Laporan Kasus - Miopia Insyaallah Fix.docx

  • Uploaded by: Rahmi Aldila
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Laporan Kasus - Miopia Insyaallah Fix.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,930
  • Pages: 14
BED SIDE TEACHING MIOPIA

Disusun Oleh: Vani Morina Kasim 1210313040 Ismi Mulya Afti 1210315001 Retno Putri Hafid 1740312256

Preseptor : dr. Getry Sukmawati, Sp.M (K)

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA RSUP DR. M. DJAMIL PADANG FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS 2018

BAB I LAPORAN KASUS Identitas Pasien Nama pasien:

Nn. V

Umur:

24 tahun

Jenis kelamin:

Perempuan

Pekerjaan:

Mahasiswi

Pendidikan:

S1

Agama:

Islam

Suku:

Minang

Alamat:

Padang

Status:

Belum Menikah

Anamnesis Seorang pasien perempuan umur 24 tahun datang ke poliklinik pada tanggal 11/ 01/ 2018 jam 12.30 WIB Keluhan utama: Penglihatan mata kabur sejak 1 bulan Riwayat penyakit sekarang: - Penglihatan mata kabur saat melihat jauh sejak usia 12 tahun, Mulai dirasakan semakin berkurang pada mata kanan dan mata kiri sejak ± 1 bulan yang lalu - Pasien sering menonton tv dengan jarak dekat dari umur 6 tahun - Pasien sering membaca buku dengan jarak dekat dari umur 6 tahun - Pasien sering bermain gadget dari usia 10 tahun dengan intensitas semakin sering dan lama - Tidak ada riwayat penglihatan ganda, tidak ada riayat mata merah, tidak ada riwayat kotoran mata berlebih, tidak ada riwayat nyeri pada bola mata, tidak ada riwayat trauma. Tidak ada riwayat gangguan penglihatan sebelumnya, riwayat operasi mata tidak ada. - Nyeri kepala hebat tidak ada - Mual dan muntah tidak ada - Pasien telah didiagnosa miopia sejak usia 12 tahun lalu dengan visus pertama OD: 2,0 OS: - 2,0 dan koreksi visus kacamata terakhir OD - 5,25 OS -5,50 Riwayat penyakit dahulu: - Riwayat memakai kacamata sebelumnya ada visus terakhir OD -5,25 OS -5,50

Riwayat penyakit keluarga: - Orang tua memakai kacamata ada - Saudara kandung memakai kacamata minus ada Riwayat kebiasaan, sosial ekonomi, dan pekerjaan: - Pasien seorang Mahasiswi STATUS GENERALIS Keadaan umum Kesadaran Tekanan darah Nadi Frekuensi nafas Suhu Keadaan gizi

: tampak sakit ringan : CMC/ GCS 15 : 110/ 80 mmHg : 82x/ menit : 20x/ menit : 37oC : Baik

Status Ophtalmikus

OD

OS

Visus tanpa koreksi

1/300

1/300

Visus dengan koreksi

-5.25

-6.50

Refleks fundus

-

-

Silia/Supersilia

Bulu

mata

berarna Bulu mata berarna

hitam, Trikiasis (-), hitam, Trikiasis (-), Madarosis (-) Palpebra Superior

Madarosis (-)

Udem (-), Hiperemis Udem

(-),

(-) Massa (-)

(-)

Hiperemis Massa (-)

Palpebra Inferior

Udem (-), Hiperemis Udem

(-),

(-) Massa (-)

(-)

Hiperemis Massa (-)

Margo Palpebra

Sekret (-) Krusta (-) Sekret (-) Krust (-) Hordeolum (-)

Hordeolum (-)

Aparat Lakrimalis

Normal

Normal

Konjungtiva Tarsalis

Hiperemis (-), Folikel Hiperemis (-), Papil (-)

Konjungtiva Fornics

(-),

Folikel (-), Papil (-)

Hiperemis (-), Folikel Hiperemis

(-),

(-), Papil (-) Konjungtiva Bulbii

Folikel (-), Papil (-)

Hiperemis (-), injeksi Hiperemis

(-),

siliar

(-)

(-)

Injeksi injeksi

konjungtiva (-)

siliar

Injeksi konjungtiva (-)

Sklera

Putih

Putih

Kornea

Bening

Bening

Kamera Okuli Anterior

Cukup dalam

Cukup dalam

Iris

Warna coklat, rugae Warna (+)

