Laporan Ilmu Ukur Tanah.doc

  • Uploaded by: Andika Akbar
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Laporan Ilmu Ukur Tanah.doc as PDF for free.

More details

  • Words: 3,202
  • Pages: 17
1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Pengertian Ilmu ukur tanah merupakan bagian pendahuluan dari ilmu yang lebih luas, yakni ilmu geodesi. Di dalam ilmu ukur tanah ini dipelajari tentang usaha untuk memindahkan sebagian besar atau kecil permukaan kulit bumi menjadi sebuah bayangan; yang dinamakan peta dan mendapatkan data-data yang dipakai, baik untuk menggambarkan situasi suatu lokasi, seperti gedung, tanaman, saluran air, dan jalan; yang disebut dengan topografi; maupun pengukuran di atas permukaan kulit bumi, meliputi keadaan dan perbedaan ketinggian suatu titik dengan titik lain yang diamati di permukaan tanah, jarak, luas dan sudut. Pada ilmu ukur tanah, jarak dan sudut menjadi unsur yang penting. Oleh sebab itu, pengukuran-pengukuran bentuk permukaan bumi difokuskan pada pengukuran keduanya. Pengukuran-pengukuran itu dibagi dalam pengukuran mendatar, yakni untuk mendapatkan hubungan mendatar titik-titik yang diukur di atas permukaan bumi; dan pengukuran tegak, untuk mendapatkan hubungan tegak antara titik-titik yang diukur. Apabila hasil-hasil pengukuran dari permukaan bumi yang tidak beraturan diperoleh, diperlukan bidang perantara untuk pemindahan atau pembuatan peta ke atas bidang datar. Bidang-bidang perantara tersebut adalah: Bidang elipsode, apabila luas daerah lebih besar dari 5.500 km 2.

a.

Elipsode ini didapatkan dengan memutar suatu elips dengan sumbu kecilnya sebagai sumbu putar. b.

Bidang bulatan, untuk luas yang memiliki ukuran terbesar kurang dari 100 km2. Jari-jari bulatan ini dipilih sedemikian sehingga bulatan menyinggung permukaan di titik tengah daerah.

c.

Bidang datar, apabila daerah memiliki ukuran terbesar kurang dari 55 km2.

2

Untuk melakukan pengukuran-pengukuran ini digunakan alat ukur atau instrumen yang disebut dengan theodolit dan waterpass. Kedua alat ini memiliki 1

persamaan dan perbedaan mendasar. Theodolit digunakan untuk menentukan besar sudut dan arah, selain itu dapat pula mengukur beda tinggi dengan membaca sudut vertikal (tidak efisien), sedangkan waterpass hanya digunakan untuk mengukur beda tinggi dari titik yang berhubungan saja. Pada praktikum ini, instrumen yang digunakan adalah THEODOLIT dan WATERPASS dengan merk SOKKIA buatan Jepang. Hasil pengukuran tanah dewasa ini dipakai untuk: a.

Memetakan bumi di atas dan bawah permukaan laut

b.

Menyiapkan peta-peta navigasi untuk penggunaan di udara, darat, dan laut

c.

Menetapkan batas-batas kepemilikan tanah

d.

Mengembangkan Bank Data Informasi Tata Guna Tanah dan Sumber Daya Alam yang membantu dalam pengelolaan lingkungan hidup

e.

Menentukan fakta-fakta tentang ukuran, bentuk, gaya berat, dan medan magnet bumi

1.2 Pemetaan Peta adalah sebuah materi (terdiri dari gambar, data, dan informasi) yang dideskripsikan dari keberagaman kontur bumi pada bidang datar berdasarkan perbandingan proyeksi yang berskala. Peta dapat didefinisikan juga sebagai data ukuran yang diperoleh di suatu gambaran sebagian dari seluruh permukaan bumi yang dituangkan ke atas bidang datar dengan sistem proyeksi yang menggunakan perbandingan skala tertentu, sehingga dapat memberikan informasi detail tentang lokasi dan bentuk permukaan tempat pengukuran dilaksanakan.

