Laporan Kasus-rahmanizar.docx

  • Uploaded by: Rahma Nizar
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Laporan Kasus-rahmanizar.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,697
  • Pages: 25
PENDAHULUAN Psoriasis vulgaris adalah penyakit inflamasi pada kulit yang bersifat kronik dan residif, ditandai oleh hiperproliferasi keratinosit yang abnormal. Penyakit ini terlihat sebagai lesi plak eritematous berbatas tegas dengan ukuran bervariasi yang ditutupi oleh lapisan skuama putih keperakan. Lesi biasanya terdapat pada daerah kulit kepala, kuku, permukaan ekstensor tubuh, daerah umbilikal, dan sakrum. Erupsi kulit ini biasanya terjadi simetris pada bagian tubuh dan dapat disertai rasa gatal.(1) Psoriasis dapat terjadi pada bagian dunia manapun dengan prevalensi yang bervariasi dari 0,1 hingga 11,8%. Prevalensi psoriasis di negara-negara barat mencapai 2-4% dari seluruh populasi. Angka kejadian psoriasis di Asia lebih rendah dengan prevalensi 0,4%. Insiden laki-laki dan perempuan sama besar. Sangat jarang terjadi pada anak-anak dibawah 10 tahun. Kecenderungan terjadinya psoriasis adalah pada usia 15-30 tahun.(2, 3) Psoriasis vulgaris disebabkan oleh 2 yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan. Untuk faktor genetik dipengaruhi oleh gen human leucocytes antigen (HLA). Berdasarkan kaitannya dengan HLA Psoriasis dibagi 2 tipe yaitu tipe 1 dan tipe 2. Tipe 1 adalah tipe psoriasis awitan dini yang terjadi pada usia dibawah 40 tahun, sedangkan tipe 2 adalah psoriasis yang terjadi pada usia diatas 40 tahun. Untuk faktor lingkungan dipengarungi oleh stress, trauma, infeksi, cuaca, obatobatan tertentu, sinar ultraviolet dan kebiasaan merokok diduga dapat menyebabkan psoriasis menjadi lebih berat.(1, 4). Gambaran lesi psoriasis adalah makula eritamatus yang meninggi (plak) berbatas tegas, dan tertutup skuama tebal, berlapis-lapis dan berwarna tansparan diatasnya. Ukurannya yang bervariasi mulai dari papul sampai plak eritematous.(1) Penegakan diagnosis psoriasis pada umumnya cukup dengan pemeriksaan fisik kulit karena lesinya yang khas berupa bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan skuama kasar, berlapis-lapis dan transparan, disertai dengan fenomena karsvlek, tanda Auspitz , dan fenomena koebner.(5) Pengobatan pada psoriasis yang paling utama adalah edukasi untuk menghindari faktor pencetus seperti trauma, infeksi, obat-obatan, sinar matahari,

1

dan stress, sedangkan untuk mengobati gejala yang timbul dapat digunakan terapi oral dan topikal berupa kortikosteroid, dan lotion pelindung sinar ultraviolet.(1, 2, 5)

2

LAPORAN KASUS POLI

3.1 Identitas Pasien Nama

: Tn. I

Umur

: 47 tahun

Alamat

: Kuta Baro

Pekerjaan

: Guru

Status

: Menikah

Agama

: Islam

No. CM

: 0-95-51-44

Tanggal Pemeriksaan

: 10 Desember 2015

3.2 Anamnesis Keluhan Utama

: Bercak Kemerahan

Keluhan Tambahan

: Gatal diseluruh tubuh dan terasa panas

Riwayat Penyakit Sekarang

: Pasien

datang

dengan

keluhan

bercak

kemerahan diseluruh tubuh yang telah dirasakan sejak 20 tahun yang lalu dan disertai dengan rasa gatal dan panas diseluruh tubuh. Pasien mengatakan keluhannya hilang timbul, dan keluhannya timbul kembali sejak 1 bulan terakhir. Awalnya bercak kecil dilipatan paha menyebar ke kepala, badan, dan anggota gerak. Pasien mengatakan rasa gatal muncul saat malam hari sehingga pasien susah tidur. Pasien juga mengatakan bahwa rasa gatal semakin timbul saat cuaca panas atau terpaparnya sinar matahari serta saat pasien mengalami stress. Riwayat Penyakit Dahulu

: Pasien mengatakan sudah menderita penyakit ini

sejak 20 tahun yang lalu. Riwayat Penggunaan Obat : Pasien sudah melakukan pengobatan ke dokter spesialis kulit dan merasakan keluhan berkurang. Pasien sudah diberikan obat minum dan salap namun pasien tidak tahu nama obatnya. Riwayat Sosial

: Pasien merupakan seorang guru SD. Beberapa tahun ini pasien

sudah jarang mengajar dan bergabung dengan teman-temannya karena merasa malu dengan penyakit yang dideritanya.

3

PEMERIKSAAN FISIK KULIT Status Dermatologis (10 Desember 2015) Regio

: Capitis, Colli, Thorakal, Antebrachii, Manus, Abdomen, Inguinal, Femur, Cruris, dan Pedis

Deskripsi Lesi : Tampak plak eritematous dilapisi skuama tebal, berbatas tegas, jumlah multiple, ukuran lentikuler sampai plakat distribusi generalisata.