Pupil

coklat,

rugae (+)

Diameter

3

mm, Diameter 3 mm,

Refleks pupil (+)

Refleks pupil (+)

Lensa

Bening

Bening

Korpus Vitreum

Jernih

Jernih

Fundus : - Papil Optikus

Bulat, batas tegas C/D Bulat, batas tegas 0.3/0.4

-

Retina

C/D 0.3/0.4

Perdarahan

(-), Perdarahan

Eksudat (-)

Eksudat (-)

(-),

-

Makula

Refleks fovea +

Refleks fovea +

-

Aa/vv retina

2:3

2:3

Tekanan Bulbus Okuli

Normal palpasi

Normal palpasi

Gerakan Bulbus Okuli

Bebas ke segala arah

Bebas

ke

segala

arah Pemeriksaan lainnya Gambar

Diagnosis kerja

Miopia ODS

Kompositus Miopia Kompositus ODS

Penatalaksanaan : Pengobatan pasien ini adalah dengan memberikan kacamata sferis negatif terkecil yang memberikan ketajaman penglihatan maksimal. Pada mata kanan diberikan kacamata sferis -5.25 dan pada mata kiri diberikan kacamata sferis -6.50.

Edukasi: 

Menjaga kesehatan badan dan mata



Bila membaca jangan terus-menerus dan usahakan dalam posisi tegak, jangan membungkuk di atas buku.



Kacamata harus terus dipakai.



Penerangan haruslah sesuai, yang terbaik adalah penerangan dari atas dan belakang

Prognosis Quo ad vitam : ad bonam Quo ad functionam : dubia ad bonam

BAB II PEMBAHASAN

Pasien perempuan berusia 24 tahun, datang dengan keluhan mata terasa kabur sejak lebih kurang satu bulan yang lalu. Pasien sebelumnya sudah menggunakan kacamata sferis negatif sejak 12 tahun yang lalu. Pasien terakhir menggunakan kacamata sferis dengan kekuatan – 5.25 pada mata kanan dan - 5.5 pada mata kiri. Ayah dan ibu pasien menggunakan kacamata sferis positif. Kakak pasien mengunakan kacamata lensa sferis negatif. Pasien mengatakan sebelumnya mempunyai kebiasaan membaca sambil tidur-tiduran dan mengerjakan tugas di depan komputer dalam jangka waktu yang cukup lama. Pada pemeriksaan oftalmologi didapatkan visus okulus dekstra 1/300 sedangkan visus okulus sinistra 1/300. Mata kanan dikoreksi dengan lensa sferis (–) 5,25 D, sedangkan mata kiri dikoreksi dengan lensa sferis (–) 6,50 D. Berdasarkan kepustakaan, miopia dapat dikoreksi dengan pemakaian lensa sferis negatif. Diagnosis miopia ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan oftalmologi. Dari anamnesis didapatkan adanya keluhan berupa penglihatan kabur terutama saat melihat benda atau tulisan pada jarak jauh. Penderita merasa lebih enak bila melihat atau membaca dalam jarak dekat. Hal ini sesuai dengan kepustakaan bahwa miopia merupakan suatu keadaan refraksi mata dimana sinar sejajar yang datang dari jarak tak terhingga dalam keadaan mata istirahat, dibiaskan di depan retina sehingga pada retina didapatkan lingkaran difus dan bayangan kabur. Cahaya yang datang dari jarak yang lebih dekat mungkin dibiaskan tepat di retina tanpa akomodasi. Pasien ini diterapi dengan kacamata mengunakan lensa sferis negatif. Ukuran lensa yang digunakan adalah yang terkecil yang memberikan visus maksimal pada saat dilakukan koreksi. Hal ini sesuai dengan kepustakaan yang menyatakan bahwa pada penderita miopia diberikan lensa sferis negatif yang terkecil yang memberikan visus maksimal agar penderita dapat melihat dengan baik tanpa melakukan akomodasi.

