Laporan Fito Ii.docx

  • Uploaded by: Nurlatifah A.R
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Laporan Fito Ii.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,211
  • Pages: 31
BAB I PENDAHULUAN

Alam menyediakan kekayaan yang sangat melimpah yang dapat menunjang kehidupan manusia agar dapat berjalan lancar. Salah satunya adalah tanaman – tanaman yang terdapat di alam ini. Indonesia merupakan salah satu negara yang dilewati oleh garis khatulistiwa yang memiliki sumber daya alam yang sangat melimpah, salah satunya adalah tanaman (1). Tanaman dapat digunakan sebagai obat tradisional, baik dalam bentuk simplisia maupun ekstrak. Ekstrak adalah sediaan yang diperoleh dengan cara mengekstraksi simplisia dengan menggunakan pelarut yang sesuai.

Untuk

tanamannya,

memisahkan

maka

senyawa

dilakukan

partisi

yang atau

diperlukan pemisahan

dengan senyawa

berdasarkan kepolarannya dengan menggunakan pelarut polar dan non polar. Berdasarkan konsistensinya, ekstrak terbagi menjadi ekstrak cair, kental, dan kering. Untuk memperoleh ekstrak kental dan kering, pelarut yang digunakan harus diuapkan (1). Salah satu tanaman yang sering dimanfaatkan adalah kayu secang atau nama latinnya adalah Caesalpinia sappan L. Kayu secang banyak mengandung senyawa yang bermanfaat bagi kesehatan manusia. Kayu secang dapat digunakan sebagai salah satu alternatif pengobatan karena dapat berkhasiat sebagai obat diare, disentri, dan lainnya(1).

Maka dari itu, pentingnya dilakukan praktikum ini adalah untuk mengetahui salah satu proses dalam mengolah tanaman yang memiliki khasiat agar dapat digunakan, yaitu melakukan proses pemisahan dengan cara penguapan pelarut untuk mendapatkan ekstrak kental yang dapat digunakan serta berkualitas dan proses partisi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Tanaman Kayu Secang II.1.1 Klasifikasi Tanaman Divisi

: Spermatophyta

Sub divisi

: Angiospermae

Kelas

: Dicotyledonae

Bangsa

: Resales

Suku

: Cesalpiniaceae

Marga

: Caesalpinia

Jenis

: Caesalpinia sappan L. (2)

Gambar 1. Kayu Secang (2)

II.1.2 Nama Daerah Sumatera Jawa Bali

:Seuceung (Aceh), sepang (Gayo), Sopang (Batak)

:Secang (Sunda), kayu secang (Jawa Tengah :Cang (Bali)

Nusa Tenggara :Sepang (Sasak), supa (Bima), sepal (Timor) Sulawesi Maluku

:Kayu sema (Manado), dolo (Bare), sepang (Makassar) :Sepen (Halmahera selatan) (2).

II.1.3 Morfologi Tanaman Kayu secang merupakan tumbuhan yang umumnya tumbuh di tempat terbuka sampai ketinggian 1000 m di atas permukaan laut seperti di daerah pegunungan yang berbatu tetapi tidak terlalu dingin. Kayu secang merupakan tanaman perdu atau pohon kecil dengan tinggi6 m. Batangnya berkayu, bulat dan berwarna hijau dan coklat kehitaman. Batang dan percabangan terdapat duri-duri tempel yang bentuknya bengkok dan letaknya tersebar (2). Daun secang merupakan daun majemuk menyirip ganda dengan panjang 25-40 cm, jumlah anak daunya 10- 20 pasang yang letaknya behadapan. Bunga secang adalah bunga majemuk berbentuk malai, bunganya keluar dari ujung tangkai dengan panjang 10-40 cm, mahkota bunga berbentuk tabung berwarna kuning. Bunga berbau tajam, daun kelopak berjumlah 5, warna hijau, bunga banci, panjang benang sari 15 mm dan putik 8 mm (2). Buah secang adalah buah polong, panjang 8-10 cm, lebar 3-4 cm, ujung seperti paruh berisi 3-4 biji, jika masak berwarna hitam. Bijinya bulat memanjang dengan panjang 15-18 mm dan lebar 8-11 mm, tebalnya 5-7 mm, warnanya kuning cokelat muda. Akar secang adalah akar tunggang berwarna cokelat (2). II.4 Kandungan Kayu Secang Secang kaya akan kandungan kimia. Kayunya mengandung asam galat, brasilin, brasilein, delta-alfa-phellandrene, oscimene, resin, resorsin, minyak atsiri, dan tanin. Sementara daunnya mengandung 0,16 – 0,20%