Gambar 1. Gambaran lesi pada pasien

4

DIAGNOSIS BANDING 1. Psoriaris Vulgaris 2. Tinea Corporis 3. Pityriasis Rosea 4. Dermatitis Seboroik PEMERIKSAAN PENUNJANG Uji klinis -

Tidak dilakukan pemeriksaan Karsvlek, dan Auspitz Sign dikarenakan pasien tidak bersedia untuk dilakukan pemeriksaan.

-

Pada fenomena koebner adanya lesi baru yang serupa dengan lesi yang telah ada pada kuli normal yang terkena trauma akibat garukan

RESUME Pasien laki-laki 47 tahun datang dengan keluhan bercak kemerahan pada seluruh tubuh. Bercak kemerahan disertasi dengan rasa gatal dan panas. Pasien mengatakan rasa gatal muncul pada saat malam hari. Pemeriksaan dermatologis tampak plakeritomatous dilapisi skuama tebal, berbatas tegas, jumlah multiple, ukuran lentikuler hingga plakat, dengan distribusi generalisata. DIAGNOSIS KLINIS Psoriasis Vulgaris TATALAKSANA a. Terapi Sistemik -

Cetirizine 10 mg tab 1x1

b. Terapi Topikal -

Asam Salisilat 3% + Desoksimetason oint 15 gr + vaseline album 50 gr (pagi, malam)

c. Edukasi -

Memberitahukan kepada pasien bahwasannya penyakit psoriasis vulgaris banyak dijumpai dan tidak menular pada orang lain sehingga

5

pasien tidak perlu malu atau menghindar dari keluarga maupun lingkungan sekitar -

Menjelaskan kepada pasien bahwa psoriasis vulgaris dapat kambuh namun bisa dikontrol dengan menghindari faktor pencetus seperti stress, merokok, sinar matahari, trauma, dan lain-lain.

-

Menjelaskan kepada pasien bahwa pengobatan ditujukan untuk mencegah keparahan dan meningkatkan kualitas hidup pasien.

PROGNOSIS -

Quoad vital

: Dubia ad Bonam

-

Quoadfunctionam

: Dubia ad Bonam

-

Quoadsanactionam

: Dubia ad Malam

aaaaaaaaaaaaaaaa

6

ANALISA KASUS Pada anamnesis didapatkan pasien laki-laki berusia 47 tahun datang ke poliklinik kulit dan kelamin dengan keluhan bercak kemerahan yang disertai rasa gatal dan panas di seluruh tubuh. Keluhan telah dirasakan sejak 20 tahun yang lalu. Berdasarkan onset usianya, pasien tergolong psoriasis tipe I, yaitu tipe psoriasis awitan dini yang terjadi pada usia di bawah 40 tahun.(2) Pasien juga mengeluhkan bercak kemerahan dan menyebar ke seluruh tubuh disertai rasa gatal dan panas serta rasa gatal semakin bertambah saat cuaca panas, berkeringat, beraktivitas dan pada saat pasien mengalami stress. Hal ini sesuai dengan teori yaitu rasa gatal terjadi pada kasus yang bervariasi, mulai dari gatal yang ringan sampai pada gatal yang hebat. Salah satu penelitian dari Belanda mengatakan bahwa hampir 80% pasien dengan psoriasis akan mengeluhkan gatal. Gatal yang dirasakan pasien juga dipengaruhi oleh stres dan emosional pasien. Cuaca panas sendiri merupakan salah satu faktor yang memperberat gejala psoriasis.(4) Pada pemeriksaan fisik status dermatologis didapatkan plak eritematous dilapisi skuama tebal berbatas tegas, jumlah multiple, ukuran lentikuler sampai plakat, distribusi generalisata. Hal ini sesuai dengan teori yaitu gambaran lesi psoriasis berupa makula eritematous yang meninggi (plak) berbatas tegas, dan terdapat skuama yang tebal dan berlapis-lapis dan berwarna keperakan di atasnya, dengan ukuran yang bervariasi mulai dari papul sampai eritematous.(1) Namun pada pasien ini skuama pada plak eritamatous sudah tidak terlalu khas, dimana skuama tebal, dikarenakan pasien sudah melakukan pengobatan selama 20 tahun dengan lesi yang hilang timbul, dan pasien juga sudah beberapa kali melakukan kontrol ulang ke poli. Berdasarkan gambaran lesinya, psoriasis vulgaris dapat didiagnosis banding dengan tinea korporis, ptiasis rosea, dan dermatitis seboroik. Tinea korporis merupakan suatu infeksi jamur dermatofita pada kulit tidak berambut di daerah muka, badan, lengan dan gluteus. Pada tinea korporis tampak makula eritematus berbentuk bulat atau lonjong, berbatas tegas dengan skuama di atasnya, kadang-kadang disertai vesikel atau papul di tepinya. Lesi kadang berbentuk

