Laporan Geolistrik Firsty Liliani Lestari 1650907701111005.docx

  • Uploaded by: Firsty Liliani Lestari
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Laporan Geolistrik Firsty Liliani Lestari 1650907701111005.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,528
  • Pages: 14
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.

Metode Geolistrik

Metode geolistrik merupakan salah satu metode geofisika yang mempelajari sifat aliran listrik di dalam bumi dan bagaimana cara mendeteksinya di permukaan bumi. Tujuan dari metode geolistrik itu sendiri yakni untuk memperkirakan sifat kelistrikan medium atau formasi batuan di bawah permukaan yang berhubungan dengan kemampuannya untuk menghantarkan atau menghambat listrik (Hendrajaya, 1990). Metode geolistrik tahanan jenis merupakan salah satu metode geofisika yang mempelajari sifat tahanan jenis dari lapisan batuan di dalam bumi. Pada metode ini, arus listrik diinjeksikan ke dalam bumi melalui dua buah elektroda arus dan dlakukan pengukuran beda potensial melalui dua buah elektroda potensial tersebut. Kemudian hasil yang didapat berupa beda potensial yang terukur pada elektroda di permukaan. Dari beda potensial yang diukur dapat ditentukan variasi tahanan jenis masing-masing lapisan di bawah titik pengukuran (Reynold, 1997). Berdasarkan pada tujuan penyelidikannya, metode geolistrik tahanan jenis dapat dibagi menjadi dua yaitu mapping dan sounding. Aplikasi teknik mapping memberikan informasi lapisan bawah permukaan secara horizontal, sedangkan teknik sounding memberikan informasi detail pada kedalaman dan karakteristik air bawah permukaan pada daerah penelitian. Kombinasi antara data teknik mapping dan sounding sangat efisien dalam menggambarkan zona air pada suatu area tanpa mengeksploitasi sumber permukaan pada area tersebut (Ibe dan Akaolisa, 2010 dalam Ningtyas, 2013). Hasil pengukuran arus listrik dan beda potensial untuk setiap jarak elektroda tertentu dapat ditentukan dengan variasi harga tahanan jenis masing-masing lapisan di bawah titik ukur. Variasi tahanan jenis lapisan batuan dapat diamati dengan mengubah spasi elektroda sesuai dengan konfigurasi yang digunakan saat pengukuran. Jadi besaran yang diukur pada metode geolistrik adalah arus listrik dan beda potensial listrik, sedangkan besaran yang dihitung adalah tahanan jenis (Febrina, 2012). 2.2.

Metode Resistivitas Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, salah satu metode dalam geofisika yang mempelajari sifat aliran listrik di dalam bumi adalah metode geolistrik. Metode ini meliputi pengukuran potensial, arus, dan medan elektromagnetik yang terjadi baik secara alami atau pun akibat injeksi arus kedalam bumi dengan tujuan tertentu. Metode resistivitas adalah metode geolistrik yang melibatkan arus listrik yang diinjeksikan ke dalam tanah melalui elektroda. Prosedur selanjutnya yaitu mengukur beda potensial yang timbul menggunakan elektroda yang berbeda. Setelah potensial diketahui maka nilai resistivitas dapat dihitung. Aliran arus listrik di dalam bumi diasumsikan bahwa bumi merupakan medium homogen isotropis. Ketika arus listrik dialirkan ke dalam bumi, arus listrik akan mengalir ke segala arah dan berbentuk setengah bola, seperti pada Gambar 2.1

2.2.1. Elektroda Arus Tunggal di Permukaan Tanah Homogen Apabila ujung elektroda yang menghantarkan arus sebanyak I ampere diletakkan pada permukaan media yang homogen, isotropoik dan udara diatasnya memiliki konduktivitas nol, maka mempunyai sistem tiga titik yang digunakan dalam layout resistivitas permukaan. Letak elektroda arus balikan dengan kata lain berada pada titik yang jauh jaraknya dari elektroda pertama.