BAB III TINJAUAN KEPUSTAKAAN

1. Definisi Miopia adalah bentuk kelainan refraksi dimana sinar - sinar sejajar garis pandang pada keadaan mata tidak berakomodasi difokuskan di depan retina. Miopia dapat terjadi karena ukuran aksis bola mata relatif panjang. Dapat juga karena indeks bias yang tinggi atau akibat indeks refraksi lensa dan kornea terlalu kuat, hal ini disebut miopia refraktif.1 2. Epidemiologi Prevalensi miopia sangat bervariasi antara populasi dan kelompok etnis yang berbeda. Tingkat prevalensi miopia di Amerika Serikat telah dilaporkan sebagai 20-50% dan setinggi 80-90% di beberapa bagian Asia3. Mayoritas populasi rabun sebagian besar terdiri dari pasien dengan miopia non-patologis; sekitar 66% pasien dengan miopia memiliki kurang dari 2 dioptri (D) miopia dan 95% pasien rabun memiliki kurang dari 6 diopters 4. Pada tahun 2003 sebuah penelitian multi-pusat di AS melaporkan tingkat prevalensi yang berbeda-beda di antara anak-anak dari empat kelompok etnis yang berbeda. Tingkat tertinggi ditemukan di antara anak-anak Asia dengan prevalensi 18,5% dan anak-anak Hispanik dengan 13,2% .5 Tingkat prevalensi yang lebih rendah ditemukan pada anak-anak Afrika Amerika dengan 6,6% diikuti oleh anak-anak Kaukasia dengan tingkat prevalensi 4,4%. Sebuah studi epidemiologi yang besar pada tahun 2000 oleh Lin et al. menunjukkan bahwa tingkat prevalensi rabun jauh untuk anak-anak Taiwan mencapai 80%.6 Dilaporkan bahwa ada lebih dari 80 juta anak-anak rabun di seluruh dunia.6 3 Etiologi Pada dasarnya miopia terjadi oleh karena pertambahan panjang aksis bola mata tanpa di ikuti oleh perubahan pada komponen refraksi yang lain. Begitu juga perubahan kekuatan refraksi kornea, lensa dan aquos humor akan menimbulkan miopia bila tidak dikompensasi oleh perubahan panjang aksis bola mata. Beberapa hal yang akan dikaitkan atau diperkirakan sebagi etiologi miopia.2 1. Herediter 2. Penyakit sistemik. 3. Kelainan endokrin. 4. Malnutrisi, defisiensi vitamin dan mineral tertentu. 5. Penyakit mata. 6. Gangguan pertumbuhan. 7. Lingkungan ( iluminasi ) 8. Kerja dekat yang berlebihan. 9. Pemakaian kaca mata yang tidak sesuai. 10.Sikap tubuh yang tidak sesuai.

4.Klasifikasi Miopia Miopia dibagi berdasarkan beberapa karakteristik sebagai berikut : Bentuk miopia menurut penyebabnya.7 1. Miopia aksial Panjang aksial bola mata lebih panjang dari normal, walaupun kornea dan kurvatura lensa normal dan lensa dalam posisi anatominya normal. Miopia dalam bentuk ini dijumpai pada proptosis sebagai hasil dari tidak normalnya besar segmen anterior, peripapillary myopic crescent dan exaggerated cincin sceral, dan staphyloma posterior. 2. Miopia refraktif Mata memiliki panjang aksial bola mata normal, tetapi kekuatan refraksi mata lebih besar dari normal. Hal ini dapat terjadi pada :  Miopia kurvatura Mata memiliki panjang aksial bola mata normal, tetapi kelengkungan dari kornea lebih curam dari rata – rata, misal : Pembawaan sejak lahir atau keratokonus, atau kelengkungan lensa bertambah seperti pada hyperglikemia sedang atau berat, yang menyebabkan lensa membesar.  Miopia karena peningkatan indeks refraksi dari pada lensa berhubungan dengan permulaan dini atau moderate dari katarak nuklear sklerotik. Merupakan penyebab umum terjadinya miopia pada usia tua. Perubahan kekerasan lensa meningkatkan indeks refraksi, dengan demikian membuat mata menjadi miopik.  Miopia karena pergerakan anterior dari lensa. Pergerakan lensa ke anterior sering terlihat setelah operasi glaukoma dan akan meningkatkan miopik pada mata. Secara klinis beberapa bentuk miopia ditetapkan sebagai berikut8 : 1. Miopia Fisiologis Sering di sebut dengan simpel miopia atau school myopia yang berhubungan dengan proses pertumbuhan normal dari tiap – tiap komponen refraksi dari mata. Akibat dari proses ini menimbulkan miopia ringan dan sedang. 2. Miopia Patologis Di sebut juga Malignant, Progressive dan Degenerative myopia. Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan panjang aksial bola mata yang berlebihan, sedangkan komponen lain dari mata pertumbuhannya normal. Berdasarkan saat usia mulai terjadinya miopia dibagi dua.  Miopia yang timbul pada saat anak – anak. Miopia ini timbul pada usia antara 7 hingga 16 tahun, hal ini terutama disebabkan oleh pertumbuhan dari panjang aksial bola mata. Semakin dini usia timbulnya miopia maka semakin besar proses pertambahan miopianya.

