Laporan Hematologi Iii

  • Uploaded by: angraina aprilia syafei
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Laporan Hematologi Iii as PDF for free.

More details

  • Words: 3,159
  • Pages: 20
MAKALAH HEMATOLOGI III ACUTE MYELOBLASTIK LEUKIMIA ( AML )

Disusun oleh :

Putu Hawidya Nanda

411117093

Annisa Solekhah

411117105

Novita Damayanti

411117109

Angraina Aprilia Syafei

411117124

PROGRAM STUDI ANALIS KESEHATAN (D-3) STIKES JENDRAL ACHMAD YANI CIMAHI 2019

KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya yang telah diberikan, sehingga penyusun bisa menyelesaikan makalah Acute myeloblastik leukimia ini. Adapun tujuan disusunnya makalah ini adalah sebagai syarat untuk memenuhi tugas mata kuliah Hematologi. Tersusunnya makalah ini tentu bukan karena buah kerja keras kami semata, melainkan juga atas bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, kami ucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu terselesaikannya makalah ini, diantaranya: 1. Ibu Dr. Arina NOvilla, S.Pd, M.Si selaku dosen koordinator pengampu mata kuliah Miologi. Kami sangat menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu, kami selaku tim penyusun menerima dengan terbuka semua kritik dan saran yang membangun agar laporan ini bisa tersusun lebih baik lagi. Kami berharap semoga laporan ini bermanfaat untuk kita semua. Cimahi, 13 April 2019

Tim penyusun

i

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii DAFTAR GAMBAR ..............................................................................................iii BAB I ................................................................................................................... 1 PENDAHULUAN.................................................................................................. 1 1.

Latar Belakang .......................................................................................... 1

2.

Rumusan Masalah .................................................................................... 3

3.

Tujuan penulisan ....................................................................................... 3

4.

Manfaat penulisan ..................................................................................... 3

BAB II .................................................................................................................. 4 PEMBAHASAN .................................................................................................... 4 1.

Etiologi ...................................................................................................... 4

2.

Patogenesis .............................................................................................. 5

3.

Patofisiologi............................................................................................... 5

5.

Diagnosis .................................................................................................. 8

10.

Pencegahan ........................................................................................ 13

11.

Pemeriksaan Laboratorium .................................................................. 14

BAB III ............................................................................................................... 15 PENUTUP ......................................................................................................... 15 1.

Kesimpulan ............................................................................................. 15

2.

Saran ...................................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 16

ii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 klasifikasi subtipe acute myeloblastik leukimia .................................. 11 Gambar 2 gambaran mikroskopik acute myeloblastik leukimia .......................... 11 Gambar 3 sediaan apus Sumsum Tulang .......................................................... 11

iii

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Leukemia adalah suatu penyakit neoplasma yang mengenai sel dari sistem hematolimfopoietik dengan karakteristik infiltrasi sel leukosit ke darah, sumsum tulang, dan jaringan lain. Hal ini dapat menyebabkan terganggunya homeostasis tubuh sehingga terjadi gangguan pada berbagai sistem organ. Leukemia dibagi menjadi empat tipe utama yaitu leukemia mieloblastik akut (LMA), leukemia limfositik akut (LLA), leukemia mieloisitik kronik (LMK), serta leukemia limfositik kronik (LLK). Ini didasarkan pada asal sel dan tipe sel yang mendominasi sumsum tulang. Berdasarkan sel asal leukemia ada dua yaitu mieloid serta limfoid. Pada leukemia akut tipe sel yang mendominasi adalah sel leukosit yang imatur. Pada leukemia kronik terjadi penumpukan sel leukosit yang sudah matur. Leukemia mieloblastik akut (LMA) adalah suatu penyakit yang ditandai dengan transformasi neoplastik dan gangguan diferensiasi selsel progenitor dari sel myeloid. Bila tidak diobati, penyakit ini akan mengakibatkan kematian secara cepat dalam waktu beberapa minggu sampai bulan sesudah diagnosis. Di Negara maju seperti Amerika Serikat, LMA merupakan 32% dari seluruh kasus leukemia. Penyakit ini lebih sering ditemukan pada dewasa (85%) dari pada anak (15%). Insidens LMA umumnya tidak berbeda dari masa anak-anak hingga masa

