LAPORAN PRAKTIKUM ELEKTROANALISIS TITRASI KONDUKTANSI
Oleh Nama NIM Kelompok/Kelas
: Niken Ayu Kusuma wahyuni : 161810301006 : 2/B
LABORATORIUM KIMIA ANALITIK JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS JEMBER 2018
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Titrasi konduktansi merupakan salah satu macam macam titrasi. Titrasi konduktansi adalah titrasi yang digunakan untuk menentukan daya hantar listrik pada larutan sampel setelah ditambahkan titran. Titrasi konduktansi ini lebih mudah dalam menentukan titik ekuivalennya, disebabkan titik ekuivalennya dapat diketahui dari daya hantar larutan. Dasar pengukuran dari titrasi ini adalah terdapan perbedaan antara konduktasi cukup besar sebelum dan sesudah penambahan reagen (Khokhar, 1990). Titrasi konduktansi dalam kehidupan sehari hari dapat digunakan sebagai penggunaan utama dari asam salisilat dalam pembuatan aspirin. Asam salisilat merupakan golongan khusus dari asam hidroksi. Reaksi dengan anhidrida asetat mengubah gugus hidroksil fenolik dari asam salisilat menjadi ester asetil yaitu aspirin. Aplikasi titrasi konduktansi yang lainnya adalah pembuatan dan karakterisasi biosensor konduktometri untuk penentuan kosentrasi diazinon. Dalam kehidupan sehari hari daya hantar listrik sangat banyak dijumpai dala kehidupan mengingat kehidupan kita sekarang yang selalu menggunakan peralatan listrik. Dengan demikian, kita harus mengetahui tentang daya hantar listrik, salah satunya bisa menggunakan titrasi konduktansi (Sukardjo, 1989). Percobaan titrasi konduktansi ini menggunakan beberapa kali titrasi. Titrasi yang dilakukan menggunakan bahan asam kuat, asam lemah, dan basa kuat. Titrasi sebelum dilakukan, terlebih dahulu mengkalibrasi alat konduktometer menggunakan larutan KCl 10-2N. Kalibrasi ini bertujuan supaya mendapatkan hasil yang lebih akurat.
1.2 Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah dalam percobaan ini adalah -
Bagaimana melakukan analisa kuantitatif menggunakan teknik konduktometri
-
Bagaimana menghitung konsentrasi elektrolit dengan titrasi
3
1.3 Tujuan Adapun tujuan pada percobaan ini adalah -
Melakukan analisa kuantitatif menggunakan teknik konduktometri
-
Menghitung konsentrasi elektrolit dengan titrasi
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Material Safety Data Sheet (MSDS) 2.1.1 Akuades Akuades memiliki rumus molekul H2O. Akuades didapatkan dari proses penyulingan sehingga tidak mengandung mineral. Akuades memiliki fase cair, tidak berwarna, tidak berbau dan tidak berasa. Bahan ini tidak menyebabkan korosi pada mata, kulit dan tidak berbahaya apabila terhirup maupun tertelan. Tindakan pertolongan pertama jika terjadi tumpahan kecil maupun besar yaitu, dengan membersihkan tumpahan dengan menggunakan lap kering yang mudah menyerap (Sciencelab,2018). 2.1.2 Ammonium hidroksida (NH3) Amonium hidroksida merupakan senyawa yang berbentuk cair, berbau menyengat, berasa asam dan tidak berwarna. Senyawa ini memiliki berat molekul 35,05 g/mol, densitas 0,898 g/L, titik leleh -69,2 °C (- 92,6 0F), titik didih nya tidak tersedia dan tekanan uap sebesar 287,9 kPa. Ammonium hidroksia mudah larut dalam air dingin. Ammonium hidroksida dapat menyebabkan iritasi dan kerusakan pada bagian-bagian mata. Tindakan yang harus dilakukan jika NH3 terkena mata yaitu dibasuh dengan air dan meminta bantuan dokter dengan segera (Sciencelab, 2018). 2.1.3 Asam Asetat (CH3COOH) Asam asetat merupakan bahan kimia yang berbentuk cair, berbau pedas seperti cuka, berasa asam dan tidak berwarna. Asam asetat memiliki berat molekul 60,05 g / mol, pH 2 (asam), titik didih 118,1 °C, titik leleh sebesar 16,6 °C dan tekanan uap sebesar 1,5 kPa. Bahan ini mudah larut dalam air dingin dan air panas, larut dalam dietil eter aseton, dapat bercampur dengan glycerok, alkohol, benzena dan karbon tetraklorida dan tidak dapat larut dalam karbon disulfida. Asam asetat dapat menyebabkan iritasi pada mata yang ditandai dengan rasa gatal dan panas. Iritasi ini dapat menyebabkan kerusakan pada kornea mata dan kebutaaan. Tindakan yang harus dilakukan jika bahan ini terkena mata yaitu dicuci dengan menggunakan air yang mengalir selama 15 menit dan jika terkena
5
kulit basuh dengan air mengalir dan tutupi kulit dengan emolien pada daerah yang terkena iritasi (Sciencelab, 2018). 2.1.4 Asam klorida (HCl) Asam klorida merupakan senyawa yang berbentuk cair, berbau menyengat dan tidak berwarna atau berwarna putih kekuningan. Senyawa ini memiliki berat molekul 36,4606 g/mol, densitas 1,477 g/L, titik leleh -114,2 °C (158.8 K) dan titik didih sebesar 85,1 °C (187.9 K). Asam klorida dapat larut dalam air dingin, air panas dan dietil eter. Asam klorida dapat menyebabkan iritasi dan kerusakan pada bagian-bagian mata. Tindakan yang harus dilakukan jika HCl terkena mata yaitu dibasuh dengan air dan meminta bantuan dokter dengan segera (Sciencelab, 2018). 2.1.5 Natrium Hidroksida (NaOH) Natrium hidroksida merupakan bahan kimia yang berbentuk cair, tidak memiliki bau dan berwarna putih. Natrium hidroksida memiliki berat molekul 40 g / mol, pH 13,5 (basa), titik didih 1388 °C dan titik leleh sebesar 323 °C. Bahan ini larut dalam air dingin. Natrium hidroksida dapat menyebabkan iritasi pada mata yang ditandai dengan rasa gatal dan panas. Iritasi ini dapat menyebabkan kerusakan pada kornea mata dan kebutaaan. Tindakan yang harus dilakukan jika bahan ini terkena mata yaitu dicuci dengan menggunakan air yang mengalir selama 15 menit (Sciencelab, 2018). 2.1.6 Potassium klorida (KCl) Potassium klorida merupakan bahan kimia yang berbentuk padat, tidak memiliki bau, berasa saline dan berwarna putih. Potassium klorida memiliki berat molekul 74,55 g / mol, pH 1 (asam), titik didih 1420 °C, titik leleh sebesar 770 °C dan densitas sebesar 1,987. Bahan ini larut dalam air dingin, air panas, sangat sedikit larut dalam metanol dan n-oktanol. Potassium klorida dapat menyebabkan iritasi pada mata yang ditandai dengan rasa gatal dan panas. Iritasi ini dapat menyebabkan kerusakan pada kornea mata dan kebutaaan. Tindakan yang harus dilakukan jika bahan ini terkena mata yaitu dicuci dengan menggunakan air yang mengalir selama 15 menit (Sciencelab, 2018).
