Kreatinin (crea)

1,7

0,9-1,5

Mg/dL

SGOT

37

0-50

l/U

SGPT

13

0-50

l/U

GDS

104

< 150

mg/dL

pemeriksaan Ureum

Pemeriksaan Imunologi (28-06-2018) HbsAg

: Non Reaktif

HCV antibody

: Non Reaktif

Tes VCT Antibody SD HIV ½ 3.0

: Non Reaktif

Pemeriksaan Elektrolit (28-06-2018) Jenis Pemeriksaan

Hasil

Nilai Rujukan

Satuan

Natrium (Na)

131.7

135-145

mg/dL

Kalium (K)

3.99

3,5-5,5

mg/dL

Clorida (Cl)

100.3

98-108

Mmol/L

Pemeriksaan Imunologi (05-07-2018) Jenis

Hasil

Nilai Rujuk

0.01

< 0.55

Satuan

pemeriksaan Toxoplasma Ig M

≥ 0.55- < 0.65 IU/ml ≥ 0.65

Pemeriksaan VCT Antibody Dan Imunologi (05-07-2018) SD HIV ½ 3.0

REAKTIF

HbsAg

Non Reaktif

Pemeriksaan (25-06-2018) DDR : PF (+1) C.

Diagnosa 1. Malaria Tropika +1 2. TB Paru dalam Terapi bulan ke 3 3. GEA dan Dehidrasi sedang+ Suspe B20 4. Anemia penyakit Kronik

D.

Terapi IVDF NS 20 tpm OAT Lanjut Primakuin 1x1 (P.O) Paracitamol 3x500 mg (P.O) Omeprazole amp 1x3 (iv) Ranitidine 1x25mg amp (iv) Ondancentron 3x1 amp (iv)

E.

Follow UP

Follow Up Tanggal 13-07-2018 S

Deman, Mual, Muntah lebih dari 3x, mencret, lemas, sakit kepala

O

KU : Tampak Sakit Sedang, Kesadaran : Compos Mentis TTV: TD : 100/60 mmHg, N : 82x/menit, SB : 37,1 0C, Respirasi : 20x/menit

K/L : CA (+/+), SI (-), OC (-), P>KGB (-)

Thorax :

Pulmo : I : Simetris, ikut gerak nafas P : Vocal Fremitus D=S P : Suara Nafas Vesiculer (+/+), rhonki (-/-), wheezing (+/+) A: Sonor Cor : I : Iktus Kordis tak Tampak P : Iktus Kordis tdk teraba P : BJ I-II Reguler, mumur (-), gallop (-) A : Pekak

Abdomen :

I : Tampak datar

A : BU (+) Normal

P : Nyeri tekan (-), supel, hepar tidak teraba (-), lien tidak teraba

P : Tympani

Ekstremitas : oedem (-/-), akral hangat, clubbing finger (-), sianosis (-), CRT < 2 “.

A

P

1.

Malaria Tropika +1

2.

TB Paru Dalam Pengobatan bulan ke 3

3.

GEA + dehidrasi sedang+ suspe B20

4.

Anemia Penyakit Kronik

1.

IVFD Nacl : D5 % 20 tpm

2.

Paracitamol 3x500mg

3.

Primakuin 1x1 (P.O)

4.

New diabet 3x2 (P.O)

5.

Sulfas Feresus 2X1 (P.O)

6.

Ondancentron 3x1 amp (iv)

7.

Ranitidine 2x1 amp (iv)

8.

Artesunat II vial (iv)

9.

OAT lanjut

Follow UP tanggal 15-07-2018 S

Deman, mual, muntah, mencret, lemas, sakit kepala

O

KU : Tampak Sakit Sedang, Kesadaran : Compos Mentis TTV: TD : 100/60 mmHg, N : 82x/menit, SB : 37,1 0C, Respirasi : 20x/menit

K/L : CA (+/+), SI (-), OC (-), P>KGB (-)

Thorax :

Pulmo : I : Simetris, ikut gerak nafas P : Vocal Fremitus D=S P : Suara Nafas Vesiculer (+/+), rhonki (-/-), wheezing (+/+) A: Sonor Cor : I : Iktus Kordis tak Tampak P : Iktus Kordis tdk teraba P : BJ I-II Reguler, mumur (-), gallop (-) A : Pekak

Abdomen :

I : Tampak datar

A : BU (+) Normal

P : Nyeri tekan (-), supel, hepar tidak teraba (-), lien tidak teraba

P : Tympani

Ekstremitas : oedem (-/-), akral hangat, clubbing finger (-), sianosis (-), CRT < 2 “. A

1.Malaria Tropika +1

2.TB Paru Dalam Pengobatan bulan ke 3

3.GEA + dehidrasi sedang+ suspe B20

4.Anemia Penyakit Kronik

5. Toxoplasmosis P

IVFD Nacl 0,9%

Paracitamol 3x500mg

Sulfas Feresus 2x1 (P.O)

New Diabet 2x2 (P.O)

OAT Lanjut

ARV 1x3 (P.O)

Clindamisin 1x600 mg

Artesunat 2x1/24 jam (iv)

Ondancentron 3x1/ 8 jam

Ranitidine 2x1 amp (iv)

Observasi demam

Follow UP Tanggal 16-07-2018 S

Demam berkurang, mual dan muntah berkurang, mencret berkurang, lemas, sakit kepala berkurang.

O

KU : Tampak Sakit Sedang, Kesadaran : Compos Mentis TTV: TD : 100/60 mmHg, N : 82x/menit, SB : 37,1 0C, Respirasi : 20x/menit

K/L : CA (+/+), SI (-), OC (-), P>KGB (-)

Thorax :

Pulmo : I : Simetris, ikut gerak nafas P : Vocal Fremitus D=S P : Suara Nafas Vesiculer (+/+), rhonki (-/-), wheezing (+/+) A: Sonor Cor : I : Iktus Kordis tak Tampak

P : Iktus Kordis tdk teraba P : BJ I-II Reguler, mumur (-), gallop (-) A : Pekak

Abdomen :

I : Tampak datar

A : BU (+) Normal

P : Nyeri tekan (-), supel, hepar tidak teraba (-), lien tidak teraba

P : Tympani

Ekstremitas : oedem (-/-), akral hangat, clubbing finger (-), sianosis (-), < 2 “. P

IVFD Nacl 0,9%

Paracitamol 3x500mg

Sulfas Feresus 2x1 (P.O)

New Diabet 2x2 (P.O)

OAT Lanjut

ARV 1X3 (P.O)

Clindamisin 1x600 mg

CRT

Ondancentron 3x1/ 8 jam

Ranitidine 2x1 amp (iv)

Follow UP Tanggal 17-07-2018 S

Demam (-), mual (-), muntah (-), mencret (-), sakit kepala (-), badan mulai sedikit segar

O

KU : Tampak Sakit Sedang, Kesadaran : Compos Mentis TTV: TD : 100/60 mmHg, N : 82x/menit, SB : 37,1 0C, Respirasi : 20x/menit

K/L : CA (+/+), SI (-), OC (-), P>KGB (-)

Thorax :

Pulmo : I : Simetris, ikut gerak nafas

P : Vocal Fremitus D=S P : Suara Nafas Vesiculer (+/+), rhonki (-/-), wheezing (+/+) A: Sonor Cor : I : Iktus Kordis tak Tampak P : Iktus Kordis tdk teraba P : BJ I-II Reguler, mumur (-), gallop (-) A : Pekak

Abdomen :

I : Tampak datar

A : BU (+) Normal

P : Nyeri tekan (-), supel, hepar tidak teraba (-), lien tidak teraba

P : Tympani

Ekstremitas : oedem (-/-), akral hangat, clubbing finger (-), sianosis (-), < 2 “. P

Paracitamol 3x500mg (P.O)

Sulfas Feresus 2x1 (P.O)

Kotrimoksazol 2x (P.O)

CRT

OAT Lanjut

ARV 1X3 (P.O)

Clindamisin 1x300 mg (P.O)

Ranitidine 2x1 amp (P.O)

OAM 1x3 (P.O)

