BAB I PENDAHULUAN 1.1
Pernyataan Masalah Pada suatu industri kimia, sering dijumpai operasi pemisahan suatu zat dan
campurannya, atau disebut juga dengan ekstraksi. Salah satu proses ekstraksi yang dapat dijumpai di industri yaitu ekstraksi padat-cair, yang didasarkan atas perbedaan kelarutan dari zat padat yang ingin diekstraksi terhadap pelarut (solvent) yang memiliki fasa cair sebagai zat pengekstrak. Ekstraksi padat-cair sering digunakan sebagai alternatif untuk melakukan pemisahan, terutama apabila zat yang ingin diekstrak (solute) tidak bisa dipisahkan melalui metode mekanik ataupun termal. Sebagai separating agent, solvent harus dipilih sedemikian rupa hingga kelarutannya terhadap salah satu komponen dari padatan terbatas. Pada saat proses berlangsung, solute akan mengalami difusi intramolekul sehingga solute akan terpisah dari padatannya. Untuk merancang suatu unit operasi ekstraksi padat-cair, diperlukan data kesetimbangan dari solute yang akan dipisahkan terhadap campurannya. Selain itu, juga diperlukan perhitungan neraca massa dan data kinetika yang terjadi selama proses berlangsung. Data tersebut dapat diperoleh dengan melakukan percobaan ekstraksi padat-cair skala lab. Hasil percobaan tersebut dapat digunakan sebagai data untuk merancang alat ekstraksi padat-cair, sekaligus mengetahui konfigurasi operasi yang paling sesuai dengan padatan yang diekstraksi untuk melakukan ekstraksi tersebut.
1.2
Tujuan Percobaan Setelah melakukan praktikum ini, praktikan mampu 1. Menentukan efisiensi untuk tahap pemisahan beberapa konfigurasi, seperti co-current, counter-current, dan cross-current 2. Membuat data kesetimbangan sistem 3 komponen untuk ekstraksi padatcair.
1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Ekstraksi Padat-Cair
2.1.1
Pengertian Ekstraksi Ekstraksi merupakan proses pemisahan satu atau lebih komponen dari
suatu campuran homogen menggunakan pelarut cair (solvent) sebagai separating agent. Pemisahan terjadi atas dasar kemampuan larut yang berbeda dari komponen-komponen dalam campuran. Tujuan ekstraksi adalah untuk menarik semua komponen kimia yang terdapat dalam campurannya. Ekstraksi didasarkan pada perpindahan massa komponen zat solut ke dalam pelarut dimana perpindan mulai terjadi pada lapisan antar muka, kemudian berdifusi masuk ke dalam pelarut. Ekstraksi termasuk proses pemisahan melalui dasar operasi difusi. Secara difusi proses pemisahan terjadi karena adanya perpindahan solute, searah dari fasa diluen ke fasa solven sebagai akibat beda potensial diantara dua fasa yang saling kontak sedemikian hingga pada suatu saat sistem berada dalam keseimbangan. Proses pemisahan secara ekstraksi terdiri dari tiga langkah dasar, yaitu (Santosa, 2004): 1. Langkah pencampuran dengan menambahkan sejumlah massa solven sebagai tenaga pemisah (mass separating agent) 2. Langkah pembentukan fasa kedua atau fasa ekstrak yang diikuti dengan pembentukan kesetimbangan 3. Langkah pemisahan kedua fasa setimbang. Dengan penambahan solvent ini, sebagian solute akan berpindah dari fasa diluen ke fasa solvent (disebut ekstrak), dan sebagian lagi akan tetap tinggal di dalam fasa diluen (disebut rafinat). Perbedaan konsentrasi solute di dalam suatu fasa dengan konsentrasi pada keadaan setimbang merupakan pendorong terjadinya pelarutan (pelepasan) solute dari larutan yang ada. Gaya dorong (driving force) yang menyebabkan terjadinya proses ekstraksi dapat ditentukan dengan mengukur jarak sistem dari kondisi setimbang (Perry, 1997). Metode yang digunakan untuk ekstraksi akan ditentukan oleh banyaknya zat yang larut, penyebarannya dalam padatan, sifat padatan dan besarnya partikel.