Pada umumnya, peta merupakan sarana memperoleh gambaran ilmiah yang terdapat di atas permukaan bumi dengan cara menggambarkan berbagai tanda-tanda dan keterangan-keterangan, sehingga mudah dibaca dan dimengerti. Gambar-gambar permukaan bumi tersebut meliputi seluruh unsur-unsur yang ada diatasnya, baik unsur alam maupun buatan.

3

Pemetaan lebih ditekankan pada proses pelaksanaan pembuatan peta, bayangan gambar (proyeksi material) ini secara lebih detail disebut peta topografi yang menggambarkan bentuk dan ukuran kenampakan relief, baik berdasarkan proses alami maupun melibatkan manusia sebagai instrumen pelaksana, seperti jalan, got, gundukan tanah, dan lainnya yang terstruktur dalam sebuah kondisi. Peta topografi bertujuan untuk menuangkan data ukuran yang diperoleh dilapangan ke atas bidang datar dengan skala tertentu. Peta topografi di Indonesia dibuat dengan skala 1:55.000 dan 1:25.000 seperti yang telah digunakan negara lain.

Pada peta tersebut akan memberikan informasi detail lokasi dan bentuk permukaan tempat pengukuran dilaksanakan. Pembuatan peta topografi sangat penting, khususnya pada pekerjaan Teknik Sipil karena hampir semua proyek Sipil memerlukan data-data yang detail tentang kondisi lapangan tempat proyek dilaksanakan untuk memperlancar pelaksanaan pekerjaan. 1.3 Alat-alat yang Digunakan Untuk memperoleh data-data lapangan yang baik, pengukuruan jarak dan sudut mesti diukur dengan baik pula. Dalam mengukur keadaan tanah pada suatu lokasi guna memperlancar jalannya proses praktikum dan penelitian lapangan, digunakan alat-alat perantara: a. b. c. d. e. f. g. h. i. j.

Instrumen theodolit Instrumen waterpass Statip berkaki tiga Baak Meter Patok dan paku payung Martil Payung Alat tulis dan beserta alasnya Meteran Kompas

BAB II PEKERJAAN LAPANGAN

4

2.1 Peninjauan Lokasi Hal pertama yang mesti dilakukan sebelum memulai pengukuran adalah mengadakan peninjauan lokasi yang akan diukur. Peninjauan ini bertujuan untuk lebih mengenal daerah yang akan diukur, agar mempermudah pada saat pengukuran. Selain itu, juga untuk menentukan titik yang akan dibidik dengan cara menempatkan patok-patok sedemikian rupa sehingga membentuk poligon tertutup. 2.2 Pekerjaan Pendahuluan Sebelum melakukan pengukuran dengan instrumen theodolit dan waterpass, terlebih dahulu mesti diadakan persiapan-persiapan yang merupakan pekerjaan pendahuluan, antara lain: a. b. c. d. e. f.

Menempatkan patok-patok membentuk poligon tertutup Menentukan arah utara sebagai titik ikat Menempatkan paku di atas setiap patok sebagai sasaran bidikan Mengukur jarak setiap titik sisi poligon dengan menggunakan meteran Mengukur tinggi patok dengan menggunakan meteran Membuat sketsa poligon yang akan diukur

