Laporan Kasus Ujian An. S.docx

  • Uploaded by: Santa Teresa
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Laporan Kasus Ujian An. S.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,288
  • Pages: 25
LAPORAN KASUS UJIAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN An. S DENGAN GANGGUAN SISTEM PERNAFASAN: BRONKOPNEUMONIA DI RUANG IRENE 3

Diajukan untuk memenuhi tugas Praktek Keperawatan Anak

Disusun oleh: Erya Oktavianty 30140116021

PROGRAM STUDI DIPLOMA 3 KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHTAN SANTO BORROMEUS Jalan Parahyangan Kav.8 Blok B/1, Kota Baru Parahyangan 2019

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis mengucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan pertolongan-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Pasien An. S Dengan Gangguan Sistem Pernafasan: Bronkopneumonia”. Dalam penulisan makalah ini penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing mata kuliah Keperawatan Anak Linda Sari Barus., M.Kep., Ns.,Sp.Kep.An. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak terdapat kekurangan. Untuk itu, penulis mengaharapkan adanya kritikan dan saran yang membangun guna kesempurnaan makalah ini. Selanjutnya penulis berharap dapat menambah wawasan teman-teman dengan adanya materi ini, akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Padalarang, Maret 2019

Penulis

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Pneumonia sebenarnya bukan penyakit baru. American Lung Association misalnya, menyebutkan hingga tahun 1936 pneumonia menjadi penyebab kematian nomor satu di Amerika. Penggunaan antibiotik membuat penyakit bisa di kontrol beberapa tahun kemudian. Namun, tahun 2000 kombinasi pneumonia dan influenza kembali merajalela dan menjadi penyebab kematian ke tujuh di negara itu (Setiawan, 2009). Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paruparu (alveoli). Terjadinya pneumonia pada anak seringkali bersamaan dengan proses infeksi akut pada bronkus ( biasa disebut bronchopneumonia ). Gejala penyakit ini berupa napas cepat dan sesak, karena paru meradang secara mendadak. Batas napas cepat adalah frekuensi pernapasan sebanyak 50 kali per menit atau lebih pada anak usia 2 bulan sampai kurang dari 1 tahun, dan 40 kali per menit atau lebih pada anak usia 1 tahun sampai kurang dari 5 tahun. Pada anak usia di bawah 2 bulan tidak dikenal diagnosa pneumonia (Setiawan, 2009). Secara global, sekitar 1,6 juta kematian setiap tahun disebabkan oleh penyakit yang disebabkan oleh 'Streptokokus pneumoiae' (pneumococcal disease), di dalamnya 700.000 hingga satu juta Balita terutama berasal dari negara berkembang. Dilaporkan, di kawasan Asia - Pasifik diperkirakan sebanyak 860.000 Balita meninggal setiap tahunnya atau sekitar 98 anak setiap jam. Secara nasional angka kejadian Pneumonia belum diketahui secara pasti, data yang ada baru berasal dari laporan Subdit ISPA Ditjen P2M-PL Depkes RI tahun 2007. Dalam laporan tersebut disebutkan, dari 31 provinsi ditemukan 477.429 anak Balita dengan pneumonia atau 21,52 persen dari jumlah seluruh Balita di Indonesia. Proporsinya 35,02 persen pada usia di bawah satu tahun dan 64,97 persen pada usia satu hingga empat

tahun. Jika dirata-ratakan, sekitar 2.778 anak meninggal setiap harinya akibat pneumonia (Suriani, 2009). Pneumonia merupakan masalah kesehatan di dunia karena angka kematiannya tinggi, tidak saja di negara berkembang,tapi juga di negara maju seperti AS, Kanada dan negara – negara Eropa.Di AS misalnya, terdapat dua juta sampai tiga juta kasus pneumonia per tahun dengan jumlah kematian rata – rata45.000 orang dan angka kematian akibat pneumonia mencapai 25 % di Spanyol dan 12 % atau 25. 30 per 100.000 penduduk di Inggris. Dari data SEMIC Healt Statistik 2001 influenza dan pneumonia merupakan penyebab kematian nomor 6 di Indonesia, nomor 9 di Brunei, nomor 7 di Malaysia, nomor 3 di Singapora,nomor 6 di Thailand dan nomor 3 di Vietnam. Laporan WHO 1999 menyebutkan bahwa penyebab kematian tertinggi akibat penyakit infeksi di dunia adalah infeksi saluran nafas akut temtasuk pneumonia (Setiawan, 2009). Di Indonesia, pneumonia merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah kardiovaskuler dan tuberkolosis. Faktor social ekonomi yang rendah memper tinggi angka kematian. Penanggulangan penyakit pneumonia menjadi fokus ketiga dari program P2ISPA (Penanggulangan Penyakit Infeksi saluran Pernapasan Akut). Program ini mengupayakan agar istilah Pneumonia lebih dikenal masyarakat, sehingga memudahkan kegiatan penyuluhan dan penyebaran informasi tentangpenangulangan Pneumonia (Setiawan, 2009).

