LAPORAN RESMI PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN Pengaruh Perendaman Biji Kedelai (Glycine max) dalam Air Terhadap Perkecambahan
Disusun Oleh : Jelita Zahra Aprillia 16030244025 / Biologi 2016
JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA 2017
A. Rumusan Masalah Bagaimanakah pengaruh lama perendaman biji dalam air terhadap perkecambahan biji kedelai (Glycine max)? B. Tujuan Percobaan Tujuan dari percobaan kali ini untuk mengetahui pengaruh perendaman biji dalam air terhadap perkecambahan biji kedelai (Glycine max). C. Hipotesis Ha : Ada pengaruh lama perendaman biji dalam air terhadap perkecambahan biji kacang kedelai (Glycine max). Ho : Tidak ada pengaruh lama perendaman biji dalam air terhadap perkecambahan biji kacang kedelai (Glycine max). D. Kajian Teori Kacang kedelai adalah salah satu tanaman polong-polongan yang menjadi bahan dasar banyak makanan. Kedelai yang dibudidayakan adalah Glycine max yang merupakan keturunan domestikasi dari spesies moyang, Glycine soja. Dengan versi ini, G. max juga dapat disebut sebagai G. soja subsp. max. Kedelai merupakan tanaman budidaya daerah Asia subtropik seperti Cina dan Jepang. Sebaran G. soja sendiri lebih luas, hingga ke kawasan Asia tropik. Klasifikasi Kacang Kedelai : Kingdom
: Plantae
Filum
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Ordo
: Fabales
Famili
: Fabaceae
Subfamili
: Faboideae
Genus
: Glycine
Spesies
: Glycine max
Perkecambahan dapat diartikan sebagai proses pengaktifan kembali aktivitas pertumbuhan sumbu embrio (embryonic axis) didalam biji yang berhenti untuk kemudian membentuk bibit (seeding). Pada embrio yang sangat muda sel-selnya hampir sama bentuk dan ukuran belum
terdiferensiasi. Sel-sel ini membelah berulng-ulang kemudian mengalami pertumbuhan, perkembangan dan diferensiasi beberapa waktu, akhirnya akan kelihatan organ-organ permulaan yang belum sepurna seperti akar, batang, dan daun. (Firdaus, dkk 2006) Menurut Tortora, 2007. Perkecambahan merupakan awal mula pecahnya masa dormansi yang ditandai dengan pecahnya kulit biji dan munculnya radikula maupun koleoptil. Perkecambahan diawali dengan penyerapan air dari lingkungan sekitar biji, baik kedelai, udara, maupun media lainnya. Perubahan yang teramati adalah membesarnya ukuran biji yang disebut tahap imbibisi (berarti "minum") dan munculnya radikula. Biji menyerap air dari lingkungan sekelilingnya, baik dari kedelai maupun udara (dalam bentuk embun atau uap air. Efek yang terjadi adalah membesarnya ukuran biji karena sel-sel embrio membesar dan biji melunak. Tipe perkecambahan ada dua macam, tipe itu sebagai berikut : a. Tipe perkecambahan di atas tanah (Epigeal) Tipe ini terjadi, jika plumula dan kotiledon muncul di atas permukaan tanah.
b. Tipe perkecambahan di bawah tanah (Hipogeal) Tipe ini terjadi, jika plumula muncul ke permukaan tanah sedangkan kotiledon tinggal di dalam tanah.
Menurut Santoso (1990), pada perkecambahan meliputi peristiwa fisiologis dan morfologis sebagai berikut : a. Imbibisi dan absorpsi air b. Hidrasi jaringan c. Absorpsi oksigen d. Pengaktifan enzim dan pencernaan e. Transport molekul yang dihidrolisis ke sumbu embrio f. Peningkatan respirasi dan asimilasi g. Inisiasi pembelahan dan pembesaran sel h. Munculnya embrio Pada pertumbuhan suatu embrio, awal mula pertumbuhan akar lembaga (radikula) lebih cepat daripada pucuk lembaga (plumula) dan umumnya radikula pertama muncul dari kulit biji yang pecah. Berat kering pada pucuk melampaui berat kering akar dalam waktu beberapa hari. Berat keseluruhan semai mengalami kemunduran dalam waktu kira-kira 10 hari karena
hilangnya
respirasi.
