LAPORAN KASUS MIOMA UTERI
Pembimbing dr. Adi Rachmanadi, Sp.OG
Disusun oleh : Anisa Faqih
1710221041
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA FAKULTAS KEDOKTERAN KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KESEHATAN KANDUNGAN DAN KEBIDANAN RSUD AMBARAWA KABUPATEN SEMARANG PERIODE 4 MARET 2019 – 11 MEI 2019
1
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan kasus ini diajukan oleh Nama
: Anisa Faqih
NRP
: 1710221041
Program Study
: Kepaniteraan Klinik Obstetrik dan Ginekologi
Judul
: Mioma Uteri
Disetujui oleh: Pembimbing,
dr. Adi Rachmanadi, Sp.OG
Ditetapkan di
: Ambarawa
Tanggal Presentasi
:
2
KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan kasus ini yang berjudul “mioma uteri”. Laporan Kasus ini kami susun untuk melengkapi tugas kepaniteraan Ilmu Kandungan dan Kebidanan RSUD Ambarawa. Penulis mengucapkan banyak terima kasih yang sebesar besarnya kepada
dr. Adi Rachmanadi, Sp.OG dan dr. Hary
Purwoko, Sp.OG,KFER yang telah membimbing dan membantu kami dalam melaksanakan kepaniteraan dan dalam menyusun laporan kasus ini. Penulis menyadari dalam penulisan laporan kasus ini masih banyak kekurangan dan masih banyak yang perlu diperbaiki. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun guna menambah ilmu dan pengetahuan penulis dalam ruang lingkup ilmu kandungan dan kebidanan, khususnya yang berhubungan dengan laporan kasus ini.
Ambarawa, Maret 2019
Penulis
3
BAB I PENDAHULUAN Mioma uteri adalah suatu tumor jinak yang tumbuh dalam otot uterus. Biasa juga disebut fibromioma uteri, leiomioma uteri atau uterine fibroid. Mioma uteri bukanlah suatu keganasan dan tidak juga berhubungan dengan keganasan. Mioma bisa menyebabkan gejala yang luas termasuk perdarahan menstruasi yang banyak dan penekanan pada pelvis.(1,3) Berdasarkan otopsi, Novak menemukan 27% wanita berumur 25 tahun mempunyai sarang mioma, pada wanita yang berkulit hitam ditemukan lebih banyak. Mioma uteri belum pernah dilaporkan terjadi sebelum menarke, sedangkan setelah menopause hanya kira-kira 10% mioma yang masih bertumbuh. Diperkirakan insiden mioma uteri sekitar 20 – 30% dari seluruh wanita. Di Indonesia mioma uteri ditemukan pada 2,39 – 11,7% pada semua penderita ginekologi yang dirawat. Tumor ini paling sering ditemukan pada wanita umur 35 – 45 tahun (kurang lebih 25%) dan jarang pada wanita 20 tahun dan wanita post menopause. Wanita yang sering melahirkan akan lebih sedikit kemungkinan untuk berkembangnya mioma ini dibandingkan dengan wanita yang tak pernah hamil atau hanya 1 kali hamil. Statistik menunjukkan 60% mioma uteri berkembang pada wanita yang tak pernah hamil atau hanya hamil 1 kali.(2,3) Perihal penyebab pasti terjadi tumor mioma belum diketahui. Mioma uteri mulai tumbuh dibagian atas (fundus) rahim dan sangat jarang tumbuh dimulut rahim. Bentuk tumor bisa tunggal atau multiple (banyak), umumnya tumbuh didalam otot rahim yang dikenal dengan intramural mioma. Tumor mioma ini akan cepat memberikan keluhan, bila mioma tumbuh kedalam mukosa rahim, keluhan yang biasa dikeluhkan berupa perdarahan saat siklus dan diluar siklus haid. Sedangkan pada tipe tumor yang tumbuh dikulit luar rahim yang dikenal dengan tipe subserosa tidak memberikan keluhan perdarahan, akan tetapi seseorang baru mengeluh bila tumor membesar yang dengan perabaan didaerah perut dijumpai benjolan keras, benjolan tersebut kadang sulit digerakkan bila tumor sudah sangat besar.(4)
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
Definisi Mioma uteri adalah tumor jinak miometrium uterus dengan konsistensi padat kenyal, batas jelas, mempunyai pseudo kapsul, tidak nyeri, bisa soliter atau multipel. Tumor ini juga dikenal dengan istilah fibromioma uteri, leiomioma uteri, atau uterine fibroid. Mioma uteri bukanlah suatu keganasan dan tidak juga berhubungan dengan keganasan.(1,5,6)
2.2.