minyak atsiri yang beraroma enak dan tidak berwarna. Tanaman ini bersifat separ dan tidak berbau Selain itu, tanaman secang digunakan sebagai salah satu pigmen alami karena menghasilkan pigmen berwarna merah. Pigmen merah ini disebut antosianin yang bersifat mudah larut dalam air panas (2). Senyawa tanin dan brasilin merupakan senyawa kompleks dengan ukuran dan bentuk molekul yang memungkinkan kelarutannya dalam air. Kandungan kayu secang yang bermanfaat sebagai antibakteri diantaranya (3) : a. Tanin Tanin dapat bersifat sebagai antibakteri dan astringen. Toksisitas tanin dapat merusak membran sel bakteri, senyawa astringent tanin dapat menginduksi pembentukan kompleks senyawa ikatan terhadap enzim atau substrat mikroba, dan pembentukan suatu kompleks ikatan tanin terhadap ion logam menambah daya toksisitas tanin. b. Brasilin Brasilin mempunyai aktivitas sebagai antibakteri dan bakteriostatik. Senyawa brasilin juga merupakan spesifik dari kayu secang yang dapat memberikan warna merah kecoklatan jika teroksidasi atau dalam suasana basa.

c. Flavonoid Flavonoid yang terkandung dalam kayu secang berperan sebagai antikanker, antivirus, antiinflamasi, diuretik dan antihipertensi. Saponin juga terkandung di dalam kayu secang yang berfungsi sebagai antivirus, antibakteri, dan meningkatkan kekebalan tubuh. Flavonoid berfungsi sebagai anti bakteri dengan cara membentuk senyawa kompleks terhadap protein extraseluler yang menghambat integritas membran sitoplasma sel bakteri. Membran sitoplasma mengalami kerusakan sehingga ion H dari senyawa flavonoid akan menyerang gugus polar (gugus fosfat) sehingga mulekul fosfolipida akan terurai menjadi gliserol, asam karboksilat dan asam fosfat. Hal ini mengakibatkan fosfolipida tidak mampu

mempertahankan

bentuk membran

sitoplasma

akibatnya

sembran sitoplasma akan bocor dan bakteri akan mengalami hambatan pertumbuhan hingga kematian. d. Alkaloid Alkaloid memiliki kemampuan antibakteri dengan cara menghambat pembentukan komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri, sehingga lapisan dinding sel tidak terbentuk secara utuh. Sintesis peptidoglikan akan terganggu sehingga pembentukan sel tidak sempurna karena tidak mengandung peptidoglikan dan dinding selnya hanya meliputi membran sel. Susunan dinding sel bakteri adalah lapisan peptidoglikan Peptidoglikan tersusun dari N-asetil glukosamin dan N-asetil asam muramat, yang terikat melalui ikatan 1,4-glikosida. Pada N-asetil

asam muramat terdapat rantai pendek asam amino seperti alanin, glutamat, diaminopimetal, lisin dan alamin, yang terikat melalui ikatan peptida. Peranan ikatan peptida ini sangat penting dalam menghubungkan antara rantai satu dengan rantai lain. Mekanisme kerusakan dinding sel bakteri terjadi dengan mencegah ikatan silang peptidoglikan pada tahap akhir sintesis dinding sel, yaitu dengan cara menghambat protein pengikat. Protein ini merupakan enzim dalam membran plasma sel bakteri yang secara normal terlibat dalam penambahan asam amino yang berikatan silang dengan peptidoglikan dinding sel bakteri dan memblok aktivitas enzim transpesidase yang membungkus ikatan silang polimerpolimer gula panjang yang membentuk dinding sel bakteri. Keadaan ini menyebabkan sel bakteri muda mengalami lisis, baik berupa fisik maupun osmotik dan menyebabkan kematian sel. e. Minyak atsiri Minyak atsiri yang terkandung dalam kayu secang berperan sebagai antibakteri dengan cara menghambat proses pembentukan membran atau dinding sel sehingga tidak terbentuk atau terbentuk tidak sempurna. Minyak atsiri mengandung gugus fungsi hidroksil (OH) dan karbonil. Turunan fenol berinteraksi dengan sel bakteri melalui proses adsorpsi yang melibatkan ikatan hidrogen. Pada kadar rendah terbentuk kompleks protein fenol dengan ikatan yang lemah dan mengalami peruaraian, diikuti penetrasi fenol kedalam sel dan mnyebabkan pretisipasi serta denaturasi protein. Pada kadar tinggi fenol menyebabkan koagulasi protein. Pada