Gambar 2.1. Sumber arus tunggal di permukaan tanah homogen Penggunaan persamaan laplace menggunakan koordinat bola dapat diaplikasikan untuk memperoleh nilai resistivitas (r), potensial (v), dan medan listrik (E), dengan asumsi daerah sekitar bola merupakan ruang bebas dan tidak ada muatan maupun konduktor lain disekitar bola. Dengan demikian, diperoleh nilai resistivitas (r) tak hingga karena bersifat radial maka menyebabkan nilai potensial (v) semakin mendekati 0 dan medan listrik (E) dengan nilai relatif kecil. Keadaan ini dapat digambarkan pada Gambar 2.1. Persamaan laplace dalam koordinat bola dapat dituliskan sebagai berikut

∇2 V

2

1 ∂ 2 ∂V 1 ∂ V ∂ sin θ ∂V + 1 r + =0 ∂r r 2 sinθ ∂θ ∂θ r 2 sin 2 θ ∂ 2 φ2 r 2 ∂r

(

)

(

)

Dalam pandangan pada media tanah membentuk simetri bidang bola, dilihat pada Gambar 2.1. V tidak menjadi fungsi dari dan maka persamaan laplace menjadi

Kalikan persamaan diatas dengan r2

∂ r 2 dV =0 ∂r dr

( )

Integralkan persamaan diatas

sehingga didapat

Integralkan persamaan diatas dengan disusun sebagai berikut:

sehingga didapat

dimana A dan B merupakan konstanta, sehingga B= 0 ( karena r = tak hingga) Hasil yang didapatkan dari integral inilah yang menjadi acuan untuk mencari potensial dua elektroda potensial di tanah homogen. Dengan A dan B adalah konstanta dan B=0 saat panjang lintasan penghantar tak terhingga dan bersifat radial maka persamaan di atas menjadi

Syarat keadaan batas permukaan adalah

Syarat ini sudah terpenuhi karena

Gambar 2.2.Sistem koordinat bola Dalam pandangan simetri bola seperti terlihat pada Gambar 2.2, V tidak dapat menjadi fungsi dari dan . Arus listrik mengalir membentuk permukaan potensial setengah bola pada media yang lebih rendah. Persamaan berikut digunakan untuk menghitung total arus listrik yang mengalir membentuk permukaan bola. Berdasarkan persamaan rapat arus J=I/A maka

Jumlah total arus listrik yang mengalir membentuk permukaan setengah bola, sehinggaluas permukaan bola dibagi dua dan diperoleh arus berikut

Karena ,maka didapatkan arus total yang mengalir membentuk persamaan setengah bola adalah

Untuk mendapatkan resistivitas dari elektroda arus tunggal dipermukaan tanah maka subtitusikan persamaan di atas ke persamaan tegangan radial sehingga

Persamaan di atas merupakan rumus untuk menentukan resistivitas dari elektroda arus tunggal di permukaan tanah.

2.2.2. Dua Elektroda Arus di Permukaan Tanah Homogen Potensial listrik padalingkungan permukaan di sekitar elektroda akan dipengaruhi oleh kedua elektroda arus hanya bila jarak antara kedua elektroda arus tersebut tidak terlalu jauh. Konfigurasi dua elektroda arus dipermukaan tanah homogen dapat dilihat pada Gambar 2.3. Potensial yang diakibatkan dari elektroda A pada C adalah V1 dengan I1

Subtitusikan persamaan 2.53 ke persamaan tegangan radial

Gambar 2.3. Dua elektroda arus dan dua elektroda potensial di permukaan tanah homogen dengan resistivitas Potensial yang diakibatkan dari elektroda B pada C adalah V 2. Karena arah I2 berlawanan dengan I1 maka I= - I2.

Subtitusikan persamaan di atas pada persamaan tegangan radial sehingga diperoleh

Maka diperoleh beda potensial pada C adalah

Potensial yang diperoleh dari elektroda A pada D adalahV3

Subtitusikan persamaan di atas pada persamaan tegangan radial maka I=I3

Potensial yang diperoleh dari elektroda B pada D adalah berlawanan dengan I3maka I=I4

. Karena arah

Subtitusikan persamaan di atas pada persamaan persamaan tegangan radial sehingga diperoleh

Maka diperoleh beda potensial pada D sebagai berikut

Sehingga diperoleh beda potensial antara titik C dan D dapat diketahui dengan persamaan

Maka

Dari persamaan di atas kemudian dapat diperoleh resistivitas tanah dengan jarak masing-masing elektroda yang telah diketahui, sedangkan merupakan beda potensial diantara dua buah elektroda potensial dan dua buah elektroda arus. Bila jarak antara dua elektroda arus tidak terlalu besar, potensial di setiap titik dekat permukaan akan dipengaruhi oleh kedua elektroda arus tersebut. Sehingga ekuipotensial yang dihasilkan dari kedua titik sumber bersifat lebih komplek dibanding arus tunggal. 2.3.