B. Tujuan Penulisan Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak dan mengetahui tentang asuhan keperawatan pada gangguan sistem pernafasan akibat peradangan pada paru-paru salah satunya Bronchopneumonia.

C. Metode Penulisan Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah dengan metode perpustakaan, juga berdasarkan teori dan dengan metode tinjauan kasus.

D. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan pada makalah ini terdiri dari BAB I yaitu Latar Belakang, Tujuan Penulisan, dan Sistematika Penulisan. BAB II terdiri dari Konsep Dasar Kasus yang berisi Pengertian, Anatomi & Fisiologi, Etiologi, Patofisiologi, Manifestasi Klinis, Komplikasi, Test Diagnostik, dan Penatalaksanaan. Konsep Asuhan Keperawatan pada Bronchopneomonia berisi Pengkajian, Diagnosa Keperawatan, Perencanaan Keperawatan, Implementasi Keperawatan, dan Evaluasi Keperawatan. BAB IV berisi mengenai pembahasan dan BAB V terdiri dari Simpulan, Saran, dan lampiran Daftar Pustaka.

BAB II TINJAUAN TEORI

A. KONSEP DASAR MEDIS 1. Definisi Bronchopneumoni adalah salah satu jenis pneumonia yang mempunyai pola penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi di dalam bronchi dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya (Smeltzer dan Suzanne, 2002). Bronchopneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, ataupun benda asing yang ditandai dengan gejala panas yang tinggi, gelisah, dyspnea, nafas cepat dan dangkal, muntah, diare, serta batuk kering dan produktif (Aziz Alimul Hidayat, 2008). Bronchopneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai bronkus/bronkiolus dan juga mengenai alveolus di sekitarnya,yang berupa distribusi berbentuk bercak-bercak (patchy distribution) (Bradley et.al;2011).

2. Anatomi Sistem Pernafasan Organ pernapasan berguna bagi transportasi gas-gas dimana organorgan persarafan tersebut dibedakan menjadi bagian dimana udara mengalir yaitu rongga hidung, pharynx, larynx, trachea, dan bagian paru-paru yang berfungsi melakukan pertukaran gas-gas antara udara dan darah.

a. Bronkus yang terbentuk dari belahan dua trachea pada ketinggian kira-kira vertebralis torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan trachea yang dilapis oleh jenis sel yang sama. 1) Bronkus primer (utama), memiliki ukuran yang lebih pendek, lebih tebal, dan lebih lurus dibandingkan bronkus primer kiri. 2) Bronkus sekunder, merupakan percabangan lanjut dari bronkus primer. 3) Bronkus tersier, merupakan lanjutan percabangan bronkus sekunder yang tentunya memiliki ukuran yang lebih kecil dan sempit. 4) Bronchiolus terminal, merupakan percabangan bronkus yang di dalamnya sudah tidak terdapat lendir dan silia. Bronkus memiliki beberapa sel, yaitu: 1) Sel mast, sel yang berfungsi untuk fagositosis 2) Sel sillia, sel yang berfungsi untuk reflek batuk sehingga dapat mengeluarkan benda asing yang masuk ke dalam organ pernapasan bagian bawah. 3) Sel goblet, sel yang berfungsi untuk pengeluaran sputum. b. Alveoli Paru terbentuk oleh sekitar 300 juta alveoli. Terdapat tiga jenis sel-sel alveolar, sel alveolar tipe I adalah sel epitel yang membentuk dinding alveolar. Sel alveolar tipe II sel – sel yang aktif secara metabolik, mensekresi surfactan, suatu fosfolipid yang melapisi permukaan dalam dan mencegah alveolar agar tidak kolaps. Sel alveolar tipe III adalah makrofag yang merupakan sel sel fagositosis yang besar yang memakan benda asing dan bekerja sebagai mekanisme pertahanan penting.

