LAPORAN KUNJUNGAN LAPANGAN (DAYTRIP) DAS CIMANUK 28 – 29 Oktober 2009 Karyasiswa : MOKHAMAD ALKHAMD DARMANSYAH 95008033
PROGRAM STUDI MAGISTER PSDA ‐ ITB KERJASAMA BALAI PKTK SDA PUSBIKTEK DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM
DAFTAR ISI Bab I
PENDAHULUAN I.1. I.2. I.3.
Bab
II
Bab III
Latar Belakang Maksud dan Tujuan. Lingkup Kegiatan.
PEMBANGUNAN WADUK JATIGEDE II.1. Latar Belakang Pembangunan Waduk Jatigede II.2. Data Teknis Bendungan Jatigede II.3. Dampak Pembangunan Waduk Jatigede II.4. Permasalahan Pembebasan Lahan II.5. Progres Kegiatan
1 1 2
3 4 5 5 6
BENDUNG RENTANG III.1. Umum III.2. Daerah Layanan Irigasi III.3. Data Teknis Bendung III.4. Isu Permasalahan
8 8 10 11
Bab IV
SYPHON LIGUNG
13
Bab V
BBWS CIMANUK CISANGGARUNG V.1. Pembentukan BBWS CImanuk Cisanggarung V.2. Wilayah Kerja BBWS Cimanuk Cisanggarung V.3. Potensi Sumber Daya Air V.4. Permasalahan V.5. Program Pengelolaan Sumber Daya Air V.6. Pendayagunaan Sumber Daya Air V.7. Pengendalian Daya Rusak Air
15 15 15 16 17 17 17
Bab
VI
PANTAI KESENDEN CIREBON
19
Bab
VII
PELABUHAN KHUSUS PERTAMINA RU VI BALONGAN
22
Bab VIII PRASARANA PENGAMAN PANTAI DI PESISIR INDRAMAYU VIII.1. Pantai Tirtamaya VIII.2. Pelabuhan Perikanan Glayem dan Dadap
24 25
Bab
27
IX
PENUTUP
24
BAB I. PENDAHULUAN. 1.1.
Latar Belakang. Pengelolaan sumber daya air merupakan aspek yang sangat penting untuk keberhasilan suatu pembangunan, karena air merupakan kebutuhan utama bagi kehidupan manusia. Mengingat pentingnya air bagi kehidupan, maka wewenang penguasaan air telah ditetapkan dalam Undang‐Undang Dasar tahun 1945 pasal 33 ayat 3 disebutkan, bahwa “Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, dikuasai negara dan dipergunakan sebesar‐besarnya bagi kemakmuran rakyat secara adil dan merata”, yang kemudian dijelaskan lebih lanjut dalam Undang‐Undang No.7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. Sebagai upaya untuk Pengembangan Sumberdaya Air Pemerintah Republik Indonesia telah membangun berbagai prasarana keairan, di Daerah Aliran Sungai (DAS) Cimanuk telah dibangun prasarana keairan untuk memanfaatkan potensi sumber daya air di wilayah ini. Sesuai dengan amanat UU No. 7 tahun 2004, DAS Cimanuk yang merupakan wilayah sungai strategis nasional dikelola oleh pemerintah pusat melalui Balai Besar Wilayah Sungai Cimanuk Cisanggarung di bawah Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Departemen Pekerjaan Umum. Salah satu kegiatan yang dilakukan dalam pengelolaan sumber daya air di wilayah DAS Cimanuk yaitu pembangunan waduk Jatigede yang bertujuan untuk mengatasi kekeringan di pantura Cirebon dan Indramayu, memenuhi kebutuhan air irigasi di Dareah Irigasi Rentang serta pengendalian banjir di dataran Pantura Jawa Barat. Dalam rangka memenuhi kebutuhan air irigasi di wilayah pantura Jawa Barat, pemerintah telah membangun Jaringan irigasi Rentang yang mampu mencukupi kebutuhan air untuk Daerah Irigasi seluas 91.000 ha yang tersebar di kabupaten Majalengka, Cirebon dan Indramayu. Selain itu, untuk mengatasi permasalahan erosi dan sedimentasi di patai utara Jawa Barat, pemerintah juga telah melakukan upaya‐upaya pengamanan pantai. Misalnya dengan membangun krib, jetty dan sebagainya.
1.2.
Maksud dan Tujuan. Maksud dari kegiatan ini adalah mempelajari pengelolaan sumber daya air di DAS Cimanuk dengan melakukan pengamatan langsung ke lapangan. Tujuan kegiatan ini adalah untuk memahami pelaksanaan pengelolaan sumber daya air dan permasalahan‐permasalahan yang dihadapi seiring dengan dengan bergulirnya waktu dan akibat perkembangan pembangunan di wilayah ini.
1
1.3.
Lingkup Kegiatan. Kegiatan pengamatan lapangan terhadap prasarana keairan di DAS Cimanuk dilaksanakan pada tanggal 28 – 29 Oktober 2009. Pengamatan lapangan meliputi lokasi‐lokasi berikut ini : ¾ Lokasi‐lokasi yang ditinjau pada tanggal 28 Oktober 2009. •
Proyek Pembangunan Waduk Jatigede
•
Bendung Rentang
•
Siphon Ligung
•
Balai Besar Cimanuk Cisanggarung
¾ Lokasi‐lokasi yang ditinjau pada tanggal 29 Oktober 2009. •
Pengamanan Pantai Cirebon
•
Pertamina RU VI Balongan
•
Pengamanan Pantai Tirtamaya Indramayu
2
BAB II PEMBANGUNAN WADUK JATIGEDE II.1.