Epidemiologi Berdasarkan otopsi, Novak menemukan 27% wanita berumur 25 tahun mempunyai sarang mioma, pada wanita yang berkulit hitam ditemukan lebih banyak. Mioma uteri belum pernah dilaporkan terjadi sebelum menarke, sedangkan setelah menopause hanya kira-kira 10% mioma yang masih bertumbuh. Diperkirakan insiden mioma uteri sekitar 20 – 30% dari seluruh wanita. Di Indonesia mioma uteri ditemukan pada 2,39 – 11,7% pada semua penderita ginekologi yang dirawat. Tumor ini paling sering ditemukan pada wanita umur 35 – 45 tahun (kurang lebih 25%) dan jarang pada wanita 20 tahun dan wanita post menopause. Wanita yang sering melahirkan akan lebih sedikit kemungkinan untuk berkembangnya mioma ini dibandingkan dengan wanita yang tak pernah hamil atau hanya 1 kali hamil. Statistik menunjukkan 60% mioma uteri berkembang pada wanita yang tak pernah hamil atau hanya hamil 1 kali. Prevalensi meningkat apabila ditemukan riwayat keluarga, ras, kegemukan dan nullipara.(2,3)
2.3.
Etiologi Sampai saat ini belum diketahui penyebab pasti mioma uteri dan diduga merupakan penyakit multifaktorial. Dipercaya bahwa mioma merupakan sebuah
5
tumor monoklonal yang dihasilkan dari mutasi somatik dari sebuah sel neoplastik tunggal. Sel-sel tumor mempunyai abnormalitas kromosom lengan 12q13-15. Ada beberapa faktor yang diduga kuat sebagai faktor predisposisi terjadinya mioma uteri, yaitu : (3) 1. Umur : mioma uteri jarang terjadi pada usia kurang dari 20 tahun, ditemukan sekitar 10% pada wanita berusia lebih dari 40 tahun. Tumor ini paling sering memberikan gejala klinis antara 35-45 tahun. 2. Paritas : lebih sering terjadi pada nullipara atau pada wanita yang relatif infertil, tetapi sampai saat ini belum diketahui apakah infertil menyebabkan mioma uteri atau sebaliknya mioma uteri yang menyebabkan infertil, atau apakah kedua keadaan ini saling mempengaruhi. 3. Faktor ras dan genetik : pada wanita ras tertentu, khususnya wanita berkulit hitam, angka kejadiaan mioma uteri tinggi. Terlepas dari faktor ras, kejadian tumor ini tinggi pada wanita dengan riwayat keluarga ada yang menderita mioma. 4. Fungsi ovarium : diperkirakan ada korelasi antara hormon estrogen dengan pertumbuhan mioma, dimana mioma uteri muncul setelah menarke, berkembang setelah kehamilan dan mengalami regresi setelah menopause. 2.4.
Patofisiologi Mioma merupakan monoclonal dengan tiap tumor merupakan hasil dari
penggandaan satu sel otot. Etiologi yang diajukan termasuk di dalamnya perkembangan dari sel otot uterus atau arteri pada uterus, dari transformasi metaplastik sel jaringan ikat, dan dari sel-sel embrionik sisa yang persisten. Penelitian terbaru telah mengidentifikasi sejumlah kecil gen yang mengalami mutasi pada jaringan ikat tapi tidak pada sel miometrial normal. Penelitian menunjukkan bahwa pada 40% penderita ditemukan aberasi kromosom yaitu t(12;14)(q15;q24). Meyer dan De Snoo mengajukan teori Cell Nest atau teori genioblast. Percobaan Lipschultz yang memberikan estrogen kepada kelinci percobaan ternyata menimbulkan
6
tumor fibromatosa baik pada permukaan maupun pada tempat lain dalam abdomen. Efek fibromatosa ini dapat dicegah dengan pemberian preparat progesteron atau testoster. Pemberian agonis GnRH dalam waktu lama sehingga terjadi hipoestrogenik dapat mengurangi ukuran mioma. Efek estrogen pada pertumbuhan mioma mungkin berhubungan dengan respon mediasi oleh estrogen terhadap reseptor dan faktor pertumbuhan lain. Terdapat bukti peningkatan produksi reseptor progesteron, faktor pertumbuhan epidermal dan insulin-like growth factor 1 yang distimulasi oleh estrogen. Anderson dkk, telah mendemonstrasikan munculnya gen yang distimulasi oleh estrogen lebih banyak pada mioma daripada miometrium normal dan mungkin penting pada perkembangan mioma. Namun bukti-bukti masih kurang meyakinkan karena tumor ini tidak mengalami regresi yang bermakna setelah menopause sebagaimana yang disangka. Lebih daripada itu tumor ini kadang-kadang berkembang setelah menopause bahkan setelah ooforektomi bilateral pada usia dini.(3) 2.5.