2
Jika zat terlarut menyebar merata di dalam padatan, material yang dekat permukaan akan pertama kali larut terlebih dahulu. Pelarut, kemudian akan menangkap bagian pada lapisan luar sebelum mencapai zat terlarut selanjutnya, dan proses akan menjadi lebih sulit dan laju ekstraksi menjadi turun. Berdasarkan fase yang terlibat, terdapat dua jenis ekstraksi, yaitu ekstraksi padat-cair dan ekstraksi cair-cair. 2.1.2
Pengertian Ekstraksi Padat-Cair Ekstraksi padat cair (leaching) adalah proses pemisahan suatu zat terlarut
yang terdapat dalam suatu padatan dengan mengontakkan padatan tersebut dengan pelarut (solvent) sehingga padatan dan cairan bercampur dan kemudian zat terlarut terpisah dari padatan karena larut dalam pelarut. Ekstraksi ini sering digunakan pada industri kimia apabila metode pemisahan mekanik dan termal tidak dapat dilakukan. Pada ekstraksi padat cair terdapat dua fase yaitu fase overflow (ekstrak) dan fase underflow (rafinat/ampas). Proses ekstraksi padat-cair dapat digunakan untuk memperoleh larutan mengandung bahan padatan berharga di dalamnya maupun untuk menghilangkan padatan yang tidak terlarut, seperti pigmen, dari bahan terlarut yang terkontaminasi. Metode yang digunakan untuk ekstraksi ditentukan berdasarkan proporsi konstituen zat terlarut, distribusi terhadap padatan, jenis padatan, dan ukuran partikel. Jika zat terlarut terdispersi seragam di dalam padatan, material yang dekat dengan permukaan akan terlarut terlebih dahulu (Brunt, 1993). Proses leaching sering digunakan dalam ekstraksi senyawa kimia yang terkandung dalam tumbuhan misalnya ekstraksi minyak dari kacang tanah, kacang kedelai, biji bunga matahari dan biji kapas yang menggunakan pelarut organik seperti heksana, aseton, dan eter. Di bidang farmasi, untuk mengekstrak bagian tanaman yang mengandung obat (Budiyati dan Tridayana, 2013). 2.1.3
Mekanisme Ekstraksi Padat-Cair Sama seperti adsorpsi, distilasi, dan kristalisasi, ekstraksi padat-cair juga
merupakan proses pemisahan berdasarkan prinsip transfer molekul, dimana terjadi perpindahan suatu molekul dari satu fasa ke fasa lainnya yang disebabkan adanya perbedaan potensial kimia dari fasa tersebut. Mekanisme ekstraksi padat-cair terjadi dalam 5 (lima) tahapan, yaitu (Granjo et al, 2014): 3
1. Solvent (pelarut) berpindah dari larutan bulk ke permukaan padatan 2. Solvent memasuki atau berdifusi ke dalam padatan (difusi intra-partikel) 3. Solute (zat terlarut) melarut dari padatan ke dalam solvent 4. Solute berdifusi melallui campuran ke permukaan padatan (difusi intrapartikel) 5. Solute berpindah ke permukaan larutan bulk.
Gambar 2.1 Mekanisme Ekstraksi Padat-Cair (Saleh et al, 2016)
Setiap bagian dari mekanisme ini akan mempengaruhi kecepatan ekstraksi, Pada beberapa padatan atau sistem yang akan di ekstraksi, konstituen yang akan dilarutkan terisolasi oleh suatu lapisan yang sangat sulit ditembus oleh pelarut, misalnya biji emas didalam rock (batu karang) maka padatan ini harus dipecah terlebih dahulu. Demikian pula bila solute berada dalam solid yang berstruktur selluler akan sulit di ekstraksi karena struktur yang demikian merupakan tahanan tambahan terhadap rembesan liquid, misalnya pada ekstraksi gula beet. Untuk mengatasi solid semacam ini terlebih dahulu dipotong tipis memanjang hingga sebagian dari sel–sel solid pecah. Pada ekstraksi minyak dari biji – bijian, walaupun bentuk selnya celluler, ekstraksi tidak terlalu solid karena solute (konstituen) sudah berbentuk liquid (minyak) (Sinnott, 2005). Setelah operasi leaching selesai, pemisahan fasa padat dari fasa cair dapat dilakukan melalui operasi dekantasi, sedimentasi, filtrasi, atau sentrifugasi. Pemisahan sempurna
hampir tidak mungkin dilakukan karena
kesetimbangan
disamping
fasa,
secara
mekanisme
sangat
sulit
adanya untuk
mencapainya. Oleh karena itu, akan selalu ada pelarut yang terperangkap di dalam padatan. Namun, pada perancangan unit ekstraksi, biasanya proses proses pemisahan diasumsikan berjalan sempurna (Aji et al, 2013).