1) Pleura Visceral (selaput dada pembungkus) yaitu selaput paru yang langsung membungkus paru-paru. 2) Pleura Parietal yaitu selaput yang melapisi rongga dada sebelah luar. Antara kedua pleura ini terdapat rongga (kavum) yang disebut kavum pleura. Pada keadaan normal, kavum pleura ini vakum (hampa udara) sehingga paru-paru dapat berkembang kempis dan juga terdapat sedikit cairan (eksudat) yang berguna untuk meminyaki permukaannya (pleura), menghindarkan gesekan antara paru-paru dan dinding dada sewaktu ada gerakan bernafas.

3. Fisiologi Pernafasan Pernafasan paru merupakan pertukaran oksigen dan karbon dioksida yang terjadi pada paru-paru. Pernafasan melalui paru-paru atau pernafasan eksterna, oksigen diambil lewat mulut dan hidung pada waktu bernafas yang oksigen masuk melalui trakea sampai ke alveoli berhubungan dengan darah dalam kapiler pulmonar. Alveoli memisahkan oksigen dari darah oksigen menembus membran, diambil

oleh sel darah merah dibawa ke jantung dan dari jantung dipompakan seluruh tubuh. Berikut adalah proses pernafasan yang terjadi setiap kali bernafas. a. Ventilasi Pulmoner, gerakan pernapasan yang menukar udara dalam alveoli dengan udara luar. b. Difusi, proses pertukaran gas antara darah pada kapiler paru dengan alveoli. Proses difusi ini terjadi karena adanya perbedaan tekanan, gas berdifusi dari tekanan tinggi ke tekanan rendah. c. Transportasi, pendistribusian oksigen yang telah berikatan dengan hemoglobin di aliran darah ke seluruh tubuh. d. Perfusi, pertukaran O2 dan CO2 ke sel jaringan.

4. Etiologi a. Bakteri: Diploccus pneumonia, Pneumococcus, Streptococcus, Staphylococcus. b. Virus: Rerspiratory syntical

virus,

virus

influenza, virus

sitomegalik. c. Jamur:

Citoplasma

Capsulatum,

Criptococcus

Nepromas,

Blastomices Dermatides, Aspergillus Sp, Candinda Albicans, Mycoplasma Pneumonia. Aspirasi benda asing. d. Faktor pencetus 1) Gizi buruk/kurang 2) Berat badan lahir rendah(BBLR). 3) Tidak mendapatkan ASI yang memadai. 4) Imunisasi yang tidak lengkap. 5) Polusi udara. 6) Kepadatan tempat tinggal.

5. Patofisiologi Dalam keadaan sehat pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme, keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru. Terdapatnya bakteri di dalam paru merupakan ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, sehingga mikroorganisme dapat berkembang biak dan berakibat timbulnya infeksi penyakit. Masuknya mikroorganisme ke dalam saluran nafas dan paru dapat melalui berbagai cara, antara lain: a. Inhalasi langsung dari udara. b. Aspirasi dari bahan-bahan yang ada di nasofaring dan orofaring. c. Perluasan langsung dari tempat-tempat lain. d. Penyebaran secara hematogen. Mekanisme daya tahan traktus respiratorius bagian bawah sangat efisien untuk mencegah infeksi yang terdiri dari: a. Susunan anatomis rongga hidung. b. Jaringan limfoid di nasofaring. c. Bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktus respiratorius dan sekret lain yang dikeluarkan oleh sel epitel tersebut. Refleks epiglotis yang mencegah terjadinya aspirasi sekret yang terinfeksi. Drainase sistem limfatis dan fungsi menyaring kelenjar limfe regional. Fagositosis aksi limfosit dan respon imunohumoral terutama dari IgA. Sekresi enzim – enzim dari sel-sel yang melapisi trakeobronkial yang bekerja sebagai antimikroba yang non spesifik. Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui jalan nafas sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan jaringan sekitarnya. Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu : a.

Stadium I (4 – 12 jam pertama/kongesti) Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal

ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi.