Klasifikasi mioma uteri Klasifikasi mioma dapat berdasarkan lokasi dan lapisan uterus yang terkena.(3) 1. Lokasi • Cerivical (2,6%), umumnya tumbuh ke arah vagina menyebabkan infeksi. •
Isthmica (7,2%), lebih sering menyebabkan nyeri dan gangguan traktus
urinarius. • Corporal (91%), merupakan lokasi paling lazim, dan seringkali tanpa gejala.
2. Lapisan Uterus Mioma uteri pada daerah korpus, sesuai dengan lokasi dibagi menjadi 3 jenis, yaitu : • Mioma Uteri Submukosa
7
Mioma submukosa dapat tumbuh bertangkai menjadi polip, kemudian dilahirkan melalui saluran serviks disebut mioma geburt. Hal ini dapaat menyebabkan dismenore, namun ketika telah dikeluarkan dari serviks dan menjadi nekrotik, akan memberikan gejala pelepasan darah yang tidak regular dan dapat disalahartikan dengan kanker serviks. Dari sudut klinik mioma uteri submukosa mempunyai arti yang lebih penting dibandingkan dengan jenis yang lain. Pada mioma uteri subserosa ataupun intramural walaupun ditemukan cukup besar tetapi sering kali memberikan keluhan yang tidak berarti. Sebaliknya pada jenis submukosa walaupun hanya kecil selalu memberikan keluhan perdarahan melalui vagina. Perdarahan sulit untuk dihentikan sehingga sebagai terapinya dilakukan histerektomi. • Mioma Uteri Subserosa Lokasi tumor di subserosa korpus uteri dapat hanya sebagai tonjolan saja, dapat pula sebagai satu massa yang dihubungkan dengan uterus melalui tangkai. Pertumbuhan ke arah lateral dapat berada di dalam ligamentum latum dan disebut sebagai mioma intraligamenter. Mioma yang cukup besar akan mengisi rongga peritoneal sebagai suatu massa. Perlengketan dengan usus, omentum atau mesenterium di sekitarnya menyebabkan sistem peredaran darah diambil alih dari tangkai ke omentum. Akibatnya tangkai makin mengecil dan terputus, sehingga mioma akan terlepas dari uterus sebagai massa tumor yang bebas dalam rongga peritoneum. Mioma jenis ini dikenal sebagai jenis parasitik. • Mioma Uteri Intramural Disebut juga sebagai mioma intraepitelial. Biasanya multipel apabila masih kecil tidak merubah bentuk uterus, tetapi bila besar akan menyebabkan uterus berbenjol-benjol, uterus bertambah besar dan berubah bentuknya. Mioma sering tidak memberikan gejala klinis yang berarti kecuali rasa tidak enak karena adanya massa tumor di daerah perut sebelah bawah. Kadang kala tumor tumbuh
8
sebagai mioma subserosa dan kadang-kadang sebagai mioma submukosa. Di dalam otot rahim dapat besar, padat (jaringan ikat dominan), lunak (jaringan otot Rahim
dominan).