4
2.1.4
Faktor-faktor yang mempengaruhi Ekstraksi Padat-Cair Pada proses ekstraksi padat-cair, tentu saja terdapat faktor-faktor yang
mempengaruhi kinerja dari proses tersebut. Faktor – faktor tersebut diantaranya (Gertenbach, 2016) : 1. Karakteristik dari Padatan Laju ekstraksi akan semakin besar apabila ukuran partikel dari padatan yang diekstraksi diperkecil, atau padatan memiliki porositas yang tinggi. Jika padatan memiliki ukuran partikel yang besar, maka harus diperkecil terlebih dahulu. Ukuran partikel yang lebih kecil juga memperkecil jarak difusi. Namun, ukuran partikel yang terlalu kecil juga dapat menghambat proses difusi. 2. Pelarut Pelarut yang digunakan harus memiliki kemampuan untuk melarutkan solute yang tinggi, namun tidak melarutkan padatan yang tidak diinginkan. Pelarut juga harus memiliki viskositas dan titik didih yang rendah, serta tidak merusak padatan ataupun solute yang akan diekstraksi. 3. Temperatur Difusitas dari solute di dalam padatan meningkat seiiring dengan meningkatnya temperatur saat proses berlangsung. Viskositas dari pelarut yang digunakan juga semakin rendah pada temperatur tinggi, sehingga pelarut lebih mudah untuk berdifusi ke dalam padatan. Namun, dikarenakan ekstraksi padatcair biasanya dilakukan karena ekstraksi termal tidak bisa dilakukan untuk mengekstraski padatan (sebagian besar disebabkan padatan ataupun solute yang tidak tahan terhadap suhu tinggi), maka pemanasan biasanya tidak dilakukan pada ekstraksi padat-cair. 4. Agitasi Agitasi mampu meningkatkan koefisien transfer massa padat-cair dan meningkatkan laju ekstraksi, namun juga dapat menghancurkan padatan yang diekstraksi,
sehingga
penggunaan
agitasi
pada
proses
ekstraksi
harus
dipertimbangkan dengan baik. Terkadang, padatan yang akan diekstraksi memiliki ketahanan terhadap pengadukan, sehingga adanya agitasi tidak mempengaruhi laju ekstraksi pada padatan tersebut.
5
2.1.5
Metode Operasi Ekstraksi Padat-Cair Tujuan utama dari ekstraksi padat-cait yaitu untuk mengekstrak sebanyak
mungkin solute dari padatannya, dengan menggunakan pelarut cair yang terbatas jumlahnya. Untuk mencapai tujuan ini, diperlukan metode operasi yang sesuai agar proses leaching dapat berjalan secara maksimal. Metode operasi yang dapat dijumpai pada proses leaching industri kimia yaitu (Berk, 2018) : 1. Operasi dengan Sistem Bertahap Tunggal Operasi sistem bertahap tunggal merupakan operasi yang paling sederhana pada proses ekstraksi, dimana ekstraskti dilaukan dengancara pengontakan antara padatan dan pelarut yang dilakukan secara bersamaan, dan kemudian disusul dengan pemisahan larutan dari padatan sisa. Meskipun sederhana dan tidak memerlukan biaya yang besar, operasi ini jarang ditemukan dalam operasi industri dikarenakan perolehan solute yang dihasilkan rendah.
Gambar 2.2 Operasi dengan Sistem Bertahap Tunggal (Berk, 2018)
2. Operasi dengan Sistem Bertahap Banyak dengan Aliran Sejajar atau Aliran Silang Operasi ini dimulai dengan pencampuran umpan padatan dan pelarut dalam tahap pertama, kemudian aliran bawah dari tahap ini dikontakkan dengan pelarut dengan pelarut baru pada tahap berikutnya, dan demikian seterusnya. Larutan yang diperoleh sebagai aliran atas dapat dikumpulkan menjadi satu (seperti pada aliran sejajar), atau ditampung secara terpisah (seperti pada aliran silang).
Gambar 2.3 Operasi dengan Sistem Bertahap Banyak dengan Aliran Sejajar (Berk, 2018)
6
Gambar 2.4 Operasi dengan Sistem Bertahap Banyak dengan Aliran Silang (Berk, 2018)
3. Operasi secara Kontinu dengan Aliran Berlawanan Seperti namanya, operasi ini berlangsung secara kontinu dengan aliran berlawanan. Meskipun sama – sama berlansung secara kontinu, pada operasi ini aliran bawah dan atas mengalir secara berlawanan. Operasi dimulai pada tahap pertama dengan mengontakkan larutan pekat yang merupakan aliran atas tahap kedua, dan padatan baru. Operasi berakhir pada tahap ke-n (tahap terakhir), dimana terjadi pencampuran antara pelarut baru dan padatan yang berasal dari tahap ke-n. Operasi ini memungkinkan untuk mendapatkan perolehan solute yang tinggi, karena pelarut yang telah digunakan untuk mengektrasi pada tahap sebelumnya dikontakkan kembali dengan padatan yang baru pada tahap akhir ekstraksi, sehingga operasi ini banyak digunakan di industri.