1

2

dewasa muda. Sesudah usia 30 tahun, insidensi LMA meningkat secara eksponensial sejalan dengan meningkatnya usia. LMA pada orang yang berusia 30 tahun adalah 0,8%, pada orang yang berusia 50 tahun 2,7%, sedang pada orang yang berusia di atas 65 tahun adalah sebesar 13,7%. Secara tidak umum tidak didapatkan adanya variasi antar etnik tentang insidensi LMA, meskipun pernah dilaporkan adanya insidens LMA tipa M3 yang 2,9 hingga 5,8 kali besar pada ras Hispanik yang tinggal di Amerika Serikat dibandingkan dengan ras Kaukasia. Leukemia mieloblastik akut (LMA) adalah suatu penyakit yang ditandai dengan transformasi neoplastik dan gangguan diferensiasi sel – sel progenitor dari seri mieloid. Patogenesis utama LMA adalah adanya blokade maturitas yang menyebabkan proses diferensiasi sel-sel seri mieloid terhenti pada sel-sel muda (blas) dengan akibat terjadi akumulasi sel blas di sumsum tulang. Akumulasi sel blas didalam sumsum tulang menyebabkan gangguan hematopoesis normal dan pada gilirannya mengakibatkan sindrom. Kegagalan sumsum tulang (bone marrow faitule syndrome) yang ditandai

dengan

adanya

sitopenia

(anemia,

lekopenia

dan

trombositopenia) Etiologi dari LMA tidak diketahui, meskipun demikian ada beberapa faktor yang diketahui dapat menyebabkan LMA : a. Kemoterapi alkylating. b. Radiasi ionik. c. Sindroma down. d. Paparan benzena

3

2. Rumusan Masalah 1. Apa pengertian leukimia myeloblasti akut (LMA) ? 2. Apa penyebab leukimia myeloblastik akut (LMA)? . 3. Apa etiologi leukimia myeloblastik akut (LMA) ? 4. Bagimanakah pencegahan leukimia myeloblastik akut ? 3. Tujuan penulisan 1. Menambah wawasan dan pengetahuan mengenai leukimia myeloblastik akut 2. Menjelaskan secara umum mengenai leukimia myeloblastik akut 3. Menjelaskan gejala dan diagnosis 4. Manfaat penulisan Dengan pembuatan makalah ini kita sebagai mahasiswa dapat mengenal lebih dalam tentang : 1.

penyakit leukemia acute myeloblastik leukimia (AML)

2. bagaimana morfologi acute myeloblastik leukimia (AML) 3. cara pemeriksaan untuk penyakit acute myeloblastik leukimia (AML)

BAB II PEMBAHASAN 1. Etiologi Etiologi LMA tidak diketahui. Meskipun demikian, ada beberapa faktor yang diketahui dapat menyebabkan atau setidaknya menjadi faktor predisposisi LMA pada populasi tertentu. Benzene merupakan zat leukomogenik untuk LMA. Selain itu, radiasi ionik juga diketahui dapat menyebabkan LMA. Terdapat penelitian pada orang-orang yang selamat dari serangan bom atom Hiroshima dan Nagasaki pada tahun 1945. Efek leukomogenik dari paparan ion radiasi tersebut mulai tampak sejak 1.5tahun sesudah pengeboman dan mencapai puncak 6 atau 7 tahun sesudah pengeboman. Faktor lain yang merupakan predisposisi untuk LMA adalah trisomi kromosom 21 yang dijumpai pada penyakit herediter sindrom Down. Pasien sindrom Down mempunyai risiko 10 hingga 18 kali lebih tinggi untuk menderita leukemia, khususnya LMA tipe M7. Selain itu pasien beberapa sindrom genetik seperti sindrom Bloom dan anemia Fanconi juga diketahui mempunyai risiko yang jauh lebih tinggi dibandingkan populasi normal untuk menderita LMA. Faktor lain yang memicu terjadinya LMA adalah pengobatan dengan kempterapi sitotoksik pada pasien tumor padat. LMA akibat terapi adalah komplikasi jangka panjang yang serius dari pengobatan limfoma, mieloma multipel, kanker payudara, kanker ovarium dan kanker testis. Jenis kemoterapi yang paling sering memicu timbulnya LMA adalah golongan alkalyting agent dan topoisomerase II inhobitor. LMA akibat terapi mempunyai prognosis yang lebih buruk dibandingkan LMA de novo sehingga di dalam klasifikasi leukemia

versi

WHO

4

dikelompokkan

tersendiri.