Secara makroskopis terlihat uterus berbenjol-benjol dengan permukaan halus. Pada potongan, tampak tumor berwarna putih dengan struktur mirip potongan daging ikan. Tumor berbatas tegas dan berbeda dengan miometrium yang sehat, sehingga tumor mudah dilepaskan. Konsistensi kenyal, bila terjadi degenerasi kistik maka konsistensi menjadi lunak. Bila terjadi kalsifikasi maka konsistensi menjadi keras. Secara histologik tumor ditandai oleh gambaran kelompok otot polos yang membentuk pusaran, meniru gambaran kelompok sel otot polos miometrium. Fokus fibrosis, kalsifikasi, nekrosis iskemik dari sel yang mati. Setelah menopause, sel-sel otot polos cenderung mengalami atrofi, ada kalanya diganti oleh jaringan ikat. Pada mioma uteri dapat terjadi perubahan sekunder yang sebagian besar bersifat degenerasi. Hal ini oleh karena berkurangnya pemberian darah pada sarang mioma. Perubahan ini terjadi secara sekunder dari atropi postmenopausal, infeksi, perubahan dalam sirkulasi atau transformasi maligna.
Gambar 1. Jenis-jenis mioma uteri. (3)
9
2.6.
Gejala klinis Hampir separuh kasus mioma uteri ditemukan secara kebetulan pada
pemeriksaan ginekologik karena tumor ini tidak mengganggu. Gejala yang timbul sangat tergantung pada tempat sarang mioma ini berada serviks, intramural, submukus, subserus), besarnya tumor, perubahan dan komplikasi yang terjadi. Gejala tersebut dapat digolongkan sebagai berikut : (6) 1) Perdarahan abnormal Gangguan perdarahan yang terjadi umumnya adalah hipermenore, menoragia dan dapat juga terjadi metroragia. Beberapa faktor yang menjadi penyebab perdarahan ini, antara lain adalah : -
Pengaruh ovarium sehingga terjadilah hyperplasia endometrium sampai adeno karsinoma endometrium.
-
Permukaan endometrium yang lebih luas daripada biasa.
-
Atrofi endometrium di atas mioma submukosum.
-
Miometrium tidak dapat berkontraksi optimal karena adanya sarang mioma diantara serabut miometrium, sehingga tidak dapat menjepit pembuluh darah yang melaluinya dengan baik.
2) Rasa nyeri Rasa nyeri bukanlah gejala yang khas tetapi dapat timbul karena gangguan sirkulasi darah pada sarang mioma, yang disertai nekrosis setempat dan peradangan. Pada pengeluaran mioma submukosum yang akan dilahirkan, pula pertumbuhannya yang menyempitkan kanalis servikalis dapat menyebabkan juga dismenore. 3) Gejala dan tanda penekanan Gangguan ini tergantung dari besar dan tempat mioma uteri. Penekanan pada kandung kemih akan menyebabkan poliuri, pada uretra dapat menyebabkan retensio urine, pada ureter dapat menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis, pada rectum dapat
10
menyebabkan obstipasi dan tenesmia, pada pembuluh darah dan pembuluh limfe dipanggul dapat menyebabkan edema tungkai dan nyeri panggul. 4) Infertilitas dan abortus Infertilitas dapat terjadi apabila sarang mioma menutup atau menekan pars intertisialis tuba, sedangkan mioma submukosum juga memudahkan terjadinya abortus oleh karena distorsi rongga uterus. Rubin (1958) menyatakan bahwa apabila penyebab lain infertilitas sudah disingkirkan, dan mioma merupakan penyebab infertilitas tersebut, maka merupakan suatu indikasi untuk dilakukan miomektomi. 2.7.
Diagnosis 1. Anamnesis Dalam anamnesis dicari keluhan utama serta gejala klinis mioma lainnya, faktor resiko serta kemungkinan komplikasi yang terjadi. 2. Pemeriksaan fisik Pemeriksaan status lokalis dengan palpasi abdomen. Mioma uteri dapat diduga dengan pemeriksaan luar sebagai tumor yang keras, bentuk yang tidak teratur, gerakan bebas, tidak sakit. 3. Pemeriksaan penunjang a. Pemeriksaan laboratorium Akibat yang terjadi pada mioma uteri adalah anemia akibat perdarahan uterus yang berlebihan dan kekurangan zat besi. Pemeriksaaan laboratorium yang perlu dilakukan adalah Darah Lengkap (DL) terutama untuk mencari kadar Hb. Pemeriksaaan lab lain disesuaikan dengan keluhan pasien. b. Imaging
11
1) Pemeriksaaan dengan USG akan didapat massa padat dan homogen pada uterus. Mioma uteri berukuran besar terlihat sebagai massa pada abdomen bawah dan pelvis dan kadang terlihat tumor dengan kalsifikasi. 2) Histerosalfingografi digunakan untuk mendeteksi mioma uteri yang tumbuh ke arah kavum uteri pada pasien infertil. 3) MRI lebih akurat untuk menentukan lokasi, ukuran, jumlah mioma uteri, namun biaya pemeriksaan lebih mahal. 2.8.