Gambar 2.5 Operasi secara Kontinu dengan Aliran Berlawanan (Berk, 2018)
4. Operasi secara Batch Bertahap Banyak dengan Aliran Berlawanan Proses aliran pada operasi menyerupai operasi sebelumnya, perbedaanya terletak pada operasi yang menggunakan beberapa unit pengontak batch yang disusun berderet yang dikenal sebagai rangkaian ekstraksi. Tidak seperti pada sistem kontinu, padatan hasil ekstraksi dibiarkan tetap di dalam tangkinya, sedangkan pelarut tetap berpindah dari tahap satu ke tahap lainnya dengan cara dikontakkan dengan padatan tersebut. Padatan yang hampir tidak mengandung solute meninggalkan rangkaian setelah dikontakkan dengan pelarut baru, sedangkan larutan pekat sebelum keluar dari rangkaian terlebih dahulu dikontakkan dengan padatan baru di dalam tangki lain.
7
Gambar 2.6 Operasi secara Batch dengan Aliran Berlawanan (Berk, 2018)
2.1.6
Tipe – tipe Peralatan untuk Proses Leaching pada Industri
1. Fixed-bed leaching Ekstraksi padat cair dapat dilakukan menggunakan fixed bed. Fixed-bed leaching dapat dijumpai pada industri gula dan untuk mengekstraksi tan dari tanbark, dan juga zat obat-obatan dari batang dan dedaunan. Fixed- bed yang digunakan pada ekstraksi ini dapat dilihat pada gambar
Gambar 2.7 Peralatan untuk Proses Leaching menggunakan Fixed Bed (Geankoplis, 1993)
Dari gambar 2.7, terlihat bahwa alat tersebut memiliki penutup (cover) yang dapat dibuka sehingga padatan dapat dimasukkan ke dalam tangki yang berisikan unggun. Pelarut kemudian dialirkan ke dalam tangki untuk mengekstraksi gula. Gula yang telah diekstraksi kemudian mengalir ke bagian bawah tangki. Penggunaan ekstraksi dengan fixed bed mampu mengekstraski 95% gula dari padatannya (Geankoplis, 1993). 2. Moving-bed leaching Ekstraksi menggunakan moving bed reactor dapat dijumpai pada proses ektraksi minyak dari benih sayuran (vegetable seeds) seperti biji kapas, kacang tanah, dan kacang kedelai. Proses ini dilakukan apabila masih terdapat minyak yang terkandung di dalam padatan setelah proses mechanical expression. Pelarut 8
yang biasa digunakan ada ekstraksi ini adalah hexana. Proses yang terjadi hampir sama dengan yang terjadi pada fixed bed, perbedaannya terletak pada unggunnya yang berpindah menggunakan media tertentu (Geankoplis, 1993).
Gambar 2.8 Peralatan untuk Proses Leaching menggunakan Moving Bed (Geankoplis, 1993)
3. Agitated solid leaching Jika padatan yang akan diekstraksi memiliki ukuran partikel yang kecil (sekitar 200 mesh), maka padatan harus dijaga dalam keadaan tersuspensi dengan dilakukan agitasi pada padatan tersebut. Dikarenakan proses ektrasi tidak berjalan dengan baik jika dilakukan hanya satu tahap saja, maka proses ekstraksi ini dilakukan dalam beberapa tahap yang disusun secara seri dan menggunakan pola aliran berlawanan, dimana disetiap tahapnya dilengkapi dengan agitator (Geankoplis, 1993).