6
2.2 Landasan Teori 2.2.1 Titrasi dan konduktometri Titrasi merupakan suatu metode yang berfungsi untuk menentukan konsentrasi suatu larutan. Proses titrasi membutuhkan analit dan titrat, dimana larutan yang dicari konsentrasinya atau disebut dengan analit dengan sebuah larutan hasil standarisasi yang telah diketahui konsentrasinya dan volumenya atau disebut dengan titrant dicampurkan denagn menambahkan tetes demi tetes sedikit – sedikit. Konduktometri adalah suatu metode analisa kimia kuantitatif yang berdasarkan pada pengukuran daya hantar listrik atau konduktifitas suatu larutan. Konduktansi atau daya hantar listrik (G) suatu larutan bergantung pada jenis dan kosentrasi ion didalam larutan. Daya hantar listrik berhubungan dengan pergerakan suatu ion di dalam larutan. Ion yang mudah bergerak mempunyai daya hantar listrik yang besar dan terbalik dengan jarak kedua elektroda (l) atau dapat dikatakan berbanding terbalik dengan hambatan (Nuryanti, 2010). Konduktometri merupakan metode analisis kimia berdasarkan daya hantar listrik suatu larutan. Daya hantar listrik (G) suatu larutan bergantung pada jenis dan kosentrasi ion dalam larutan. Daya hantar listrik (G) merupakan kebalikan dari tahanan (R), sehingga daya hantar listrik memiliki satuan ohm-1. Daya hantar listrik berbanding lurus dengan luas permukaan elektroda bila arus listrik dialirkan ke dalam suatu larutan melalui dua elektroda dan berbanding terbalik dengan jarak kedua elektroda (l). Rumusnya yaitu : 1
𝐴
𝐺=𝑅=𝑘𝑙 Dimana :
G : daya hantar listtik (ohm-1) R : tahanan k : konstanta A : luas permukaan elektroda l : jarak kedua elektroda (Sumar, 1994).
(2.1)
7
2.2.2 Titrasi konduktometri Titrasi konduktometri merupakan salah satu dari sekian banyak macam macam titrasi. Titrasi dalam konduktometri tidak terlalu berbeda dari titrasi – titrasi lainnya. Perbedaan pada titrasi konduktometri adalah biasanya hanya terdapat bagaimana cara untuk mengetahui titik ekuivalen dari larutan tersebut. Titrasi konduktometri ini lebih mudah dibandingkan dengan titrasi lainnya, walaupun ada kelemahan tetapi juga ada kelebihan. Titik ekuivalen dapat diketahui dari daya hantar larutan yang diukur, apabila daya hantar telah konstan maka titrasi telah mencapai ekuivalen. Titrasi konduktometri ini tidak memerlukan indikator (Khopkhar, 1990). Titrasi konduktometri digunakan untuk menentukan daya hantar larutan sampel setelah ditambahkan titran. Dasar pengukuran dari metode titrasi ini adalah jika perbedaan antara konduktansi
cukup besar sebelum dan sesudah
penambahan reagen. Penggunaan titrasi konduktometri memiliki kemudahan yang tidak ditemukan pada jenis titrasi yang lain, misalkan tidak menggunakan indikator. Hal ini dikarenakan dalam titrasi konduktometri tidak perlu mencapai titik ekuivalennya dengan melihat adanya perubahan warna. Titrasi konduktometri ini terbatas untuk larutan yang tergolong ke dalam larutan elektrolit saja, sedangkan untuk larutan non-elektrolit tidak adapt menggunakan konduktometri untuk melakukan titrasinya (Sukardjo, 1989). Metode konduktansi dapat digunakan untuk mengikuti reaksi titrasi jika perbedaan antara kondukatansi cukup besar sebelum dan sesudah penambahan reagen. Tetapan sel harus diketahui terlebih dahulu, maka selama pengukuran yang berturut – turut jarak elektroda harus tetap. Hantaran sebanding dengan konsentrasi larutan paad temperatur tetap, tetapi pengenceran akan menyebabkan hantarannya tidak berfungsi secara linier lagi dengan konsentrasi (Khopkar, 1990).
