LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI EKSPEDISI SELOK 2008
Disusun oleh : Rombongan A Kelompok 3 Swastika Oktavia Nungki Ayuningtyas Dyah Arum M. Indriawati G. Gunawan Ibadurrahman El Firdaus Adhi Nugroho Syafiq Naqsyabandi
(B1J007013) (B1J007017) (B1J007021) (B1J007023) (B1J007081) (B1J007083) (B1J007085) (B1J007101)
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS BIOLOGI PURWOKERTO 2009
ACARA I POPULASI DISTRIBUSI LONGITUDINAL Lymnaea sp.
Disusun oleh : Rombongan A Kelompok 3 Swastika Oktavia Nungki Ayuningtyas Dyah Arum M. Indriawati G. Gunawan Ibadurrahman El Firdaus Adhi Nugroho Syafiq Naqsyabandi Asisten
(B1J007013) (B1J007017) (B1J007021) (B1J007023) (B1J007081) (B1J007083) (B1J007085) (B1J007101)
: Fajar
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS BIOLOGI PURWOKERTO 2009
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ekologi air tawar sangat bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari. Air tawar sendiri penting karena merupakan sumber air rumah tangga dan industri yang murah, komponen air tawar merupakan daur hidrologis, dan ekosistem air tawar merupakan sistem disporsal / pembuangan yang mudah dan murah. Sungai merupakan tempat air mengalir dan membawa berbagai kebutuhan hidup manusia dan berbagai makhluk lain yang dilaluinya, merupakan bagian dari ekosistem air tawar. Meskipun luasan sungai dan jumlah air yang mengalir yang di dalamnya sangat sedikit jika dibandingkan dengan luas dan jumlah air yang di laut, namun sungai memiliki peranan penting secara langsung bagi kehidupan manusia dan makhluk di sekitarnya. Bila harus mendatangkan air dari laut, tentunya selain mahal dan lama, juga dibutuhkan teknologi tinggi untuk mentawarkan air laut tersebut.. Air sungai dingin dan jernih serta mengandung sedikit sedimen dan makanan. Aliran air dan gelombang secara konstan memberikan oksigen pada air. Suhu air bervariasi sesuai dengan ketinggian dan garis lintang. Komunitas yang berada di sungai berbeda dengan danau. Air sungai yang mengalir deras tidak mendukung keberadaan komunitas plankton untuk berdiam diri, karena akan terbawa arus. Sebagai gantinya terjadi fotosintesis dari ganggang yang melekat dan tanaman berakar, sehingga dapat mendukung rantai makanan. Komposisi komunitas hewan juga berbeda antara sungai, anak sungai, dan hilir. Di anak sungai sering dijumpai Ikan air tawar. Di hilir sering dijumpai ikan kucing dan gurame. Beberapa sungai besar dihuni oleh berbagai kura-kura dan ular. Khusus sungai di daerah tropis, dihuni oleh buaya dan lumba-lumba. Organisme sungai dapat bertahan tidak terbawa arus karena mengalami adaptasi evolusioner. Misalnya bertubuh tipis dorsoventral dan dapat melekat pada batu. Beberapa jenis serangga yang hidup di sisi-sisi hilir menghuni habitat kecil yang bebas dari pusaran air.
Selama musim panas, suhu air pada lapisan atas menjadi lebih tinggi dari pada air lapisan bawa sehingga hanya air pada lapisan atas yang mengalami sirkulasi dan tidak dapatbercampur dengan lapisan di bawahnya yang lebih dingin dan lebih padat sehingga terdapat lapisan dengan gradient temperatur yang tajam yang di sebut dengan thermocline. Setiap ekosistem dalam suatu wilayah selalu mengalami perkembangan menuju ke arah keseimbangan. Perkembangan ekosistem tersebut tergantung dari pola perkembangan komunitas yang ada di dalamnya. Secara umum perkembangan ekosistem yang dikenal dengan suksesi ekologi ini, melalui beberapa tahapan-tahapan perkembangan yang disebut sere. Setiap sere memberikan ciri-ciri khas tersendiri tergantung dari jenis-jenis dominan yang ada dan faktor pembatas fisiknya. Ciri-ciri ekosistem air tawar antara lain variasi suhu tidak menyolok, penetrasi cahaya kurang, dan terpengaruh oleh iklim dan cuaca. Macam tumbuhan yang terbanyak adalah jenis ganggang, sedangkan lainnya tumbuhan biji. Hampir semua filum hewan terdapat dalam air tawar. Organisme yang hidup di air tawar pada umumnya telah beradaptasi. Contoh hewan yang hidup sebagai benthos pada perairan mengalir dari kelompok moluska (Lymnaea sp. dan Tarebia sp.,), dan insekta (Caenis sp., Simulium sp.).
B. Tujuan
Tujuan dari penulisan laporan ini adalah memberikan pengetahuan serta mencari pengetahuan dari penyebaran distribusi longtudinal spesies Lymnaea sp. di sungai Banjaran dan Logawa.
II. MATERI DAN CARA KERJA
A. MATERI
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah formalin 4 %. Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah jala surber, botol film, dan label. B. CARA KERJA
1. Jala Surber dipasang melawan arus pada substrat dasar perairan. 2. Batuan yang berada di daerah luasan jala di usap-usap dengan tangan. 3. Disortir. 4. Diberi formalin hingga menjadi 4% dimasukkan dalam botol film. 5. Diberi label. 6. Diidentifikasi di laboratorium.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Tabel Distribusi Longitudinal Lymnaea di Sungai Banjaran dan Logawa ∑ Lymnaea sp. pada Beberapa Stasiun di Sungai Banjaran dan Logawa Beji
Banjaran
Tanjung
Sidabowa
Patikraja
105
114
6
31
8
B. Pembahasan
Air memiliki peranan penting bagi kelangsungan hidup organisme. Peranan penting itu antara lain sebagai medium pertumbuhan dan pergerakan organisme, serta sebagai pembawa nutrien bagi produsen pada ekosistem akuatik. Salah satu sumber air yang penting bagi organisme adalah sungai yang dikenal juga sebagai perairan lotik. Sungai merupakan salah satu ekosistem akuatik yang mengalir dari dataran tinggi menuju dataran rendah. Arus merupakan ciri khas ekosistem lotik ini dan penentu faktor lingkungan fisika dan kimia serta komposisi substrat dasar sungai (Siska, 2008). Menurut Odum (1988), Ada dua zona utama pada aliran air sungai, yaitu: 1. Zona air deras: daerah yang dangkal dimana kecepatan arus cukup tinggi untuk menyebabkan dasar sungai bersih dari endapan dan materi lain yang lepas, sehingga dasarnya padat. Zona ini dihuni oleh bentos yang beradaptasi khusus atau organisme ferifitik yang dapat melekat atau berpegang dengan kuat pada dasar yang padat, dan oleh ikan yang kuat berenang. Zona ini umumnya terdapat pada hulu sungai di daerah pegunungan. 2. Zona air tenang: bagian sungai yang dalam dimana kecepatan arus sudah berkurang, maka lumpur dan materi lepas cenderung mengendap di dasar, sehingga dasarnya lunak, tidak sesuai untuk bentos permukaan tetapi cocok untuk penggali nekton dan pada beberapa kasus, plankton. Zona ini banyak dijumpai pada daerah yang landai misalnya di pantai timur Sumatera, dan Kalimantan. Zonasi yang menonjol pada sungai adalah secara longitudinal. Pada sungai dapat dijumpai tingkat yang lebih tua dari hulu ke hilir. Perubahan lebih terlihat pada bagian atas dari aliran air, dan komposisi kimia berubah dengan cepat. Perubahan komposisi komunitas sewajarnya lebih jelas pada kilometer pertama dibandingkan 50 kilimeter terakhir (Odum, 1988). Ekosistem sungai sangat dipengaruhi oleh aktivitas manusia di daerah aliran sungai (DAS). Aktivitas manusia di Daerah Aliran Sungai sangat erat kaitannya dengan pemanfaatan air sungai di daerah pemukiman, industri, dan irigasi pertanian. Dengan demikian secara langsung atau tidak, sampah atau
limbah pemukiman, industri, dan pertanian masuk ke dalam sungai. Sampah atau limbah tersebut mengakibatkan menurunnya kualitas air dan berubahnya komposisi substrat dasar sungai menyebabkan organisme yang hidup di dalamnya yakni hewan makrobentos terganggu (Siska, 2008). Hewan makrobentos memegang peranan penting dalam eosistem perairan dan menduduki beberapa tingkatan trofik pada rantai makanan. Peranan penting tersebut karena mampu mengubah materi-materi authokton dan alokhton, sehingga memudahkan mikroba-mikroba menguraikan materi organik menjadi anorganik yang merupakan nutrien bagi produsen perairan. Hewan makrobentos adalah golongan invertebrata akuatik yang sebagian besar atau seluruh hidupnya berada di dasar perairan, sesil, atau merayap dengan ukuran lebih besar dari 1 mm. Pada umumnya hewan makrobentos ini berupa larva insekta, Mollusca, Oligochaeta, Crustacea-Amphipoda, Isopoda, Decapoda, dan Nematoda (Siska, 2008). Hewan makrobentos lebih tepat digunakan sebagai indikator pencemaran organik di suatu perairan, karena pencemaran organik memberikan pengaruh spesifik terhadap masing-masing spesies hewan makrobentos itu. Misalnya saja Diatom perrifiton yang banyak hidup melekat di dasar perairan. Diatom perrifiton sangat penting dalam ekosistem perairan karena merupakan produsen dalam rantai makanan yakni sebagai penghasil bahan organik dan oksigen (Siska, 2008). Berdasarkan hasil yang diperoleh dari pengambilan jumlah spesies Lymnaea sp. Di beberapa stasiun di dapatkan hasil bahwa penyebaran longitudinal Lymnaea sp. Menunjukkan bahwa lebih banyak Lymnaea sp. pada daerah sekitar aliran sungai didaerah hulu dan lebih sedikit ditemukan Lymnaea sp. pada daerah hilir, hal ini dapat dibuktikan dengan jumlah 144 pada stasiun Banjaran, 105 yang ditemukan di daerah Beji, 31 yang ditemukan pada stasiun Sidabowa, dan 10 yang ditemukan pada stasiun Patikraja, dan 6 di daerah tanjung. Dapat dilihat bahwa daerah hulu yaitu pada stasiun Banjaran lebih banyak ditemukan Lymnaea sp.. Menurut Parulian (2007), perairan mengalir (lotic) adalah suatu bentuk ekosistem perairan, dimana yang memegang peranan penting dan menjadi ciri khasnya ialah adanya aliran air yang menuju ke satu jurusan dan penambahan air baru dari satu jurusan yang lebih tinggi tempatnya. Disini kecepatan arus merupakan faktor yang
penting sebagai faktor pengendali dan pembatas utama, karena sangat mempengaruhi kehidupan organisme yang ada di dalamnya. Disamping itu perairan mengalir bersifat relatif lebih intensif, sehingga ekosistem perairan mengalir bersifat lebih terbuka dan kandungan oksigen terlarutnya relatif tinggi, karena luas permukaan yang berhubungan dengan udara lebih luas dan pergerakan air terus menerus. Menurut Odum (1988), Arus merupakan faktor pembatas utama pada aliran deras, tetapi dasar yang keras, terutama bila terdiri dari batu, dapat menyediakan permukaan yang cocok untuk organisme (flora dan fauna) untuk menempel dan melekat. Dasar di air tenang yang lunak dan terus menerus berubah umumnya membatasi organisme yang lebih kecil, tetapi kedalaman lebih besar lagi, dimana gerakan air lebih lambat, lebih sesuai untuk plankton. Berdasarkan beberapa pengambilan sampling Lymnaea sp. terdapat beberapa stasiun yang sedikit menemukan spesies ini, dimungkinkan sungai tersebut sudah terkena pencemaran lingkungan dikarenakan Lymnaea sp. merupakan organisme indikator pencemaran lingkungan. Menurut Parulian (2007), Indikator perairan adalah organisme yang menunjukkan keadaan atau kondisi lingkungan dari perairan yang bersangkutan. Konsep dari indikator tidak hanya menjelaskan mengenai masalah kehadiran atau ketidakhadiran suatu spesies organisme saja, tetapi juga menyangkut masalah struktur populasi dan tingkah lakunya. Sedangkan menurut Otto (2006), Bahan pencemar yang masuk ke badan air dapat menyebabkan perubahan pada kehidupan organisme perairan, termasuk bentos, plankton, maupun bakteri coli tinja. Indeks Diversitas (ID) bentos pada sungai yang tercemar akan ditemukan minimal 2 jenis mollusca makrobentos yang teridentifikasi yaitu Lymnaea sp. dan Physa sp., keduanya dikenal sebagai spesies indikator perairan tercemar. Pada sungai yang tercemar oleh buangan organik, pada umumnya hewan makrobentos akan mengalami perubahan komposisi. Perubahan ini disebabkan oleh tereduksinya hewan golongan tersebut. Dengan demikian, maka pencemaran organik tersebut akan menyebabkan perubahan distribusi longitudinal fauna hewan makrobentos tersebut. Hewan makrobentos indikator biologi yang baik untuk mengetahui tingkat
pencemaran
yang
terjadi
pada
suatu
perairan.