Suatu
urutan
pertumbuhan
dengan
pertumbuhan akar yang mendahului pertumbuhan pucuk memberikan keuntungan bagi kelangsungan hidup suatu semai (Dwijoseputro, 1994). Pada periode ini air masuk dalam embrio dan membasahi protein dan koloid lain. Dalam proses imbisi akan terjadi peningkatan laju respirasi yang akan mengakibatkan enzim-enzim yang terdapat di dalamnya sehingga terjadi proses perombakan cadangan makanan yang menghasilkan energi ATP dan unsur hara yang diikuti oleh pembentukan senyawa protein untuk pembentukan sel-sel baru pada embrio akan diikuti oleh proses diferensiasi sel-sel sehingga terbentuk plumula dan radikula. Pembentukan dan pengaktifan enzim yang dapat meningkatkan aktivitas
metabolik
seperti
giberelin
dan
ditokinin.
Inisiasi,
pembelahan,
pembesaran dan pemanjangan sel. Tahap terakhir yaitu munculnya embrio (Tortora, 2007). Pada dasarnya perkecambahan biji diatur oleh sejumlah hormon yang kerjanya bertahap. Adapun hormon yang memulai proses perkecambahan yaitu fitohormon. Selain itu ada beberapa aktivitas hormon pertumbuhan lain yang penting, yakni giberelin yang berfungsi untuk menggiatkan enzim hodrolitik serta sitokinin yang berfungsi untuk merangsang pembelahan sel, munculnya radikula dan plumula serta auksin yang berfungsi untuk meningkatkan pertumbuhan. Adapun mekanisme kerja hormon-hormon ini dalam perkecambahan, yaitu pertama kali absorbsi air dari kedelai menyebabkan embrio memproduksi sejumlah kecil giberelin yang kemudian berdifusi kedalam selapis sel aleuron yang mengelilingi sel cadangan makanan endospora, yang menyebabkan sel endospora itu mengalami pemecahan dan mencair. Dan akibat hal ini, sitokinin dan auksin terbentuk. Sehingga aktivitas dua hormon ini mengaktifkan pertumbuhan embrio dengan membuat sel-sel membelah dan membesar sehingga terjadi perkecambahan (Djoseputro, 1989). Dalam proses perkecambahan fithohormon sangat diperlukan yaitu: a. Giberelin untuk enzim hidrolitik b. Sitokinin merangsang pembelahan sel, menghasilkan muncul akar lembaga dan pucuk lembaga. Perluasan awal pada koleoriza (munculnya uung akar) terutama karena pembesaran sel c. Auksin meningkatkan pertumbuhan karena pembesaran koleoriza akar lembaga dan pucuk lembaga dan aktivasi geotropi yaitu orientasi yang benar pada tumbuhan akar dan pucuk, terlepas dari orientasi. (Firdaus, dkk. 2006). Faktor-Faktor dalam Proses Perkecambahan : a. Konsentrasi air. Konsentrasi yang dimaksud disini adalah konsentrasi air diluar biji dibandingan dengan konsentrasi air didalam biji. Air berpengaruh terhadap
pertumbuhan karena fungsinya dalam metabolisme sangat besar. Selain menentukan turgor sel sebelum membelah atau membesar. Air juga menentukan kecepatan reaksi biokimia dalam sel. Berubahnya kadar air sel akan mempengaruhi kadar hormon di dalam tubuh. Kadar air dalam udara juga dapat mempengaruhi pertumbuhan serta perkembangan tumbuhan. Tempat yang lembab menguntungkan bagi tumbuhan di mana tumbuhan dapat mendapatkan air lebih mudah serta berkurangnya penguapan yang akan berdampak pada pembentukan sel yang lebih cepat. b. Permeabilitas kulit biji atau membran biji. Ada biji dimana kulitnya keras dan ada pula kulit biji yang lunak dan permiabel. c. Suhu Pertumbuhan pada dasarnya sangat peka terhadap perubahan termperatur. Kepekaan itu dapat berbeda pada jaringan yang sama tetapi pada fase berbeda. Selain berpengaruh terhadap kerja enzim, temperatur juga mempengaruhi kerja gen, yaitu penghambat pada temperatur rendah. Selain tinggi rendahnya temperatur secara teratur juga mempengaruhi terhadap pertumbuhan (dinamakan termoperiodisitas). Apabila suhu air ditingkatkan, hal ini akan meningkatkan difusi air kr dalam biji sampai batas waktu tertentu. d. Intensitas cahaya Cahaya berperan sangat besar pada pertumbuhan lewat berbagai proses,