 Miopia yang timbul pada usia dewasa Miopia ini timbul berkisar usia 20 tahunan. Terlalu banyak membaca dekat merupakan faktor resiko untuk berkembangnya miopia pada usia ini ( American Academy of Ophthalmology 2011 – 2012,Khurana Ak.2007 ) Derajat miopia diukur oleh kekuatan korektif lensa sehingga bayangan dapat jatuh di retina, yang dapat diklasifikan menjadi. (Vaughan DG 2010) 1. Miopia ringan : -0,25D s/d -3,00D 2. Miopia sedang : -3,25D s/d -6,00D 3. Miopia tinggi : > -6.00D 5. Patogenesis Miopia Pada miopia atau “penglihatan dekat” (nearsightedness), sewaktu otot siliaris relaksasi total, cahaya dari objek jauh difokuskan di depan retina. Keadaan ini biasanya akibat bola mata yang terlalu panjang, atau kadang-kadang karena daya bias sistem lensa terlalu kuat. Tidak ada mekanisme bagi pasien miopi untuk mengurangi kekuatan lensanya karena memang otot siliaris dalam keadaan relaksasi sempurna. Pasien miopia tidak mempunyai mekanisme untuk memfokuskan bayangan dari objek jauh dengan tegas di retina. Namun, bila objek didekatkan ke mata, bayangan akhirnya akan menjadi cukup dekat sehingga dapat difokuskan di retina. Kemudian, bila objek terus didekatkan ke mata, pasien miopia dapat menggunakan mekanisme akomodasi agar bayangan yang terbentuk tetap terfokus secara jelas. Seorang pasien miopi mempunyai “titik jauh” yang terbatas untuk penglihatan jelas.9

6. Faktor Risiko Miopia Faktor risiko seseorang dapat menderita miopia antara lain sebagai berikut: 1) Riwayat keluarga menderita miopia. Faktor keluarga merupakan faktor risiko miopia yang penting. Penelitian menunjukkan 33 – 60% prevalensi miopia pada anak-anak adalah mereka yang kedua orang tuanya menderita miopia, dan 23-40% pada anak-anak yang salah satu orang tuanya menderita miopia, sedangkan hanya 6-15% anak yang menderita miopia dimana kedua orangtuanya tidak menderita miopia. 10 2) Sering melakukan banyak pekerjaan dalam jarak dekat secara rutin seperti membaca, menulis, dan menggunakan computer.

10

Tingkat keparahan risiko

miopia tergantung intensitas seperti durasi dan jarak saat membaca buku.11

3) Kurvatura kornea yang lebih curam dan rasio panjang aksial bola mata dengan radius kornea yang lebih dari 3,00. 10

7. Manifestasi Klinis Penglihatan untuk jarak jauh kabur, sedangkan penglihatan dekat masih jelas. Jika derajat miopinya terlalu tinggi, sehingga letak pungtum remotum kedua mata terlalu dekat maka kedua mata selalu melihat dalam posisi konvergensi, dan ini akan menimbulkan keluhan. Bila posisi konvergensi itu menetap sehingga terjadi strabismus konvergen (esotropia). Bila terdapat miopia pada salah satu mata jauh lebih tinggi dari mata yang lain, dapat terjadi amblyopia pada mata yang miopianya lebih tinggi. 12 8. Diagnosis 10 Diagnosis miopia ditegakkan melalui anamnesis berdasarkan riwayat manifestasi klinis dan pemeriksaan mata. Pemeriksaan yang dapat dilakukan antara lain: 1) Pemeriksaan visus 2) Tes refraksi, untuk menentukan resep yang cocok untuk lensa kacamata. 3) Pemeriksaan retina dengan funduskopi.