Gambar 2.9 Peralatan untuk Proses Leaching menggunakan Agitated Solid Bed (Geankoplis, 1993)
9
2.2
Perancangan Operasi Ekstraksi Padat-Cair Perancangan operasi ekstraksi padat-cair sering kali dilakukan berdasarkan
hasil percobaan yang dilakukan sesuai dengan kondisi padatan dan solute yang ingin diekstraksi. Hal ini disebabkan karena masih sangat terbatasnya teori tentang leaching, seperti penentuan laju operasi leaching yang belum banyak diketahui. Analisa dan penentuan desain dari operasi pemisahan berdasarkan leaching dilakukan dengan memerhatikan 3 hal berikut (Berk, 2018) : 1. Kesetimbangan Transfer molekul pada proses leaching terhenti pada saat keadaan setimbang tercapai diantara fasa solvent dan fasa padatan. Pada praktiknya, proses pemisahan pada ekstraksi terdiri dari sejumlah tahap berurutan yang dilalui fasafasa tersebut, mengikuti beberapa pola aliran yang berdasarkan metode operasi leaching. Hal ini dilakukan agar tahap-tahap ekstraksi tersebut menyerupai tahaptahap kesetimbangan (equibrilirum stages) teoritis. Data kesetimbangan dari campuran secara teoritis dapat berupa persamaan, tabel, ataupun grafik. 2. Neraca massa dan energi Setiap tahapan pada proses leaching harus memenuhi hukum kekekalan massa dan energi, yang dinyatakan dalam neraca massa dan energi (in – out = accumulation). Pada operasi dalam keadaan tunak (steady state), tidak terjadi akumulasi. Jika proses dipresentasikan dengan metode grafik, persamaan tersebut akan menghasilkan suatu garis yang merupakan garis operasi (operating line). 3. Kinetika Laju transfer molekul diantara fasa – fasa dipengaruhi oleh koefisien difusi dari solute dan turbulansi. Kinetika transport mampu menentukan kecepatan suatu operasi leaching untuk mencapai keadaan setimbang. Efek dari kinetika itu sendiri sering diperhitungkan dengan bantuan dari faktor efisiensi (efficiency factors). 2.2.1
Neraca Massa pada Operasi Ekstraksi Padat-Cair Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, diperlukan ektraksi bertahap
untuk menghasilkan perolehan solute yang lebih besar. Pada suatu tahap (tahap n) dari suatu operasi leaching bertahap dengan aliran bersilangan yang digambarkan pada gambar 2.2, diasumsikan seluruh aliran yang berada pada tahap tersebut
10
mengandung solute yang mampu diekstraksi (C), padatan inert (B), dan pelarut cair (A). Untuk fasa underflow, didefinisikan (Berk, 2018) : E = A + C (kg) y = C/(A+C) N = B/(A+C) Untuk fasa overflow, didefinisikan R = A + C (kg) x = C/(A+C) N = B/(A+C) Berdasarkan persamaan – persamaan yang terbentuk, persamaan neraca massa untuk tahap n adalah 𝐸𝑛−1 + 𝑅𝑛+1 = 𝐸𝑛 + 𝑅𝑛 → 𝐸𝑛−1 − 𝑅𝑛 = 𝐸𝑛 − 𝑅𝑛+1 Persamaan diatas dapat digunakan untuk tahap manapun di dalam operasi bertahap. Jika operasi leaching berlangsung dalam total tahap sebanyak p, maka dihasilkan persamaan : 𝐸0 − 𝑅1 = 𝐸1 − 𝑅2 = 𝐸𝑛 − 𝑅𝑛+1 = 𝐸𝑝 − 𝑅𝑝+1 = 𝑐𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛𝑡 = ∆
2.2.2
Kesetimbangan pada Operasi Ekstraksi Padat-Cair Pada perancangan proses leaching, diasumsikan solute pada fase overflow
dari tahap n mencapai keadaan setimbang dengan solute yang berada pada fase underflow. Jika jumlah pelarut yang digunakan cukup untuk melarutkan solute yang dapat diekstraksi, dan jika matriks padatan benar-benar inert, maka konsentrasi zat terlarut dalam fasa overflow harus sama dengan fasa underflow. Kondisi kesetimbangan dapat diasumsikan melalui persamaan (Berk, 2018) 𝑦𝑛∗ = 𝑥0 dimana tanda bintang pada persamaan tersebut menandakan konsentrasi solute dalam keadaan setimbang. 2.2.3 Penentuan Banyak Tahap pada Operasi Ekstraksi Padat-Cair Bertahap Banyak Persamaan dapat digunakan untuk menentukan komposisi solute dari fasa overflow maupun underflow pada tahap tertentu, dan dapat juga digunakan untuk menentukan berapa banyak tahap yang diperlukan untuk mencapai spesifikasi
11
proses. Penentuan banyak tahapan dapat diselesaikan melalui metode iterasi, metode model matematika, dan metode grafik. Metode grafik merupakan metode termudah untuk menentukan banyaknya tahapan pada proses leaching. Asumsikan data dan spesifikasi dari proses mengikuti (Berk, 2018) : 1. Hubungan antara N = f(y) diketahui 2. Keadaan kesetimbangan diasumsikan terjadi. Persamaan kesetimbangan y* = f(x) diketahui 3. Fasa overflow bebas dari padatan yang tersuspensi 4. Komposisi padatan yang diekstraksi dan pelarut yang digunakan diketahui 5. Rasio massa umpan/pelarut diketahui. Yield yang diinginkan untuk proses juga diketahui. Dari data tersebut, dapat diketahui komposisi pada fasa overflow dan underflow. Penentuan banyak tahap pada proses leaching bertahap dapat dilakukan dengan langkah – langkah berikut (Berk, 2018) :
Pertama, persamaan N = f(y) diplot berdasarkan plor N vs x atau y. Garis yang dihasilkan merupakan slurry line.