baik
karena
intensitas/kekuatan
sinar,
kualitas/panjang
gelombangnya serta kuantitas/lama penyinaran. Biji memerlukan cahaya untuk melakukan perkecambahan. Cahaya merupakan suatu faktor pemasak lanjut, yaitu suatu mekanisme pemacu dalam mematahkan macam dormansi tertentu. Mekanisme respon terhadap cahaya dalam perkecambahan biji, sama dengan mekanisme pengendalian proses formatif lainnya, seperti pembungaan, pembentukan pigmen, pemanjangan batang dan pelurusan kulit hipokotil. e. Luas permukaan biji yang kontak dengan air
Kecepatan penyerapan air oleh biji berbanding lurus dengan luas permukaan. f. Tekanan hidrostatik Meningkatnya volume air yang masuk akan menimbulkan tekanan hidrostatik,
meningkatnya
tekanan
hidrostatik
dalam
biji
akan
memperlambat penyerapan air. g. Spesies Masing-masing spesies mempunyai kecepatan penyerapan tertentu. h. Komposisi kimia Biji yang mempunyai kadar protein yang tinggi i. Umur biji Biji tua menyerap lebih cepat dan membutuhkan air lebih banyak (Firdaus dkk, 2006). E. Variabel Penelitian 1. Variabel manipulasi
:
1.1Lama perendaman biji yaitu 4 jam, 3 jam, 2 jam, 1 jam, dan 0 jam (tanpa perendaman). 2. Variabel kontrol
:
2.1 Jenis biji (biji kacanag kedelai) 2.2 Jumlah biji pada tiap perlakuan sebanyak 50 biji. 2.3 Waktu penanaman. 2.4 Media tissue dan kapas dan tempat penanaman. 2.5 Penempatan tempat tumbuh biji. 2.6 Volume air. 3. Variabel respon
:
3.1 Kecepatan perkecambahan biji. F. Definisi Operasional Variabel Pada praktikum kali ini variabel bebas yang dilakukan adalah lama perendaman biji kedelai (Glycine max) yaitu selama 4 jam, 3 jam, 2 jam, 1 jam dan 0 jam atau tanpa perendaman, Untuk variabel kontrol yaitu ada, jenis biji yang digunakan adalah biji keledai (Glycine max) dengan jumlah yang digunakan 50 biji tiap lama
perendaman,
waktu
penanaman
dilakukan
bersamaan
namun
menyesuaikan dengan variebel bebas yang digunakan yaitu 4 jam, 3 jam, 2 jam, 1 jam, dan 0 jam atau tanpa perendaman, volume air yang digunakan untuk perendam adalah 150 ml. Selanjutnya wadah yang digunakan sebagai tempat penanaman adalah gelas bekas air mineral dan media penanamannya digunakan tissue dan kapas. Penanaman dilakukan ditempat yang teduh dengan pemberian air 50ml. Selanjutnya variabel respon yaitu diharapkan akan didapatkan hasil berupa data kecepatan perkecambahan biji kedelai (Glycine max). G. Alat dan Bahan 1. Alat 1.1 Gelas ukur
1 buah
1.2 Botol aqua bekas
6 buah
1.3 Piring
1 buah
2. Bahan 2.1 Biji kacang kedelai
250 Biji
2.2 Air suling
secukupnya
2.3 Kapas
secukupnya
H. Rancangan Percobaan
Menyiapkan 250 biji kacang kedelai yang akan diberikan perlakuan Meletakkan 50 biji ke dalam wadah yang berisi air yang sama yakni 150 ml
Merendam biji selama 4 jam
Merendam biji selama 3 jam
Merendam biji selama 2 jam
Merendam biji selama 1 jam
Tidak dilakukan perendaman
Meletakkan biji kacang kedelai secara bersamaan pada wadah dengan media kapas dan memberi air sebanyak 50 mL
Gelas di telatkkan pada tempat teduh. Mengamati kecambambah yang tumbuh selama 10 hari, jika sebelum 10 hari biji telah berkecambah semua maka pengamatan diberhentikan Membuat tabel Indeks Kecepatan Perkecambahan
I. Langkah Kerja 250 biji kacang kedelai Diberi perlakuan