5

2. Patogenesis

Patogenesis utama LMA adalah adanya blokade maturitas yang menyebabkan proses diferensiasi sel-sel seri mieloid terhenti pada sel-sel muda (blast) dengan akibat terjadi akumulasi blast di sumsum tulang. Akumulasi blast di dalam sumsum tulang akan menyebabkan gangguan hematopoesis normal dan pada gilirannya akan mengakibatkan sindrom kegagalan sumsum tulang (bone marrow failure syndrome) yang ditandai dengan adanya sitopenia (anemia, leukopenia dan trombositopenia).Adanya anemia akan menyebabkan pasien mudah lelah dan pada kasus yang lebih berat sesak nafas, adanya trombositopenia akan menyebabkan tandatanda perdarahan, sedang adanya leukopenia akan menyebabkan pasien rentan terhadap infeksi, termasuk infeksi oportunistis dari flora bakteri normal yang ada di dalam tubuh manusia. Selain itu, sel-sel blast yang terbentuk juga punya kemampuan untuk migrasi keluar sumsum tulang dan berinfiltrasi ke organ-organ lain seperti kulit, tulang, jaringan lunak dan sistem syaraf pusat dan merusak organ-organ tersebut dengan segala akibatnya. 3. Patofisiologi AML merupakan penyakit dengan transformasi maligna dan perluasan klon-klon sel-sel hematopoetik yang terhambat pada tingkat diferensiasi dan tidak bisa berkembang menjadi bentuk yang lebih matang. Sel darah berasal dari sel induk hematopoesis pluripoten yang kemudian berdiferensiasi menjadi induk limfoid dan induk mieloid (non limfoid) multipoten. Sel induk limfoid akan membentuk sel T dan sel B, sel induk mieloid akan berdiferensiasi menjadi sel eritrosit, granulosit-monosit dan megakariosit. Pada setiap stadium diferensiasi dapat terjadi perubahan

menjadi

suatu

klon

leukemik

yang

belum

diketahui

penyebabnya. Bila hal ini terjadi maturasi dapat terganggu, sehingga jumlah sel muda akan meningkat dan menekan pembentukan sel darah

6

normal dalam sumsum tulang. Sel leukemik tersebut dapat masuk kedalam sirkulasi darah yang kemudian menginfiltrasi organ tubuh sehingga menyebabkan gangguan metabolisme sel dan fungsi organ. AML merupakan neoplasma uniklonal yang menyerang rangkaian mieloid dan berasal dari transformasi sel progenitor hematopoetik. Sifat alami neoplastik sel yang mengalami transformasi yang sebenarnya telah digambarkan melalui studi molekular tetapi defek kritis bersifat intrinsik dan dapat diturunkan melalui 20 progeni sel. Defek kualitatif dan kuantitatif pada semua garis sel mieloid, yang berproliferasi pada gaya tak terkontrol dan menggantikan sel normal.Selsel leukemik tertimbun di dalam sumsum tulang, menghancurkandan menggantikan sel-sel yang menghasilkan sel darah yang normal. Sel kanker ini kemudian dilepaskan ke dalam aliran darah dan berpindah ke organ lainnya, dimana mereka melanjutkan pertumbuhannya dan membelah diri. Mereka bisa membentuk tumor kecil (kloroma) di dalam atau tepat dibawah kulit dan bisa menyebabkan meningitis, anemia, gagal hati, gagal ginjal dan kerusakan organ lainnya.Kematian pada penderita leukemia akut pada umumnya diakibatkan penekanan sumsum tulang yang cepat dan hebat, akan tetapi dapat pula disebabkan oleh infiltrasi sel leukemik tersebut ke organ tubuh penderita.