Hiperemia

ini

terjadi

akibat

pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin. b. Stadium II (48 jam berikutnya) Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam. c. Stadium III (3 – 8 hari) Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak

lagi mengalami kongesti. d. Stadium IV (7 – 11 hari) Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula. Jika bakteri telah menginfeksi saluran nafas dan sudah masuk ke dalam aliran pembuluh darah, bakteri tersebut akan menginfeksi sistem vaskuler sehingga dapat menyebabkan gangguan pada sistem pencernaan dan dapat menimbulkan sepsis pada penderita.

6. Tanda Dan Gejala a. Biasanya didahului infeksi traktus respiratoris atas. b. Demam (39o – 40oC) kadang-kadang disertai kejang karena demam yang tinggi. c. Penderita sangat gelisah, dan adanya nyeri dada yang terasa ditusuk-tusuk, yang dicetuskan oleh bernafas dan batuk. d. Pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis sekitar hidung dan mulut. e. Kadang-kadang disertai muntah dan diare. f. Adanya bunyi tambahan pernafasan seperti ronchi, whezing. g. Rasa lelah akibat reaksi peradangan dan hipoksia apabila infeksinya serius. h. Ventilasi mungkin berkurang akibat penimbunan mokus yang menyebabkan atelektasis absorbsi. i. Terlihat bercak-bercak di daearh bronkus dan alveoli.

7. Komplikasi a. Atelektasis (colaps,tidak ada udara masuk ke alveoli). Atelektasis dapat terjadi pada satu atau satu bagian lobus. Daerah ini biasanya bersih dengan batuk efektif dan pernafasan dalam.

b. Abses paru. Abses paru bukan komplikasi yang umum pada pneumonia. Akan tetapi itu dapat terjadi pada pneumonia karena Saureus dan organisme gram-negatif. c. Emphyema. Akumulasi eksudat purulent di dalam ruang pleura. Terjadi kurang dari 5% dan memerlukan terapi antibiotic dan pembuangan eksudat oleh pembuluh dada atau pembedahan terbuka. d. Meningitis. Meningitis dapat terjadi karena S.pneumoniae . Dimana pasien dengan pneumonia biasanya bingung,susah memahami sesuatu,atau mengantuk. e. Sepsis. Sepsis dapat terjadi ketika bakteri dalam alveoli masuk ke pembuluh darah. Sepsis hebat dapat mengakibatkan syok dan Multisystem Organ Dysfunction Syndrome (MODS).

8. Tes Diagnostik a. Riwayat dan pemeriksaan fisik,sering menyatakan sejumlah informasi untuk membuat keputusan yang paling tepat tanpa tes laboratorium yang mahal. b. X-ray dada, sering digunakan untuk menunjukkan sebuah tipikal karakteristik organisme yang menginfeksi dan penting untuk memastikan diagnosa mengenai. c. Gram stain pada sputum d. Pengkulturan sputum dan test sensivitas e. Pulse oximetry f. Darah rutin g. Kultur darah

9. Penatalaksanaan a. Penatalaksanaan medis Pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi. Akan tetapi, karena hal itu perlu waktu dan pasien perlu terapi secepatnya maka biasanya diberikan:

1) Penisilin ditambah dengan cloramfenikol atau diberikan antibiotic yang mempunyai spectrum luas seperti ampisilin. Pengobatan ini diteruskan sampai bebas demam 4-5 hari. 2) Pemberian O2 3) Karena sebagian besar pasien jatuh kedalam asidosis metabolic akibat kurang makan dan hipoksia, maka dapat diberikan koreksi sesuai dengan hasil analisis gas darah arteri 4) Pasien pneumonia ringan tidak perlu dirawat di RS b. Penatalaksnaan Keperawatan 1) Menjaga kelancaran pernafasan Klien pneumonia berada dalam keadaan dispnea dan sianosis karena adanya radang paru dan banyak lendir didalam bronkus atau paru. Agar klien dapat bernafas secara lancer, lendir tersebut harus dikeluarkan dan untuk memenuhi kebutuhan O2 perlu dibantu dengan memberikan O2 2l/mnt secara rumat. 2) Kebutuhan istirahat Klien pneumonia adalah klien paya, suhu tubuhnya tinggi, sering hiperpireksia maka klien perlu cukup istirahat, semua kebutuhan klien harus ditolong ditempat tidur. Usahakan pemberian obat secara tepat, usahakan keadaan tenang dan nyaman agar pasien dapat istirahat sebaik baiknya. 3) Kebutuhan nutrisi dan cairan Pasien bronkopneumonia hamper selalu mengalami masukan makanan yang kurang. Suhu tubuh yang tinggi selama beberapa hari dan masukan cairan yang kurang dapat menyebabkan dehidrasi. Untuk mencegah dehidrasi dan kekurangan kalori dipasang infuse dengan cairan glukosa 5% dan NaCl 0,9% 4) Mengontrol suhu tubuh Pasien bronkopneumonia sewaktu waktu dapat mengalami hipereksia untuk itu maka harus dikontrol suhu tiap jam dan