Konsentrasi awal dan akhir dari kedua fasa diplot. Terdapat 2 titik untuk aliran padatan, 𝐸0 (𝑁0 , 𝑦0 ) dan 𝐸𝑃 (𝑁𝑃 , 𝑦𝑃 ), dan terdapat 2 titik untuk aliran pelarut cair, 𝑅1 (𝑅1 , 𝑥1 ) dan 𝑅𝑃+1 (𝑅𝑃+1 , 𝑥𝑃+1 )
Berdasarkan persamaan, dapat diketahui bahwa besarnya Δ dapat diketahui dari garis yang menghubungkan E0 dengan R1, dan Ep dengan Rp+1 (Δ = E0 – R1 = Ep – Rp+1). Δ selanjutnya diplot ke dalam grafik.
Dari R1, dapat diketahui nilai dari E1, dimana nilai E1 berada dalam slurry line dan nilai x dan y berada dalam kondisi setimbang, berdasarkan persamaan kesetimbangan
Titik E1 dihubungkan dengan Δ, sehingga terbentuk garis baru. Titik potong antara garis tersebut dengan sumbu x,y (pada kasus N = 0 untuk ekstraksi sempurna).
Langkah diatas dilakukan berulang – ulang hingga titik Rp+1 dicapai. Banyaknya pengulangan langkah diatas (yang ditandai dengan banyaknya garis yang terbentuk) merupakan banyak tahap yang diperlukan pada proses ekstraksi tersebut.
12
Contoh grafik yang dihasilkan dari tahap – tahap untuk menentukan banyak tahap pada proses leaching dapat dilihat pada gambar 2.10
Gambar 2.10 Penentuan Banyak Tahap melalui Metode Grafik (Berk, 2018)
2.3
Natrium Karbonat Natrium karbonat (Na2CO3) merupakan salah satu garam natrium dari
asam karbonat yang mudah larut dalam air. Natrium karbonat yang murni pada umumnya berwarna putih, berupa bubuk tanpa warna yang dapat menyerap embun dari udara, mempunyai rasa yang pahit, dan dapat membentuk larutan alkali yang kuat. Dalam karbonat terdapat ikatan kovalen antara karbon dan oksigen. Natrium karbonat biasanya terjadi secara alami di daerah kering terutama endapan material yang akan terbentuk ketika danau musiman mengalami penguapan. Natrium karbonat merupakan salah satu bahan baku penting dalam industri kimia. Kandungan natriumnya menghasilkan sifat peremajaan yang membuatnya penting dalam industri kaca dan silikat. Natrium karbonat biasanya juga digunakan untuk menetralisir asam anorganik dan organik atau garam asam dan untuk menjaga pH konstan dalam suatu proses (Zainul dan Dewata, 2015). Tabel 2.1 Sifat Fisik Natrium Karbonat
Parameter Formula Mr Densitas pada 20°C (g/cm3) Titik Leleh (°C) Panas Fusi (J/g) Kapasitas panas 25°C (J/gK) Struktur Kristal Sumber : Zainul dan Dewata, 2015
Sifat Fisik Na2CO3 105,99 2,533 851 316 1,043 Monoklinik
13
2.4
Kalsium Hidroksida Kalsium hidroksida adalah senyawa kimia dengan rumus kimia Ca(OH)2.
Kalsium hidrokida dapat berupa kristal tak berwarna atau bubuk putih. Kalsium hidroksida dihasilkan melalui reaksi kalsium oksida (CaO) dengan air. Larutan Ca(OH)2 disebut air kapur dan merupakan basa dengan kekuatan sedang. Larutan tersebut bereaksi dengan berbagai asam, dan bereaksi dengan banyak logam dengan adanya air. Larutan tersebut menjadi keruh bila dilewatkan karbon dioksida, karena mengendapnya kalsium hidroksida. Fungsi larutan Ca(OH)2 kalsium hidroksida banyak digunakan sebagai flocculant pada air, pengolahan limbah, serta pengelolaan tanah asam atau mengurangi keasaman pada tanah asam atau tanah pembusukan, bahan alkali untuk menggantikan NaOH, pereaksi kimia, dan menguntungkan pertumbuhan beberapa jenis tanaman (Braddy, 1994).