DDR Negatif

BOLEH PULANG

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

3.1

DEFINISI Plasmodium falsiparum adalah salah satu organisme penyebab malaria. Plasmodium ini merupakan jenis yang paling berbahaya dibanding dengan plasmodium lain yang menginfeksi manusia seperti P. vivax, P. malariae dan P. ovale. Saat ini Plasmodiun falsiparum merupakan salah satu spesies penyebab malaria yang paling banyak diteliti. Hal tersebut kerena spesies ini banyak menyebabkan angka kematian dan kesakitan pada manusia, selain itu juga karena dapat ditumbuhkan dalam jangka waktu yang lama secara in vitro.1. 2

3.2

EPIDEMIOLOGI Penyakit ini pernah diberantas di banyak negara, namun kemudian muncul kembali. Saat ini malaria berjangkit di 103 negara dan separu penduduk dunia hidup di tempat beresiko mengalami malaria. Dari 300 juta penduduk yang terjangkit malaria, 3 juta diantaranya meninggal dunia yang berarti beberapa ratus dalam tiap jamnya. 1 Selain kemunculannya kembali, masalah lainnya adalah resisten parasit terhadap obat anti malaria dan resisten nyamuk terhadap pestisida. Malaria juga mangacam daerahdaerah yang sebelumnya bukan daerah endemic malaria, mengancam kesehatan traveler serta member beban kepada masyarakat. 1

Pada tahun 2006 terjadi kejadian luar biasa malaria dibeberapa daerah . Upaya penanggulangan baik dengan pengobatan secara massal, survey demam, penyemprotan rumah, penyelidikan vector penyakit dan tindakan lain telah dilakukan dengan baik. Beberapa factor yang turut membuat terjadinya KLB ini disebabkan oleh adanya perubahan lingkungan tempat perindukan potensial semakin meluas atau semakin bertambah. Salah satu yang menyebabkan KLB (kejadian luar biasa) ini adalah malaria falsiparum. 2

3.3

PATOGENESIS Patogenesis malaria sangat kompleks dan seperti patogenesis penyakit infeksi pada umumnya melibatkan factor parasit, factor penjamu, factor sosial, dan factor lingkunga. Ketiga factor tersebut saling terkait satu sama lain dan menentukan manisfestasi klinis malaria yang bervariasi mulai dari yang terberat seperti malaria serebral sampe infeksi yang paling ringan, yaitu infeksi asimtomatik. 2, 3 Pada factor parasit berbagai factor menentukan dalam terjadinya infeksi ini meliputi resistensi terhadap obat anti malaria, kemampuan parasit dalam menghindari diri dari respon system imun tubuh host melalui variasi antigenic. Factor yang paling penting dari parasit adalah pembentukan sitoadherens dan pembentukan roset serta berbagai toksin dalam malaria. Sitoadherens adalah ikatan antara eritrosit yang terinfeksi dengan endotel vascular terutama kapiler postvenula, menyebabkan terjadinya sekuestrasi parasit pada kapiler-kapiler organ. Hal ini menyebabkan eritrosit yang terinfeksi melekat pada kapiler-kapiler organ tubuh, menimbulkan gangguan aliran darah local dan jika berat akan menimbulkan iskemia dan hipoksia dengan hasil akhir adalah kegagalan organ.

Sedangkan roseting adalah ikatan antara eritrosit yang terinfeksi dengan beberapa eritrosit yang terinfeksi membebtuk suatu gumpalan yang disebut roset. Roseting terjadi karena erotrosit yang terinfeksi melepaskan protein tertentu yang menimbulkan perlekatan dengan eritrosit yang tidak terinfeksi. Hal ini akan mengakibatkan rusaknya eritrosit lain yang normal sehingga asupan oksigen menjadi terganggu, terjadi hipoksia organ dan terjadi gagal organ. 1, 2 Toksin parasit sebagian berasal dari parasit sendiri, sebagian berasal eritrosit terinfeksi yang

pecah

sewaktu

proses

skizogoni

yang

mengeluarkan

toksin

seperti

glycosyIphosphatidyIinositols (GPI), hemozosin atau yang berasal dari antigen parasit seperti MSP-1, MSP-2, RAP-1. Toksin tersebut akan merangsang pengeluaran NO dengan memicu enzim inducible nitric oxide synthase (iNOS). Pengeluaran NO dalam jumlah berlebihan akan menggangu berbagai fungsi sel tubuh. Kadar NO yang terlalu tinggi juga akan meningkatkan sitoadherens dan sekuasterasi parasit. 3, 4, 6 Faktor pejamu yang berperan meningkatkan infeksi malaria adalah seperti umur, genetic, nutrisi, imunitas dan terutama peran dari mediator yang dihasilkan oleh makrofag, limfosit, leokosit, sel endotel, trombosit akibat rangsangan dari toksin ataupun antigen parasit. Di daerah endemis stabil, malaria berat terutama malaria serebral umumnya diderita oleh anak-anak umur 1-4 tahun, setelah itu hanya ditemukan anemia pada usia pubertas sedangkan pada dewasa umumnya adalah asimtomatik. Hal ini mungkin disebabkan respon imun terhadap malaria pada anak terbentuk lebih lambat. Di daerah endemis tidak stabil malaria berat dapat ditemukan hampir pada semua umur. Selain itu ada beberapa penelitian bahwa orang dewasa non-imun, tetapi orang dewasa

non-imun mampu membentuk imunitas klinik dan parasitologi lebih cepat dibanding anak-anak non imun. 2, 4 Faktor nutrisi mungkin berperan menentukan kepekaan dalam malaria berat. Pada beberapa penelitan malaria berat sangat jarang ditemukan pada anak-anak. Defisiensi besi, riboflavin, PABA mungkin mempunyai efek protektif terhadap malaria berat karena kekurangan zat gizi tersebut akan menghambat pula pertumbuhan parasit. 1

3.4

GEJALA KLINIS Gejala klinis malaria meliputi keluhan dan tanda klinis yang merupakan petunjuk penting dalam diagnosis malaria. Gejala klinis tersebut dipengaruhi oleh strain plasmodium, imunitas tubuh dan jumlah parasit yang menginfeksi. Gejala tersebut juga di pengaruhi oleh endemisitas tempat infeksi (berhubungan dengan imunitas) dan pengaruh pemberian pengobatan profilaksis atau pengobatan yang tidak adekuat. Gejala plasmodium falsiparum umumnya lebih berat dan lebih akut dibandingkan dengan jenis lain, sedangkan oleh gejala oleh plasmodium malariae dan P. Ovale ditemukan paling riangan. 4 Gelaja-gejala prodormal malaria hampir sama dengan penyakit infeksi lain, yaitu adanya lesu, malaise, sakit kepala, sakit tulang belakang, nyeri tulang dan otot, anorexia, perut tidak enak, diare ringan dan kadang-kadang merasa dingin dipunggung. Keluhan ini dapat sering terjadi pada infeksi P. Vivax dan P. Ovale sedangkan P. Falciparum dan P. Malariae gejala ini dapat tidak jelas bahkan dapat muncul mendadak. Setelah itu dapat terjadi gejala khas Trias Malaria yang secara berurutan, yaitu menggigil, demam, berkeringat. Trias malaria ini dapat berulangsung 6-10 jam dan lebih sering terjadi pada

infeksi P. Vivax, P. Falciparum, Menggigil dapat berlangsung lebih berat ataupun tidak ada. Periode bebas panas pada P.falciparum berlangsung 12 jam, pada P. Vivax dan P. Ovale berlangsung 36 jam, pada P. malariae berlangsung 60 jam. 1, 2

Beberapa gejala klinis khas dari keempat jenis parasit yang menyebabkan malaria antara lain: Plasmodium Manisfestasi klinis. Gejala

gastrointestinal

(mual

muntah

),

hemolisis,anemia,ikterus,

hemoglobinuria, syok, algid malaria. Falciparum Gejala serebral (sakit kepala, kejang, edema paru, hipoglikemi, gagal ginjal akut, kelainan retina, kematian. Vivax

Anemia kronik, splenomegali, rupture limpa.

Ovale

Sama dengan vivax.

Malariae

3.5

Splenomegali menetap, limpa jarang rupture, sindrom nefrotik.

DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN Diagnosis malaria yang cepat dan tepat merupakan hal yang sangat diperlukan dalam penatalaksanan kasus malaria . hal tersebut terutama berhubungan dengan infeksi P. falciparum yang dapat menyebabkan malaria berat ataupun malaria dengan komplikasi. Bagi seorang dokterf umum anamnesis adanya riwayat bepergian ke daerah endemis malaria selama lebih kurang 2 minggu sebelum timbul gejala klinis dapat sangat membantu dalam diagnosis. Gejala klinis yang khas antar lain demam tinggi yang dapat disertai gangguan kesadaran , ikterik, gangguan berkemih, muntah-mintah hebat, pembesaran limpa dan trias malaria dapat terjadi pada seseorang yang baru pertama

terinfeksi malaria. Bagi orang yang bertempat tinggal didaerah endemis biasanya penderita sudah mempunyai kekebalan walaupun tidak spesifik sehingga gejalanya hanya berupa demam, sakit kepala, lemah, kadang menggigil, dan sebagainya. Meskipun anamnesis dan pemeriksaan fisis sangat mendorong ke arah malaria, diagnosis pasti tetap harus ditegakkan dengan pemeriksaan laboratorium. Bila pada hapusan darah dan laboratorium terdapat plasmodium dan antibody terhadap malaria maka diagnosis pasti malaria dapat ditegakkan. Bila pada hapusan darah dan laboratorium negative, maka pemeriksaan perlu dilakukan berulang-ulang. Kadangkadang diperlukan pemeriksaan yang sangat sensitive dan spesifik untuk deteksi Plasmodium seperti melalui Moleculer Assay, ELISA, dan PCR, pemeriksaan PCR sangat berguna pada kasus-kasus dengan derajat parasitemia yang rendah. 2, 6. 8 Pengobatan terhadap malaria saat ini sudah tidak bisa lagi dengan obat dosis tunggal. WHO menganjurkan pengobatan kombinasi dalam pengobatan malaria saat ini. Sekarng ini pengobatan malaria adalah menggunakan kombinasi artemeter + lumefrantrin (coartem) dengan sediaan 120 mg lumefrantrin dan 20 mg artemeter dengan dosis 2x4 tablet/hari selama 3 hari. Obat lain adalah kombinasi antara atovakon dan proguanil (malarone) dengan sediaan atovakon 1000 mg/hari dan proguanil 400 mg/hari untuk orang dewasa selama 3 hari . untuk pencegahan dapat digunakan dosis atovakon 250 mg dan proguanil 100 mg/hari. 1, 6, 7

3.6

DEFINISI HIV Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala yang timbul akibat menurunnya sistem kekebalan tunuh yang didapat, disebabkan oleh infeksi

human immunodeficiency virus (HIV). AIDS ini bukan merupakan suatu penyakit saja, tetapi merupakan gejala-gejala yang disebabkan oleh infeksi berbagai jenis mikroorganisme seperti, infeksi bakteri, virus, jamur, bahkan timbulnya keganasan akibat menurunnya daya tahan tubuh penderita.

3.7

ETIOLOGI HIV Virus HIV termasuk kedalam famili Retrovirus sub familli Lentivirinae. Virus familli ini mempunyai enzim yang disebut reverse transcriptase. Enzim ini menyebabkan retrovirus mampu mengubah informasi genetiknya kedalam bentuk yang terintegrasi di dalam informasi genetik dari sel yang diserangnya. Jadi setiap kali sel yang dimasuki retrovirus membelah diri, informasi genetik virus juga ikut diturunkan. Virus HIV akan menyerang Limfosit T yang mempunyai marker permukaan seperti sel CD4+, yaitu sel yang membantu mengaktivitasi sel B, killer cell, dan makrofag saat terdapat antigen target khusus. Sel CD4+ adalah reseptor pada limfosit T yang menjadi target utama HIV. HIV menyerang CD4+ baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung, sampul HIV yang mempunyai efek toksik akan menghambat fungsi sel T. secara tidak langsung, lapisan luar protein HIV yang disebut sampul gp120 dan anti p24 berinteraksi dengan CD4+ yang kemudian akan menghambat aktivitas sel yang mempresentasikan antigen. HIV memiliki struktur daras berupa partikel inti (core), protein matriks, dan selubung virus (envelope) yang merupakan pembentuk membran sel host. Selubung virus tersusun atas dua lapis lemak dan beberapa protein yang tertanam pada selubung virus, protein membentuk struktur paku yang terdiri glikoprotein 41 (gp41) yang menembus

membran virus. Glikoprotein luar berfungsi untuk perlekatan dengan reseptor sel inang saat proses infeksi dan glikoprotein transmembran sangat diperlukan untuk proses fusi. Protein matriks HIV terdiri dari protein p17 dan terletak antara selubung dan inti. Sedangkan inti virus terdiri dari protein p24 yang mengelilingi dua untai tunggal RNA HIV dan enzim yang diperlukan untuk replikasi HIV, seperti reverse transcriptase, protease, ribonuklease, dan integrase .

3.8

EPIDEMIOLOGI HIV-AIDS Joint Unite National Programme on HIV and AIDS (UNAIDS) melaporkan sampe akhir tahun 2012, penderita yang hidup dengan HIV diperkirakan sebanyak 35,3 juta penderita yang terdiri 32,1 juta penderita kategori dewasa, 17,7 juta kategori wanita, dan 3,3 juta kategori anak di bawah 15 tahun. Penderita HIV baru pada tahun 2012 dilaporkan berupa 2,3 juta penderita yang terdiri dari 2 juta penderita kategori dewasa dan 260.000 penderita kategori anak dibawah 15 tahun. Total kematian yang disebabkan AIDS pada tahun 2012 dilaporkan sebanyak 1,6 juta penderita yang terdiri dari 1,6 juta penderita kategori dewasa dan 210.000 penderita kategori anak dibawah 15 tahun. Kasus HIV-AIDS di Indonesia terus meningkat, kementrian Kesehatan melaporkan kasus HIV sampe akhir September 2013 sebanyak 118.787 kasus dengan daerah jumlah infeksi HIV tertinggi yaitu DKI Jakarta sebanyak 27.207 kasus dikuti Jawa Timur sebanyak 15.233 kasus, Papua sebanyak 12.767 kasus dan Jawa Barat sebanyak 9.267 kasus. Kasus AIDS dilaporkan sampai akhir September 2013 sebanyak 45.650 kasus dengan daerah jumlah infeksi AIDS tertinggi yaitu Papua sebanyak 7.795 kasus diikuti

Jawa Timur sebanyak 7.714 kasus, DKI Jakarta sebanyak 6.299 kasus dan Jawa Barat sebanyak 4.131 kasus.

Gambar 4. Jumlah kasus HIV-AIDS yang dilaporkan pertahun sampai dengan Juni 2013.

Kasus HIV-AIDS di Provinsi Jawa Tengah juga terus meningkat, sampai dengan tahun 2012 Kementrian Kesehatan Republik Indonesia melaporkan kasus HIV di Jawa

Tengah sebanyak 5.406 kasus dan kasus AIDS sebanyak 2.990 kasus. Menurut Dinas Kesehatan Jawa Tengah kasus HIV-AIDS tertinggi adalah kota Semarang.

Gambar 5. Jumlah kasus baru HIV-AIDS dan kematian karena AIDS Provinsi Jawa Tengah tahun 2008-2012.

Gambar 6. Persentase kasus baru AIDS menurut jenis kelamin Provinsi Jawa Tengah tahun 2012.

3.9

PENULARAN HIV-AIDS Penularan

HIV

umumnya

melalui

kontak

seksual

(heteroseksual

dan

homoseksual), transfusi darah, dan penularan ibu ke anak. Penularan ibu ke anak dapat terjadi saat persalinan, perinatal, dan air susu ibu. Setelah 30 tahun penelitian, tidak ada bukti bahwa HIV menular melalui kontak kulit ataupun serangga seperti gigitan nyamuk.