Konfigurasi Metode Resistivitas Metode geolistrik terdiri dari beberapa konfigurasi, misalnya yang ke 4 buah elektrodanya terletak dalam satu garis lurus dengan posisi elektroda AB dan MN yang simetris terhadap titik pusat pada kedua sisi yaitu konfigurasi Wenner dan Schlumberger. Selain kedua konfigurasi tersebut ada juga konfigurasi yang sering digunakan yakni dipole-dipole, pole-dipole dan azimuth dipole. Setiap konfigurasi mempunyai metode perhitungan dan faktor koreksi tersendiri untuk mengetahui nilai ketebalan dan tahanan jenis batuan di bawah permukaan.

2.3.1. Konfigurasi Wenner-Schlumberger Konfigurasi Wenner-Schlumberger adalah konfigurasi dengan sistem aturan spasi yang konstan dengan catatan faktor “n” untuk konfigurasi ini adalahperbandingan jarak antara elektroda C1-P1 atau C2-P2 dengan spasi antara P1-P2 seperti pada Gambar 14. Jika jarak antar elektroda potensial (P1 dan P2) adalah a maka jarak antar elektroda arus (C1 dan C2) adalah 2na+a. Proses penentuan resistivitas menggunakan empat buah elektroda yang diletakkan dalam sebuah garis lurus (Sakka, 2001 dalam Priambodo dkk, 2011).

I

V na

a

na

Gambar 2.4. Konfigurasi Wenner-Schlumberger

Adapun Persamaan faktor geometri yang diperoleh dari konfigurasi ini adalah :

Kelemahan dari konfigurasi Schlumberger ini adalah pembacaan tegangan pada elektroda MN adalah lebih kecil terutama ketika jarak AB yang relatif jauh, sehingga diperlukan alat ukur multimeter yang mempunyai karakteristik ‘high impedance’ dengan akurasi tinggi yaitu yang bisa mendisplay tegangan minimal 4 digit atau 2 digit di belakang koma. Atau dengan cara lain diperlukan peralatan pengirim arus yang mempunyai tegangan listrik DC yang sangat tinggi. Sedangkan keunggulan konfigurasi Schlumberger ini adalah kemampuan untuk mendeteksi adanya non-homogenitas lapisan batuan pada permukaan, yaitu dengan membandingkan nilai resistivitas semu ketika terjadi perubahan jarak elektroda MN/2 . 2.3.2. Konfigurasi Wenner Konfigurasi elektroda yang ditanam pada tanah merupakan salah satu hal yang penting.Pada penelitian ini menggunakan metode geolistrik elektroda konfigurasi Wenner. Pengambilan data menggunakan metode resistivitas dengan konfigurasi Wenner, konfigurasi ini sensitif terhadap perubahan nilai resistivitas baik secara lateral maupun vertikal. Dalam cara Wenner elektroda-elektroda yang digunakan diletakkan dalam satu garis lurus. Pengaturan jarak yang diberikan adalah AC=CD=DB=r, A dan B merupakan elektroda arus sedangkan C dan D merupakan elektroda potensial. Peletakkan elektroda dengan cara wenner dapat dilihat pada Gambar 2.5.

Gambar 2.5 Konfigurasi Wenner

Pada resistivitas mapping, jarak spasi elektrode tidak berubah-ubah untuk setiap titik datum yang diamati atau besarnya a tetap, sedang pada resistivitas sounding, jarak spasi elektrode diperbesar secara bertahap, mulai dari harga a kecil sampai harga a besar, untuk satu titik sounding. 2.3.3. Konfigurasi Dipole-Dipole Metode geolistrik resistivitas konfigurasi dipole-dipole dapat diterapkan untuk tujuan mendapatkan gambaran bawah permukaan pada obyek yang penetrasinya relatif lebih dalam dibandingkan dengan metode sounding lainnya seperti konfigurasi wenner dan konfigurasi schlumberger. Metode ini sering digunakan dalam surveisurvei resistivitas karena rendahnya efek elektromagnetik yang ditimbulkan antara sirkuit arus dan potensial. Susunan elektroda konfigurasi dipole-dipole dapat dilihat pada gambar 2.2. Spasi antara dua elektroda arus dan elektroda potensial sama yaitu a. Konfigurasi ini mempunyai faktor lain yaitu n yang merupakan rasio jarak antara elektroda C1 dan P1 ke C2 – C1 atau P1 – P2 dengan jarak pisah a.Pengukuran ini dilakukan dengan memindahkan elektroda potensial pada suatu penampang dengan elektroda arus tetap, kemudian pemindahan elektroda arus pada spasi n berikutnya diikuti oleh pemindahan elektroda potensial sepanjang penampang seterusnya hingga pengukuran elektroda arus pada titik terakhir di penampang itu C2

C1

P1

P2

A

B

M

N

a

na

a

Gambar 2.6. Konfigurasi Dipole-Dipole Nilai resistivitas semu dari konfigurasi dipole-dipole adalah

ρ=K⋅R dengan K adalah faktor geometri :

2.4.