Latar Belakang Pembangunan Waduk Jatigede
Hal‐hal yang melatar belakangi pembangunan waduk Jatigede yaitu : 1.
Fluktuasi Debit di Sungai Cimanuk yang tercatat di Bendung Rentang sangat besar : Q max = 1.004 m3/det; Q min = 4 m3/det, Ratio = 251.
2. Potensi air Sungai Cimanuk di Rentang rata‐rata sebesar 4,3 milyar m3/th dan hanya dapat dimanfaatkan 28 % saja, sisanya terbuang ke laut karena belum ada waduk. 3. Sistem Irigasi Rentang seluas 90.000 Ha sepenuhnya mengandalkan pasokan air dari sungai Cimanuk (river runoff), sehingga pada musim kemarau selalu mengalami defisit air irigasi yang mengakibatkan kekeringan. 4. Di hilir sungai Cimanuk (Pantura Cirebon‐Indramayu) pada musim kemarau terjadi krisis ketersediaan air baku untuk keperluan domestik, perkotaan, dan industri. 5. Lahan kritis DAS Cimanuk pada saat ini telah mencapai lebih kurang 110,000 Ha atau sekitar 31 % dari luas DAS Cimanuk.
Gambar II.1. Lokasi Pembangunan Waduk jatigede
3
Gambar II.2. Situasi Bendungan Jatigede II.2.
Data Teknis Bendungan Jatigede
¾ HIDROLOGI o Luas Catchment Area o Volume run-off tahunan
: 1.462 km2 : 2,5 x 109 m3
¾ WADUK o Muka Air (MA) Banjir Max o MA Operasi Max (FSL) o MA Operasi Min (MOL) o Luas Permukaan Waduk (El + 262) o Volume gross (El + 260) o Volume efektif (El +221 s/d El + 260)
: : : : : :
El + 262,5 El + 260 El + 230 41,22 km2 980 x 106 m3 877 x 106 m3
¾ BENDUNGAN o Tipe o Elevasi mercu bendungan o Panjang Bendungan o Lebar Mercu Bendungan o Tinggi Bendungan Max o Volume Timbunan
: : : : : :
Urugan batu, inti tegak El + 265 1.715 m 12 m 110 m 6,7 x 106 m3
¾ SPILLWAY o Lokasi o Tipe o Crest o Dimensi Radial Gates o Q outflow
: : : : :
at the dam body Gated Spillway with Chute Way Lebar 50 m, El + 247 4 x (W = 15,5 m; H = 14,5 m) 4.442 m3/dt (PMF=11.000 m3/dt)
4
¾ INTAKE IRIGASI o Lokasi o Irrigation Inlet Appron o Tipe o Dimensi Conduit
: : : :
under the spillway El + 204 Reinforced concrete conduit D = 4,5 m; L = 400 m
¾ TEROWONGAN PENGELAK o Lokasi o Inlet level o Tipe o Debit Rencana (Q 100 ) o Dimensi Terowongan
: : : : :
under the spillway El + 164 Circular lined reinforced concrete 3.200 m3/dt D = 10 m; L = 556 m
¾ PLTA o Lokasi o Power inlet appron o Headrace tunnel o Design Head o Tipe Turbin o Kapasitas terpasang o Produksi rata-rata
: : : : : : :
Right Abutment El + 210 D = 4,5 m; L = 3.095 m 170 m Francis 2 x 55 MW = 110 MW 690 GWH/tahun
II.3.
Dampak Pembangunan Waduk Jatigede
Daerah Bendungan Jatigede hilir adalah merupakan area potensi gerakan tanah tinggi, karena kondisi geologi berupa perlapisan batuan permeable dan impermeable. Sehingga apabila ada gangguan dari luar, keseimbangan yang telah terbentuk akan kembali terganggu. Akibat Jangka Pendek Gerakan tanah ini akan mengakibatkan gangguan terhadap fasilitas bendung Eretan dan minihidro milik PLN. Akibat Jangka Panjang Gangguan keseimbangan terhadap lokasi yang rentan gerakan tanah ini, yang terletak hanya sekitar 150 m (posisi crown landslide) terhadap posisi as Bendungan Jatigede, maka apabila terjadi gerakan tanah di masa depan (setelah selesainya pembangunan tubuh bendungan), akan mengakibatkan juga kerusakan pada pondasi tubuh bendungan. Tension cracks yang terjadi akan berkembang mendekat kearah hulu atau mendekat ke bendungan. II.4.