50 biji direndam selama 4 jam
50 biji direndam selama 3 jam
50 biji direndam selama 2 jam
50 biji direndam selama 1 jam
50 biji tanpa perendaman
Ditanam dalam waktu perendaman pada naampan yang sudah dialasi kapas basah Disimpan di tempat gelap dan diamati setiap hari selama 10 hari Dipisahkan
biji
yang
sudah
berkecambah dan sudah dilakukan perhitungan Dihitung
pada
hari
pertama
pengamatan yakni saat penanaman biji pada nampan Dibuat
tabel
perkecambahan
persentase dan
Indeks
Kecepatan Perkecambahan Hasil
J. Rancangan Tabel Pengamatan Tabel Pengaruh perendaman terhadap kecepatan perkecambahan biji Kedelai (Glycine max). Waktu Perenda man
Jumlah Kecambah pada Hari Ke1
2
3
4
5
6
7
8
9
Presentase 10
(Jam)
IKP
Perkecambahan (%)
0
-
28
6
-
12
-
-
-
-
-
92
18,4
1
1
20
10
9
7
-
-
-
-
-
92
17,98
2
-
16
4
4
10
-
-
-
-
-
68
13,3
3
2
8
3
12
3
-
-
-
-
-
56
10,6
4
3
17
5
3
4
-
-
-
-
-
64
14,7
Grafik Hubungan Pengaruh Lama Waktu Perenaman terhadap Prosentase Perkecambahan Biji Kedelai (Glycerine max) 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% Prosentase Perkecambahan
0
1
2
3
4
92%
92%
68%
56%
64%
Gambar 1. Grafik Hubungan Pengaruh Lama Perendaman terhadap Prosentase Perkecambahan Biji Kedelai (Glycerine max).
Hubungan antara Indeks Kecepatan Perkecambahan dengan Lama Perendaman Biji Kedelai (Glycine max) 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 Indeks Kecepatan Perkecambahan
0
1
2
3
4
18.4
17.98
13.3
10.6
14.7
Gambar 2. Grafik Hubungan antara Indeks Kecepatan Perkecambahan dengna Lama Perendaman Biji Kedelai (Glycine max).
K. Analisis Data Berdasarkan data di atas, dapat diketahui bahwa lama perendaman biji kacang kedelai dalam air mempengaruhi kecepatan perkecambahan biji. Hal ini dapat dilihat bahwa pada perlakuan dengan perendaman 0 jam, biji kacang kedelai yang tumbuh dari hari ke-1 hingga 10 secara berturutturut yaitu 0 biji, 28 biji, 6 biji, 0 biji dan 12 biji dengan persentase sebesar 92% serta nilai IKP sebesar 18,4. Pada perlakuan dengan perendaman 1 jam, biji kacang kedelai yang tumbuh sebanyak 1 biji, 20 biji, 10 biji, 9 biji dan 7 biji dengan persentase sebesar 92% serta nilai IKP sebesar 197,98. Pada perlakuan dengan perendaman 2 jam, biji kacang kedelai yang tumbuh sebanyak 0 biji, 16 biji, 4 biji, 4 biji dan 10 biji dengan persentase sebesar 68% serta nilai IKP sebesar 13,3. Pada perlakuan dengan perendaman 3 jam, biji kacang kedelai yang tumbuh sebanyak 2 biji, 8 biji, 3 biji, 12 biji dan 3 biji dengan persentase sebesar 56% serta nilai IKP sebesar 10,6. Sedangkan pada perlakuan dengan perendaman 4 jam, biji kedelai kedelai yang tumbuh sebanyak 3 biji, 17 biji, 5 biji, 3 biji dan 4 biji dengan persentase sebesar 64% serta nilai IKP sebesar 14,7. Berdasarkan grafik di atas, dapat diketahui bahwa semakin lama perendaman biji kacang kedelai, maka semakin lambat kecepatan perkecambahan biji. Hal ini dapat dilihat bahwa pada perlakuan 0 jam, nilai IKP dari perkecambahan biji kacang kedelai yang tumbuh sebesar 18,4 dengan prosentase 92%. Sedangkan pada perlakuan 4 jam, nilai IKP dari perkecambahan biji kacang kedelai yang tumbuh sebesar 14,7 dengan prosentase 64%. Untuk perlakuan 1 jam, nilai IKP dari perkecambahan biji kacang kedelai yang tumbuh sebesar 17,98 dengan prosentase 92%. Untuk perlakuan 2 jam, nilai IKP dari perkecambahan biji kacang kedelai yang tumbuh sebesar 13,3 dengan prosentase 68%. Untuk perlakuan 3 jam, nilai IKP dari perkecambahan biji kacang kedelai yang tumbuh sebesar 14,7 dengan prosentase 56%.