2.3 Pengukuran dengan Menggunakan Theodolit 2.3.1 Pengukuran sudut poligon Langkah-langkah yang mesti ditempuh adalah sebagai berikut: a. Didirikan statip berkaki tiga pada patok pertama (patok A) pada poligon yang telah ditentukan. b. Diletakkan instrumen di atas statip berkaki tiga, dilakukan penyetelan theodolit sesuai dengan urutan kerja yang telah diuraikan pada Bab II. c. Diukur tinggi instrumen dari atas paku dan tinggi patok. d. Diputar busur dan diatur skala hingga tepat pada posisi nol pada arah utara 4 busur. (digunakan kompas), lalu dikunci klem e. Dibuka klem horizontal, diarahkan ke patok F tepat pada ujung paku, dan

dikunci klem sumbu I agar tidak menyimpang dari sasaran. f. Untuk memperjelas penglihatan pada paku tersebut, digunakan pemutar fokus. g. Untuk memperjelas benang diafragma, diaturlah penyetel lensa okulernya. h. Setelah bayangan paku didapatkan, dikunci klem pada sumbu II.

5

i. Digunakan penggerak halus sumbu I dan sumbu II untuk menempatkan kepala paku tepat di atas perpotongan diafragma. j. Dilakukan pembacaan sudut horizontal biasa pada patok F (patok di depan berdirinya instrumen). k. Dibuka kembali kedua klem, kemudian diarahkan instrumen ke patok B, dilakukan pengukuran seperti langkah pada point e. sampai dengan j.. l. Apabila sudut di patok B sudah dibaca, maka dikurangkan besar sudut tersebut dengan besar sudut patok F untuk mendapatkan besar sudut patok A. m. Diputar teropong theodolit 1800 pada arah vertikal untuk melakukan pembacaan pada sudut horizontal luar biasa. n. Kemudian, dilakukan kembali pembacaan sudut horizontal ke patok F dan B seperti pada langkah j. sampai dengan k.. o. Langkah yang sama juga dilakukan untuk setiap patok yang ada. 2.3.2

Pengukuran Situasi Pengukuran dengan menggunakan instrumen theodolit dimaksudkan untuk

mengetahui besarnya sudut. Langkah-langkah yang mesti ditempuh adalah sebagai berikut: a. Didirikan statip berkaki tiga pada patok pertama (patok A) pada poligon yang telah ditentukan. b. Diletakkan instrumen di atas statip berkaki tiga dan diatur sesuai dengan urutan kerja yang telah diuraikan pada Bab II. c. Diukur tinggi instrumen dari atas paku. d. Diputar busur dan diatur skala hingga tepat pada posisi nol pada arah utara (gunakan kompas), lalu dikunci klem busur. e. Dibuka klem horizontal, diarahkan ke patok F tepat pada ujung paku, dan f. g. h. i.

dikunci klem sumbu I agar tidak menyimpang dari sasaran. Untuk memperjelas penglihatan pada paku tersebut, digunakan pemutar fokus. Untuk memperjelas benang diafragma, diaturlah penyetel lensa okulernya. Setelah bayangan paku didapatkan, dikunci klem pada sumbu II. Digunakan penggerak halus sumbu I dan sumbu II untuk menempatkan kepala

paku tepat di atas perpotongan diafragma. j. Dibaca benang atas, benang tengah, benang bawah, sudut horizontal, dan vertikal.

6

k. Dibuka kembali kedua klem dan diarahkan instrumen ke titik yang terakhir (patok B) dengan mengikuti petunjuk f. sampai dengan k.. l. Apabila sudut di patok B sudah dibaca, maka dikurangkan besar sudut tersebut dengan besar sudut patok F untuk mendapatkan besar sudut patok A. m. Dipindahkan instrumen tersebut ke patok B dan diulangilah instruksi di atas, dilakukan hingga patok F. n. Pada pembacaan sudut vertikal dan ketinggian, digunakan baak meter yang ditempatkan tegak lurus dengan bidang horizontal tepat di atas paku. o. Untuk mendapatkan situasi, diletakkan baak meter di titik sekitar patok. Situasi ini merupakan kelengkapan pemetaan di dalam gambar. p. Dicatat pada tabel untuk benang atas, benang tengah, benang bawah, sudut horizontal, dan sudut vertikal untuk setiap titik. 2.4 Pengukuran dengan Menggunakan Waterpass 2.4.1 Pengukuran Penampang Memanjang Langkah-langkah pengukuran yang mesti ditempuh adalah sebagai berikut: a. Diletakkan statip berkaki tiga kira-kira ditengah-tengah antara dua patok, misalnya antara patok A dan B. b. Diletakkan waterpass di atas statip berkaki tiga. c. Diletakkan waterpass sedatar mungkin dengan menyetel skrup penyetel A, B, dan C-nya sehingga gelembung udara pada nivo kotak terletak tepat di tengah d. e. f. g.