kadar tinggi fenol menyebabkan koagulasi protein dan sel membran mengalami lisis. II.5 Khasiat dan Manfaat Kayu secang berkhasiat sebagai obat diare, disentri, batuk darah (TBC), luka dalam, sifilis, muntah darah, berak darah, memar berdarah, malaria, tetanus, tumor, dan radang selaput lendir mata (3). II.2 Penguapan Pelarut II.2.1 Pengertian Evaporasi Evaporasi atau penguapan merupakan salah satu cara untuk pemurnian ekstrak. Evaporasi ekstrak yang masih mengandung pelarut dan air dari dalam bahan hasil ektraksi dilakukan untuk menguapkan air dan pelarut yang masih tersisa. Laju penguapan dipengaruhi oleh jumlah panas dan tekanan pada saat penguapan terjadi, dan perubahan lain yang mungkin terjadi di dalam bahan selama proses penguapan berlangsung. Evaporasi pada prinsipnya mempunyai dua fungsi yaitu merubah panas dan memisahkan uap yang terbentuk dari bahan cair (4). Evaporasi diadasarkan pada proses pendidihan secara intensif, antara lain pemberian panas ke dalam cairan, pembentukan gelembunggelembung (bubbles) akibat uap, pemisahan uap dari cairan, dan mengkondensasikan uapnya. Evaporasi atau penguapan juga dapat didefinisikan sebagai perpindahan kalor ke dalam zat cair mendidih. Evaporasi dilaksanakan dengan cara menguapkan sebagian dari pelarut pada titik didihnya, sehingga diperoleh larutan zat cair pekat yang

konsentrasinya lebih tinggi. Uap yang terbentuk pada evaporasi biasanya hanya terdiri dari satu komponen, dan jika uapnya berupa campuran umumnya

tidak

diadakan

usaha

untuk

memisahkan

komponenkomponennya. Dalam evaporasi zat cair pekat merupakan produk yang dipentingkan, sedangkan uapnya biasanya dikondensasikan dan dibuang (5). II.2.2 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Evaporasi Selama berjalannya proses evaporasi, terdapat faktor – faktor yang dapat mempengaruhi hasil akhir ekstrak yang akan diperoleh. Faktor – faktor tersebut antara lain sebagai berikut (5). 1.

Temperatur steam, disesuaikan dengan bahan yang akan dievaporasi karena bahan yang tidak tahan suhu yang tinggi tentunya akan membentuk

kerak

pada

kolom

evaporator

sehingga

akan

mempengaruhi perpindahan panas dari steam ke bahan tersebut. 2. Tekanan

operasi,

mempengaruhi

proses

penguapan

pelarut

disamping temperatur. 3.

Laju alir umpan, bila laju alir umpan terlalu kecil proses kurang effisien dan juga bila terlalu besar,sehingga untuk suatu proses laju alir umpan diusahakan adalah laju yang dapat menghasilkan proses yang optimal.

4. Sifat fisika dan kimia dari sampel yang akan mempengaruhi mekanisme kerja evaporasi serta penentuan alat yang akan digunakan

5. Luas permukaan kontak antara umpan dan media pemanas (panjang dan jumlah tube). 6. Laju alir steam dan laju air pendingin (kondenser). II.3 Metode Evaporasi Ada beberapa metode yang dapat dilakukan dalam penguapan pelarut untuk pemurnian ekstrak dengan prinsip dan mekanisme yang berbeda-beda.

Masing-masing

metode

memiliki

kelebihan

dan

kekurangan. II.3.1 Penguapan Sederhana dan Pemanasan Penguapan

dengan

cara

sederhana

dapat

dilakukan

dengan

mengangin-anginkan. Sedangkan penguapan sederhana dengan cara pemanasan dapat dilakukan dengan menggunakan kompor dan water bath. Diuapkan di atas water bath yang merupakan teknik penguapan dengan cara sederhana. Water bath merupakan satu dari beberapa alat yang

termasuk

dalam

alat

laboratorium

yang

berfungsi

untuk

menghasilkan suhu air dalam kondisi tertentu yang konstan selama waktu yang telah ditentukan. Dalam aplikasinya di laboratorium, water bath biasanya digunakan untuk proses pemanasan dengan suhu yang relatif rendah 30˚C sampai 60˚C, menguapkan zat atau larutan dengan suhu yang tidak terlalu tinggi, untuk inkubasi pada analisis mikrobiologi, untuk melebur basis, menguapkan ekstrak atau tingtur, dan pemanasan untuk mempercepat kelarutan (6)