4. Gejala Gejala

pertama

biasanya

terjadi

karena

kegagalan

bone

marrowmenghasilkan sel darah yang normal dalam jumlah yang memadai dan atau akibat infiltrasi sel-sel leukemik pada berbagai organ,Gejala pasien leukemia bevariasi tergantung dari jumlah sel abnormal dan tempat berkumpulnya sel abnormal tersebut. Infeksi sering terjadi, anemia dan trombositopenia sering berat. Durasi perjalanan penyakit bervariasi. Beberapa pasien, khususnya anak-anak mengalami gejala akut selama beberapa hari hingga 1-2 minggu. Pasien lain mengalami durasi penyakit yang lebih panjang hingga berbulan-bulan.Adapun gejala-gejala umum yang dapat ditemukanpada pasien AML antara lain. a. Kelemahan Badan dan Malaise

7

Merupakan keluhan yang sangat sering diketemukan oleh pasien, rata-rata mengeluhkan keadaan ini sudah berlangsung dalam beberapa bulan. Rata-rata didapati keluhan ini timbul beberapa bulan sebelum simptom lain atau diagnosis AMLdapat ditegakkan. Gejala ini disebabkan anemia, sehingga beratnya gejala kelemahan badan ini sebanding dengan anemia. b. Febris Febris merupakan keluhan pertama bagi 15-20 % penderita. Seterusnya febris juga didapatkan pada 75 % penderita yang pasti mengidap AML. Umumnya demam ini timbul karena infeksi bakteri akibat granulositopenia atau netropenia. Pada waktu febris juga didapatkan gejala keringat malam, pusing, mual dan tanda-tanda infeksi lain. c. Perdarahan Perdarahan berupa petechiae, purpura, lebam yang sering terjadi pada ekstremitas bawah, dan penderita mengeluh sering mudah gusi berdarah, epitaksis, dan lain-lain. Beratnya keluhan perdarahan berhubungan erat dengan beratnya trombositopenia.Pendarahan yang berat lebih jarang terjadi kecuai dengan kelainan DIC. d. Penurunan berat badan Penurunan berat badan ini tidak begitu hebat dan jarang merupakan keluhan utama. Penurunan berat badan juga sering bersama-sama gejala anoreksia akibat malaise atau kelemahan badan. e. Nyeri tulang Nyeri tulang dan sendi didapatkan pada 20 % penderita AML. Rasa nyeri ini disebabkan oleh infiltrasi sel-sel leukemik dalam jaringan tulang atau sendi yang mengakibatkan terjadi infark tulang.

8

Sedangkan tanda-tanda yang didapatkan pada pemeriksaan fisik pasien AML. a. Kepucatan, takikardi, murmur Pada pemeriksaan fisik, simptom yang jelas dilihat pada penderita adalah pucat karena adanya anemia. Pada keadaan anemia yang berat, bisa didapatkan simptom kaardiorespirasi seperti sesak nafas, takikardia, palpitasi, murmur, sinkope dan angina b. Pembesaran organ-organ Walaupun jarang didapatkan dibandingkan ALL, pembesaran massa abnomen atau limfonodi bisa terjadi akibat infiltrasi sel-sel leukemik pada penderita AML. Splenomegali lebih sering didapatkan daripada hepatomegali. Hepatomegali jarang memberikan gejala begitu juga splenomegali kecuali jika terjadi infark.c.Kelainan kulit dan hipertrofi gusiDeposit sel leukemik pada kulit sering terjadi pada subtipe AML. Kelainan kulit yang didapatkan berbentuk lesi kulit, warna ros atau populer ungu, multiple dan general, dan biasanya dalam jumlah sedikit. Hipertrofi gusi akibat infiltrasi sel-sel leukemia. 5. Diagnosis Secara

klasik

diagnosis

LMA

ditegakkan

berdasarkan

pemeriksaan fisik, morfologi sel dan pengecatan sitokimia. Sejak sekitar dua dekade tahun yang lalu berkembang 2 teknik pemeriksaan terbaru: immunoserotyping dan analisis sitogenetik. Berdasarkan pemeriksaan morfologi sel dan pengecatan sitokimia, klasifikasi LMA terdiri dari 8 subtipe (M0 sampai M7). Klasifikasi ini dikenal dengan nama klasifikasi FAB (French American British). Klasifikasi FAB saat ini masih menjadi dasar LMA. Pengecatan sitokimia yang penting untuk pasien LMA adalah Sudan Black B (SBB) dan mieloperoksidase (MPO). Kedua pengecatan sitokimia tersebut akan memberikan hasil positif pada pasien LMA tipe M1,M2,M3,M4,danM6