lingkaran. Ditempatkan baak meter di atas patok yang akan dibidik. Diarahkan teropong dengan membidik kasar ke arah baak meter. Dikunci klem sumbu satu agar saasarannya tidak berubah. Dilihat pada teropong pembacaan, jika bayangan tidak jelas diaturlah penyetel fokusnya dan apabila garis diafragma kurang jelas, diatur skrup lensa

okulernya. h. Dibaca kedudukan benang atas, benang bawah, dan dicatat ke dalam tabel. i. Sebelum melakukan pembacaan, hendaklah diperhatikan sekali lagi keadaan nivo, masih tetap seimbang atau tidak. j. Dibuka klem sumbu I dan diarahkan teropong ke baak meter di belakang. k. Diulangi instruksi f. sampai dengan j. untuk patok selanjutnya. l. Apabila pembacaan telah selesai, diubahlah posisi instrumen dengan cara menggeser instrumen ke depan atau belakang sehingga kedudukan instrumen berpindah dari posisi semula.

7

m. Dikerjakan pekerjaan seperti pada kedudukan yang pertama. n. Pengukuran dilakukan dengan prinsip saling mengikat di mana jika titik pertama dianggap belakang, maka titik kedua dianggap muka. o. Dikerjakan pengukuran sehingga nantinya merupakan suatu potongan yang memanjang. 2.4.2 Pengukuran Penampang Melintang Langkah-langkah pengukuran yang mesti ditempuhnya adalah sebagai berikut: a. Ditempatkan instrumen pada titik yang akan diukur penampang melintangnya, misalnya di patok B. b. Didirikan instrumen waterpass tepat di atas patok dengan menggunakan unting-unting. c. Kemudian, diatur ketiga skrup A, B, dan C sehingga letak waterpass menjadi datar. d. Dipilih salah satu titik yang terdekat di depan patok B dan diletakkan rambu e. f. g. h.

ukur di atasnya (titik 1). Kemudian, dipilih salah satu patok, misalnya patok A. Diukur sudut horizontal antara patok A dengan titik 1. Dibidik rambu ukur pada titik 1. Lalu, dibaca benang atas, benang bawah, dan benang tengah dan kemudian

dicatat pada tabel pengukuran waterpasss. i. Diletakkan rambu ukur pada posisi 2 sejajar dengan posisi titik 1, dilakukan langkah h.. j. Kemudian, diletakkan rambu ukur pada posisi-posisi selanjutnya sampai titik akhir pengukuran (posisi titik mesti terletak pada suatu garis lurus yang menghubungkan patok A dengan titik 1). k. Diputar teropong 1800 sehingga bidikan terletak di belakang patok B pada garis lurus tersebut. l. Dipilih salah satu titik, diletakkan baak meter, dan dilakukan langkah h.. m. Diulangi lagi seperti tadi untuk beberapa titik yang lain sampai titik ujung pengukuran. 2.5 Pembacaan Instrumen Pada saat melakukan pembacaan keadaan atau situasi sangat dituntut ketelitian. Pembacaan sebaiknya dilakukan berulang-ulang. Hal ini dilakukan

8

untuk menghindari besarnya kesalahan, setiap data yang telah dibaca mesti dicatat dengan rapi untuk mempermudah proses perhitungan. Pada saat pengukuran, hendaklah instrumen dihindarkan dari goncangan, panas, dan air. Karena, instrumen ini sangat sensitif terhadap hal-hal tersebut yang apabila terjadi akan mengakibatkan kesalahan pembacaan dan memungkinkan terjadinya kerusakan pada instrumen sehingga proses pengukuran dapat terganggu.