8
Gambar 2.1 Titrasi konduktometri asam kuat-asam lemah dengan basa kuat Titrasi konduktansi sangat berhubungan dengan daya hantar listrik, jadi akan berhubungan juga dengan ion – ion dalam larutan yang berperan untuk menghantarkan arus listrik dalam larutan. Arus listrik ini tidak bisa melewati larutan yang tidak terdapan ion – ion sehingga larutan non-elektrolit tidak bisa menghantarkan arus listrik. Titrasi konduktometri juga berhubungan dengan konsentrasi dan temperatur larutan yang akan ditentukan daya hantarnya, sehingga temperatur larutan harus harus tetap dijaga supaya tetap kosntan. Temperatur yang berubah –ubah bisa saja konsentrasi yang tinggi seharusnya memiliki hantarannya besar namun dapat menjadi kecil karena suhu yang menurun. Hal tersebut menyebabkan ion – ion dalam larutan tidak dapat bergerak dengan bebas (Suyati, 2010). Penambahan suatu elektrolit kepada suatu larutan elektrolit lain pada kondisi – kondisi yang tak menghasilkan perubahan volume yang berarti akan mempengaruhi konduktan (hantaran) larutan, tergantung ada atau tidaknya reaksi – reaksi ionik . reaksi ionik terjadi seperti pada penambahan suatu garam sederhana pada garam sederhana lain. Penambahan suatu basa pada asam menyebabkan konduktans dapat naik atau turun. Hantaran turun karena adanya penggantian ion hidrogen yang konduktivitasnya tinggi oleh kation lain yang konduktivitasnya rendah. Prinsip titrasi konduktometri ini adalah substitusi ion – ion dengan suatu konduktivitas oleh ion – ion dengan konduktivitas
9
(Hendayana, 1994). Nilai batas dari konduktivitas molar A0 pada elektrolit kuat dapat ditentukan dengan meneruskan pengukuran sampai konsentrasi – konsentrasi rendah dan lalu mengekstrapolasi grafik antara konduktvitas terhadap konsentrasi sampai ke konsentrasi nol. Elektrolit lemah seperti asam asetat dan ammonia tidak dapat digunakan pada metode ini karena disosianya jauh dari sempurna, pada konsentrasi terendah yang dapat diukur dengan baik. Konduktans batas ini dapat dihitung atas dasar hukum migrasi tak bergantung (independen) dari ion (Svehla,1990). Pengukuran daya hantar memerlukan sumber listrik, sel untuk menyimpan suatu larutan dan jembatan (rangkaian elektronik) untuk mengukur tahanan larutan: a. Sumber listrik Hantaran arus DC (contoh arus pada baterai) melalui larutan merupakan proses faraday yaitu oksidasi dan reaksi terjadi pada kedua elektroda. Hantaran arus AC tidak memerlukan reaksi elektrokimia pada elektroda – elektrodanya, dalam hal ini aliran arus listrik bukan akibat proses faraday. b. Tahanan jembatan Jembatan wheatstone merupakan jensi alat yang digunakan untuk pengukuran daya hantar listrik. c. Sel Sel merupakan salah satu bagian dari konduktometer yang terdiri dari sepasang elektroda yang terbuat dari bahan yang sama. Elektroda biasanya berupa logam yang dilapisi logam platina untuk menambah keefektifan permukaan elektroda (Sumar, 1994).
BAB 3. METODOLOGI PERCOBAAN
3.1. Alat dan Bahan 3.1.1. Alat Alat yang digunakan pada percobaan ini adalah konduktometer, buret 50 ml, stirer magnetik, anak stirer, buret, pipet tetes, beaker gelas 250 ml, beaker gelas 150 ml , botol semprot, statif dan gelas ukur 50 ml. 3.1.2 Bahan Bahan yang diperlukan dalam percobaan ini adalah 10-2 N HCl, 10-2 N NaOH, 10-2 N NH3(aq), 10-2 N CH3COOH dan 10-2 N KCl. 3.2. Diagram Alir 3.2.1. Kalibrasi Konduktometer Larutan KCl 10-2 N
-
dimasukkan pengukur ke dalam konduktivitas standar 1413 uS/cm
-
dibiarkan sampai stabil
-
disesuaikan kontrol CAL untuk mendapatkan pembacaan 1413 uS/cm
-
dibilas pengukur dengan air suling
-
dikalibrasi, kemudian diluruskan
Hasil
11
3.2.2. Titrasi NaOH 10-2 N dengan HCl 10-2 N Larutan NaOH 10-2 N -
diencerkan sampai kira-kira 10-2 N dengan pipet ke dalam labu ukur
-
dipipet 50 ml dan dimasukkan ke beaker gelas 100 ml
-
dititrasi dengan HCl standar 10-2 N yang disediakan, penambahan asam harus 0,2 ml dan diaduk perlahan
Larutan NaOH 10-2 N + Titrant HCL 10-2 N -
dicatat konduktansi larutan setiap penambahan
-
dihentikan titrasi setelah 2 mls diluar titik
-
ditentukan konsentrasi dengan membuat kurva volume titran vs konduktansi
Hasil 3.2.3. Titrasi NH3 10-2 N dengan HCl 10-2 N Larutan NH3 10-2 N
-
dipipet 50 ml dan dimasukkan dalam beaker gelas
-
dilakukan titrasi yang sama dengan prosedur titrasi NaOH dan HCl dengan mengganti NaOH menjadi NH3
Hasil
12
3.2.3. Titrasi CH3COOH 10-2 N dengan NH3 10-2 N Larutan NH3 10-2 N -
dipipet 50 ml dan dimasukkan dalam beaker
-
dilakukan prosedur titrasi yang sama, menggunakan NH3 yang telah distandarisasi
Hasil 3.3 Prosedur Percobaan 3.3.1 Kalibrasi Konduktor Pengukur dimasukkan ke dalam konduktivitas standar 1413 uS/cm dan dibiarkan sampai stabil. Kontrol CAL disesuaikan untuk mendapatkan pembacaan 1413 uS/cm. Konduktometer dibilas pengukur dengan air suling. Konduktometer dikalibrasi dengan larutan KCN 10-2 N. 3.3.2 Titrasi NaOH 10-2 N dengan HCl 10-2 N Larutan NaOH 10-2 N diencerkan sampai kira kira 10-2 N dengan pipet ke dalam labu ukur. Larutan yang telah diencerkan dipipet 50 ml dan dimasukkan ke beaker gelas 100 ml. Dititrasi dengan HCl standar 10-2 N yang disediakan, penambahan asam harus 2 ml dan diaduk secara perlahan. Konduktansi larutan dicatat pada setiap penambahannya. Titrasi dihentikan setelah 2 mls diluar titik. Konsentrasi ditentukan dengan membuat kurva volume titran vs konduktansi. 3.3.3 Titrasi NH3 10-2 N dengan HCl 10-2 N Larutan NH3 10-2 N dipipet 50 ml dan dimasukkan ke dalam beaker gelas. Dititrasi dilakukan hal yang sama dengan prosedur titrasi NaOH dan HCl dengan mengganti NaOH menjadi NH3 3.3.4 Titrasi CH3COOH 10-2 N dengan NH3 10-2 N Larutan CH3COOH 10-2 N dipipet 50 ml dan dimasukkan ke dalam beaker gelas. Dititrasi dengan prosedur titrasi yang sama, menggunakan NH3 yang telah distandarisasi.