Pertumbuhan
dan
perkembangbiakan hewan makrobentos sangat tergantung pada kualitas dan kuantitas senyawa kimia yang terlarut dalam air. Pencemaran yang disebabkan oleh senyawa nitrogen memperlihatkan pengaruh khusus terhadap spesies Lymnaea sp. Konsentrasi amonia yang tinggi di dalam perairan dapat bersifat racun yang dapat membahayakan hewan dan vegetasi akuatik. Karena itu kelompok Lymnaea sp. ini merupakan indikator yang baik untuk pencemaran. Dengan demikian, penentuan status tingkat pencemaran air dapat ditinjau dari pola penyebaran spesies-spesies indikator Lymnaea sp. disepanjang aliran sungai.
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa : 1. Daerah sekitar aliran sungai didaerah hulu lebih banyak ditemukan Lymnaea sp. daripada daerah hilir dikarenakan besarnya arus sungai yang menyebabkan kadar O2 semakin banyak. 2. Lymnaea sp. merupakan indikator biologi yang baik untuk mengetahui tingkat pencemaran yang terjadi pada suatu perairan.
DAFTAR PUSTAKA
Chafik A, Cheggour M, Cossa D, Sifeddine SBM, 2001. Quality of Moroccan Atlantic coastal waters: water monitoring and mussel watching. Aquat. Living Resour 14: 239249. Chou CL, Paon LA, Moffat JD, King T 2003. Selection of bioindicators for monitoring marine environmental quality in the Bay of Fundy, Atlantic Canada. Marine Pollution Bulletin 46: 756762. Odum, E.P. 1988. Dasar-Dasar Ekologi. Gadjah Mada Univ. Press, Yogyakarta. Onrizal. 2005. Ekosistem Sungai dan Bantaran Sungai. Otto Sumarwoto, 2006. Industri Buang Limbah ke Citarum. Dinas Perindustrian & Perdagangan Jawa Barat. www.disperindag.go.id . Diakses pada tanggal 10 Januari 2009. Parulian T., Endang W, Asrul Siregar. 2007. Hidrobiologi. Universitas Terbuka. Jakarta. Rifqie, Arief. 2008. Seri Ekologi. www.arief-rifqie.wordpress.com. Diakses pada tanggal 10 Januari 2009. Siska, N. 2008. Hewan Makrobentos dan Diatom Perrifiton. www.iqbalali.com. Diakses pada tanggal 19 Januari 2009.
ACARA II KOMUNITAS KEANEKARAGAMAN BENTIK DI SUNGAI BANJARAN - LOGAWA
Disusun oleh : Rombongan A Kelompok 3 Swastika Oktavia Nungki Ayuningtyas Dyah Arum M. Indriawati G. Gunawan Ibadurrahman El Firdaus Adhi Nugroho Syafiq Naqsyabandi Asisten
(B1J007013) (B1J007017) (B1J007021) (B1J007023) (B1J007081) (B1J007083) (B1J007085) (B1J007101)
: Fajar
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS BIOLOGI PURWOKERTO 2009
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Panjang sungai merujuk pada keseluruhan panjang sungai dari hulu ke hilir ataupun panjang bahagian sungai yang dikaji. Panjang sungai boleh ditentukan dengan dua cara: (I) pengukuran langsung di lapangan dan (2) pengukuran daripada peta yang dilengkapkan dengan skala. Bagi anak sungai, pengukuran langsung dapat memberikan keputusan yang memuaskan. Pengukuran daripada peta boleh dilakukan dengan menggunakan pengukur peta. Panjang sungai menunjukkan variasi yang besar. Sungai-sungai yang terdapat di kawasan pergunungan pada amnya mempunyai ukuran yang pendek. Lebar sungai biasanya diukur di lapangan. Walau bagaimanapun, pengukuran lebar sungai secara langsung menimbulkan masalah kerana aras air yang sentiasa berubah. Untuk tujuan limnologi, pengukuran perlu dilakukan pada keseluruhan bahagian sungai, dari bahagian yang paling sempit hingga kepada bahagian yang paling luas. Daripada data ini lebar purata oleh diperoleh. Pengukuran lebar sungai daripada peta biasa tidak digalakkan. Peta biasa mempunyai kala yang kecil dan menyebabkan pengukuran lebar tidak tepat. Pengukuran suhu permukaan air boleh dilakukan dengan mudah. Sebarang jenis termometer boleh digunakan. Untuk kerja-kerja di lapangan, termometer yang mempunyai sarung daripada logam perlu diperoleh. Suhu air boleh juga diukur dengan alat elektrik yang mempunyai sensor, contohnya termistor. Alat ini mungkin mengandungi alat mencatat (kertas carta jalur) untuk menyusun suhu dengan masa. Untuk menentukan suhu pada kedalaman yang berbeza, termometer terbalik boleh digunakan. Termometer ini diturunkan ke dalam air pada kedalaman yang diperlukan dan diterbalikkan selepas lima minit. Bacaan suhu pada alat ini seterusnya akan menjadi tetap walaupun setibanya di permukaan. Untuk mencatatkan suhu maksimum dan minimum secara harian,
termometer maksimum-minimum boleh digunakan. Memandangkan keadaan ketaksekataan yang disebabkan oleh ombak, alat ini perlu diletakkan di bawah sedikit dari permukaan air supaya sentiasa terendam.
B. Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui atau menghitung parameter komunitas secara dengan pendekatan kuantitatip : Kekayaan spesies Indeks keragaman Indeks dominasi Indeks kemerataan
II. MATERI DAN CARA KERJA
A. Materi
Materi yang diperlukan adalah jala surber, formalin 4 %, pinset, label, kantong plastik, dan botol film.
B. Cara kerja
Jala surber dipasang melewati arus pada substrat dasar perairan. Batuan yang berada di daerah luasan jala di usap-usap dengan tangan. Makrobenthos yang di dapatkan dibersihkan dari bahan-bahan lain, kemudian dimasukan ke dalam kantong plastik. Disortir (hand sorting) Diberi formalin hingga menjadi 4% dimasukan dalam botol film, dan diberi label. Makrobenthos diidentifikasi di laboratorium dan di hitung jumlahnya.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
No
Ordo
Famili
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
Ephepteroptera Plecoptera Pleoptera Coleoptera Coleoptera Trichoptera Coleoptera
Heptagenilidae Pheronaroydae
Ephemeroptera Trichoptera Odonata Odonata Odonata Flattened
Genus
Species
Isopeda Elmidae Ptelceiidae Cheamatopsychc Chrysomelidae Heptayenilidae Baetidae
P. serricolis
Rhitrogena sp. Hydropsyche
Zygoptera Caenagrionidae Calepterygidae Leptophlebiidae
Σ 2 2 1 27 3 2 1 1 5 4 3 2 12 5
Tabel 1. Data Bentik Rombongan A
No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
Ordo Ephemeroptera Plecoptera Tricoptera Odonata Neurptera Megalotera Coleoptera Anisoptera
Famili
Genus
Species
Derallus sp. Perliolidae Dobochopoidae Heptageniidae Gomnidae Tabel 2. Data Bentik Rombongan B
Rhitrogena sp.