dilaksanakan kompres serta obat obatan satu jam setelah dikompres dicek kembali apakah suhu turun. c. Penatalaksanaan Lingkungan 1) Sanitasi lingkungan Sanitasi lingkungan yang baik dapat mencegah terjadinya penyakit bronkopneumoni. 2) Ventilasi udara yang cukup Ventilasi udara yang cukup dapat meminimalisir penularan penyakit bronkopneumoni dikarenakan pergantian/sirkulasi udara menjadi lebih mudah sehingga tidak pengap. 3) Rumah terpapar sinar matahari yang cukup 4) Terhindar dari polusi udara Keadaan lingkungan yang memiliki udara yang cukup baik akan memberikan dampak positif bagi kesehatan sistem pernapasan.

10. Pencegahan Bronkopneumonis Pada anak a. Hindari anak dari adanya paparan asap rokok, polusi dan tampak keramaian yang berpotensi terjadinya penularan. b. Hindari kontak langsung anak dengan penderita ISPA. c. Membiasakan pemberian ASI, segera berobat bila terjadi demam, batuk dan pilek, terlebih disertai suara serak dan sesak pada anak. d. Immunisasi Hb untuk kekebalan terhadap Hemophilus influenza.

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN 1. Anamsesis a. Identitas klien Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, dan diagnosis medis. b. Keluhan utama Klien terlihat sangat gelisah, dispnea, pernapasan cepat dan dangkal, diserai pernapasan cuping hidung, serta sianosis sekitar hidung dan mulut. Kadang disertai muntah dan diare atau diare, anoreksia dan muntah. c. Riwayat penyakit sekarang Bronkopneumonia

biasanya

didahului

oleh

infeksi

saluran

pernapasan bagian atas selama beberapa hari. Suhu tubuh dapat naik sangat mendadak sampai 39-40ºC dan kadang disertai kejang karena demam yang tinggi. d. Riwayat penyakit dahulu Pernah menderita penyakit infeksi yang menyebabkan sistem imun menurun. e. Riwayat tumbuh kembang Motorik kasar dan motorik halus. f. Riwayat penyakit keluarga Anggota keluarga lain yang menderita penyakit infeksi saluran pernapasan dapat menularkan kepada anggota keluarga yang lainnya.

2. Pemeriksaan Fisik a. Sistem Respirasi Inspeksi

: adanya pernapaasn cuping hidung, sianosis sekitar

hidung dan mulut, retraksi sela iga serta penggunaan otot bantu pernapasan.

Palpasi

: stem fremitus yang meningkat pada sisi yang sakit.

Perkusi

: sonor memendek.

Auskultasi

: suara pernapasan krekles lembab, kasar.

b. Sistem Kardiovaskuler Inspeksi

: kulit terlihat abu-abu/sianosis perifer, pucat dapat

menandakan anemia, peningkatan tekanan darah. Perkusi

: redup

Austultasi

: peningkatan frekuensi jantung/takikardi.

c. Sistem Gastrointestinal Auskultasi

: dapat ditemukan bising usus tidak normal < 5 -

>30x/menit Inspeksi

: turgor kulit buruk, berkeringat.

Gejala

:Mual/muntah

Nafsu

makan

buruk/anoreksia

(emfisema) Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernafasan Tanda : Turgor kulit buruk, berkeringat, palpitasi abdominal dapat menyebabkan hepatomegali. d. Aktifitas/istirahat Gejala : Keletihan, malaise Ketidakmampuan melakukan aktifitas sehari-hari karena sulit bernafas. Ketidakmampuan untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk tinggi Dispnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktifitas atau istirahat. Tanda: Keletihan, Gelisah/insomnia, kelemahan umum/kehilangan masa otot.