7

polisiklik akibat gabungan beberapa lesi. Daerah tengahnya biasanya lebih tenang (central healling). (4) Ptisiasis rosea merupakan suatu penyakit kulit yang ditandai dengan adanya lesi awal berbentuk eritema dan skuama halus di badan (Herald patch). Gambaran lesi pertama berbentuk oval atau anular, dengan diameter 2-4 meter cm, berwarna eritematus atau hiperpigmentasi terutama orang kulit gelap dan terdapat skuama halus di pinggirnya. Lesi berikutnya timbul 4-10 hari setelah lesi pertama, memberi gambaran yang khas, sama dengan lesi pertama namun dengan ukuran yang lebih kecil dan membentuk Christmas tree pattern. (4) Dermatitis seboroik adalah suatu penyakit kulit dengan peradangan superfisial kronis yang berhubungan dengan peningkatan produksi sebum. pada gambaran lesi tampak makula atau plak, folikular, perifolikular atau papul, berwarna kemerahan sampai kekuningan, yang tertutup skuama basah atau berminyak, berbatas kurang tegas dan tidak terlalu gatal. (4) Penegakkan

psoriasis

vulgaris

dapat

dilakukan

dengan

beberapa

pemeriksaan meliputi: Fenomena karsvlek, Auspitz sign, Fenomena Koebner. Fenomena Karsvlek (fenomena bercak lilin) yaitu skuama psoriasis yang berubah warna menjadi putih ketika digores, seperti bercak lilin. Cara menggores dapat dilakukan dengan menggunakan pinggir coverglass. Pemeriksaan Auspitz sign adalah tanda yang muncul bila skuama psoriasis terus digores lebih dalam, ditandai dengan adanya bintik-bintik perdarahan yang disebabkan oleh trauma pada pembuluh darah yang berdilatasi di bawahnya. Pemeriksaan fenomena Koebner adalah munculnya lesi psoriasis baru yang serupa dengan lesi yang telah ada pada kulit normal yang terkena trauma atau garukan. Lesi baru ini biasanya muncul 7-14 hari setelah trauma. (2) Pengobatan anti psoriasis berspektrum luas baik secara topikal maupun sistemik telah tersedia. Pengobatan topikal di antaranya adalah kortikosteroid, antralin, coal tar, tazaroten, analog vitamin D, asam salisilat, dan emolien. Sedangkan pengobatan sistemik di antaranya adalah metotrexat dan siklosporin A. Pemberian pengobatan sistemik harus memperhatikan fungsi hati dan ginjal dan hanya diberikan pada keadaan tertentu.(2)

8

Pasien ini diberikan terapi berupa antihistamin oral yakni cetirizin 10 mg 1 kali sehari, kombinasi asam salisilat 3% + desoksimetasone 15 gr oint. + vaselin 50 mg. Asam salisilat 3% termasuk ke dalam obat keratolitik. Asam salisisilat topikal dapat mengurangi skuama dan melunakkan stratum korneum sehingga dapat meningkatkan absorpsi obat lain.(2) Cetirizin merupakan H1 antihistamin generasi 2. Cetirizin memiliki efek sedatif yang rendah dibandingkan obat antihistamin H1 generasi 1. Cetirizin dapat mengurangi keluhan gatal pada pasien sehingga mencegah terjadinya siklus gatal-garuk-gatal. Cetirizin mencapai konsentrasi puncak pada 1 jam pertama setelah penggunaan dan waktu paruh selama 8 jam. Cetirizin bekerja secara kompetitif pada reseptor H1 untuk menurunkan produksi sitokin, pencetusan adhesi sel dan penghambatan kemotaksis sel inflamasi.(2) Desoksimetason merupakan golongan kortikosteroid topikal tingkat kedua yang juga merupakan potensi tinggi . Pemberian kortikosteroid topikal golongan potensi tinggi diberikan dalam periode singkat dan pada area lesi yang telah mengalami likenifikasi namun tidak digunakan pada daerah wajah. Pemberian obat topikal pada usia lanjut perlu diperhatikan sama halnya dengan pemberian topikal pada bayi dikarenakan tipisnya kulit pasien dan atrofi sekunder sel kulit akibat penuaan.(2)

9

TINJAUAN KEPUSTAKAAN 1. Definisi Psoriasis vulgaris adalah penyakit inflamasi pada kulit yang bersifat kronik dan residif, ditandai oleh hiperproliferasi keratinosit yang abnormal. Penyakit ini terlihat sebagai lesi plak eritematous berbatas tegas dengan ukuran bervariasi yang ditutupi oleh lapisan sisik putih keperakan. Lesi biasanya terdapat pada daerah kulit kepala, kuku, permukaan ekstensor tubuh, daerah umbilikal, dan sakrum. Erupsi kulit ini biasanya terjadi simetris pada bagian tubuh dan dapat disertai rasa gatal.(1) 2. Epidemiologi Psoriasis dapat terjadi pada bagian dunia manapun dengan prevalensi yang bervariasi dari 0,1 hingga 11,8%. Prevalensi psoriasis di negara-negara barat mencapai 2-4% dari seluruh populasi. Angka kejadian psoriasis di Asia lebih rendah dengan prevalensi 0,4%. Prevalensi terjadinya psoriasis dipengaruhi oleh usia, ras, dan geografis, dengan kecenderungan terjadi lebih tinggi pada daerah yang jauh dari ekuator (Eropa dan Australia) dibandingkan daerah yang dekat dengan ekuator (Asia dan Afrika) dan cenderung terjadi pada ras Kaukasian.(2, 3) Risiko terjadinya psoriasis pada pria dan wanita sama besar. Psoriasis dapat mengenai semua usia, namun jarang terjadi pada anak usia di bawah 10 tahun. Kecenderungan terjadinya psoriasis adalah pada usia 15-30 tahun.(2) 3. Etiologi Psoriasis adalah penyakit inflamasi kronis dan proliferatif pada kulit yang dipengaruhi oleh faktor genetik dan pengaruh lingkungan.(4) Faktor genetik Psoriasis merupakan suatu penyakit inflamasi kulit kronik yang berhubungan dengan faktor genetik. Berdasarkan sebuah penelitian di Jerman, seorang anak memiliki risiko psoriasis sebesar 14% jika salah satu orangtua menderita psoriasis, 41% jika kedua orangtua menderita psoriasis, dan 6% jika salah satu saudara kandung dari anak tersebut menderita psoriasis, sedangkan jika tidak ada orangtua ataupun saudara kandungnya yang menderita psoriasis maka