Σ 10 82 28 6 3 5 1 2 1 2 2 2
1. Ordo : Branchiotdellid ( Crayfish ) Jumlah : 9 2. Familia : Libellulidae Ordo : Odonata Jumlah : 5
Famillia : Glossosomatidae Jumlah : 1 ( sungai ) 11. Ordo : Famillia : Hydropsychidae Jumlah : 7 ( sungai )
3. Classis : Tubellaria Jumlah : 5
12. Ordo : Plecoptera Famillia : Chloroperlidae
4. Ordo : Neuroptera Familia : Sissyridae
Jumlah : 2 ( sungai )
Jumlah : 3 5. Classis : Mollusca Subclassis : Gastropoda Ordo : Neotaenioglossa Familia : Hydrodiidae Genus : Potamopyngus Spesies : potamopyrgus antipodarum Jumlah : 6 ( sungai ) 6. Phyllum : Annelida Classis : Hinudinae Genus : Hirudo Spesies : Hirudo medicinalis 7. Ordo : Trichoptera Familia : Ryachophilidae Genus : Ryacophila Spesies : Ryacophila caroling Jumlah : 8 ( sungai ) 8. Spesies : Haemopus sanguisuga 9. Spesies : Gammarus sp Jumlah : 12 ( pasir kering ),( pasir basah ) 1 10. Ordo : Trichoptera
13. Famillia : Eustheniidae Jumlah : 2 ( sungai ) 14. Classis : Oligochoeta Jumlah : 1 ( sungai ) 15. Ordo : Diptera Famillia : Chironomidae Jumlah : 7 ( sungai ) 16. Classis : Crustaceae Sub Classis : Ordo : Diplastraca Jumlah : 5 ( sungai)
Tabel 3. Data Bentik Rombongan C
No 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Ordo Famili Trichoptera Hydropsychidae Diecoptera Periodidae Plecoptera Chloroperlidae Ephemeroptera Baetidae Ephemeroptera Amletopsidae Emlipthera Elmidae
Genus
Species
Σ 11 1 2 4 4 1
Species
Σ
Tabel 4. Data Bentik Rombongan D
No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Ordo Ephemeroptera Diptera Ephemeroptera Tricoptera
Famili Ephemerellidae Ephyridae Siphlonuridae Hidropsychidae Libellulidae Neuropetra Perllodidae Chloroperlidae
Genus
Isoperla Sweltsa
Crutaceae Tabel 5. Data Bentik Rombongan E
B. Pembahasan
Dalam praktikum ditemukan kurang lebih 5 ordo dari class insecta, dengan klasifikasi sebagai berikut : Divisio Arthropoda Classis Insecta Ordo Ephemeroptera Familia Heptageniidae Genus Rhitrogona Spesies Rhitrogona sp. Familia Baetidae Ordo Plecoptera Familia Pteronarcydae Familia Perlodidae Genus Isoperla Ordo Coleoptera Familia Elmidae Familia Ptylodactylidae Genus Ptylodactilidae Spesies P. serricolis Familia Chrysomelidae Ordo Trichoptera Familia Hydropsychidae Genus Hydropsyche Genus Cheumatopsyche ( famili tidak ditemukan dalam pustaka ) Ordo Odonata Subordo Zygoptera Familia Coenagrionidae Familia Calopterygidae 1. Ordo Ephemeroptera Serangga yang juga sering disebut sebagai serangga musim semi adalah serangga yang bertubuh sangat lunak, memanjang, dan berukuran sedang,
yang mempunyai ekor seperti benang yang panjang banyaknya dua atau tiga buah. Mereka seringkali didapatkan dekat kolam-kolam tau aliran air. Yang dewasa mempunyai sayap-sayap yang tipis dengan rangka sayap yang banyak. Sungut-sungutnya kecil dan seperti rambut dan tidak meluas. (Borror, 1992). Berdasarkan hasil dari data pengamatan. Hanya ditemukan dua famili anggota Ephemeroptera, yakni : a. Famili Heptageniidae Ini adalah famili kedua yang terbesar dari serangga akhir musim semi di Amerika-utara, dan anggota-anggotanya adalah umum dan sangat luas tersebar. Nimfa-nimfa adalah bentuk-bentuk yang tergeletak bergelimpangan seenaknya, biasanya berwarna hitam, yang mempunyai kepala dan tubuh yang gepeng. Kebanyakan jenis terdapat disebelah sisi bawah batu-batuan di aliran air, tetapi beberapa terdapat di sungai-sungai yang berpasir dan kolam-kolam yang banyak endapannya. Seranggaserangga yang dewasa mempunyai dua filamen ekor dan dua pasang interkalari kubitus yang agak sejajar, dan MA pada sayap belakang bercabang. Tarsi bagian belakang lima ruas ( kecuali pada Pseudiron lima ruas). Salah satu spesies famili ini yang ditemukan adalah Rhithrogona sp. b. Famili Baetidae Merupakan famili yang terbesar dari serangga akhir-musim-semi di Amerika utara, dan anggota-anggotanya adalah umum dan sangat luas tersebar. Nimfa terdapat pada berbagai habitat aquatik. Yang dewasa adalah kecil ( sayap depan 2-12 mm ), memiliki sayap-sayap depan memanjang-bulat telur dan sayap-saya belakang sangat kecil atau tidak ada. Baetidae berbeda dari serangga dari serangga akhir-musim-semi lainnya yakni memiliki sayap-sayap belakang yang kecil atau tidak ada yang hanya mempunyai dua filamen ekor, satu atau dua rangka-sayap longitudinal utama, dan dasar-dasar MA2 dan MP2 yang mengalami atrofi. Mata yang jantan terbagi, dengan bagian atas berbentuk gasing. 2. Ordo Plecoptera
Merupakan serangga yang kebanyakan berukuran medium atu kecil, agak gepeng, bertubuh lunak, dan berwarna agak kelabu kusam yang terdapat dekat aliran-aliran air atau tepi-tepi danau yang berbatu. Ini merupakan penerbangan-penerbangan yang lemah dan jarang terdapat jauh dari air. Kebanyakan jenis mempunyai empat sayap yang berselaput tipis. Sayapsayap depan memanjang dan agak sempit dan biasanya memiliki sereretan rangka sayap yang menyilang antara M dan CU1 dan antara CU1 dan CU2. Sayap-sayap belakang agak lebih pendek dari pada sayap depan dan biasanya mempunyai gelambir dubur yang berkembang biak tyang terlipat seperti kipas bila sayap-sayap dalam keadaan istirahat. Beberapa jenis lalat batu mempunyai sayap-sayap yang menyusut atau tidak ada, biasanya pada serangga jantan. Lalat batu pada waktu istirahat meletakan sayap-sayapnya datar di atas abdomen. Sungutnya panjang, ramping, dan banyak ruas. Lalat batu mengalami metamorfosis yang sederhana, dan tahapan-tahapan perkembangan nimfa adalah akuatik. Berdasarkan hasil dari data pengamatan. Hanya ditemukan dua famili anggota Ordo Plecoptera , yakni : a. Famili Pteronarcydae Famili ini mencangkup serangga-serangga yang terbesar di famili ini ; yang betina dari jenis bagian timur yang umumnya yaitu Pteronacys dorsata, kadang-kadang dapat mencapai panjang ( diukur sampai ujung sayap) 65 mm. Nimfa-nimfa tersebut adalah pemakan tumbuh-tumbuhan dan terdapat disungai-sungai yang berukuran sedang sampai sangat besar. Yang dewasa akti hidup malam hari dan sering kali mendatangi cahayacahaya. Mereka tidak makan. Mereka kelihatan kelihatan pada waktu akhir musim semi sampai permulaan musim panas. b. Famili Perlodidae Ditemukan jenis isoperla, famili ini biasanya mempunyai sayap-sayap yang hijau dan tubuhnya berwarna kuning atau hijau dan panjangnya 6-15 mm. Yang dewasa terutama pemakan serbuk sari dan kebiasaannya aktif pada waktu siang hari. Jenis lainnya yang kurang umum adalh berwarna coklat atau hitam dan panjangnya 10-25 mm. Nimfanya omnivor atau
karnifor. Dari famili ini ditemukan genus isoperla. 3. Ordo Coleoptera Adalah ordo yang terbesar dari serangga-serangga dan mengandung kirakira 40% dari jenis yang terkenal dalam Hexapoda. Salah satu sifat-sifat yang jelas dari ordo Coloeptera adalah adalah struktur sayap-sayapnya. Kebanyakan kumbang mempunyai empat saya, dengan pasangan yang depan menebal, seperti kulit atau keras dan rapuh, dan biasanya bertemu dalam satu garis lurus dibawah tengah punggung dan menutupi sayap-sayap belakang. Sayap-sayap belakang berselaput tipis, dan biasanya lebih panjang dari pada sayap-sayap depan, dan apabila pada keadaan istirahat, biasanya terlipat dibawah sayap-sayap depan.sayap-sayap belakang umumnya satu-satunya yang dipakai sebagai penerbangan. Berdasarkan hasil dari data pengamatan. Hanya ditemukan 3 famili anggota Ordo Coleopoptera , yakni : a. Famili Elmidae Disebut juga kumbang-kumbang air terjun, kumbang-kumbang ini biasanya terdapat pada batu-batau atau tanah di air terjun dar aliranaliran air. Beberapa jenis terdapat dalam kolam-kolam dan paya-paya, dan beberapa adalah kumbang darat. Kumbang-kumbang air terjun agak silindris bentuknya, dengan elitra yang sangat halus atau agak bergeligi dan kebanyakan dari mereka panjangnya 3,5 mm atau kurang. Larvanya panjang dan ramping. b. Famili Ptylodactylidae Bentuknya bulat telur memanjang, warna kecoklat-coklatan, panjangnya 4-6 mm, dan kepalanya biasanya tidak kelihatan dari atas. Sungut seperti gergaji pada yang betina, dan seperti sisir pada yang jantan (ruas-ruas 410 masing-masing mengandung satu juluran dasar yang ramping kirakirasama panjangnya dengan ruas). Tarsi adalah 5-5-5, dengan ruas yang ketiga bergelambir di bawah dan yang keempat seringkali kecil. Ptilodactylid terdapat pada tumbuhan-tumbuhan terutama pada tempattempat yang berpaya-paya. Beberapa larvae adalah akuatik dan yang lain-lainnya terdapat dalam kayu-kayu mati yang lembab. Dari famili ini
ditemukan spesies P. serricolis. c. Famili Chrysomelidae Disebut juga kumbang-kumbang daun, sangat erat kaitannya dengan Cerambycidae, kedua kelompok ini mempunyai struktur tarsus yang serupa. Biasanya mempunyai sungut yang lebih pendek dan lebih kecil dan bentuknya lebih bulat-telur daripada cerambycid. Hampir semuanya panjangnya kurang dari 12 mm. 4. Ordo Trichoptera Nama lainnya lalat ngengat adalah serangga-serangga berukuran kecil sampai dengan agak mirip dengan ngengat penampilan umumnya. Empat sayap yang berselaput tipis agak berambut (dan kadang-kadang mengandung sisik juga), dan mereka biasanya diletakkan seperti atap di atas abdomen pada wakti istirahat. Sungutnya panjang dan ramping. Kebanyakan adalah serangga yang berwarna kotor, tetapi beberapa kelihatan berpola. Bagianbagian mulutnya adalah tipe penggigit dengan palpus yang berkembang baik tetapi dengan mandibel yang sangat menyusut. Mengalami metamorfosis yang sempurna, dan larvanya akuatik. Salah satu spesies (genus Hydropshyche) yang ditemukan adalah dari famili Hydropsychidae, yakni lalat-lalat ngengat pengikat jaring, yang dewasa dari dua kelamin mempunyai palpus maksila 5 ruas dengan ruas yang terakhir memanjang. Mata tunggal tidak ada, dan mesoskutum tidak mempunyai bungkul-bungkul. Kebanyakan jenis kecoklat-coklatan, dengan syap agak bertotol-totol. Larvae terdapat di bagian-bagian aliran-aliran air yang arusnya paling kuat. Mereka membuat satu tempat persembunyian seperti bungkusan pasir, kerikil atau kotoran tanah dan dekat tempat persembunyian ini membuat satu jaring yang berbentuk mangkuk dengan sisi cembung jaring mengarah ke atas. Spesies lain yang ditemukan adalah dari genus Cheumatopshyche. 5. Ordo Odonata Serangga yang relatif besar dan seringkali berwarna bagus dan menggunakan sebagian besar hidupnya dalam penerbangan. Tahapan-tahapan pradewasa adalah akuatik. Dan yang dewasa biasanya terdapat dekat air. Capung dan