Prinsip dari sebuah alat water bath adalah memanfaatkan umpan balik dari sensor suhu untuk menjaga kestabilan suhu. Setelah alat water bath dihidupkan, heater akan memanaskan air sampai suhu air naik dan sesuai dengan suhu yang kita pilih, heater akan berhenti memanaskan air, hanya sesekali heater akan bekerja untuk menjaga kestabilan suhu. Pada prinsipnya alat water bath memiliki dua jenis, yaitu water bath tabung dan water bath labu/erlenmeyer. Water bath tabung adalah water bath yang dilengkapi dengan rak tabung reaksi, yang berfungsi untuk menempatkan tabung reaksi, jumlah tabung reaksi yang mampu ditampung tergantung dari jenis dan besarnya alat water bath. Water bath labu/erlenmayer merupakan alat water bath yang dilengkapi dengan tutup bersusun untuk menutup leher labu, penggunan labu pada water bath biasanya untuk melakukan perkembangbiakan bakteri. Metode ini dapat dilakukan baik dengan sistem terbuka maupun sistem tertutup. Namun dengan sistem tertutup dapat mencegah pelarut meracuni dan menguap ke berbagai arah (5)

Gambar 2. Water Bath

II.3.2 Tekanan yang Diturunkan Salah satu alat yang sering digunakan untuk menguapkan pelarut yang memiliki prinsip menurunkan tekanan adalah rotary evaporator. Alat ini menggunakan prinsip vakum destilasi, sehingga tekanan akan menurun dan pelarut akan menguap dibawah titik didihnya alat ini bekerja seperti alat destilasi. Pemanasan pada alat ini menggunakan penangas air yang dibantu dengan rotavapor akan memutar labu yang berisi sampel oleh rotavapor sehingga pemanasan akan lebih merata. Selain itu, penurunan tekanan diberikan ketika labu yang berisi sampel diputar menyebabkan penguapan lebih cepat. Dengan adanya pemutaran labu maka penguapan pun menjadi lebih cepat terjadi. Pompa vakum digunakan untuk menguapkan larutan agar naik ke kondensor yang selanjutnya

akan

diubah

kembali

ke

dalam

bentuk

cair.

Labu disimpan dalam labu alas bulat dengan volume 2/3 bagian dari volume labu alas bulat yang digunakan setelah itu waterbath dipanaskan dan mengusahakan suhu yang digunakan dalam pemanasan disesuaikan dengan suhu pelarut yang digunakan. Setelah suhu tercapai, labu alas bulat dipasang dengan kuat pada ujung rotor yang menghubungkan dengan kondensor. Aliran air pendingin dan pompa vakum dijalankan, kemudian tombol rotar diputar dengan kecepatan yang diinginkan (6). Dengan menggunakan alat Rotary Evaporator , pada teknik ini dapat menggunakan semua jenis pelarut organik. Namun, alat ini tidak cocok untuk bahan berair. Hal ini disebabkan karena air membutuhkan waktu

untuk menguap sangat lama. Saat ini telah dikembangkan juga alat yang memiliki prinsip yang sama dengan alat ini, yaitu Multirotaroty evaporator yang lebih efisien karena dapat mengeringkan enam sampel secara bersamaan (5).

Gambar 3. Rotary Evaporator

Adapun bagian-bagian dari alat pada rotarry evaporator yang bekerja saat evaporasi antara lain sebagai berikut. a.

Waterbath Water bath merupakan alat yang berfungsi untuk memanaskan sampel

dengan suhu yang dapat diatur sesuai kebutuhan. Dalam water bath terdapat bagian-bagian tampilan alat yang berfungsi untuk layar penampil suhu, tombol up atau down untuk menaik turunkan suhu, serta tombol untuk mengatur suhu. Dalam hal ini juga ada hot plate yaitu alat yang digunakan untuk memanaskan waterbeath.

b.

Kondensor Kondensor merupakan alat yang digunakan untuk mendinginkan uap

pelarut yang telah menguap. Dalam hal ini kondensor yang digunakan berbentuk spiral agar uap pelarut dapat dikondensasikan dan proses kondensasi berjalan dengan lancar. Di dalam kondensor juga terdapat selang-selang kecil yang berfungsi sebagai tempat mengalir keluar uap gas yang tidak dapat terkondensasikan. Kondensor juga memiliki lubang yang berfungsi sebagai tempat keluar masuknya air dari mesin pendingin c.

Pendingin Mesin pendingin berfungsi sebagai alat yang digunakan untuk

mendinginkan air yang akan dipompakan ke kondensor. Di atas alat ini terdapat dua selang yang berfungsi sebagai tempat masuk dan keluarnya air dari mesin pendingin ke kondensor d.

Labubulat Labu alas bulat merupakan tempat pelarut yang telah menguap dimana

pada gambar ini juga terdapat ujung rotor yang berfungsi sebagai tempat bergantungnya labu alas bulat tempat pelarut yang telah menguap. Sedangkan labu alas bulat yang terletak di atas water bath merupakan labu alas bulat tempat sampel dan pelarut yang akan dipisahkan dalam hal ini juga terdapat ujung rotor yang berfungsi sebagai tempat bergantungnnya labu alas bulat sampel dan pelarut.

e. Vakum Pompa vakum yaitu alat yang digunakan untuk mengatur tekanan dalam

labu,

sehingga

mempermudah

penguapan

sampel.