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil No.
Titrasi
1.
NaOH + HCl 10-2 N
2.
3.
Hasil Konsentrasi
Volume Ekivalen
a. percobaan 1
0,019 N
53,38 ml
b. percobaan 2
0,018 N
55, 27 ml
Rata rata
0,0185 N
NH3 + HCl 10-2 N a. percobaan 1
0,02 N
47,09 ml
b. percobaan 2
0,02 N
52,26 ml
c. rata rata
0,02 N
CH3COOH + NH310-2 a. percobaan 1
0,02 N
42,31 ml
b. percobaan 2
0,015 N
66,63 ml
c. rata –rata
0,0175 N
4.2 Pembahasan Percobaan kedua yaitu titrasi konduktometri. Titrasi konduktometri merupakan titrasi yang digunakan untuk menentukan daya hantar larutan sampel setelah ditambahkan titran. Dasar pengukuran dari metode titrasi ini adalah jika perbedaan antara konduktansi cukup besar sebelum dan sesudah penambahan reagen. Percobaan ini memiliki tujuan untuk melakukan analisa kuantitatif menggunakan teknik konduktometri dan menghitung konsentrasi elektrolit dengan titrasi. Titrasi konduktometri dapat dilakukan dengan larutan elektrolit yang berupa asam kuat dan basa kuat, asam lemah dan basa kuat, asam kuat dan basa lemah, asam lemah dan basa lemah. Percobaan ini melakukan tiga macam titrasi dengan larutan yang berbeda yaitu NaOH dan HCl 10-2 N, NH3 dan HCl 10-2 N dan NH3 + HCl 10-2 N. Titrasi konduktometri dapat dilakukan tanpa penambahan reagen untuk menentukan titik ekuivalennya. Titik ekuivalen pada titrasi ini dapat ditentukan dengan grafik hubungan antara nilai konduktansi larutan pada setiap penambahan
14
titran dengan volume titran yang ditambahkan. Titrasi konduktometri ini menggunakan larutan asam dan basa, hal ini disebabkan larutan asam dan basa merupakan larutan elektrolit, yaitu larutan yang dapat menghantarkan arus listrik sehingga memiliki daya hantar listrik (konduktansi). Tahap pertama pada perlakuan ini adalah kalibrasi alat yang digunakan yaitu kalibrasi konduktometer. Proses kalibrasi ini bertujuan untuk meningkatkan keakuratan alat untuk menghasilkan data. Kalibrasi ini dilakukan dengan mencelupkan konduktometer ke dalam larutan KCl 0,01 N. Larutan KCl digunakan sebagai kalibrasi karena memiliki mobilitas ion ion yang tinggi sehingga dapat dengan mudah untuk menentukan nilai konduktasinya. Hal tersebut dapat mengurangi kesalahan karena nilai ketidakpastian nya yang tinggi. Nilai konduktansi KCl sebesar 1,413 ms/cm sehingga kalibrasi harus dilakukan hingga mendapatkan nilai tersebut supaya nilai konduktansi yang dihasilkan dari larutan dapat mendapatkan nilai yang tepat. Tahap selanjutnya yaitu titrasi antara NaOH dan HCl 10-2 N. Larutan NaOH berfungsi sebagai titrat sedangkan HCl sebagai titran. Penambahan titran dilakukan secara bertahap yaitu setiap waktu 20 detik. Penambahan titran dilakukan dengan proses pengadukan dengan stirer magnetik. Proses pengadukan ini bertujuan supaya konduktansi di dalam larutan dapat merata dan memiliki nilai konduktansi yang sama pada setiap bagian larutannya. Nilai konduktansi diukur pada setiap penambahan titrannya untuk memperoleh nilai konduktansi setiap waktu 20 detik sehingga dapat berfungsi menentukan titik ekuivalennya. Titrasi pada tahap pertama ini dilakukan dua kali. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan nilai sebagai pembanding dan dapat mengetahui keakuratan antara nilai pertama dengan nilai kedua. Proses reaksi yang terjadi antara NaOH dan HCl, adalah : HCl (aq) + NaOH (aq)
NaCl (aq) + H2O (l)
Grafik yang diperoleh pada titrasi NaOH dan HCl 10-2 N adalah :
15
konduktivitas (µs/cm)
Titrasi NaOH dengan HCl pengulangan (1) 2500 2000 1500
y = -10.93x + 1916.1 R² = 0.8618 Series1
1000
Linear (Series1)
500 0 0
50
100
150
200
waktu (s)
Gambar 4.1 Grafik konduktivitas vs waktu Grafik hubungan antara konduktivitas dengan waktu ini dapat diperoleh dari hasil konduktometer terhadap waktu yang diukur pada titrat yang telah ditambahkan dengan titran. Grafik ini dapat menunjukkan titik potong pada grafik tersebut. Titik potong yang diperoleh nilainya sama dengan nilai x, sehingga titik potong tersebut digunakan untuk mendapatkan nilai konsentrasi larutan elektrolit yaitu NaOH.