capung jarum yang dewasa sangat mudah dikenali. Keempat sayap memanjang, banyak rangka-rangka sayap dan berselaput. Mata majemuk besar, berfaset banyak dan seringkali hampir menempati seluruh bagian kepala. Toraks relatis kecil dan kompak, dan permukaan dorsal pterotoraks, antara protonum dan dasar sayap terbentuk oleh sklerit-sklerit pleura. Sungut sangat kecil dan seperti rambut. Abdomen panjang dan langsing. Sersi tidak beruas dan berfungsi sebagai organ-organ pendekap pada yang jantan. Bagian-bagian mulut adalah tipe penggigit, dan mengalami metamorfosis sederhana. Nimfa semuanya akuatik dan makan berbagai macam organisme akuatik yang kecil. Nimfa-nimfa mempunyai labium yang termodifikasi mejadi struktur beruas yang khusus dimana korban ditangkap. Labium dilipat dibawah kepala bila tidak dipakai. Spesies yang ditemukan berasal dari subordo zygoptera, yakni capung jarum yang memiliki sayap depan dan sayap belakang serupa bentuknya, keduanya menyempit pada bagian dasarnya, dan sayap-sayap tersebut pada waktu istirahat diletakkan di atas tubuh bersama-sama atau sedikit melebar. Kepala secara transversal memanjang. Yang jantan mempunyai empat embelan pada ujung abdomen ; sepasang superior (sersi) dan sepasang inferior (paroprok). Nimfa-nimfa memiliki tiga insang seperti daun pada ujung abdomen. Dari subordo ini ditemukan dua famili, yakni : a. Famili Calopterygidae Disebut juga capung-capung jarum bersayap lebar, anggota-anggota dari kelompok ini secara relatif adalah capung-capung jarum yang besar yang memiliki dasar sayap yang semakin sempit, tidak bertangkai seperti pada famili-famili lain dari zygoptera. Terdapat di sepanjang aliran-aliran air. b. Famili Coenagrionidae Famili ini adalah capung yang sangat besar, dengan banyak genera dan jenis. Pada yang jantan berwarna lebih cemerlang daripada yang betina. Kebanyakan dari mereka adalah penerbang-penerbang yang agak lemah dan bilamana hinggap, biasanya tubuhnya ditahan horizontal dan sayapsayap diletakkan bersama-sama di atas tubuh.
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan : 1. Komunitas bentik disungai terdiri dari beberapa spesies yang termasuk Class insecta (serangga), dengan pembagian sebagai berikut : Ordo Ephemeroptera Familia Heptageniidae Genus Rhitrogona Spesies Rhitrogona sp. Familia Baetidae Ordo Plecoptera Familia Pteronarcydae Familia Perlodidae Genus Isoperla Ordo Coleoptera Familia Elmidae Familia Ptylodactylidae Genus Ptylodactilidae Spesies P. serricolis Familia Chrysomelidae Ordo Trichoptera Familia Hydropsychidae Genus Hydropsyche Genus Cheumatopsyche ( famili tidak ditemukan dalam pustaka ) Ordo Odonata Subordo Zygoptera Familia Coenagrionidae Familia Calopterygidae 2. Komunitas bentik di air di dominasi serangga akuatik dengan familia Elmidae sebagai famili paling dominan jika dilihat dari jumlahnya.
DAFTAR PUSTAKA
Baumann, R. W. 1987. Order Plecoptera. Oxvord University. Oxvord. Borror, J D. 1992. Pengenalan Pelajaran Serangga Edisi keenam. Gadjah mada university press. Yogyakarta http :// wikipedia.com (diakses pada tanggal 12 januari 2009 pukul 16.00 WIB)
ACARA III KOMUNITAS DISTRIBUSI HEWAN INFAUNA TANAH
Disusun oleh : Kelompok A3 Swastika Oktavia Nungki Ayuningtyas Dyah Arum M. Indriawati G. Gunawan Ibadurrahman El Firdaus Adhi Nugroho Syafiq Naqsyabandi
(B1J007013) (B1J007017) (B1J007021) (B1J007023) (B1J007081) (B1J007083) (B1J007085) (B1J007101)
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS BIOLOGI PURWOKERTO
2009 I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Walaupun sungai dan tasik merupakan ekosistem akuatik yang medium utamanya ialah air, namun terdapat perbezaan besar antara kedua-dua ekosistem ini. Perbezaan utama adalah dari segi pergerakan air dan bahan. Pergerakan air satu arah merupakan ciri sungai. Sungai lembut dan berselut. Sepanjang pengaliran air ke laut, sungai menempuhi kecerunan setempat dan substrat (batuan yang rintang dan juga tidak rintang) yang berlainan. Perbezaan ini mewujudkan lubuk dan jeram di sepanjang saliran sistem sungai. Lubuk merupakan kawasan pemendakan dan dicirikan oleh dasar yang berselut. Lubuk membentuk satu persekitaran lentik (air tidak bergerak) di sungai yang agak berbeza komposisi faunanya daripada kawasan jeram. Berbeda dengan lubuk, kawasan jeram merupakan kawasan air laju dan cetek. Proses hakisan yang pesat di sini menjadikan dasar kawasan jeram terbentuk daripada batu dan kelikir. Struktur komuniti akuatik di sungai dipengaruhi oleh perubahan faktor abiotik dari hulu ke muara. Mengikut konsep kontinum sungai, komuniti biota perlu menyesuai kepada keadaan fisiokimia dan dinamik yang berbeza di sepanjang aliran sungai. Berdasarkan konsep ini, sungai dibahagikan kepada tiga bahagian utama: hulu sungai (headwater), sungai pertengahan (middle reach) dan muara (lowermost reach). Pada amnya, hulu sungai menunjukkan ciri heterotrop, iaitu tenaga yang digunakan dalam proses respirasi oleh komuniti haiwan dan tumbuhan melebihi tenaga yang ditetapkan oleh proses fotosintesis. Keadaan ini wujud disebabkan bahagian sungai ini pada amnya redup kerana dinaungi oleh tumbuhan yang hidup di tebing sungai. Tumbuhan daratan ini juga bertanggungjawab menyumbangkan sarap seperti daun, kulit kayu dan dahan ke dalam sistem. Komuniti makroinvertebrata kebanyakannya diwakili oleh penghancur (shredder) dan pengumpul (co//ector). Penghancur merupakan spesies bentos yang memakan bahan organik yang kasar (daun dan kulit kayu), manakala pengumpul pula ialah organisma yang menuras zarah organik yang halus daripada
air ataupun yang ditemui di dasar. Satu lagi ciri hulu sungai ialah kemasukan bahan organik zarahan yang kasar dari sistem daratan. Berlainan daripada hulu sungai, sungai pertengahan pula dicirikan oleh sifat autotrop. Tumbuhan daratan yang sedikit di tebing sungai, ditambah pula dengan keadaan air yang jemih dan cetek, membenarkan fotosintesis kasar melebih respirasi komuniti. Keadaan ini menggalakkan perkembangan tumbuhan akuatik di tepi sungai. Makroinvertebrat diwakili kebanyakannya oleh pengumpul dan peragut (grazer). Peragut merupakan organisma bentos yang memakan alga dan bahan organik lain yang melekat di permukaan yang terendam. Di sungai pertengahan, kemasukan bahan organik zarahan yang kasar dari persekitaran daratan semakin berkurangan, manakala input bahan organik zarahan yang halus dari bahagian hulu meningkat. Disebabkan oleh kedalaman dan kekeruhan yang meningkat di muara, maka kadar fotosintesis semakin berkurangan. Terdapat peralihan daripada peringkat autotrop kepada heterotrop. Muara sangat bergantung pada input bahan organik zarahan yang halus dari bahagian hulu. Di bahagian sungai
ini, komuniti
pengumpul merupakan kumpulan makroinvertebrat yang penting. Untuk berjaya hidup dalam persekitaran yang airnya bergerak satu arah, tumbuhan dan haiwan perlu mempunyai penyesuaian. Salah satu penyesuaian yang diperlihatkan oleh organisma sungai ialah penyesuaian kelakuan. Kelakuan mengelakkan arus laju merupakan penyesuaian yang paling ketara dan menjadi satu fenomenon yang biasa ditemui. Sekiranya kita mengalihkan batu atau kayu yang terbenam di dalam air, beberapa fauna sungai boleh ditemui. Tabiat melekap dan bersembunyi di substrat begini memberikannya perlindungan daripada arus kuat. Hasil yang sama boleh didapati dengan membuat luba!1g di dasar atau melekat di tumbuhan akuatik. Selain daripada mendiami bahagian bawah substrat yang terendam dan lubang di dasar, bentos boleh didapati dengan banyak di kawasan arus yang perlahan seperti di lubuk. Pengurangan saiz merupakan salah satu daripada penyesuaian morfologi. Badan yang kecil membenarkan hewan menjalar dan bergerak hampir dengan substrat kerana halaju air di sini sangat berkurangan. Protozoa, nematod dan rotifer yang berbadan kecil boleh menduduki celah-celah batu. Badan lintah yang
leper memberikan kelebihan kepada organisma ini untuk hidup di air deras. Penyesuaian morfologi bukan sahaja ditunjukkan oleh bentos sungai tetapi juga diperlihatkan oleh organisma lain. Alga yang ditemui di sungai pada amnya terdiri daripada jenis yang melekap kuat pada substrat untuk mengelak daripada dibawa arus. Bagi nekton terutamanya ikan, lalu arus merupakan sifat penyesuaian yang penting. Sifat ini membolehkan ikan bergerak dengan mudah dan pantas di air yang berarus. Pergerakan cepat ini sangat perlu untuk kemandirian sama ada untuk mencari makanan ataupun untuk mengelakkan diri daripada haiwan pemangsa. Dalam mengestimasi kepadatan populasi hewan tanah terlebih dahulu dilakukan pengambilan contoh hewan tanah tersebut, karena hewan tanah itu tercampur dengan tanah. Metoda pengambilan contoh hewan tanah sangat banyak macamnya, tetapi tidak satu pun diantaranya dapat digunakan untuk semua kelompok hewan tanah. Masing-masing metoda hanya memberikan hasil yang sahih untuk kelompok hewan tanah tertentu. Beberapa metoda pengambilan alam stdaerah temperata. Metoda-metoda ini juga dapat digunakan di daerah tropika. Kelompok hewan tanah sangat banyak dan beraneka ragam, mulai dari Protozoa, Rotifera, Nematoda, Annelida, Mollusca, Arthropoda hingga vertebrata. Hewan tanah dapat dikelompokkan atas dasar ukuran tubuhnya, kehadirannya di tanah, habitat yang di pilihnya, dan kegiatan makannya. Berdasarkan ukuran tubuhnya hewan-hewan tersebut dikelompokkan atas mikrofauna, mesofauna dan makrofauna. Ukuran mikrofauna berkisar antara 20 sampai dengan 200 mikron, mesofauna antara 200 mikron sampai dengan satu sentimeter, dan makrofauna lebih dari satu sentimeter ukurannya. Berdasarkan kehadirannya, hewan tanah dibagi atas kelompok transien, temporer, periodik dan permanen. Berdasarkan habitatnya, hewan tanah ada yang digolongkan sebagai epigeon, hemiedafon dan euedafon. Hewan epigeon hidup pada lapisan tumbuh-tumbuhan di permukaan tanah, hemiedafon pada lapisan organik tanah, dan yang euedafon hidup pada tanah lapisan mineral. Berdasarkan kegiatan makannya hewan tanah itu ada yang bersifat herbivora, saprovora, fungivora dan predator. Dalam studi ekologi hewan tanah, pengukuran factor lingkungan abiotik penting dilakukan karena besarnyapengaruh factor abiotik itu terhadap keberadaan
dan kepadatan populasi hewan yang diteliti. Hewan tanah yang dipelajari memerlukan metode-metode pengambilan contoh lapangan karena hewan infauna tanah itu relative kecil dan tercampur dengan tanah.