3. Diagnosa Keperawatan a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sputum. b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolus kapiler, gangguan kapasitas pembawa oksigen. c. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses inflamasi dalam alveoli. d. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan cairan berlebih. e. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi. f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan insufisiensi oksigen. 4. Implementasi Melakukan tindakan yang di intervensikan/direncanakan.

5. Evaluasi Respon atau hasil dari implementasi atau tindakan yang telah di bererikan.

C. KONSEP DASAR TUMBUH KEMBANG ANAK USIA 2 TAHUN 1. Definisi Pertumbuhan merupakan perubahan kuantitatif yaitu peningkatan jumlah dan ukuran sel yang akan menghasilkan peningkatan ukuran dan berat seluruh atau sebagian bagian sel sedangkan perkembangan merupakan perubahan kualitatif yaitu perubahan fungsi tubuh yang terjadi secara bertahap dari tingkat yang paling rendah ke tingkat yang paling tinggi melalui proses kematangan dan belajar (Wong, 2009). Pertumbuhan dan perkembangan mempunyai arti yang berbeda. Pertumbuhan berdampak terhadap aspek fisik sedangkan perkembangan berkaitan dengan pematangan fungsi organ dan individu. Kedua kondisi tersebut saling berkaitan dan berpengaruh pada tumbuh kembang pada setiap anak. Pertumbuhan

masa

prasekolah

pada

anak

yaitu

pada

pertumbuhan fisik, khususnya berat badan mengalami kenaikan ratarata pertahunnya adalah 2 kg, kelihatan kurus, akan tetapi aktivitas motoriknya tinggi, dimana sistem tubuh sudah mencapai kematangan, seperti

berjalan,

melompat,

dan

lain -lain. Sedangkan

pada

pertumbuhan tinggi badan anak kenaikannya rata-rata akan mencapai 6,75-7,5 cm setiap tahunnya (Hidayat, 2009). Perkembangan merupakan proses yang tidak akan berhenti. Masa prasekolah merupakan fase perkembangan individu dapat usia 2-6

tahun, perkembangan

perkembangan

yang

pada

masa

ini

merupakan

masa

pendek tetapi merupakan masa yang sangat

penting (Fikriyanti, 2013).

2. Aspek–Aspek Pertumbuhan dan Perkembangan a. Aspek Pertumbuhan Untuk

menilai

pertumbuhan

anak

dilakukan

pengukuran

antropometri, pengukuran antropometri meliputi pengukuran berat

badan,

tinggi

badan (panjang badan), lingkar kepala.

Pengukuran

berat

badan

digunakan

untuk

menilai

hasil

peningkatan atau penurunan semua jaringan yang ada pada tubuh, pengukuran tinggi badan digunakan untuk menilai status perbaikan gizi disamping faktor genetik sedangkan pengukuran lingkar kepala dimaksudkan untuk menilai pertumbuhan otak. Pertumbuhan otak kecil (mikrosefali)

menunjukkan

adanya

reterdasi mental, apabila otaknya besar (volume kepala meningkat) terjadi akibat penyumbatan cairan serebrospinal. b. Ciri Pertumbuhan Anak 2Tahun 1) Berat Badan Pertambahan berat badan anak umur 1-2 tahun : 0,2 kg/bln. Berat badan normal anak pada umur 2 tahun yaitu 9 – 14,8 kg untuk anak perempuan dan 9,7 – 15,3 kg untuk anak laki-laki. 2) Tinggi Badan Secara garis besar, tinggi badan anak dapat diperkirakan sebagai berikut: 2 -12 tahun: umur (tahun) x 6 + 77 Tinggi badan pada anak usia 2 tahun 80 – 92,9 cm untuk anak perempuan dan 81,7 – 93,9 cm untuk anak laki-laki. 3) Lingkar kepala Pertambahan ukuran lingkar kepala meliputi: a) Pada tahun ke-2 menjadi 46,9 - 49,5 cm ( + 2,5 cm) Berat otak sebesar 1/8 berat total bayi

paling pesat

berkembang pada usia 2 tahun. Berat otak kecil sebesar 3x berat badan setelah bayi berusia 2 tahun. Pengukuran lingkar kepala dipakai untuk mengetahui pertumbuhan dan perkembangan otak anak. Pengukuran dilakukan pada diameter occipitofrontal dengan mengambil rerata 3 kali pengukuran sebagai standar.