9

6. Subtipe AML Pada 1970-an, sekelompok ahli leukemia Perancis, Amerika, dan Inggris membagi AML menjadi subtipe, M0 hingga M7, berdasarkan pada jenis sel tempat leukemia berkembang dan seberapa matang sel-sel tersebut. Ini sebagian besar didasarkan pada bagaimana sel-sel leukemia terlihat di bawah mikroskop setelah pewarnaan rutin. Subtipe FAB

Nama

M0

Leukemia mieloblastik akut tak terdiferensiasi Leukemia mieloblastik akut dengan maturasi

M1

minimal

M2

Leukemia mieloblastik akut dengan maturasi

M3

Leukemia promyelocytic akut (APL)

M4

Leukemia myelomonocytic akut

M4 eos

Leukemia

mielomonositik

akut

dengan

eosinofilia

M5

Leukemia monositik akut

M6

Leukemia eritroid akut

M7

Leukemia megakaryoblastik akut Subtipe M0 hingga M5 semuanya dimulai dalam bentuk sel darah

putih yang belum matang. M6 AML dimulai dalam bentuk sel darah merah yang sangat tidak matang, sedangkan M7 AML dimulai dalam bentuk sel yang belum matang yang menghasilkan trombosit.

10

7. Klasifikasi AML Klasifikasi WHO Untuk AML I. LMA dengan translokasi sitogenetik rekuren LMA dengan t (8;21)(q22;q22),AML 1 (CBFα)/ETO APL dengan t(15;17)(q22;q11-12) dan varian-variannya, PML/RARα LMA dengan eosinofil sumsum tulang abnormal dengan inv (16)(p13q22) atau t(16;16)(p13;q11)CBFβ/MHY11 LMA dengan abnormalitas 11q23 (MLL) II. LMA dengan multilineage dysplasia dengan sindrom myelodisplasia tanpa sindrom myelodisplasia III. LMA dan sindrom myelodisplastik yang berkaitan dengan terapi akibat obat alkilasi akibat epipodofilotoksin (beberapa merupakan kelainan limpfoid) tipe lain IV. LMA yang tidak terspesifikasi LMA diferensiasi minimal LMA tanpa maturasi LMA dengan diferensiasi monositik Leukemia monositik akut Leukemia eritroid akut Leukemia megakariositik akut Leukemia basofilik akut Panmielosis akut dengan mielofibrosis

11

8. Gambaran Klinis acute myeloblastik leukimia

Gambar 1 klasifikasi subtipe acute myeloblastik leukimia

Gambar 2 gambaran mikroskopik acute myeloblastik leukimia

Gambar 3 sediaan apus Sumsum Tulang

12

9. Terapi LMA pada Umumnya Terapi LMA direncanakan untuk tujuan kuratif. Penderita yang mempunyaipeluang besar untuk mencapai tujuan kuratif adalah mereka yang berusia <60 tahun, tanpa komorbiditas yang berat serta mempunyai profil sitogenik yang favorable. Untuk mendapatkan hasil pengobatan yang maksimal, sangat penting untuk melakukan skrining awal dengan teliti sebelum pengobatan dimulai. Skrining awal ini, terutama ditujukan untuk mendeteksi kemungkinan adanya infeksi, gangguan fungsi jantung (regimen terapi standar LMA mengandungi preparat golongan antrasiklin yang bersifat kardiotoksik) dan adanya koagulopati yang sering ditemukan pada penderita LMA. Selain itu, penderita yang mempunyai angka leukosit pra-terapi yang sangat tinggi (>100 ribu/mm3), mungkin memerlukan

tindakan

leukoparesis

emergensi

untuk

menghindari

leukostaisi dan sindrom tumor lisis akibat terapi induksi, sangat penting untuk mengingatkan agar terapi LMA sebaiknya dilakukan di rumah sakit yang mempunyai tim leukemia yang bersifat multi-disiplin, sarana laboratorium mikrobiologi yang memadai, akses untuk transfusi darah yang