B. Tujuan
Mengetahui atau menghitung parameter komunitas secara dengan pendekatan kuantitatif meliputi : Kekayaan spesies Indeks keragaman Indeks dominansi Indeks kemerataan
II. MATERI DAN CARA KERJA
A. Materi
Alat yang digunakan pada praktikum iniantara lain : nampan, pinset, tali rafia, botol filum, pathok, kertas label. Bahan yang digunakan pada praktikum ini antara lain : formalin 4%.
B. Cara Kerja
Cara kerja yang digunakan pada praktikum ini adalah 1. Buatlah kuadrat ukuran 40 x 40 cm2 pada petak yang akan diobservasi 2. Siramlah petak tersebut dengan formalin 4% secra bertahap 3. Tunggu beberapa saat kemudian, sampai hewan infauna keluar 4. Gunakan pinset untuk mengambil hewan infauna tanah kemudian masukkan ke dalam botol filum 5. Setelah tidak nampak, ada yang keluar lagi lakukan pengedukan, ambil hewan yang ada masukkan dalam botol filum 6. Awtekan dalam formalin 4% 7. Beri label 8. Di labolatorium, lakukan identifikasi.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
1. Gambar
Neuroptera
Oligochaeta
2. Data Hewan Infauna Tanah di Sungai Banjaran dan Logawa Data Infauna Tanah Rombongan A (Stasiun: Beji) Cacing Serangga tanah Semut Kaki seribu
Data Infauna Tanah Rombongan B (Stasiun: Banjaran) Cacing tanah Semut/serangga Infauna pinggir rawa Infauna lumpur/rawa
Data Infauna Tanah Rombongan C Cacing Semut Laba-laba
Data Infauna Tanah Rombongan D Cacing
Serangga
Semut
Laba-laba
Rayap
Data Infauna Tanah Rombongan E Cacing Semut hitam Semut merah Kelabang Laba-laba
B. Pembahasan
Ada empat kelompok besar fauna yang diketahui : 1). Infauna (hewan yang hidup didalam sedimen); 2). Fauna Motil (fauna motil berasosiasi dengan lapisan permukaan sedimen; 3). Epifauna Sesil (organisme yang menempel pada bagian lamun); dan Fauna Epibentik Fauna (fauna yang berukuran besar dan bergerak diantara lamun) (Howard et al. 1989). Hewan infauna tanah merupakan hewan yang hidup di dalam tanah.Daerah yang akan menjadi sampel pengambilan hewan infauna tanah yaitu Sungai Banjaran dan Logawa. Untuk pengambilan sampel terdapat beberapa terminal diantaranya Stasiun A berada di Beji, dengan infauna tanah berupa cacing, serangga tanah, semut dan kaki seribu. Stasiun B berada di Banjaran, infauna tanah yang ditemukan seperti cacing tanah, semut, serangga. Stasiun C berada di Tanjung dan infauna tanah yang ditemukan adalah cacing, semut dan laba-laba. Stasiun D berada di Sidabowa dengan infauna tanah yang berupa cacing, semut, rayap, serangga dan laba-laba. Stasiun E berada di Patikraja, hewan infauna tanah yang ditemukan adalah cacing, laba-laba, kelabang, semut hitam dan semut merah. Berdasarkan hasil yang didapat, ada beberapa hal atau faktor yang kelembaban tanah, dan kandungan sulfur tanah. Nilai pH berhubungan sangat signifikan dengan keanekaragaman dan kekayaan hewan infauna tanah. Sedangkan faktor suhu, kelembaban dan kandungan sulfur tanah tidak secara signifikan berhubungan dengan indeks keanekaragaman, kemerataan dan juga kekayaan hewan infauna tanah. Berikut ini dijelaskan beberapa ordo yang didapat dari sampel : Ordo neuroptera Serangga-serangga ini adalah serangga yang bertubuh lunak dengan empat sayap yang berselaput tipis yang memiliki sangat banyak rangka sayap yang melintang dan cabang-cabang ekstra rangka-rangka sayap longitudinal. Sayap depan dan belakang memiliki bentuk dan kerangka sayap serupa dan biasanya diletakkan seperti atap diatas tubuh pada waktu istirahat. Tipe alat mulut
mandibulata. Antena panjang dan terdiri dari banyak ruas. Tarsi lima ruas dan tidak memiliki sersi. Larva berbentuk compodeiform. Kebanyakan larva sebagai pemangsa. Habitat larvanya berbeda-beda, tergantung jenisnya beberapa kelompok aktif pada tanaman (=arboreal), contohnya aphid lions yang terlihat bebas dan sering melakukan kamuflase dengan reruntuhan/puing, beberapa hidup di tanah (=geophiles), contohnya ant-lions yang dikenal membuat lubang jebakan untuk mangsanya, dan sebagian lagi ada yang hidup di air (family Sisyridae), contohnya yang bersifat parasit pada freshwater sponges. Neuroptera yang dewasa terdapat pada berbagai tempat. Serangga ini pada saat pupa mempunyai mandibel besar, yang berfungsi untuk merobek kokon sehingga serangga dewasa dapat muncul. Kebanyakan yang dewasa bersifat sebagai pemangsa. Serangga dewasa adalah penerbang yang agak lemah, aktif pada tanaman, kadang-kadang ditemukan pada tempat terang/bercahaya. Beberapa spesies dari serangga ini meletakkan telur seperti benang, peletakkan telur tersebut dapat menghindari pemangsaan oleh serangga lain dan diperkirakan dapat menghindari kanibalisme. Beberapa famili yang sering dijumpai adalah, Sialidae, Corydalidae, dan lain-lain. Perbedaan antara Megaloptera, Raphidioptera dan Neuroptera Ciri-ciri
Megaloptera
Raphidioptera
Neuroptera
Habitat (L)
Akuatik
Terrestrial
Sebagian
besar
terrestrial Kebiasaan
Predator
Predator
makan (L) Alat mulut (L)
Predator (1 family parasit)
Umum - md
Umum - md
Menghisap (md+mx)
Sistem
Holotropik
Holotropik
pencernaan(L)
Blind
midgut
(meconium)
Insang (L)
Sepasang - abd
Jarang/tidak ada
Biasanya tdk ada
Pupasi (L)
Terbuat dari tanah
Terbuat dari tanah
Kokon
sutera
(tabung malpigi) Tipe pupa (P)
Eksarata/decticous
Eksarata/decticous
Eksarata/decticous
Imago
Sebagian
besar Predator
Predator
tidak makan Anal lobe (I)
+
-
-
Ordo Oligochaeta Cacing tanah termasuk hewan tingkat rendah karena tidak mempunyai tulang belakang (invertebrata). Cacing tanah termasuk kelas Oligochaeta. Famili terpenting dari kelas ini Megascilicidae dan Lumbricidae. Cacing tanah dapat digunakan sebagai: 1) Bahan Pakan Ternak Berkat kandungan protein, lemak dan mineralnya yang tinggi, cacing dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak seperti unggas, ikan, udang dan kodok. 2) Bahan Baku Obat dan bahan ramuan untuk penyembuhan penyakit. Secara tradisional cacing tanah dipercaya dapat meredakan demam, menurunkan tekanan darah, menyembuhkan bronchitis, reumatik sendi, sakit gigi dan tipus. 3) Bahan Baku Kosmetik Cacing dapat diolah untuk digunakan sebagai pelembab kulit dan bahan baku pembuatan lipstik. 4) Makanan Manusia Cacing merupakan sumber protein yang berpotensi untuk dimasukkan sebagai bahan makanan manusia seperti halnya daging sapi atau Ayam.
KESIMPULAN
1. Sampel pengambilan hewan infauna tanah berada di Sungai BanjaranLogawa dengan 5 stasiun yaitu Stasiun A: Beji, Stasiun B: Banjaran, Stasiun C: Tanjung, Stasiun D: Sidabowa dan Stasiun E: Patikraja. 2. Indeks keragaman dan indeks kemerataan tertinggi berada di Sidabowa dan Patikraja. 3. Faktor yang berpengaruh terhadap indeks keragaman dan indeks kemerataan yaitu suhu, nilai pH, kelembaban tanah dan kandungan sulfur tanah.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.google.com/ Keanekaragaman Hewan Tanah (Infauna) di Puncak Gunung Ijen Kabupaten Banyuwangi. Diakses tanggal 12 Januari 2009. Krebs, C.K. 1985. Ecology. Harver and Row Publisher, New York. Odum, E.P. 1993. Dasar-dasar Ekologi. Diterjemahkan dari Fundamental of Ecology oleh Subiyanto. Gadjah mada University Press., Yogyakarta. Suin, N.M. 2002. Metoda Ekologi. Universitas Andalas, Padang.