3.10

SIKLUS HIDUP HIV-AIDS Seperti halnya virus lain, virus HIV hanya dapat bertahan hidup dan memperbanyak diri di dalam sel. Dengan demikian daur hidup virus HIV dapat dibedakan dalam 4 tahap. 1. Tahap masuknya virus dalam sel Tahap masuknya virus dalam sel inang berkaitan dengan struktur permukaan virus dan inangnya, penempelan berlangsung karena adanya muatan listrik yang berlawanan antara molekul gp120 yang memiliki muatan positif dengan proteoglikan dari lektin permukaan sel yang bermuatan negatif, setelah terjadi penempelan, gp120 akan melakukan ikatan spesifik dengan molekul CD4 yang dimiliki sel inang, ikatan ini akan memicu berbagai perubahan struktur molekul (konformasi) gp120, diantaranya membentuk tempat ikatan untuk molekul koreseptor kemokin dari jenis C-C Chemokine Receptor type 5 (CCR5) atau C-X-C Chemokine Receptor type 4 (CXCR4), koreseptor dibutuhkan untuk menginduksi konformasi gp41 yang berada dalam membran dwilapis virus, dan struktur tersebut akan memaparkan peptida fusi dari molekul gp41 yang akan disusul penyisipan peptida tersebut dalam membran sel inang (sel TCD4+). 2. Tahap transkripsi mundur dari integrasi genom Dalam memanfaatkan kelengkapan yang dimiliki sel, genom virus harus digabungkan dengan genom sel inang dengan cara diintegrasikan melalui penyisipan dalam molekul DNA yang dimiliki inti sel inang.

Tetapi karena genom retrovirus dalam bentuk RNA, maka sebelum

diintegrasikan dalam genom sel inang, molekul RNA harus ditranskripsi mundur menjadi molekul DNA. Itulah sebabnya dalam inti retrovirus dilengkapi dengan enzim reverse transcriptase yang diperlukan untuk transkripsi mundur. Dua untaian

RNA

virus

ditranskripsi

mundur

menjadi

dua

untaian

complementary

Deoxyribonucleic Acid (cDNA). Pasangan DNA virus ini kemudian pindah dari sitoplasma sel kedalam intinya dan disisipkan kedalam DNA inang dengan bantuan enzim integrase.27 Genom virus yang telah menyatu dengan genom sel inang dapat berada dalam keadaan laten atau aktif. cDNA yang aktif disebut sebagai provirus. Provirus digunakan sebagai pola cetakan transkripsi menjadi untainan RNA dalam proses replikasi atau biosintesis protein virus yang diperlukan dalam pertikel virus baru. 3. Tahap replikasi Replikasi salinan virus dimulai dengan proses transkripsi, splicing messenger Ribonucleic Acid (mRNA) dalam inti, dan translasi pada ribosom dari rough endoplasmic reticulum (rER) menjadi peptida yang diselesaikan dalam kompleks golgi. 4. Tahap perakitan dan pendewasaan virus Perakitan partikel virus baru pada prinsipnya berlangsung pada membran sel inang yang terinfeksi. Perakitan komponenkomponen virus bergantung pada protein sel inang yang disebut HBG8 yang akan mengikat protein p55 dan mendorong pembentukan inti virus yang belum dewasa. Protein struktural lain dari virus berkumpul di membran sel bersama dua untaian genom RNA. Enzim reverse transcriptase, protease dan integrase diintegrasikan menjadi

virus

yang

belum

dewasa.

protein

struktural

utama

yaitu

p6,

menghubungkan daerah membran plasma yang merupakan tempat berlangsungnya pembentukan partikel virus baru. Sebelum berlangsungnya pembentukan partikel virus, beberapa faktor restriksi virus dalam sitoplasma seperti APOBEC3G dapat digabungkan dalam virion. Bersamaan dengan pembentukan partikel virus muda dari

membran sel, terjadi proses proteolisis kapsid untuk pengembangan virus menjadi dewasa.

3.11

PATOGENESIS HIV-AIDS HIV menginfeksi sel dengan mengikat permukaan sel sasaran yang memiliki molekul reseptor membran CD4. Limfosit CD4+ merupakan sasaran yang paling disukai oleh HIV. Limfosit CD4+ berikatan kuat dengan gp120 HIV sehingga gp41 dapat memerantarai fusi membran virus ke membran sel. Dua koreseptor permukaan sel, CCR5 dan CXCR4 diperlukan, agar glikoprotein gp120 dan gp41 dapat berikatan denganreseptor CD4+. Koreseptor ini menyebabkan perubahan-perubahan konformasi sehingga gp41 dapat masuk ke membran sel sasaran. Monosit dan makrofag mungkin rentan tehadap infeksi HIV. Monosit dan makrofag yang terinfeksi dapat berfungsi sebagai reservoir untuk HIV tetapi tidak dihancurkan oleh virus. HIV bersifat politronik dan dapat menginfeksi beragam sel manusia, seperti sel Natural Killer (NK), limfosit B, sel endotel, sel epitel, sel langerhans, sel dendritik, sel mikorglia dan berbagai jaringan tubuh. Setelah virus berfusi dengan limfosit CD4+, maka berlangsung serangkaian proses kompleks yang apabila berjalan lancar akan terbentuknya partikel-partikel virus baru dari sel yang terinfeksi.Limfosit CD4+ yang terinfeksi mungkin tetap laten dalam keadaan provirus atau mungkin mengalami siklus-siklus replikasi sehingga menghasilkan banyak virus. Infeksi pada limfosit CD4+ juga dapat menimbulkan sipatogenitas melalui beragam mekanisme termasuk apoptosis (kematian sel terprogram), anergi (pencegahan fusi sel lebih lanjut), atau pembentukan sinsitium (fusi sel).

3.12

KLASIFIKASI STADIUM HIV-AIDS World Health Organization (WHO) membagi stadium klinis HIV dalam empat kelas, yaitu: Tabel 2. Stadium HIV menurut WHO Stadium I

Gejala Klinis a. Asimtomatik (tanpa keluhan dan tanpa gejala) b. Limfadenopati generalisata c. Skala penampilan I (asimtomatik dan aktivitas normal)

II

a. Berat badan menurun < 10% b. Manifestasi mukokutaneus ringan: dermatitis seboroik, prurigo, infeksi jamur di kuku, ulserasi oral berulang, dan chelitis angularis c. Herpes zoster dalam 5 tahun terakhir d. Infeksi saluran nafas bagian atas yang berulang e. Skala penampilan 2 (simtomatik, aktivitas normal)

III

a. Berat badan >10% b. Diare kronis lebih dari 1 bulan c. Demam lebih dari 1 bulan d. Kandidiasis oral e. TB paru f. Infeksi bakteri berat g. Skala penampilan 3 (pada umumnya lemah dan kurang dari 50% dalam masa 1 bulan terakhir terbaring di tempat tidur)

IV

a. Wasting , Pneumonia Pneumonitis Carinii (PCP)

b. Toxoplasmosis otak c. Diare kriptosporidiosis lebih dari satu bulan, kriptokokosis ekstra paru, infeksi Citomegalovirus Avium complex (MAC), septikemia salmonela nontifoid, TB ekstra paru limfoma, sarkoma kaposi, dan ensefalopati HIV d. Skala penampilan 4 (terbaring di tempat tidur lebih dari 50% dalam masa satu bulan terakhir)

3.13

PENATALAKSANAAN HIV/AIDS Secara umum penatalaksanaan HIV/AIDS terdiri atas beberapa jenis yaitu pengobatan untuk menekan replikasi virus HIV dengan obat antiretroviral (ARV), pengobatan untuk mengatasi berbagai penyakit infeksi opportunistik menyertai infeksi HIV/AIDS dan pengobatan suportif.  Terapi antiretroviral (ARV) Terapi anti-HIV yang dianjurkan saat ini adalah HAART (Highly-Active Antiretroviral Therapy), yang menggunakan kombinasi minimal tiga obat antiretroviral. Terapi ini terbukti efektif dalam menekan replikasi virus (viral load) sampe dengan kadar di bawah ambang deteksi. Waktu memulai terapi ARV harus dipertimbangkan dengan seksama karena obat ARV akan diberikan dalam jangka panjang. Obat ini adalah inhibitor dari enzim yang diperlukan untuk replikasi virus seperti reverse transcriptase (RT) dan protease. Inhibitor RT ini terdiri dari inhibitor dengan senyawa dasar nukleosid (nukleoside-based inhibitor) dan non nukleosid (nonnucleoside-based inhibitor). Obat ARV terdiri dari beberapa golongan seperti nucleoside reverse