L. Pembahasan Dari analisa di atas, dapat diketahui bahwa lama perendaman biji kacang kedelai dalam air mempengaruhi kecepatan perkecambahan biji, dimana semakin lama perendaman biji kacang kedelai, maka semakin cepat kecepatan perkecambahan biji yang dilihat melalui persentase perkecambahan dan nilai IKP yang semakin tinggi. Namun dalam hasil yang didapatkan tidak sepertinya yang diharapkan karena adanya kontaminasi mikrobia terhadap kacang kedelai yang mengakibatkan terhambatnya pertembuhan secara normal pada kecambah biji kedelai. Beberapa penyebab yang mengakibatkan terjadinya kontaminasi mikrobia misalnya jamur ialah pengaruh pH maupun suhu, yang dapat mendukung terjadinya pertumbuhan jamur tersebut. Jika percobaan berjalan sesuai dengan hasil yang diharapkan yaitu semakin lama perendaman maka akan semakin cepat kecepatan perkecambahan biji, hal tersebut dikarenakan semakin lama biji direndam, maka semakin besar masuknya air ke dalam endosperma biji. Perendaman biji dalam air yang lebih lama mengakibatkan kulit biji menjadi lebih lembab dan lunak yang memungkinkan pecah atau robek sehingga perkembangan embrio dan endosperma lebih cepat terjadi, serta untuk memberikan fasilitas masuknya oksigen ke dalam biji. Selain itu, air juga berfungsi mengencerkan protoplasma sehingga dapat mengaktifkan berbagai fungsinya serta sebagai alat transport larutan makanan dari endosperma atau kotiledon ke titik tumbuh, dimana akan terbentuk protoplasma baru (Kimball, 1983). Perkecambahan dimulai dari masuknya air ke dalam sel-sel biji yang disebut dengan proses imbibisi. Proses ini merupakan proses fisika. Imbibisi menyebabkan enzim-enzim dalam biji dapat bekerja. Bekerjanya enzim merupakan proses kimia. Pada saat air diserap oleh biji, maka enzim amilase yang ada pada biji dapat bekerja memecah tepung menjadi maltosa, selanjutnya maltosa dihidrolisis oleh maltase menjadi glukosa. Saat proses ini berlangsung, protein juga dipecah menjadi berbagai macam asam amino. Senyawa glukosa masuk ke dalam proses metabolisme dan
dipecah menjadi energi atau dirubah menjadi senyawa karbohidrat yang menyusun struktur tubuh. Berbagai macam asam amino yang terbentuk nantinya akan dirangkai menjadi protein yang berfungsi untuk menyusun enzim-enzim baru. Sedangkan asam lemak dipakai untuk menyusun membran sel (Loveless, 1999). Air yang diserap oleh biji akan mempercepat proses metabolisme dalam biji, dikarenakan air dibutuhkan tumbuhan sebagai pelarut bagi kebanyakan reaksi di dalam tubuh tumbuhan dan dipakai sebagai medium reaksi enzimatis, sehingga proses metabolisme yang terjadi dalam biji yang direndam lebih lama akan berlangsung lebih cepat dan menyebabkan perkecambahan biji juga akan lebih cepat dan lebih efisien (Loveless, 1999). Sebaliknya pada biji yang tidak direndam, kulit biji menjadi keras sehingga proses perkembangannya menjadi lambat. Keberadaan air bagi biji akan mengimbibisi dinding sel biji dan menentukan turgor sel sebelum membelah (Loveless, 1999). Biji dapat diketahui berkecambah jika yang pertama muncul dari biji tersebut adalah radikula atau akar yang berasal dari kulit biji yang pecah akibat pembengkakan biji setelah biji mengalami proses imbibisi. Pada biji yang kering, gas O2 akan masuk ke dalam sel secara difusi. Apabila dinding sel kulit biji dan embrio telah menyerap air, maka suplai oksigen akan meningkat pada sel hidup, sehingga memungkinkan untuk terjadinya proses respirasi dan CO2 yang dihasilkan lebih mudah berdifusi keluar. Sedangkan untuk biji yang tidak direndam, dinding selnya hampir tidak permeable untuk gas, sehingga masuknya oksigen ke dalam biji akan menjadi lambat. Pada biji yang direndam dengan air, dapat membentuk alat transport makanan yang berasal dari endosperm, kotiledon pada titik tumbuh, pada embrionik di ujung yang nantinya akan digunakan untuk membentuk protoplasma baru. Namun, ketika suplai air rendah atau tidak tersedia, maka pembentukan protoplasma baru akan berlangsung lebih lambat (Soerodikosoemo, 1993).