10

risiko anak tersebut menderita psoriasis adalah 2%. Penelitian di Denmark menunjukkan kecenderungan psoriasis sebesar 64% pada kembar monozygotic, sedangkan pada kembar dizygotic sebesar 15%.(4) Berdasarkan sejumlah penelitian genomik yang dilakukan terhadap psoriasis vulgaris ditemukan sejumlah lokus genetik yang diduga berkaitan dengan psoriasis atau disebut psoriasis susceptibility 1 (PSORS 1) dan diperkirakan

bertanggung

jawab

terhadap

35-50%

dari

kemungkinan

diturunkannya psoriasis secara herediter. Di antara sejumlah lokus tersebut, human leucocytes antigen (HLA) adalah lokus yang paling dikaitkan dengan psoriasis.

HLA

adalah

sebuah

lokus

yang

terletak

di

dalam

major

histocompatibility complex (MHC) pada kromosom 6p dan bertanggungjawab terhadap risiko genetik dari psoriasis. Keberadaan antigen HLA kelas 1 terutama HLA-Cw6 berkaitan dengan psoriasis awitan dini dan adanya riwayat psoriasis dalam keluarga.(6, 7) Berdasarkan gen HLA-Cw6 ini psoriasis dibagi menjadi 2 tipe yaitu psoriasis tipe 1 dengan awitan usia di bawah 40 tahun dan berkaitan dengan HLA, dan psoriasis tipe II yang tidak berkaitan dengan HLA dan terjadi pada usia di atas 40 tahun.(2) Faktor imunologik Faktor imunologik juga berperan pada psoriasis. Defek genetik pada psoriasis dapat diekspresikan pada salah satu dari tiga jenis sel, yaitu limfosit T, sel penyaji antigen (APC) dermal atau keratinosit. Lesi psoriasis matang umumnya penuh dengan limfosit T pada dermis terutama CD4 dengan sedikit limfositik dalam epidermis. Sedangkan pada lesi baru umumnya lebih banyak didominasi oleh limfosit T CD8. Keratinosit psoriasis membutuhkan stimuli untuk aktivasinya. Pada lesi psoriasis terdapat sekitar 17 sitokin yang produksinya bertambah. Sel Langerhans juga berperan dalam imunopatogenesis psoriasis. Terjadinya proliferasi epidermis diawali dengan adanya pergerakan antigen, baik eksogen maupun endogen oleh sel langerhans. Pada psoriasis pembentukan epidermis (turn over time) hanya berlangsung antara 3-4 hari sedangkan pada kulit normal dapat berlangsung hingga 27 hari.(2, 8)

11

Faktor eksternal Interaksi antara faktor genetik dan faktor lingkungan sangat berperan dalam etiopatogenesis psoriasis. Faktor eksternal yang dapat mempengaruhi terjadinya psoriasis di antaranya adalah:(4) 1.

Trauma Gesekan dan tekanan pada kulit sering dapat menimbulkan lesi psoriasis

pada tempat trauma dan fenomena ini disebut fenomena Koebner. 2.

Infeksi Infeksi streptokokus di faring dapat merupakan faktor pencetus pada

penderita dengan predisposisi psoriasis. Pada bentuk psoriasis ini, sebaiknya dilakukan apusan tenggorokan untuk mencari infeksi lokal. Apabila infeksi tenggorokan sembuh, maka biasanya psoriasisnya juga akan sembuh. 3.

Obat-obatan Ada beberapa obat yang berhubungan dengan terjadinya awitan atau

eksaserbasi psoriasis, di antaranya adalah, antimalaria, obat-obat golongan betablocker, anti inflamasi non-steroid (NSAIDs), ACE-inhibitor, dan penghentian kortikosteroid. 4.

Sinar ultraviolet Sinar ultraviolet (UV) dapat menghambat pertumbuhan sel-sel epidermis,

tetapi bila penderita sensitif terhadap sinar matahari, akan membuat penyakit psoriasis bertambah berat karena reaksi isomorfik. 5.

Faktor psikis Pada sebagian penderita faktor stres dan gangguan emosi dapat menjadi

faktor pencetus. Penelitian menyebutkan bahwa 68% penderita psoriasis menyatakan stress dan kegelisahan menyebabkan penyakitnya lebih berat.