Diagnosis banding 1. Adenomiosis (7) 2. Neoplasma ovarium 3. Kehamilan
2.9.
Penatalaksanaan Tidak semua mioma uteri memerlukan pengobatan bedah. Penanganan mioma
uteri tergantung pada umur, status fertilitas, paritas, lokasi dan ukuran tumor, sehingga biasanya mioma yang ditangani yaitu yang membesar secara cepat dan bergejala serta mioma yang diduga menyebabkan fertilitas. Secara umum, penanganan mioma uteri terbagi atas penanganan konservatif dan operatif. (3) Penanganan konservatif bila mioma berukuran kecil pada pra dan post menopause tanpa gejala. Cara penanganan konservatif sebagai berikut : (3) - Observasi dengan pemeriksaan pelvis secara periodic setiap 3-6 bulan. - Bila anemi (Hb < style="font-weight: bold;">). Pengobatan operatif meliputi miomektomi dan histerektomi. Miomektomi adalah pengambilan sarang mioma saja tanpa pengangkatan uterus. Tindakan ini dapat dikerjakan misalnya pada mioma submukoum pada myom geburt dengan cara ekstirpasi
12
lewat vagina. Pengambilan sarang mioma subserosum dapat mudah dilaksanakan apabila tumor bertangkai. Apabila miomektomi ini dikerjakan karena keinginan memperoleh anak, maka kemungkinan akan terjadi kehamilan adalah 30-50%. Histerektomi adalah pengangkatan uterus, yang umumnya tindakan terpilih. Histerektomi dapat dilaksanakan perabdominan atau pervaginam. Yang akhir ini jarang dilakukan karena uterus harus lebih kecil dari telor angsa dan tidak ada perlekatan dengan sekitarnya. Adanya prolapsus uteri akan mempermudah prosedur pembedahan. Histerektomi total umumnya dilakukan dengan alasan mencegah akan timbulnya karsinoma servisis uteri. Histerektomi supravaginal hanya dilakukan apabila terdapat kesukaran teknis dalam mengangkat uterus.(6)
Mioma
Besar < 14 mgg
Tanpa keluhan
Besar > 14 mgg
Dengan keluhan
Konservatif Operatif Gambar 2. Bagan Penatalaksanaan Mioma Uteri. (5)
13
2.10.
Komplikasi Perubahan sekunder pada mioma uteri yang terjadi sebagian besar bersifat
degenerasi. Hal ini oleh karena berkurangnya pemberian darah pada sarang mioma. Perubahan sekunder tersebut antara lain : (6) • Atrofi : sesudah menopause ataupun sesudah kehamilan mioma uteri menjadi kecil. • Degenerasi hialin : perubahan ini sering terjadi pada penderita berusia lanjut. Tumor kehilangan struktur aslinya menjadi homogen. Dapat meliputi sebagian besar atau hanya sebagian kecil dari padanya seolah-olah memisahkan satu kelompok serabut otot dari kelompok lainnya. • Degenerasi kistik : dapat meliputi daerah kecil maupun luas, dimana sebagian dari mioma menjadi cair, sehingga terbentuk ruangan-ruangan yang tidak teratur berisi agar-agar, dapat juga terjadi pembengkakan yang luas dan bendungan limfe sehingga menyerupai limfangioma. Dengan konsistensi yang lunak ini tumor sukar dibedakan dari kista ovarium atau suatu kehamilan. • Degenerasi membatu (calcereus degeneration) : terutama terjadi pada wanita berusia lanjut oleh karena adanya gangguan dalam sirkulasi. Dengan adanya pengendapan garam kapur pada sarang mioma maka mioma menjadi keras dan memberikan bayangan pada foto rontgen. • Degenerasi merah (carneus degeneration) : perubahan ini terjadi pada kehamilan dan nifas. Patogenesis : diperkirakan karena suatu nekrosis subakut sebagai gangguan vaskularisasi. Pada pembelahan dapat dilihat sarang mioma seperti daging mentah berwarna merah disebabkan pigmen hemosiderin dan hemofusin. Degenerasi merah tampak khas apabila terjadi pada kehamilan muda disertai emesis, haus, sedikit demam, kesakitan, tumor pada uterus membesar dan nyeri pada perabaan. Penampilan klinik ini seperti pada putaran tangkai tumor ovarium atau mioma bertangkai. • Degenerasi lemak : jarang terjadi, merupakan kelanjutan degenerasi hialin.