II.3.3 Liofilisasi atau Freeze Drying Liofilisasi atau (freeze drying) merupakan metode yang digunakan untuk bahan yang berair, namun tidak dapat digunakan untuk pelarut organik (6). Pengeringan beku (freeze drying) adalah salah satu metode pengeringan yang mempunyai keunggulan dalam mempertahankan mutu hasil pengeringan, khususnya untuk produk-produk yang sensitif terhadap panas. Menurut Pujihastuti, keunggulan produk hasil pengeringan beku antara lain adalah dapat mempertahankan stabilitas produk, dapat mempertahankan stabilitas struktur bahan, dapat meningkatkan daya rehidrasi. Pengeringan beku sangat dikenal pada proses liofilisasi (lyophilization) ekstrak. Sesuai dengan namanya freeze drying, kadar air dalam produk terlebih dahulu akan diubah menjadi es yang kemudian es tersebut akan diubah fasenya secara sublimasi pada temperatur dan tekanan dibawah triple point dalam diagram fasa air (7). Metode freeze drying (liofilisasi) merupakan metode yang sesuai untuk bahan sampel yang sensitif terhadap panas. Freeze dryer merupakan sarana alat mesin untuk mengeringkan bahan dengan pemanasan suhu rendah. Freeze drying merupakan proses penting dalam preparasi sampel dan untuk pengawetan serta penyimpanan berbahan biologis, farmasi dan

makanan. Freeze drying (pengeringan beku) atau liofilisasi adalah proses pengeringan dari bahan cair yang dibekukan, kemudian diperlakukan dengan suatu proses pemanasan ringan dalam suatu ruang/chamber hampa udara. Kristal es yang terbentuk selama tahap pembekuan, menyublim jika dipanaskan pada tekanan hampa yaitu berubah secara langsung dari es menjadi uap air tanpa melewati fase cair kemudian akan dihasilkan produk yang bersifat porous, tidak merusak bahan atau senyawa dan terjaga kualitasnya serta aman (8).

Gambar 4. Alat Liofilisasi (Freeze Drying)

II.3.4 Metode Dialiri dengan Gas . Dialiri dengan gas, salah satunya gas N₂. Metode ini ditujukan untuk bahan yang memiliki sifat termolabil (6). II.3.5 Metode Vakum Deksikator Vakum desikator mempertahankan kelembapan rendah pada tekanan tidak lebih dari 20 mmHg dengan adanya silica gel yang dapat

menyerap air di lingkungan dalam desikator dan bagian dalam wadah yang kedap terhadap udara dari luar. Keuntungan dari metode ini ialah cukup sederhana dan mudah serta tidak akan merusak kandungan ekstrak yang tidak tahan panas. Namun kerugiannya ialah penyimpanan di dalamnya terbatas (9)

Gambar 5. Vakum Deksikator

II.4 Partisi Partisi adalah pemisahan kasar dari ekstrak berdasarkan tingkat polaritasnya, yakni mulai dari non polar, semi polar, dan polar. Partisi menggunakan alat corong pisah (6). Dalam

partisi,

terdapat

beberapa

parameter

yang

diperhatikan,

seperti

koefisien

distribusi,

selektivitas

solven,

perlu dan

perbandingan solven/umpan. Salah satunya adalah koefisien distribusi atau koefisien partisi (partition

coefficient).

Koefisien

distribusi

didefinisikan

sebagai

perbandingan antara fraksi berat solute dalam fase ekstrak (Xc)E dibagi dengan fraksi berat solute dalam fase rafinat (Xc)R pada keadaan kesetimbangan rumusnya adalah sebagai berikut (10)

Sedangkan menurut hukum distribusi Nerst, bila ke dalam dua pelarut yang tidak saling bercampur dimasukkan solut yang dapat larut dalam kedua pelarut tersebut maka akan terjadi pembagian kelarutan. Kedua pelarut tersebut umumnya pelarut organik dan pelarut air. Dalam praktek solut akan terdistribusi dengan sendirinya ke dalam dua pelarut tersebut setelah diaduk dan dibiarkan terpisah. Pada keadaan setimbang perbandingan konsentrasi solut di dalam kedua pelarut tersebut tetap, dan merupakan suatu tetapan pada suhu tetap. Tetapan tersebut disebut tetapan distribusi atau

koefisien distribusi (Kd). Koefisien distribusi

dinyatakan dengan rumus sebagai berikut.