12

4. Patogenesis Proliferasi epidermis Peningkatan proliferasi keratinosit yang terjadi pada psoriasis terjadi akibat peningkatan proliferasi sel pada lapisan basal dan suprabasal epidermis. Pada psoriasis terjadi peningkatan jumlah siklus sel sebanyak kira-kira tujuh kali lebih banyak dari siklus normal. Peningkatan proliferasi ini dipengaruhi oleh sejumlah faktor pertumbuhan, terutama transforming growth factor-α (TGF-α).(4) Perubahan vaskular Kapiler lapisan dermal pada area lesi mengalami dilatasi, pemanjangan, dan terpuntir. Hal ini diinduksi oleh adanya proses inflamasi dan pelepasan mediatormediator inflamasi seperti histamin, neuropeptida, interleukin-1 dan tumor necrosis factor-alpha (TNF-α).(4) Perubahan imunologis dan inflamasi Sistem imun memiliki peran penting dalam patogenesis psoriasis. Pada lesi psoriasis ditemukan adanya adhesi molekul dan terjadi peningkatan sejumlah mediator inflamasi. Sejumlah bukti menunjukkan bahwa sel limfosit T berperan penting dalam pembentukan lesi psoriasis,(4) Pada psoriasis, sel T CD8+ terdapat di epidermis sedangkan makrofag, sedangkan sel T CD4+ dan sel-sel dendritik dermal dapat ditemukan di dermis superfisial. Sejumlah sitokin dan reseptor permukaan sel terlibat dalam jalur molekuler yang menyebabkan manifestasi klinis penyakit. Psoriasis dianggap sebagai suatu penyakit yang diperantarai oleh sistem imun yang ditandai dengan adanya sel T helper (Th)1 yang predominan pada lesi kulit dengan peningkatan kadar IFN-γ, TNF-α, IL-2, dan IL-18. Berdasarkan sejumlah penelitian terakhir, sel Th-17 dianggap memiliki peranan penting dalam mengatur proses inflamasi kronik. Sebagai pusat jalur ini terdapat sel T CD4+, yang pengaturannya diatur oleh IL-23 yang disekresikan oleh sel penyaji antigen dendritik dermal. Sel Th17 CD4+ mensekresikan IL-17 dan IL-22 yang berperan pada peningkatan dan pengaturan proses inflamasi dan proliferasi epidermal.(2, 9)

13

Perkembangan lesi yang terjadi pada psoriasis dapat dijelaskan melalui gambar 2.

Kulit normal pada orang yang sehat (gambar A) mengandung sel langerhans epidermal, beberapa sel dendritik imatur, dan sel T memori yang terletak pada lapisan dermis. Pada kulit dengan tampilan yang normal dari penderita psoriasis (gambar B) terdapat sedikit dilatasi dan pelengkungan kapiler dan terjadi sedikit peningkatan jumlah sel mononuklear dan sel mast pada lapisan dermis. Peningkatan ketebalan epidermis, tergantung jarak daerah ini terhadap daerah lesi. Zona transisi (gambar C) ditandai oleh peningkatan dilatasi dan kontorsi kapiler, jumlah sel mast, makrofag, dan sel T, serta adanya degranulasi sel mast. Lapisan epidermis menebal. Sel langerhans mulai keluar dari lapisan epidermis dan sel dendritik dan sel T CD8+ mulai memasuki epidermis. Lesi yang sepenuhnya terbentuk (gambar

D)

ditandai

oleh

kapiler

yang

berdilatasi dan berliku disertai peningkatan aliran darah, banyaknya jumlah makrofag pada membran basal, dan peningkatan jumlah sel T dermal (terutama CD4+) yang kontak dengan sel dendritik matang. Pada lapisan epidermis terjadi

hiperproliferasi

keratinosit

yang

meningkat hingga kira-kira sepuluh kali dan meluas hingga ke lapisan suprabasal, hilangnya lapisan granular yang ditutupi oleh penebalan stratum

korneum

peningkatan

jumlah

dan sel

parakeratosis, T

CD8+,

akumulasi neutrofil pada stratum korneum.

Gambar 2. Patogenesis psoriasis(2)

14

dan

5. Gejala Klinis Psoriasis vulgaris ditandai dengan adanya lesi plak eritematous berbatas tegas dengan skuama keperakan di atasnya. Lapisan kulit di bawah skuama terlihat eritema dan mengkilap. Bila lapisan skuama dilepaskan dari permukaan akan timbul bintik-bintik perdarahan sebagai akibat dari trauma pada lapisan kapiler di bawahnya yang sudah terlebih dahulu mengalami dilatasi (fenomena Auspitz). Lesi pada psoriasis cenderung berdistribusi secara simetris, meskipun kadang-kadang dapat terjadi lesi yang unilateral.(1, 2) Fenomena Koebner ditandai dengan timbulnya lesi psoriasis yang diinduksi oleh trauma pada kulit yang sehat. Reaksi Koebner biasanya timbul 7-14 hari setelah trauma.(2) Lesi biasanya timbul pada daerah siku, lutut, kulit kepala, bagian bawah area lumbosakral, bokong, dan area genital. Predileksi lain adalah pada umbilikus dan celah intergluteal. Psoriasis pada kuku akan memperlihatkan beberapa bagian kuku yang memiliki lekukan-lekukan (pitting nail), keruh, tebal dan bagian distalnya terangkat karena adanya lapisan tanduk di bawahnya (hiperkeratosis subungual).(1) Pada psoriasis terdapat beberapa bentuk klinis, yaitu: Psoriasis vulgaris Psoriasis vulgaris adalah bentuk tersering dari psoriasis dan merupakan 90% dari keseluruhan kasus psoriasis. Plak eritema dengan skuama tebal sering timbul pada bagian ekstensor tubuh, beberapa kasus terjadi di kulit kepala, lumbosakral, kuku, dan alat genitalia. Lesi kecil tunggal dapat berkonfluens membentuk lesi plak dengan tampilan seperti peta (psoriasis geographica).(2) Lesi psoriasis dapat dikelilingi oleh cincin hipopigmentasi yang disebut cincin Woronoff. Timbulnya cincin Woronoff ini biasanya berhubungan dengan pengobatan, terutama radiasi UV atau kortikosteroid topikal. Lesi ini diduga timbul sebagai akibat inhibisi sintesis prostaglandin.(1, 2)