lengkap

serta

ruang

steril/semi-steril

untuk

pelaksanaan

pengobatan. Tanpa prasarana tersebut angka kematian saat pengobatan akan sangat tinggi. Untuk mencapai hasil pengobatan yang kuratid harus dilakukan eradikasi sel-sel klonal leukemik dan memulihkan hematopoesis normal di dalam sumsum tulang. Survival jangka panjang hanya didapatkan pada pasien yang mencapai remisi komplit. Dosis kemoterapi tidak perlu diturunkan karena alasan adanya sitopenia, karena dosis yang diturunkan ini tetap akan menimbulkan efek samping berat berupa supresi sumsum tulang, tanpa punya efek yang cukup untuk mengeradikasi sel-sel leukemik maupun untuk mengembalikan fungsi sumsum tulang. Terapi standar 7+3 adalah kemoterapi induksi dengan regimen sitarabin dan daunorubisin dengan protokol sitarabin 100 mg/m2 diberikan secara infus kontinyu selama 7 hari dan daunorubisin 45-60 mg/m2/hari

selama 3 hari. Sekitar 30-40% pasien mengalami remisi

13

komplit dengan terapi sitarabin dan daunorubisin yang diberikan sebagai obat tunggal, sedangkan bila diberikan sebagai kombinasi remisi komplit dicapai oleh lebih dari 60% pasien. Bila terdapat residual disease pada hari ke-28 perlu dipertimbangkan adanya gagal terapi primer dan perlu dimulai terapi alternatif dengan regimen lain. Dengan

gangguan

fungsi

jantung

pemakaian

antrasiklin

merupakan kontra indikasi terutama bila terdapat riwayat miokard infark dan fraksi ejeksi kurang dari 50%. Pilihan terapi pada kondisi ini adalah high dose cytarabine (ara-C)/HDAC. Regimen terapi yang dipakai pada HDAC adalah sitarabin 2-3g/m2 infus selama 1-2 jam tiap 12 jam selama 12 dosis atau sitarabin 2-3 g/m2 selama 2 jam setiap 12 jam pada hari ke 1,3 dan 5. Pilihan untuk terapi post remisi dapat berupa kemoterapi konsolidasi, transplantasi sel stem hematopoetik(hematopoetic stem cell transplantion/HSCT) otolog, atau HSCT alogenik. Jenis terapi pada pasca remisi ditentukan berdasarkan usia dan faktor prognostik, terutama profil sitogenetik. Sebagian besar pasien usia muda memberikan respons yang lebih baik dibanding pasien usia tua. Bila terjadi relaps dapat diberikan lagi kemoterapi intensif dan/atau HSCT untuk mencapai remisi komplit kedua atau hanya diberikan perawatan suportif. Pencapaian remisi komplit kedua tidak begitu dipengaruhi karakter sitegenetik, namun lebih dipengaruhi oleh durasi remisi komplit pertama, usia, dan ada tidaknya komorbiditas aktif. Durasi median remisi komplit kedua umumnya kurang dari 6 bulan bila tanpa HSCT dengan disease-free surviv, kurang dari 10 bulan. Survival meningkat bila sebelumnya pasien telah menjalani HSCT alogenik, namun donor untuk prosedur tersebut umumnya terbatas. 10. Pencegahan 

Berhenti merokok



Hindari paparan bahan kimia berbahaya, seperti benzena, fomalin, dan pestisida. Jika Anda bekerja di lingkungan yang rentan terhadap paparan bahan kimia, gunakan selalu alat pelindung diri (APD) untuk membatasi paparan dan konsumsi makanan bernutrisi.

14

11. Pemeriksaan Laboratorium 1. Morfologi Aspirasi sumsum tulang merupakan bagian dari pemeriksaan rutin untuk diagnosis AML.Pulasan darah dan sumsum tulang diperiksa dengan pengecatan May-Grunwald-Giemsa atau Wright-Giemsa. Untuk hasil yang akurat, diperlukan setidaknya 500 sel Nucleated dari sumsum tulang dan 200 sel darah putih dari perifer.Hitung blast sumsum tulang atau darah ≥ 20% diperlukan untuk diagnosis AML, kecuali AML dengan t(15;17), t(8;21), inv(16), atau t(16;16) yang didiagnosis terlepas dari persentase blast.. 2.