4) Pertumbuhan Gigi Pada umumnya anak usia 2 – 3 taun sudah memiliki gigi susu lengkap yang berjumlah 20 buah dengan 10 di rahang atas dan 10 di rahang bawah. c. Aspek Perkembangan Motorik Anak Usia 2 – 3 Tahun 1) Motorik kasar (gross motor) Motorik kasar (gross motor) merupakan keterampilan yang meliputi aktivitas otot yang besar seperti gerakan lengan dan berjalan (Santrock, 2011). a) Mulai dapat memanjat dan melompat. b) Mulai kenal irama dan mulai membuat gerakan-gerakan yang berkaitan dengan menari. c) Melompat dengan 2 kaki. d) Berdiri dengan satu kaki selama beberapa saat. e) Naik turun 4-6 anak tangga tanpa bantuan dan biasanya tidak jatuh. f)

Menaiki dan mendorong benda keras seperti meja, kursi, dan lain-lain.

g) Bermain dengan bola (melempar, menangkap dan menggulirkan). h) Dapat berjalan jinjit, berjingkat-jingkat mengambil objek dari lantai tanpa terjatuh. i)

Melempar bola dengan kedua tangan di atas kepala.

2) Motorik halus Motorik halus (fine motor Skills) Motorik halus Motorik

halus

(fine

motor

Skills)

merupakan keterampilan fisik yang melibatkan otot kecil dan koordinasi meta dan tangan yang memerlukan koordinasi yang cermat (Papilia, Old & Feldman, 2010). a) Melakukan kegiatan dengan satu lengan, seperti mencoratcoret dengan alat tulis.

b) Menggunakan sendok dan garpu tanpa menumpahkan makanan. c) Melepas kancing jepret. d) Membuka halaman buku berukuran besar satu persatu. e) Memegang gunting dan mulai memotong kertas. f) Memakai dan melepas sepatu berperekat/tanpa tali. g) Melepas celana dan baju sederhana. h) Memegang pensil/krayon besar. i) Menyikat gigi dan menyisir rambut sendiri. 3) Bahasa (language) Bahasa

(language)

adalah

kemampuan

untuk

memberikan respon terhadap suara, mengkuti perintah dan dan berbicara spontan. Pada perkembangan bahasa diawali mampu menyebut hingga empat gambar, menyebut satu hingga dua warna, menyebutkan kegunaan benda, menghitung, mengartikan dua kata, meniru berbagai bunyi, mengerti larangan dan sebagainya (Hidayat, 2009) a) Bahasa yang dipergunakan dapat dimengerti orang lain, meskipun masih sering membuat kesalahan. b) Menyebutkan tiga buah angka yang berurutan. c) Umumnya kalimat terdiri dari 4 sampai 5 kata. d) Menggunakan kata aku atau saya untuk menunjuk dirinya. e) Dapat menyebutkan namanya sendiri. f) Kosa kata berjumlah lebih dari 1000 kata. g) Memberi jawaban yang relevan jika ditanya. h) Dapat melakukan 2 sampai 4 kegiatan dengan instruksi yang berhubungan. i) Mengerti

arti

hubungan

jika

menggunakan

“kalau……”, ”kemudian……” dan “karena…..”. j) Mengerti konsep besar dan kecil, panjang dan pendek.

kata

k) Mulai mengerti kata yang menerangkan waktu seperti: “Besok kita akan ke rumah nenek”. 4) Perilaku sosial (personal social) Perilaku sosial (personal social) adalah aspek yang berhubungan dengan kemampuan mandiri, bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungannya. Perkembangan adaptasi sosial pada anak prasekolah yaitu dapat berrmain dengan permainan