14
Komplikasi yang terjadi pada mioma uteri : (6) 1. Degenerasi ganas. Mioma uteri yang menjadi leiomiosarkoma ditemukan hanya 0,32-0,6% dari seluruh mioma; serta merupakan 50-75% dari semua sarkoma uterus. Keganasan umumnya baru ditemukan pada pemeriksaan histologi uterus yang telah diangkat. Kecurigaan akan keganasan uterus apabila mioma uteri cepat membesar dan apabila terjadi pembesaran sarang mioma dalam menopause. 2. Torsi (putaran tangkai). Sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami torsi, timbul gangguan sirkulasi akut sehingga mengalami nekrosis. Dengan demikian terjadilah sindrom abdomen akut. Jika torsi terjadi perlahan-lahan, gangguan akut tidak terjadi. 3. Nekrosis dan infeksi. Sarang mioma dapat mengalami nekrosis dan infeksi yang diperkirakan karena gangguan sirkulasi darah padanya.
15
BAB III LAPORAN KASUS I. Identitas pasien Nama
: Ny. Purwanti
Umur
: 32 tahun
Tanggal lahir : 20 September 1986 Agama
: Islam
Suku/ Bangsa : Jawa/ WNI Alamat
: Macan mati 2/2, pringipus
Pendidikan
: SLTP
Pekerjaan
: Wiraswasta
Nama suami : Tn. Sriyanto Umur
: 37 tahun
Agama
: Islam
Suku/ Bangsa : Jawa/ WNI Pekerjaan
: Wiraswasta
Pendidikan
: SMA
Rekam Medik : 041366 Tgl MRS
: 4-3-2019
16
II. Anamnesis (4-3-2019) Keluhan utama : gangguan haid. Perjalanan penyakit : • Pasien datang ke rumah sakit pada tanggal 4-3-2019 dengan keluhan gangguan haid sejak 1 tahun yang lalu. Dalam sebulan haid sebanyak 1 kali. Setiap haid lamanya 7-20 hari. Setiap hari ganti pembalut + 7 sampai 8 kali. Darah haid berwarna merah kehitaman. Sakit perut saat haid disangkal. Riwayat keputihan tidak ada. • Pasien juga mengeluh rasa penuh dan berat sejak 1 tahun yang lalu pada perut bagian bawah. Nyeri dan rasa kemeng di daerah perut bagian bawah. Gangguan BAK berupa BAK sering, sedikit-sedikit, nyeri saat/ sebelum/ sesudah BAK tidak ada. Sulit buang air besar dan nyeri saat BAB tidak ada. Teraba benjolan di perut disangkal. Sebelum MRS pasien pernah memeriksakan kesehatannya di dokter Sp.OG pada tanggal 17-2-2019 karena gangguan haid. Dari hasil pemeriksaan USG di dokter Sp.OG tersebut didapatkan uterus membesar dengan ukuran 10 x 7 cm dan didiagnosis mioma uteri.
Kemudian pasien MRS melalui poli kandungan dan direncanakan untuk operasi elektif histerektomi.
Riwayat menstruasi sebelum terjadi gangguan haid : -
menarche : umur 15 tahun.
-
siklus : teratur 30 hari sekali.