Keterangan : Kd : Konstanta distribusi

C₂ / C₀ : Pelarut organik ͣ C₁ / C : Pelarut air Dari rumus tersebut jika nilai Kd besar, solut secara kuantitatif akan cenderung terdistribusi lebih banyak ke dalam pelarut organik, begitu pula terjadi sebaliknya (11). II.5 Metode Partisi II.5.1 Ekstraksi Cair Padat Ekstraksi padat cair atau leaching adalah proses pengambilan komponen terlarut dalam suatu padatan dengan menggunakan pelarut interaksi diantara komponen terlarut dari padatan ini sangat berpengaruh pada proses ekstraksi (12). Pada proses ekstraksi ini, komponen terlarut yang terperangkap di dalam padatan, bergerak melalui pori-pori padatan. Zat terlarut berdifusi keluar permukaan partikel padatan dan bergerak ke lapisan film sekitar padatan, selanjutnya ke larutan. Pada ekstraksi dengan metode ekstraksi cair padat, terjadi perpindahan massa zat terlarut dari padatan ke badan cairan yang berlangsung dalam dua tahap, yaitu difusi zat terlarut dari dalam padatan ke permukaan padatan dan perpindahan massa zat terlarut dari permukaan padatan ke badan cairan (12). Salah satu faktor yang mempengaruhi laju perpindahan massa adalah ukuran partikel padatan, di mana untuk ukuran padatan yang besar, difusi zat terlarut dari dalam padatan ke permukaan padatan lebih besar daripada difusi dari permukaan padatan ke badan cairan.

Sebaliknya pada ukuran padatan yang kecil difusi zat terlarut dari dalam padatan ke permukaan padatan lebih kecil daripada difusi dari permukaan padatan ke badan cairan. Kadar zat terlarut dalam pelarut makin lama semakin besar sampai keadaan setimbang (12). Perpindahan massa pada ekstraksi padatcair merupakan fungsi dari dua fase yang berkontak atas dasar perbedaan konsentrasi zat terlarut diantara kedua fase tersebut (12). Variabel-variabel yang mempengaruhi koefisien transfer massa antarfasa pada proses ekstraksi padat-cair dengan menggunakan tangki ber-pengaduk adalah sifat thermal dan fisika kimia

bahan,bentuk

geometri bahan, suhu operasi, densitas larutan, viskositas larutan, difusivitas larutan, diameter pengaduk, diameter butir padatan, kecepatan putar pengaduk (13). Alat – alat dan cara yang digunakan pada tahap ini sangat mudah, hanya dengan menggunakan tabung sentrifuge dan alat sentrifuge.

Gambar 6. Tabung Sentrifuge

Gambar 7. Alat Sentrifuge

Kelebihan dari ekstraksi padat cair adalah alat dan cara yang digunakan sangat sederhana, dapat digunakan untuk analit yang tahan terhadap pemanasan dan yang tidak tahan terhadap pemanasan. Kelemahan dari metode ini adalah menggunakan banyak pelarut (13). II.5.2 Ekstraksi Cair – Cair Ekstraksi cair-cair atau yang dikenal dengan ekstraksi solvent merupakan proses pemisahan fasa cair yang memanfaatkan perbedaan kelarutan zat terlarut yang akan dipisahkan antara larutan asal dan pelarut pengekstrak (solvent) (14). Prinsip dasar ekstraksi cair-cair ini melibatkan kontak suatu larutan dengan pelarut (solvent) lain yang tidak saling melarut (immisible) dengan pelarut asal yang mempunyai densitas yang berbeda sehingga akan terbentuk dua fasa beberapa saat setelah penambahan solvent. Hal ini menyebabkan terjadinya perpindahan massa dari pelarut asal ke pelarut pengekstrak (solvent). Perpindahan zat terlarut ke dalam pelarut baru yang diberikan, disebabkan oleh adanya daya dorong (dirving force) yang

muncul akibat adanya beda potensial kimia antara kedua pelarut. Sehingga proses ektraksi cair-cair merupakan proses perpindahan massa yang berlangsung secara difusional (14). Proses ekstraksi cair-cair berlangsung pada suatu alat yang dirancang sedemikian rupa sehingga mempunyai luas permukaan yang mencukupi untuk terjadinya kontak antar fasa-fasa yang terlibat (fasa kontinyu yang berisi zat terlarut dan fasa dispersi) sehingga distribusi komposisi dalam kedua fasa menjadi lebih sempurna dan berhasil dengan baik (14). Namun,

pada umumnya pada ekstraksi cair – cair

menggunakan corong pisah.