9. Penatalaksanaan Tujuan pengobatan pasien dengan miopia adalah untuk mencapai penglihatan yang jernih, nyaman, dan penglihatan binokuler yang efisien. Pilihan pengobatan miopia antara lain sebagai berikut: 1) Koreksi optikal10 Koreksi optikal dalam bentuk pemberian kacamata dan lensa kontak  Penggunaan Kacamata -

Pengobatan pasien miopi dengan kacamata adalah dengan memberikan kacamata sferis negatif terkecil yang memberikan ketajaman penglihatan maksimal. Sebagai contoh bila pasien dikoreksi dengan S-3,0 memberikan tajam penglihatan 6/6, demikian juga dengan bila diberi S-3,25, maka sebaiknya diberikan lensa koreksi -3,0 agar untuk memberikan istirahat mata dengan baik sesudah dikoreksi. 13

-

Keuntungan memakai kacamata: 10 o Dapat melindungi mata.

o Dapat digunakan untuk mengobati kelainan refraksi lainnya jika bersamaan dengan miopia. o Harga ekonomis yang lebih murah.  Penggunaan Lensa Kontak -

Keuntungan memakai lensa kontak o Memberikan manfaat kosmetik lebih baik. o Memberikan ukuran image retina yang lebih besar dan ketajaman penglihatan yang sedikit lebih baik pada miopia tinggi. o Mengurangi

masalah

menurunkan

masalah

berat,

terhalangnya

ketidakseimbangan

lapangan prisma

pandang yang

dan

biasanya

ditimbulkan kacamata. 2) Terapi medikamentosa Pemberian agen sikloplegik kadang-kadang digunakan untuk mengurangi respon akomodasi pada pseudomiopia. Beberapa penelitian pemberian atropine dan siklopentolat topikal menurunkan progresifitas miopi pada anak-anak dengan youthonset miopia. 10 3) Bedah refraksi Keratotomi radial merupakan sebuah prosedur berupa sayatan dengan pola radial pada kornea. Tindakan ini biasanya dilakukan pada pasien yang ingin mengurangi ketergantungan menggunakan kacamata atau lensa kontak. 10 Laser excimer, terutama laser argon fluorida dengan panjang gelombang 193 nm, dapat menguapkan jaringan dengan sangat bersih, nyaris tanpa merusak sel-sel di sekitar atau di bawah potongan. Dengan menggunakan pulsasi multipel dan ukuran titik (-penembak) yang berubah secara progresif untuk menguapkan lapis demi lapis lapisan kornea yang tipis, pembentukan ulang kontur retina dengan bantuan komputer (fotorefraktif keratektomi) dapat memperbaiki kelainanan refraksi astigmatisme dan miopia-sedang dengan tepat dan tampaknya secara permanen. Kesulitan-kesulitan awal berupa terbentuknya perkabutan superfisial di kornea tampaknya telah berhasil diatasi. Kelainan miopia berat (lebih dari 6 dioptri) tidak berespons sebaik itu dengan fotorefraktif keratektomi. Terapi ini telah berhasil menyembuhkan ribuan mata miopia di Eropa, Asia dan Amerika Serikat. Di tempat-tempat yang tersedia, fotorefraktif keratektomi telah sangat menggantikan ketatotomi radial bedah, yang kurang dapat diprediksi dan menimbulkan berbagai komplikasi misalnya pembentukan jaringan parut dalam, perforasi mata, infeksi intraokular, dan pergeseran hiperopia di kemudian

hari

yang

tidak

timbul

dengan

tindakan

laser.

Fotorefraktif

keratektomi

menghilangkan membran bowman, lapisan tempat epitel kornea melekat; kadangkadang hal ini menyebabkan kekeruhan kornea. Untuk mempertahankan membran ini, dilakukan suatu prosedur alternatif yang banyak dikenal sebagai LASIK (laser in situ keratomileus), yang terdiri atas pembuatan flap lamelar “berengsel” pada kornea dengan suatu keratom mekanis, ablasi refraktif dasar kornea dengan laser, dan pengembalian flap yang telah dibuat. LASIK menghasilkan perbaikan penglihatan yang lebih cepat dan terasa lebih nyaman dibandingkan fotorefraktif keratektomi, tetapi menimbulkan risiko komplikasi jangka panjang yang sedikit lebih tinggi. Secara teori, laser subepithelial keratomileusis (LASEK) menggabungkan keuntungankeuntungan fotorefraktif keratektomi dan LASIK. Laser excimer dapat juga digunakan secara terapeutik untuk menghilangkan kekeruhan kornea superfisial, seperti yang terdapat pada keratopati pita dan untuk mengobati penyakit kornea superfisial, misal erosi kornea rekuren. 14