-
banyaknya : normal (2-3 pembalut/ hari)
-
lamanya : 7 hari
17
Riwayat penggunaan KB (-), pasien menggunakan KB suntik 3 bulan sejak 5 tahun yang lalu. Riwayat pernikahan : suami ke I, menikah 1x selama 15 tahun. Jumlah anak : 1 orang, hidup. Usia anak terkecil : 14 tahun. Riwayat abortus : satu kali saat usia kehamilan 13 minggu Riwayat penyakit dahulu : tidak pernah menderita penyakit jantung, paru, hati, ginjal, DM dan hipertensi. Riwayat penyakit keluarga : tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit menular, mioma, keturunan dan kejiwaan. Riwayat penyakit yang pernah diderita : sakit biasa seperti demam, flu dan batuk. Riwayat penyakit keganasan pada keluarga : tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit keganasan. Riwayat alergi : tidak mempunyai alergi terhadap obat-obatan, makanan dan cuaca. III. Pemeriksaan fisik (4-3-2019) Status present Keadaan umum
: Baik
Kesadaran
: Compos mentis
Tensi
: 120/80 mmHg
Nadi
: 82x/menit
18
Nafas
: 22x/menit
Suhu
: 36,3 0C
Tinggi badan
: 165 cm
Berat badan
: 76 kg
Status general Kepala
: Normocephali
Mata
: Anemis (-/-), ikterik (-/-)
Thorak
: Cor S1, S2 tunggal, reguler, murmur (-) Pulmo vesikuler -/-, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen
: Bising usus (+) normal
Ekstremitas
: Edema -/-
Status ginekologi Abdomen
: Tinggi fundus uteri 3 jari di atas simpisis pubis, teraba massa mioma berukuran 10 x 7 cm, konsistensi kenyal dan bersifat mobile. Nyeri tekan (-)
Inspekulo
: Fluksus (+), P (+), livide (-).
VT
: Fluksus (+), P 1 cm, nyeri (-)
19
CU AF --- lebih besar dari normal b/c 14-16 minggu. APCD ---- nyeri (-), massa (-). IV. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Laboratorium (4-3-2019) Hb
: 8.8 g/ul (L)
Hct
: 27.2 % (L)
Erit
: 3.26 /ul (L)
Leu
: 2800 /ul (L)
Plt
: 118.000 /ul (L)
HbSAg
: (-)
V. Diagnosis Kerja Mioma uteri
VI. Terapi
Transfusi PRC 3 kolf
Konsul penyakit dalam dan anastesi
Rencana untuk dilakukan Total Abdominal Histerektomi (TAH)
20
BAB IV PEMBAHASAN Mioma uteri adalah tumor jinak miometrium uterus dengan konsistensi padat kenyal, batas jelas, mempunyai pseudo kapsul, tidak nyeri, bisa soliter atau multipel. Tumor ini juga dikenal dengan istilah fibromioma uteri, leiomioma uteri, atau uterine fibroid. Mioma uteri bukanlah suatu keganasan dan tidak juga berhubungan dengan keganasan.(1,5,6) Pada laporan kasus berikut diajukan suatu kasus seorang wanita 41 tahun dengan diagnosa mioma uteri. Sampai saat ini belum diketahui penyebab pasti mioma uteri dan diduga merupakan penyakit multifaktorial. Faktor predisposisi pada pasien tersebut kemungkinan karena umur pasien 41 tahun dimana tumor ini paling sering memberikan gejala klinis antara 35-45 tahun. Diperkirakan ada korelasi antara hormon estrogen dengan pertumbuhan mioma, dimana mioma uteri muncul setelah menarke, berkembang setelah kehamilan dan mengalami regresi setelah menopause.(3) Diagnosa mioma uteri ditegakan berdasarkan gejala yang timbul, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang ada. Gejala yang timbul sangat tergantung pada tempat sarang mioma ini berada serviks, intramural, submukus, subserus), besarnya tumor, perubahan dan komplikasi yang terjadi.(6) Gejala-gejala pada pasien tersebut antara lain gangguan haid berupa menoragia yaitu perdarahan haid yang lebih banyak dari normal, atau lebih lama dari normal (lebih dari 8 hari). Sebab kelainan ini terletak pada kondisi dalam uterus, misalnya adanya mioma uteri dengan permukaan endometrium lebih luas dari biasa dan dengan kontraktilitas yang terganggu. (6) Gejala yang lain yaitu rasa penuh (kemeng), nyeri dan berat pada perut bagian bawah serta gangguan BAK berupa retensio urine. Gangguan ini tergantung dari besar dan tempat mioma uteri sehingga menimbulkan gejala dan tanda penekanan.(6) Pemeriksaan fisik pada pasien ini didapatkan status vital yang baik, yang berarti hemodinamik pasien masih baik. Kemudian juga ditemukan fundus uteri 3 jari di atas simpisis pubis. Hal ini karena adanya massa mioma yang tumbuh pada uterus. Pada