transcriptase inhibitor (NRTI), non-nucleoside reverse transcriptase inhibitor (NNRTI), protease inhibitor (PI). Nucleoside Reverse Transcriprase Inhibitor atau NRTI merupakan analog nukleosida. Obat golongan ini bekrja dengan menghambat enzim reverse transcriptase selama proses transkripsi RNA virus pada DNA host. Analog NRTI akan mengalami fosforilasi menjadi bentuk trifosfat, yang kemudian secara kompetatif mengganggu transkripsi nukleotida. Akibatnya rantai DNA virus akan mengalami terminasi sedangkan analog NNRTI akan berikatan langsung dengan enzim reverse transkriptase dan mengaktifkannya. Obat yang termasuk dalam golongan NRTI antara lain Abacavir (ABC), Zidovudine (AZT), Emtricitabine (FTC), Didanosine (ddI), Lamivudine (3TC), dan Stavudin (d4T), Tenofovir. Obat yang termasuk NNRTI antara lain Efavirenz (EFV) , Nevirapine (NVP), Delavirdine. Protese Inhibitor (PI) bekerja dengan cara menghambat protease HIV. Setelah sintesis mRNA dan poliprotein HIV terjadi, tahap selanjutnya protease HIV akan memecah poliprotein HIV menjadi sejumlah protein fungsional. Dengan memberi PI, produksi virion dan perlekatan dengan sel pejamu masih terjadi, namum virus gagal berfungsi dan tidak infeksius terhadap sel. Yang termasuk golongan PI antara lain Ritonavir (RTV), Atazanavir (ATV), Fos Amprenavir (FPV), Indinavir (IDV), Lopinavir (LPV), dan Saquinavir (SQV). Terapi lini pertama yang direkomendasikan WHO adalah kombinasi dua obat golongan NRTI dengan satu obat golongan NNRTI. Kombinasi ini mempunyai efek yang lebih baik dibandingkan kombinasi obat yang lain dan membutuhkan biaya yang lebih sedikit karena terdapat generiknya. Analog thiacytadine (3 TC atau FTC)

merupakan obat pilihan dalam terapi lini pertama. 3 TC atau FTC dapat dikombinasi dengan analog nukleosida atau nukleosida seperti AZT, TDF, ABC, atau d4T. Didanosin (ddI) merupakan analog adenosine direkomendasikan untuk terapi lini kedua.  Evaluasi pengobatan Evalusi pengobatan dapat dilihat dari jumlah CD4+ didalam darah dan dapat digunakan untuk memantau beratnya kerusakan kekebalan tubuh akibat HIV. Kegagalan terapi dapat dilihat secara klinis dengan menilai perkembangan penyakit secara imunologis dengan menghitung CD4+ dan atau secara virologi dengan mengukur viralload. Kegagalan terapi terjadi apabila terjadi penurunan jumlah CD4+.  Konseling dan Edukasi Konseling dan edukasi perlu diberikan segera setelah diagnosa HIV/AIDS ditegakkan dan dilakukan secara berkesinambungan. Bahkan, konseling dan edukasi merupakan pilar pertama dan utama dalam penatalaksanaan HIV/AIDS, karena keberhasilan pencegahan penularan, pengendalian kepadatan virus dengan ARV, peningkatan CD4, pencegahan dan pengobatan IO dan juga komplikasi lainnya akan berhasil jika konseling dan edukasi berhasil dilakukan dengan baik. Pada konseling dan edukasi perlu diberikan pemahan tentang psikososial kepada ODHA agar mereka mampu mengerti, percaya diri dan tidak takut dengan status dan perjalanan HIV/AID, cara penularan, pencegahan dan juga pengobatan HIV/AIDS. Semuanya ini akan memberi keuntungan bagi ODHA dan lingkungannya.

3.14

PROGNOSIS Para peneliti telah mengamati dua pola umum penyakit pada anak yang terinfeksi HIV. Sekitar 20% dari anak-anak mengembangkan penyakit serius pada tahun pertama kehidupan, sebagian besar anak-anak ini meninggal pada usia 4 tahun. Perempuan yang terinfeksi HIV dan terdeteksi dini serta menerima pengobatan yang tepat, bertahan lama dari pada pria. Orang tua yang didiagnosis HIV tidak hidup selama orang muda yang memiliki virus ini. Meskipun ada upaya yang signifikan, namun tidak ada vaksin yang efektif terhadap HIV. Oleh kerena itu, hal ini dapat berakibat fatal jika tidak ada pengobatan.

3.15

TUBERKULOSIS PARU 3.15.1 Definisi Tuberkulosis paru (Tb paru) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang penyakit parenkim paru. Nama tuberkulosis berasal dari tuberkel yang berarti tonjolan kecil dan keras yang terbentuk waktu sistem kekebalan membangun tembok mengelilingi bakteri dalam paru. Tb paru ini bersifat menahun dan secara khas ditandai oleh pembentukan granuloma dan menimbulkan nekrosis jaringan. Tb paru dapat menular melalui udara, waktu seseorang dengan Tb aktif pada paru batuk, bersin atau bicara. 3.15.2 Klasifikasi Ada beberapa klasifikasi Tb paru yaitu menurut Depkes (2007) yaitu: a. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena: a) Tuberkulosis Paru.

Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru. tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus. b) Tuberkulosis Ekstra Paru. Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain. b. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu pada Tb Paru: a) Tuberkulosis Paru BTA Positif.  Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.  1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukkan gambaran tuberkulosis.  1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman Tb positif.  1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT. b) Tuberkulosis Paru BTA Negatif. Kriteria diagnostik Tb paru BTA negatif harus meliputi:  Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif.  Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis. Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.  Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.

c. Klasifikasi berdasarkan tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa tipe pasien yaitu: a) Kasus Baru. Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu). b) Kasus Kambuh (Relaps). Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh tetapi kambuh lagi. c) Kasus Setelah Putus Berobat (Default). Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif. d) Kasus Setelah Gagal (Failure). Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan. e) Kasus Lain. Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas, dalam kelompok ini termasuk kasus kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan (Depkes RI, 2006).

3.15.3 EPIDERMIOLOGI. a.

Personal Umur Tb Paru Menyerang siapa saja tua, muda bahkan anak-anak. Sebagian besar penderita Tb Paru di Negara berkembang berumur dibawah 50 tahun. Data WHO menunjukkan bahwa kasus Tb paru di negara berkembang banyak terdapat pada umur produktif 15-29 tahun. Penelitian Rizkiyani pada tahun 2008 menunjukkan jumlah penderita baru Tb Paru positif 87,6% berasal dari usia produktif (15-54 tahun) sedangkan 12,4 % terjadi pada usia lanjut (≤ 55 tahun).

Jenis Kelamin Penyakit Tb Paru menyerang orang dewasa dan anak-anak, laki-laki dan perempuan. Tb paru menyerang sebagian besar laki-laki usia produktif. Stasus Gizi Status nutrisi merupakan salah satu faktor yang menetukan fungsi seluruh sistem tubuh termasuk sistem imun.Sistem kekebalan dibutuhkan manusia untuk memproteksi tubuh terutama mencegah terjadinya infeksi yang disebabkan oleh `mikroorganisme. Bila daya tahan tubuh sedang rendah, kuman Tb paru akan mudah masuk ke dalam tubuh. Kuman ini akan berkumpul dalam paruparu kemudian berkembang biak.Tetapi, orang yang terinfeksi kuman TB Paru belum tentu menderita Tb paru. Hal ini bergantung pada daya tahan tubuh orang tersebut. Apabila, daya tahan tubuh

kuat maka kuman akan terus tertidur di dalam tubuh (dormant) dan tidak berkembang menjadi penyakt namun apabila daya tahan tubuh lemah makan kuman Tb akan berkembang menjadi penyakit.

Penyakit Tb paru Lebih dominan terjadi pada masyarakat yang status gizi rendah karena sistem imun yang lemah sehingga memudahkan kuman Tb Masuk dan berkembang biak. b.

Tempat Lingkungan. TB paru merupakan salah satu penyakit berbasis lingkungan yang ditularkan melalui udara. Keadaan berbagai lingkungan yang dapat mempengaruhi penyebaran Tb paru salah satunya adalah lingkungan yang kumuh,kotor. Penderita Tb Paru lebih banyak terdapat pada masyarakat yang menetap pada lingkungan yang kumuh dan kotor.

Kondisi Sosial Ekonomi. Sebagai penderita Tb paru adalah dari kalangan miskin. Data WHO pada tahun 2011 yang menyatakan bahwa angka kematian akibat Tb paru sebagaian besar berada di negara yang relatif miskin. c.

Waktu Penyakit Tb paru dapat menyerang siapa saja, dimana saja, dan kapan saja tanpa mengenal waktu. Apabila kuman telah masuk ke dalam tubuh pada saat itu kuman akan berkembang biak dan berpotensi untuk terjadinya Tb paru.