NaOH + HCl (1) 60
y = 0.4057x + 6.4333 R² = 0.9871
Volume
50 40 30
volume
20
Linear (volume)
10 0 0
50
100
150
t
Gambar 4.2 Grafik volume vs waktu Grafik hubungan antara volume dengan waktu ini dapat diperoleh dari volume yang ditambahkan pada waktu per 20 detik. Grafik hubungan antara volume dengan waktu memiliki tren berbanding lurus, sehingga semakin besar waktu yang dibutuhkan untuk mencapat titik ekuivalen maka semakin besar pula volume yang ditambahkannya. Grafik ini digunakan untuk memperoleh nilai konsentrasi
16
larutan elektrolit yang dapat dihitung dari persamaan garis yang diperoleh pada grafik. Titik ekuivalen terletak pada penambahan titran sebesar 55,38 ml. Titik ekuivalen tersebut dapat menentukan konsentrasi dari NaOH. Nilai x yang belum diketahui dari persamaan garis tersebut dapat diperoleh dari nilai titik potong pada grafik hubungan antara konduktivitas dengan waktu. Nilai konsentrasi yang diperoleh adalah 0,019 N.
konduktivitas (µs/cm)
Titrasi NaOH dengan HCl pengulangan (2) 3000 2500 y = -4.3163x + 1700.4 R² = 0.6994 Series1
2000 1500 1000
Linear (Series1)
500 0 0
100
200
300
400
waktu (s)
Gambar 4.3 Gambar 4.1 Grafik konduktivitas vs waktu Grafik ini dapat menunjukkan titik potong. Titik potong yang diperoleh nilainya sama dengan nilai x, sehingga titik potong tersebut digunakan untuk mendapatkan nilai konsentrasi larutan elektrolit yaitu NaOH.
NaOH + HCl (2) 60 y = 0.1984x + 8.1212 R² = 0.9617
Volume
50 40 30
volume
20
Linear (volume)
10 0 0
100
200
300
t
Gambar 4.4 Grafik volume vs waktu Grafik ini digunakan untuk memperoleh nilai konsentrasi larutan elektrolit yang dapat dihitung dari persamaan garis yang diperoleh pada grafik. Grafik hubungan
17
antara volume dengan waktu memiliki tren berbanding lurus. Titik ekuivalen terletak pada penambahan titran sebesar 55,27 ml. Titik ekuivalen tersebut dapat menentukan konsentrasi dari NaOH. Nilai konsentrasi yang diperoleh adalah 0,018 N. Nilai konsentrasi rata rata untuk pengulangan 1 dan 2 adalah sebesar 0,0185 N, Konsentrasi yang diperoleh tidak mendekati konsentrasi yang sesuai dengan literatur yaitu sebesar 0,01 N. Hal ini disebabkan paad pembacaan volume per 20 detik kurang teliti. Grafik hubungan antara konduktansi vs volume adalah :
Volume vs. Konduktansi
Konduktansi
2000 y = -23.647x + 1964 R² = 0.9324
1500 1000
Series1
500
Linear (Series1)
0 0
20
40
60
Volume
Gambar 4.5 Grafik konduktansi vs volume Nilai konduktivitas NaOH awalnya mengalami penurunan saat penambahan HCl karena ion OH- dalam larutan berkurang sehingga konduktansinya berkurang atau menurun. Ion OH- berkurang karena adanya H+ yang ditambahkan yang mengakibatkan terjadi proses reaksi reduksi yang menyebabkan grafik menurun. Ion OH- tersebut akan habis setelah mencapai titik ekivalen karena telah bereaksi seluruhnya dengan H+. Penambahan HCl terus sampai grafik mulai meningkat lagi, hal ini disebabkan nilai konduktifitas meningkat kembali disebabkan karema adanya ion H+ didalam larutan yang disebabkan penambahan terus menerus larutan HCl. NaOH dan HCl adalah basa kuat dan asam kuat yang merupakan larutan elektrolit kuat, sehingga menghasilkan ion ion yang menyebabkan nilai konduktivitasnya dari menurun menjadi meningkat. Hal ini lah yang menyebabkan nilai konduktivitas awalnya menurun ketika ditambahkan HCl, karena ion OH- dari NaOH akan mengalami reaksi dengan ion H+ dari HCl. Nilai
18
konduktivitas berbanding terbalik dengan penambahan volumenya tergantung dari larutan elektrolit yang digunakan. Titrasi yang kedua yaitu titrasi antara NH3 dan HCl 10-2 N. Larutan NH3 berfungsi sebagai titrat sedangkan HCl sebagai titran. Penambahan titran dilakukan secara bertahap yaitu setiap waktu 20 detik. Proses yang dilukan sama dengan proses pada titrasi yang pertama. Penambahan titran dilakukan dengan sambil adanya pengadukan dengan stirer magnetik yang bertujuan supaya konduktansi di dalam larutan dapat merata dan memiliki nilai konduktansi yang sama pada setiap bagian larutannya. Titrasi ini juga dilakukan dua kali. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan nilai sebagai pembanding dan dapat mengetahui keakuratan antara nilai pertama dengan nilai kedua. Grafik yang diperoleh pada titrasi NH3 + HCl 10-2 N adalah :
konduktivitas (µs/cm)
Titrasi NH3 dengan HCl pengulangan (1) 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0
y = 4.2573x + 333.4 R² = 0.9244
Series1 Linear (Series1)
0
200
400
600
800
waktu (s)
Gambar 4.6 Grafik konduktivitas vs waktu Grafik hubungan antara konduktivitas dengan waktu ini dapat diperoleh dari hasil konduktometer terhadap waktu yang diukur pada titrat yang telah ditambahkan dengan titran. Grafik ini dapat menunjukkan titik potong pada grafik tersebut. Titik potong yang diperoleh nilainya sama dengan nilai x, sehingga titik potong tersebut digunakan untuk mendapatkan nilai konsentrasi larutan elektrolit yaitu NH3
19
Volume
NH3 + HCl (1) 160 140 120 100 80 60 40 20 0
y = 0.2061x + 14.557 R² = 0.9884
volume Linear (volume)
0
200
400
600
800
t
Gambar 4.7 Grafik volume vs waktu Grafik hubungan antara volume dengan waktu ini dapat diperoleh dari volume yang ditambahkan pada waktu per 20 detik. Grafik hubungan antara volume dengan waktu memiliki tren berbanding lurus, sehingga semakin besar waktu yang dibutuhkan untuk mencapat titik ekuivalen maka semakin besar pula volume yang ditambahkannya. Grafik ini digunakan untuk memperoleh nilai konsentrasi larutan elektrolit yang dapat dihitung dari persamaan garis yang diperoleh pada grafik. Titik ekuivalen terletak pada penambahan titran sebesar 47,09 ml. Titik ekuivalen tersebut dapat menentukan konsentrasi dari NH3. Nilai x yang belum diketahui dari persamaan garis tersebut dapat diperoleh dari nilai titik potong pada grafik hubungan antara konduktivitas dengan waktu. Nilai konsentrasi yang diperoleh adalah 0,02 N.