ACARA IV EKOSISTEM SIKLUS MATERI DAN ALIRAN ENERGI
Disusun oleh : Rombongan A Kelompok 3 Swastika Oktavia Nungki Ayuningtyas Dyah Arum M. Indriawati G. Gunawan Ibadurrahman El Firdaus Adhi Nugroho Syafiq Naqsyabandi Asisten
(B1J007013) (B1J007017) (B1J007021) (B1J007023) (B1J007081) (B1J007083) (B1J007085) (B1J007101)
: Fajar
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS BIOLOGI PURWOKERTO 2009
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tingkat organisasi yang lebih tinggi dari komunitas adalah ekosistem. Di sini tidak hanya mencakup serangkain spesies tumbuhan saja, tetapi juga segala macam bentuk materi yang melakukan siklus dalam sistem itu, dan energi yang menjadi sumber kekuatan bagi ekosistem. Sinar matahari merupakan sumber energi dalam sebuah ekosistem, yang oleh tumbuhan dapat diubah menajdi energi kimia melalui proses fotosintesis. Pembentukan jaringan hidup selanjutnya tentu saja bergantung pula pada kemampuan tumbuhan menyerap pelbagai bahan mineral dari dalam tanah, yang seterusnya diolah dalam proses metabolisme. Beberapa bagian jaringan hidup yang dibentuk, seperti daun, buah, biji dan umbi, dapat dimakan oelh herbivora, dan kemudian hewan itu menjadi mangsa karnivora yang lebih besar. Akhirnya, semua jaringan hidup, baik dari hewan maupun tumbuhan akan mati, jatuh ke tanah sebagai sampah , dan menjadi bahan makanan bagi anekaragaman mikroba tanah. Sampah tumbuhan dan hewan ini diubah oleh mikroba tanah melalui proses pembusukan menjadi humus, serta diuraiakn menjadi bahan mineral proses mineralisasi. Jadi dalam tanah itu dapat juga dijumpai dua jenis mikroba, yaitu mikroba prmbusuk dan mikroba pengurai. Berdasarkan uraian yang singkat di atas itu tampak dalam sebuah ekosistem terdapat rantai makanan (Sukirman, 2006). Organisme dalam kelompok ekologis yang terlibat dalam rantai makanan digolongkan dalam tingkat-tingkat trofik. Tingkat trofik tersusun dari seluruh organisme pada rantai makanan yang bernomor sama dalam tingkat memakan (Suranto, 2008). Sumber asal energi adalah matahari. Tumbuhan yang menghasilkan gula lewat proses fotosintesis hanya memakai energi matahari dan C02 dari udara. Oleh karena itu, tumbuhan tersebut digolongkan dalam tingkat trofik pertama. Hewan herbivora atau organisme yang memakan tumbuhan termasuk anggota tingkat trofik kedua. Karnivora yang secara langsung memakan herbivora
termasuk tingkat trofik ketiga, sedangkan karnivora yang memakan karnivora di tingkat trofik tiga termasuk dalam anggota tingkat trofik keempat (Suranto, 2008). Para ahli ekologi mengkategorikan elemen-elemen yang membentuk atau yang memberi efek pada sebuah ekosistem menjadi 6 bagian utama berdasarkan para aliran energi dan nutrien yang mengalir pada sistem: 1. Matahari 2. Bahan-bahan abiotik 3. Produsen 4. Konsumen Pertama 5. Konsumen Kedua 6. Pengurai Tingkatan-tingkatan energi yang berkesinambungan yang berlangsung dalam bentuk makanan ini disebut rantai makanan. Di dalam sebuah rantai makanan yang sederhana rumput adalah produsen, konsumen pertama seperti kelinci memakan rumput. Kelinci selanjutnya dimakan oleh konsumen kedua misalnya ular atau macan. Bakteri pengurai menghancurkan sisa-sisa rumput yang mati, kelinci, ular, dan macan yang tidak termakan, sama halnya seperti menghancurkan kotoran binatang. Sebagian besar ekosistem memiliki suatu variasi produsen, konsumen dan pengurai yang membentuk sebuah rantai makanan yang saling tumpang tindih yang dinamakan jaringan makanan. Jaringan-jaringan makanan terutama sekali terdapat di ekosistem wilayah tropis dan ekosistem lautan. Energi yang berpindah melalui sebuah ekosistem berada dalam sebuah urutan transformasi. Pertama produsen merubah sinar matahari menjadi energi kimia yang disimpan di dalam protoplasma (sel-sel tumbuhan) di dalam tanaman. Selanjutnya konsumen pertama memakan tanaman, merubah energi menjadi bentuk energi kimia yang berbeda yang disimpan di dalam sel-sel tubuh. Energi ini berubah kembali ketika konsumen kedua makan konsumen pertama. Karena begitu banyaknya energi yang lepas sebagai panas pada setiap langkah dari rantai makanan, semua ekosistem mengembangkan sebuah piramida energi. Tanaman sebagai produsen menempati bagian dasar piramid, herbivora (konsumen pertama) membentuk bagian berikutnya, dan karnivora (komsumen
kedua) membentuk puncak piramida. Piramid tersebut mencerminkan kenyataan bahwa banyak energi yang melewati tanaman dibandingkan dengan herbivora, dan lebih banyak yang melalui herbivora dibandingkan dengan karnivora. Di
dalam
ekosistem-ekosistem
daratan
piramida
energi
tersebut
menghasilkan sebuah piramida biomasa (berat). Ini berarti bahwa berat total dari tanaman-tanaman adalah lebih besar dibandingkan dengan berat total herbivora yang melampaui berat total karnivora. Tetapi di dalam lautan biomasa (berat) tanaman-tanaman dan binatang-binatang adalah sama. Ahli-ahli ekologi mengumpulkan informasi pada sebuah piramida biomasa pada Isle Royale. Mereka meneliti hubungan piramida diantara tanaman, rusa dan serigala. Dalam sebuah penelitian mereka menemukan bahwa diperlukan tanaman seberat 346 kg untuk makanan rusa seberat 27 kg. Rusa seberat inilah yang diperlukan untuk makanan serigala seberat 0,45 kg.
B. Tujuan
Praktikum kali ini bertujuan untuk memahami pola interaksi pada ekosistem sungai, rawa pasang surut, pantai berpasir, hutan heterogen, dan hutan homogen, serta dapat membuat jaring-jaring makanan, siklus materi dan aliran energinya, dan juga dapat membuat piramida biomassa untuk setiap ekosistem.
II. MATERI DAN CARA KERJA
A. Materi
Materi yang digunakan pada praktikum ini adalah alat tulis dan rafia
B. Cara Kerja
1. 5 macam ekosistem diamati, yaitu ekosistem sungai, rawa pasang surut, pantai berpasir, hutan homogen, dan hutan heterogen. 2. Dibuat daftar untuk tiap spesies (hewan dan tumbuhan) yang terlihat pada masing-masing ekosistem. 3. Dibuat daftar hewan yang tidak terlihat tetapi dapat dipastikan ada di ekosistem tersebut dengan menanyakan ke penduduk sekitar. 4. Estimasi biomassa dilakukan pada masing-masing hewan/tumbuhan. a. Untuk tumbuhan perdu/rumput dan hewan berukuran kecil, dibuat kuadrat 1 m X 1 m, dengan mengestimasi beratnya. b. Untuk pohon dilakukan penghitungan jumahnya tiap 5 m X 5 m dan berat tiap pohon diestimasikan. 5. Data dimasukkan dalam tabel. 6. Tiap tumbuhan, hewan dalam kelompok digolongkan tingkatan trofiknya. 7. Biomassa dihitung tiap komponen ekosistem dalam satuan hektar 8. Berdasarkan data, dibuat jaring-jaring makanan, piramida ekologi dan perbedaan antara masing-masing ekosistem tersebut dibandingkan.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
B. Pembahasan
Ekosistem merupakan suatu interaksi yang kompleks dan memiliki penyusun yang beragam. Di bumi ada bermacam-macam ekosistem. 1. Susunan Ekosistem Dilihat dari susunan dan fungsinya, suatu ekosistem tersusun atas komponen sebagai berikut: a. Komponen autotrof (Auto = sendiri dan trophikos = menyediakan makan). Autotrof adalah organisme yang mampu menyediakan/mensintesis makanan sendiri yang berupa bahan organik dari bahan anorganik dengan bantuan energi seperti matahari dan kimia. Komponen autotrof berfungsi sebagai produsen, contohnya tumbuh-tumbuhan hijau. b. Komponen heterotrof (Heteros = berbeda, trophikos = makanan). Heterotrof merupakan organisme yang memanfaatkan bahan-bahan organik sebagai makanannya dan bahan tersebut disediakan oleh organisme lain. Yang tergolong heterotrof adalah manusia, hewan, jamur, dan mikroba. c. Bahan tak hidup (abiotik) Bahan tak hidup yaitu komponen fisik dan kimia yang terdiri dari tanah, air, udara, sinar matahari. Bahan tak hidup merupakan medium atau substrat tempat berlangsungnya kehidupan, atau lingkungan tempat hidup. d. Pengurai (dekomposer) Pengurai adalah organisme heterotrof yang menguraikan bahan organik yang berasal dari organisme mati (bahan organik kompleks). Organisme pengurai menyerap sebagian hasil penguraian tersebut dan melepaskan bahan-bahan yang sederhana yang dapat digunakan kembali oleh produsen. Termasuk pengurai ini adalah bakteri dan jamur.\
2. Macam-macam Ekosistem
Secara garis besar ekosistem dibedakan menjadi ekosistem darat dan ekosistem perairan. Ekosistem perairan dibedakan atas ekosistem air tawar dan ekosistem air Laut. a. Ekosistem darat Ekosistem darat ialah ekosistem yang lingkungan fisiknya berupa daratan. Berdasarkan letak geografisnya (garis lintangnya), ekosistem darat dibedakan menjadi beberapa bioma, yaitu bioma gurun, bioma padang rumput, bioma hutan gugur, bioma taiga, bioma tundra b. Ekosistem Air Tawar Ciri-ciri ekosistem air tawar antara lain variasi suhu tidak menyolok, penetrasi cahaya kurang, dan terpengaruh oleh iklim dan cuaca. Macam tumbuhan yang terbanyak adalah jenis ganggang, sedangkan lainnya tumbuhan biji. Hampir semua filum hewan terdapat dalam air tawar. Organisme yang hidup di air tawar pada umumnya telah beradaptasi. Ekosistem air tawar dihuni oleh nekton. Nekton merupakan hewan yang bergerak aktif dengan menggunakan otot yang kuat. Hewan tingkat tinggi yang hidup di ekosistem air tawar, misalnya ikan, dalam mengatasi perbedaan tekanan osmosis melakukan osmoregulasi untuk memelihara keseimbangan air dalam tubuhnya melalui sistem ekskresi, insang, dan pencernaan. Tumbuhan yang hidup di air tawar biasanya bersel satu dan dinding selnya kuat seperti beberapa alga biru dan alga hijau. Air masuk ke dalam sel hingga maksimum dan akan berhenti sendiri. Tumbuhan tingkat tinggi, seperti teratai (Nymphaea gigantea), mempunyai akar jangkar (akar sulur). Hewan dan tumbuhan rendah yang hidup di habitat air, tekanan osmosisnya sama dengan tekanan osmosis lingkungan atau isotonis. Habitat air tawar merupakan perantara habitat laut dan habitat darat. Penggolongan organisme dalam air dapat berdasarkan aliran energi dan kebiasaan hidup. 1. Berdasarkan aliran energi, organisme dibagi menjadi autotrof (tumbuhan), dan fagotrof (makrokonsumen), yaitu karnivora predator, parasit, dan saprotrof atau organisme yang hidup pada substrat sisa-sisa organisme. 2. Berdasarkan kebiasaan hidup, organisme dibedakan sebagai berikut.