Sifat Listrik Batuan Aliran arus listrik didalam batuan atau mineral dapat digolongkan menjadi tiga macam yaitu konduksi secara elektronik, konduksi secara elektrolitik dan konduksi secara dielektrik (Telford dkk, 1990). 2.4.1. Kondisi secara elektronik Kondisi akan terjadi jika batuan/mineral mempunyai banyak elektron bebas sehingga arus listrik dialirkan dalam batuan/mineral tersebut oleh elektronelektron bebas itu. Aliran listrik ini juga dipengaruhi oleh sifat atau karakteristik masing-masing batuan yang dilewatinya. Salah satu sifat atau karakteristik batuan tersebut adalah resistivitas (tahanan jenis), dimana resistivitas (tahanan jenis) merupakan karakteristik bahan yang mampu menunjukan kemampuan batuan tersebut untuk menghantarkan arus listrik.Resistivitas mempunyai pengertian yang berbeda dengan resistansi (hambatan), dimana resistansi tidak hanya tergantung pada bahan tetapi juga bergantung pada faktor geometri atau bentuk bahan tersebut. Sedangkan resistivitas tidak bergantung pada faktor geometri. 2.4.2. Konduksi elektrolitik Kondisi ini akan terjadi jika batuan/mineral bersifat pori-pori tersebut terisi oleh cairan-cairan elektrolitik. Pada kondisi ini arus listrik dibawa oleh ionion elektrolit. Konduktivitas dan resistivitas batuan porous bergantung pada volume dan susunan pori-porinya. Konduktivitas akan semakin besar jika kandungan air dalam batuan bertambah banyak dan sebaliknya resistivitas akan semakin besar jika kandungan air dalam batuan berkurang. 2.4.3. Konduksi dielektrik Kondisi ini akan terjadi jika batuan/mineral bersifat dielektrik terhadap aliran arus listrik, artinya batuan atau mineral tersebut mempunyai elektron bebas sedikit bahkan tidak sama sekali. Tetapi karena adanya pengaruh medan listrik dari luar maka elektron dalam bahan berpindah dan berkumpul terpisah dari inti sehingga terjadi polarisasi.

2.5.

Resistivitas Batuan Resistivitas pada batuan berbeda-beda. Pada mineral logam, nilainy berkisar antara 10−5 Ωm , batuan seperti gabbro dengan nilai berkisar pada 107 Ω m . Begitu pula pada batuan-batuan lain, dengan komposisi yang bermacam-macam akan menghasilkan range resistivitas yang bervariasi pula. Sehingga range resistivitas

maksimum yang mungkin adalah dari 1.6 x 10−8 (perak asli) hingga 1016 Ωm (belerang murni). Konduktor biasanya didefinisikan sebagai bahan yang memiliki resistivitas kurang dari 10−5 Ωm , sedangkan isolator memiliki resistivitas lebih dari 7 10 Ω m . Dan diantara keduanya adalah bahan semikonduktor. Di dalam konduktor, berisi banyak elektron bebas dengan mobilitas yang sangat tinggi. Sedangkan pada semikonduktor, jumlah elektron bebasnya lebih sedikit. Isolator dicirikan dengan ikatan ionik sehingga elektron-elektron valensi tidak bebas bergerak (Telford, 1990). Menurut Telford et al. (1990) secara umum berdasarkan harga resistivitas listriknya, batuan dan mineral dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu : 1. Konduktor baik : 10−8 < ρ <1Ωm . 2. Konduktor pertengahan : 1 < ρ < 107 Ωm. 3. Isolator : ρ > 107 Ωm. 2.6.

Konsep Resistivitas Semu Resistivitas semu merupakan resistivitas dari suatu medium fiktif homogen yang ekivalen dengan medium berlapis yang ditinjau. Seperti yang diilustrasikan oleh Gambar 2.7.