Permasalahan Pembebasan Lahan
Status pembebasan lahan sampai dengan Desember 2008 A. Sudah Dibebaskan • Lahan Masyarakat • Lahan Pengganti kawasan Hutan
3.583 Ha (72,66%) 3.399 Ha (68,93%) 184 Ha (3,73%)
B. Belum Dibebaskan 1.348 Ha (27,34%) • Lahan Masyarakat 174 Ha (3,53%) • Lahan Pengganti kawasan Kehutanan 1.174 Ha (23,81%)
5
Total tanah yang dibutuhkan untuk pembangunan Waduk Jatigede adalah 4.931 Ha Terdiri dari : Lahan Masyarakat
3.573 Ha (72,46%)
Kawasan Hutan
1.358 Ha (27,54%)
Rencana Pembebasan Lahan tahun 2009 sebesar 70 Ha yang tersebar di 4 Kecamatan (Jatigede, Wado, Jatinunggal dan Darmaraja) serta 11 Desa (Sukakersa, Wado, Padajaya, Cisurat, Sirnasari, Cikeusi, Tarunajaya, Cipaku, Pakualam, Karangpakuan dan Jatibungur). Permasalahan lainnya yaitu : 1.
Berdasarkan Permendagri No. 15/75, pembebasan tanah harus disertai dengan relokasi pemukiman warga.
2. Berdasarkan data dari Satgas Percepatan Pembangunan Waduk Jatigede ada 5891 KK yang harus direlokasi, termasuk 600 KK warga prasejahtera. Dengan perkiraan biaya sebesar 560 Milyar Rupiah 3. Relokasi pemukiman warga harus selesai sebelum waduk akan digenangi. 4. Untuk kelancaran pelaksanaan kegiatan relokasi pemukiman perlu diatur dalam MoU antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah II.5. 1.
Progres Pekerjaan Kegiatan pembangunan fisik yang telah dilaksanakan sampai saat ini, berupa: (a) pembangunan infrastruktur resettlement Jatigede di 12 lokasi, (b) pembangunan base camp (c) pembangunan access road Tolengas – Jatigede. (d) pembangunan haul road menuju tunnel, dispossal area dan menuju borrow area. (e) galian tubuh bendungan sebelah kanan dan kiri (f) galian conduit diversion tunnel (g) galian inlet diversion tunnel (h) galian spillway
2. Pembangunan terowongan pengelak (diversion tunnel ) telah dimulai pada Tahun 2008 ditandai dengan upacara peledakan pertama pada bulan Oktober 2008.
Gambar II.3. Persiapan pembuatan pondasi spillway
6
Gambar II.4. Kegiatan pembuatan diversion tunnel
7
BAB III BENDUNG RENTANG III.1.
Umum
Bendung Rentang terletak di Dusun Rentang, Desa Panyingkiran Kecamatan Jatitujuh Kabupaten Majalengka Provinsi Jawa Barat. Mulai beroperasi sejak tahun 1982, berada di Sungai Cimanuk dengan luas DPS : 6.950 km2 meliputi sebagian wilayah Kabupaten Garut, Sumedang dan Majalengka. Dari sekian banyak anak Sungai Cimanuk, yang mempunyai pengaruh besar terhadap debit Bendung Rentang adalah S. Cipeles dan S. Cipelang di Kabupaten Sumedang dan S. Cilutung di Kabupaten Majalengka. Bendung Rentang merupakan Bendung gerak sebagai pengganti Bendung Rentang lama yang dibangun pada tahun 1911 dan beroperasi dari tahun 1916 s/d 1981. III.2.
Daerah Layanan Irigasi
Pada awal dibangun, areal yang dilayani oleh Bendung Rentang (1982) adalah : - Sal. Induk Sindupraja : 56.037 ha. - Sal. Induk Cipelang : 35.265 ha. Jumlah : 91.302 ha. Areal tersebut tersebar di 3 (tiga) Kabupaten yaitu : di Kabupaten Majalengka, Cirebon, dan Indramayu. Dari data PANIR (Panitia Irigasi) tahun 2003 areal yang dilayani menjadi : - Sal. Induk Sindupraja : 52.038 ha. - Sal. Induk Cipelang : 35.933 ha. Jumlah : 87.971 ha. Dengan rincian tiap Kabupaten, sbb. : ‐ Kabupaten Majalengka : Saluran Induk Cipelang : ‐ Kabupaten Cirebon : Saluran Induk Sindupraja : ‐ Kabupaten Indramayu : Saluran Induk Sindupraja : Saluran Induk Cipelang : Jumlah :
571 ha 21.079 ha 30.959 ha 35.362 ha 87.971 ha
8
9
Gambar III.1. PETA DAERAH IRIGASI RENTANG
III.3.
Data Teknis Bendung
1. Bendung Utama Panjang Mercu Lebar Bendung Kolam Penenang TMA Maks. Pengepangan El. Mercu Spillway El. Mercu Sluiceway
Pintu : a. Spillway b. Sluiceway
: :
: : : : : :
94,10 m’ 27,00 m’ +24,00 m’ +23,50 m’ +19,00 m’ dpl. +17,00 m’ dpl.
Pintu radial (10,00m’ x 4,925m’ ) 6 set Pintu sorong ganda 4 set ‐ Pintu atas (5,00m’ x 4,60m’) ‐ Pintu bawah (5,00m’ x 2,50m’)
2. Saluran Induk Sindupraja (Intake kanan) a. Intake Lebar : 4 x 7,20 m’ Debit maks. : 79,40m3/dt. El. Ambang : +20,80 m’ dpl. Pintu : Radial (7,20m’ x 3,00m’) 4 set b.
Kantong Lumpur Panjang : 310,00 m’ Lebar : 60,00 m’ Kemiringan (S) : 0,007 Pintu bilas : Sorong (6,00m’ x 1,70m’) 4 set
c. Alat Ukur Lebar El. Mercu
: Tipe ambang lebar : 60,00 m’ : +20,90 m’ dpl.