konduktivitas (µs/cm)
Titrasi NH3 dengan HCl pengulangan (2) 4000 y = 4.5324x + 805.11 R² = 0.8384
3000 2000
Series1
1000
Linear (Series1)
0 0
200
400
600
800
waktu (s)
Gambar 4.3 Gambar 4.8 Grafik konduktivitas vs waktu
20
Grafik ini dapat menunjukkan titik potong. Titik potong yang diperoleh nilainya sama dengan nilai x, sehingga titik potong yang tersebut digunakan untuk mendapatkan nilai konsentrasi larutan elektrolit yaitu NH3.
NH3 + HCl (2) y = 0.2912x + 21.651 R² = 0.9856
250
Volume
200 150 volume
100
Linear (volume)
50 0 0
200
400
600
800
t
Gambar 4.9 Grafik volume vs waktu Grafik ini digunakan untuk memperoleh nilai konsentrasi larutan elektrolit yang dapat dihitung dari persamaan garis yang diperoleh pada grafik. Grafik hubungan antara volume dengan waktu memiliki tren berbanding lurus. Titik ekuivalen terletak pada penambahan titran sebesar 52,26 ml. Titik ekuivalen tersebut dapat menentukan konsentrasi dari NH3. Nilai konsentrasi yang diperoleh adalah 0,02 N. Nilai konsentrasi rata rata untuk pengulangan 1 dan 2 adalah sebesar 0,02 N, Konsentrasi yang diperoleh tetap, hal ini menunjukkan pada proses titrasi penambahan volume per 20 detik adalah stabil atau konstan.
Volume Vs. Konduktansi 3500
Konduktansi
3000 2500
y = 17.024x + 577.92 R² = 0.9003
2000 1500
Series1
1000
Linear (Series1)
500 0 0
50
100
150
200
Volume
Gambar 4.10 Grafik konduktnasi vs volume
21
Nilai
konduktivitas
NH3
mengalami
peningkatan
seiring
dengan
ditambahkannya HCl. Hal ini disebabkan karena penambahan HCl akan meningktakan ion H+ di dalam larutan sehingga konduktivitasnya menjadi meningkat. NH3 dan HCl adalah basa lemah dan asam kuat yang merupakan larutan elektrolit, sehingga menghasilkan ion ion yang menyebabkan nilai konduktivitasnya dari rendah menjadi tinggi Nilai konduktivitas berbanding lurus dengan penambahan volumenya tergantung dari larutan elektrolit yang digunakan. Titrasi yang terakhir yaitu titrasi antara CH3COOH dan NH3 10-2 N. Larutan CH3COOH berfungsi sebagai titrat sedangkan NH3 sebagai titran. Penambahan titran dilakukan secara bertahap yaitu setiap waktu 20 detik. Proses yang dilukan sama dengan proses pada titrasi yang pertama. Penambahan titran dilakukan dengan sambil adanya pengadukan dengan stirer magnetik yang bertujuan supaya konduktansi di dalam larutan dapat merata dan memiliki nilai konduktansi yang sama pada setiap bagian larutannya. Titrasi ini juga dilakukan dua kali. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan nilai sebagai pembanding dan dapat mengetahui keakuratan antara nilai pertama dengan nilai kedua. Grafik yang diperoleh pada titrasi CH3COOH + NH310-2 N adalah :
konduktivitas (µs/cm)
Titrasi CH3COOH dengan NH3 pengulangan (1) 400
y = 1.8487x + 154.07 R² = 0.4061
300 200
Series1
100
Linear (Series1)
0 0
50
100
150
waktu (s)
Gambar 4.11 Grafik konduktivitas vs waktu Grafik hubungan antara konduktivitas dengan waktu ini dapat diperoleh dari hasil konduktometer terhadap waktu yang diukur pada titrat yang telah ditambahkan dengan titran. Grafik ini dapat menunjukkan titik potong pada grafik tersebut. Titik potong yang diperoleh nilainya sama dengan nilai x, sehingga titik potong
22
tersebut digunakan untuk mendapatkan nilai konsentrasi larutan elektrolit yaitu CH3COOH.
CH3COOH + NH3 (1) 60 y = 0.3643x + 12.333 R² = 0.9811
Volume
50 40 30
Volume
20
Linear (Volume)
10 0 0
50
100
150
t
Gambar 4.12 Grafik volume vs waktu Grafik hubungan antara volume dengan waktu ini dapat diperoleh dari volume yang ditambahkan pada waktu per 20 detik. Grafik hubungan antara volume dengan waktu memiliki tren berbanding lurus, sehingga semakin besar waktu yang dibutuhkan untuk mencapat titik ekuivalen maka semakin besar pula volume yang ditambahkannya. Grafik ini digunakan untuk memperoleh nilai konsentrasi larutan elektrolit yang dapat dihitung dari persamaan garis yang diperoleh pada grafik. Titik ekuivalen terletak pada penambahan titran sebesar 42,31 ml. Titik ekuivalen tersebut dapat menentukan konsentrasi dari CH3COOH. Nilai x yang belum diketahui dari persamaan garis tersebut dapat diperoleh dari nilai titik potong pada grafik hubungan antara konduktivitas dengan waktu. Nilai konsentrasi yang diperoleh adalah 0,02 N.