14
BAB III METODOLOGI PERCOBAAN 3.1
Alat dan Bahan
3.1.1 Alat-alat yang digunakan 1. Pengaduk Magnetik
6. Pipet Tetes
2. Gelas Ukur 1000 ml
7. Piknometer 25 ml
3. Buret 50 ml
8. Neraca Analitik
4. Gelas Kimia 250 ml
9. Statif dan Klem
5. Erlenmeyer 250 ml 3.1.2 Bahan-bahan yang digunakan 1. Na2CO3 2. Ca(OH)2 3. Air (H2O) 4. HCl 1 M 5. Indikator fenolptalein (PP) 3.2
Prosedur Percobaan
1. Padatan Na2CO3 dan Ca(OH)2 dimasukkan ke dalam gelas kimia 4 dengan perbandingan mol 0,05 : 0,01. Kemudian campuran ditambahkan 100 ml air. 2. Campuran diaduk selama 4 menit dan didiamkan selama 4 menit, larutan dipisahkan dari padatan yang ada dengan cara dekantasi. Larutan kemudian dititrasi dengan HCl 1M, dan volume HCl yang terpakai dicatat. 3. Pada langkah kedua, ditambahkan pelarut baru kedalam gelas piala 4 yang masih berisi padatan sisa pada langkah pertama. 4. Setelah diaduk dan didiamkan, larutan dipisahkan dari padatannya dan ditambahkan ke dalam gelas piala 3 yang telah diisi umpan baru (padatan Na2CO3 dan Ca(OH)2). Larutan kemudian dipisahkan dan dititrasi menggunaakan HCl. 5. Langkah 1 – 4 diulang mengikuti skema yang terdapat pada Gambar 3.1 Lakukan prosedur yang sama dengan variasi waktu pengadukan 6 menit dan 8 menit
15
6. Pada keluaran langkah ke – 8 pada skema di Gambar 3.1, padatan disaring dan ditimbang beratnya.
Gambar 3.1 Skema Praktikum Ekstraksi Padat-Cair
Keterangan :
16
3.3
Rangkaian Alat Berikut ini merupakan rangkaian alat yang digunakan pada proses proses
titrasi:
Buret
Klem
Statip
Erlenmeyer
Gambar 3.2 Rangkaian Alat Proses Titrasi
17
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1
Perlolehan Volume NaOH Dari hasil yang didapatkan setelah dilakukannya proses ekstraksi padat
cair (leaching) antara Na2CO3 dan Ca(OH)2 dengan menggunakan pelarut H2O didapatkan bahan padat yang diinginkan dalam bentuk larutan NaOH dari endapan padatan CaCO3. Setelah dilakukannya pemisahan dengan cara bertingkat dari tahap 1 sampai tahap 8 pada run 1 hingga run 3 dapat dilihat bahwa konsentrasi NaOH naik seiring dengan tingkatan ekstraksi pada masing masing run.
Tabel 4.1 Data hasil leaching NaOH dari CaCO3 dengan pelarut H2O pada run 1.
Tahapan ke (n) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Volume larutan NaOH-air (ml) 100 100 98 98 97 97 97 97
Densitas(gr/ml) 1.014 1.0148 1.0152 1.0152 1.0156 1.0156 1.016 1.016
Konsentrasi NaOH(M) 0.05 0.05 0.06 0.06 0.07 0.07 0.07 0.08
Tabel 4.2 Data hasil leaching NaOH dari CaCO3 dengan pelarut H2O pada run 2.
Tahapan ke (n) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Volume larutan NaOH-air (ml) 99 99 99 98 98 98 97 97
Densitas(gr/ml) 1.0148 1.0148 1.0152 1.0152 1.0152 1.0156 1.016 1.0164
18
Konsentrasi NaOH(M) 0.06 0.06 0.07 0.07 0.07 0.08 0.09 0.09
Tabel 4.3 Data hasil leaching NaOH dari CaCO3 dengan pelarut H2O pada run 3.