3.15.4 ETIOLOGI Penyakit Tb paru adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Mycobakterium tuberkulosis. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam sehingga dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA) 4. Sumber penularan adalah penderita tuberkulosis BTA positif pada waktu batuk atau bersin. Penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup ke dalam saluran pernafasan.Setelah kuman tuberkulosis masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernafasan, kuman tuberkulosis tersebut dapat menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah, saluran nafas, atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya. Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak menular. Seseorang terinfeksi tuberkulosis ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.

3.15.5 DIAGNOSIS Diagnosis tuberkulosis paru ditegakkan melalui pemeriksaan gejala klinis, mikrobiologi, radiologi, dan patologi klinik. Pada program tuberkulosis nasional,

penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama6. Pemeriksaan lain seperti radiologi, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya. Tidak dibenarkan mendiagnosis tuberkulosis hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis. a. Gejala 

Gejala Sistemik/Umum 1. Penurunan nafsu makan dan berat badan. 2. Perasaan tidak enak (malaise), lemah. 3. Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul.



Gejala Khusus

 Bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paruparu) akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara "mengi", suara nafas melemah yang disertai sesak.  Jika ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan keluhan sakit dada. b. Tanda Tanda-tanda yang di temukan pada pemeriksaan fisik tergantung luas dan kelainan struktural paru. Pada lesi minimal, pemeriksaan fisis dapat normal atau dapat ditemukan tanda konsolidasi paru utamanya apeks paru. Tanda

pemeriksaan fisik paru tersebut dapat berupa: fokal fremitus meingkat, perkusi redup, bunyi napas bronkovesikuler atau adanya ronkhi terutama di apeks paru. Pada lesi luas dapat pula ditemukan tanda-tanda seperti : deviasi trakea ke sisi paru yang terinfeksi, tanda konsolidasi, suara napas amporik pada cavitas atau tanda adanya penebalan pleura.

3.15.6 PATOGENESIS Sumber penularan Tb Paru adalah penderita Tb BTA+ ,Pada waktu batuk/bersin,penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk dropler (percikan dahak). a. Infeksi Primer Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di jaringan paru sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumoni, yang disebut sarang primer atau afek primer. Sarang primer ini mungkin timbul di bagian mana saja dalam paru, berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan kelihatan peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis regional). Afek primer bersama-sama dengan limfangitis regional dikenal sebagai kompleks primer. Kompleks primer ini akan mengalami salah satu nasib sebagai berikut: a) Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution adintegrum)

b) Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon, garis fibrotik, sarang perkapuran di hilus) c) Menyebar dengan cara perkontinuitatum menyebar kesekitarnya. 1. Salah satu contoh adalah epituberkulosis, yaitu suatu kejadian penekanan bronkus, biasanya bronkus lobus medius oleh kelenjar hilus yang membesar sehingga menimbulkan obstruksi pada saluran napas bersangkutan, dengan akibat atelektasis. Kuman tuberkulosis akan menjalar sepanjang bronkus yang tersumbat ini ke lobus yang atelektasis dan menimbulkan peradangan pada lobus yang atelektasis tersebut, yang dikenal sebagai epituberkulosis. 2. Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke paru sebelahnya atau tertelan. 3. Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Penyebaran ini berkaitan dengan daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi kuman. Sarang yang ditimbulkan dapat sembuh secara spontan, akan tetetapi bila tidak terdapat imuniti yang adekuat, penyebaran ini akan menimbulkan keadaan cukup gawat seperti itu berkulosismilier, meningitis tuberkulosis, typhobacillosis Landouzy. Penyebaran ini juga dapat menimbulkan tuberkulosis pada alat tubuh lainnya, misalnya tulang, ginjal, anak ginjal, genitalia dan sebagainya. Komplikasi dan penyebaran ini mungkin berakhir dengan:

 Sembuh dengan meninggalkan sekuele (misalnya pertumbuhan terbelakang pada anak setelah mendapat ensefalomeningitis, tuberkuloma).  Meninggal. Semua kejadian diatas adalah perjalanantuberkulosis primer.

Gambar 2. Skema Patogenesis Infeksi Primer Tb paru

b) Infeksi Post Primer Tuberkulosis postprimer akan muncul bertahun-tahun kemudian setelah tuberkulosis primer, biasanya terjadi pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis postprimer mempunyai nama yang bermacam-macam yaitu tuberkulosis

bentuk dewasa, localized tuberculosis, tuberkulosis menahun, dan sebagainya. Bentuk tuberkulosis inilah yang terutama menjadi masalah kesehatan masyarakat, karena dapat menjadi sumber penularan. Tuberkulosis postprimer dimulai dengan sarang dini, yang umumnya terletak di segmen apikal lobus superior maupun lobus inferior. Sarang dini ini awalnya berbentuk suatu sarang pneumoni kecil. Sarang pneumoni ini akan mengikuti salah satu jalan sebagai berikut: a) Diresopsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacatSarang tersebut akan meluas dan segera terjadi proses penyembuhan dengan penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan terjadi pengapuran dan akan sembuh dalam bentuk perkapuran. Sarang tersebut dapat menjadi aktif kembali dengan membentuk jaringan keju dan menimbulkan kaviti bila jaringan keju dibatukkan keluar. b) Sarang pneumoni meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa). Kaviti akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kaviti awalnya berdinding tipis, kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kaviti sklerotik). Kaviti tersebut akan menjadi:  Meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumoni baru. Sarang pneumoni ini akan mengikuti pola perjalanan seperti yang disebutkan di atas.  Memadat dan membungkus diri (enkapsulasi), dan disebut tuberkuloma. Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh, tetapi mungkin pula aktif kembali, mencair lagi dan menjadi kaviti lagi.

 Bersih dan menyembuh yang disebut open healed cavity, atau kaviti menyembuh

dengan

membungkus

diri

dan

akhirnya

mengecil.

Kemungkinan berakhir sebagai kaviti yang terbungkus dan menciut sehingga kelihatan seperti bintang (stellate shaped).

3.15.7 PENATALAKSANAAN Pengobatan tuberkulosis bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT. Mikobakteri merupakan kuman tahan asam yang sifatnya berbeda dengan kuman lain karena tumbuhnya sangat lambat dan cepat sekali timbul resistensi bila terpajan dengan satu obat. Umumnya antibiotika bekerja lebih aktif terhadap kuman yang cepat membelah dibandingkan dengan kuman yang lambat membelah. Sifat lambat membelah

yang dimiliki mikobakteri merupakan salah satu faktor yang menyebabkan perkembangan penemuan obat antimikobakteri baru jauh lebih sulit dan lambat dibandingkan antibakteri lain: Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah: INH, Rifampisin, Streptomisin, Etambutol. Jenisobattambahan lainnya (lini 2): Kanamisin, Amikasin,Kuinolon

Tabel 4. Jenis Dan Obat OAT

Pengobatan Tb paru pada orang dewasa di bagi dalam beberapa kategori yaitu 14:

Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3 Selama 2 bulan minum obat INH, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol setiap hari (tahap intensif), dan 4 bulan selanjutnya minum obat INH dan rifampisin tiga kali dalam seminggu (tahap lanjutan). Diberikan kepada:  Penderita baru TBC paru BTA positif.  Penderita TBC ekstra paru (TBC di luar paru-paru) berat.

Kategori 2 : HRZE/5H3R3E3 Diberikan kepada :  Penderita kambuh.  Penderita gagal terapi.  Penderita dengan pengobatan setelah lalai minum obat. Kategori 3 : 2HRZ/4H3R3 Diberikan kepada penderita BTA (+) dan rontgen paru mendukung aktif(10). Kategori 4: RHZES Diberikan pada kasus Tb kronik.