sederhana,

mengenali

anggota

keluarganya,

menangis jika dimarahi, membuat permintaan yang sederhana dengan gaya tubuh, menunjukan peningkatan kecemasan terhadapa perpisahan dan sebagainya (Hidayat, 2009). a) Dapat mematuhi perintah sederhana. b) Sudah mulai memperlihatkan rasa cemburu/iri terhadap saudaranya. c) Merasa sulit untuk berbagi dengan orang lain dan menunjukkan perasaan bersaing. d) Mencoba memaksakan kehendaknya pada orang lain. e) Ingin mandiri (mengerjakan segala sesuatunya sendiri) tapi masih mencari peneguhan orang dewasa. f) Minat bermain ditunjukkan dengan cara memperhatikan temannya ketika bermain dan segera bergabung bila tertarik. g) Dapat bekerja sama dengan orang dewasa dalam sejumlah aktivitas sederhana. h) Makan sendiri tanpa banyak bantuan. i) Menuangkan

air/pasir

dari teko (botol)

ke dalam

gekas/cangkir/wadah lainnya. j) Mencuci tangan tanpa bantuan. k) Menggunakan toilet sendiri (namun masih memerlukan bantuan untuk membersihkan dan memakai baju kembali). l) Bermain dengan anak lain, melakukan interaksi

3. Tahap Tumbuh Kembang Anak a. Tahap Tumbuh Kembang 1) Tahap perkembangan kognitif menurut Jean Piaget: Tahap sensorimotor (0 – 2 tahun) a) Melihat dirinya sendiri sebagai makhluk yang berbeda dengan objek di sekitarnya. b) Mencari rangsangan melalui sinar lampu dan suara. c) Suka memperhatikan sesuatu lebih lama. d) Mendefinisikan sesuatu dengan memanipulasinya. e) Memperhatikan objek sebagai hal yang tetap, lalu ingin merubah tempatnya. 2) Tahap perkembangan psikososial menurut Erik Erikson: Tahap Otonomi vs Perasaan malu dan ragu-ragu 1 – 3 tahun (early childhood) Pada masa ini anak cenderung aktif dalam segala hal, sehingga orang tua dianjurkan untuk tidak terlalu membatasi ruang gerak serta kemandirian anak. Namun tidak pula terlalu memberikan kebebasan melakukan apapun yang anak mau. 3) Tahap perkembangan menurut Sigmund Freud Fase anal (1 – 3 tahun) kenikmatan akan dialami anak dalam fungsi pembuangan, misalnya menahan dan bermainmain dengan feces, atau juga senang bermain-main dengan lumpur dan kesenangan melukis dengan jari.

4. Terapi Bermain Anak a. Definisi Bermain adalah satu kegiatan menyenangkan bagi anak yang dilakukan setiap hari secara sukarela untuk belajar komunikasi, mengenal lingkungan, dan untuk meningkatkan kesejahteraan mental dan sosial anak.

b. Terapi Bermain Untuk Anak Usia 2 tahun Mainan Untuk Anak usia 1 – 3 tahun 1)

Membalik halaman buku satu per satu.

2)

Meniru menggambar lingkaran, garis vertikal, dan horizontal.

3)

Memegang alat tulis.

4)

Jari-jari bekerja sama dalam meraup benda-benda yang kecil.

5)

Meremas, mengepal.

6)

Menggulung.

7)

Menyusun balok kayu.

8)

Merangkai.

c. Fungsi Terapi Bermain 1) Memfasilitasi anak untuk beradaptasi dengan lingkungan yang asing. 2) Memberi kesempatan untuk membuat keputusan dan kontrol. 3) Membantu mengurangi stres terhadap perpisahan. 4) Memberi peralihan (distraksi) dan relaksasi. 5) Membantu anak untuk merasa lebih aman dalam lingkungan yang asing. 6) Memberi

cara

untuk

mengurangi

tekanan

dan

untuk

mengeksplorasi perasaan. 7) Menganjurkan untuk berinteraksi dan mengembangkan sikap sikap yang positif terhadap orang lain. 8) Memberi cara untuk mengekspresikan ide kreatif dan minat. 9) Memberi cara untuk mencapai tujuan therapeutic.

d. Prinsip Terapi Bermain 1) Tidak membutuhkan energi yang banyak. 2) Harus mempertimbangkan keamanan anak. 3) Dilakukan pada kelompok umur yang sama. 4) Melibatkan orang tua atau keluarga.

Related Documents

Laporan Kasus Ujian Cbd.docx
December 2019 24
Laporan Kasus
June 2020 61
Laporan Kasus
June 2020 56
Laporan Kasus
June 2020 53
Laporan Kasus
June 2020 47

More Documents from "tyas galuh"