3. Saluran Induk Cipelang (Intake kiri) a. Intake Lebar : 4 x 5,50 m’ Debit Maks. : 62,20 m3 / dt El. Ambang : +20,50 m’ dpl. Pintu : Radial (5,50m’ x 3,30m’) 4 set b. Kantong Lumpur Panjang : Lebar : Kemiringan (S) : Pintu bilas : c. Alat Ukur Lebar El. Mercu
420,00 m’ 39,00 m’ 0,007 Sorong (5,00m’ x 2,30m’) 4 set
: Tipe ambang lebar : 15,60 m’ : +20,90 m’ dpl.
10
S. Cimanuk
BENDUNG RENTANG
KAB. CIREBON (SI. Gegesik) MT.I (21,079 Ha) MT.II (14,031 Ha)
KAB. MAJALENGKA MT. I 571 Ha MT.II 571 Ha
KAB. INDRAMAYU (si. sindupraja) MT.I (30,959 Ha) MT.II (16,408 Ha)
KAB. INDRAMAYU (SI. Cipelang) MT.I (35,362 Ha) MT.II (15,917 Ha)
KAB. INDRAMAYU (TOTAL) MT.I (66,321 Ha) MT.II (32,325 Ha)
Gambar III.2. Skema Jaringan Irigasi Rentang III.4.
Isu Permasalahan
Secara umum isu permasalahan yang terjadi dilapangan adalah sebagai berikut : 1. Debit andalan kurang memadai 2. Kapasitas saluran berkurang akibat adanya sedimentasi 3. Kinerja bendung kurang optimal. Sebelumnya untuk elevasi 16.50 dpl system bendung dapat mengairi seluruh areal irigasi, tetapi untuk sekarang dengan elevasi 17.00 dpl kinerja bendung kurang berfungsi optimal. 4. Pintu‐pintu banyak yang rusak dan hilang. Berdasarkan informasi yang ada di Kabupaten Indramayu dari pintu yang ada, 50% hilang dicuri, 40% kondisi pintu air rusak dan 10% kondisinya normal. Begitu juga di Kabupaten Cirebon terjadi pencurian pintu air. 5. Pengoperasian pintu yang seharusnya dapat bekerja secara otomatis, saat ini tidak dapat dilakukan karena adanya kerusakan‐kerusakan. Pengoperasian pintu dilakukan secara
11
otomatis dengan memantau kondisi debit di pos pengamatan debit Monjot di hulu bendung Rentang, dari laporan kondisi ini data dikirimkan dengan sinyal GSM ke pos pengoperasian pintu bendung rentang dan selanjutnya diproses secara komputerisasi untuk membuka tutup pintu. Namun karena banyaknya petir disekitar lokasi mengakibatkan peralatan penerima sinyal rusak dan system computer tidak dapat bekerja sebagaimana mestinya.
12
BAB IV SYPHON LIGUNG Siphon Ligung terletak di Kecamatan Ligung, Kabupaten Majalengka. Siphon ini merupakan lokasi persimpangan antara Sungai Cikeruh dengan Saluran Induk Sindupraja (dari Bendung Rentang). Pada umumnya apabila saluran irigasi yang bersimpangan dengan sungai maka dibangun talang ataupun siphon untuk saluran irigasinya. Akan tetapi pada Siphon Ligung ini kondisinya terbalik, siphon diperuntukkan untuk sungai, sehingga aliran sungainya dilewatkan dibawah saluran irigasi. Pada saat ini kondisi Siphon Ligung cukup baik, hanya saja pada bagian hilir, yaitu tepat setelah bagian sayap kondisi bangunan pelindung tebing telah mengalami kerusakan. Hal ini bisa disebabkan karena debit banjir pada Sungai Cikeruh mengalami peningkatan yang cukup signifikan yang mengakibatkan sayap pada bagian hilir tidak mampu menahan gerusan dan olakan air yang terjadi.
Gambar IV.1. Sungai Cikeruh Bagian Udik Siphon Ligung
13
Gambar IV.2. Sungau Cikeruh Bagian Hilir Siphon Ligung
Gambar IV.3. Saluran Induk Sindupraja diatas Siphon Ligung
14
BAB V BALAI BESAR WILAYAH SUNGAI CIMANUK CISANGGARUNG V.1.
Pembentukan BBWS Cimanuk Cisanggarung
Pembentukan Balai Besar Wilayah Sungai Cimanuk‐Cisanggarung berawal dari surat Menteri Negara Pemberdayaan Aparatur Negara No. 8/1616/M.PAN/61/2006 tanggal 26 Juni 2006 perihal Pembentukan UPT di lingkungan Ditjen Sumber Daya Air dan Ditjen Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum, bersama‐sama dengan Balai Besar Wilayah Sungai yang lainya. Balai Besar Wilayah Sungai Cimanuk‐Cisanggarung termasuk dalam Balai Besar Wilayah Sungai type A, yang mempunyai Eselon IIb satu orang, eselon III b lima orang dan Eselon IV a, sebelas orang. Balai Besar Wilayah Sungai terdiri dari : • Bagian Tata Usaha • Bagian Program & Evaluasi • Bagian Pelaksanaan Jaringan Sumber Air • Bagian Pelaksanaan Jaringan Pemanfaatan Air • Bagian Operasi & Pemeliharaan • Kelompok Jabatan Fungsional V.2.