Tahapan ke (n) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Volume larutan NaOH-air (ml) 97 97 96 96 96 95 95 95
Densitas(gr/ml) 1.0156 1.016 1.0164 1.0164 1.0164 1.0168 1.0168 1.0168
Konsentrasi NaOH(M) 0.07 0.07 0.08 0.08 0.09 0.09 0.1 0.1
Naiknya nilai konsentrasi NaOH dari tiap tahapan pada masing masing run dari run 1,2 dan 3 dikarenakan larutan NaOH yang ada dalam Na2CO3 tersebut larut dengan larutan H2O yang mana proses pelarutan ini terjadi dengan cara difusi yaitu proses dimana larutan H2O akan menembus kapiler-kapiler dalam Na2CO3 sehingga dapat melarutkan Na. Dari data yang di dapatkan juga dapat disimpulkan semakin banyaknya tahap akan meningkatkan jumlah NaOH yang dapat larut pada pelarut hingga mencapai jenuh atau mencapai titik setimbangnya sehingga tidak dapat lagi H2O melarutkan NaOH atau hingga tidak ada lagi NaOH yang dapat dilarutkan sehingga akan membuat penurunan hasil konsentrasi NaOH yang didapatkan, namun pada prosedur percobaan ini sebelum melakukan titrasi selalu dilakukan penambahan umpan segar sehingga hal ini juga menjadi alasan kuat mengapa data yang diperoleh terus meningkat dan tidak mengalami penurunan. Disampng itu semakin banyaknya NaOH yang larut juga dapat dihubungkan dengan viskositas larutan. Sesuai data yang di dapat diatas dimana dari tahap ke 1 hingga 8 dapat di lihat semakin banyaknya konsentrasi NaOH yang terlarut maka akan meningkatkan kekentalan (densitas) dari bahan tersebut. 4.2
Perlolehan Endapan CaCO3 Pada tahapan akhir (leaching). Erlemeyer 1 hingga 4 dari tahap ke-8 yang
akan dititrasi di saring terlebih dahulu untuk mendapatkan endapan CaCO3 yang dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Dari tabel dapat dilihat pada run 1 terjadi peningkatan berat CaCO3 begitu juga dengan run 2 dan run 3. Peningkatan hasil perolehan endapan CaCO3 ini disebabkan oleh sifat NaOH memiliki kelarutan
19
yang besar dalam H2O sehingga akan menyisakan CaCO3 dalam bentuk suspensi di dalam H2O. Tabel 4.4 Data hasil perolehan endapan CaCO3
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 4.3
Pengadukan Larutan ke- Berat CaCO3 1 0.69 2 0.7 3 0.72 2 menit 4 0.73 1 0.68 2 0.69 3 0.7 4 menin 4 0.71 1 0.62 2 0.64 3 0.65 6 menit 4 0.68
Efisiensi Produk Efisiensi pada proses leaching adalah perbandingan jumlah solute yang
terambil oleh pelarut dengan jumlah solute dalam padatan mula-mula. efisiensi tertinggi terjadi pada Run III. Hal ini dipengaruhi oleh rasio mol dari reaktan pembentuk NaOH dan CaCO3 yang telah dibahas sebelumnya. Perbedaan efisiensinya dapat Terlihat pada masing masing run, Hal ini disebabkan karna run 2 memiliki waktu pengadukan yang lebih lama dari run 1 dan run 3 memiliki waktu pengadukanyang lebih lama dari run 2 sehingga memberikan kontak yang lebih lama untuk melarut dan karena proses pengadukan yang semakin lama akan memberikan energi tumbukan yang lebih besar . Berikut adalah grafik efisiensi produk pada run I, run II dan run III.
20
60 50
Efisiensi(%)
40 RUN I 30
RUN II RUN III
20 10 0 1
2
3
4
Gambar 4.1 Grafik Presentase Efisiensi Produk
Dari grafik terlihat bahwa efisiensi pada run III lebih besar dibandingkan efisiensi pada run II dan run II. Variasi mol yang digunakan ikut mempengaruhi efisiensi produk dimana ketika jumlah mol Na2CO3 lebih besar daripada Ca(OH)2 maka berat kering padatan CaCO3 yang terbentuk akan semakin besar. Hal tersebut dikarenakan oleh Na yang merupakan golongan 1A yang sifatnya lebih mudah melarut didalam air dibandingkan Ca yang berada pada golongan 2A. Sehingga ketika molekul na larut dengan air, na tidak bereaksi dengan ca sehingga molekul ca akan mengendap dan padatannya semakin banyak. semakin besar mol Na2CO3 maka NaOH yang terbentukpun akan semakin banyak sehingga akan semakin banyak padatan CaCO3 yang dihasilkan.
21
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1
Kesimpulan
1. Jika mol Na2CO3 yang digunakan lebih besar dari pada mol Ca(OH)2 maka volume ekstrak (NaOH) yang dihasilkan semakin sedikit dan endapan CaCO3 akan semakin banyak. 2.
Efisiensi produk dipengaruhi oleh besarnya konsentrasi NaOH dan CaCO3 yang dihasilkan dimana semakin besar konsentrasi NaOH yang terekstrak maka berat kering CaCO3 akan semakin kecil sehingga efisiensi produk akan semakin besar.
3. Semakin besar mol Ca(OH)2 dalam perbandingan mol NaCO3: Ca(OH)2 maka semakin tinggi effisiensi.
5.2
Saran
1. Sebaiknya pengadukan dilakukan dengan waktu yang lebih lama, agar semakin banyak terjadi kontak antara larutan dengan pelarut.
22