21
palpasi abdomen teraba massa mioma berukuran 11 x 8 cm yang berkonsistensi kenyal dan bersifat mobile. Konsistensi dari mioma bervariasi dari keras seperti batu hingga lembek, walaupun sebagian besar memiliki konsistensi kenyal seperti karet. (8) Pada pemeriksaan inspekulo didapatkan fluksus karena perdarahan yang ditimbulkan mioma. Selain itu didapatkan pembukaan karena adanya mioma yang mendesak dari dalam porsio. Dari pemeriksaan dalam juga ditemukan hal serupa, besar serta konsistensi corpus uteri sesuai 14-16 minggu. Pemeriksaan penunjang dengan USG pada pasien ini didapatkan gambaran uterus yang membesar dengan ukuran 10 x 7 cm dengan kesan mioma uteri. Pemeriksaan dengan CT scan maupun USG juga dapat dilakukan, namun lebih mahal dan menghabiskan waktu lebih lama tetapi tidak memberikan informasi yang lebih daripada USG.(9) Dapat ditarik kesimpulan diagnosis pasien tersebut adalah mioma uteri melalui hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan. Pada anamnesis yang menunjang diagnosis mioma uteri adalah didapatkan keluhan perdarahan pervaginam. Kemudian dari pemeriksaan fisik ditemukan ditemukan fundus uteri 3 jari di atas simpisis pubis. Dari inspekulo dan VT didapatkan fluksus dan pembukaan, kemudian juga teraba massa mioma berukuran 11 x 8 cm. Pencitraan dengan USG semakin memperkuat diagnosis mioma uteri dimana terdapat uterus yang membesar dengan ukuran 10 x 7 cm. Penatalaksanaan pasien ini dilakukan konsul anastesi untuk mengevaluasi keadaan pasien untuk operasi. Direncanakan Total Abdominal Histerektomi (TAH) elektif karena selain untuk mengendalikan perdarahan, pasien juga sudah tidak mempunyai keinginan untuk hamil lagi sehingga tidak perlu mempertahankan fungsi dari rahim. Miomektomi bisa dipilih untuk pasien yang masih menginginkan anak, sehingga perlu mempertahankan fungsi uterus. Histerektomi total umumnya dilakukan dengan alasan mencegah akan timbulnya karsinoma servisis uteri.(6)
22
DAFTAR PUSTAKA 1. Yuad
H.,
2007.
Miomectomi
Pada
Kehamilan.
Available
from
:
http://www.ksuheimi.blogspot.com. Accested : March 01, 2008. 2. Pinkerzzz,
2007.
Mioma
Uteri.
Available
from
:
http://www.pinkerzzz03.blogspot.com. Accested : March 01, 2008. 3. Jevuska
O.,
2007.
Mioma
Geburt.
Available
from
:
http://www.oncejevuska.blogspot.com. Accested : March 01, 2008. 4. Anonim, 2008. Sekilas tentang Tumor (Myoma) Rahim. Available from : http://www.klinikandalas.wordpress.com. Accested : March 02, 2008. 5. Suwiyoga K. et all., 2003. Mioma Uterus dalam Buku Pedoman DiagnosisTerapi dan Bagan Alir Pelayanan Pasien. SMF Obsgin FK UNUD RS Sanglah, Denpasar. 6. Sutoto J. S. M., 2005. Tumor Jinak pada Alat-alat Genital dalam Buku Ilmu Kandungan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirodihardjo, Jakarta. 7. Marjono B. A. et all., 2008. Tumor Ginekologi. Available from : http://www.geocities.com. Accested : March 02, 2008. 8. Edward E., 2007. Uterine Miomas : Comprehensive Review. Available from : http://www.gynalternatives.com. Accested : March 02, 2008. 9. Stovall et all., 1992. Benign Diseases of the Uterus – Leiomyoma Uteri and the Hysterectomy. Clinical Manual Gynecology, Second Edition, Mc. Graw-Hill International, Singapore.
23