Air berpengaruh terhadap kecepatan reaksi biokimia dalam sel yang berhubungan dengan kerja enzim. Perkecambahan membutuhkan suhu yang tepat untuk aktivitas enzim, sehingga pada percobaan ini diletakkan pada tempat gelap. Keadaan gelap berpengaruh terhadap bentuk luar dan laju perpanjangan. Tumbuhan yang diletakkan di tempat gelap akan tumbuh lebih cepat daripada di tempat yang terkena cahaya. Hal ini dilakukan untuk menjaga intensitas cahaya yang diterima tumbuhan agar pertumbuhan berlangsung baik. Selain itu, pada saat kondisi lingkungan gelap, hormon auksin akan bekerja dengan baik. Hal ini dikarenakan hormon auksin mudah mengalami kerusakan pada intensitas cahaya tinggi (Soerodikosoemo, 1993). Salah satu faktor dalam yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman adalah hormon tumbuhan. Pada biji kacang kedelai mengalami masa dormansi yang tidak lama. Ketika dormansi biji kacang kedelai telah hilang, maka biji akan membentuk hormon giberelin dan sitokinin yang diperlukan untuk mengungguli efek kerja asam absisat yang penghambat pertumbuhan, sehingga pertumbuhan pun dapat dimulai. Dalam keadaan tersebut, apabila dilakukan perendaman dalam air maka biji pun akan berkecambah (Soerodikosoemo, 1993). Kadar air dalam sel berpengaruh terhadap pembentukan hormon, sehingga biji kacang kedelai yang direndam selama 4 jam akan lebih cepat berkecambah. Sebaliknya, dengan biji kacang kedelai yang tidak direndam dalam air, jumlah biji yang berkecambah hanya sedikit dikarenakan hormon giberelin dan sitokinin yang sudah dihasilkan tidak dapat mengalami proses lebih lanjut yaitu perkecambahan akibat ketersediaan air tidak mencukupi. Oleh karena itu, ketersediaan air mempengaruhi proses pertumbuhan dan perkembangan (Soerodikosoemo, 1993). M. Kesimpulan Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa
lama
perendaman
biji
dalam
air
berpengarih
terhadap
perkecambahan pada biji kedelai (Glycine max). Namun tidak didapatkan hasil data seperti yang diharapkan, perkecambahan paling cepat terjadi
pada lama perendaman 0 jam dengan presentase perkecambahan 92% dan IKP sebesar 18,4. Sedangkan pekercambahan paling lambat terjadi pada perkecambahan dengan lama waktu perendaman 3 jam yaitu dengan presentase perkecambahan 56% dan IKP sebesar 10,6. N. Daftar Pustaka Djoseputro, Dwi. 1989. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: Gramedia. Dwidjoseputro, D. 1994. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Tama. Firdaus, dkk. 2006.
Fisiologi Tumbuhan. Pekan Baru : Pusat
Pengembangan Pendidikan Universitas Riau. Kimball, John. 1983. Biologi Jilid II edisi kelima. Jakarta: Erlangga. Loveless, A. R. 1999. Prinsip-Prinsip Biologi Tumbuhan Untuk Daerah. Tropik. Jakarta : PT. Gramedia Indonesia. Salisbury dan Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan 1. Bandung: ITB Bandung. Sasmita Mihardja, Dradjat. 1996. Fisiologi Tumbuhan. Bandung ITB. Soerodikosoemo, Wibisono, dkk. 1993. Anatomi dan Fisiologi Tumbuhan. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Sunarjono. H., H. 2007. Bertanam 30 jenis sayur. Jakarta : Penebar Swadaya. Tjitrosoepomo. 1987. Morfologi Tumbuhan. Yogyakarta : Gadjah Mada University. Tortora, G. J. 2007. Principles of Plant Physiology. New York: Harpeyrrow.