15

Gambar 3. Manifestasi Psoriasis vulgaris.(2) Psoriasis gutata Pada psoriasis bentuk ini lesi berbentuk tetesan air dengan ukuran 2-5 mm. Lesi biasanya didahului oleh infeksi akut seperti faringitis streptokokal. Psoriasis gutata umumnya terjadi pada usia di bawah 30 tahun. Bentuk psoriasis ini erat hubungannya dengan HLA-Cw6. Meskipun psoriasis gutata berhubungan dengan adanya

infeksi,

namun

pemberian

antibiotik

tidak

bermanfaat

untuk

mempersingkat fase penyembuhan penyakit. Umumnya lesi bereaksi baik dengan pemberian UVB.(1, 4)

Gambar 4. Psoriasis gutata(2) Psoriasis eritroderma Psoriasis yang terjadi pada seluruh bagian tubuh termasuk wajah, tangan, kuku, kepala, badan, dan seluruh ekstremitas. Pasien dengan psoriasis eritroderma banyak kehilangan panas tubuh akibat lesi yang sangat luas sehingga terjadi

16

vasodilatasi pembuluh darah yang mengakibatkan hipotermia. Maka hal yang pertama dilakukan adalah tindakan penyelamatan hidup dengan berupaya mempertahankan suhu normal tubuh.(2)

Gambar 5. Psoriasis eritroderma(2) Psoriasis inversa Penyakit ini predileksinya berkebalikan dengan psoriasis vulgaris. Psoriasis inversa umumnya terjadi pada bagian fleksor tubuh.(2)

Gambar 6. Psoriasis inversa(2) Psoriasis pustula generalisata (von Zombuch) Psoriasis bentuk ini termasuk fase akut yang jarang terjadi yang biasanya didahului demam beberapa hari sebelumnya lalu mulai muncul lesi pustula dengan diameter 2-3 mm. Lesi ini akan tersebar secara diseminata di seluruh tubuh dan ekstremitas, pustula kecil di atas patch eritematous yang lama-lama berkumpul dan meluas membentuk gambaran eritroderma.(2)

17

Gambar 7. Psoriasis pustula generalisata(1)

6.

Diagnosis Diagnosis psoriasis ditegakkan berdasarkan anamnesis, gambaran klinis dan

pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah uji klinis dan histopatologi yaitu: a.

Uji Klinis Fenomena Karsvlek Fenomena Karsvlek (fenomena bercak lilin) yaitu skuama psoriasis yang berubah warna menjadi putih ketika digores, seperti bercak lilin. Cara menggores dapat dilakukan dengan menggunakan pinggir cover glass. Auspitz sign Auspitz sign adalah tanda yang muncul bila skuama psoriasis terus digores lebih dalam, ditandai dengan munculnya bintik-bintik perdarahan oleh karena terjadi trauma pada pembuluh darah yang berdilatasi di bawahnya.(2) Fenomena Koebner Fenomena Koebner adalah munculnya lesi psoriasis baru yang serupa dengan lesi yang telah ada pada kulit normal yang terkena trauma atau garukan. Lesi baru ini biasanya muncul 7-14 hari setelah trauma.(2)

b.

Histopatologi Perubahan gambaran histopatologi pada epidermis maupun dermis yang

dapat terjadi pada psoriasis adalah sebagai berikut.(10) 1. Parakeratosis, yaitu terdapatnya inti nuclei yang berada pada lapisan korneum

18

2. lapisan papila dermis. 3. Mikro abses dan infiltrasi leukosit polimorfonuklear pada lapisan epidermis 4. Pembuluh kapiler yang berdilatasi dan terpuntir pada lapisan papilaris dermis 5. Infiltrasi sel limfosit T pada lapisan dermis bagian atas. 7. Diagnosis Banding Berdasarkan lesinya psoriasi vulgaris dapat didiagnosis banding dengan tinea korporis, ptiasis rosea, dan dermatitis seboroik. Penjelasan mengenai diagnosis banding dari psoriasis vulgaris dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Diagnosis banding psoriasis vulgaris No 1.

Diagnosis

Manifestasi Klinis

Gejala Khas

Gambar

Psoriasis

Suatu penyakit kulit yang

Makula

Vulgaris

bersifat kronik dan residif

yang meninggi (plak)

ditandai

adanya

berbatas tegas, dan

yang

tertutup skuama tebal

dengan

makula

eritamatus

meninggi

(plak)

berbatas

berwarna

tegas dan tertutup skuama

keperakan

tebal,

atasnya.(1)

skalp,

.Lokasi

prediklesi:

eritamatus

putih di

kuku, ekstremitas,

umbilikus dan sakrum. Lesi dapat disertai rasa gatal atau terbakar.(1) 2.

Tinea

Suatu

infeksi

jamur

Makula

eritematus

korporis

dermotifita pada kulit tidak

berbentuk bulat atau

berambut (glaborous skin) di

lonjong,

daerah muka, badan, lengan

tegas dengan skuama

dan gluteus.(4)

diatasnya,

kadang-

kadang

disertai

berbatas

vesikal atau papul di tepinya. Lesi kadang berbentuk

polisiklik

akibat

gabungan

beberapa lesi. Daerah tengahnya

biasanya

lebih tenang (central healling) (4)

19

3.