10. Prognosis Prognosis untuk miopia sederhana yang dikoreksi adalah sangat baik. Pasien dapat mencapai tajam penglihatan terbaik dengan koreksi. Hal tersebut tergantung pada derajat miopi, silindris, anisometropia, dan akomodasi pasien. Anak-anak dengan miopia sederhana harus diperiksa setiap tahun. Follow up dengan Interval 6 bulan dilakukan untuk anak-anak yang memiliki tingkat perkembangan miopia yang tinggi. Orang dewasa dengan miopia sederhana harus diperiksa setidaknya setiap 2 tahun. Pemeriksaan follow up harus lebih sering ketika miopia disertai kondisi penyerta. Pengguna lensa kontak umumnya memerlukan lebih sering follow up untuk evaluasi kesesuaian lensa dan fisiologi kornea. Pada miopia ringan yang tidak ditatalaksana (misalnya pada anak dengan miopia -0.5 s.d -0.75), pasien diwajibkan kontrol tiap 6 bulan sekali. 10

BAB IV KESIMPULAN Miopia adalah suatu kelainan refraksi di mana sinar cahaya paralel yang memasuki mata secara keseluruhan dibawa menuju fokus di depan retina. Miopia, yang umum disebut sebagai kabur jauh / terang dekat (shortsightedness), merupakan salah satu dari lima besar penyebab kebutaan di seluruh dunia. Dikatakan bahwa pada penderita miopia, tekanan intraokular mempunyai keterkaitan yang cenderung meninggi pada tingkat keparahan miopia. Miopia disebabkan oleh kebiasaan melihat pada jarak yang dekat secara rutin. Selain itu, kejadian miopia juga berkaitan dengan adanya anggota keluarga yang menderita miopia. Prevalensi miopia bervariasi berdasarkan usia dan faktor-faktor lainnya. Diagnosis Miopia dilakukan melalui anamnesis yang akurat. Kemudian ditunjang dengan pemeriksaan visus, tes refraksi, dan pemeriksaan fundoskopi. Secara umum prognosis Miopia adalah baik.

DAFTAR PUSTAKA

1. American academy of Ophthalmology, 2013. Myopia. USA: EyeWiki. Available from: http//www.eyewiki.aao.org/Myopia. [Accessed 3 March 2013]. 2. American Optometric Association, 2008, Eye College, 2013. 3. Morgan I, Rose K. How genetic is school myopia? Progress in Retinal and Eye Research 2005;24:1-38. 4. American Academy of Ophthalmology. www.aao.org. [May 2010] 5. Kleinstein RN, Jones LA, Hullett S, et al. Refractive Error and Ethnicity in Children. Arch Ophthalmol. 2003;121:1141-1147. 6. Lin LL, Shih YF, Hsiao CK, et al. Prevalence of myopia in Taiwanese schoolchildren: 1983-2000. Ann Acad Med Singapore. 2004;33(1):27-33. 7. American Academy of Ophthalmology 2011–2012, National Eye Centre 2005, Mayoclinic 8. Eye Health and Nearsightedness, Khurana Ak, 2007 9. Guyton & Hall, 2008. Textbook of Medical Physiology. Eleventh Edition. Philadelphia: Elsevier Inc. PP: 645 – 647. 10 American Ophtical Association. 2006. Care of the patient with Myopia 11. Pei-Chang W, Hsiu-Mei H, Hun-Ju Y, Po-Chiung F, Cueh Tan MS, 2016. Epidemiology of Myopia. The Asia-Pacific Journal of Opthalmology. Volume 5, pp: 386-393. 12. Ilyas S, Mailangkay HHB, Taim H, Saman RR, Simarmata M, Widodo PS, 2002. Ilmu penyakit mata. Edisi ke 2. Jakarta. Pp: 46-47 13. Ilyas, Sidarta. 2010. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Hal: 72 – 78. 14. Victor NH, 2010. Laser dalam Oftalmologi. Dalam: Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum ; alih bahasa, Brahm U.Pendit ; editor edisi bahasa Indonesia, Diana Susanto. Ed 17. Jakarta: EGC.PP: 431.

Related Documents

Laporan Kasus
June 2020 61
Laporan Kasus
June 2020 56
Laporan Kasus
June 2020 53
Laporan Kasus
June 2020 47
Laporan Kasus
July 2020 55

More Documents from "Himmah Binafsiha"