Wilayah Kerja BBWS Cimanuk Cisanggarung
¾ Wilayah Sungai (WS) Cimanuk‐Cisanggarung meliputi wilayah seluas 7.711 km2, terletak di propinsi Jawa Barat : Kab. Garut, Sumedang, Majalengka, Cirebon, Indramayu & Kota Cirebon, serta di Propinsi Jawa Tengah : Kab. Brebes. ¾ WS Cimanuk‐Cisanggarung tersebut terdiri dari beberapa daerah aliran sungai (DAS), antara lain DAS Cimanuk, DAS Cisanggarung, DAS Cipanas‐Pangkalan, DAS Sungai‐sungai kecil yang mengalir ke laut Jawa sepanjang Pantura Cirebon‐Indramayu (Ciayu). V.3.
Potensi Sumber Daya Air
V.3.1.
Kondisi Iklim
Curah hujan rata‐rata di wilayah sungai Cimanuk‐Cisanggarung berkisar 890‐3.470 mm/thn dengan rician DAS Cimanuk 2.800 mm/thn, DAS Cisanggarung 2.700 mm/thn, DAS Pantura Ciayu 1500 mm/thn, dan DAS Cipanas‐Pangkalan 1.700 mm/thn Mulai tahun 1980an kondisi hidrologi di ws Cimanuk‐Cisanggarung telah mengalami degridasi, yang ditampilkan oleh nilaikoef aliran yang naik secara signifikan yaitu tahun 1980an sebesar 0.58 menjadi 0.74 ditahun 2002.
15
V.3.2. Kondisi Air Permukaan Potensi SDA di wilayah sungai Cimanuk‐Cisanggarung ± 13.38 milyad m3/thn dan air tanah 0.9 milyad m3/thn. Dilihat dari jumlah cukup besar tetapi kalau dilihat dari distribusi waktu dan lokasi penyebaran, sangat tidak menguntungkan, untuk itu perlu manajement SDA guna mengatasi masalah ketersediaan air dalam jumlah, waktu, lokasi sesuai kebutuhan V.4. 1.
Permasalahan Bencana kekeringgan pada musim kemarau selalu melanda daerah Pantura Ciayu, disebabakan belum ada satu waduk pun yang telah dibangun di sungai Cimanuk.
2. Banyaknya sungai‐sungai kecil : Cipasang, Tanjung Kulon, Babakan dan Kabuyutan dapat mengganggu kelancaran transportasi di jalan pantura, sedang banjir sungai utama Cimanuk dan Cisanggarung telah dikendalikan dengan periode ulang 25 tahun. 3. Erosi lateral dan degradasi dasar sungai Cimanuk Cisanggarung menyebabkan terjadinya tebing dan tanggul kritis di banyak lokasi serta banyak bangunan sungai menggantung pondasinya. 4. Longsoran tanah ( Land‐Slides ) di derah perbukitan akibat lahan kritis dan kondisi apeologi yang kurang menguntungkan, terutama diwilayah kabupaten Garut, Kuningan, Sumedang dan Majalengka 5. Instrusi air laut pada muara sungai Cimanuk‐Cisanggarung dan sungai‐sungai lainya, menyebabkan sulitnya memperoleh air tawardi wilayah Pantura‐Ciayu terutama pada musim kemarau. 6. Abrasi pantai di beberapa lokasi disebabakan oleh kerusakan lingkungan dan sedimentasi pada muara‐muara sungai menghambat perahu‐perahu nelayan keluar masuk laut Kondisi Krisi Air Cirebon Indramayu (CIAYU) Karena luasnya lahan krisis, mengakibatkan buruknya kondisi hidro – arologi DAS Cimanuk, terlihat dari flektuasi debit cukup besar di bendung Rentang yaitu : Q max = 1.004 m3/dtk ; Q min = 4 m3/dtk ; ratio 251 Potensi air sungai Cimanuk di Bendung Rentang rata‐rata 4.3 Milyard m3/thn dan hanya dimanfaatkan 28%saja, sisanya terbuang kelaut, karena belum tersedia waduk. Sistem irigasi Rentang seluas 90.000 ha sepenuhnya mengandalkan air sungai Cimanuk, sehingga pada waktu musim kemarau selalu mengalami defisit air irigasi. Dibagian hilir sungai Cimanuk pada musim kemarau terjadi krisis ketersediaan air baku untuk keperluan domestik, perkotaan dan industri karena tidak adanya aliran sungai hulu dan terjadi intrusi air laut.
16
V.5.