Tabel 5. Paduan pengobatan Tb paru

3.15.8 KOMPLIKASI Tb paru apabila tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan komplikasi.Komplikasi-komplikasi yang terjadi pada penderita Tb paru dibedakan menjadi dua, yaitu:  Komplikasi dini: komplikasi dini : pleuritis, efusi pleura, empiema, laryngitis, usus.  Komplikasi pada stadium lanjut: Komplikasi-komplikasi yang sering terjadi pada penderita stadium lanjut adalah: a) Hemoptisis masif (pendarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat mengakibatkan kematian karena sumbatan jalan nafas atau syok hipovolemik b) Kolaps lobus akibat sumbatan duktus c) Bronkietaksis (pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru d) Pnemotoraks spontan, yaitu kolaps spontan karena bula/blep yang pecah e) Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, sendi, ginjal, dan sebagainya

3.16 Anemia A. Definisi Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawah oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer. Secara praktis, anemia ditunjukan oleh penurunan kadar hemoglobin, hematocrit, atau hitung eritrosit. Tetapi yang paling lazim dipakai adalah kadar hemoglobin, kemudian hematocrit. Harus diingat bahwa terdapat keadaan-keadaan tertentu dimana ketiga parameter tersebut tidak sejalan dengan massa eritrosit, seperti pada dehidrasi, perdarahan akut dan kehamilan. Kadar hemoglobin dan eritrosit sangat bervariasi tergantung pada usia, jenis kelamin, ketinggian tempat tinggal serta keadaan fisiologis tertentu seperti misalnya kehamilan (Aru W. Sudoyo dkk, 2009) B. kriteria Anemia Harga normal hemoglobin sangat bervariasi secara fisiologik tergantung pada umur, jenis kelamin, adanya kehamilan dan ketinggian tempat tinggal. Oleh karena itu perlu ditentukan titik pemilah dibawah kadar mana kita anggap sebagai anemia. Di Negara barat kadar hemoglobin paling rendah untuk laki-laki adalah 14 g/dL dan untuk perempuan dewasa 12 g/dL. Peneliti lain memberikan angka yang berbeda yaitu 12 g/dL (hematocrit 38%) untuk perempuan dewasa, 11 g/dL (hematocrit 36%) untuk perempuan hamil dan 13 g/dL untuk laki-laki dewasa. WHO menetapkan cut off point anemia untuk keperluan penelitian lapangan seperti terlihat pada table 1

Table 1. Kriteria Anemia Menurut WHO 2008 Kelompok

Criteria anemia (Hb)

laki-laki dewasa (tidak hamil)

<13 g/dL

Wanita desawa (tidak hamil_

<12 g/dL

Wanita hamil

< 11 g/dL

C. Derajat Anemia Derajat anemia dapat diketahui dengan melihat kadar hemoglobin yang berada dibawah batas normal pada setiap kelompok umur tertentu. Klsifikasi derajat anemia yang umum dipakai adalah (WHO 2008): Table 2. Derajat Anemia Sesuai dengan kadar hemoglobin menurut WHO 2008 Derajat anemia

Kadar hemoglobin (g/dL)

Ringan sekali

10-Batas normal

Ringan

8-9,9

Sedang

6-7,9

Berat

<6

D. Etiologi Pada dasarnya anemia disebabkan oleh karena: 1) gangguan pembentukan eritrosit di sumsung tulang; 2) kehilangan darah keluar tubuh (perdarahan); 3) proses pengahancuran eritrosit dalam tubuh sebelum waktunya (hemolysis). Gambaran lebih rinci tentang etiologi anemia dapat dilihat pada table 3.

Table 3. klasifikasi Anemia Menurut Etiopatogenesis A. Anemia karena gangguan pembentukan eritrosit dalam sumsum tulang. 2. Kekurangan bahan esensial pembentukan eritrosit Anemia defisiensi besi Anemia defisiensi asam folat Anemia defisiensi vitamin B12 3. Gangguan penggunaan besi Anemia akibat penyakit kronik Anemia sideroblastik 4. Kerusakan sumsum tulang Anemia aplastic Anemia mieloptisik Anemia pada keganasan hematologi

Anemia akibat kekurangan eritropoietin: anemia pada gagal ginjal kronik B. Anemia akibat hemoragi 1. Anemia pasca perdarahan akut 2. Anemia akibat perdarahan kronik C. Anemia hemolitik 1. Anemia hemolitik intrakorpuskular a. Gangguan membrane eritrosit b. Gangguan anzim eritrosit : akibat defisiensi G6PD

c. Gangguan hemoglobin : thalassemia, hemoglobinopati 2. Anemia hemolitik ekstrakospukular a. Anemia hemolitik autoimun b. Anemia hemolitik mikroangiopatik c. Dll.

D. Anemia dengan penyebab tidak diketahui atau dengan pathogenesis yang kompleks.

E. Patofisiologi dan gejala anemia Gejala umum anemia adalah gejala yang timbul pada setiap kasus anemia, apapun penyebabnya, apabilah kadar hemoglobin turun dibawah harga tertentu. Gejala umum anemia ini timbul karena : anoksia organ, mekanisme kompensasi tubuh terhadap berkurangnya daya angkut oksigen. Gejala umum anemia menjadi jelas apabila kadar hemoglobin telah turun dibawah 7 g/dL. Berat ringannya gejala umum anemia tergantung pada derajat penurunan hemoglobin, kecepatan penurunan hemoglobin, usia, dan adanya kelainan jantung atau paru sebelumnya. F. Indikasi Transfusi Drah Transfuse darah umumnya >50% diberikan pada saat perioperatif dengan tujuan untuk menaikan kapasitas pengangkutan oksigen dan volume intravaskuler.

Kalau hanya menaikan volume intavaskuler saja cukup dengan koloid atau kristaloid (Latief dkk. 2010)

Indikasi transfuse darah ialah: 1. Perdarahan akut sampai Hb < 8 g/dL atau Ht < 30 %. Pada orang tua, kelainan paru, kelainan jantung Hb < 10 g/dL 2. Bedah mayor kehilangan darah > 20 % volume darah G. Pemeriksaan Laboratorium Anemia umumnya normokrom –normositer, meskipun banyak pasien mempunyai gambaran hipokrom dengan MCHC < 80 fL. Nilai retikulosit absolut dalam batas normal atau sedikit meningkat. Perubahan pada leukosit dan trombosit tidak konsisten, tergantung dari penyakit dasarnya. Penurunan Fe serum (hipoferemia) merupakan kondisi sinequa non untuk diagnosis anemia penyakit kronis. Keadaan ini timbul segera setelah onset suatu infeksi atau inflamasi dan mendahului terjadinya anemia. Konsentrasi protein pengikat Fe (transferrin) menurun menyebabkan saturasi Fe yang lebih tinggi daripada anemia defisiensi besi. Proteksi saturasi Fe ini relative mungkin mencukupi dengan meningkatkan transfer Fe dari suatu persediaan yang kurang dari Fe dalam sirkulasi kepada sel eritroid imatur. Penurunan kadar transferrin setalah suatu jejas terjadi lebih lambat daripada penurunan kadar Fe serum, disebabkan karena waktu paru transferrin lebih lama (8-12 hari) dibandingkan dengan Fe (90 menit) dan karena fungsi metabolic yang berbeda. H. Pengobatan Anemia

1. Mencari penyebab dan terapi yang rasional. Hal yang paling penting harus diperhatikan adalah jangan memberikan pengobatan anemia tanpa mengetahui penyebabnya. Dasar pemberian pengobatan dari penderita anemia adalah memberikan bahan-bahan yang kurang untuk produksi eritrosit, menghambat pencegahan eritrosit dan menghentikan pengeluaran eritrosit yang berlebihan yang memberi manifestasi perdarahan gastrointestinal atau bentuk perdarahan lain. 2. Bila anemia timbul sekunder akibat penyakit lain, dengan pengobatan penyakit dasarnya anemia akan membaik. Pada anemia jenis ini umumnya tidak diperlukan obat-obat antianemia kecuali bila progresif dan menimbulkan keluhan. 3. Tranfusi darah hanya diberikan pada: a. Perdarahan akut yang disertai dengan perubahan hemodinamik b. Pada anemia yang kronik, progresif dan terdapat keluhan 4. Bi;a terdapat kegagalan faal jantung penderita harus istirahat total dan diberikan diuretic.