2.6 Kesalahan-kesalahan Saat Pengukuran Dalam melakukan pengukuran mungkin akan terjadi kesalahan-kesalahan yang disebabkan antara lain: a. Kesalahan pada alat yang digunakan Kesalahan yang didapat pada alat adalah yang berhubungan dengan syarat utama, yakni garis bidikan tidak sejajar dengan arah nivo. Selain itu, juga terdapat kesalahan-kesalahan pada garis nol baak meter yang akan membawa pengaruh pada saat membaca. b. Kesalahan pada kondisi alam Dapat terjadi karena hal-hal sebagai berikut: 1. Lengkungan permukaan bumi 2. Melengkungnya sinar cahaya/difraksi 3. Getaran udara 4. Perubahan garis arah nivo c. Kesalahan pada si pengukur Kesalahan yang disebabkan oleh si pengukur mempunyai banyak sebab dan bersifat individual, antara lain: 1. Kesalahan pada mata 2. Kesalahan pada pembacaan 3. Kesalahan kasar 2.7 Pengukuran Crossing dengan Menggunakan Waterpass Untuk pelaksanaan pengukuran crossing, perlu menentukan daerah yang akan di-cross. Kemudian, baru dipilih titik yang dekat dengan daerah crossing dan

9

diteropong kesalahan satu titik. Lalu, dibaca benang atas, benang tengah, dan benang bawah, dengan persamaan: BT=½(BA+BB) Setelah pembacaan benang, sudut horizontal yang dibentuk mesti nol. Waterpass diputar ke arah daerah crossing dan dibaca sudut yang terbentuk. Diusahakan agar pantulannya berkisar pada derajat yang genap, dengan menit serta detiknya pada nol. Kemudian, diletakkan baak meter pada salah satu titik yang akan di-cross, di mana waterpass tidak boleh berubah kedudukan sudutnya lagi. Lalu, dibaca benang atas, benang tengah, dan benang bawah. Dengan hanya memindahkan baak pada titik cross yang lain, diulangi seperti tadi untuk beberapa titik yang lain.

BAB III TEORI

10

Hampir sama halnya dengan theodolit, waterpass juga mempunyai prinsip yang tidak jauh berbeda yang memiliki dua bagian, yakni bagian atas dan bawah, kegunaan alat ini adalah untuk mengukur beda tinggi antara dua titik atau lebih yang berbeda letaknya yang dapat ditentukan dengan pembacaan benang atas, benang tengah, dan benang bawah. Alat ini terdiri dari sumbu putar dilengkapi dengan peralatan lain sesuai dengan keluaran pabrik masing-masing. Sebelum waterpass digunakan di lapangan, terlebih dahulu harus dicek dan disetel terhadap adanya penyimpangan yang akan membawa pengaruh dalam pelaksanaan pengukuran di lapangan. Syarat utama yang harus dipenuhi oleh segala macam alat pengukur penyipat datar adalah: a. Garis bidikan nivo dalam teropong mesti sejajar dengan garis arah nivo b. Garis arah nivo harus tegak lurus pada sumbu I c. Benang mendatar diafragma harus tegak lurus pada sumbu II 3.1 Pengenalan Instrumen dan Fungsinya Waterpass mempunyai beberapa bagian dengan fungsi masing-masing, yakni: a. Plat penyangga/dasar Fungsi: sebagai tempat kedudukan instrumen. b. Penyetel skrup nivo Fungsi: sebagai penyetel kedudukan instrumen agar mendatar dengan permukaan bumi atau menyeimbangkan nivo kotak. c. Skrup penyetel nivo tabung Fungsi: untuk menyetel dan meyeimbangkan nivo tabung.