a. Plankton;
terdiri alas fitoplankton dan zooplankton; biasanya melayang-
layang (bergerak pasif) mengikuti gerak aliran air. b. Nekton; hewan yang aktif berenang dalam air, misalnya ikan c. Neuston; organisme yang mengapung atau berenang di permukaan air atau bertempat pada permukaan air, misalnya serangga air. d. Perifiton; merupakan tumbuhan atau hewan yang melekat/bergantung pada tumbuhan atau benda lain, misalnya keong. e. Bentos; hewan dan tumbuhan yang hidup di dasar atau hidup pada endapan.
Bentos
dapat
sessil
(melekat)
atau
bergerak
bebas,
misalnya cacing dan remis. Lihat Gambar. Ekosistem air tawar digolongkan menjadi air tenang dan air mengalir. Termasuk ekosistem air tenang adalah danau dan rawa, termasuk ekosistem air mengalir adalah sungai. 1. Danau Danau merupakan suatu badan air yang menggenang dan luasnya mulai dari beberapa meter persegi hingga ratusan meter persegi. Di danau terdapat pembagian daerah berdasarkan penetrasi cahaya matahari. Daerah yang dapat ditembus cahaya matahari sehingga terjadi fotosintesis disebut daerah fotik. Daerah yang tidak tertembus cahaya matahari disebut daerah afotik. Di danau juga terdapat daerah perubahan temperatur yang drastis atau termoklin. Termoklin memisahkan daerah yang hangat di atas dengan daerah dingin di dasar. 2. Sungai Sungai adalah suatu badan air yang mengalir ke satu arah. Air sungai dingin dan jernih serta mengandung sedikit sedimen dan makanan. Aliran air dan gelombang secara konstan memberikan oksigen pada air. Suhu air bervariasi sesuai dengan ketinggian dan garis lintang. Komunitas yang berada di sungai berbeda dengan danau. Air sungai yang mengalir deras tidak mendukung keberadaan komunitas plankton untuk berdiam diri, karena akan terbawa arus. Sebagai gantinya terjadi fotosintesis dari ganggang yang melekat dan tanaman berakar, sehingga dapat mendukung rantai makanan.
Komposisi komunitas hewan juga berbeda antara sungai, anak sungai, dan hilir. Di anak sungai sering dijumpai Man air tawar. Di hilir sering dijumpai ikan kucing dan gurame. Beberapa sungai besar dihuni oleh berbagai kura-kura dan ular. Khusus sungai di daerah tropis, dihuni oleh buaya dan lumba-lumba. Organisme sungai dapat bertahan tidak terbawa arus karena mengalami adaptasi evolusioner. Misalnya bertubuh tipis dorsoventral dan dapat melekat pada batu. Beberapa jenis serangga yang hidup di sisi-sisi hilir menghuni habitat kecil yang bebas dari pusaran air. c. Ekosistem air laut Ekosistem air laut dibedakan atas lautan, pantai, estuari, dan terumbu karang. 1. Laut Habitat laut (oseanik) ditandai oleh salinitas (kadar garam) yang tinggi dengan ion CI- mencapai 55% terutama di daerah laut tropik, karena suhunya tinggi dan penguapan besar. Di daerah tropik, suhu laut sekitar 25°C. Perbedaan suhu bagian atas dan bawah tinggi. Batas antara lapisan air yang panas di bagian atas dengan air yang dingin di bagian bawah disebut daerah termoklin. Di daerah dingin, suhu air laut merata sehingga air dapat bercampur, maka daerah permukaan laut tetap subur dan banyak plankton serta ikan. Gerakan air dari pantai ke tengah menyebabkan air bagian atas turun ke bawah dan sebaliknya, sehingga memungkinkan terbentuknya rantai makanan yang berlangsung balk. Habitat laut dapat dibedakan berdasarkan kedalamannya dan wilayah permukaannya secara horizontal. 2. Ekosistem pantai Ekosistem pantai letaknya berbatasan dengan ekosistem darat, laut, dan daerah pasang surut. Ekosistem pantai dipengaruhi oleh siklus harian pasang surut laut. Organisme yang hidup di pantai memiliki adaptasi struktural sehingga dapat melekat erat di substrat keras.
Daerah paling atas pantai hanya terendam saat pasang naik tinggi. Daerah ini dihuni oleh beberapa jenis ganggang, moluska, dan remis yang menjadi konsumsi bagi kepiting dan burung pantai. Daerah tengah pantai terendam saat pasang tinggi dan pasang rendah. Daerah ini dihuni oleh ganggang, porifera, anemon laut, remis dan kerang, siput herbivora dan karnivora, kepiting, landak laut, bintang laut, dan ikan-ikan kecil. Daerah pantai terdalam terendam saat air pasang maupun surut. Daerah ini dihuni oleh beragam invertebrata dan ikan serta rumput laut. Komunitas tumbuhan berturut-turut dari daerah pasang surut ke arah darat dibedakan sebagai berikut. 1. Formasi pes caprae Dinamakan demikian karena yang paling banyak tumbuh di gundukan pasir adalah tumbuhan Ipomoea pes caprae yang tahan terhadap hempasan gelombang dan angin; tumbuhan ini menjalar dan berdaun tebal. Tumbuhan lainnya adalah Spinifex littorius (rumput angin), Vigna, Euphorbia atoto, dan Canaualia martina. Lebih ke arah darat lagi ditumbuhi Crinum asiaticum (bakung), Pandanus tectorius (pandan), dan Scaeuola Fruescens (babakoan). 2. Formasi baringtonia Daerah ini didominasi tumbuhan baringtonia, termasuk di dalamnya Wedelia, Thespesia, Terminalia, Guettarda, dan Erythrina. Bila tanah di daerah pasang surut berlumpur, maka kawasan ini berupa hutan bakau yang memiliki akar napas. Akar napas merupakan adaptasi tumbuhan di daerah berlumpur yang kurang oksigen. Selain berfungsi untuk mengambil oksigen, akar ini juga dapat digunakan sebagai penahan dari pasang surut gelombang. Yang termasuk tumbuhan di hutan bakau antara lain Nypa, Acathus, Rhizophora, dan Cerbera. Jika tanah pasang surut tidak terlalu basah, pohon yang sering tumbuh adalah: Heriticra, Lumnitzera, Acgicras, dan Cylocarpus. 3. Estuari Estuari (muara) merupakan tempat bersatunya sungai dengan laut. Estuari sering dipagari oleh lempengan lumpur intertidal yang luas atau rawa garam.
Salinitas air berubah secara bertahap mulai dari daerah air tawar ke laut. Salinitas ini juga dipengaruhi oleh siklus harian dengan pasang surut aimya. Nutrien dari sungai memperkaya estuari. Komunitas tumbuhan yang hidup di estuari antara lain rumput rawa garam, ganggang, dan fitoplankton. Komunitas hewannya antara lain berbagai cacing, kerang, kepiting, dan ikan. Bahkan ada beberapa invertebrata laut dan ikan laut yang menjadikan estuari sebagai tempat kawin atau bermigrasi untuk menuju habitat air tawar. Estuari juga merupakan tempat mencari makan bagi vertebrata semi air, yaitu unggas air. Ekosistem dapat terjadi karena adanya aksi interaksi. Di dalam aksi interaksi terjadi aliran energi dan daur materi. Aksi interaksi memiliki pola-pola interaksi sebagai berikut: 1. Rantai makanan Yaitu proses makan (konsumen) dan dimakan (produsen). Suatu organisme hidup akan selalu membutuhkan organisme lain dan lingkungan hidupnya. Hubungan yang terjadi antara individu dengan lingkungannya sangat kompleks, bersifat saling mempengaruhi atau timbal balik. Hubungan timbal balik antara unsur-unsur hayati dengan nonhayati membentuk sistem ekologi yang disebut ekosistem. Di dalam ekosistem terjadi rantai makanan, aliran energi, dan siklus biogeokimia. Rantai makanan adalah pengalihan energi dari sumbernya dalam tumbuhan melalui sederetan organisme yang makan dan yang dimakan. Para ilmuwan ekologi mengenal tiga macam rantai pokok, yaitu rantai pemangsa, rantai parasit, dan rantai saprofit. 2. Aliran Energi Merupakan proses mengalirnya energi dimulai dari cahaya matahari ke produser (diubah dalam bentuk energi kimia), konsumen, kemudian tersebar ke lingkungan dalam bentuk panas. 3. Jaring-jaring makanan Merupakan bentuk rantai makanan yang sangat kompleks. Semakin kompleks jaring-jaring makanan menunjukkan semakin kompleksnya aliran energi dan aliran makanan. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya kestabilan
komunitas dan kestabilan ekosistem. Artinya, jika salah satu spesies hilang, jaring-jaring makanan masih tetap bisa berjalan. Sebaliknya, jika jaring-jaring makanan itu sederhana, jika salah satu spesies hilang, maka aliran energi dan aliran makanan di dlam ekosistem tersebut akan kacau. 4. Piramida Ekologi Didalam ekosistem alami, biasanya produser yang menepati tingkat trifik pertama memiliki jumlah yang lebih besar dibandingkan konsumer I, dan konsumer I memiliki jumlah lebih besar dari jumlah konsumer II. Jika digambarkan, akan berbentuk piramida dengan bentuk ujung yang semakin meruncing. Itulah sebababnya disebut dengan piramida ekologi. a. Piramida Jumlah Individu Di dalam ekosistem normal, jumlah individu yang berada pada tingkat trofik I paling melimpah > Tingkat trofik selanjutnya. Ini berarti di dalam ekosistem normal: S Produser > S Herbivora > S Karnivora. b. Piramida Biomassa Biomassa adalah berat total komponen biotik pada area tertentu pada suatu waktu. Untuk menetukan biomassa di dalam ekosistem dilakukan teknik sampling guna memperkirakan keseluruhannya. Biomassa diukur dalam gram/m2. Piramida biomassa dapat memberikan gambaran yang realistik tentang aliran energi di dalam ekosistem. c. Piramida Energi Piramida energi dapat menggambarkan keadaan dalam jangka waktu yang lebih lama. Piramida energi dibuat berdasar observasi dalam jangka waktu lama, sehigga dapat memberikan gambaran yang lebih akurat tentang aliran energi suatu ekosistem. Di dalam ekosistem normal terjadi penurunan energi akibat pemborosan energi. d. Daur Biogeokimia Daur biogeokimia menggambarkan mekanisme yang dapat menjamin keberlangsungan penyediaan bahan yang dapat diberikan oleh komponen abiotik kepada komponen biotik. Dalam proses ini terlihat bahwa komponen konsumer makro dapat berfungsi sebagai pemercepat proses daur, sedangkan produser dan konsumer mikro yang menjadi pelaksana pokok dalam daur tersebut.