Ptisiasis

Suatu penyakit kulit yang

Lesi pertama (Herald

Rosea

ditandai dengan adanya lesi

patch) berbentuk oval

awal berbentuk eritema dan

atau anular, dengan

skuama

diameter

halus

di

badan

2-4

cm,

(Herald patch). Beberapa

berwarna eritamatous

minggu

lesi

atau hiperpigmentasi

diikuti lesi lainnya yang

terutama orang kulit

berukuran lebih kecil dengan

gelap)

jumlah yang lebih banyak di

skuama

sepanjang badan, susunan

pinggirnya.

sejajar dengan kosta hingga

berikutnya timbul 4-

menyerupai pohon cemara

10 hari setelah lesi

terbalik disebut Christmas

pertama,

tree pattern. Lesi biasanya

gambaran yang khas,

akan sembuh sendiri dalam

sama

waktu 4-10 minggu. Tempat

pertama

predileksi:

dengan ukuran yang

kemudian

badan,

lengan

dan

terapat

halus

di Lesi

memberi

dengan

lesi

namun

atas bagian proksimal dan

lebih

kecil

paha atas.(2, 4)

membentuk

dan

Christmas

tree

pattern.(2, 4) 4.

Dermatitis

Suatu penyakit kulit dengan

Makula

seboroik

keradangan

superfisial

folikular,

kronis

berhungan

perifolikular

dengan

yang

peningkatan

atau

papul,

plak,

atau berwarna

produksi sebum (seborrhea).

kemerahan

Lokasi predileksinya adalah

kekuningan,

area seboroik. Area seboroik

tertutup

adalah bagian tubuh yang

basah

banyak

berminyak, berbatas

terdapat

kelenjar

sampai yang skuama atau

sebasea (kelenjar minyak)

kurang

yaitu: daerah kepala (kulit

tidak tertalu gatal. (4)

kepala, telinga bagian luar, saluran belakang

telinga,

kulit

telinga),

di

wajah

(alis mata, kelopak mata, glabella, lipatan nasolibialis, dagu). Badan bagian atas

20

tegas

dan

(daerah presternum, daerah intraskapula,

areolla

mammae) dan daerah lipatan (ketiak,

lipatan

dibawah

mammae, umbilikus, lipatan paha, daerah anogenital dan lipatan pantat.(4)

8. Penatalaksanaan Pengobatan anti psoriasis berspektrum luas baik secara topikal maupun sistemik telah tersedia. Sebagian besar obat-obatan ini memberikan efek sebagai imunomodulator. Sebelum memilih regimen pengobatan penting untuk menilai perluasan serta derajat keparahan psoriasis berdasarkan lesi pada pada luas permukaan tubuh. Derajat ringan dapat diberikan pengobatan topikal, derajat sedang hingga berat dapat diberikan topikal dan sistemik serta pada derajat berat dapat diberikan pengobatan sistemik.(2) a. Pengobatan topikal Kortikosteroid Kortikosteroid potensi kuat dapat digunakan selama 2 minggu pada hampir seluruh area tubuh. Penggunaan steroid pada area wajah dan area lipatan harus lebih berhati-hati karena area ini lebih sensitif terhadap penetrasi steroid topikal. Takifilakasis dapat terjadi pada penggunaan steroid pada psoriasis. Penggunaan steroid toikal dalam jangka lama dapat menyebabkan atrofi, telangiektasia, dan striae pada kulit. (2, 7) Anthralin (Dithranol) Antralin memiliki efek anti inflamasi ringan karena dapat mengikat asam nukleat, menghambat sintesis DNA dam menggabungkan uridin ke dalam RNA nukleus. Obat ini dikatakan efektif, namun kekurangannya ialah dapat mewarnai pakaian dan kulit. Konsentrasi yang digunakan biasanya 0,2-0,8% dalam pasta, salap, atau krim. Lama pemakaian hanya 15-30 menit sehari sekali untuk mencegah iritasi.(1, 2)

21

Coal tar Efek tar adalah sebagai antiradang dan berguna pada keadaan psoriasis yang telah resisten terhadap steroid topikal sejak awal atau pemakaian pada lesi luas sehingga pemakaian steroid topikal kurang tepat. Cara kerja obat ini sebagai anti inflamasi ringan.(1, 4) Coal tar dalam konsentrasi 5-20% terdapat dalam krim, ointment, dan pasta. Tar sering dikombinasikan dengan asam salisilat 2-5% yang dengan efek kerotolitiknya menyebabkan peningktan absorpsi tar.(1, 4) Vitamin D analog Analog vitamin D sintetik bekerja dengan cara menghambat proliferasi sel dan diferensiasi keratosit. Analog vitamin D yang telah digunakan sebagai pengobatan pada kulit adalah calcipotriene (dikenal juga sebahai calcipotriol), tacalcitol, dan maxacalcitol. Efikasi calcipotriol tidak berkurang walaupun digunakan dalam jangka panjang. Calcipotriene yang digunakan dua kali sehari lebih efektif dibandingkan penggunaan sekali sehari. Dosis maksimum calcipotriene adalah 100 g/minggu. Calcipotriene sering digunakan dalam kombinasi atau rotasi dengan topikal steroid untuk memaksimalkan efektivitas terapeutik dan meminimalkan terjadinya atropi pada kulit akibat penggunaan steroid.(2) Tazaroten Tazaroten adalah obat retinoid generasi ketiga yang digunakan secara topikal. Obat ini bekerja menghambat proliferasi dan diferensiasi keratinosit dan menghambat proinflamasi pada sel radang yang menginfiltrasi kulit. Tazaroten tersedia dalam bentuk gel dan krim dengan konsentrasi 0,05% dan 0,1%. Bila dikombinasikan dengan steroid topikal potensi sedang dan kuat akan mempercepat penyembuhan dan mengurangi iritasi.(2) Emolien Emolien digunakan untuk mencegah kekeringan pada kulit. Emolien mengurangi skuama, mengurangi rasa nyeri pada permukaan kulit yang pecah, dan dapat mengontrol rasa gatal. Emolien paling baik digunakan segera sehabis mandi.(2)