Gambar 2.7.Resistivitas semu Medium berlapis yang ditinjau misalnya terdiri dari 2 lapis dan mempunyai resistivitas berbeda ( ρ1 dan ρ2 ). Dalam pengukuran, medium ini terbaca sebagai medium satu lapis homogen yang memiliki satu harga resistivitas yaitu resistivitas semu ρa . Resistivitas semu (apparent resistivity ρa ) dirumuskan dengan (Adhi, 2007): ρa=K

∆V I

dimana: ρa

K

: resistivitas semu (W.m) : faktor geometri

∆ V : beda potensial pada MN (mV)

I

: kuat arus (mA)

Resistivitas semu yang dihasilkan oleh setiap konfigurasi akan berbeda walaupun jarak antara elektrodanya sama. Untuk medium berlapis, nilai resistivitas semu ini akan merupakan jarak bentangan (jarak antara elektroda arus). Untuk jarak elektroda arus kecil akan memberikan ρa yang nilainya mendekati ρ batuan di dekat permukaan.

Sedangkan untuk jarak bentangan yang besar ρa yang diperoleh akan mewakili nilai r batuan yang lebih dalam. Gambar 2.6 adalah contoh grafik resistivitas semu sebagai fungsi jarak antar elektroda arus (bentangan). (Waluyo, 2005).

Gambar 2.8.Resistivitas semu sebagai fungsi bentangan: a) medium homogenya semi tak berhingga, b) medium 2 lapis (ρ2>ρ1), c) medium lapis (ρ1<ρ2), dan d) medium 3 lapis (ρ2>ρ1,ρ3<ρ2) Dari hasil pengukuran di lapangan yang diperoleh adalah nilai tahanan jenis dan jarak antar elektroda. Jika nilai tahanan jenis diplot terhadap jarak antarmelektroda dengan menggunakan grafik semilog diperoleh kurva tahanan jenis. Dengan menggunakan kurva standar yang diturunkan berdasarkan berbagai variasi perubahan nilai tahanan jenis antar lapisan secara ideal dapat ditafsirkan variasi nilai tahanan jenis terhadap kedalaman. Dengan cara ini ketebalan lapisan berdasarkan nilai tahanan jenisnya dapat diduga, dan keadaan lapisan-lapisan batuan di bawah permukaan dapat ditafsirkan. Contoh kurva tahanan jenis hasil pengukuran di lapangan dapat dilihat pada Gambar 2.8 . Pada Gambar tersebut juga ditunjukkan hasil penafsiran yang diduga menghasilkan lengkung kurva tersebut. Dengan menyusun hasil pengukuran dari berbagai titik lokasi dapat dibuat penampang tahanan jenis sehingga dapat digunakan untuk keperluan eksplorasi maupun keteknikan. (Djoko Santoso, 2002).

DAFTAR PUSTAKA Adhi, M.A. 2007. Modul Praktikum Geolistrik. Semarang : Unnes Djoko Santoso. 2002. Pengantar Teknik Geofisika. Bandung: Penerbit ITB. Febrina, M. 2012. Estimasi Kedalaman Batuan Dasar Menggunakan Metoda Geolistrik Tahanan Jenis Konfigurasi Dipole-Dipole di Universitas Negeri Padang Kampus Air Tawar. Skripsi. Universitas Negeri Padang. Hendrajaya, L. 1990. Pengukuran Resistivitas Bumi pada Satu Titik di Medium Tak Hingga. Bandung: Laboratorium Fisika Bumi ITB. Ningtyas, R.I. 2013. Survei Sebaran Air Tanah Dengan Metode Geolistrik Konfigurasi DipoleDipole di Desa Jatilor Kecamatan Godong Kabupaten Grobogan. Skripsi. Jurusan Fisika FMIPA Unnes. Semarang. Priambodo, I.C., Purnomo, H., Rukmana, N., dan Juanda. 2011. Aplikasi Metoda Geolistrik Konfigurasi Wenner-Schlumberger Pada Survey Gerakan Tanah di Bajawa, NTT. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi. Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 6 Nomor 2, Agustus 2011:1-10. Reynolds, J.M. 1997. An Introduction to Applied and Environmental Geophysic. Chichester: John Wiley dan Sons. Telford, W.M., Geldart, L.P. dan Sheriff, R.E. 1990. Applied Geophysic 2nd ed. Cambridge: University Press. London. Waluyo, dkk. 2005, Buku Panduan Workshop Geofisika. Laboratorium Geofisika Program Studi Geofisika UGM, Yogyakarta

Related Documents


More Documents from ""