d. Nivo kotak Fungsi: sebagai pedoman dalam penyetelan bidang horizontal sehingga waterpass dalam keadaan seimbang. 11 e. Pemantul bayangan Fungsi: untuk melihat nivo kotak. f. Pembidik kasar

11

Fungsi: untuk membidik objek sasaran secara kasar. g. Klem sumbu Fungsi: sebagai pengunci sumbu horizontal apabila telah mendapatkan sasaran bidikan. h. Skrup penggerak halus Fungsi: untuk menyetel sasaran bidikan secara sempurna dengan membantu menempatkan sasaran secara perlahan-lahan kearah horizontal. i. Teropong Fungsi: untuk membidik sasaran. j. Teropong sudut Fungsi: untuk membaca sudut bidang horizontal. k. Pengatur fokus Fungsi: untuk menempatkan bayangan agar jatuh pada diafragma sehingga bayangan menjadi terlihat jelas. l. Cermin pemantul cahaya Fungsi: sebagai alat pemantul cahaya untuk dapat membaca sudut. 3.2 Penyetelan Instrumen Sebelum Digunakan di Lapangan Setelah mengenal secara keseluruhan bagian-bagian dan fungsi dari instrumen waterpass, maka langkah berikutnya mulai melakukan penyetelan instrumen, melalui tahap-tahap sebagai berikut: a. Didirikan statip berkaki tiga pada tempat yang kokoh, diusahakan bagian atas statip berkaki tiga seimbang dalam pandangan mata. b. Ditempatkan instrumen di atas statip berkaki tiga. c. Ditentukan skrup A, B, dan C sehingga nivo kotak benar-benar stabil. Langkah penyetelan nivo disini sama seperti penyetelan instrumen theodolit. d. Jika kedudukan nivo kotak telah seimbang, diarahkan teropong ke objek yang akan dibidik, digunakan pembidik kasar untuk langkah pertama. e. Digunakan pengatur fokus untuk mendapatkan gambar yang tajam dan jelas.

12

f. Diputar penggerak halus sumbu horizontal untuk menempatkan benang silang pada tengah-tengah baak meter. 3.3 Pembacaan Data Pembacaan skala benang pada instrumen waterpass sama dengan theodolit, yakni benang atas, benang tengah, dan benang bawah. Satu hal yang sangat ditekankan, di sini perlu diperhatikan sebelum membaca benang, nivo tabung harus benar-benar dalam keadaan seimbang untuk mencapai pembacaan yang akurat. 3.4 Data yang Diperoleh Dari pengukuran dengan menggunakan waterpass, data yang diperoleh berupa: a. Pembacaan benang silang b. Jarak dan beda tinggi

13

Keterangan gambar waterpass: 1. Cermin untuk mengamati nivo kotak 2. Pembidik kasar 3. Nivo kotak 4. Skrup pengoreksi nivo kotak 5. Skrup A, B, dan C 6. Plat dasar 7. Penggerak halus 8. Lensa objektif 9. Pengatur fokus 10. Pengatur skala lingkaran horizontal 11. Layar sudut 12. Katup penyetel lensa okuler benang diafragma 13. Lensa okuler

BAB IV PERHITUNGAN DATA SURVEI

4.1. Perhitungan Jarak Optis a. Pergi P0 = (1220 – 1210) x 25 = 250 P1 = (1985 – 1911) x 50 = 3700 P1 = (1985 – 1911) x 50 = 3700 P2 = (1875 – 1860) x 25 = 375 P2 = (1875 – 1860) x 25 = 375 P3 = (1525 – 1332) x 35 = 6755 P3 = (1525 – 1332) x 35 = 6755 P4 = (1772 – 1552) x 50 = 11000 P4 = (1772 – 1552) x 50 = 11000 P5 = (1992 – 1889) x 15 = 1545 P5 = (1992 – 1889) x 15 = 1545 P6 = (1652– 1332) x 50 = 16000 P6 = (1652– 1332) x 50 = 16000 P7 = (1658– 1548) x 16 = 1760 P7 = (1658– 1548) x 16 = 1760 P8 = (1591– 1509) x 20 = 440