22

Asam Salisilat Asam salisilat adalah obat keratolitik topikal yang bekerja mengurangi adhesi keratin dan menurunkan pH stratum korneum sehingga berakibat melunakkan plak dan mengurangi skuama.(2) b. Pengobatan Sistemik Methotrexat Bila keadaan memberat dan terjadi psoriasis eritroderma serta kelainan sendi dapat digunakan sitostatik. Sitostatik yang biasa digunakan adalah metotreksat (MTX). Bila lesi membail dosis diturunkan secara perlahan. Kerja metotreksat adalah menghambat sintesis DNA dengan cara menghambat dihidrofolat reduktase. Obat ini bersifat hepatotoksik maka perlu dilakukan monitoring fungsi hati.(1, 4) Siklosporin A Digunakan bila tidak berespon dengan pengobatan konvensional. Efeknya ialah imunosupresif. Dosis yang digunakan adalah 1-4 mg/kgBB/hari. Bersifat nefrotoksik dan hepatotoksik, gastrointenal, flu like syndrome, hipertrikosis, hipertrofi gingiva, serta hipertensi. Hasil pengobatan untuk psoriasis baik, namun setelah obat dihentikan dapat terjadi kekambuhan.(1, 4) Kortikosteroid Kortikosterid sistemik sebaiknya tidak digunakan dalam penatalaksanaan psoriasis kecuali pada jenis psoriasis eritroderma, psoriasis artritis, dan psoriasis pustula tipe von zumbuch. Ketika steroid sistemik diberikan, penyembuhan lesi sangat cepat namun kemudian terjadi lesi yang meluas yang membutuhkan peningkatan dosis secara progresif dan meningkatkan kemungkinan terjadinya efek samping. Penghentian obat

secara

mendadak akan menyebabkan

kekambuhan (rebound).(2, 4) 9. Komplikasi Psoriasis dapat menyebabkan kesulitan emosional dan psikososial penderitanya. Hal ini terjadi karena adanya rasa malu, rendah diri, dan penolakan sosial yang terjadi akibat penampilan yang ditunjukkan oleh manifestasi psoriasis.

23

Hal ini juga menyebabkan terganggunya penderita dalam menjalankan pekerjaannya. Stress psikologis ini dapat memperburuk perjalanan penyakit dan mengganggu proses penyembuhan. Pada keadaan yang lebih lanjut, penderita dapat mengalami depresi dan kegelisahan. Karenanya, meskipun psoriasis tidak mengancam nyawa, namun psoriasis dapat mempengaruhi kualitas hidup penderitanya.(2) 10. Prognosis Prognosis baik jika terapi efektif. Perbaikan spontan maupun kekambuhan dapat terjadi dengan angka kejadian yang tidak dapat diduga. Kematian karena psoriasis jarang dilaporkan tetapi biasanya morbiditas pasien akan meningkat akibat seringnya kekambuhan dari penyakit ini.(4)

24

DAFTAR PUSTAKA 1.

James WD, Elston DM, Berger TG. Andrew's Disease of the skin clinical dermatology. 11 ed. Canada: Saunders Elsevier; 2011.

2.

Gudjonsson JE, Elder JT. Psoriasis. In: Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K, editors. Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine. 1. 8 ed. New York: McGraw-Hill Companies; 2012. p. 197-231.

3.

Parisi R, Symmons DPM, Griffiths CEM, Ashcroft DM. Global Epidemiology of Psoriasis: A Systematic Review of Incidence and Prevalence. Journal of Investigative Dermatology. 2013;133:377-85.

4.

Griffiths CEM, Barker JNWN. Psoriasis. In: Burns T, Breathnach S, editors. Rook's Textbook of Dermatology. 1. 8 ed. Oxford: Wiley-Blackwell; 2010. p. 20.1-.44.

5.

Djuanda A. Dermatosis eritroskuamosa. In: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editors. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 5 ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2008.

6.

Monteleone G, Pallone F, MacDonald TT, Chimenti S, Costanzo A. Psoriasis: from Pathogenesis to Novel Therapeutic Approaches. Clinical Science: Biochemical Society Journal. 2011;120:1-11.

7.

Kupetsky EA, Keller M. Psoriasis vulgaris: an evidence-based guide for primary care. JABFM. 2013;6(6):787-801.

8.

Declercq SD, Pouliot R. Review Article: Promising New Treatment for Psoriasis. The Scientific World Journal. 2013;2013:1-9.

9.

Lowes MA, Suarez-Farinaz M, Krueger JG. Immunology of Psoriasis. Annu Rev Immunol. 2014;32:227-55.

10.

Weller R, Hunter J, Savin J, Dahil M. Clinical Dermatology. 4 ed. Massachussetts: Blackwell Publishing; 2008.

25

Related Documents

Laporan
August 2019 120
Laporan !
June 2020 62
Laporan
June 2020 64
Laporan
April 2020 84
Laporan
December 2019 84
Laporan
October 2019 101

More Documents from "Maura Maurizka"