Gambar 8. Corong Pisah

Gambar 9. Ekstraksi Cair - Cair

Kelebihan dari metode ekstraksi cair-cair ini antara lain dapat beroperasi pada kondisi ruang, dapat memisahkan sistem yang memiliki sensitivitas terhadap temperatur, dan kebutuhan energinya relatif kecil. Sedangkan kekurangannya dibandingkan dengan ekstraksi padat cair adalah alat yang digunakan relatif lebih mahal (14). II.6 Masalah yang Timbul pada Partisi dan Cara Mengatasinya Pada proses partisi khususnya pada proses ekstraksi cair-cair, masalah yang sering

terjadi adalah pembentukan pada saat proses

penggojogan sehingga pemisahan antara dua pelarut tidak jelas. Untuk menghasilkan pemisahan yang baik, emulsi kedua fase tersebut harus dirusak atau dicegah . Emulsi dapat dipecah dengan beberapa cara sebagai berikut (15) : 1. Penambahan garam kedalam fase air 2. Pemanasan atau pendinginan corong pisah yang digunakan 3. Penyaringan melalui glass-wool 4. Penambahan sedikit pelarut organik yang berbeda

BAB III METODE KERJA

III.1

Alat dan Bahan

III.1.1 Alat Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah botol cokelat, cawan porselen, corong pisah, eksikator, gelas beaker, pipet tetes, rotary evaporator, sendok stainless steel, ,sentrifugasi, tabung sentrufugasi, dan timbangan. III. 1.2 Bahan Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah ekstrak kering kayu secang (Caesalpinia sappan L.) dan tissue. III. 2 Cara Kerja III.2.1 Penguapan Sampel Hasil dari sampel kayu secang yang telah direfluks diuapkan pelarutnya dengan menggunakan cara manual, yaitu diangin-anginkan. Sampel tersebut dituang ke dalam cawan porselen 75 ml kemudian diangin-anginkan yang selanjutnya dimasukkan ke dalam eksikator yang berisi silica gel.

III.2.2 Partisi 1. Ekstraksi Cair-Padat

Ekstrak kering kayu secang ditimbang sebanyak 1 gram dan dimasukkan ke dalam tabung sentrifuge kemudian ditambahkan pelarut heksan sebanyak 10 ml. Tabung sentrifuge kemudian dimasukkan ke dalam alat sentrifugasi dan alat dinyalakan kemudian disentrifugasi selama 10 menit. Proses ini diulang hingga pelarut berubah warna menjadi bening yang kemudian dipindahkan ke dalam cawan porselen dan di simpan di dalam eksikator.

2. Ekstraksi Cair – Cair Ekstrak kayu secang ditambahkan etil asetat dan air dengan perbandingan 3 : 1 kemudian dimasukkan ke dalam corong pisah. Corong pisah tersebut digojog hingga terbentuk 2 fase, yaitu fase bawah adalah air dan fase atas adalah etil asetat.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN III.1 Hasil Praktikum Tabel 1. Hasil Praktikum Penguapan Pelarut Berat Sampel

Berat Ekstrak

%Rendamen

125 g

6,7771 g

5,4 %

Ekstraksi Cair Padat

Larut Heksan

Tabel 2. Hasil Praktikum Partisi

0,093 g Partisi

Ekstraksi Cair Cair

Larut Etil Asetat 0,2065 g

Pada praktikum penguapan pelarut dan partisi digunakan sampel kayu secang atau Caesalpinia sappan L. sebanyak 125 gram dengan menggunakan pelarut etanol. Setelah direfluks, pelarut kayu secang, yaitu etanol diuapkan dengan dua cara, yaitu dengan metode water bath dan rotary evaporator. Ekstrak yang dihasilkan adalah ekstrak kering dengan berat 6,7771 g. Persen rendamen yang dihasilkan adalah 5,4% Jenis ekstrak yang dihasilkan adalah ekstrak kering, dikarenakan sampel yang digunakan berupa kayu. Dimana kandungan air pada kayu yang sedikit jika dibandingkan dengan bagian tanaman lainnya, sehingga dapat menghasilkan ekstrak kering. Pada praktikum partisi, teknik yang dilakukan adalah ekstraksi cair padat dan ekstraksi cair-cair yang menghasilkan ekstrak dalam jumlah

yang berbeda. Pada ekstraksi cair-padat menggunakan pelarut heksan dan didapatkan ekstrak yang larut pada heksan adalah 0,093 g. Sedangkan pada ekstraksi cair-cair yang menggunakan pelarut etil asetat dan didapatkan ekstrak yang larut sebesar 0,2065 g. Berdasarkan hasil ekstrak yang larut, ekstrak lebih banyak larut pada pelarut etil asetat yang bersifat polar. Hal ini menunjukkan distribusi zat pada sampel lebih besar di dalam etil asetat dibandingkan di dalam heksan yang kurang polar dibandingkan etil asetat. Hal ini telah sesuai dengan pustaka yang menunjukkan bahwa lebih banyaknya partikel yang larut di dalam pelarut organik (11).