Program Pengelolaan Sumber Daya Air
Guna memperbaiki keadaan hidro‐orologi DAS Cimanuk, khususnya di DTA Waduk Jatigede, dilaksanakan kegiatan‐kegiatan konservasi DAS secara intensif dan sinergis antara instansi‐instansi terkait : Departemen Kehutanan, Departemen Pertanian, Departemen PU, Pemerintah Propinsi Jawa Barat dan Kabupaten, sejalan dengan Gerakan Nasional Kemitraan Penyelamatan Air (GN‐ KPA). Disamping itu, dalam rangka program Gerakan Rehabilitasi Lahan Kritis (GRLK) dan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GNRHL) di Jawa Barat, dilaksanakan juga kegiatan GRLK dan GNRHL tersebut di DTA Waduk Jatigede. Selanjutnya, agar dampak positif dari kegiatan GN‐KPA di DTA Jatigede tersebut dapat diukur dan dipantau dengan baik, telah disepakati Sub‐DAS Cimanuk Hulu dan Sub‐DAS Cikamiri, dipakai sebagai DAS Percontohan GN‐KPA, dengan penekanan sebagai berikut: 1) Sub‐DAS Cimanuk Hulu: sebagai percontohan konservasi DAS dengan titik berat upaya teknik vegetatif. 2) Sub‐DAS Cikamiri : sebagai percontohan konservasi DAS dengan titik berat upaya teknik sipil, dengan memanfaatkan Arboretum Mata Air Cimanuk di Legok Pulus (Desa Sukakarya, Kecamatan Samarang, Garut), sebagai pusat penelitian tanaman konservasi dan pelatihan petani, generasi muda dan pelajar. V.6. 1.
Pendayagunaan Sumber Daya Air Dalam rangka pendayagunaan potensi sumber daya air, sesuai Rencana Induk PWS Cimanuk‐ Cisanggarung, diidentifikasi 13 potensi waduk di DAS Cimanuk dan 12 potensi waduk di DAS Cisanggarung
2. Dari 25 potensi waduk tersebut, baru Waduk Jatigede yang telah selesai desainnya, saat ini dalam proses sertifikasi desain dan siap untuk dimulai pelaksanaan fisiknya. 3. Mengingat penyediaan air baku dan air irigasi sudah sangat mendesak, maka pembangunan tampungan air dalam bentuk waduk, embung/situ atau long storage dalam berbagai skala menjadi prioritas utama. 4. Karena itu, dalam PJM (2005‐2009) BBWS Cimanuk‐Cisanggarung, memprogramkan pembangunan dan rehabilitasi tampungan air berupa (a) waduk‐3 lokasi, (b) embung/situ – 10 lokasi, dan (c) long storage – 7 lokasi. V.7. 1.
Pengendalian Daya Rusak Air Daya rusak air yang harus dikendalikan, meliputi masalah: (a) banjir, (b) erosi tebing sungai, (c) intrusi air laut, (d) abrasi pantai dan sedimentasi muara sungai.
2. Dalam PJM (2005‐2009), penanganan masalah banjir difokuskan pada normalisasi Sungai Cipanas di Kabupaten Indramayu, sungai‐sungai Tanjung Kulon, Babakan dan Kabuyutan di Kabupaten Brebes.
17
3. Penanganan erosi tebing dan tanggul kritis di Sungai Cimanuk dan Cisanggarung diutamakan pada lokasi‐lokasi kritis yang mengancam pemukiman penduduk, jalan raya dan lahan pertanian berdasarkan tingkat ke‐kritisannya dan berdasarkan usulan masyarakat. 4. Intrusi air laut dikendalikan dengan pembangunan bendung karet di‐beberapa lokasi wilayah Pantura, antara lain: (a) BK Indramayu di Saluran By‐pass Cimanuk, (b) BK Jamblang di Sungai Jamblang dan (c) BK Kabuyutan di Sungai Kabuyutan. 5. Penanganan abrasi pantai dilaksanakan dengan pembangunan jetty dan krib pantai. Berdasarkan urgensinya dalam PJM (2005‐2009) diutamakan: (a) pembuatan jetty Karangsong dan pengerukan muara Sungai Prajagumiwang (b) pembuatan jetty Sungai Glayem (Indramayu) dan (c) pengamanan pantai Tirtamaya.
18
BAB VI PANTAI KESENDEN CIREBON Pantai Kesenden Cirebon saat ini telah mengalami abrasi yang cukup parah. Abrasi pantai pada umumnya diakibatkan oleh rusaknya hutan‐hutan pelindung, seperti hutan bakau serta kondisi tanah di kawasan pantai yang kebanyakan merupakan tanah lumpur hingga tidak tahan oleh gerusan arus dan gelombang dari laut. Selain itu kepentingan manusia yang merambah kawasan pantai tanpa memperhatikan kelestarian lingkungan ikut menambah parahnya abrasi pantai. Misalnya penggunaan kawasan pantai untuk budidaya perikanan/tambak dengan menebang hutan pelindung pantai yaitu hutan bakau. Hal ini menyebabkan pelindung alami pantai dari hempasan arus dan ombak laut tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya, sehingga pantai menjadi rusak dan garis pantai semakin mundur kearah daratan. Akibat tingkat kehilangan kawasan pantai yang relatif cepat oleh abrasi, maka banyak bangunan dan tambak milik masyarakat terancam musnah oleh gerusan air laut dan gelombang pasang. Secara ekonomis jelas sangat merugikan. Karena tanah dan bangunan menjadi hilang dan berubah bentuk menjadi lautan. Untuk mengatasi abrasi yang terjadi di sepanjang Pantai Kesenden Cirebon, pemerintah telah melakukan upaya‐upaya seperti pembuatan jetty/groin dan tembok laut, namun pada saat ini kondisi bangunan‐bangunan pengaman pantai yang telah dibangun tersebut banyak yang mengalami kerusakan.