15

b. Pulang P0 = (1375 – 1305) x 25 = 1750 P1 = (1102 – 1021) x 50 = 4050 P1 = (1102 – 1021) x 50 = 4050 P2 = (1730 – 1710) x 25 = 500 P2 = (1730 – 1710) x 25 = 500 P3 = (1579 – 1565) x 35 = 490 P3 = (1579 – 1565) x 35 = 490 P4 = (1034 – 1017) x 50 = 850 P4 = (1034 – 1017) x 50 = 850 P5 = (1103 – 1068) x 15 = 525 P5 = (1103 – 1068) x 15 = 525 P6 = (1621 – 1609) x 50 = 600 P6 = (1621 – 1609) x 50 = 600 P7 = (1608 – 1603) x 16 = 80 P7 = (1608 – 1603) x 16 = 80 P8 = (1591 – 1509) x 20 = 1640

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil praktikum kelompok I yang berlokasi di seputaran gedung RKU IV Universitas Syiah Kuala, diperoleh data-data pengukuran sebagaimana yang terlampir. Dari pengolahan data-data tesebut penulis telah membuat peta topografi, gambar penampang memanjang, dan melintang (telampir). Adapun alat-alat yang dipergunakan dalam praktikum adalah theodolit dan waterpass. Theodolit digunakan untuk mengukur besar sudut dan arah yang berguna dalam pembuatan gambar poligon dan peta topografi. Sedangkan waterpass digunakan untuk pengukuran beda tinggi. Data yang diperoleh digunakan untuk pembuatan gambar penampang memanjang dan melintang. Dalam pembacaan data, masih terdapat kesalahan-kesalahan yang tidak dapat dihindarkan dalam praktikum ini, namun kesalahan tersebut masih dapat di toleransi. Kesalahan-kesalahan pembacaan ini dapat disebabkan oleh: a. Kesalahan pada alat yang digunakan b. Kesalahan pada kondisi alam c. Kesalahan pada si pengukur 5.2 Saran-saran a. Kepada mahasiswa yang akan melakukan praktikum selanjutnya diharapkan agar lebih teliti dalam pembacaan dan perhitungan. b. Kepada para peserta praktikum diharapkan berhati-hati dalam menggunakan alat saat melaksanakan praktikum. c. Hendaknya tidak mengulur waktu dalam menyusun laporan, agar data yang diperoleh tidak rusak atau hilang dan dapat mengkonsultasikannya dengan pembimbing praktikum. d. Kami mengharapkan agar ada kerjasama yang baik dari teman-teman dalam melakukan praktikum sehingga dapat selesai tepat waktu. DAFTAR KEPUSTAKAAN 17

Anonym, 2006, Bahan-bahan Kuliah: Ilmu Ukur Tanah, Jurusan Teknik Sipil untuk Semester Genap.

Anonym, 2006, Panduan Penulisan Skripsi Jurusan Teknik Sipil, Universitas Syiah Kuala, Darussalam, Banda Aceh. Jacob, Rars, 1970, Ilmu Ukur Tanah, Edisi Kedua, Penerbit Cipta Sari, Semarang. Kelompok VIII, 2003, Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah, Fakultas Teknik, Universitas Syiah Kuala, Darussalam, Banda Aceh. Russel, C. Brinker, dan Paul R. Wolf, 1993, Dasar-dasar Pengukuran Tanah (Surveying), Penerbit Erlangga, Jakarta. Sartono Wong Sutijtro, 1998, Ilmu Ukur Tanah, Cetakan Keempat, Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

18

Related Documents


More Documents from "hafid"