23
konduktivitas (µs/cm)
Titrasi CH3COOH dengan NH3 pengulangan (2) 400 350 300 250 200 150 100 50 0
y = 0.295x + 195.68 R² = 0.06
Series1 Linear (Series1)
0
50
100
150
200
250
waktu (s)
Gambar 4.3 Gambar 4.13 Grafik konduktivitas vs waktu Grafik ini dapat menunjukkan titik potong. Titik potong yang diperoleh nilainya sama dengan nilai x, sehingga titik potong yang tersebut digunakan untuk mendapatkan nilai konsentrasi larutan elektrolit yaitu CH3COOH.
CH3COOH + NH3 100
y = 0.4474x - 4.1667 R² = 0.9573
Volume
80 60
Volume
40
Linear (Volume)
20 0 0
50
100
150
200
250
t
Gambar 4.14 Grafik volume vs waktu Grafik ini digunakan untuk memperoleh nilai konsentrasi larutan elektrolit yang dapat dihitung dari persamaan garis yang diperoleh pada grafik. Grafik hubungan antara volume dengan waktu memiliki tren berbanding lurus. Titik ekuivalen terletak pada penambahan titran sebesar 66,63 ml. Titik ekuivalen tersebut dapat menentukan konsentrasi dari CH3COOH. Nilai konsentrasi yang diperoleh adalah
24
0,015 N. Nilai konsentrasi rata rata untuk pengulangan 1 dan 2 adalah sebesar 0,0175 N, Konsentrasi yang diperoleh tetap, hal ini menunjukkan pada proses titrasi penambahan volume per 20 detik adalah stabil atau konstan.
Volume Vs. Konduktansi 350
Konduktansi
300
y = 1.4522x + 187.52 R² = 0.443
250 200 150
Series1
100
Linear (Series1)
50 0
0
50
100
150
Volume
Gambar 4.15 Grafik konduktnasi vs volume Grafik menunjukkan bahwa kenaikan dan penurunan setelah mencapai titik ekuivalen. Kenaikan pada grafik disebabkan karena nilai konduktivitasnya meningkat setelah penambahan NH3. Penambahn NH3 menyebabkan ion H+ berkurang akibat dari bertambahnya ion dari NH3. CH3COOH dan NH3 keduanya adalah asam lemah dan basa lemah yang merupakan larutan elektrolit lemah, sehingga menghasilkan ion ion yang menyebabkan nilai konduktivitasnya dari tinggi menjadi rendah. Grafik yang diperoleh pada tiga macam titrasi sesuai dengan literatur. Pada titrasi pertama antara basa kuat NaOH dengan asam kuat HCl 10-2 N memiliki grafik yang menurun lalu akan meningkat setelah mencapai titik ekuivalennya. Titrasi kedua antara basa lemah NH3 dengan asam kuat HCl 10-2 N memiliki grafik meningkat dan terus mengalamai peningkatan nilai konduktifitas yang drastis. Titrasi yang terakhir adalah asam lemah CH3COOH dengan basa lemah NH310-2 N, nilai konduktifitasnya mengalami kenaikan seiring dengan bertambahnya volume titran, namun pada titrasi yang ketiga hasil tidak sesuai dengan literatur hal ini disebabkan pada proses pembacaan volume per 20 detik kurang teliti dan pada saat proses pengadukan menggunakan stirer magnetik nilai konduktivitas larutan ada yang tidak sama pada larutan tersebut.
BAB 5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan Adapun kesimpulan dalam percobaan ini adalah : -
Prinsip dasar dari titrasi konduktometri adalah substitusi ion – ion yang memiliki konduktivitas tertentu oleh ion – ion dengan konduktivitas lain yang berbeda. Titrasi konduktometri dapat digunakan sebagai analisis kuantitatif seperti penentuan kadar analit dalam suatu larutan atau sampel.
-
Konsentrasi pada larutan NaOH adalah 0,0185 N, larutan NH3 adalah 0,02 N dan larutan CH3COOH adalah 0,0175 N.
5.2 Saran Adapun saran dalam percobaan ini adalah teliti dalam pembacaan volume, karena pembacaan hasil volume akan berpengaruh pada grafik. Pengukuran konduktansi lebih mencermati pada grafik yang diperoleh pada aplikasi logger lite jangan sampai mengalami kelebihan dan saran lainnya adalah pengadukan harus dilakukan secara merata atau sempurna supaya memperoleh hasil yang sesuai.
DAFTAR PUSTAKA Hendayana. 1994. Kimia Analisis Instrumen. Semarang : IKIP Semarang. Khopkar. 1990. Konsep Dasar Kimia Analisis. Jakarta : UI Press. Nuryanti, R. 2010. Pembuatan dan Karakteristik Elektrolit Padat NaMn2.xMgxO4. Jurnal Kimia Sains dan Aplikasi 13 (01). Sciencelab. 2018. Material Safety Data Sheet Akuades [Serial Online]. www.sciencelab.com/msds.php?msdsid=9927321. Diakses pada tanggal 12 September 2018. Sciencelab. 2018. Material Safety Data Sheet Amonium Hidroksida [Serial Online]. www.sciencelab.com/msds.php?msdsid=9922918. Diakses pada tanggal 12 September 2018. Sciencelab. 2018. Material Safety Data Sheet Asam Asetat [Serial Online]. www.sciencelab.com/msds.php?msdsid=9922769. Diakses pada tanggal 12 September 2018. Sciencelab. 2018. Material Safety Data Sheet Asam Klorida [Serial Online]. www.sciencelab.com/msds.php?msdsid=9924285. Diakses pada tanggal 12 September 2018. Sciencelab. 2018. Material Safety Data Sheet Natrium Hidroksida [Serial Online]. www.sciencelab.com/msds.php?msdsid=9924997. Diakses pada tanggal 12 September 2018. Sciencelab. 2018. Material Safety Data Sheet Potassium Klorida [Serial Online]. www.sciencelab.com/msds.php?msdsid=9927402. Diakses pada tanggal 12 September 2018. Sukardjo. 1989. Kimia Anorganik . Yogyakarta : Rineka Cipta. Sumar. 1994. Kimia Analisis Instrumen. Semarang : IKIP Semarang. Suyati , T. 2010. Rancang Bangun Sistem Pengukuran Konduktivitas Larutan Elektrolit Menggunakan Mikrokontoler AT89C51. Jurnal Berkala Fisika 9 (03). Svehla. 1990. Vogel : Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dann Semimikro Edisi II. Jakarta : Kalman Media Pustaka.