Gambar VI.1. Garis Pantai Kesenden Cirebon yang semakin mundur ke daratan
19
Gambar VI.2. Usaha perikanan di kawasan pantai Kesenden Cirebon
Gambar VI.3. Tembok Laut
20
BAB VII PELABUHAN KHUSUS PERTAMINA REFINERY UNIT (RU) VI BALONGAN Pelabuhan khusus pertamina Refinery Unit (RU) VI Balongan terletak di daerah Tanjung Indramayu seperti terlihat pada gambar VII.1.
Gambar VII.1. Lokasi Pelabuhan Khusus Balongan
Pelabuhan khusus ini dikelola oleh pertamina untuk keperluan bongkar muat dan distribusi bahan mentah minyak bumi untuk selanjutnya diolah menjadi bahan bakar minyak siap pakai. Dalam pengelolaan pelabuhan khusus ini Pertamina mendapatkan regulasi khusus dari Departemen Perhubungan untuk menjalankan kegiatan ke‐pelabuhan‐an seperti aktifitas bongkar muat bahan bakar minyak, pengaturan lalu lintas kapal di area pelabuhan dan sebagainya. Tugas Pertamina dalam mengelola pelabuhan ini termasuk didalamnya adalah menyelenggarakan urusan pemerintah dalam hal pelabuhan seperti pelaksanaan tugas bea cukai, administrasi pelayaran dan sebagainya. Selain itu pertamina juga bertanggung jawab dalam hal tindak darurat apabila terjadi kecelakaan pelayaran termasuk apabila terjadi minyak yang tumpah di area pelabuhan, mengingat resiko tersebut cukup tinggi di area pelabuhan Pertamina. Dalam melaksanakan tugas‐tugas administrasi pelayaran Pertamina juga memberikan sharing kepada pemerintah dalam hal recovery kawasan. Sharing ini diserakan melalui administrasi pelabuhan terdekat.
21
Gambar VII.2. Wilayah Kerja Pelabuhan Khusus Pertamina RU VI Balongan Pelabuhan khusus pertamina ini mengoperasikan 5 sarana tambat, yaitu : 1.
Single Point Mooring (SPM) 17.500 DWT, yang berfungsi sebagai sarana tambat kapal distribusi BBM.
2. SPM 35.000 DWT, yang berfungsi sebagai sarana tambat dan bongkar muat untuk bahan mentah minyak bumi yang dikirim dari pelosok Indonesia, yang selanjutnya diolah menjadi bahan bakar minyak seperti bahan bakar premium, solar, pertamax dan sebagainya. 3. SPM 150.000 DWT, yang berfungsi sebagai sarana tambat dan bongkar muat minyak mentah dari kapal bermuatan besar yang berasal dari luar negeri. 4. Jetty Cargo 5. Jetty Propylene. Yang berfungsi untuk bongkar muat bahan propylene (LPG). Permasalahan‐permasalaha yang dihadapi oleh Pertamina RU VI Balongan 1. Masalah kedalaman area pelabuhan. Kapal yang akan bersandar dipelabuhan khusus ini memiliki draft sekitar 9 m. Agar tidak mengubah bentuk alami dasar pantai dan dapat memiliki kedalaman 9 m pertamina harus membuat sarana tambat sejauh 1,4 sampai dengan 1,5 mil dari garis pantai. 2. Masalah yang berhubungan dengan kelautan (abrasi dan pendangkalan). Salah satu contoh dari masalah tersebut adalah adanya abrasi pantai yang menyebabkan pipa yang sebelumnya berada di darat saat ini berada di atas air. Selain itu masalah sedimentasi juga sangat mengganggu aktifitas pelabuhan terutama di area jetty propylene. Pertamina melakukan operasi dan pemeliharaan berupa pengerukan setiap 2 minggu sekali atau ketika ada kapal
22
yang akan melakukan bongkar muat di pelabuhan untuk menjaga agar pelabuhan dapat berfungsi sebagaimana mestinya. 3. Masalah Sosial dan masyarakat. Adanya anggapan dari sebagian masyarakat bahwa abrasi yang terjadi akibat dari adanya pelabuhan khusus Pertamina. Upaya yang dilakukan Pertamina RU VI Balongan untuk mengatasi maslah tersebut adalah : 1. Membuat studi yang bekerjasama dengan BATAN dan IPB tentang sejauhmana dampak dari pelabuhan Balongan terhadap kondisi lingkungan sekitar 2. Membuat studi tentang Kilang Baru Propylene di darat 3. Membuat studi tentang Pembangunan Jetty Propylene di Island Bird
Gambar VII.3. Dermaga/Jetty Propylene
23
BAB VIII
PRASARANA PENGAMAN PANTAI DI PESISIR INDRAMAYU VIII.1. Pantai Tirtamaya Pantai Tirtamaya merupakan pantai wisata yang terletak di Kabupaten Indramayu Provinsi Jawa Barat. Kondisi Pantai Tirtamaya pada saat ini sudah mulai tidak terawat, hal ini bisa dilihat dengan rusaknya beberapa bangunan pantai yang ada. Bangunan pantai yang terdapat di Pantai Tirtamaya antara lain: 1. Bangunan Revetment yang terbuat dari sand bag dan batu kali 2. Bangunan Pemecah Gelombang Permasalahan Permasalahan terjadi di Pantai wisata Tirtamaya antara Lain : 1. Rusaknya Groin (bangunan pengaman pantai) akibat gelombang yang terjadi tetapi bisa juga disebabkan oleh struktur groin yang tidak kuat. 2. Terjadinya abrasi di beberapa bagian pantai 3. Penumpukan sediment yang tidak teratur Upaya Penanggulangan Upaya penanggulangan yang bisa dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah perbaikan Groin dan krib yang ada, Melakukan Sand By Pasing dan Penanaman Mangrove.