BAB IV

PEMBAHASAN

Infeksi malaria adalah infeksi yang disebabkan oleh plasmodium dengan gejala mirip infeksi oleh virus yang biasa didahului dengan demam mendadak tinggi dan gejala prodormal lainnya. Namun beberapa individu mungkin memiliki antibody yang cukup kuat sehingga gejala klinis yang terjadi tidaklah khas untuk suatu infeksi. Anamnesa : demam sejak kurang lebih 3 hari yang lalu disertai mual muntah 3x sehari, ditambah mencret 3x dalam sehari, dan batuk-batuk kurang lebih 2 minggu. Pemeriksaan Penunjang : Tanggal 28 - 07 - 2018 pemeriksaan darah lengkap: Hb: 6.6 g/dL , RBC : 2.81 , HCT: 21.5 , PLT: 153 , SGOT : 83 , SGPT : 46. Terapi pada pasien ini diberikan terapi medikamentosa karena termasuk dalam anemia sedang/berat terapi yang diberikan adalah IVFD Nacl : D5 % 20 tpm Paracitamol 3x500mg Primakuin 1x1 (P.O), New diabet 3x2 (P.O), Sulfas Feresus 2X1 (P.O),Ondancentron 3x1 amp (iv), Ranitidine 2x1 amp (iv), Artesunat II vial (iv), Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala yang timbul akibat menurunnya sistem kekebalan tunuh yang didapat, disebabkan oleh infeksi human immunodeficiency virus (HIV). AIDS ini bukan merupakan suatu penyakit saja, tetapi merupakan gejala-gejala yang disebabkan oleh infeksi berbagai jenis mikroorganisme seperti, infeksi bakteri, virus, jamur, bahkan timbulnya keganasan akibat menurunnya daya tahan tubuh penderita.

Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan VCT Antibody Dan Imunologi (05-07-2018)

SD HIV ½ 3.0 HbsAg

REAKTIF Non Reaktif

Terapi pada pasien ini diberikan terapi medikamentosa : IVFD Nacl 0,9%, Paracitamol 3x500mg , Sulfas Feresus 2x1 (P.O), New Diabet 2x2 (P.O), OAT Lanjut, ARV 1X3 (P.O), Clindamisin 1x600 mg , Ondancentron 3x1/ 8 jam, Ranitidine 2x1 amp (iv). Tuberkulosis paru (Tb paru) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang penyakit parenkim paru. Nama tuberkulosis berasal dari tuberkel yang berarti tonjolan kecil dan keras yang terbentuk waktu sistem kekebalan membangun tembok mengelilingi bakteri dalam paru. Tb paru ini bersifat menahun dan secara khas ditandai oleh pembentukan granuloma dan menimbulkan nekrosis jaringan. Tb paru dapat menular melalui udara, waktu seseorang dengan Tb aktif pada paru batuk, bersin atau bicara. Terapi pada pasien ini diberikan terapi OAT Lanjut

Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer. Secara praktis, anemia ditunjukan oleh penurunan kadar hemoglobin, kemudian hematocrit. Anamnesa : pasien tampak lemah, lesu, letih, lelah, lunglai, dan penurunan konsentrasi.

Anemia umumnya adalah normokrom-normositer, meskipun banyak pasien mempunyai gambaran hipokrom dengan MCHC < 31 g/dL dan beberapa mempunyai sel mikrositer dengan MCV < 8 fL. Nilai retikulosit absolut dalam batas normal atau

sedikit meningkat. Perubahan pada leukosit dan trombosit tidak konsisten, tergantung dari penyakit dasarnya. Penatalaksanaannya Dasar pemberian pengobatan dari penderita anemia adalah memberikan bahan-bahan yang kurang untuk produksi eritrosit, menghambat pemecahan eritrosit dan menghentikan pengeluaran eritrosit yang berlebihan yang memberi manifestasi perdarahan gastrointestinal atau perdarahan yang lain. Pada pasien ini didapatkan pusing dan tubuh terasa lemah, nafsu makan menurun, penurunan berat badan (+), lesu, letih, lelah, lunglai, dan penurunan konsentrasi. Pemeriksaan fisik : ditemukan Konjungtiva Anemis pada kedua mata. Tanggal 06-07-2018 pemeriksaan darah lengkap: Hb: 6.6 g/dL , RBC : 2.81 , HCT: 21.5 , PLT: 153 , SGOT : 83 , SGPT : 46 Terapi pada pasien ini diberikan terapi medikamentosa karena termasuk dalam anemia sedang/berat terapi yang diberikan adalah Sulfas Feresus tab 2x1 dan tidak dilakukan tranfusi darah karena tidak ada perdarahan akut yang disertai dengan perubahan hemodinamik.

BAB V

KESIMPULAN

Penegakkan diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. pasien Tn. Y, umur 28 tahun yang beralamat di nafri seorang pekerja swasta datang ke rumah sakit dengan keluhan utama

demam

tinggi. Setelah dirawat pasien

terdiagnosis malaria ec. P. Falciparum dengan gejala klinis minimal. Setelah dirawat dengan pengobatan malaria kombinasi selama 5 hari pasien mengalami perbaikan dan diperbolehkan pulang.

Penegakkan diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan serum HIV digunakan pada awal penegakakn diagnosis, sedangkan pemeriksaan RNA HIV dan pemeriksaan CD4 dilakukan untuk membantu mengetahui prognosis dan dosis awal obat Pada terapi ARV. Tatalaksana dilakukan sesuai pedoman WHO, yang bertujuan untuk menekan jumlah virus, memelihara fungsi, dan mengurangi morbiditas dan mortalitas akibat HIV-AIDS.

Tuberkulosit (TB) masih menjadi salah satu penyakit yang paling mematikan. Tuberkulosit paru adalah infeksi paru oleh mycobacterium tuberculosit yang dapat menyebar ke segmen paru lainnya melalui bronki, atau ke organ lain melalui darah atau pembuluh getah bening. Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif melalui percik renik dahak yang dikeluarkan. Dengan melakukan pengobatan selama 6 bulan tanpa terputus. Untuk mencegah

agar tidak tejadi penularan; membuka jendela agar terjadi pertukaran udara, tutup mulut ketika batuk, menyediakan tempat membuang dahak.

Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawah oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer. Secara praktis, anemia ditujukkan oleh penurunan kadar hemoglobin, hematocrit, atau hitung eritrosit. Tetapi yang paling lazim dipakai adalah kadar hemoglobin, kemudian hematocrit.

DAFTAR PUSTAKA

1.

Nasroudin, Hadi W, Erwin AT, dkk. Penyakit infeksi di indonesia. Editor: Nasroudin, Hadi W, Erwin AT, dkk. Fakultas kedokteran airlangga: surabaya 2009: 441-48

2.

Harijanto PN, Nugroho A, Gunawan CA, Malaria dari molekuler Ke Klinis. Edisi Ke 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta: 2009 : 1-250

3.

Zulkarnaen I, Malaria Bera. Dalam: Ilmu penyakit dalam. Edisi ke-1. Fakultas Kedokteran Indonesia: Jakarta: 1999: 504-08

4.

Syafrudin D, Asih PB, Casey GJ, dkk. Moleculer Epidemiology of Plasmodium Falciparum Resistance to Antimalaria Drugs in Indonesia. 2005; 72: 174-82

5.

World Healt Organization. A global view of HIV infection. (Diakses pada tanggal 19mei-2016).

6.

Hal.50-3

World Healt Organization. Antiretroviral Therapi for HIV infection in Adults and Adolescents, Recommendation for a public healt approach, 2010 Revision. ( Diakses pada tanggal 19-mei 2016)

7.

WHO.

2014.

Global

Tuberkulosit

Report.

Available

from

:

http;//apps,who,int/iris/bitstream/10665/137094/1/9789241564809 eng.pdf 8.

PDPI.2006. Tuberkulosit pedoman dan penatalaksanaan di Indonesia. Available from: http;//www.klikpdpi.com/consensus/tb/tb.html

9.

Supandiman, I., dan Fadjari, H. (2015). Anemia pada penyakit kronis. Dalam ; Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, (hal 2644-2646). Jakarta : Interna Publishing

10. Buku ajar Ilmu penyakit dalam, 2009. Halaman 1109-1111. Jilid II, Edisi V. editor: Aru W. Sudoyo, Bambang Setiyohadi, Idrus Alwi, Marcellus Simadibrata K, Siti Setiati. Pusat penerbitan ilmu penyakit dalam diponogoro 71 jakarta pusat. 11. Gan, S. (2012). Farmakologi dan Terapi (5 ad). Jakarta : Balai FKUI

Related Documents

Laporan Kasus
June 2020 61
Laporan Kasus
June 2020 56
Laporan Kasus
June 2020 53
Laporan Kasus
June 2020 47
Laporan Kasus
July 2020 55

More Documents from "Himmah Binafsiha"