LAMPIRAN Grafik hubungan antara volume vs konduktansi 1.
NaOH dengan HCl
Konduktansi
Volume vs. Konduktansi 2000 1800 1600 1400 1200 1000 800 600 400 200 0
y = -23.647x + 1964 R² = 0.9324
Series1 Linear (Series1)
0
10
20
30
40
50
60
Volume
2. NH3 dengan HCl
Volume Vs. konduktansi 3500 3000 y = 17.024x + 577.92 R² = 0.9003
Konduktansi
2500 2000
Series1
1500
Linear (Series1) 1000 500 0 0
50
100
Volume
150
200
28
3. CH3COOH dengan NH3
Volume vs. Konduktansi 350
Konduktansi
300
y = 1.4522x + 187.52 R² = 0.443
250 200 150
Series1
100
Linear (Series1)
50 0 0
20
40
60
80
100
120
Volume
Grafik hubungan antara konduktansi vs waktu (t) 1. NaOH dengan HCl a. Pengulangan 1
konduktivitas (µs/cm)
Titrasi NaOH dengan HCl pengulangan (1) 2500 2000 1500
y = -10.93x + 1916.1 R² = 0.8618 Series1
1000
Linear (Series1)
500 0 0
50
100 waktu (s)
150
200
29
b. Pengulangan 2
konduktivitas (µs/cm)
Titrasi NaOH dengan HCl pengulangan (2) 3000 2500 y = -4.3163x + 1700.4 R² = 0.6994 Series1
2000 1500
1000
Linear (Series1)
500 0 0
100
200
300
400
waktu (s)
2. NH3 dengan HCl a. Pengulangan 1
konduktivitas (µs/cm)
Titrasi NH3 dengan HCl pengulangan (1) 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0
y = 4.2573x + 333.4 R² = 0.9244
Series1 Linear (Series1)
0
200
400
600
800
waktu (s)
b. Pengulangan 2
konduktivitas (µs/cm)
Titrasi NH3 dengan HCl pengulangan (2) 4000 y = 4.5324x + 805.11 R² = 0.8384
3000 2000
Series1
1000
Linear (Series1)
0 0
200
400
waktu (s)
600
800
30
3. CH3COOH dengan NH3 a. Pengulangan 1
konduktivitas (µs/cm)
Titrasi CH3COOH dengan NH3 pengulangan (1) 400
y = 1.8487x + 154.07 R² = 0.4061
300 200
Series1
100
Linear (Series1)
0 0
50
100
150
waktu (s)
b. Pengulangan 2
konduktivitas (µs/cm)
Titrasi CH3COOH dengan NH3 pengulangan (2) 400 350 300 250 200 150 100 50 0
y = 0.295x + 195.68 R² = 0.06
Series1 Linear (Series1)
0
50
100
150
waktu (s)
200
250
31
Grafik hubungan antara volume vs T 1. NaOH dengan HCl a. Pengulangan 1
NaOH + HCl (1) 60
y = 0.4057x + 6.4333 R² = 0.9871
50
Volume
40 30
volume
20
Linear (volume)
10 0 0
50
100
150
t
X = 115, 708 (nilai perpotongan dari grafik konduktansi dengan waktu pada konduktometri) Y = V2 = 53,3760 M1.V1 = M2. V2 0,02.50 ml = M2. 53.38 M2 = 0,019 N
32
b. Pengulangan 2
NaOH + HCl (2) 60 y = 0.1984x + 8.1212 R² = 0.9617
50
Volume
40 30
volume
20
Linear (volume)
10 0 0
50
100
150
200
250
300
t
X = 237,658 (nilai perpotongan dari grafik konduktansi dengan waktu pada konduktometri) Y = V2 = 55,27 M1.V1 = M2. V2 0,02.50 ml = M2. 55,27 M2 = 0,018 N Jadi nilai rata rata M2 adalah 0,0185 N
33
2. NH3 dengan HCl a. Pengulangan 1
NH3 + HCl (1) 160
y = 0.2061x + 14.557 R² = 0.9884
140
Volume
120 100 80
volume
60
Linear (volume)
40
20 0 0
100
200
300
400
500
600
700
t
X = 157,846 (nilai perpotongan dari grafik konduktansi dengan waktu pada konduktometri) Y = V2 = 47,089 M1.V1 = M2. V2 0,02.50 ml = M2. 47,089 M2 = 0,02 N
34
b. Pengulangan 2
NH3 + HCl (2) 250
y = 0.2912x + 21.651 R² = 0.9856
Volume
200
150 volume 100
Linear (volume)
50
0 0
100
200
300
400
500
600
700
t
X = 105,115 (nilai perpotongan dari grafik konduktansi dengan waktu pada konduktometri) Y = V2 = 52,26 M1.V1 = M2. V2 0,02.50 ml = M2. 52,26 M2 = 0,02 N Jadi nilai rata rata M2 adalah 0,02 N
35
3. CH3COOH dengan NH3 a. Pengulangan 1
CH3COOH + NH3 (1) 60 y = 0.3643x + 12.333 R² = 0.9811
50
Volume
40 30
Volume Linear (Volume)
20 10 0 0
20
40
60
80
100
120
140
t
X = 82,305 (nilai perpotongan dari grafik konduktansi dengan waktu pada konduktometri) Y = V2 = 42,316 M1.V1 = M2. V2 0,02.50 ml = M2. 42,316 M2 = 0,02 N
36
b. Pengulangan 2
CH3COOH + NH3 100
y = 0.4474x - 4.1667 R² = 0.9573
90 80
Volume
70 60 50
Volume
40
Linear (Volume)
30 20 10 0 0
50
100
150
200
250
t
X = 158,247 (nilai perpotongan dari grafik konduktansi dengan waktu pada konduktometri) Y = V2 = 66,63 M1.V1 = M2. V2 0,02.50 ml = M2. 66,63 M2 = 0,015 N Jadi nilai rata rata M2 adalah 0,0175 N