Gambar VIII.1. Revetment dari sand bag
24
VIII.2. Pelabuhan Perikanan Glayem dan Dadap Pelabuhan perikanan Glayen dan Pelabuhan Ikan Dadap terletak di kabupaten Indramayu, dan berada di pantai utara laut Jawa. Kedua Pelabuhan Ikan ini adalah sebagian fasilitas yang sangat penting bagi penduduk di lokasi tersebut, karena berhubungan dengan mata pencaharian penduduk di lokasi tersebut. Fasilitas Bangunan Pantai yang ada di kedua lokasi Pelabuhan tersebut adalah : Bangunan dermaga/pelabuhan ikan (untuk kedua lokasi) Jetty sebagai pelindung muara sungai yang ada di Pelabuhan Ikan Glayem Break Water sebagai pelindung dermaga (untuk Pelabuhan Ikan Dadap) Jenis konstruksi Dermaga (Pelabuhan Ikan Dadap) yang dibangun dengan desain bawah dermaga yang bisa dilewati arus yang membawa sediment.
Gambar VIII.1. Dermaga di TPI Dadap Permasalahan yang ada di TPI Glayem dan Dadap antara Lain :
Terjadinya abrasi pantai di bagian kiri pelabuhan ikan Glayem.
Terjadinya penumpukan sediment di bagian kanan jetty pelabuhan ikan Glayem yang semakin maju dan tidak terkontrol, sehingga melimpas ke bagian dalam jetty
Terjadi penumpukan sediment di sekitar dermaga (pelabuhan Ikan Dadap) akibat tidak berpindahnya sediment melewati bagian bawah dermaga karena terhambat parkiran kapal‐kapal nelayan yang diparkir dan akibat jarak tiang struktur dermaga yang terlalu dekat.
Terjadi pendangkalan di bagian dermaga.
Upaya Penanggulangan : Upaya penanggulangan yang mingkin bisa dilakukan adalah pengerukan sedimen dan di pindahkan ke bagian kiri dermaga. Melakukan Sand By Pasing Menambah panjang dermaga
25
Gambar VIII.2. Abrasi di sisi kiri Jetty Glayem
Gambar VIII.3. Sedimentasi di sisi kanan Jetty Glayem
26
BAB IX PENUTUP
Dari hasil pengamatan dan penggalian informasi dari instansi terkait dan sumber dapat disimpulkan hal‐hal sebagai berikut : 1.
Dalam pembangunan bendungan jatigede perlu diperhatikan mengenai permasalahan social. Seperti permasalahan pembebasan lahan yang berlarut‐larut.
2. Perlu adanya usaha konservasi di daerah hulu sungai Cimanuk agar pembangunan waduk Jatigede tidak sia‐sia. Laju erosi yang cukup tinggi akan memperpendek umur guna waduk Jatigede. Untuk itu usaha‐usaha konservasi harus dilaksanakan bersamaan dengan pambangunan waduk, karena untuk mendapatkan hasil dari usaha konservasi, memerlukan waktu yang tidak singkat. 3. Perlu adanya pengawasan yang ketat dalam pembangunan waduk Jatigede, mengingat kondisi geologis yang agak riskan. Selain itu, penggunaan dana loan yang tentunya memiliki batas waktu pelaksanaan proyek sehingga penyelesaian pembangunan tidak melebihi masa berlakunya loan. 4. Pada bendung rentang, perlu adanya perbaikan‐perbaikan pada system komputerisasi agar pengoperasian bending dapat secara otomatis. Perlu adanya perangkat penangkal petir mengingat daerah tersebut banyak terjadi petir yang dapat merusak instrument elektronik. 5. Perlu adanya pemeliharaan rutin pada bendung dan jaringan irigasi rentang, agar dapat tetap bekerja sebagaimana mestinya. Pengerukan saluran untuk mengurangi endapan di dasar saluran agar saluran mampu menampung debit rencana untuk mengairi lahan irigasi sesuai rencana. 6. Pada Siphon Ligung perlu adanya upaya‐upaya pencegahan gerusan air di hilir siphon. Karena kerusakan tersebut sedikit demi sedikit akan mengancam keberadaan siphon itu sendiri. 7. Pantai utara jawa barat, selain mengalami masalah abrasi juga mengalami masalah sedimentasi. Namun pada semenanjung indramayu, karena posisi pantainya yang menghadap kearah timur laut menyebabkan ketika terjadi musim angin timur terjadi erosi pada pantainya. Namun ketika musim angin barat, arus laut tidak dapat mengembalikan sedimen ke tempat semula. Sehingga garis pantai menjadi bergeser. 8. Pengamanan pantai yang kurang tepat akan semakin menambah parahnya kerusakan pantai. Penanganan harus bersifat terpadu dengan memperhatikan berbagai kepentingan dan resiko‐resiko yang akan terjadi. Terkadang penanganan permasalahan hanya untuk menyelesaikan suatu permasalahan, namun setelah permasalahan tersebut selesai, akan menimbulkan masalah lainnya.
27