Berdasarkan data pengamatan, perbandingan jaring-jaring makanan, piramida ekologi dan aliran energi antara ekosistem pantai berpasir, ekosistem sungai, ekosistem rawa, ekosistem hutan heterogen dan hutan homogen yaitu pada ekosistem pantai berpasir, menunjukkan suatu rantai makanan dan piramida ekologi yang tidak seimbang, artinya, pada saat dibuat dengan mekanisme piramida ekologi, tidak menunjukkan bentuk yang megerucut sebagaimana mestinya. Produsen dengan biomassa 1.026.100 kg/ha. Konsumen I dengan biomassa 10.353 kg/ha berupa hewan herbivora, antara Belalang, Kumbang, Keong, Semut, Capung, Serangga Pasir dan Serangga Hijau. Konsumen II dengan biomassa 2.226.402 kg/ha menunjukkan sebuah mekanisme yang sudah tidak seimbang karena antara konsumen II > konsumen I. Konsumen III dengan biomassa 90.000 kg/ha < konsumen II, artinya konsumen II akan lebih lestari keberadaannya. Siklus energi yang terjadi pun merupakan siklus antara produsen dengan konsumen, juga dekomposer yang akan menguraikannya menjadi suatu unsur hara. Unsur hara ini akan langsung dimanfaatkan oleh produsen sebagai bahan makanannya. Sedangkan hasil dari dekomposer akan mengendap menjadi batu bara. Pemakaian batu bara akan menghasilkan gas CO2. Gas CO2 ini akan berkumpul di atmosfer, dengan radiasi sinar matahari itulah yang akan dimanfaatkan oleh produsen. Berdasarkan data pengamatan ekosistem rawa, tingkat paling bawah yaitu produsen antara lain rumput, eceng gondok, pohon kelapa, pohon pisang, nipah akantus dan beberapa pohon yang lain dengan biomassa 6.902.500 kg/ha. Kemudian produsen akan dimakan oleh konsumen I yaitu hewan herbivora (jangkrik, lymnaea, kepik, udang, bekicot, capung, belalang, kutu loncat, kaki seribu, dengan biomassa 5.616.200 kg/ha. Ini menunjukkan persediaan produsen akan mencukupi bahan makanan konsumen I. Konsumen I akan dimangsa oleh konsumen II (katak, ikan, Burung Serwiti, Biawak dan Kadal) dengan biomassa 281.900 kg/ha. Konsumen II akan dimakan oleh konsumen III (Burung Hantu, Burung Bangau dan Ular) dengan biomassa 2.100 kg/ha. Hal ini menunjukkan bahwa Ekosistem Rawa berlangsung seimbang karena bentuk piramida biomassanya mengkerucut.
Pada suatu aliran energi di ekosistem rawa, suatu jaring-jaring makanan yang dimulai dari produsen sampai konsumen III dan interaksi dengan dekomposer akan menghasilkan unsur hara yang bisa langsung dimanfaatkan oleh produsen. Sedangkan hasil dekomposer yang diendapkan di dalam tanah, akan menjadi batu bara atau minyak bumi. Penggunaan batu bara atau minyak bumi tersebut menghasilkan CO2 di atmosfer. Melalui sinar matahari itulah, tumbuhan akan menyerap CO2 untuk proses fotosintesis. Berdasarkan data ekosistem hutan heterogen menunjukkan suatu jaringjaring dan piramida ekologi yang seimbang dan sesuai teori yaittu bentuk piramida yang mengerucut, artinya produsen yang berupa tumbuhan dengan biomassa 601.000 kg/ha akan lebih besar dibandingkan dengan konsumen I ( lebah, jangkrik, kepik, belalang, tupai, semut, kumbang, ulat dan kupu-kupu) dengan biomassa 46.017,5 kg/ha kemudian konsumen II (laba-laba dan Kodok) dengan biomassa 25.100 kg/ha, konsumen III (Tikus dan Burung) mempunyai biomassa 200 kg/ha, dan konsumen IV (Ular) dengan biomassa 25 kg/ha yang merupakan jaring-jaring paling kecil. Pada suatu aliran energi di ekosistem hutan heterogen, suatu jaring-jaring makanan yang dimulai dari produsen sampai konsumen IV dan interaksi dengan dekomposer akan menghasilkan unsur hara yang bisa langsung dimanfaatkan oleh produsen. Sedangkan hasil dekomposer yang diendapkan di dalam tanah, akan menjadi batu bara atau minyak bumi. Penggunaan batu bara atau minyak bumi tersebut menghasilkan CO2 di atmosfer. Melalui sinar matahari itulah, tumbuhan akan menyerap CO2 untuk proses fotosintesis. Berdasarkan data ekosistem sungai menunjukkan piramida yang seimbang pula. Diawali dengan produsen (bambu, talas, pohon kelapa, pepaya, pisang suplir, beringin, pohon nangka, dan lumut) dengan biomassa 25.882.500 kg/ha, konsumen I (hewan herbivora) dengan biomassa 6.064.024,1 kg/ha akan dimakan konsumen II yang mempunyai biomassa lebih kecil dari konsumen I dengan biomassa 4.024.425 kg/ha. Konsumen III dengan biomassa 2.005.000 kg/ha. Pada suatu aliran energi di ekosistem sungai, suatu jaring-jaring makanan yang dimulai dari produsen sampai konsumen III dan interaksi dengan dekomposer akan menghasilkan unsur hara yang bisa langsung dimanfaatkan oleh
produsen. Sedangkan hasil dekomposer yang diendapkan di dalam tanah, akan menjadi batu bara atau minyak bumi. Penggunaan batu bara atau minyak bumi tersebut menghasilkan CO2 di atmosfer. Melalui sinar matahari itulah, tumbuhan akan menyerap CO2 untuk proses fotosintesis. Sedangkan untuk data di ekosistem hutan homogen pun menunjukkan piramida yang mengerucut. Produsen dengan biomassa 1.054.840 kg/ha menduduki tingkat paling bawah dan memiliki jumlah paling besar, dengan jumlah tersebut akan dapat memenuhi kebutuhan konsumen I dengan biomassa sebesar 38.645 kg/ha. Konsumen I akan dimangsa oleh konsumen II yang biomassanya lebih kecil, yaitu 213.005 kg/ha. Konsumen teratas adalah ular sebagai konsumen III dengan biomassa 3000 kg/ha. Pada suatu aliran energi di ekosistem hutan homogen, suatu jaring-jaring makanan yang dimulai dari produsen sampai konsumen III dan interaksi dengan dekomposer akan menghasilkan unsur hara yang bisa langsung dimanfaatkan oleh produsen. Sedangkan hasil dekomposer yang diendapkan di dalam tanah, akan menjadi batu bara atau minyak bumi. Penggunaan batu bara atau minyak bumi tersebut menghasilkan CO2 di atmosfer. Melalui sinar matahari itulah, tumbuhan akan menyerap CO2 untuk proses fotosintesis.
IV. KESIMPULAN
1. Ekosistem terdiri dari dua faktor yang saling berinteraksi satu sama lain, yaitu faktor biotik dan faktor abiotik. 2. Ekosistem tersusun dari komponen autotrof, heterotof, bahan tak hidup (abiotik), pengurai ( dekmposer). 3. Suatu organisme hidup akan selalu membutuhkan organisme lain dan lingkungan hidupnya. Hubungan yang terjadi antara individu dengan lingkungannya sangat kompleks, bersifat saling mempengaruhi atau timbal balik. Hubungan timbal balik antara unsur-unsur hayati dengan nonhayati membentuk sistem ekologi yang disebut ekosistem. 4. Pengalihan energi dari sumbernya dalam tumbuhan melalui sederetan organisme yang makan dan yang dimakan atau dapat disebut rantai makanan. 5. Berdasarkan data pengamatan, perbandingan jaring-jaring makanan, piramida ekologi dan aliran energi antara ekosistem pantai berpasir, ekosistem sungai, ekosistem rawa, ekosistem hutan heterogen dan hutan homogen yaitu pada ekosistem pantai berpasir, menunjukkan suatu rantai makanan dan piramida ekologi yang tidak seimbang.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.google.com/ Ekosistem dan Sumber Daya Alam Pesisir dan Laut.
Institut Pertanian Bogor (PKSPL-IPB). Bogor. Diakses tanggal 12 Januari 2009. Krebs, C.K. 1985. Ecology. Harver and Row Publisher. New York. Odum, E.P. 1993. Dasar-dasar Ekologi. Diterjemahkan dari Fundamental of Ecology oleh Subiyanto. Gadjah mada University Press. Yogyakarta. Suin, N.M. 2002. Metoda Ekologi. Universitas Andalas. Padang. Sukirman, Oki. 2006. Ekosistem: Sebuah Analisis. http://okisukirman.blogspot.com/2006/11/ekosistem-sebuah-analisis.html. Diakses tanggal 15 Januari 2009. Suranto. 2008. Aksi Interaksi. www.freewebs.com. Diakses tanggal 15 Januari 2009.