BAB V KESIMPULAN V.1

Kesimpulan

Kesimpulan dari hasil percobaan penguapan pelarut dan partisi ekstrak kayu secang (Caesalpinia Sappan L.)dari cairan dengan menggunakan alat Rotary Evaporator,. Dari tahapan penguapan pelarut diperoleh ekstrak kering sebanyak 6,7771 gram dan persen rendemen sebanyak 5,4%. Pada percobaan partisi, dilakukan dua metode yaitu partisi cairpadat

dan cair-cair, yang didapatkan ekstrak yang larut pada heksan

pada metode ekstraksi cair-padat sebesar 0,093 g dan yang larut di dalam etil asetat yang digunakan dalam ekstraksi cair-cair sebesar 0,2065 V.2

Saran Saran untuk laboratorium adalah sarana dan pra sarana dalam

laboratorium lebih dilengkapi lagi agar praktikum dapat berjalan lancar. Saran untuk asisten yaitu lebih menjelaskan secara rinci lagi mengenai praktikum yang akan dijelaskan serta info-info tambahan yang dapat menunjang kegiatan praktikum

DAFTAR PUSTAKA 1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pemanfaatan Tanaman Obat. Jakarta : Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan.1983. 2. Wahyuni, Dwi Kusuma, Wiwied Ekasari, Joko Ridho Witono, dan Hery Purnobasuki. Toga Indonesia. Surabaya : Penerbit Universitas Airlangga. 2016.

3. Utami, Prapti. Buku pintar : Tanaman Obat. Jakarta Selatan : PT. Agromedia Pustaka. 2008.

4. Amri Aji, Meriatna, dan Ferani Sari. Pembuatan warna makanan dari kulit buah manggis dengan proses ekstraksi. Jurnal Teknologi Kimia Unimal 2 :2 (November 2013) 1–15 5. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.2015.Rotary Evaporator terdaftar di http://research.fk.ui.ac.id/sisteminformasi/index.php/laboratoriumsintesis-kimia-organik/database-alat-laboratorium-sintesis-kimiaorganik/item/624-rotary-evaporator 6. Saifudin, Azis,Ph.D. Apt. Senyawa Alam Metabolit Sekunder. Yogyakarta : Dee Publisher. 2014 7. Januari, Awal dan Martin Awaludin. Pengeringan Bengkuang dengan Sistem Pengering Beku Vakum (Vacum Freeze Drying System). Riau : Universitas Riau. 2014 8. Sofiana, Valda Eka. Nanoenkapsulasi Elstrak Jamur Tiram Putih – Kitosan dengan Metode Ultrasonikasi. Bogor : Institut Pertanian Bogor.2016 9. Sudjadi. “Metode Pemisahan”. Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. 1986 10. Kasmiyatun, Mega. Ekstraksi Asam Sitrat dan Asam Oksalat: Pengaruh Konsentrasi Solut Terhadap Koefisien Distribusi.

SEMINAR REKAYASA KIMIA DAN PROSES, 4-5 Agustus 2010 ISSN : 1411-4216. Semarang : Universitas Untag. 2010 11. Biyantoro,Dwi dan Purwani, M.V. Optimasi Pemisahan Zr-Hf dengan Cara Ekstraksi Memakai Solven Topo. J.Tek. Bhn. Nukl. Vol. 9 No. 1 Januari 2013: 1 – 54 ISSN 1907 – 2635416/AU2/P2MILIPI/04/2012. Yogyakarta. 2013. 12. Mardina, Primata. Penentuan Koefisien Transfer Massa Ekstraksi Kalium Dari Abu Batang PisangI. Palangkaraya : Universitas Lambung Mangkurat. 2015 13. Uron Leba, Maria Aloisia. Ekstraksi dan Real Kromatografi. Sleman : Dee Publish. 2017 14. Mirwan, Agus. Keberlakuan Model HB-GFT Sistem n-HeksanaMek-Air pada Ekstraksi Cair-Cair Kolom Isian. Palangkaraya : Universitas Lambung Mangkurat. 2013 15. Coeure, Pierlas, R, Frignet, G. Extraction Liquid-Liquid, Transfers of Materials. 1965.

Related Documents

Laporan Fito Ii.docx
November 2019 17
Fito Harmina.docx
May 2020 21
Fito Gel.docx
November 2019 19
Fito Lanjutan.docx
June 2020 21
Fito Paez.pdf
November 2019 24
Makalah Fito 3.docx
May 2020 24

More Documents from "ilmi"

Makalah Febby.docx
December 2019 12
Proposal.docx
December 2019 23
Laporan Fito Ii.docx
November 2019 17
Tugas Industri 4.0.docx
November 2019 13