Immunophenotyping Pemeriksaan ini menggunakan flow cytometry,sering untuk menentukan tipe sel leukemia berdasarkan antigen permukaan. Kriteria yang digunakan adalah ≥ 20% sel leukemik mengekpresikan penanda (untuk sebagian besar penanda)

3. Sitogenetika Abnormalitas kromosom terdeteksipada sekitar 55% pasien AML dewasa. Pemeriksaan sitogetika menggambarkan abnormalitas krimosom seperti translokasi, inversi, delesi, adisi. 4. Sitogenetika molekuler Pemeriksaan ini menggunakan FISH (fluorescent in situ hybridization)

yang

juga

merupakan pilihan

jika pemeriksaan

sitogenetika gagal.Pemeriksaan ini dapat mendeteksi abnormalitas gen atau bagian dari kromosom seperti RUNX1-RUNX1T1, CBFBMYH11, fusi gen MLL dan EV11, hilangnya kromosom 5q dan 7q. 5. Pemeriksaan imaging Pemeriksaan

dilakukan

untuk

membantu

menentukan

perluasan penyakit jika diperkirakan telah menyebar ke organ lain. Contoh pemeriksaannya antara lain X-ray dada, CT scan, MRI.

BAB III PENUTUP 1. Kesimpulan Lebih banyak penderita leukemia mieloblastik akut dengan jenis kelamin perempuan

dibandingkan

laki-laki.

Lebih

dari

separuh

penderita

leukemia

mieloblastik akut mengalami LMA M4. AML tidak memberikan tanda dan gejala klinis yang spesifik. Terapi terdiri dari terapi induksi, dimana terapi “3 + 7” masih menjadi standar dan terapi konsolidasi dengan kemoterapi atau transplantasi sel

hematopoietik. Walaupun

telah terdapat perkembangan mengenai pemahaman dan molekuler AML, pasien dapat

mengalami

kekambuhan.

Belum

semua

terapi

yang

dikembangkan

memberikan hasil memuaskan, dan terapi-terapi lain masih terus dikembangkan. Seluruh penderita leukemia mieloblastik akut mengalami anemia Sebagian besar mengalami hiperleukositosis. Seluruh penderita leukemia mieloblastik akut mengalami trombositopenia.Ditemukan presentasi blast >30% pada hampir seluruh darah tepi pasien leukemia mieloblastik akut.

2. Saran

Sebaiknya kita menjaga kesehatan dengan baik. Selain itu penyakit leukimia dapat dicegah dengan mengkonsumsi vitamin A dan C, buah maupun sayuran yang kaya akan serat.

15

DAFTAR PUSTAKA

1.

Ozeki K, Kiyoi H, Hirose Y, Iwai M, Ninomiya M,Kodera Y, et al. Biologic and clinical significance of the FLT3 transcript level in acute myeloblastik leukemia.Neoplasia, American Society of Hematology. 2004;103(5):1901-8.

2.

Departemen

Ilmu

Kesehatan

Anak

Fakultas

Kedokteran

Universitas

Indonesia/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta 3.

Jurnal Kesehatan Andalas. 2017; 6(3) http://jurnal.fk.unand.ac.id

4.

https://www.academia.edu/19755191/Makalah_LEUKEMIA

5.

Hoffbrand AV, Pettit JE, Moss PAH. Kapita selekta hematologi. Edisi ke-4. Jakarta: EGC; 2005.hlm.150-66.

6.

Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada/ RSUP Dr. Sardjito,Yogyakarta.

7.

Gibson BE, Wheatley K, Hann IM. Treatment strategy and long-term results in paediatric

patients

treated

in

consecutive

UK

AML

trials.

Leukemia

2005;19:2130-8. 8.

Sari Pediatri, Vol. 14, No. 6, April 2013 https://saripediatri.org/index.php/saripediatri/article/download/314/256

16

Related Documents


More Documents from "Ariani RiZka"

Laporan Hematologi Iii
October 2019 12
Kenari.docx
July 2020 23
Sk Hiv.docx
May 2020 5
Jual Beli.docx
July 2020 26
Histo Cardio.docx
December 2019 55